I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai salah satu sumber penerimaan devisa maupun penciptaan lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam perolehan devisa negara. Seperti diungkapkan oleh presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rakortas di Tampak Siring, Bali pada tahun 2005 yang lalu bahwa selain pendapatan pajak, bea cukai, BUMN, dan Migas, pariwisata juga menjadi andalan pendapatan negara. Kayu olahan 3.3% Makanan olahan 3.6% Kertas dan barang dari kertas 4.5%
Bahan kimia 3.3%
Minyak & gas bumi 34.5%
Tekstil 4.9% Alat listrik 6.2%
Pakaian jadi 7.2%
Pariwisata 8.8% Minyak klp sawit 14.7%
Karet olahan 9.0%
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 (diolah) Gambar 1. Distribusi Penerimaan Devisa Menurut Komoditi Tahun 2008 Pariwisata
dapat
memberikan
sumbangan
kepada
pemulihan
kepercayaan investasi asing kembali masuk ke Indonesia. Jika aman, pariwisata akan berkembang yang selanjutnya dapat mendorong investasi asing dan memacu
2
kembali pertumbuhan dunia usaha di Indonesia. Selama ini sektor pariwisata masuk dalam kelompok sepuluh besar penyumbang ekspor di Indonesia. Dari sepuluh komoditi utama yaitu: (1) minyak dan gas bumi, (2) minyak kelapa sawit, (3) karet olahan, (4) pakaian jadi, (5) alat listrik, (6) tekstil, (7) kertas dan barang dari kertas, (8) makanan olahan, (9) kayu olahan, dan (10) bahan kimia, ternyata pariwisata yang merupakan penerimaan devisa yang dibawa oleh wisatawan mancenagara menempati urutan yang keenam pada tahun 2006. Peningkatan ekspor barang dan jasa pada tahun 2006 sampai tahun 2008 terus terjadi, demikian halnya dengan pariwisata. Peningkatan devisa dari sektor pariwisata lebih cepat dibandingkan dengan ekspor barang dan jasa lainnya. Sehingga urutan penerimaan devisa sektor pariwisata terus menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2007 sektor ini menempati posisi terbesar kelima dibandingkan dengan ekspor lainnya, dan terus meningkat menjadi urutan keempat pada tahun 2008. Hal ini tentu menggembirakan bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan dalam pemasukan devisa. Apabila dari 11 komoditi di atas (termasuk pariwisata) dijumlahkan maka sumbangan pariwisata terhadap total ekspor jasa pada tahun 2006 mencapai 46.67 persen atau 4.02 persen terhadap total ekspor barang dan jasa. Pada tahun 2007 ekspor jasa meningkat lebih lambat dibandingkan ekspor sektor pariwisata sehingga kontribusi sektor ini masih mengalami peningkatan. Namun demikian pertumbuhan ekspor barang lebih cepat dibandingkan dengan ekspor jasa maupun pariwisata sehingga kontribusi sektor pariwisata terhadap total ekspor barang dan jasa mengalami penurunan pada tahun 2007, yaitu dari 4.02 persen menjadi 3.97 persen. Selanjutnya pada tahun 2008, kontribusi sektor pariwisata terhadap total ekspor jasa sudah melebihi separuhnya (52.84 persen) dan terhadap total ekspor barang dan jasa mencapai 4.56 persen, seperti terlihat dalam Tabel 1.
3
4
Kinerja sektor pariwisata sebagai penghasil devisa ditentukan oleh kemampuan kita untuk mendatangkan sebanyak mungkin wisatawan mancanegara ke Indonesia. Oleh karena itu, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sangat berpengaruh terhadap besarnya devisa yang diperoleh dari sektor pariwisata. Semakin besar jumlah wisatawan mancanegara, maka secara total akan semakin besar uang yang dibelanjakan oleh wisatawan. Kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia memiliki pergerakan positif dari tahun ke tahun. Tetapi sejak tahun 1998 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mengalami pergerakan naik turun yang tidak menentu. Begitu juga dengan devisa dari sektor pariwisata, karena devisa sektor pariwisata sangat tergantung jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Bahkan penurunan devisa sudah tampak sejak tahun 1997. Di masa mendatang, sektor pariwisata ini diharapkan akan lebih memainkan peran yang semakin kuat terutama dalam menghadapi berlangsungnya revolusi 3T (Transportation, Telecomunication, and Tourism). Keberhasilan dalam revolusi 3T ini ditunjukkan melalui beberapa indikator, seperti semakin berkembangnya berbagai kegiatan ekonomi, volume perdagangan serta jumlah manusia yang melakukan perjalanan, yang hampir merata di seluruh dunia. Untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi, dibutuhkan adanya suatu kajian kuantitatif untuk menunjang rencana yang matang agar kebijakan pemerintah di bidang pariwisata lebih terarah sehingga pembangunan pariwisata Indonesia dapat lebih berkembang secara pesat di masa yang akan datang. Kegiatan
pariwisata
beserta
pengeluarannya
dalam
melakukan
perjalanan, rekreasi, menginap di hotel, serta penggunaan fasilitas jasa-jasa
5
hiburan lainnya, yang dilakukan baik oleh wisatawan mancanegara maupun nusantara, memberikan penghasilan pada sektor-sektor terkait. Di samping itu permintaan wisatawan akan barang dan jasa akan merangsang pertumbuhan produksi dan pendapatan nasional/regional, baik langsung maupun tidak langsung. Di sisi lain pengeluaran penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan di luar negeri untuk rekreasi, menginap di hotel, serta penggunaan fasilitas jasajasa hiburan lainnya di luar Indonesia akan mengurangi penerimaan devisa negara, termasuk di dalamnya perjalanan ibadah haji dan umroh. Hal ini akan berpengaruh dalam neraca pembayaran luar negeri. Neraca pembayaran luar negeri (Balance of Payment/BOP) mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia, yang sistem ekonominya terbuka dan transaksi eksternalnya makin terus membesar. Total perdagangan luar negeri (jumlah ekspor) berkembang sangat pesat dari US$100,798.6 juta menjadi US$137 020.4 juta dalam kurun waktu 2006 - 2008. Di samping peranannya secara nyata yang memang terus meningkat, BOP punya peran strategis dalam menjamin stabilitas pembangunan ekonomi. Defisit dalam BOP yang besar dan berkepanjangan menimbulkan kekhawatiran kalau ekonomi Indonesia tidak dapat membiayai impor dan membayar kewajibankewajiban internasional. Sehingga menimbulkan spekulasi bahwa pemerintah akan melakukan tindakan moneter maupun fiskal untuk memperbesar penerimaan devisa dan menekan pengeluaran. Spekulasi akan jatuhnya nilai rupiah (devaluasi) justru mendorong permintaan akan valuta asing, sehingga menimbulkan goncangan ekonomi, dan memerlukan kebijaksanaan yang tepat untuk mengatasinya.
6
Peran BOP di masa depan dalam era globalisasi dan perdagangan bebas akan makin bertambah penting dengan makin berkembangnya perdagangan dan investasi luar negeri. Sementara itu peran pariwisata dalam BOP sangat positip, karena menyumbang "surplus" dalam perolehan devisa. Sedang neraca jasa secara keseluruhan masih selalu defisit. Namun demikian surplus neraca perjalanan ini ada kecenderungan yang terus semakin menurun. Pada tahun 1993 sampai dengan 1996 terjadi peningkatan penerimaan devisa dari sektor pariwisata, sementara pengeluaran devisa pariwisata masih lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan penerimaannya sehingga neraca pariwisatanya masih menunjukkan pertumbuhan yang positip seperti terlihat dalam Gambar 2.
8.00 6.00
Miliar US$
4.00 2.00 0.00 -2.00 -4.00 Tahun -6.00
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 3.99
4.79
5.23
6.31
5.32
4.33
4.71
5.75
5.43
Outbound -1.54
-1.9
-2.17
-2.4
-2.41
-2.1
-2.35
-3.2
-2.35 -2.96 -3.19 -3.39 -2.81 -3.86 -4.33 -5.25
2.45
2.89
3.06
3.91
2.91
2.23
2.36
2.55
3.08
Inbound
Balance
4.5
1.53
4.04
0.85
4.8
1.41
4.52
1.71
4.45
0.59
5.35
1.02
7.35
2.1
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 (diolah) Gambar 2. Neraca Perjalanan Pariwisata di Indonesia, Tahun 1993 - 2008
7
Sejak terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan 1997 telah mengakibatkan neraca perjalanan ini mengalami penurunan walaupun jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri juga menurun tetapi penurunan jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia jauh lebih banyak. Hal ini sematamata tidak disebabkan oleh jatuhnya nilai rupiah terhadap mata uang US$ yang mestinya akan lebih meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia karena harga barang di Indonesia menjadi murah di mata asing, akan tetapi terjadinya krisis multidimensi di Indonesia menjadi salah satu penyebab menurunnya jumlah kunjungan wisman, terutama yang berkaitan dengan masalah keamanan. Untuk mengatisipasi fluktuasi penerimaan devisa di sektor pariwisata perlu adanya metode estimasi yang secara statistik bisa dipertanggung-jawabkan agar supaya arah kebijakan nasional di sektor ini menjadi lebih terarah. Sampai dengan saat ini masih terbatas adanya kajian tentang model ekonometrika untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi neraca pariwisata. Dengan model ekonometrika bisa dilakukan simulasi untuk melihat fluktuasi penerimaan maupun pengeluaran devisa pariwisata jika faktor yang mempengaruhinya terjadi perubahan. 1.2. Rumusan Masalah Sesuai dengan definisi dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah baik pusat maupun daerah. Selanjutnya pariwisata internasional dapat didefinisikan sebagai rangkaian
8
kegiatan wisata yang dilakukan oleh wisatawan mancanegara (inbound) maupun wisatawan Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound). Perkembangan
teknologi
informasi
yang
begitu
cepat
saat
ini
memudahkan seseorang untuk memperoleh informasi secara cepat dan mudah. Mudahnya memperoleh informasi ini sejalan dengan era globalisasi dan terjadinya liberalisasi sektor ekonomi di berbagai negara, merupakan tantangan besar bagi segenap negara di dunia pada abad 21 ini. Liberalisasi dan globalisasi tentu saja menempatkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, pada posisi yang harus menghadapi tantangan semakin kompleks untuk menuju pada langkah kompetitif dan tetap dapat berpartisipasi dalam persaingan global. Pariwisata seperti halnya sektor perekonomian lainnya, memiliki peluang semakin berkembang yang cukup besar, dengan adanya liberalisasi. Hal tersebut disebabkan oleh karena semakin mudahnya akses sarana transportasi antarnegara
serta
semakin
terbukanya
penduduk
melakukan
perjalanan
antarnegara, meningkatnya volume perdagangan internasional, dan masuknya/ keluarnya investasi dari/ke luar negeri. Kunjungan
wisatawan
mancanegara
ke
Indonesia
mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan terjadi pada periode tahun 1991-1994, di mana pada tahun 1991 Indonesia mencanangkan program Visit Indonesia Year 1991 walaupun pada tahun tersebut terjadi perang teluk antara Irak dengan Kuwait yang didukung oleh Amerika Serikat. Pada saat itu Indonesia cukup optimis bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia bisa mencapai 6 juta sebelum tahun 2000.
9
Terjadinya krisis ekonomi global pada bulan Juli 1997 menjadi salah satu pemicu turunnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Pada tahun tersebut pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara hanya mencapai 2.99 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana 7 tahun sebelumnya selalu mengalami pertumbuhan 2 dijit. Pada tahun berikutnya terjadi krisis multidemensi yang memperparah imej Indonesia di mata dunia dengan terjadinya kerusuhan yang melanda di hampir semua kota-kota besar Indonesia. Tingkat keamanan inilah yang menjadi pemicu turunnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di Indonesia di mana pada tahun 1998 terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman sebesar 11.16 persen. Di sisi lain jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri meningkat cukup signifikan. Upaya pemulihan untuk keluar dari krisis multidemensi sudah mulai nampak hasilnya di awal tahun 2002. Namun demikian pada tahun 2002 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara menurun 2.33 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai gejolak, khususnya faktor keamanan seperti tragedi peledakan Bom 14 Oktober 2002 di Bali yang sangat mempengaruhi pertumbuhan pariwisata secara signifikan, khususnya wisatawan mancanegara. Kondisi stagnasi pariwisata Indonesia tentu saja memerlukan pemikiran kembali dari berbagai pijakan pengembangannya dan terobosanterobosan baru sangat diperlukan sebagai salah satu langkah untuk mengangkat citra pariwisata nasional. Namun tiga tahun terakhir jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia menunjukkan adanya pertumbuhan positip dua dijit, yaitu 13.02 persen pada tahun 2007 dan 13.24 persen pada tahun 2008. Hal ini merupakan prestasi
10
sendiri bagi dunia pariwisata Indonesia yang didukung oleh pemerintah baik pusat maupun daerah untuk terus meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dari luar negeri. Banyak faktor yang mempengaruhi minat seseorang untuk melakukan perjalanan, termasuk wisatawan mancanegara. Selain faktor keamanan di negara yang akan dikunjungi wisatawan seperti yang telah diuraikan di atas, faktor pendapatan, harga tiket penerbangan, dan lain sebagainya juga akan berpengaruh terhadap minat sesorang untuk melakukan perjalanan wisata. Di satu sisi pariwisata sebagai industri yang tengah berada dalam lingkungan kompetisi dunia yang sangat ketat memerlukan inovasi dan strategi bersaing dalam memposisikan produk dan pasarnya. Keterkaitan lintas sektoral pariwisata akan menjadi mata rantai pendukung bagi gerak ke depan (moving forward) pembangunan nasional. Tingginya efek multiganda dari pendapatan di sektor pariwisata akan sangat banyak memberikan kontribusi dan dampak berantai terhadap berbagai sektor dalam pendapatan nasional maupun regional. Industri pariwisata banyak memiliki keterkaitan dengan berbagai isu yang populer di dunia. Sebagai salah satu sektor yang bergerak pada bidang jasa, isu-isu yang ada memiliki pengaruh besar terhadap keyakinan konsumen, yaitu wisatawan terutama dalam kaitannya dengan motivasi perjalanan pada suatu daerah tujuan wisata. Isu yang negatif akan cenderung berakibat negatif terhadap penilaian konsumen, sementara isu-isu yang positif juga akan berdampak pada penilaian yang positif dari wisatawan. Beberapa isu pariwisata internasional yang diperkirakan cukup mempengaruhi industri kepariwisataan dunia, khususnya Indonesia adalah isu mengenai hak asasi, terorisme, dan keamanan. Ketiganya memiliki keterkaitan
11
erat, dan dalam hal ini Indonesia masuk sebagai salah satu kawasan yang rawan terhadap isu-isu tersebut. Pasca peristiwa WTC (World Trade Center) 11 September 2001 isu mengenai terorisme terus berkembang dan meluas di berbagai negara. Sikap anti terorisme yang kemudian berkembang menjadi isu SARA terutama terhadap agama Islam, di mana kemudian muncul berbagai reaksi dan memiliki dampak yang kurang baik terhadap kaum muslimin. Dalam konsekuensi yang lebih besar isu ini kemudian berkembang menjadi sikap anti muslim, yang berdampak pada citra negatif negara-negara Islam, termasuk Indonesia. Keadaan demikian secara tidak langsung telah menjadi hambatan bagi pihak-pihak yang ingin mengadakan perjalanan ke negara-negara Islam, termasuk wisatawan. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Banyaknya faktor yang mempengaruhi penduduk untuk melakukan perjalanan internasional berbeda-beda untuk setiap negara. Demikian juga halnya dengan pengeluaran mereka selama dalam perjalanan yang merupakan lalu-lintas devisa antarnegara. Oleh karena itu salah satu rumusan masalah dalam disertasi ini adalah: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan devisa yang dibawa oleh wisatawan mancanegara dan pengeluaran devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia ke luar negeri? 2. Bagaimana dampak inbound dan outbound serta lalu lintas devisa yang masuk dan keluar Indonesia saat terjadi shock di dalam negeri? 3. Pemasukan devisa yang dibawa oleh wisman akan memberikan dampak ekonomi yang positip. Seberapa jauh dampak tersebut terhadap perkonomian Indonesia?
12
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan devisa yang dibawa oleh wisman dan pengeluaran devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia ke luar negeri. 2. Melakukan estimasi jumlah kunjungan wisman dan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri serta berapa banyaknya devisa yang masuk dan ke luar Indonesia dengan menggunakan model ekonometrika serta melakukan simulasi kebijakan untuk mengetahui dampaknya terhadap inbound dan outboud serta lalu lintas devisanya 3. Mengukur dan menganalisis dampak ekonomi dari devisa yang dibawa oleh wisman. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Sebagai bahan masukan pemerintah dalam merumuskan kebijakan di bidang pariwisata dalam upaya meningkatkan penerimaan devisa melalui wisman serta pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. 2. Sebagai bahan rencana pengembangan usaha oleh penyedia jasa pariwisata dengan melihat peluang dan prospek meningkatnya lalu lintas penduduk antarnegara. 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Pembahasan dalam penelitian ini akan mencakup peran pariwisata internasional dalam perekonomian Indonesia, analisis perkembangan pariwisata
13
dengan menggunakan model ekonometrika untuk mengetahui peran masingmasing faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara serta penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini: 1. Data pergerakan manusia antar negara selama ini pencatatannya dilakukan oleh imigrasi, sehingga mereka yang melakukan perjalanan secara ilegal (tidak melalui pintu imigrasi) maka tidak akan dicatat dalam statistik inbound dan outbound. 2. Data penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dari imigrasi hanya bisa diketahui jumlahnya, sementara tujuan negara mereka pergi ke luar negeri tidak dicatat oleh imigrasi. Di sisi lain wisatawan mancanegara bisa diketahui asal negaranya maupun kebangsaaannya. 3. Lalu lintas devisa yang dihitung tidak bisa langsung dilakukan secara bersamaan dan terus menerus seperti pencatatan ekspor-impor barupa barang yang dilakukan oleh bea cukai. Sehingga data lalu lintas devisanya dihitung berdasarkan perkalian jumlah orang yang berkunjung dengan rata-rata pengeluarannya yang diperoleh melalui survei secara terpisah. 4. Survei rata-rata pengeluaran wisman (inbound) maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound) yang dilakukan setahun dua kali, yaitu pada masa low dan peak, belum sepenuhnya mewakili pengeluaran inbound maupun outbound karena keterbatasan jumlah sampel serta karakteristik populasi yang selalu berubah setiap tahunnya sehingga sampling frame yang digunakan bisa berbeda dengan karakteristik populasi pada tahun saat survei dilaksanakan. Namun demikian data pengeluaran ini tidak tersedia selain dari hasil survei ini.
14
5. Survei tentang pengeluaran haji selama ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu diasumsikan bahwa Ongkos Naik Haji (ONH) atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) sebagai proxy pengeluaran haji selama berada di luar negeri.