1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah
Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merr.) memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sebagai sumber protein pada berbagai bahan makanan yang berbahan baku kedelai, seperti tempe, tahu, kecap, tauco, dan toge. Untuk bahan industri, dari biji kedelai dapat dibuat menjadi tepung kedelai maupun diambil minyaknya. Tepung kedelai dapat langsung digunakan untuk bahan makanan seperti: susu, vetsin, dan kue-kue. Minyak kedelai diolah untuk dijadikan margarin dan minyak goreng. Peranan kedelai dalam industri bukan makanan antara lain diolah menjadi kertas, tinta cetak, bahan plastik, dan kosmetik (Suprapto,1999).
Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 dengan luas areal tanam 600 ribu hektar naik 31% dari tahun 2008. Namun demikian kenaikan itu belum separuhnya memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga saat ini Indonesia masih mengimpor sekitar 1 juta ton kedelai dari Amerika maupun Brazil (Murkan, 2008).
Untuk menambah kebutuhan itu, pemerintah Indonesia menargetkan sasaran produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 ditetapkan sebesar 1,5 juta ton
2
dengan luas tanam sekitar 1.050.000 hektar, luas panen 997.500 hektar dan produktivitas rata-rata 15,04 ku/ha.
Rendahnya produksi kedelai nasional beberapa tahun terakhir ini antara lain disebabkan oleh belum optimalnya budidaya kedelai sehingga produksi di tingkat petani hanya mencapai sekitar 1,3 ton/ha, sedangkan potensi produksi dari varietas unggul yang dimiliki Indonesia saat ini dapat mencapai 2,0—2,5 ton/ha (Murkan, 2008).
Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah kemunduran benih yang cepat selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena daya simpan yang rendah. Sementara itu, pengadaan benih bermutu tinggi merupakan unsur penting dalam upaya peningkatan produksi tanaman. Pengadaan benih sering dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam sehingga benih harus disimpan dengan baik agar mempunyai daya tumbuh yang tinggi saat ditanam kembali. Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan benih tanaman lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat yang ditunjukkan penurunan perkecambahan benih. Benih yang mempunyai vigor rendah menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Penurunan vigor benih dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan (Egli dan Tekrony, 1996 dalam Viera et. al., 2001).
3
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan Donald, 2001).
Salah satu cara untuk memperbaiki kondisi benih yang telah mundur (deteorated) adalah dengan metode invigorasi yang dapat memperbaiki kondisi benih yang telah menurun viabilitasnya. Invigorasi yaitu perlakuan fisik, fisiologis, dan biokimia untuk mengoptimalkan viabilitas benih sehingga benih mampu tumbuh cepat dan serempak pada kondisi yang seragam (Basu dan Rudrapal, 1982). Invigorasi didefinisikan sebagai suatu perlakuan pendahuluan pada benih melalui pengontrolan imbibisi air oleh potensial air yang rendah dari media imbibisi. Selama invigorasi terjadi perbaikan fisiologi dan biokimia yang berhubungan dengan peningkatan kecepatan tumbuh, peningkatan keserempakan perkecambahan, dan peningkatan potensial perkecambahan (Khan, 1992). Prinsip dasar perlakuan invigorasi adalah mempertahankan benih dalam keadaan hidrasi sebagian selama periode tertentu sehingga perkecambahan seluruhnya tertunda. Selama proses invigorasi proses imbibisi air diatur oleh potensial osmotik larutan, sehingga mencegah munculnya radikula. Invigorasi diharapkan dapat memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan kecambah saat tanam.
Murray dan Wilson (1987) melaporkan kemunduran benih dapat dikendalikan dengan cara "invigorasi" melalui proses hidrasi-dehidrasi. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber energi yang ada
4
dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal. Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan conditioning. Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam sejumlah air pada suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu fisiologi dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan, perbaikan serta peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media imbibisi potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembab) dengan mengatur hidrasi dan penghentian perkecambahan.
Kemunduran benih (deteriorated) dapat dicirikan sebgai berikut:
1. Gejala Fisiologis: perubahan warna benih, mundurnnya perkecambahan, mundurnya toleransi terhadap penyimpanan, sangat peka terhadap radiasi, mundurnya pertumbuhan kecambah, mundurnya daya kevigoran (kekuatan tumbuh), meningkatnya jumlah kecambah abnormal
2. Gejala Biokhemis: perubahan dalam respirasi, perubahan enzim, perubahan pada membrane sel/ dinding sel, perubahan laju sintesis, perubahan persediaan makanan, kerusakan kromosom.
Benih yang telah mengalami kemunduran, perkecambahan dapat diperbaiki melalui invigorasi. Penelitian-penelitian tentang invigorasi masih terbatas pada pengujian tahap perkecambahan di lapang dan pengaruhnya terhadap produksi belum pada viabilitas yang dihasilkan dari benih tanaman yang telah mengalami invigorasi. Dalam penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh
5
invigorasi menggunakan cara hidrasi-dehidrasi yang diterapkan pada benih sumber yang telah mengalami penyimpanan selama 8 bulan pada viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat meningkatkan viabilitas benih. Hasil penelitian Nuryanti (1996) memperlihatkan perlakuan hidrasi-dehidrasi pada benih padi menghasilkan peningkatan daya berkecambah sebesar 5% dan kecepatan berkecambah sebesar 7,789% per hari pada status daya berkecambah 90,7%, 81,3%, dan 50,7%. Selain itu juga menurut penelitian Erawan (1996) bahwa pada benih jagung dengan tingkat viabilitas tinggi (DB = 98,7%) dan rendah (DB = 36,0%), perlakuan hidrasi-dehidrasi tidak berpengaruh; perlakuan hidrasi-dehidrasi hanya berpengaruh pada tingkat viabilitas sedang (DB = 58,7%).
Hasil penelitian Basu et al. (1978) menunjukkan bahwa perlakuan hidrasidehidrasi pada benih yute dapat meningkatkan penampilan di lapang, di samping itu produksi serat per tanaman lebih tinggi pada benih yang diperlakukan dengan cara direndam-dikeringkan. Hadiana (1996) menyatakan bahwa perlakuan presoaking atau conditioning secara nyata efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih kenaf sebelum penyimpanan, dapat meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan bobot kering kecambah normal.
6
Berdasarkan latar belakang yang ada penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro. 2. Bagaimana pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro. 3. Bagaimana respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dari NPK susulan pada saat berbunga dalam viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.
1.2
Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1) Mengetahui pengaruh invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi pada benih sumber yang telah disimpan 8 bulan dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Ajasmoro. 2) Mengetahui pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK susulan saat berbunga yang diberikan pada tanaman dari benih sumber yang diinvigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dalam menghasilkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.
7
3). Mengetahui respons tanaman yang benih sumbernya diinvigorasi dengan hidrasi-dehidrasi terhadap peningkatan dari NPK susulan pada saat berbunga dalam viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.
1.3
Landasan Teori
Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut: Secara fisiologis, perkecambahan benih adalah dimulainya lagi proses metabolisme yang tertunda serta berlangsungnya transkripsi genom. Secara biokimia, perkecambahan merupakan diferensiasi lanjutan dari lintasan oksidatif dan lintasan sintetik serta perbaikan lintasan biokimia khusus dari pertumbuhan dan perkembangan vegetatif (Khan, 1992). Proses perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah susunan kimiawi benih yang berhubungan dengan daya hidup benih. Perlakuan benih secara fisiologis untuk memperbaiki perkecambahan benih melalui imbibisi air secara terkontrol telah menjadi dasar dalam invigorasi benih. Saat ini perlakuan invigorasi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi mutu benih yang rendah yaitu dengan cara memperlakukan benih sebelum tanam untuk mengaktifkan kegiatan metabolisme benih sehingga benih siap memasuki fase perkecambahan. Selama proses invigorasi, terjadi peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan serta mengurangi tekanan lingkungan yang kurang
8
menguntungkan. Invigorasi dimulai saat benih berhidrasi pada medium imbibisi yang berpotensial air rendah. Biasanya dilakukan pada suhu 15-20oC. Setelah keseimbangan air tercapai selanjutnya kandungan air dalam benih dipertahankan (Khan, 1992)
Air masuk ke dalam benih melalui proses imbibisi yang merupakan proses fisik dan imbibisi air oleh benih sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia benih, permeabilitas kulit benih dan jumlah air yang tersedia, baik air dalam bentuk cairan maupun uap air disekitar benih (Sadjad, 1975). Fungsi air pada perkecambahan benih menurut Sumarno dan Widiyati (1985): 1. Air yang diserap oleh benih berguna untuk melunakkan kulit benih dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm, sehingga menyebabkan kulit benih menjadi pecah. 2 . Air memberi fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam benih . Dinding sel yang berimbibisi bersifat permeabe1 sehingga gas dapat masuk ke dalam sel secara difusi. Pasokan oksigen meningkat apabila kulit benih menyerap air sehingga mengaktifkan pernafasan . 3. Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan fungsinya. Bila protoplasma mengandung air maka sel-sel hidup akan melaksanakan proses-proses kehidupan termasuk pencernaan, asimilasi dan tumbuh. 4. Air berguna sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh pada poros embrio untuk membentuk protoplasma baru.
9
Akibat penyerapan air selama proses imbibisi terjadi pertambahan volume dan bobot basah benih. Pertambahan volume benih tersebut sangat cepat pada awal proses imbibisi dan semakin lama pertambahannya semakin lambat (Leopold, 1983). Pertambahan bobot basah benih selama imbibisi sangat cepat pada awalnya, kemudian konstan dan selanjutnya cepat kembali. Bewley dan Black (1985) membagi proses imbibisi menjadi tiga fase, yaitu fase pertama yang ditunjukkan dengan pengambilan air yang cepat, fase kedua ditunjukkan dengan pembengkakkan setelah air mencapai bagian yang lebih dalam sampai radikel muncul, dan fase ketiga ditunjukkan dengan pengambilan air di bagian-bagian kulit benih yang lembab. Pada fase kedua boleh dikatakan pengambilan air hampir tidak ada.
Larson (1968), pada awal perkecambahan baik benih berkulit atau tanpa kulit akan menyeraip air, tetapi yang tanpa kulit menyerap air lebih banyak dengan kecepatan yang lebih tinggi, terutama pada empat jam pertama setelah imbibisi. Namun setelah berimbibisi selama 12 jam, kedua benih tersebut akan menyerap air dalam jumlah yang sama. Kecepatan laju imbibisi juga akan meningkat jika kulit benih mengalami keretakan atau terdapat goresan. Peningkatannya tidak tergantung dari jumlah dan panjang keretakan kulit; sedikit keretakan sudah cukup untuk meningkatkan laju imbibisi (Powell dan Matthews, 1979 ).
10
Peningkatan laju imbibisi akan menurunkan daya tumbuh benih tergantung dari tingkat kerusakan kulit benihnya. Pada benih dengan kerusakan kulit ringan penurunan daya tumbuhnya lebih kecil dari pada benih dengan kerusakan kulit benih yang hebih berat. Penurunan kemampuan tumbuh ini disebabkan karena terjadi kerusakan membran sel akibat masuknya air terlalu cepat ke dalam benih. Membran sel dapat menjadi rusak karena terjadi gangguan terhadap intergritasnya, yaitu pada proses imbibisi normal membran yang terdiri dari protein dan fosfolipid yang membentuk pores heksagonal pada benih kering berubah menjadi dua lapis lamelar pada benih yang telah berimbibisi (Sadjad, 1975).
Lapisan membran tersebut berupa gel yang terbentuk akibat hidrasi koloid-koloid hidrofil dan memiliki suatu tegangan tertentu karena hubungan timbal balik antara air dan polimer kulit.(Sadjad, 1975).
Integritas membran yang terganggu akan mengakibatkan kebocoran larutan bahan-bahan yang ada dari dalam benih secara difusi ke air perendaman atau media tumbuhnya (Larson, 1968; Powell dan Matthews, 1981; Bewley dan Black, 1985). Dengan mengukur jumlah dan jenis bahan-bahan terlarut dari benih yang berkulitt dan tanpa kulit, Larson (1968) menemukan bahwa jumlah bobot kering bahan yang larut dari dalam benih tanpa kulit dua kali lebih banyak dari pada bobot kering bahan terlarut dari dalam benih berkulit. Ini disebabkan pada benih tanpa kulit tidak ada kulit benih sebagai penghambat fisik selama
11
mengimbibisi air, sedangkan pada benih berkulit proses imbibisinya terhambat oleh kulit benih. Bahan-bahan yang terlarut ke dalam air perendaman adalah karbohidrat dan protein. Karbohidrat yang ditemukan adalah glukosa, fruktosa, raffinosa, sukrosa dan maltosa, dan protein yang terlarut mencakup 12 macam asam amino; alanin, arginin, asparagin, asam aspartat , sistein, glutamin, asam glutamat, glisin, histidin, dan isoleusin (Larson, 1968) . Kebocoran larutan dari dalam benih menyebabkan berkurangnya proses anabolisme yang akhirnya mengakibatkan pengurangan penyaluran makanan dari kotiledon ke poros embrio (Powell dan Mathews, 1979) dan sel-sel dibagian permukaan kotiledon menjadi mati (Oliveira at al., 1984). Semakin cepat masuknya air ke dalam benih sel-sel kotiledon yang mati semakin meluas ke bagian yang lebih dalam, dalam ha1 ini kondisi kulit benih sangat menentukan laju masuknya air (Tully, Musgrave dan Leopold, 1981).
Selain dapat menurunkan daya tumbuh, kebocoran larutan dari dalam benih juga akan menyebabkan benih mudah terinfeksi cendawan, karena pada bagian tersebut tersedia bahan makanan bagi inokulum cendawan untuk hidup dan berkembang. Kemampuan hidup cendawan semakin meningkat karena pada bagian yang mengalami kebocoran larutan, sel-sel jaringannya menjadi mati, yang akhirnya menyebabkan benih tidak mampu tumbuh dan akhirnya mati (Powell dan Mathews , 1980).
Delouche dan Baskin (1973) menggambarkan proses terjadinya deteriorasi dalam benih sebagai berikut : berkurangnya laju respirasi, peningkatan kandungan asam
12
lemak dalam benih (increase in fatty acid), laju perkecambahan rendah (slower germination rate), laju pertumbuhan kecambah lambat (slower rate of growth development), berkurangnya daya tahan menghadapi tekanan lingkungan, kecambah tidak mampu muncul di lahan, banyak kecambah abnormal.
Benih yang telah mengalami kebocoran akan mengalami penurunan jumlah benih yang tumbuh. Jumlah benih yang tumbuh disebabkan oleh rendahnya daya berkecambah benih. Menurut toruan (1985) menyatakan bahwa benih dengan tingkat kebocoran tinggi akan menghalami kehilangan zat metabolit yang menyebabkan rendahnya daya berkecambah. Dengan begitu produksi benih akan berkurang.
Untuk menghasilkan benih yang bervigor prima salah satu upayanya dilakukan dengan pemupukan NPK susulan. Benih bermutu dengan vigor prima dapat dihasilkan melalui produksi dengan perlakuan-perlakuan agronomis tertentu (dalam hal ini pemupukan susulan) agar pada masa pembangunan benih (periode 1), tanaman dapat berproduksi optimal dan kandungan cadangan makanan yang juga maksimal.
Tujuan diberikannya pupuk NPK susulan yaitu untuk memenuhi kebutuhan unsur hara selama masa pembungaan karena pada saat pembungaan tanaman kedelai membutuhkan banyak unsur hara untuk menjamin tersedianya asimilat pada saat pengisian polong. Pada masa pembungaan akar tanaman akan tumbuh secara
13
cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah (Kaspar, 1987).
Menurut Suprapto (2001) menyatakan bahwa 1) Nitrogen berguna untuk pembentukan biji atau benih kedelai; 2) Penggunaan fosfat terbesar dimulai pada masa pembentukan polong yang berfungsi untuk mempercepat masa panen dan menambah kandungan nutrisi biji atau benih kedelai, dan; 3) Kalium berfungsi untuk merangsang pembentukan protein dan merangsang pembentukan biji kedelai.
Kemunduran benih (deteriorasi) adalah turunnya kualitas, sifat atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor atau jeleknya pertanaman dan hasil; kejadian ini merupakan proses degenerasi yang tidak dapat balik dari kualitas suatu benih setelah mencapai kualitas yang maksimum (Suseno, 1975). Proses deteriorasi tidak dapat dicegah atau dihindarkan, melainkan yang dapat dilakukan hanyalah mengurangi kecepatannya. Selain itu, protein dalam benih memiliki sifat paling higroskopis dibandingkan dengan kandungan bahan organik yang lain sehingga hal ini menjadi penyebab rendahnya daya simpan benih kedelai. Kandungan protein dalam kedelai sangat tinggi (Mugnisjah, 1995), kedelai memiliki kandungan minyak 20,5%, protein 37,9%, pati 34,5%). Faktor luar yang mempengaruhi laju kemunduran benih yaitu kelembaban nisbi dan suhu dalam ruang simpan benih (Byrd, 1983)
14
Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning, priming, moisturizing, hardening, humidification, solid matrix priming, matriconditioning dan hydropriming. Namun demikian cara yang umum digunakan adalah osmoconditioning (conditioning yang menggunakan larutan osmotik seperti PEG, KNO3, KH2PO4, NaCl, dan manitol) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat lembab, seperti Micro-Cel E, Vermikulit, juga telah dipelajari beberapa media alternatif antara lain abu gosok dan serbuk gergaji). Perlakuan invigorasi benih telah banyak diteliti dan telah umum diketahui memberikan pengaruh positif pada berbagai perubahan fisiologis dan biokimia di dalam benih. Beberapa hasil penelitian antara lain: menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dapat mengurangi luka imbibisi pada benih buncis yang menua sebagai akibat dari peningkatan integritas membran (Ptasznik dan Khan, 1993); meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai (Yunitasari dan Ilyas, 1994); kacang panjang (Shalahuddin dan Ilyas, 1994; Ilyas dan Suartini, 1997); mempercepat perkecambahan dan keserempakan tumbuh benih cabai dan meningkatkan vigor benih yang bermutu rendah (Ilyas, 1996; Ilyas et al., 2002)).
1.4
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.
15
Perlakuan invigorasi umumnya dilakukan pada benih-benih yang telah mengalami kemunduran viabilitas oleh gejala. Biasanya kemunduran benih terjadi karena telah melalui masa penyimpanan, sehingga terjadi penurunan viabilitas dan vigor benih. Invigorasi salah satu perlakuan fisik, fisiologis, dan biokimia untuk mengoptimalkan viabilitas benih yang dapat diukur dari kecepatan tumbuh pada lingkungan sub-optimal, atau keserempakan tumbuhnya. Proses invigorasi dapat dilakukan dengan cara perendaman, pelembaban, dan meletakkan benih pada tempat yang jenuh dengan uap air. Proses invigorasi menyebabkan benih berimbibisi yang akan mengaktifkan enzimatik pada metabolisme di dalam benih sehingga viabilitas benih akan menjadi optimal kembali.
Perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat memperbaiki kerusakan mambran pada benih yang telah melalui periode penyimpanan. Kerusakan tersebut disebabkan oleh terjadinya denaturasi protein dan faktor lingkungan simpan seperti suhu, dan kelembaban nisbi. Denaturasi protein terjadi pada protein histon pada kromosom yang dapat menghambat aktivitas DNA, enzim yang dapat menghambat reaksireaksi biokimia di dalam benih, dan protein membran yang menyebabkan menurunnya integritas membran. Kerusakan tersebut dapat dikurangi dengan merendam benih pada larutan osmotik yang bertujuan untuk mengurangi laju penyerapan air. Penyerapan air secara terkontrol memungkinkan membran dapat kembali ke bentuk normal atau mendekati normal dengan cara yang teratur.
16
Benih yang telah diinvigorasi menggunakan larutan osmotik dapat memperbaiki proses fisiologi dan biokimia sehingga benih akan tumbuh lebih cepat dan seragam.
Benih hasil invigorasi akan tumbuh normal atau bertambahnya daya tumbuh benih. Hal ini sesuai dengan penelitian Sutariati (2002) menyatakan bahwa pada tanaman cabai dengan perlakuan invigorasi pada tingkat vigor benih yang berbeda mampu meningkatkan vigor, daya berkecambah dan kecepatan perkecambahan. Pengaruh perlakuan invigorasi secara nyata nampak lebih efektif pada benih yang memiliki tingkat vigor sedang, sementara pada vigor tinggi, pengaruh perlakuan invigorasi secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Perlakuan invigorasi pada benih yang berviabilitas sedang atau yang telah terdeteriorasi diharapkan dapat meningkatkan sintesis RNA dan protein, pembentukan poliribosom, meningkatkan jumlah total RNA dan protein, serta meningkatkan beberapa enzim seperti asam fosfatase dan esterase. Apabila invigorasi dilakukan pada benih yang berviabilitas rendah diharapkan dapat mengembalikan nilai viabilitas awal benih sehingga benih mampu tumbuh pada kondisi stres atau mempunyai daya simpan lebih lama.
Penggunaan pupuk NPK susulan pada dosis yang sesuai pada periode membangun benih (periode I) dapat menghasilkan viabilitas maksimal. Unsur hara yang terkandung dalam pupuk NPK susulan akan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan unsur hara selama masa pembungaan karena pada saat pembungaan
17
tanaman kedelai membutuhkan banyak unsur hara untuk menjamin tersedianya asimilat pada saat pengisian polong. Pada masa pembungaan akar tanaman akan tumbuh secara cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah.
Pada masa pembungaan akar tanaman akan tumbuh secara cepat dan mencapai pertumbuhan maksimal untuk mendapatkan unsur hara di tanah. Semakin meningkatnya pupuk NPK yang diberikan pada tanaman kedelai, maka laju serapan unsur hara akan meningkat sehingga mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman. Hasil sintesis antara lain dalam bentuk pati, protein, dan lipid. Pada periode ini dibutuhkan banyak unsur hara untuk pengisian benih. Dengan penambahan pupuk pada saat tanaman berbunga maka unsur hara yang tersedia bagi tanaman lebih banyak sehingga tanaman dapat menyerap unsur hara yang dibutuhkan lebih banyak. Pemupukan susulan dalam jumlah yang mencukupi dapat memaksimalkan pengisian biji bagi tanaman.
Untuk pengisian dan pembentukan benih, unsur nitrogen, fosfat, dan kalium dibutuhkan oleh tanaman kedelai dalam jumlah yang berimbang dan cukup agar produksi dan mutu benih meningkat. Nitrogen merupakan sumber protein bagi benih, protrein merupakan senyawa penyusun fitin dalam benih yang berperan sebagai cadangan makanan. Kalium berfungsi meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat unutk pengisian benih. Jika Unsur hara yang diserap dalam jumlah yang cukup maka dalam metabolisme tanaman asimilat yang
18
dihasilkan akan lebih banyak. Asmilat tersebut digunakan untuk mensintesis molekul organik seperti asam amino, asam nukleat, pati dan lipid. Hasil sintesis yang ditranslokasikan ke dalam benih akan menigkatkan ukuran benih sehingga ukuran benih semakin besar dan cadangan makanan benih semakin banyak. Bobot kering hipokotil benih akan meningkat dan kecambah normal kuat akan lebih banyak seiring dengan cadangan makanan benih yang meningkat dan cukup tersedia bagi benih untuk berkecambah. Dengan cadangan makanan yang banyak maka benih akan memiliki cukup energi untuk berkecambah sehingga viabilitas benih akan meningkat ditandai dengan persentase daya kecambah tinggi yang mempengaruhi persen keserempakan kecambah benih yang juga tinggi. Produk asimilat ini dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses pembelahan sel di seluruh jaringan tanaman, penambahan ukuran sel, jumlah sel, dan penggantian sel-sel yang rusak.
1.5
Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: 1. Invigorasi dengan cara hidrasi-dehidrasi dapat meningkatkan viabilitas kedelai Varietas Anjasmoro 2. Pemberian pupuk NPK susulan dapat meningkatkan viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro 3. Terdapat interaksi antara hidrasi-dehidrasi dengan pupuk NPK susulan pada viabilitas benih kedelai varietas Anjasmoro.