1
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM)
memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara maju. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Prancis, dan Belanda telah menjadikan sektor UMKM sebagai motor penggerak perekonomian negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres teknologi (Tambunan, 2009). Sektor UMKM juga memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 sektor ini mampu menyerap 97,3 persen dari total tenaga kerja. Hal ini menunjukan bahwa sektor UMKM adalah sektor utama dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia yang apabila dikembangkan berpotensi mengurangi pengangguran karena jumlah
unit usaha UMKM
mencapai 52.764.603 unit atau 99 persen dari total usaha. Selain itu, lebih dari setengah atau 56,5 persen Produk Domestik Bruto
(PDB)
Indonesia
disumbangkan oleh sektor ini. Begitu juga dengan pendapatan ekspor non-migas, sektor UMKM mampu menyumbang 17,04 persen dari pendapatan total (BPS, 2010). Pada kenyataannya perkembangan sektor UMKM di Indonesia masih dihadapkan oleh berbagai masalah. Salah satu masalah mendasar yang dihadapi adalah keterbatasan modal kerja dan investasi. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, hanya 20,49 persen usaha mikro dan kecil yang
2
memanfaatkan pinjaman dan sebagian besar pinjaman berasal dari perorangan, bukan dari lembaga keuangan formal atau perbankan. Permodalan mereka tergantung sepenuhnya pada tabungan sendiri atau sumber-sumber informal seperti keluarga. Sejak tahun 1970-an, pemerintah telah memfasilitasi penyaluran dana ke sektor usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) yang diawali dengan dua skema kredit dari Bank Indonesia yaitu Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Investasi Kecil (KIK). Selain itu Bank Sental telah mengeluarkan Peraturan Perbankan Nomor 3/2/PBI/20011 yang mewajibkan perbankan untuk menyediakan 20 persen dari total kreditnya kepada usaha kecil. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk mendorong perbankan agar meningkatkan penyaluran dana kepada sektor UMKM. Melihat besarnya peran UMKM di Indonesia maka wajar apabila sektor ini mendapat perhatian lebih khususnya dari segi akses dan pembiayaan modal yang selama ini menjadi permasalahan utama dalam pengembangan UMKM.
Sumber: BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM (2010) Gambar1.1. Definisi UMKM dan Perannya Dalam Perekonomian
3
Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem moneter ganda pada sistem perekonomiannya, yaitu diterapkannya sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan. Penerapan sistem moneter ganda yang dilandasi oleh Undang-undang Bank Sentral No. 23 Tahun 1999 membawa pengaruh terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Sejak tahun 2002 mulai bermunculan bank syariah, unit usaha syariah (UUS) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang tersebar di seluruh Indonesia. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 bahwa perkembangan jumlah lembaga keuangan syariah memiliki tren yang meningkat dan diprediksi akan terus bertambah. Begitu juga dengan perkembangan perbankan syariah yang diawali oleh munculnya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2002. Sejak saat itu perkembangan bank syariah semakin pesat dan menjadikan perbankan syariah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peran yang semakin besar dalam perbankan nasional. Tabel 1.1. Perkembangan Jumlah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah dan BPRS Tahun 2007-2010 Kelompok Bank
2007
2008
2009
2010
Bank Umum Syariah (BUS)
3
5
6
11
Unit Usaha Syariah (UUS)
26
37
25
23
225
286
1223
1763
BPRS 185 202 Total Jumlah Kantor BUS,UUS dan BPRS 782 1024 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia (2010)
Selain dengan munculnya lembaga keuangan syariah, penerapan sistem moneter ganda di Indonesia telah melahirkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter pelengkap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai oleh perbankan konvensional. SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang
4
diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah mulai digunakan sebagai instrumen moneter sejak tahun 2008 yang mengantikan peran Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Sebagai Instrumen moneter, SBI dan SBIS memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen ini akan mempengaruhi besarnya pembiayaan dan peyaluran kredit kepada sektor riil. Baik bank syariah maupun bank konvensional memiliki tugas utama sebagai lembaga intermediasi, yaitu menyalurkan dana dari pihak surplus ke pihak yang memerlukan dana secara optimal. Salah satu jalur intermediasi perbankan adalah melalui penyaluran dana kepada UMKM, yaitu penyaluran dana yang dialokasikan untuk investasi atau pengembangan usaha masyarakat berskala mikro, kecil atau menengah. Pemberian kredit kepada dunia usaha khususnya di sektor UMKM perlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan peran perbankan nasional sebagai lembaga intermediasi (Meydianawathi, 2007). Bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus dapat mengelola saluran kredit dan pembiayaan secara tepat sehingga dapat menjembatani sektor keuangan dan sektor rill. Selain itu, bank sebagai lembaga keuangan yang dominan di Indonesia seharusnya mendukung penuh keberadaan dan perkembangan UMKM mengingat peran UMKM yang sangat besar bagi perekonomian. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/2/PBI/2001, perbankan konvensional
maupun
perbankan
syariah
dianjurkan
untuk
menjadikan
pembiayaan sektor UMKM sebagai prioritas dan berkomitmen untuk terus mempermudah akses UMKM terhadap perbankan. Hal ini tercermin dari porsi
5
kredit UMKM yang mencapai lebih dari empat puluh persen dari kredit total pada perbankan konvensional. Bahkan porsi pembiayaan UMKM pada bank syariah mencapai lebih dari tujuh puluh persen dari pembiayaan total. Penyaluran dana ke sektor UMKM lewat perbankan tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dari berbagai studi terdahulu, faktor internal yang memengaruhi penyaluran kredit
dari
perbankan antara lain faktor rentabilitas dan profitabilitas. Sedangkan dari faktor eksternal, penyaluran kredit dari perbankan dipengaruhi oleh instrumen moneter. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan bahwa penelitian mengenai pengaruh instrumen syariah atau konvensional terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia penting untuk dilakukan karena akan mempengaruhi tindakan perbankan konvensional maupun syariah dalam menyalurkan dananya ke sektor UMKM. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis secara kuantitatif pengaruh instrumen moneter dan perbankan terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia.
1.2
Perumusan Masalah Peran sektor UMKM yang besar terhadap perekonomian Indonesia
membuat sektor ini menjadi perhatian penting yang harus didukung dan di fasilitasi
terutama
pada
bidang
permodalan,
perluasan
usaha
dan
keberlanjutannya. Hal ini akan terwujud apabila transmisi moneter berjalan dengan baik yang mana sektor keuangan yang digambarkan melalui perbankan dapat menyalurkan dana ke masyarakat dan menggerakan perekonomian secara riil.
6
Mekanisme transmisi moneter ganda yang diterapkan di Indonesia sejak tahun 1992 melegalkan penggunaan sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan, hal ini berarti bahwa ada pengaruh dari instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana dari perbankan, termasuk pemberian kredit atau pembiayaan UMKM. Maka dari itu penelitian ini ingin menganalisis instrumen
moneter manakah yang lebih berpengaruh dalam
penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia. Secara lebih rinci, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit UMKM di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia? 3. Bagaimanakah perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional dalam pembiayaan UMKM di Indonesia
1.3
Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang telah di uraikan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi
pengaruh
instrumen
moneter
syariah
dan
konvensional terhadap pembiayaan UMKM dari perbankan syariah di Indonesia. 2. Mengidentifikasi
pengaruh
instrumen
moneter
syariah
dan
konvensional terhadap kredit UMKM dari perbankan konvesional di Indonesia.
7
3. Membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan masukan bagi
pemerintah, masyarakat dan kalangan akademisi: 1.
Pemerintah dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan khususnya dalam mengembangkan sektor UMKM melalui perbankan.
2.
Masyarakat dapat mengetahui peran perbankan syariah dalam mengembangkan UMKM.
3.
Kalangan akademisi dapat mejadikan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh instrumen
moneter syariah dan konvensional terhadap perkembangan sektor UMKM di Indonesia. Instrumen moneter yang digunakan terbagi dua menjadi insturmen moneter konvensional dan syariah, instrumennya yaitu bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), pembiayaan bank syariah kepada UMKM dan kredit perbankan konvensional kepada UMKM. Sedangkan periode waktu yang diambil dalam studi kasus ini adalah perekonomian Indonesia dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010.