I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada prakteknya sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang. KUHP yang merupakan warisan KUHP diberlakukan
di
Indonesia
dengan
beberapa
Kerajaan
Belanda
penyesuaian, bahkan Sudarto
menyatakan bahwa teks resmi KUHP hingga saat ini masih dalam bahasa Belanda.1
Kenyataan inilah yang menyebabkan kebutuhan untuk melakukan pembaharuan hukum pidana (penal reform) di Indonesia. Kebutuhan untuk melakukan pembaharuan hukum pidana sejalan dengan hasil dari Kongres PBB tahun 1976 tentang pencegahan kejahatan dan perlakuan kepada pelaku kejahatan. Dalam kongres tersebut dinyatakan bahwa hukum pidana yang ada selama ini di berbagai negara yang sering berasal dari hukum asing dari zaman kolonial yang pada umumnya tidak adil (unjustice) serta ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kenyataan (outmoded and unreal) karena tidak berakar dan pada nilai budaya dan bahkan ada diskrepansi dengan aspirasi masyarakat serta tidak responsif terhadap kebutuhan sosial masa kini. 1
Sudarto. 1983. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat: Kajian terhadap Pembaharuan Hukum Pidana. Sinar Baru. Bandung. Hlm. 57.
2 Kondisi perubahan hukum yang adil dan sesuai dengan kenyataan yang berakar dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat kemudian secara tegas juga dinyatakan dalam konsideran Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) 2012 yang menyatakan bahwa materi hukum pidana nasional harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. Sementara tujuan penyusunan hukum pidana dinyatakan sebagai perwujudan upaya
pembaharuan
hukum
nasional
Negara
Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Penjelasan Umum RKUHP 2012 juga menyatakan bahwa Penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Nasional untuk menggantikan
KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda dengan segala perubahannya merupakan salah satu usaha dalam rangka pembangunan hukum nasional. Usaha tersebut
dilakukan
pembangunan
secara
nasional
di
terarah
dan
berbagai
terpadu bidang,
agar sesuai
dapat mendukung dengan
tuntutan
pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat. Berkaitan dengan penetapan sanksi pidana yang masih menempatkan pidana mati sebagai pidana yang terberat. Kritik atas masih dipertahankannya pidana mati bagi pelaku ini didasarkan atas pelanggaran terhadap konstitusi dimana dalam UUD Amandemen Kedua, secara tegas dinyatakan tentang jaminan atas hak hidup dan hak ini adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaaan apapun. Oleh
3 karena itu, pembaharuan hukum pidana, dalam hal ini berkaitan dengan stelsel pidana dalam RKUHP 2012, harus dilandasi dengan tujuan pemidanaan. Mengetahui maksud dan capaian tentang tujuan pemidanaan akan menunjukkan paradigma negara atas perlindungan dan jaminan keadilan dan perlindungan hak asasi warga negaranya.
Stelsel pidana atau susunan pidana, yang dijadikan dasar penjatuhan pidana bagi pelaku yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan sangat penting bagi suatu Negara yang mengakui hak asasi manusia. Stelsel pidana yang diatur dalam KUHP sudah tidak tepat lagi untuk terus diberlakukan dan dikenakan kepada pelaku tindak pidana. Oleh karenanya, perlu dilakukan peninjauan terhadap stelsel pidana yang ada dalam KUHP, dan itu telah dilakukan dalam RKUHP 2012, dimana stelsel pidananya lebih beragam dan berorientasi kepada perlindungan hak asasi manusia. Persoalan yang lain adalah dalam KUHP yang berlaku sekarang ini tidak diatur tentang tujuan dan pedoman pemidanaan, padahal kedua hal tersebut merupakan hal yang sangat penting sebagai panduan bagi hakim dalam memutuskan suatu pidana bagi pelaku kejahatan. Stelsel pidana dalam KUHP itu diatur dalam Pasal 10 sebagai berikut: a.
Pidana Pokok: 1. pidana mati, 2. pidana penjara, 3. pidana kurungan, 4. denda, 5. pidanan tutupan.
b.
Pidana Tambahan: 1. perampasan barang-barang tertentu, 2. pencabutan hak-hak tertentu, 3. pengumuman putusan hakim.
4 Akibat dari tidak adanya rumusan tujuan pemidanaan ini menyebabkan banyak sekali rumusan jenis dan bentuk sanksi pidana yang tidak konsisten dan tumpang tindih. dalam KUHP sebagaimana dikatakan oleh Muladi dan Barda Nawawi Arief: Hubungan antara penetapan sanksi pidana dan tujuan pemidanaan adalah titik penting dalam menentukan strategi perencanaan politik kriminal. Tujuan pemidanaan dapat menjadi landasan untuk menentukan cara, sarana atau tindakan yang akan digunakan. Kebijakan menetapkan sanksi pidana apa yang dianggap paling baik untuk mencapai tujuan, setidaknya mendekati tujuan, tidak dapat dilepaskan dari persoalan pemilihan berbagai alternatif sanksi.2
Masalah pemilihan berbagai alternatif untuk memperoleh pidana mana yang dianggap paling baik, paling tepat, paling patut, paling berhasil atau efektif merupakan masalah yang tidak mudah. Dilihat dari sudut politik kriminil, maka tidak terkendalikannya perkembangan kriminalitas yang semakin meningkat, justru dapat disebabkan oleh tidak tepatnya jenis sanksi pidana yang dipilih dan ditetapkan.3 Ketentuan mengenai pemidanaan dalam RKUHP 2012, jika dibandingkan dengan KUHP yang saat ini berlaku mengalami beberapa perubahan mendasar. Bagian mengenai pemidanaan diantaranya berisi tentang tujuan pemidanaan, pedoman pemidanaan dan alasan-alasan mengenai dapat dijatuhkannya pemidanaan bagi pelaku tindak pidana. Pengaturan ini lebih lengkap dibandingkan dengan ketentuan dalam KUHP yang berlaku saat ini.
2
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung. Hlm. 95. 3 ibid. Hlm. 89.
5 RKHUP 2012 menganut sistem pemidanaan dua jalur (double track system) dimana di samping pelaku tindak pidana dapat dijatuhi sanksi pidana (criminal punishment), dapat juga dikenakan berbagai tindakan (treatment). Selain itu, dalam jenis-jenis pemidanaan dalam RKUHP 2012 ini juga bertambah dengan adanya pidana pengawasan dan pidana kerja sosial yang merupakan bagian dari pidana pokok, jenis tindak pidana yang sebelumnya belum pernah dikenal dalam KUHP Indonesia.
Adanya beberapa perubahan yang mendasar tersebut, ternyata dalam RKUHP 2012 masih mengatur beberapa ketentuan yang selama ini menjadi kontroversi, misalnya ketentuan tentang hukuman mati. Di samping itu, RKUHP 2012 juga memasukkan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan pemidanaan (denda) adat yang mempunyai rumusan tidak rinci dan sangat tergantung pada putusan hakim. RKUHP 2012 sejak awal terlihat tidak cukup konsisten dalam menentukan tujuan pemidanaan dan penetapan sanksi-sanksinya. Berkaitan dengan sistem sanksi dalam RKUHP 2012 yang tentunya mempunyai perbedaan jika dibandingkan dengan bentuk pengaturan stelsel pidana di dalam KUHP yang berlaku sekarang, memungkinkan di dalam RKUHP 2012 akan menentukan stelsel pidana yang lebih maju dan lebih baik, sehingga tujuan pokok dari pemidanaan dapat tercapai. Beranjak dari uraian pada latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang stelsel pidana dan kemudian membahasnya lebih lanjut melalui bentuk skripsi yang berjudul “Perbandingan Stelsel Pidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2012”.
6
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1.
Permasalahan
Untuk menguraikan dan menganalisis lebih lanjut dalam bentuk pembahasan yang bertolak dari latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah : a.
Bagaimanakah perbandingan stelsel pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2012 ?
b.
Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pembaharuan stelsel pidana dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2012?
2.
Ruang Lingkup
Mengingat stelsel pidana merupakan suatu kajian yang sangat luas maka penulis membatasi ruang lingkup penulisan skripsi ini pada lingkup kajian ilmu hukum pidana. Ruang lingkup substansi dibatasi hanya pada pembahasan mengenai perbandingan stelsel pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2012. Lokasi penelitian dibatasi pada wilayah Bandar Lampung.
7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui perbandingan stelsel pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2012 b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan pembaharuan stelsel pidana dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)
2. Kegunaan penulisan Hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis dan praktis sebagai berikut : a. Secara Teoritis Secara teoritis penulisan skripsi ini diharapkan dapat dipergunakan untuk memperkaya serta lebih dapat mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum pidana pada umumnya dan lebih jelas lagi mengenai stelsel pidana yang berkaitan dengan jenis-jenis sanksi pada khususnya.
b. Secara Praktis Secara praktis, menjadi bahan masukan bagi kalangan praktisi hukum, khususnya yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan peradilan pidana dan kemasyarakatan serta memberikan gambaran tentang stelsel pidana di dalam RKUHP 2012
8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Menurut Soerjono Soekanto4, bahwa kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau acuan yang merupakan cara untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. Dalam kerangka teoritis ini, penulis akan melakukan identifikasi data yang akan menjadi pengantar bagi penulis dalam menjawab permasalahan skripsi yang penulis angkat. Hal ini selaras dengan pendapat Soerjono Soekanto yang menyatakan bahwa kerangka teori adalah konsep atau acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.
Menurut G.Guitens Burgoins, (yang dikutip dari Barda Nawawi Arief)5, study komparatif ataupun perbandingan hukum adalah metode perbandingan yang diterapkan dalam ilmu hukum. Istilah Studi Komparatif ataupun Perbandingan Hukum bukanlah suatu ilmu hukum, akan tetapi melainkan hanya suatu metode studi, suatu metode yang digunakan untuk meneliti sesuatu, suatu cara bekerja, yakni perbandingan. Apabila hukum itu terdiri atas element ataupun seperangkat peraturan, maka nampak jelas bahwa hukum perbandingan (vergelijkende recht) itu tidak ada. Metode untuk membanding-bandingkan aturan hukum dari berbagai sistem hukum
4 5
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. Hlm. 125. Barda Nawawi arief. 2005. Perbandingan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm. 4.
9 tidak berdampak pada perumusan-perumusan aturan yang berdiri sendiri. Studi Komparatif ataupun Perbandingan Hukum sebagai metode mempunyai kandungan arti bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu objek atau masalah yang diteliti. Oleh karena itu sering digunakan istilah metode studi komparatif ataupun perbandingan hukum. Studi komparatif hukum pidana harus dipahami dengan menggunakan metode fungsional, kritis, realistis dan tidak dogmatis serta sangat diperlukan dalam proses pembaharuan hukum. Menurut Soerjono Soekanto (dalam Barda Nawawi Arief) dalam mempelajari studi komparatif ataupun perbandingan hukum ada tiga metode dan tidak dapat dipisahkan karena sangat berkaitan antara satu sama lainnya, akan tetapi hanya dapat dibedakan yaitu : 1. Metode sosiologis yaitu untuk meneliti hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosialnya. 2. Metode sejarah yaitu untuk meneliti perkembangan hukum. 3. Metode studi komparatif ataupun perbandingan hukum yaitu untuk membandingkan berbagai tertib hukum dari bermacam-macam masyarakat.6 Ketiga metode tersebut saling mengisi dan melengkapi dalam mengembangkan penelitian hukum. Namun menurut Konrad Zweigert dan Kurt Siehr (dalam Barda Nawawi arief), studi komparatif hukum ataupun perbandingan hukum modern menggunakan metode kritis, realistis dan tidak dogmatis : 1. Kritis, karena studi komparatif ataupun perbandingan hukum sekarang tidak mementingkan perbedaan-perbedaan ataupun persamaan-persamaan dari berbagai tata hukum (legal orders) semata-mata sebagai fakta, akan tetapi yang dipentingkan ialah apakah penyelesaian secara hukum ataupun sesuatu masalah itu relevan, dapat dipraktekan. Adil dan kenapa penyelesaiaanya demikian. 6
ibid. Hlm. 11.
10
3.
2. Realistis, karena studi komparatif ataupun perbandingan hukum bukan saja meneliti perundang-undangan, keputusan peradilan dan doktrin, akan tetapi semua motif yang nyata menguasai dunia, yaitu yang bersifat etis,psikologis,ekonomis dan motif-motif lain yang berasal dari kebijakan legislatif. Tidak dogmatis, karena studi komparatif ataupun perbandingan hukum tidak hendak terkekang dalam kelakuan dogma,meskipun dogma mempunyai fungsi sistematisasi, akan tetapi dogma dapat mengaburkan dan menyerongkan pandangan dalam menemukan “penyelesaian hukum yang lebih baik.7
Jadi studi komparatif hukum menggunakan pendekatan fungsional, karena akan mempertanyakan apakah fungsi suatu norma atau pranata dalam masyarakat tertentu, dan apakah dengan demikian fungsi itu dipenuhi dengan baik atau tidak. Dengan demikian secara ideal dapat diadakan ramalan, apakah norma itu perlu dipertahankan,dihapus atau diubah. Disamping itu juga apabila di lihat dari kepentingan teori hukum umum atau jurisprudence atau “general theory of law”, studi komparatif hukum juga mempunyai kegunaanya. Sejarah perkembangan atau pertumbuhan suatu klasifikasi yang dikenal oleh berbagai sistem hukum,relativitas karakter yang dimiliki konsep-konsep, kondisi sosial politik dari suatu lembaga. Namun disisi lain Sudarto berpendapat bahwa kegunaan studi komparatif hukum mencakupi beberapa hal, yakni: 1. 2. 3. 4. 5.
7 8
Unifikasi hukum. Harmonisasi hukum. Mencegah adanya chauvinisme hukum nasional. Memahami hukum asing, dan Pembaharuan hukum.8
ibid. Hlm. 12. Sudarto. 1983. opcit. Hlm. 16.
11 Unifikasi hukum adalah kesatuan hukum sebagaimana telah diwujudkan dalam konvensi hak cipta 1886 dan general postal convention, 1984 dan konvensi internasional lainnya. Perkembangan mengenai terhadap perbandingan hukum yang dimulai sejak tahun 1990 menunjukkan perubahan tujuan yaitu dari tujuan hendak mencapai unifikasi hukum kemudian hanya merupakan upaya mempersiapkan tujuan uniformasi azas-azas umum dari berbagai sistem hukum. Harmonisasi hukum terdapat dienam pasaran bersama Eropa tersebut dapat menentukan pedomanpedoman. Yang dimaksud dengan mencegah chauvinisme hukum nasioanal, bahwa dengan mempelajari hukum asing dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai hukum nasional yang berlaku. Sedangkan memahami hukum asing disini tampak jelas jika dihubungkan dengan Pasal 5 ayat (1) sub ke 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warga negara yang diluar Indonesia melakukan salah satu perbuatan yang oleh suatu peraturan perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut peraturan perundang-undangan dimana kejahatan itu dilakukan diancam dengan pidana.
Bagi pembaharuan hukum nasional harus diartikan bahwa dengan mempelajari perbandingan hukum terutama pembentuk undang-undang dan juga hakim dapat mengetahui proses terjadinya suatu asas-asas hukum tertentu dalam sistem hukum asing atau setidak-tidaknya dapat diketahui cara sistem hukum bekerja, sehingga pembentuk undang-undang dan hakim dapat mengambil manfaat dari bekerjanya sistem hukum asing tersebut.
12
Teori yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan stelsel pidana dalam RKUHP 2012 adalah teori alasan perkembangan pembaharuan hukum pidana. Menurut Sudarto9 ada 3 (tiga) alasan mengapa perlu memperbaharui KUHP yaitu: 1. Sudut Politik Negara Republik Indonesia yang sudah merdeka adalah wajar mempunyai KUHPnya, yang diciptakannya sendiri. KUHP yang diciptakan sendiri bisa dipandang sebagai lambang (simbol) dan merupakan kebanggaan dari suatu negara yang telah merdeka dan melepaskan diri dari suatu negara yang telah merdeka dan melepaskan diri dari kungkungan penjajahan politik. 2. Sudut Sosiologis Pengaturan dalam hukum pidana merupakan pencerminan dari ideologi politik suatu bangsa dimana hukum itu berkembang. Ini berarti bahwa nilai-nilai sosial dan kebudayaan dari bangsa itu mendapat tempat dalam pengaturan dihukum pidana. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan lembaga pembinaan hukum nasional pada tahun 1973 di tiga daerah, yaitu Aceh, Bali dan Manado, dapat diketahui masih banyak keinginan keinginan dari sebagian masyarakat yang belum tertampung dalam KUHP sekarang.
9
ibid. Hlm. 20.
13 3. Sudut Praktek Sehari-hari Tidak banyak orang yang menyadari sekarang ini, bahwa teks resmi dari KUHP ini adalah tetap teks yang ditulis dalam bahasa Belanda. Teks yang tercantum dalam KUHP yang disusun oleh Moeljatno dan R. Soesilo dan lain-lain itu merupakan terjemahan belaka, dan bukan terjemahan resmi yang disahkan oleh undang-undang. 2. Konseptual Soerjono Soekanto menyatakan, bahwa kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti.10. Berikut ini akan diuraikan konsep-konsep yang digunakan dalam penulisan skripsi sebagai berikut: a. Perbandingan hukum adalah metode perbandingan yang diterapkan dalam ilmu hukum. Istilah Studi Komparatif ataupun Perbandingan Hukum bukanlah suatu ilmu hukum, akan tetapi melainkan hanya suatu metode studi, suatu metode yang digunakan untuk meneliti sesuatu, suatu cara bekerja, yakni perbandingan.11 b. Stelsel Pidana Stelsel pidana adalah susunan pidana yang ada dalam Pasal 10 KUHP, yang berkaitan dengan
jenis- jenis pidana (strafsoort), berat ringannya pidana
(strafmaat) , dan pelaksanaan pidana (strafmodus).12
10 11 12
Soerjono Soekanto. opcit. Hlm. 132. Barda Nawawi Arief. opcit. Hlm. 4 www.google.com/stelsel pidana, 19-01-2012, 17 :25 AM
14 c. Kitab Undang –Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang –Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah kodifikasi hukum pidana yang mengatur, menetapkan, merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana dan aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana.13 d. Rancangan KUHP Rancangan KUHP adalah rancangan undang-undang hukum pidana yang berisikan tentang sebuah hukum pidana nasional baik yang mengatur ketentuan umum, kejahatan, pelanggaran, dan lain sebagainya.14
E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini, penulis membaginya kedalam V (lima) Bab secara beruntun dan saling berhubungan sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN Berisikan latar belakang dari pembentukan RKUHP 2012 khususnya tentang stelsel pidana, memuat permasalahan tentang bentuk pengaturan stelsel pidana dalam RKUHP 2012 dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan stelsel pidana dalam Rancangan KUHP 2008. Memuat ruang lingkup penulisan, tujuan penelitian, kegunaan penulisan, kerangka konseptual serta sistematika penulisan.
13 14
Tri Andrisman. 2007. Hukum Pidana. Unila Press. Bandar Lampung. Hlm. 34 http://www.google.com/wikipedia/ KUHP Konsep 2012.
15 II. TINJAUN PUSTAKA Berisikan tinjaun pustaka tentang teori-teori pemidanaan dan sitem pemidanaan dalam rancangan KUHP 2012 berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan . III. METODE PENELITIAN Pada bab ini dikemukakan cara yang dilakukan penulis dalam penelitian skripsi ini, yang meliputi pendekatan masalah, penentuan sumber dan jenis data, penentuan narasumber, pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisikan mengenai karakteristik narasumber, perbandingan stelsel pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Kitab UndangUndang Hukum Pidana (RKUHP) 2012, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pembaharuan stelsel pidana dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2012.
V. PENUTUP Bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan yang merupakan jawaban permasalahan berdasarkan dari hasil penulisan dan saran yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas demi perbaikan di masa yang akan datang.