I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan untuk mengawetkan makanan dan untuk pemanis. Gula di Indonesia terdapat berbagai jenis berdasarkan bahan pembuatnya misalnya gula tebu, gula aren dan gula kelapa. Untuk gula tebu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga, yakni Gula Kristal Mentah (GKM) atau raw sugar, Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). Gula kristal mentah (GKM) merupakan gula yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi gula rafinasi. Gula kristal putih merupakan gula yang terbuat dari kristalisasi yang dapat langsung digunakan untuk konsumsi rumah tangga, sedangkan GKR merupakan gula yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri seperti industri makanan, minuman dan farmasi. Kebutuhan Indonesia akan gula akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan juga kenaikan pendapatan. Organisasi Gula Internasional (ISO) menyatakan bahwa konsumsi gula Indonesia akan tumbuh 4% per tahun untuk memenuhi kebutuhan 240 juta jiwa penduduk nasional. Berdasarkan data Tahun 2012 menunjukkan bahwa total kebutuhan konsumsi gula Indonesia mencapai 5,2 juta ton per tahun, dengan rincian permintaan untuk industri sebesar 2,5 juta ton per tahun dan permintaan untuk konsumsi rumah tangga sebesar 2,7 juta ton per tahun. Namun, permintaan tersebut tak seimbang dengan total gula yang ditawarkan oleh produksi dalam negeri yakni hanya
2
sebesar 4,2 juta ton per tahun. Rincian penawaran gula tersebut yakni penawaran gula untuk industri yang berupa Gula Kristal Rafinasi (GKR) sejumlah 2,1 juta ton per tahun dan penawaran Gula Kristal Putih (GKP) untuk rumah tangga sejumlah 2,1 juta. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, yakni untuk GKP terjadi defisit sejumlah 600.000 ton dan GKR terjadi defisit 400.000 ton. Untuk memenuhi keseluruhan kebutuhan gula Indonesia, pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor kekurangannya dari luar negeri. Impor gula Indonesia biasanya berasal dari Thailand, Brasil dan Australia. Saat ini Indonesia memiliki 62 pabrik gula yang seluruhnya menghasilkan gula kristal putih (GKP) yang berada di Pulau Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Dan dari semua pabrik gula hanya tiga pabrik gula yang efisien secara teknis dan ekonomis (Maman Haeruman Karmana et. al., 2011). Tabel 1.1. Perkembangan Total Industri, Luas Areal dan 2006-2011 Total Produksi (Tebu) Luas area Tahun Industri (ha) ton ton/ha Gula 2006 59 396.441 30.232.833 76,3 2007 59 428.401 33.289.453 77,7 2008 60 436.504 32.960.166 75,5 2009 61 422.935 32.165.572 76,1 2010 61 418.259 34.216.548 81,8 2011* 62 437.731 33.258.084 76,0 Sumber: Dewan Gula Indonesia (2011) *Perkiraan produksi tebu dan kristal tahun 2011
Produksi GKP Tahun Produksi (Kristal) ton
ton/ha
2.307.027 2.448.143 2.668.428 2.519.675 2.214.488 2.721.727
5,82 5,71 6,11 5,96 5,29 6,22
3
Sebelum tahun 2000, Indonesia mengimpor seluruh kebutuhan gula rafinasi. Namun ekspektasi gula dunia terus meningkat sedangkan produksi di dalam negeri semakin menurun sehingga pemerintah memutuskan untuk membangun pabrik gula rafinasi. Hingga tahun 2009, Indonesia memiliki delapan pabrik gula rafinasi, berikut adalah perkembangan produksi gula kristal rafinasi Indonesia: Tabel 1.2. Produksi Gula Kristal Rafinasi 2003-2009 Tahun Produksi Gula Kristal Rafinasi (ton) 2003 330.528 2004 380.500 2005 722.000 2006 1.138.228 2007 1.445.245 2008 1.256.435 2009 1.900.000 Sumber: Cetak Biru Kementerian Pertanian (2010) Pemerintah mencanangkan ketetapan untuk melarang pengimporan gula kristal rafinasi (GKR) secara langsung, dengan alasan untuk melindungi industri gula rafinasi dalam negeri. Di lain pihak industri gula rafinasi sendiri membutuhkan gula kristal mentah khusus dan dengan kualitas tertentu untuk produksinya, yang hanya dapat diperoleh dengan mengimpornya dari luar negeri. Sebenarnya Indonesia dapat memproduksi sendiri gula kristal mentah (GKM), namun bila dihitung dari segi biayanya akan jauh lebih mahal dari pada mengimpor. Hal tersebut dikarenakan pabrik-pabrik di Indonesia sedari awal dirancang untuk memproduksi gula kristal putih bukan untuk memproduksi gula kristal mentah. Sehingga mengimpor gula kristal mentah dianggap sebagai solusi terbaik meski tidak mendukung petani tebu dalam negeri.
4
Di Indonesia, seluruh kebutuhan gula kristal mentah (GKM) pabrik-pabrik gula rafinasi dipenuhi dari impor. Tercatat peningkatan terbesar kebutuhan GKR terjadi pada tahun 2006-2007, sehingga pabrik-pabrik gula rafinasi berusaha berproduksi untuk memenuhi kebutuhan industri makanan, minuman serta farmasi. Sedangkan GKP atau gula kristal putih telah mampu diproduksi oleh pabrik-pabrik dalam negeri walaupun total yang ditawarkan masih belum mampu memenuhi keseluruhan kebutuhan gula dalam negeri. Tabel 1.3. Impor Berbagai Jenis Gula (GKP, GKM dan GKR) Tahun 2006-2009 (ton/tahun) Jenis Gula 2006 2007 2008 2009 Gula Kristal Putih 216.490 448.681 49.025 13.000 Gula Kristal 462.741 715.930 453.743 149.838 Rafinasi Gula Kristal Mentah (Idlle 149.816 35.547 104.393 capacity) Gula Kristal 1.100.228 1.441.501 1.256.436 2.031.843 Mentah (Refinery) Gula Kristal 81.950 220.375 320.675 203.582 Mentah (MSG, dll) Sumber: Dewan Gula Indonesia (2010) Berdasarkan data Asosiasi Gula Indonesia (AGI) tercatat bahwa Indonesia masih melakukan impor GKP walaupun jumlahnya menurun, yakni pada tahun 2010 sejumlah 644.370 ton dan pada tahun 2011 sejumlah 605.380 ton. Hal tersebut berbanding terbalik dengan jumlah impor gula kristal mentah yang merupakan bahan baku utama pembuatan GKR yang terus meningkat jumlahnya, yakni tahun 2010 sejumlah 2,61 ton dan 2011 sejumlah 3,06 juta ton. ISO memperkirakan pada tahun 2012-2013 impor gula kristal mentah Indonesia akan semakin meningkat bahkan akan melampaui China yang
5
kemudian akan membuat Indonesia menjadi negara importir gula kristal mentah (GKM) nomor satu di Dunia. Hal tersebut juga terjadi karena Indonesia minim investasi namun permintaan tinggi, selain itu saat ini Indonesia juga hanya memiliki 62 pabrik gula sehingga masih sulit untuk berproduksi memenuhi seluruh kebutuhan dalam negeri sendiri. China mencoba mengurangi impor GKM dengan cara membangun pabrik gula rafinasi dan untuk menggenjot produksi gula dalam negeri, China juga membuka lahan untuk budidaya tebu. Namun di Indonesia justru saat ini baru memiliki delapan pabrik gula rafinasi dan dua masih dalam pembangunan. Selain itu, Indonesia terkendala cuaca dan lahan yang sesuai untuk budidaya tebu minim tersedia, sehingga sulit bagi Indonesia untuk memperluas lahan budidaya tebu khususnya di Pulau Jawa.
1.2. Perumusan Masalah Indonesia membedakan pasar gula menjadi dua yakni pasar gula kristal putih dan gula kristal rafinasi. Keduanya di bedakan berdasarkan tujuannya, dimana gula kristal putih (GKP) ditujukan untuk konsumsi langsung rumah tangga, sedangkan gula kristal rafinasi (GKR) yang terbuat dari gula kristal mentah (GKM) ditujukan untuk memenuhi kebutuhan industri makanan, minuman dan farmasi. Indonesia merupakan negara minoritas yang masih menggunakan GKP untuk konsumsi rumah tangga, sedangkan di negara-negara lain konsumsi rumah tangganya sudah menggunakan GKR. Sejak era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ekonomi pergulaan di Indonesia menjadi semakin kompleks setelah diambil langkah untuk merestrukturisasi industri gula dalam negeri dan juga disertai peningkatan
6
perkembangan industri gula rafinasi yang lumayan cepat (Arifin, 2012). Perbedaan segmen pasar antara gula kristal putih dengan gula kristal rafinasi yang tertuju untuk pemenuhan kebutuhan industri makanan, minuman dan farmasi, mengakibatkan investasi baru dan pengembangan industri gula rafinasi menjadi peluang besar bagi peningkatan kapasitas produksi dalam negeri dan juga penyerapan lapangan kerja. Meskipun di lain pihak Indonesia masih mengalami ketergantungan impor bahan baku gula rafinasi yakni gula kristal mentah. Ketidakmampuan Indonesia dalam memproduksi gula kristal mentah dengan harga murah dan kualitas yang baik sesuai dengan standar industri gula rafinasilah yang menyebabkan Indonesia perlu untuk mengimpornya. Pabrik gula rafinasi dibangun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan gula industri makanan, minuman dan farmasi yang idealnya menanam tebu sendiri, di Indonesia justru memiliki kelonggaran yang luar biasa. Kelonggaran yang diberikan kepada pabrik gula rafinasi tersebut berupa, kelonggaran mengimpor bahan baku yakni gula kristal mentah dari luar negeri dengan pembebasan
bea
masuk.
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
240/KMK.010/2006 menyatakan bahwa Kementerian Keuangan membebaskan bea masuk atas impor gula kristal mentah oleh industri gula rafinasi. Dan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.011/2009 yang menyatakan bahwa gula kristal mentah dikenai bea masuk sebesar Rp 150/kg serta Rp 400/kg untuk GKR dan GKP. Bea masuk tersebut lebih rendah dari bea masuk
yang
ditentukan
pada
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
7
86/PMK.010/2005 yakni Rp 250/kg untuk gula kristal mentah serta Rp 530/kg untuk GKP dan GKR. Surat
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Nomor
643/MP/Kep/9/2002 menyatakan bahwa izin impor gula dibatasi yakni hanya diberikan kepada importir produsen (IP) untuk gula kristal mentah dan gula rafinasi, serta importir terdaftar (IT) untuk gula kristal putih. Status IP sendiri selain diberikan kepada pabrik gula rafinasi juga kepada para pengusaha industri makanan, minuman dan farmasi yang secara tidak langsung memberikan kelonggaran bagi gula impor untuk masuk ke Indonesia dan menekan industri gula dalam negeri. Terbukanya kesempatan bagi gula kristal mentah, gula rafinasi dan gula kristal putih impor masuk ke dalam pasar dalam negeri menjadi ancaman tersendiri bagi industri gula dalam negeri. Dikhawatirkan banyaknya gula impor yang masuk serta tidak adanya hambatan non tarif, harga gula impor akan menjadi lebih murah dari harga gula kristal putih dalam negeri yang akan berujung pada penurunan kesejahteraan petani dan pabrik gula (Ariesa dan Tinaprilla, 2012). Pemerintah menerapkan kebijakan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan No.135/KMK.05/2000 bahwa untuk investasi baru dalam bidang gula rafinasi, bea masuk ditetapkan sebesar lima persen selama dua tahun pertama. Ketentuan yang sama tentang keringanan bea masuk ini juga berlaku pada industri rafinasi yang melakukan perluasan usahanya. Berbagai kebijakan telah diambil oleh pemerintah untuk menggenjot produksi gula guna memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun saat ini justru
8
Indonesia diperkirakan akan menjadi negara pengimpor gula kristal mentah terbesar di dunia. Pemerintah berusaha mengatasi ketergantungan terhadap gula kristal mentah dengan membuka lahan baru di luar Jawa. Diharapkan langkah tersebut dapat menjadi solusi atas ketidakseimbangan jumlah konsumsi gula baik GKR dan GKP dengan jumlah produksi gula yang selama ini terus menjadi masalah utama. Khususnya perihal impor gula kristal mentah Indonesia yang jumlah impornya semakin meningkat. Permasalahan-permasalahan tersebut di atas memunculkan berbagai harapan untuk bisa mengakhiri ketergantungan Indonesia terhadap gula kristal mentah impor sebagai bahan baku gula rafinasi dan gula kristal putih. Sudah saatnya untuk mengefisienkan produksi gula dalam negeri. Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi pertanyaan adalah 1.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan gula kristal mentah impor?
2.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran gula rafinasi dalam negeri?
3.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran gula kristal putih dalam negeri?
4.
Bagaimana proyeksi permintaan gula kristal mentah impor di masa yang akan datang?
9
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: 1.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan gula kristal mentah impor.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran gula kristal rafinasi dalam negeri.
3.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran gula kristal putih dalam negeri.
4.
Mengetahui permintaan gula kristal mentah impor di masa yang akan datang.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi: 1.
Pembuat kebijakan, sebagai bahan rujukan dan pertimbangan dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan permintaan gula kristal mentah impor dan produksi gula rafinasi dalam negeri.
2.
Pelaku industri gula rafinasi, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan produksi
3.
Peneliti dan akademisi sebagai bahan kajian untuk pengembangan penelitian sejenis.