I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dari pembangunan
nasional, karena berkaitan erat dengan pembangunan industri, perbaikan pangan dan kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan pertanian pada mendatang akan tetap penting dan diperlukan, maka perlu dijaga agar kegiatan dapat terus berlangsung. Karakteristik keberlanjutan pembangunan pertanian nasional harus memperhatikan aspek lingkungan, aspek daya produksi dan aspek kebersamaan atau keadilan sebagai satu kasatuan yang utuh (Solahuddin, 1999). Langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk mencapai pembangunan pertanian adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan. Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa, “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Berdasarkan definisi tersebut, terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia. Pemantapan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui pemantapan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga (Purwati, 2011). Namun demikian, perwujudan ketahanan pangan perlu memperhatikan sistem hirarki mulai dari tingkat global, nasional, regional, wilayah, rumah tangga dan
1
2
individu (Simatupang, 2006). Lebih jauh, disebutkan oleh Rachman dan Ariani (2007) menyebutkan bahwa tersedianya pangan yang cukup secara nasional maupun wilayah merupakan syarat keharusan dari terwujudnya ketahanan pangan nasional, namun itu saja tidak cukup, syarat kecukupan yang harus dipenuhi adalah terpenuhinya kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga atau individu. Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan pada bulan Oktober 2010 di Jakarta, menyerukan tentang ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga. Terkait dengan hal ini, pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga. Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan melalui diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan konservasi tanaman pangan untuk masa depan perlu diaktualisasikan dalam menggerakkan kembali budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, (Purwati, 2011). Diversifikasi pangan sangat penting perannya dalam mewujudkan ketahanan pangan karena kualitas konsumsi pangan dilihat dari indikator skor Pola Pangan Harapan (PPH) nasional masih rendah.. Agar mampu menjaga keberlanjutannya, maka perlu dilakukan pembaharuan rancangan pemanfaatan pekarangan dengan memperhatikan
berbagai
program
yang
telah
berjalan
seperti
Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), dan Gerakan Perempuan Optimalisasi Pekarangan (GPOP), (Purwati, 2011).
3
Pada masa Orde Baru strategi pembangunan lebih ditekankan pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, perlibatan masyarakat sebagai salah satu stakeholder pembangunan senantiasa diabaikan. Kegiatan pembangunan sebagian besar adalah usaha pemerintah, akibatnya prakarsa dan kreativitas masyarakat terdesak oleh peran pemerintah yang terlalu dominan top down dalam pelaksanaan pembangunan. Menurut Chambers (1983), pendekatan target dan topdown, program pengentasan kemiskinan seringkali menetapkan tujuan tanpa melibatkan kelompok miskin itu sendiri. Belajar dari kegagalan berbagai program pemberdayaan petani dan masyarakat desa yang tidak partisipatif, maka menggunakan pendekatan partisipatif dengan melibatkan beneficiaries (petani miskin) dan stakeholders merupakan suatu keniscayaan. Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL)” yang merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL) yaitu rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, serta peningkatan pendapatan yang pada
akhirnya
akan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Pemanfaatan
pekarangan dalam konsep Model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Desa, unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah (Kemtan, 2011).
4
Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian mengembangkan suatu Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) untuk optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan, utamanya melalui pemanfaatan berbagai inovasi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dan Lembaga Penelitian lainnya. Prinsip dasar KRPL adalah: (i) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian pangan, (ii) diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (iii) konservasi sumberdaya genetik pangan (tanaman, ternak, ikan), dan (iv) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju (v) peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Litbang.Deptan, 2014). Kementrian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengadakan pembinaan sebagai langkah peningkatan ketahanan pangan dan kemandirian
pangan
sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor:
43/Permentan/OT/140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal, dengan mengadakan pembinaan dan pendampingan KWT yang dilaksanakan oleh BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Provinsi Bali. Kawasan Rumah Pangan Lestari pada KWT Tunas Sejahtera dalam implementasinya belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan, terlebih program KRPL ini merupakan program pemerintah yang perencanaannya menggunakan top down planning, yakni model perencanaan yang dilakukan dari pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat. Sebagai suatu inovasi KRPL harusnya mampu
5
menjawab tuntutan masyarakat sasaran akan pemenuhan kebutuhan dasar yakni sandang, pangan, dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berikut disajikan data jumlah Kelompok Wanita Tani (KWT) binaan BPTP Provinsi Bali pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Kelompok Wanita Tani Binaan BPTP Provinsi Bali No.
Kabupaten/Kodya
1
Denpasar
2
Badung
3
Gianyar
4
Tabanan
5
Bangli
6
Buleleng
7
Klungkung
8
Karangasem
9
Jembrana Jumlah
Desa/Dusun Cengkilung Salih Baha Getasan Tunon Blahbatuh Tegallinggah Kesiut Catur Kintamani Tamblang Tajun Selisih Bungbungan Nongan Pesaban Baluk Dauh Waru
Nama Kelompok 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Pangan Sari Pala Sari Sari Tani Nadi Kusuma Putri Pangan Lestari Tunas Sejahtera Catur Wahana 2 Merta Sari Werdi MKRPL Catur MKRPL Surakarma Merta Nadi Sari Luwih Puncak Pangan Sari Bungbungan Pagan Sari Taman Sari Darma Kerti 18
Jumlah Anggota 96 46 33 20 45 29 40 30 80 40 20 24 31 25 34 35 20 20 668
Sumber: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Bali 2014 Tabel 1 menunjukan jumlah dan persebaran KWT binaan BPTP Provinsi Bali pada tahun 2014 tersebar di sembilan kabupaten di Bali, dengan jumlah KWT sebanyak 18 kelompok, dan jumlah anggota yang bergabung sebanyak 668 orang. Kelompok Wanita Tani (KWT) Tunas Sejahtera berlokasi di Banjar Antugan, yang terletak di wilayah Desa Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, dan merupakan wilayah kecamatan dan pedesaan. Anggota kelompok yang
6
kesemuanya adalah wanita, memiliki pekerjaan yang beragam mulai dari ibu rumah tangga sampai dengan pegawai bank. Tingkat mengenyam pendidikan tertinggi adalah 15 tahun (S1) , sedangkan terendah dua tahun (tidak tamat SD). Anggota KWT Tunas Sejahtera berusia mulai dari 32 tahun hingga 66 tahun, namun rentang usia yang berbeda tidak menyurutkan semangat anggota untuk memajukan desa dengan melaksanakan kegiatan KRPL. KWT Tunas Sejahtera merupakan kelompok wanita tani yang didirikan pada tanggal 1 Maret 2013, berawal dari kegiatan KRPL yang diadakan oleh BPTP Provinsi Bali. Dua tahun berjalan, KWT Tunas Sejahtera banyak menemui kendala dalam berbagai aspek antara lain, aspek teknis yaitu pemindahan Kebun Bibit Desa (KBD) dan tidak berjalannya pokja (kelompok kerja) yang mempengaruhi pengembangan
tanaman
pangan
pada
KBD,
aspek
ekonomis
adanya
ketidakpercayaan anggota terhadap hasil yang diperoleh dibandingkan dengan penghasilan dari pekerjaan pokok, serta aspek sosial juga mempengaruhi perkembangan KWT Tunas Sejahtera yaitu mulai dari adanya persepsi negatif masyarakat di lingkungan kelompok yang menganggap adanya penerimaan keuntungan yang diberikan kepada pemilik lahan KBD yang merupakan anggota KWT, sehingga lokasi kebun, dan lahan budidaya harus dipindahkan dan dibangun kembali. Kendala yang dihadapi KWT Tunas Sejahtera tersebut mempengaruhi jumlah keanggotaan aktif kelompok yang pada awal terbentuk sebanyak 44 orang, setelah berjalan selama dua tahun anggota kelompok yang aktif berkurang sebanyak 18 orang dan saat ini tersisa 26 orang anggota aktif.
7
Melihat kaitan antara aspek teknis, aspek ekonomis, aspek sosial yang mempengaruhi banyaknya penurunan jumlah anggota dari Kelompok Wanita Tani Tunas Sejahtera, maka perlu diadakan penelitian, mengingat KWT Tunas Sejahtera sebagai satu-satunya KWT binaan BPTP Provinsi Bali di Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar yang masih exis mengembangkan komoditas pangan lokal di lahan KBD, pekarangan anggota KWT Tunas Sejahtera, hingga mendistribusikan ke SMP N 1 Blahbatuh. Diharapkan rekomendasi dari hasil penelitian mampu mendorong peningkatan pengembangan komoditas pangan lokal lebih luas di lingkungan masyarakat Kecamatan Blahbatuh. 1.2
Rumusan Masalah Penerapan program pemerintah yang tidak mencapai harapan terhadap
kebutuhan masyarakat adalah penyebab dari kegagalan atau tidak berlanjutnya suatu program pemerintah kepada masyarakat, khususnya pada kelompok wanita tani. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1.
Bagaimana dampak teknis KRPL terhadap anggota dalam pelaksanaan program KRPL di KWT Tunas Sejahtera, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar?
2.
Bagaimana dampak ekonomis KRPL terhadap anggota dalam pelaksanaan program KRPL di KWT Tunas Sejahtera, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar?
3.
Bagaimana dampak sosial KRPL terhadap anggota dalam pelaksanaan program KRPL di KWT Tunas Sejahtera, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar?
8
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, untuk megetahui hal-hal berikut. 1.
Dampak teknis KRPL terhadap anggota dalam pelaksanaan program KRPL di KWT Tunas Sejahtera, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
2.
Dampak ekonomis KRPL terhadap anggota dalam pelaksanaan program KRPL di KWT Tunas Sejahtera, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
3.
Dampak sosial KRPL terhadap anggota dalam pelaksanaan program KRPL di KWT Tunas Sejahtera, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut.
1.
Bagi kelompok wanita tani; dapat mengetahui sejauh mana kelompok wanita tani memperoleh dampak dari kegiatan KRPL.
2.
Bagi ilmu pengetahuan; dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam hal dampak sebuah program pemerintah terhadap kelompok masyarakat, khususnya kelompok wanita tani.
3.
Bagi mahasiswa; dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama mengikuti perkuliahan, dengan apa yang dialami pada kehidupan nyata, serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Pertanian Universits Udayana, Provinsi Bali.
9
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Evaluasi dalam penelitian ini adalah menentukan relevansi, efisiensi,
efektivitas, dan dampak kegiatan-kegiatan proyek atau program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematis dan objektif. Evaluasi ini untuk proses penyempurnaan kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari pada KWT Tunas Sejahtera, dan melihat dampak yang terjadi pada aspek teknis, aspek ekonomis, aspek sosial yang ada di dalam kelompok, serta sebagai pengambilan keputusan kelompok dan penyelenggara program dimasa mendatang. Dampak merupakan kenyataan sesungguhnya yang dihasilkan oleh sebuah proyek KRPL dilihat dari tiga aspek antara lain, aspek teknis yaitu, kemampuan kelompok di dalam mengembangkan KBD (Kebun Bibit Desa) sesuai petunjuk yang telah diberikan oleh BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Bali), aspek ekonomis untuk melihat kemampuan ekonomi anggota setelah mengikuti keanggotaan kelompok selama dua tahun, dan aspek sosial yang mencakup kondisi pergaulan anggota di dalam kelompoknya serta diluar kelompoknya.