I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Limbah pangan yang berasal dari sisa-sisa pengolahan makanan merupakan
salah satu sumber bahan pakan alternatif yang sering digunakan dalam dunia peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari persaingan antara kebutuhan pakan untuk ternak dan pangan untuk manusia. Limbah jeruk manis (Citrus sinensis) berpotensi dijadikan sebagai sumber bahan pakan alternatif karena banyak ditemukan di tempat-tempat pengolah makanan seperti pabrik industri minuman kemasan, dan pabrik pengolahan makanan yang berbahan asal jeruk. Limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terdiri atas kulit buah jeruk, dan membran jeruk. Limbah jeruk manis (Citrus sinensis) dapat digunakan sebagai pakan ternak karena masih mengandung nutrisi tinggi, yang dapat dimanfaatkan oleh ternak diantaranya bahan kering 90,01%, abu 7,70%, protein kasar 6,50%, serat kasar 12,76%, lemak kasar 3,40%, dan Total Digestible Nutrient 79,00% (Laboratorium Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, 2010). Limbah jeruk manis (Citrus sinensis) merupakan fitofarmaka yang dapat berkhasiat menurunkan kadar kolestrol, yang disebabkan oleh zat aktif atau senyawa metabolit dan dapat memberikan dampak positif jika diberikan dalam jumlah rendah, namun akan dampak negatif jika konsentrasinya dalam ransum terlalu tinggi. Limbah jeruk manis (Citrus sinensis) mengandung beberapa zat aktif diantaranya saponin, flavonoid, tanin, dan minyak atrisi. Saponin berfungsi sebagai
pembersih dinding usus dengan cara menurunkan tegangan membran sel. Dilain pihak penurunan tegangan membran sel ini dapat berdampak pada lisisnya sel atau terjadinya hemolisis pada sel darah merah. Tanin dapat berfungsi menghambat penyerapan kolestrol dan lemak di saluran pencernaan, disamping itu tannin dapat membentuk ikatan komplek dengan protein sehingga
menghambat proses absorpsi protein.
Konsentrasi tanin yang berlebihan akan menyebabkan penyerapan zat besi dalam usus berkurang yang pada gilirannya akan menurunkan produksi sel darah merah. Minyak atsiri memiliki aktivitas antibakteri, yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap bakteri pathogen, serta dapat menghemolisiskan sel darah merah jika konsentrasi dalam pakan terlalu tinggi. Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi membran sel dari stress oksidatif. Penggunaan limbah jeruk manis (Citrus sinensis) telah banyak dilakukan pada hewan percobaan, manusia, dan juga telah dicobakan pada ternak domba. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar sebagai salah satu sumber protein hewani, yang berperan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa daging domba memiliki nilai nutrisi yang lebih tinggi dibanding dengan daging yang berasal dari ternak sapi, kerbau dan ayam khususnya dalam kandungan fosfor, zat besi dan Vit B1 (Setiawan, 2011). Daging domba juga dikenal memiliki kadar kolestrol yang tinggi sehingga sebagian masyarakat memilih untuk mengkonsumsi daging asal ternak lain seperti sapi, kerbau dan ayam. Domba Padjadjaran adalah domba Priangan yang berkembang di daerah Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Awalnya rumpun domba lokal ini merupakan
hasil perkawinan Domba Merino yang dikawinkan dengan domba lokal pada tahun 1886, pada jaman kolonial, kemudian dikawinkan dengan Domba Kaapstad, Afrika (Marlia, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lovita dkk (2014), pemberian limbah jeruk manis (Citrus sinensis) memberikan dampak positif dalam menurunkan kolestrol pada daging domba, akan tetapi pemberian limbah jeruk manis (citrus sinesis) pada ternak dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap ekologi rumen dan keadaan hematologis. Profil darah merah merupakan bio indikator yang dapat menggambarkan keadaan fisiologis ternak, mengingat sel darah merah di dalam tubuh memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai media transportasi oksigen dan karbondioksida di dalam tubuh, oleh sebab itu bila terjadi gangguan pada sel darah merah dalam tubuh hal itu bisa menyebabkan gangguan suplai oksigen yang pada gilirannya akan berdampak pada aktivitas metabolisme. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Tepung Limbah Jeruk Manis (Citrus sinensis) Dalam Ransum Terhadap Profil Sel Darah Merah Domba Padjadjaran Jantan”. 1.2
Identifikasi Masalah Bedasarkan latar belakang di atas maka beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh pemberian tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) dalam ransum terhadap kandungan sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit domba Padjadjaran.
2. Pada level berapa penggunaan tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) dalam ransum dapat mempertahankan nilai normal sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit darah. 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk beberapa hal diantaranya: 1. Mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) dalam ransum terhadap kandungan sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit domba padjadjaran. 2. Mengetahui pada level berapa penggunaan tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) dalam ransum dapat mempertahankan nilai normal sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit darah.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dalam ilmu pengetahuan
baru bermanfaat bagi para peneliti serta dapat dijadikan bahan referensi dalam penggunaan limbah jeruk manis (Citrus sinensis) sebagai pengembangan nutrisi ternak. 1.5
Kerangka Pemikiran Domba merupakan salah satu ternak yang banyak dibudidayakan di daerah
Jawa Barat karena pemeliharaannya relatif lebih mudah dan daging domba juga memiliki nilai nutrisi yang tinggi khususnya pada kandungan fosfor, zat besi dan Vit B1 (Setiawan, 2011). Daging domba diyakini memiliki kandungan kolesterol relatif tinggi, sehingga banyak peneliti yang tertarik melakukan penelitian untuk menurunkan
kadar kolestrol dengan menggunakan bahan alami seperti fitofarmaka, salah satunya adalah menggunakan limbah jeruk manis (Citrus sinensis). Limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terdiri atas 60% dari total buah jeruk seutuhnya, dimana 65% merupakan kulit jeruk, 30-35% kulit membran jeruk, dan 010% biji jeruk (Mirzaei dan Naser, 2008). Limbah jeruk manis (Citrus sinensis) memiliki kandungan zat aktif yang terdiri atas minyak atsiri 0,91%, tanin 0,95%, flavonoid 0,46%, dan saponin 0,84% (Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran, 2013). Minyak atsiri diketahui memiliki aktivitas antibakteri (Chattopadhyay dkk, 2004) dan dapat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat melindungi sel dari radikal bebas (Muhtadin, 2013), akan tetapi penggunaan minyak atsiri lebih dari 0,5% dalam ransum dapat menyebabkan hemolisis pada sel darah merah (Putri, 2015). Flavonoid dikenal sebagai senyawa anti imflamasi, oleh karena itu dapat melindungi sel darah merah dari kerusakan membran, yang dapat menyebabkan hemolisis dengan cara menghambat mediator imflamasi dan radikal bebas (Kasolo dkk, 2010). Mekanisme antioksidan dari pemberian flavonoid adalah dengan mendonasikan atom hidrogen sehingga dapat meredam radikal bebas (Astawan, 2004). Saponin adalah senyawa aktif yang dapat memberikan efek menguntungkan pada ternak ruminansia karena dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen dan menurunkan degradabilitas protein dalam rumen (Suparjo, 2008), akan tetapi jika konsentrasi pemberian tidak sesuai dapat merusak vili-vili usus (Francis dkk, 2002), serta dapat mengganggu penyerapan mineral dan vitamin dalam tubuh (Sianturi dkk, 2013). Penggunaan saponin lebih dari 0,2% dapat menyebabkan kerusakan membran
sel dikarenakan sifatnya yang dapat meningkatkan permeabilitas membran plasma (Widodo, 2005). Tanin merupakan salah satu senyawa aktif yang terdapat dalam limbah kulit jeruk (Citrus sinensis) yang memiliki dampak positif apabila diberikan pada hewan ruminansia dengan kadar 2-3% karena dapat melindungi nutrien dari degradari mikroba yang berlebihan (Oluremi dkk, 2007), akan tetapi bila diberikan di atas 2-3% dapat menjadi zat antinutrisi yang dapat menyebabkan turunnya penyerapan nutrient pada usus halus khusunya protein dan zat besi. Berkurangnya penyerapan zat besi akan mengakibatkan penurunan zat besi dalam tubuh (Setriyano dan Titik, 2012), sedangkan kurangnya penyerapan protein akan berakibat pada terhambatnya produksi hormone eritropoetin dan mengurangi sintesis sel darah merah (Wahyuni dkk, 2013). Sel darah merah merupakan bioindikator yang menentukan kondisi kesehatan ternak. Sel darah merah berbentuk bikonkaf, berperan dalam peroses pengangkutan oksigen dalam tubuh. Sebagian besar sel darah merah bersirkulasi dalam waktu yang terbatas dengan kisaran bervariasi dari 2-5 bulan pada hewan domestikasi dan bergantung pada spesies (Meyer dan Harvey, 2004). Pada domba dewasa masa hidup sel darah merah adalah 137-146 ± 12,9 hari (Sherif and Habel, 1976) dan 115 hari (Schalm’s, 2010). Sel darah merah mengandung hemoglobin yang merupakan protein pernafasan (respiratory protein). Inti hemoglobin mengandung besi dalam bentuk heme yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Proses Pembentukan sel darah merah atau eritropoesis selaras dengan pembentukan hemoglobin karena pembentukan hemoglobin terjadi di dalam retikulosit sebelum menjadi sel darah merah
Hematokrit merupakan fraksi darah merah yang dinyatakan dalam presen dari keseluruhan darah (Soeharsono, 2010). Sel darah merah memiliki keterkaitan dengan kandungan hematokrit, karena hematokrit merupakan perbandingan antara sel-sel darah dengan volume darah secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai hematokrit maka semakin tinggi jumlah sel darah merah yang besirkulasi dalam darah (Guyton, 1997). Keadaan darah ternak akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan fisiologis, yang secara internal dapat disebabkan seperti pertambahan umur, status gizi, latihan, kesehatan, stress, siklus reproduksi, dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal akibat kuman dan perubahan suhu lingkungan (Guyton dan Hall, 1997). Pemberian tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) sampai konsentrasi 8% atau dengan kandunga zat aktif tanin, saponin, flavonoid, dan minyak atsiri secara berurutan 0,076; 0,067; 0,037; dan 0,073 % tidak mempengaruhi tingkat profil sel darah merah domba Padjadjaran (Hernawan, 2014). Penggunaan limbah jeruk manis (Citrus sinensis) dengan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu sebanyak 20% dengan konsentrasi tanin, saponin, flavonoid, dan minyak atsiri secara berurutan sebesar 0,19; 0,168; 0,092; dan 0,182% telah dilakukan pada ternak menunjukkan pengaruh tidak signifikan terhadap profil sel darah merah (Ademu dkk,2012). Pemberian limbah jeruk manis (Citrus sinensis) pada ternak ruminant kecil sampai dengan konsentrasi 24,41% dengan kandungan tanin, saponin, flavonoid, dan minyak atsiri secara berurutan 0,232, 0,205, 0,112, dan 0,222% tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sel darah merah (Oloche dkk, 2015). Disisi lain menurut Callaway (2010), pemberian limbah jeruk manis (Citrus sinensis) lebih dari 20% dalam ransum dapat menurunkan palatabilitas ternak. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat diambil hipotesis
bahwa penambahan limbah kulit jeruk (Citrus sinensis) dalam ransum sampai taraf 17% dengan kandungan zat aktif berupa tanin, saponin, minyak atsiri, dan flavonoid secara berurutan sebanyak 0,165; 0,143; 0,155; dan 0,078% dapat mempertahankan nilai normal sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit darah. 1.6
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Breeding station, Laboratorium Pemuliaan dan
Biometrika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran-Sumedang yang di mulai pertengahan bulan November hingga akhir bulan Desember 2015.