1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kedelai (Glicine max L.) termasuk tanaman leguminoceae yang berasal dari Cina, kemudian menyebar sampai ke Jepang, Korea, Asia Tenggara, dan Indonesia. Penyebaran kedelai di Indonesia pertama kali di daerah Jawa dan terus ke Sumatera. Indonesia merupakan negara penghasil kedelai terbesar setelah Amerika Serikat, Brazil, Argentina, Cina, dan India. Kedelai merupakan komoditas yang kaya akan protein nabati, karbohidrat, dan lemak, sehingga berperan penting dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, disamping aman bagi kesehatan dan harganya relatif murah dibandingkan protein hewani. Menurut Taufik dan Novo (2004) biji kedelai mengandung fosfor, besi, kalsium, vitamin B serta asam-asam tak jenuh yang dapat mencegah pengerasan pembuluh nadi. Pemanfaatan kedelai dalam memenuhi kebutuhan protein masyarakat banyak dikonsumsi dalam bentuk olahan makanan seperti tempe, tahu, kecap, tauco, susu kedelai dan sebagainya, disamping sebagai bahan baku industri dan pakan ternak (Ampnir, 2011).
Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia
memiliki ketergantungan terhadap pengkonsumsian kedelai. Namun kebutuhan ini belum dapat dipenuhi dari produksi kedelai Indonesia yang masih relatif rendah, sehingga pemerintah membuat kebijakan impor kedelai dari negara Amerika Serikat dan Cina (Ayu, Rosmayati, dan Luthfi, 2013). Produksi kedelai nasional saat ini ditengarai masih belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Produksi kedelai nasional pada tahun
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
2
2011 mencapai 851.286 ton dengan produktivitas 1,37 t/ha, sedangkan pada tahun 2012 terjadi penurunan produksi menjadi 783.158 ton dengan produktivitas 1,373 t/ha. Selain disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 51.759 ha, penurunan produksi kedelai boleh jadi berhubungan dengan tidak adanya upaya perbaikan sistem budidaya tanaman sehingga tidak ada peningkatan produktivitas yang signifikan (masih jauh di bawah deskripsi) (Sudaryono, 2012). Dalam mengatasi masalah penurunan ini, usaha peningkatan produksi yang mencakup ekstensifikasi dan intensifikasi mutlak dilakukan untuk menekan impor kedelai dari luar negeri. Penggunaan kultivar unggul dalam intensifikasi pertanian merupakan hal penting dalam sistem pertanian modern. Namun demikian, hasil kedelai di Provinsi Jambi yang hanya 0,98 t/ha belum merefleksikan keunggulan kultivar tersebut karena masih jauh dari potensi hasil rata-rata yang berkisar antara 1,7-2,0 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi budidaya tanaman yang digunakan terutama yang menyangkut ketepatan penggunaan kultivar dan aspek budidaya tanaman lainnya seperti pemupukan menjadi perhatian utama (BPTP Jambi, 2014).
Sedangkan peluang untuk ekstensifikasi yaitu dengan
memanfaatkan lahan-lahan kering dan marginal yang luasnya cukup signifikan. Namun pengembangan kedelai di lahan kering marginal menghadapi berbagai kendala antara lain rendahnya sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Keterbatasan sifat-sifat tersebut merupakan faktor pembatas yang paling utama di lahan kering marginal. Varietas berperan penting dalam menentukan produksi kedelai, karena untuk mencapai hasil yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi genetik. Potensi hasil di lapangan dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik dengan
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
3
pengelolaan kondisi lingkungan. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan baik, potensi hasil yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai (Marliah, Hidayat dan Husna, 2012). Ditambahkan oleh Marliah, Hidayat dan Husna (2012) varietas unggul yang beredar di masyarakat, diantaranya Varietas Anjasmoro dan Dering-1. Varietas Anjasmoro memiliki potensi hasil 2,25 t/h, tahan rebah, polong tidak mudah pecah, resisten terhadap penyakit karat daun, ukuran biji besar 14,8-15,3 g/100 biji, umur berbunga 35-40 hari, umur panen 83-93 hari, tinggi tanaman 64-68 cm. Varietas Dering-1 memiliki potensi hasil 2,8 t/ha, umur berbunga 39 hari, umur panen 81 hari, dan tinggi tanaman 57 cm, dan bobot biji 10,7 g/100 biji. Perbedaan varietas akan memberikan perbedaan terhadap pertumbuhan dan hasil panen, maka untuk memilih suatu varietas yang cocok di suatu daerah tentunya harus mengetahui kriteria iklim yang dikehendaki masing-masing varietas. Iklim pada suatu daerah tentunya berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman. Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengagkat tugas akhir yang berjudul “Perbandingan Pertumbuhan dan Produksi varietas Kedelai (Glycine max L.) Varietas Anjasmoro dan Dering-1 di Desa Dusun Baru, Kecamatan VII Koto, Kabupateb Tebo, Jambi.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
4
1.2. Tujuan Tujuan dari penulisan laporan tugas akhir adalah: 1. Mengetahui pertumbuhan dan produksi kedelai Varietas Anjasmoro dan Dering-1 di desa Dusun Baru, Kecamatan VII koto, Kabupaten Tebo, Jambi. 2. Membandingkan pertumbuhan dan produksi kedelai di desa Dusun Baru, kecamatan VII koto, Kabupaten Tebo, Jambi.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Tanaman Kedelai Kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Glicine soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati nama botani dalam sistematika tumbuhan, yaitu Glycine max (L.) Merill (Cahyadi, 2007). Kedelai juga dikenal dengan berbagai nama daerah seperti soja boom, soja, soja bohne, soybeen, kedelai, kacang remang, kacang bulu, kacang gombol, retak mejong, kacang jepung, lebui bawak, lawui, sarapapa tiak, delo, kedule, puwe mon, kacang kuning (Aceh) dan gedelai. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenail di Indonesia (Padjar, 2010). Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut (Cahyadi, 2007) : Division
: Spermatopyhta (tanaman)
Sub Sivisio
: Angiospermae (biji berada dalam buah)
Kelas
: Dicotyledoneae (biji berkeping bua)
Ordo
: Polyeatales
Familia
: Leguminoceae
Sub Familia
: Papilionoideae
Genus
: Glicine
Spesies
: Glicine max L.
Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis. Penyebaran geografis kedelai mempengaruhi tipenya. Terdapat 4 tipe kedelai yaitu tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri atas dua spesies yaitu Glycine max disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
6
atau hijau dan Glycine soja disebut kedelai hitam karena bijinya hitam. Beberapa kultivar kedelai putih yang dibudidayakan Indonesia, diantaranya adalah Ringgit, Orba, Lokon, Davros, dan Wilis. Edamame adalah sejenis kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang (Cahyadi, 2007). Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. komponen
utamanya
yaitu
Morfologi tanaman kedelai didukung oleh akar,
batang,
polong,
dan
biji
sehingga
pertumbuhannya bisa optimal (Padjar, 2010). Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri atas dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan hipokotil yang cepat (Padjar, 2010). Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keeping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada di atas kotiledon tersebut dinamakan epikotil. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate (Haryanti, 2010). Batang beruas-ruas dan memiliki percabangan antara 3 - 6 cabang. Batang kedelai berasal dari poros janin. Bagian terpenting dari poros janin adalah hipokotil dan bakal akar. Bagian atas dari poros janin disebut epikotil dan pada proses perkecambahan kedelai, hipokotil merupakan bagian batang kecambah
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
7
mulai dari pangkal akar sampai kotiledon, sedangkan bagian bagian batang kecambah di atas kotiledon disebut epikotil (Soehendi, 2008). Cabang akan muncul pada batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa menjadi banyak bila penanaman dirapatkan dari 250.000 tanaman/hektar menjadi 500.000 tanaman/hektar (Padjar, 2010). Daun kedelai berbentuk oval, daun pertama yang keluar dari buku sebelah atas kotiledon berupa daun tunggal yang letaknya berseberangan. Daun yang terbentuk kemudian, merupakan daun ketiga yang letaknya berselang-seling. Pada setiap tangkai daun terdapat tiga helai daun (trifoliolatus) (Haryanti, 2010). Tanaman kedelai mulai berbunga pada umur antara 30-50 hari setelah tanam. Stadia vegetatif mulai dari tanaman berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, 2-25 bunga, tergantung dari kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu (Ampnir, 2011). Menurut Padjar (2012) polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama.
Panjang polong muda sekitar 1 cm.
Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok polong pada ketiak daun. Pada setiap
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
8
tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50 polong, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak. Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak pipih, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur. Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. Warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut. Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13% (Padjar, 2010). Tanaman kedelai dapat mengikat nitrogen (N2) di atmosfer melalui aktivitas bakteri pengikat nitrogen, yaitu Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama nodul atau bintil akar.
Keberadaan
Rhizobium japonicum di dalam tanah memang sudah ada karena tanah tersebut ditanami kedelai atau memang sengaja ditambahkan ke dalam tanah. Kemampuan memfiksasi N2 ini akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman,
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
9
tetapi maksimal hanya sampai akhir masa berbunga atau mulai pembentukan biji. Setelah masa pembentukan biji, kemampuan bintil akar memfikasi N2 akan menurun bersamaan dengan semakin banyaknya bintil akar yang tua dan luruh. Di samping itu, diduga karena kompetisi fotosintesis antara proses pembentukan biji dengan aktivitas bintil akar (Fachruddin, 2000). Tanaman kedelai dikenal sebagai sumber protein nabati yang murah karena kadar protein dalam biji kedelai lebih dari 40%. Semakin besar kadar protein dalam biji, akan semakin banyak pula kebutuhan nitrogen sebagai bahan utama protein. Dilaporkan oleh Pringgohandoko dan Padmini (1999), bahwa untuk memperoleh hasil biji 2,50 ton/ha, diperlukan nitrogen sekitar 200 kg/ha. Dari jumlah tersebut, sekitar 120–130 kg nitrogen dipenuhi dari kegiatan fiksasi nitrogen. 2.2 Varietas Kedelai Teknologi dan banyak varietas kedelai unggul telah banyak ditemukan. Namun, hal itu tidak mendongkrak produksi kedelai dalam negeri karena petani enggan menanam kedelai. Petani memilih menanam padi dan jagung karena lebih menguntungkan.
Indonesia memiliki 84 varietas unggul kedelai yang cocok
ditanam di beberapa wilayah Indonesia, mulai dari sawah, lahan kering masam (tanah marjinal), lahan pasang surut, ataupun hutan. Semua varietas unggul itu bisa dibudidayakan di lahan yang sesuai jika ingin memperluas areal tanam dan mendongkrak produksi kedelai dalam negeri (BPP Sungai Abang, 2014). Beberapa varietas kedelai unggul temuan Balitkabi, antara lain Dena 1 dan Dena 2, yakni kedelai toleran pada naungan sehingga cocok ditanam secara tumpangsari di perkebunan. Varietas Tanggamus merupakan kedelai yang cocok
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
10
ditanam di lahan kering masam. Varietas lain adalah GH2013-4, yakni kedelai yang cocok ditanam di lahan sawah, serta Varietas Anjasmoro, Grobogan, dan Argomulyo, yakni jenis kedelai berbiji besar yang mutunya lebih bagus dari kedelai impor (Balitkabi, 2009). Dilaporkan oleh Balitkabi (2009) salah satu jenis kedelai varietas unggul yang berasal dari Brazil adalah kedelai Anjasmoro. Karakteristik dari kedelai Anjasmoro dapat dilihat pada Lampiran 1, dilepas pada tahun 2011, nomor induk 537/Kpts/ TP.240 /1/2001, umur saat panen 92,5 hari, bobot 100 biji 14,8 g, ukuran biji sedang kandungan protein 42,05%, dan kandungan lemak 18,60%. Pertanaman kedelai Varietas Anjasmoro yang dibudidayakan untuk perbenihan bersertifikat memiliki daya tumbuh baik, yaitu melebihi 90%. Tingkat kemurnian tanaman hingga stadium generatif dinilai tinggi oleh BPSB Wilayah Jawa Tengah. Biji kedelai yang dihasilkan dari Varietas Anjasmoro adalah 815 kg. Dari beberapa varietas unggul yang diperagakan, varietas yang disukai petani adalah Varietas Anjasmoro, Sinabung, Tanggamus, Kedelai Hitam 2, dan Ijen (Yulianto, 2010). Agroekosistem utama produksi kedelai di Indonesia adalah lahan sawah. Peluang terbesar penanaman kedelai di lahan sawah jatuh pada musim kemarau. Pada kondisi demikian, budidaya kedelai seringkali menghadapi risiko gagal panen karena faktor kekeringan.
Pemanasan global yang menyebabkan
peningkatan intensitas kekeringan yang ekstrim, turut meningkatkan risiko kegagalan tersebut. Padahal hingga saat ini di Indonesia belum tersedia varietas kedelai yang khusus dilepas untuk tujuan toleran kekeringan. Varietas Dering 1
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
11
(galur DV/2984-330) merupakan varietas kedelai yang dirakit untuk menjawab masalah tersebut (BPP Sungai Abang, 2014). Menurut Suhartina, Purwantoro, Nugraheni, Suyamto, Adea (2012). Varietas Dering-1 berasal dari persilangan tunggal antara varietas unggul lama Davros dengan MLG 2984 (genotipe toleran kekeringan).
Deskripsi ringkas
Varietas Dering-1 yaitu kedelai dengan tipe tumbuh determinit, warna hipokotil dan warna bunga ungu, umur berbunga ± 38 HST, umur masak polong ± 81 HST, tahan rebah, jumlah percabangan 2 – 6, jumlah polong ± 38 per tanaman, warna biji kuning, ukuran biji sedang (10,7 g/100 biji), potensi hasil 2,83 t/ha, rata-rata hasil 1,95 t/ha, toleran kekeringan selama fase reproduktif, rentan hama ulat grayak (Spodoptera litura), tahan hama penggerek polong (Etiella zinckenella) dan tahan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi) . 2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Tanah dan iklim merupakan dua komponen lingkungan tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Pertumbuhan kedelai tidak bisa optimal bila hanya ada satu komponen lingkungan tumbuh optimal. Hal ini dikarenakan kedua komponen ini harus saling mendukung satu sama lain sehingga pertumbuhan kedelai bisa optimal. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
12
dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman (Bakar, Chairunas, dan Iskandar, 2008). Tanaman kedelai merupakan tanaman semusim yang dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol, atau andosol. Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh.
Pada pH kurang dari 5,5
pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik (Adisarwanto, 2014). Ketinggian tempat juga berpengaruh, varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5- 300 m di atas permukaan laut. Sedangkan varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m diatas permukaan laut. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada curah hujan 300-400 mm/bln (Bakar, dkk, 2008). Adisarwanto (2014) menjelaskan, tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman hari pendek, artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam per hari. Umur berbunga pada tanaman kedelai yang ditanam di daerah dataran tinggi mundur sekitar 2-3 hari dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam di dataran rendah. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30°C. Bila tumbuh pada suhu tanah yang rendah (<15°C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat,
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
13
bisa mencapai 2 minggu. Hal ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembaban tanah tinggi. Sementara pada suhu tinggi (>30°C), banyak biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat. Disamping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 40°C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga menjadi berkurang.
Suhu yang terlalu rendah (10°C), seperti pada daerah
subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai.
Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C
(Adisarwanto, 2014). Kecamatan VII Koto kabupaten Tebo terletak pada ketinggian antara 90-175 m di atas permukaan laut, dengan topografi datar seluas 45.109 ha, berbukit seluas 10.820 ha. Iklim sangat basah dengan rata-rata temperatur berkisar antara 22 - 33 ºC dan kelembaban 82,2%, dan Pada tahun 2013 rata-rata curah hujan 2.262 mm/tahun, dan pH tanah antara 3-6,5 (BPP, 2014). Kondisi lingkungan ini sesuai dengan syarat tumbuh kedelai.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
14
III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penanaman kedelai ini dilaksananakan di kebun masyarakat Dusun Baru, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Pelaksanaan dimulai dari tanggal 18 Maret 2015 sampai 13 Juni 2015. 3.2
Alat dan Bahan Alat yang dibutuhkan dalam penanaman kedelai ini antara lain cangkul,
ember, tugal, parang, tali, timbangan, dan meteran. Bahan yang digunakan adalah benih kedelai Varietas Anjasmoro dan Dering-1, deskripsi varietas dapat dilihat pada Lampiran 1. Pupuk Urea, dan NPK Ponska, Gromoson, Petrhikaphos, Bio Super Aktif. 3.3
Metode Analisis Metode yang digunakan dalam pengujian beberapa varietas kedelai ini
adalah dengan membandingkan pertumbuhan dan produksi antara varietas kedelai yaitu Anjasmoro dan Dering-1. Jumlah tanaman sampel diambil 15 tanaman dari masing-masing varietas. Pemilihan tanaman sampel diambil secara acak masingmasing tanaman dan diamati satu kali seminggu terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dan komponen hasil tanaman kedelai. Untuk mengetahui perbedaan parameter pengamatan masing-masing perlakuan dilakukan uji t pada taraf 5 % dan 1 % dengan rumus sebagai berikut :
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
15
√( √
)
(
√
)
Dimana : ∑
√
∑
√
Keterangan : X
=
Nilai masing–masing variabel pengamatan pada Varietas Anjesmoro.
Y
=
Nilai masing–masing variabel pada Varietas Dering-1
Mx,my
=
Rata–rata nilai variabel x dan y.
N
=
Jumlah sampel tanaman.
SDx, Sdy
=
Standar deviasi variabel x dan y.
Ho = terdapat perbedaan yang tidak nyata antara kedelai Varietas Anjasmoro dengan kedelai Varietas Dering-1 terhadap komponen hasil kedelai ( t hitung < t tabel 5% H1 = terdapat perbedaan yang nyata antara kedelai Varietas Anjasmoro dengan kedelai Varietas Dering-1 terhadap komponen hasil kedelai ( t hitung > t tebel 5% atau t hitung > t tabel 1%
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
16
3.4
Pelaksanaan Kegiatan
3.3.1 Penyiapan Benih Benih yang digunakan adalah Varietas Anjasmoro dan Dering-1 yang diberikan oleh BPTP Jambi dan termasuk benih yang bersertifikat. Kebutuhan benih yang digunakan yaitu 6 kg/ha setara dengan 0,12 kg/200 m² termasuk untuk penyulaman. Luas lahan masing-masing varietas adalah 200 m². 3.3.2 Persiapan Lahan Pembersihan lahan dilakukan dua kali, pembersiahan pertama dengan membabat gulma yang tinggi-tinggi dan melakukan penyemprotan dengan menggunakan herbisida Gromoson dengan dosis 50 ml/15 liter air. 3.3.3 Penanaman Penanaman dilakukan setelah pembersihan lahan dari gulma dan penyemprotan herbisida Gromoson. Teknik penanaman yaitu dengan membuat lubang tanam dengan menggunakan tugal sedalam 3-5 cm. Benih ditanam pada lubang yang sudah disiapkan dengan jarak tanam yang digunakan yaitu 40 cm x 20 cm. Setiap lubang tanam diisi 2 benih per lubang tanam. Sebelum dilakukan penanaman, benih diberi Rhyzobium dan pupuk Super Cair. Pemberian pupuk cair 50 ml/kg benih dengan cara melumuri benih dengan Pupuk Super Cair dan dikeringkan. Kemudian dilanjutkan pemberian Rhyzobium dengan cara ditaburkan pada benih dan mengaduknya hingga rata.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
17
3.3.4
Pemeliharaan
A. Penyulaman Penyulaman dilakukan pada umur 7 hari setelah tanam, dengan cara menanam ulang benih yang tidak tumbuh (mati) atau tumbuh abnormal dengan benih yang sama. Tujuan penyulaman adalah mengganti tanaman yang tidak tumbuh agar populasi tanaman per luas lahan tidak berkurang. B. Pemupukan Pemupukan dilakukan 3 minggu setelah tanam. Pupuk yang diberikan yaitu pupuk Urea 50 kg/ha setara dengan 1 kg/200 m². Pupuk NPK Ponska dengan dosis 300 kg/ha setara dengan 6 kg/200 m². Pemupukan dilakukan dengan cara larikan pada tanama. C. Pengendalian Hama Penyakit Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman kedelai dilakukan dengan pengamatan mingguan. Hama yang terdapat pada tanaman kedelai yaitu ulat penggulung daun (Lamprosema indicata), kutu hijau (Aphis glycines). Kumbang daun (Phaedonia inclusa), kutu kebul (Bemisia tabaci) dan ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites).
Pengendalian hama yang dilakukan yaitu dengan
menyemprotkan insektisida Fokker yang berbahan aktif poksim dengan dosis 30 ml/15 liter air. Penyakit yang terdapat pada tanaman kedelai adalah karat daun (Phakopsora pachirhizi), bakteri hawar (Pseudomonas syringae), virus mosaik kuning (Bean yellow mosaic virus) dan mata kodok (Cercospora sojina Hara).
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
18
Pengendalian penyakit yang dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Explor berbahan aktif Difenokonazol dengan dosis 30 ml/15 liter air. D. Panen dan Pascapanen Panen kedelai dilakukan pada umur 87 hari setelah tanam, yaitu pada tanggal 15 juli 2015.
Panen dilakukan dengan cara dipotong dengan sabit,
kemudian brangkas dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan pengeringan dengan menjemur dibawah terik matahari. Setelah penjemuran selesai dilanjutkan dengan pembijian yang dilakukan dengan menggunakan mesin perontok, kemudian biji dikemas kedalam karung. 3.3.5
Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif sampai memasuki
pertumbuhan generatif. Parameter yang diamati terdiri dari pertumbuhan vegetatif dan generatif: a.
Tinggi tanaman yang diukur adalah mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh pada tanaman sampel, yang dilakukan pada umur 3-6 MST.
b.
Jumlah cabang dilakukan dengan menghitung jumlah cabang primer yang tumbuh di ketiak daun pada tanaman sampel yang dilakukan pada umur 3-6 MST.
c.
Jumlah daun trifoliat dilakukan dengan menghitung semua daun trifoliat yang muncul pada tanaman sampel, yang dilakukan pada umur 3-6 MST.
d.
Jumlah polong per tanaman, menghitung semua polong yang ada pada tanaman sampel, yang dihitung pada umur 6 mst.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
19
e.
Jumlah biji per polong, yaitu rata-rata jumlah biji dalam satu polong yang diamati pada tanaman sampel pada saat panen.
f.
Persentas polong bernas dan polong hampa pada tanaman sampel. Dihitung dari semua jumlah polong/tanaman.
g.
Bobot 100 butir dilakukan dengan menghitung bobot 100 butir yang diambil secara acak lalu ditimbang.
h.
Produksi tanaman diperoleh dengan menghitung komponen hasil Jlh populasi X jlh polong/tan X jlh biji/polong X bobot 100 biji (g) X 100 % polong bernas.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1 Pertumbuhan Vegetatif Hasil pengamatan pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai antara lain tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah daun tripoliat pada Varietas Anjasmoro dan Dering-1 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Hasil pengamatan pertumbuhan vegetatif dan generatif dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 1. Pertumbuhan vegatatif tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dan Dering1 Varietas Kedelai Anjasmoro Dering-1 Uji t
Tinggi tanaman (cm) 51.3 44.4 Hs
Pengamatan Jumlah cabang (buah) 3.6 5.3 ns
Jlh daun tripoliat (buah) 23.4 34.7 ns
Ket: hs) berbeda sangat nyata menurut uji t ns) berbeda tidak nyata menurut uji t t tabel 5% = 2,02 t tabel 1% = 2,71 Perbandingan pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai antara Varietas Anjasmoro dan Dering-1 dengan menggunakan uji t didapatkan hasil berbeda sangat nyata pada tinggi tanaman, namun berbeda tidak nyata pada jumlah cabang dan jumlah daun tripoliat. Hasil analisis uji t terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai dapat dilihat pada Lampiran 3. Pertumbuhan tinggi tanaman kedelai antara Varietas Anjasmoro dan Dering1 pada umur 3-6 minggu setelah tanam dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
21
Tinggi tanaman (cm)
60 50 40 30
Anjasmoro
20
Dering
10 0 3
4
5
6
Umur (MST)
Gambar 1. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman kedelai 3-6 MST Berdasarkan grafik pertumbuhan tinggi tanaman pada Gambar 1 terlihat pertumbuhan tinggi tanaman Varietas Dering-1 lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro. Pertumbuhan jumlah cabang tanaman kedelai dari umur 3-6 minggu setelah
Jumlah cabang tanaman
tanam dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Anjasmoro Dering 3
4 5 Umur (MST)
6
Gambar 2. Diagram pertumbuhan jumlah cabang dari umur 3-6 MST Berdasarkan diagram pertumbuhan jumlah cabang tanaman kedelai terlihat pertumbuhan jumlah cabang Varietas Dering-1 jauh lebih banyak dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro, walaupun pada awal pengamatan umur 3 MST Varietas Anjasmoro lebih banyak jumlah cabangnya.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
22
Pertumbuhan daun tripoliat tanaman kedelai dari umur 3-6 minggu setelah
Jumlah daun tripoliat tanaman
tanam dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Anjasmoro Dering
3
4 5 Umur (MST)
6
Gambar 3. Pertumbuhan daun tripoliat tanaman kedelai dari umur 3-6 MST Berdasarkan diagram pertumbuhan daun tripoliat tanaman kedelai terlihat perbedaan antara Varietas Dering-1 dan Anjasmoro.
Varietas Dering-1 lebih
tinggi dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro. 4.1.2 Pertumbuhan Generatif Pertumbuhan generatif serta produksi tanaman kedelai antara lain jumlah polong/tanaman, jumlah biji/polong, bobot 100 biji, jumlah polong bernas, dan produksi Varietas Anjasmoro dan Dering-1 dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Komponen hasil dan produksi tanaman kedelai pada Varietas Anjasmoro dan Dering-1 Pengamatan Varietas kedelai
Jlh polong/ tanaman
Jlh biji/ polong
Bobot 100 biji (g)
% polong bernas
Produksi t/ha
Anjasmoro
44,1
2,9
14,8
98,1
2,19
Dering-1
37,5
2,1
10,7
93,7
1,13
hs
ns
Uji t
Ket: hs) berbeda sangat nyata menurut uji t ns) berbeda tidak nyata menurut uji t t tabel 5% = 2,02 t tabel 1% = 2,71
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
hs
23
Perbandingan pertumbuhan generatif kedelai pada Varietas Anjasmoro dan Dering-1 dengan menggunakan uji t didapatkan hasil berbeda sangat nyata terlihat pada jumlah polong per tanaman dan jumlah polong bernas, namun berbeda tidak nyata pada jumlah biji per polong. Hasil pengamatan komponen hasil dan produksi kedelai Varietas Anjasmoro dan Dering-1 pada jumlah polong/tanaman dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
Jumlah polong/tanaman
50
44.1 37.5
40 30
Anjasmoro Dering-1
20 10 0 Anjasmoro
Dering-1
Gambar 4. Diagram rata-rata polong/tanaman (buah) kedelai Berdasarkan diagram rata-rata polong/pertanaman pada kedelai Varietas Anjasmoro lebih banyak dibandingkan dengan kedelai Varietas Dering-1. Persentase polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dan Dering-1 dapat dilihat pada Gambar 5.
% polong isi
120
98.1
93.7
90 Anjasmoro 60
Dering-1
30 0 Anjasmoro
Dering-1
Gambar 5. Diagram % polong isi tanaman kedelai Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
24
Berdasarkan diagram di atas % polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai Varietas Dering-1. Diagram jumlah biji/polong tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dan Dering-1 dapat dilihat pada Gambar 6. 2.9
Jumlah biji/polong
3
2.1
2.5 2
Anjasmoro 1.5
Dering-1
1 0.5 0 Anjasmoro
Dering-1
Gambar 6. Diagram jumlah biji/polong (butir) tanaman kedelai
Berdasarkan diagram di atas jumlah biji/polong tanaman kedelai Varietas Anjasmoro lebih banyak dibandingkan dengan Varietas Dering-1. Diagram bobot 100 biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dan Dering-1 dapat dilihat pada Gambar 7. 14.8 16 Bobot 100 biji (g)
14
10.7
12 10
Anjasmoro
8
Dering-1
6 4 2 0 Anjasmoro
Dering-1
Gambar 7. Diagram bobot 100 biji (g) tanaman kedelai
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
25
Berdasarkan diagram di atas bobot 100 biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Dering-1. 4.2 Pembahasan Berdasarkan Tabel 1 perumbuhan vegetatif tanaman kedelai pada Varietas Anjasmoro dan Dering-1 dengan menggunakan uji t didapatkan hasil berbeda sangat nyata pada tinggi tanaman, namun berbeda tidak nyata pada jumlah cabang dan daun tripoliat. Tinggi tanaman yang paling tinggi adalah Varietas Anjasmoro. Pada Varietas Anjasmoro walaupun tinggi tanaman lebih baik dari Varietas Dering-1, namun ruas yang membentuk batang panjang-panjang dan buku sedikit sehingga jumlah buku yang akan menghasilkan cabang juga sedikit dan daun tripoliat juga sedikit. Varietas Dering-1 mempunyai ruas yang pendek-pendek sehingga buku-buku yang dihasilkan banyak dan jumlah cabang dan daun tripoliat banyak. Berdasarkan deskripsi varietas, Anjasmoro memiliki tinggi 64-68 cm, sedangkan tinggi Anjasmoro yang didapatkan di lapangan adalah 51 cm. Tinggi tanaman Varietas Dering-1 menurut deskripsi 57 cm, di lapangan tinggi tanaman adalah 44,4 cm. Rendahnya tinggi tanaman di lapangan dibandingkan dengan deskripsinya, disebabkan pengaruh lingkungan tumbuh. Pada saat penanaman curah hujan rendah (188 mm/bulan), sedangkan pada saat perkecambahan faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertubuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Kondisi kekeringan menjadi sangat kritis pada saat tanaman kedelai
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
26
berada pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong.
Kebutuhan air
kedelai 300-400 mm/bulan (Bakar dkk, 2008). Perbedaan genetik mengakibatkan setiap varietas memiliki ciri dan sifat khusus yang berbeda satu sama lain. Semakin tinggi tanaman maka semakin banyak jumlah buku pertanaman. Banyaknya jumlah buku per tanaman berpengaruh pada banyaknya jumlah polong, hal ini dikarenakan polong muncul pada setiap ketiak tangkai daun. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam antara 1-10 buah dalam setiap kelompok polong pada ketiak daun (Bakhtiar, Taufan, Yadi, dan Safriati, 2014 ). Berdasarkan Gambar 2 diagram pertumbuhan jumlah cabang dari umur 3-6 MST, pada minggu ke 3 pertumbuhan cabang terlebih dahulu adalah pada Varietas Anjasmoro, setelah masuk minggu keempat Varietas Dering-1 mulai banyak tumbuh sampai minggu keenam. Menurut Rahmatullah (2011) terbentuknya cabang tergantung pada banyaknya karbohidrat yang tersedia, sedangkan banyaknya karbohidrat ditentukan oleh banyaknya fotosintat yang dihasilkan oleh daun-daun dan organ– organ
yang
mengkonsumsi
karbohidrat
untuk
pertumbuhan
dan
respirasi. Pembentukan cabang dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan jarak tanam. Meningkatnya intensitas cahaya dapat melipatgandakan percabangan per tanaman.
Menurut Sumadri (2014) meningkatnya jumlah cabang maka
transportasi fotosintat dari daun ke bagian tanaman menjadi lebih baik karena daun–daun yang berada di cabang yang sama memberikan hasil fotosintesisnya pada polong dalam cabang tersebut.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
27
Pada Gambar 3 daun tripoliat tanaman kedelai dari umur 3-6 MST menunjukkan bahwa tanaman yang memiliki daun tripoliat yang paling banyak adalah Varietas Dering-1 yaitu 34,7 daun, sedangkan Varietas Anjasmoro 23,4 daun. Pada Tabel 2 perbandingan pertumbuhan generatif pada kedelai Varietas Anjasmoro dan Dering-1, dilihat pada jumlah polong per tanaman yang memiliki polong paling banyak adalah Varietas Anjasmoro yaitu 44,1 polong/ tanaman. Sedangkan pada Varietas Dering-1 yaitu 37,5 polong/tanaman.
Jumlah
biji/polong Varietas Anjasmoro yaitu 2,9 biji/polong, dan Varietas Dering-1 2,1 biji/polong. Sedangkan bobot 100 biji Varietas Anjasmoro memiliki bobot 16 g/100 biji, dan Varietas Dering-1 yaitu 10,7 g/100 biji. Jumlah polong/tanaman dan persentase polong bernas berbeda sangat nyata antara Varietas Anjasmoro dan Dering-1. Anjasmoro mempunyai lebih banyak polong dan lebih bernas dibanding Dering-1. Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah cabang bisa menjadi sedikit bila penanaman dirapatkan dari 250.000 tanaman/hektar menjadi 500.000 tanaman/hektar.
Jumlah cabang tidak mempunyai hubungan yang signifikan
dengan jumlah biji yang diproduksi. Pertumbuhan vegetatif yang baik belum tentu pertumbuhan generatif juga baik.
Artinya, walaupun jumlah cabang
banyak, belum tentu produksi kedelai juga banyak. Menurut Irwan ( 2006 ) pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah cabang, dan daun yang baik, tidak selalu menghasilkan polong yang banyak.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
28
Menurut Rahmatullah (2011) ; Sumardi (2014). Perbedaan jumlah polong merupakan adanya variasi dalam jumlah bunga pada awal pembentukan dan tingkat keguguran organ reproduksinya sehingga hasil panen ditentukan oleh jumlah polong yang dapat dipertahankan oleh tanaman dan hasil fotosintesis ditranslokasikan ke organ reproduktif terutama untuk pembentukan polong dan biji pada fase generatif. Perbedaan bobot 100 biji karena dipengaruhi oleh genetik tanaman, dimana salah satu sifat genetik tanaman adalah ukuran biji, semakin besar biji maka semakin besar bobot 100 biji. Berdasarkan deskripsi bobot 100 Varietas Anjasmoro lebih besar dari Dering-1, dikarenakan ukuran biji Anjasmoro lebih besar dibanding Dering-1. Pada
Tabel 3 perbandingan produksi tanaman kedelai pada Varietas
Anjasmoro dan Varietas Dering-1 dapat dilihat perbedaan produksi antara varietas dimana produksi Varietas Anjasmoro 438 kg/200 m² (2,19 t/ha), dan produksi Varietas Dering-1 226 kg/200 m (1,13 t/ha).
Tingginya produksi
Anjasmoro dikarenakan biji yang dihasilkan lebih besar, sehingga bobot 100 bijinya mencapai 14,8-14,3 g, lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Dering-1 10,7 g.
Kedelai Varietas Anjasmoro cocok ditanam di desa Dusun Baru,
Kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo, karena varietas ini mampu beradaptasi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari produksi di lapangan yang mendekati produksi pada deskripsi. Foto dokumentasi kegiatan PKPM dapat dilihat pada Lampiran 5.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
29
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Pertumbuhan dan produksi kedelai Varietas Anjasmoro dan Dering-1 di desa Dusun Baru, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah polong/tanaman, namun berbeda tidak nyata terhadap jumlah cabang, jumlah daun tripoliat, dan jumlah biji/polong. Produksi kedelai tertinggi antara Varietas Anjasmoro dan Dering-1 adalah Varietas Anjasmoro yaitu 2,19 t/ha, sedangkan Varietas Dering-1 yaitu 1,13 t/ha. 5.2 Saran Setelah dilakukan perbandingan pertumbuhan dan
produksi
varietas
kedelai antara Varietas Anjasmoro dan Dering-1, maka disaran kepada kepada petani yang akan mengusahakan budidaya tanaman kedelai untuk menggunakan Varietas Anjasmoro, karena Varietas Anjasmoro dapat memberikan produksi yang lebih tinggi.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
30
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto. T. 2014. Kedelai tropika produksi 3 ton/ha. Penebar swadaya. Jakarta. 92 hal Ampnir, M L. 2011. Inventarisasi jenis-jenis hama utama dan ketahanan biologi pada beberapa Varietas kedelai (Glycine max L. Merril ) di kebun percobaan Mangoapi Manokwari. Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua, Irian Jaya. Andayani dan L. Sarido. 2013. Uji empat jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai keriting (Capsicum annum L.). Jurnal Agrifor vol.VII. Ayu, M. Rosmayati dan Luthfi. 2013. Pertumbuhan dan produksi beberapa Varietas kedelai terhadap inokulasi rhizobium. Univeritas Sumatera Utara, Medan. Jurnal agroekoteknologi vol 1.no2. Bakar. B. S, Chairunas, T. Iskandar. 2008. Petunjung praktis budidaya kedelai dilahan bekas tsunami. Balai pengkajian teknologi pertanian (bptp) NAD dengan NSW-DPI ACIAR Australian. Banda Aceh. 20 hal Bakhtiar, Taufan., H. Yadi dan S. Safriati. 2014. Keragaan pertumbuhan dan komponen hasil beberapa Varietas unggul kedelai di Aceh Besar. Universita sSyiah Kuala, Aceh. Jurnal floratek 9: 46 – 52. Balitkabi. 2009. Hasil utama penelitian kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balitkabi, Malang. 34 hlm. BPP Sungai Abang. 2014. Program penyuluhan pertanian Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan VII Koto. Jambi. 47 hal Cahyadi, W. 2007. Kedelai, khasiat dan teknologi. Penebar Swadaya, Jakarta. Fachruddin 2000. Budidaya kacang-kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Irwan, W.A. 2006. Budidaya tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill). Universitas Padjajaran, Jatinangor. Marliah, A., T. Hidayat., N. Husna. 2012. Pengaruh Varietas dan jarak tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L.). Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Padjar. 2010. Kedelai setelah satu dekade. Majalah tempo.http:// majalah. tempointeraktif.com/id/arsip/2010/03/29/EB/mbm.2010.id.html. Diakses pada tanggal 5 Juli 2015. Pringgohandoko, B. dan O.S. Padmini 1999. Pengaruh Rhizo-plus dan pemberian cekaman air selama stadia reproduksi terhadap hasil dan kualitas biji kedelai. Agrivet. vol 1. No 1. Rahmatullah. 2011. Peningkatan produktivitas kedelai (Glycine max L.) dalam sistem agroforestri berbasis tegakan eukaliptus melalui pemupukan N dan P. Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
31
Sarif, E.S. 1985. Kesuburan dan pemupukan tanah pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Soehendi. R. 2008. System usaha tani kedelai spesifik lokasi. BPTP Sumatera Selatan. Agro inovasi.palembang. 40 hal Sudaryono, 2002. Sumber K alternatif dan peranan pupuk kandang pada tanaman kedelai di lahan kering Alfisol dan Vertisol. Prosiding seminar hasil penelitian peningkatan produktivitas, kualitas, efisiensi dan sistem produksi tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian menuju ketahanan pangan dan pengembang-an agribisnis. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Suhartina, Purwantoro, N. Nugrahaeni, Suyamto, Arifan , M.M. Adea, 2012. Proposal pelepasan Varietas DV/2984-330, galur harapan kedelai toleran cekaman kekeringan selama fase produktif. Sumadri. 2014. Pertumbuhan dan hasil beberapa Varietas kedelai (Glycine max L.) terhadap jenis pupuk pelengkap cair. Universitas Tamansiswa Padang, Prosi ding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN : 979-587-529-9. Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Buletin Teknik 6:53 hal. Taufiq, T.M.M. dan I. Novo. 2004. Kedelai, kacang hijau dan kacang panjang. Absolut Press, Yogyakarta. Yulianto. 2010. Pengkajian perbenihan padi dan kedelai. http:// www.w3.org/ 1999/ html. Diakses tanggal 22 Juli 2015
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
32
Lampiran 1. Deskripsi Varietas kedelai a. Anjasmoro
Dilepas tahun SK Mentan Nomor galur Asal Daya hasil Warna hipokotil Warna epikotil Warna daun Warna bulu Warna bunga Warna kulit biji Warna polong masak Warna hilum Bentuk daun Ukuran daun Tipe tumbuh Umur berbunga Umur polong masak Tinggi tanaman Percabangan Jml. buku batang utama Bobot 100 biji Kandungan protein Kandungan lemak Kerebahan Ketahanan thd penyakit Sifat-sifat lain Pemulia
: 22 Oktober 2001 : 537/Kpts/TP.240/10/2001 : Mansuria 395-49-4 : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria : 2,03–2,25 t/ha : Ungu : Ungu : Hijau : Putih : Ungu : Kuning : Coklat muda : Kuning kecoklatan : Oval : Lebar : Determinit : 35,7–39,4 hari : 82,5–92,5 hari : 64 - 68 cm : 2,9–5,6 cabang : 12,9–14,8 : 14,8–15,3 g : 41,8–42,1% : 17,2–18,6% : Tahan rebah : Moderat terhadap karat daun : Polong tidak mudah pecah : Takashi Sanbuichi, Nagaaki Sekiya, Jamaluddin M., Susanto, Darman M.A., dan M. Muchlish Adie.
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
33
b. Dering-1
Dilepas tahun SK Mentan Nomor galur Asal Daya hasil Warna hipokotil Warna epikotil Warna daun Warna bulu Warna bunga Warna kulit biji Warna polong masak Warna hilum Bentuk daun Ukuran daun Tipe tumbuh Umur berbunga Umur polong masak Tinggi tanaman Percabangan Jml. buku batang utama Bobot 100 biji Kandungan protein Kandungan lemak Kerebahan Ketahanan thd hama/penyakit
Keterangan Pemulia
: 25 September 2012 : 3259/Kpts/SR.120/9/2012 : DV/2984-330 : Silang tunggal ver ver unggul Dasvros x MLG 2984 : 2,8 t/ha : Ungu : Ungu : Hijau : Coklat : Ungu : Kuning ::: Oval : Lebar : Determinit : 35 hari setelah tanam : 81 hari setelah tanam : 57 cm : 2-6 cabang :: 10,7 g : 34,2 % : 17,1 % : Tahan rebah : Tahan hama penggerek polong(Etiella Zinckenella) dan rentan ulat grayak (Spodeptera litura), tahan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrizi). : Toleran kekeringan salama fase reproduktif : Suhertina, Purwantoro, N. Nugrahaeni Suyamto, Arifin, dan M. Muchlish Adie
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
34
Lampiran 2. Hasil Pengamatan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai A. Pengamatan Vegetatif a. Tinggi Tanaman
Nomor
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
MST 13,7 11,6 15 11,2 15 10,4 12 12,5 11,5 13 17,7 12,5 14,9 14,5 12,8 13,75
Tinggi Tanaman Anjasmoro 4 5 6 3 MST 20,5 24,9 29,6 27 22 19,4 40 23,7 25,4 27 34,6 29,7 28,6 23,9 15,3 29
MST 28,5 40,3 45 35 34 29,8 48,7 29,5 40 42 47 47 39 40 25,7 41
MST 46 60 57,4 47 51,5 45,6 62 34,4 45 55,2 63 51,4 52,8 56,3 41,3 53,83
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
MST 13 11,5 12,5 10 10,4 9,2 11,4 10 10 10,6 14,4 13 10,3 10,3 10,2 11,2
Dering-1 4 5 MST 26 24 23 17,5 17,5 22 21,3 19 22,5 19 18,6 24,5 26 21 16,4 22,5
MST 37 39 38 26 26,7 29,9 23 30 35 31,8 30,6 38 30 35 26 32,45
6 MST 48,2 45,8 52,8 36,4 37,4 43 44 36 49 42 38 52 54,3 52,2 34,3 43,43
35
b. Jumlah Cabang
Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
3 MST -
Jumlah Cabang Anjasmoro 4 5 6 3 MST MST MST MST 1 5 3 3 4 2 4 4 3 2 4 6 6 4 2 2 2 3 3 2 3 6 5 4 5 4 5 2 4 3,5 3,6 -
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
Dering-1 4 5 MST MST 4 7 6 5 5 5 4 3 5 5 5 4 5 4 4,79
6 MST 6 7 6 8 5 5 6 6 4 4 5 3 5 6 3 5,27
36
C. Jumlah Daun Tripoliat
Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
3 MST 4 2 3 2 2 2 3 3 2 3 3 4 2 2 2 2,6
Jumlah daun Tripoliat Anjasmoro 4 5 6 3 MST MST MST MST 5 6 15 3 8 12 22 3 8 14 26 3 6 10 28 2 5 10 24 2 8 13 20 2 10 23 38 2 6 10 12 2 7 14 20 2 7 17 28 2 10 17 23 2 12 22 33 3 7 16 22 3 8 15 26 3 4 6 14 2 7,4 13,67 23,4 2,4
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
Dering-1 4 5 MST MST 8 18 13 28 14 23 4 5 6 10 6 11 6 17 6 15 6 14 10 22 6 14 9 13 11 15 10 24 4 12 7,93 16,07
6 MST 34 57 57 11 26 32 31 23 22 40 32 35 53 46 22 34,73
37
B. Pengamatan Generatif Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata2
Jml Polong/Tanaman Dering-1 Anjasmoro 136 73 106 124 98 132 31 130 81 102 98 121 96 163 82 81 104 78 105 73 78 114 97 119 107 182 101 172 122 128 96.1 119.5
Jml Polong Isi Dering-1 Anjasmoro 128 68 101 121 94 129 28 130 78 100 90 118 92 162 80 77 101 74 98 73 78 112 94 116 101 175 99 168 120 122 92.1 116.3
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
Jml Polong Hampa Dering-1 Anjasmoro 8 5 5 3 4 3 3 5 2 8 3 4 1 2 4 3 4 7 2 3 3 6 7 2 3 2 6 4.4 3.5
38
Lampiran 3. Analisis Uji T A. Pengamatan Vegetatif a. Tinggi Tanaman Anjasmoro dan Dering Nomor Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rerata Ʃ Ʃx² & Ʃy² Rerata N SD df t hitung t Tabel (df 38)
Nilai X
Y
46 60 57.4 47 51.5 45.6 62 34.4 45 55.2 63 51.4 52.8 56.3 41.6
48.2 45.8 52.8 36.4 37.4 43 44 36 49 42 38 52 54.3 52.2 34.3
51.3
44.4
905.2 51.3 15 7.77
X-rerata x (x)
Y-rerata y
x²
y²
-5.3
3.8
27.88
14.75
8.7
1.4
76.04
2.07
6.1
8.4
37.45
71.23
-4.3
-8.0
18.32
63.36
0.2
-7.0
0.05
48.44
-5.7
-1.4
32.26
1.85
10.7
-0.4
114.92
0.13
-16.9
-8.4
284.93
69.89
-6.3
4.6
39.44
21.53
3.9
-2.4
15.37
5.57
11.7
-6.4
137.36
40.45
0.1
7.6
0.01
58.37
1.5
9.9
2.31
98.80
5.0
7.8
25.20
61.47
-9.7
-10.1
93.70
101.20
0.00
0.0
905.2
659.1
659.1 44.4 15 6.63 28 6.82
5% 2.024
1% 2.71
Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2.024 < 6.82 > 2.71
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
Hasil hs
39
b. Jumlah Cabang Anjesmoro dan Dering Nomor Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rerata Ʃ Ʃx² & Ʃy² Rerata N SD df t hitung t Tabel (df 38)
Nilai X
Y
1 3 4 4 3 4 6 2 2 3 3 5 5 5 4 3.6
X-rerata x (x)
Y-rerata y
x²
y²
-2.6 -0.6 0.4 0.4 -0.6 0.4 2.4 -1.6 -1.6 -0.6 -0.6
0.7 1.7 0.7 2.7 -0.3 -0.3 0.7 0.7 -1.3 -1.3 -0.3
6.76 0.36 0.16 0.16 0.36 0.16 5.76 2.56 2.56 0.36 0.36
0.54 3.00 0.54 7.47 0.07 0.07 0.54 0.54 1.60 1.60 0.07
1.4 1.4 1.4 0.4
-2.3 -0.3 0.7 -2.3
1.96 1.96 1.96 0.16
5.14 0.07 0.54 5.14
0.00
0.0
25.6
26.9
6 7 6 8 5 5 6 6 4 4 5 3 5 6 3 5.3
25.6 3.6 15 1.31
26.9 5.3 15 1.34 28 0.64
5% 2.024
1% 2.71
Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2.024 < 0.64 > 2.71
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
Hasil ns
40
c. Jumlah Daun Tripoliat Anjesmoro dan Dering Nomor Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rerata Ʃ Ʃx² & Ʃy² Rerata N SD df t hitung t Tabel (df 38)
Nilai X
Y
15 22 26 28 24 20 38 12 20 28 23 33 22 26 14
34 57 57 11 26 32 31 23 22 40 32 35 53 46 22
23.4
34.7
X-rerata x (x)
Y-rerata y
x²
y²
-8.4 -1.4 2.6 4.6 0.6 -3.4 14.6 -11.4 -3.4 4.6 -0.4
-0.7 22.3 22.3 -23.7 -8.7 -2.7 -3.7 -11.7 -12.7 5.3 -2.7
70.56 1.96 6.76 21.16 0.36 11.56 213.16 129.96 11.56 21.16 0.16
0.54 495.80 495.80 563.27 76.27 7.47 13.94 137.67 162.14 27.74 7.47
9.6 -1.4 2.6 -9.4
0.3 18.3 11.3 -12.7
92.16 1.96 6.76 88.36
0.07 333.67 126.94 162.14
0.00
0.0
677.6
2610.9
677.6 23.4 15 6.72
2610.9 34.7 15 13.19 28 0.66
5% 2.024
1% 2.71
Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2.024 < 0.66 > 2.71
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
Hasil ns
41
B. Pengamatan Generatif a. Jumlah Polong Anjesmoro dan Dering Nomor Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rerata Ʃ Ʃx² & Ʃy² Rerata N SD df t hitung t Tabel (df 38)
Nilai X
Y
36 42 50 45 49 43 47 40 39 36 51 48 50 48 38 44.1
60 29 34 31 38 26 21 41 52 48 39 38 38 37 31
X-rerata x (x)
Y-rerata y
x²
y²
-8.1
22.5
66.15
504.75
-2.1
-8.5
4.55
72.82
5.9
-3.5
34.42
12.48
0.9
-6.5
0.75
42.68
4.9
0.5
23.68
0.22
-1.1
-11.5
1.28
133.02
2.9
-16.5
8.22
273.35
-4.1
3.5
17.08
12.02
-5.1
14.5
26.35
209.28
-8.1
10.5
66.15
109.55
6.9
1.5
47.15
2.15
3.9
0.5
14.95
0.22
5.9
0.5
34.42
0.22
3.9
-0.5
14.95
0.28
-6.1
-6.5
37.62
42.68
0.00
0.0
397.7
1415.7
37.5
397.7 44.1 15 5.15
1415.7 37.5 15 9.72 28 6.41
5% 2.024
1% 2.71
Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2.024 < 6.41 > 2.71
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
Hasil hs
42
b. Persentase Polong Isi Anjesmoro dan Dering Nomor Sampel
Nilai X
Y
X-rerata x (x)
Y-rerata y
x²
y²
1
100
86
1.9
-7.7
3.48
58.78
2
100
93
1.9
-0.7
3.48
0.44
3
100
100
1.9
6.3
3.48
40.11
4
100
90
1.9
-3.7
3.48
13.44
5
100
92
1.9
-1.7
3.48
2.78
6
100
100
1.9
6.3
3.48
40.11
7
100
85
1.9
-8.7
3.48
75.11
8
100
92
1.9
-1.7
3.48
2.78
9
100
96
1.9
2.3
3.48
5.44
10
100
93
1.9
-0.7
3.48
0.44
11
100
100
1.9
6.3
3.48
40.11
12
83
97
-15.1
3.3
229.02
11.11
13
100
100
1.9
6.3
3.48
40.11
14
89
91
-9.1
-2.7
83.42
7.11
15 Rerata Ʃ
100
90
1.9
-3.7
3.48
13.44
0.00
0.0
357.7
351.3
Ʃx² & Ʃy² Rerata N SD df t hitung t Tabel (df 38)
98.1
93.7
397.7 44.1 15 5.15
1415.7 37.5 15 9.72 28 6.41
5% 2.024
1% 2.71
Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2.024 < 5.36 > 2.71
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
Hasil hs
43
c. Jumlah biji/polong Anjasmoro dan Dering-1 Nomor Sampel
Nilai X
Y
3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rerata Ʃ Ʃx² & Ʃy² Rerata N SD df t hitung t Tabel (df 38)
2.9
2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2
X-rerata x (x)
Y-rerata y
x²
y²
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 -0.9 0.1 0.1 -0.9 0.1
-0.1 -0.1 -0.1 -0.1 0.9 -0.1 -0.1 0.9 -0.1 -0.1 -0.1
0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.75 0.02 0.02 0.75 0.02
0.02 0.02 0.02 0.02 0.75 0.02 0.02 0.75 0.02 0.02 0.02
0.1 0.1 0.1 0.1
-0.1 -0.1 -0.1 -0.1
0.02 0.02 0.02 0.02
0.02 0.02 0.02 0.02
0.00
0.0
1.7
1.7
2.1
1.7 2.9 15 0.34
1.7 2.1 15 0.34 28 3.33
5% 2.024
1% 2.71
Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2.024 < 3.33 > 2.71
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
Hasil hs
44
Lampiran 4. Keadaan umum desa Dusun Baru kecamatan VII Koto Kabupaten Tebo Jambi No 1
Keterangan Ketinggian Tempat
Satuan 90-175 m di atas permukaan laut
2
Topongrafi Datar
45.109 ha
3
Berbukit
10.820 ha
4
Rata-rata Temperatur
22 ºC - 33 ºC
5
Kelembapan
82,2%
6
Rata-rata Curah Hujan
2.262 mm/tahun
7
pH Tanah
3-6.5
Sumber. BPP Sungai Abang Kabupaten Tebo (2014).
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
45
Lampiran 5. Dokumentasi kegiatan PKPM
Gambar benih kedelai Anjasmoro dan Dering-1
Gambar pembersihan lahan
Kedelai umur 2 MST
Kedelai umur 3 MST
Kedelai umur 4 MST
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan
46
Kedelai memasuki masa generatif
Kedelai memasuki masa generatif
Hamparan pertanaman kedelai
Program Studi Budidaya Tanaman Pangan