BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Gerakan sosial di Indonesia merupakan bagian terpenting serta tak terpisahkan dari perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Kemerdekaan Indonesia itu sendiri, pada dasarnya tidaklah semata-mata muncul dari gerakan bersenjata, tapi juga lewat gerakan sosial, yang tumbuh sebagai manifestasi dari kesadaran sejumlah kaum muda, waktu itu, akan realitas. Gerakan inilah yang kemudian memaksa Sukarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.Gerakan sosial pula yang kemudian mengukuhkan semangat kemerdekaan itu dengan melakukan sebuah rapat besar di Lapangan Ikada.Sejak itu, gerakan sosial seakan-akan menjadi penyebab utama perubahan Indonesia. 1 Bahkan kelak, setelah 21tahun Sukarno berkuasa, Orde Lama tumbang karena gerakan sosial. Digantikan Soeharto sebagai penguasa Orde Baru yang tumbang juga karena gerakan sosial setelah 32 tahun berkuasa. Giddens mendefinisikan gerakan sosial sebagai suatu upaya atau gerakan untuk mencapai kepentingan dan tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan.Pendapat serupa juga diutarakan oleh Tarrow.Tarrow mendefinisikan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang dilakukan oleh rakyat biasa yang bergabung dengan kelompok 1
Hosnan. 2011. Gerakan Sosial Politik Dalam Mewujudkan Demokratisasi. Universitas Airlangga. Press.Political Science, Juli 2011.
1
masyarakat yang lebih berpengaruh. Menggalang kekuatan bersama dengan tujuan melawan para elite, pemegang otoritas ataupun pihak-pihak lawan yang lain. Perlawanan ini berubah menjadi sebuah gerakan sosial ketika didukung oleh jaringan sosial yang kuat serta resonansi kultural dan simbol-simbol aksi yang menimbulkan interaksi berkelanjutan dengan pihak lawan. 2 Sementara gerakan menurut kamus antropologi adalah aktivitas dan terencana dan berulang-ulang yang dilancarkan berbagai macam organisasi untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan.Sedangkan gerakan sosial, adalah suatu gerakan dari kelompok sosial untuk kepentingan sosial dan tujuan sosial, sehingga dapat mempertahankan, mengubah, dan mengganti atau menghapus hal-hal yang kurang sesuai dari suatu masyarakat.Sedangkan menurut kamus sosiologi, gerakan sosial adalah suatu organisasi informal yang mungkin mencakup unit-unit yang terorganisasi secara formal yang bertujuan mencapai tujuan-tujuan tertentu. 3 Pada awal kemerdekaan, gerakan sosial seolah menjadi sebuah tren tersendiri.Gerakan demikian dimanfaatkan sebagai sebuah media untuk mencapai kepentingan tertentu terutama dalam segi pemerintahan.Salah satu gerakan sosial yang paling awal terjadi pascarkemerdekaan adalah ‘Pembantaian Massal’terhadap kaum bangsawan di Sumatera Timur yang memuncak pada 4 Maret 1946.
2
Putra, Fadillah dkk.Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial di Indonesia. Malang: Averroes Press, 2006. Hal. 1 3 Sinuhaji, Wara.2007. Patologi Sebuah Revolusi: Catatan Anthony Reid tentang Revolusi Sosial di Sumatera Timur Maret 1946. Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra USU, Historisme, Edisi No. 23/Tahun XI/Januari 2007
2
Definisi gerakan di atas sangat sesuai untuk manggambarkan dan menganalisis peristiwa Maret 1946 di Sumatera Timur.Gerakan sosial di Sumatera Timur merupakan gerakan dari kelompok sosial yang bertujuan untuk mengubah, mengganti, dan menghapus hal-hal yang kurang sesuai dengan tata sosial suatu masyarakat. Peristiwa Maret 1946 digerakkan oleh Persatuan Perjuangan atau Volksfrontyang merupakan aliansi berbagai macam organisasi perjuangan di Sumatera Timur—di mana pejabat terasnya adalah pimpinan-pimpinan Gerindo, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI) atau golongan pemuda radikal yang prorepublik. Masa antara 1945-1947 adalah masa–masa revolusi fisik di mana jargon-jargon nasionalisme, antifeodalisme, dan imperialisme merupakan senjata untuk mencegah kembalinya kekuasaan penjajah. 4 Mengutip Reid, dalam bukunya Blood of the People, istilah Revolusi Sosial yang menggambarkan tragedi berdarah 4 Maret 1946 dicetuskan pertama kali oleh dr. Amir, Wakil Gubernur Sumatera Timur kala itu. 5Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan antifeodalisme, anti dengan sistem sosial politik yang memberikan kekuasaan besar kepada golongan bangsawan.Revolusi melibatkan mobilisasi rakyat yang berujung pada pembunuhan anggota keluarga Kesultanan Melayu, yang dikenal pro-Belanda namun juga golongan menengah pro-Republik dan pimpinan lokal administrasi
4 5
Sinuhaji, Wara. 2007. Op.cit. Basarshah II, Tuanku Luckman Sinar. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur.Hal. 542.
3
Republik Indonesia. 6 Banyak bangsawan meregang nyawa dengan cara brutal. Dan yang paling ‘berdarah’ adalah Kerajaan Langkat, juga Asahan. 7 Namun, dalam penelitian ini, istilah Revolusi Sosial akan diganti dengan istilah Pembantaian Massal. Hal ini disebabkan makna revolusi sosial tak sesuai dengan fakta sebenarnya yang terjadi pada Maret 1946 tersebut. Menurut Kepala Peneliti Pusat Studi Ilmu Sejarah (Pusis) Universitas Negeri Medan Phil Icwan Azhari, istilah Pembantaian Massal jauh lebih tepat digunakan. Sebab gerakan sosial politik yang terjadi bukanlah revolusi sosial, melainkan sebuah gerakan yang akhirnya kebablasan. 8Secara teoritis, revolusi adalah wujud perubahan sosial paling spektakuler; sebagai tanda perpecahan mendasar dalam proses historis; pembentukan ulang masyarakat dari dalam dan pembentukan ulangmanusia. Revolusi tidak menyisakan apapun dari keadaan sebelumnya. 9Sehingga memperkuat, bahwa pembantaian ini sukar disebut sebagai sebuah revolusi sosial. Perihal Langkat, terjadinya pembantaian tersebut bermula saat Sukarno-Hatta menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jakarta. Kabar tersebut sampai di Langkat setelah utusan dari Sumatera, M. Amir dan Tengku Hassan kembali dari Jawa. Setelah informasi kemerdekaan tersebut menyebar di Sumatera Timur, barulah pada 4 Oktober 1945 bendera Merah Putih dikibarkan di
6
Kahin, George McTurnan. 2003. Nasionalism and Revolution in Indonesia.Cornell University Press.Hal 412. http://www.lenteratimur.com/maret-berdarah-di-sumatera-timur-67-tahun-silam/ diakses 24 Maret 2015.Pukul 13.28 WIB. 8 Hasil wawancara dengan Bapak Phil Ichwan Azhari pada tanggal 9 Mei 2015 pukul 12.59 WIB di Kantor Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sejarah, Unimed. 9 Sztompka, Piotr. 2005. Sosiologi Perubahan Sosial.Jakarta: Prenada Media. (Terj)Hal. 357. 7
4
Sumatera dan sekitarnya. 10 Pada 5 Oktober 1945, Sultan Mahmud yang saat itu menjabat sebagai pimpinan Istana Kerajaan Langkat kemudian menyatakan penggabungan negaranya dengan Negara Republik Indonesia. Selanjutnya, sejak tanggal 22 Oktober 1945, beberapa tentara Sekutu menduduki beberapa tempat penting untuk melucuti senjata dan memulangkan tentara Jepang.Operasi tersebut dimulai dari Gebang, Berahrang, hingga ke beberapa tempat lainnya.Lalu pada akhir tahun saat tentara Sekutu melakukan razia di Tebingtinggi, mereka juga sempat mengadakan kunjungan kehormatan kepada Sultan Langkat yang saat itu sebagai penguasa daerah.Kaum Komunis dan Kaum Kiri lainnya menggunakan peristiwa ini sebagai fitnah adanya konspirasi bahwa Sultan Langkat adalah orang yang anti Republik. 11Walaupun, pada beberapa literatur mengatakan penyebab pembantaian ini adalah lalainya para Sultan dan Raja menjalankan sistem pemerintahan baru, yaitu demokrasi yang telah dijanjikan sesuai dengan Undangundang Republik Indonesia. 12 Gesekan dan perang dingin antara Kerajaan Langkat dengan laskar-laskar pun terus terjadi, hingga ketegangan memuncak pada 3 Maret 1946. Malam itu, Bupati Tengku Amir Hamzah beserta seluruh pembesar kerajaan diculik dan dibawa ke Kebon Lada (daerah Pungai).Amir Hamzah adalah Pangeran Langkat Hilir sekaligus seorang penyair besar yang turut menggelorakan gerakan anti kolonialisme melalui
10
Pandji Ra’jat. 1947. Akibat Revoloesi Sosial di Soematera Timoer, 43 Familie Sultanaat Langkat Diboenoeh. Basarshah II, Tuanku Luckman Sinar. Op. cit. Hal 492-493. 12 Prihantoro, Moegi. 1984. Perang Kemerdekaan di Sumatera 1945-1950. Medan: Dinas Sejarah Kodam II Bukit Barisan Tinggi. 11
5
gagasan Indonesia.Mereka kemudian disiksa dan dipancung oleh algojo Mandor Iyang, orang yang pernah mengabdikan diri di Istana Kerajaan Langkat. 13 Akan tetapi, Sultan Mahmud tak turut dibunuh.Ia ditangkap dan diasingkan hingga kemudian wafat karena sakit. Kedua putri Sultan Mahmud sempat diperkosa di depan Sultan Mahmud sendiri, dan kisah pemerkosaan itu menjadi cerita turun temurun di keluarga mereka hingga saat ini. Pada memoar itu juga tercantum kutipan dari Tengku Amaliah, istri Tengku Amir Hamzah, yang menceritakan kisah suaminya yang diculik.Kutipan itu diambil dari buku hariannya. 14 Suatu pagi di Bulan Maret 1946. Serombongan Barisan Pemuda berbaris sambil bernyanyi-nyanyi lewat di depan Istana Binjai. Sore, beberapa orang datang ke istana mengambil Amir dengan alasan ‘dipinjam’ sebentar. Nanti akan dibawa kembali….
Kini, jika berkunjung ke Mesjid Azizi di Tanjung Pura, kita akan menemukan makam Tengku Amir Hamzah dan petinggi Kerajaan Melayu lainnya, yang telah dipindahkan dari kuburan korban pembantaian di Kebon Lada pada tahun 1948 lalu. Itulah alasan mengapa Aziddin dalam bukunya Revolutie Antie Sociaal mengatakan bahwa hari itu adalah hari yang tidak boleh dilupakan oleh seluruh rakyat Indonesia.Ia menyebutnya sebagai hari paling jahat dan paling kejam yang dilakukan oleh Volksfront. Selain dimotori oleh PKI, mereka juga kerap disebut-sebut berasal dari Nasional Pelopor Indonesia (Napindo), Pemuda Sosialis Indonesia
13
Basarshah II, Tuanku Luckman Sinar. Op. cit. Hal 494. http://www.lenteratimur.com/maret-berdarah-di-sumatera-timur-67-tahun-silam/ diakses 24 Maret 2015.Pukul 13.28 WIB. 14
6
(Pesindo), Ku Tui Sin Tai (Barisan Harimau Liar), Hizbullah, dan buruh-buruh Jawa dari perkebunan serta kaum tani. 15 Pembantaian ini tak hanya melanda Langkat. Seluruh residen dalam kawasan Sumatera Timur juga mengalami hal yang sama dalam rentang 3-4 Maret 1946. Wilayah kesultanan Melayu di Sumatera Timur terbentang dari perbatasan Aceh (Tamiang) sampai Siak (kini propinsi Riau). Oleh pemerintah Hindia Belanda, disebut sebagai wilayah “keresidenan Sumatera Timur, yang terdiri dari wilayah kerajaan Langkat (yang berbatasan dengan Residensi Aceh), kerajaan Deli, Kerajaan Serdang (wilayahnya kini dalam Kabupaten Deli-Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai), kerajaan Asahan, kedatukan di Batubara, kerajaan Panai, kerajaan Bilah, kerajaan Kota Pinang dan kerajaan Kualuh-Leidong di Kabupaten Asahan dan kabupaten Labuhan Batu, kerajaan Simalungun dan kerajaan-kerajaan di Tanah Karo. Kecuali kesultanan Serdang, seluruh kesultanan Melayu di Sumatera Timur dibantai oleh segerombolan pemuda yang mengatasnamakan berbagai kelompok. 16 Jalannya gerakan sosial politik menurut para sosiolog berada dalam sepuluh tahapan, yang pertama sekali didahului oleh kondisi khas yang disebut “revolutionary prodrome” yang ditandai oleh ketidakpuasan, keluhan, kekacauan, dan konflik yang disebabkan krisis ekonomi atau fiskal. Selanjutnya menjalar pada perpindahan
15
Loc. cit. http://ikhti.blogspot.com/2013/06/revolusi-sosial-di-sumatera-timur.html. Diakses pada 26 Maret 2015. Pukul: 16.53.
16
7
kesetiaan intelektual sebagai hasil agitasi kelompok tertentu dengan cara-cara tertentu seperti penyebaran pamflet atau doktrin yang menentang rezim yang lama. 17 Dari paparan teoritis ini, gerakan sosial politik muncul akibat adanya ketidakpuasan yang selanjutnya disulut oleh agitasi dan provokasi dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan menunjukkan kelemahan atau rasa kebencian pada rezim yang akan dijatuhkan. Artinya suatu revolusi tidak pernah berjalan spontan, dia berada dalam posisi direncanakan secara rapi dengan memanfaatkan situasi ketidakpuasan publik. Jadi sangat tidak benar bila dikatakan bahwa pembantaian massal di Sumatera Timur itu adalah suatu peristiwa yang berjalan spontan. Kasus revolusi sosial (yang pertama sekali diungkapkan oleh dr. Amir) yang terjadi di Sumatera Timur itu betul-betul suatu gerakan yang sudah direncanakan secara matang oleh kelompok-kelompok yang punya kepentingan dengan pembantaian para kaum bangsawan dan cendekiawan Sumatera Timur itu. Untuk kasus di Sumatera Timur, sudah jelas otak di balik serangkaian tindakan kejam di luar perikemanusiaan itu adalah Markas Agung yang dilaksanakan Volksfront dengan pimpinan utama Sarwono Sastro Sutardjo, Zainal Baharuddin, M. Saleh Umar, Nathar Zainuddin, dan Abdul Xarim MS yang bekerja di balik layar. 18 Sementara, motif lain pembantaian kaum aristokrat dan cendekiawan Sumatera Timur dianggap lebih dominan pada intrik politik dan balas dendam, menurut salah satu saksi mata Maxinius Hutasoit, “Sudah tentu bahwa dalam revolusi
17
Sztompka, Piotr. 2005. Ibid. Hal. 364 Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengisi Proklamasi, volume 1 (Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, 1976), Hal. 628. 18
8
sosial itu terselundup pula segala macam hal yang sebenarnya sama sekali tidak ada hubungannya secara obyektif dengan persoalan feodal. Kepentingan-kepentingan sendiri diboncengkan, pelampiasannya”. 19Tidak
dendam pribadi dibalas, nafsu rendah banyaknya
sumber
yang
bisa
memperoleh
menjadi
rujukan,
menyebabkan peristiwa yang terjadi pada Maret 1946 ini masih diliputi misteri. Sulit mencari apa sebenarnya yang terjadi, bagaimana kronologisnya, siapa aktor yang bergerak dan apa yang menyebabkan peristiwa tersebut terjadi? Bahkan dalam kajian sejarah di sekolah-sekolah, peristiwa ini tak tersentuh dalam kurikulum. 20Kejadian ini telah berlangsung lama, sehingga pelaku langsung banyak yang telah berpulang ke Ilahi. Kalaupun ada, kendala utama lainnya cukup jelas: ingatan selalu ada batasnya. 21 Kebanyakan literatur yang ada fokus pada pengungkapan keping-keping sejarah.Mengungkap kronologis pembantaian tersebut.Para peneliti lebih sering datang dari ilmu sejarah.Dan sedikit sekali yang fokus meneliti gerakan sosial yang terjadi.Misalnya, dari politik yang melatarbelakangi terjadinya revolusi sosial ini. Atau bagaimana gerakan ini bisa “sukses” terjadi dan berhasil menewaskan 140 orang, termasuk para penghulu, pegawai didikan Belanda, dan sebagian besar kelas tengku. 22
19
Hutasoit, Marnixius. 1986.Percikan Revolusi di Sumatera. Jakarta: BPK Gunung Mulia.Hal. 46. http://ikhti.blogspot.com/2013/06/revolusi-sosial-di-sumatera-timur.html. Diakses pada 26 Maret 2015. Pukul: 16.53. 21 SUARA USU. 2014.Sejarah Kabur, Sejarah Mungkin Terulang. Majalah Pers Mahasiswa SUARA USU Ed. V. 22 Wara Sinuhaji.2007. Op. cit. 20
9
1.2.Perumusan Masalah Gerakan sosial politik merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam politik yang memiliki pengertian yang berbeda dengan partai politik maupun kelompok kepentingan. Gerakan sosial politik mempunyai pengertian “social movement are collective challenges by people with common purposes and solidarity in sustained interaction with elites, opponents and authorities”. 23Pengertian tentang gerakan sosial politik juga dikemukakan oleh Rudorf Haberle bahwa gerakan sosial mengandung pengertian gerakan bersama, yaitu suatu bentuk kekacauan di antara manusia, kegelisahan, serta usaha bersama untuk mencapai tujuan yang divisualisasikan, khususnya suatu usaha untuk merubah dalam kelembagaan sosial tertentu. Gerakan sosial ini muncul dikarenakan adanya ketidaksamaan antara harapan dengan kenyataan atau yang biasa dikenal dengan nama deprivasi relatif.Gerakan sosial dapat berkembang meliputi berbagai aspek kehidupan masyrakat.Gerakan ini dapat disisipkan dalam aktivitas ekonomi, sosial, kebudayaan hingga politik. 24Perkembangan gerakan sosial membawa gerakan sosial menjadi lebih berfokus untuk memanfaatkan aspek politik.Aspek ini dinilai menjadi alternatif paling tepat demi memperoleh tujuannya. 25 Gerakan sosial dalam proses politik memiliki kesempatan untuk melakukan perubahan struktur politik. Prosesnya melalui pembentukan identitas bersama yang tersusun secara legal dan terlegitimasi.Perubahan struktur politik didalamnya 23
Tarrow. 1994. Power in Movement: Social Movement, Collective Action, and Politics. New York: Cambridge University Press. Hal. 12 24 Ritzer, George. 2005. Encyclopedia of Social Theory. University of Maryland.Hal 753. 25 Ritzer, George. 2005. Ibid. Hal 368.
10
mencakup banyak aspek.Diantaranya meliputi tradisi kebudayaan dan politik, rasa kebersamaan, ideologi, serta praktik hegemoni.Teori proses politik dalam gerakan sosial menekankan pada isu sosial makro yang memungkinkan tumbuhnya gerakan sosial. Menurut McAdam, ekonomi dan khususnya politik menjadi faktor utama yang berkepentingan dalam gerakan sosial. Peristiwa Maret digerakkan oleh Persatuan Perjuangan atau Volksfrontyang merupakan aliansi berbagai macam organisasi perjuangan di Sumatera Timur—di mana pejabat terasnya adalah pimpinan-pimpinan Gerindo, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI) atau golongan pemuda radikal yang prorepublik. Masa antara 1945-1947 adalah masa–masa revolusi fisik di mana jargonjargon nasionalisme, antifeodalisme, dan imperialisme merupakan senjata untuk mencegah kembalinya kekuasaan penjajah.Para pemimpin organisasi dan sebagian masyarakat memandang kekuasaan feodal sebagai penghalang revolusi nasional Indonesia
yang
nasionalisme,
mengandung
patriotisme,
dan
nilai-nilai
anti-kolonialisme,
demokrasi
merupakan
antifeodalisme,
gejolak-gejolak
yang
mendorong revolusi sosial.Golongan bawah yang merupakan objek eksploitasi kolonial yang dihasilkan oleh kolaborasi pemerintah Hindia Belanda, planters, dan kaum bangsawan menganggap saat ini adalah waktu yang tepat untuk melampiaskan dendamnya.Golongan ini sangat mudah memobilisasi. 26 Maka penelitian ini hadir untuk menjawab pertanyaan: bagaimana gerakan yang dilakukan oleh volksfront berhasil meletuskan gerakan sosial politik pada 3 26
Sinuhaji, Wara. 2007. Ibid.
11
hingga 4 Maret 1946 di Sumatera Timur. Untuk itu disusun rumusan masalah yang akan coba dijawab oleh penelitian ini. Berikut adalah rumusan masalah yang akan dijawab pada bab berikutnya: 1. Bagaimana latar belakang politis di balik gerakan sosial yang terjadi di Sumatera Timur pada 1946? 2. Bagaimana pola gerakan sosial yang terjadi hingga bisa meletuskan pembantaian massal? 1.3. Pembatasan Masalah Agar tidak terjadi ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan akan mengaburkan penelitian, maka perlu dibuat pembatasan masalah. Pembatasan masalah yang akan diteliti adalah gerakan sosial politik yang berujung pada pembantaian bangsawan yang terjadi di Sumatera Timur pada Maret 1946.Definisi Sumatera Timur yang digunakan adalah definisi Keresidenan Sumatera Timur oleh Belanda. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui latar belakang politis di balik Gerakan Sosial Sumatera Timur pada Maret 1946. 2. Untuk menganalisis pola gerakan sosial politik dalam Gerakan Sosial Sumatera Timur pada Maret 1946.
12
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan agar memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan kontribusi mengenai gerakan sosial politik terkhusus pada studi pola gerakan sosial politik. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapatmemberikan pengetahuan tidak hanya bagi peneliti, tetapi juga bagi akademisi lainnya di berbagai tingkatan pendidikan. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai referensi rujukan untuk memahami latar belakang politis dalam Gerakan Sosial yang menyebabkan pembantaian bangsawan di Sumatera Timur 1946. 1.6. Kerangka Teori 1.6.1. Teori Struktur Kesempatan Politik Eisinger mengemukakan teori Political Opportunity Structures (POS) atau struktur kesempatan politik.Mekanisme POS berupaya menjelaskan bahwa gerakan sosial terjadi disebabkan perubahan dalam struktur politik yang dilihat sebagai kesempatan. 27 Ada empat hal yang menyajikan definisi sekaligus mendasari POS, yaitu:
27
Eisinger, Peter. 2009. Theories of Political Protest and Social Movement: A Multidisciplinary Introduction, Critique, and Synthesis. USA and Canada: Routledge.
13
•
The nature of the chief executive
•
The mode of aldermanic election
•
The distribution of social skill and status
•
The degree of social disintegration Dalam preposisi yang diajukan seperti pada keterangan di atas terlihat bahwa
poinA dan B berbicara mengenai struktur, sedangkan poin C dan D berbicara mengenai agen atau aktor. Faktor-faktor tersebut, secara individu maupun kelompok, merupakan faktor untuk mencapai tujuan politik atau bisa juga menghambat tujuan politik tersebut.Selain itu, terdapat pula faktor governmental responsiveness dan level of community resources yang dapat membantu pencapaian tujuan politik. Dalam perkembangannya, POS dapat didefinisikan sebagai Gerakan Sosial Baru, yang telah jauh berkembang dari Gerakan Sosial Klasik.Teori gerakan sosial baru adalah muncul sebagai kritik terhadap teori lama sebelumnya yang selalu ada dalam wacana ideologis kelas khas Marx.Gerakan sosial baru adalah gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak tertarik pada gagasan revolusi. Dan tampilan dari gerakan sosial baru lebih bersifat plural, yaitu mulai dari gerakan antirasisme, antinuklir, feminisme, kebebasan sipil dan lain sebagainya. Gerakan sosial baru beranggapan bahwa di era kapitalisme liberal saat ini perlawanan timbul tidak hanya dari gerakan buruh, melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam sistem produksi seperti misalnya, mahasiswa, kaum urban, kaum menengah. Karena sistem kapitalisme telah merugikan masyarakat yang berada di luar sistem produksi. Ada beberapa hal yang baru dari gerakan sosial, seperti berubahnya media hubungan 14
antara masyarakat sipil dan negara dan berubahnya tatanan dan representasi masyarakat kontemporer itu sendiri. Gerakan sosial baru menaruh konsepsi ideologis mereka pada asumsi bahwa masyarakat sipil tengah meluruh, ruang sosialnya telah mengalami penciutan dan digerogoti oleh kemampuan kontrol negara. Dan secara radikal Gerakan sosial baru mengubah paradigma marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah kelas dan konflik kelas. Sehingga gerakan sosial baru didefenisikan oleh tampilan gerakan yang non kelas serta pusat perhatian yang non materialistik, dan karena gerakan sosial baru tidak ditentukan oleh latar belakang kelas, maka mengabaikan organisasi serikat buruh industri dan model politik kepartaian, tetapi lebih melibatkan politik akar rumput, aksi-aksi akar rumput. Dan berbeda dengan gerakan klasik, struktur gerakan sosial baru didefenisikan oleh pluralitas cita-cita, tujuan, kehendak, dan orientasi heterogenitas basis sosial mereka. Gerakan sosial baru pada umumnya merespon isu-isu yang bersumber dari masyarakat sipil, dan membidik domain sosial masyarakat sipil ketimbang perekonomian atau negara, dan membangkitkan isu-isu sehubungan demoralisasi struktur kehidupan sehari-hari dan memusatkan perhatian pada bentuk komunikasi dan identitas kolektif. Jean Cohen menyatakan Gerakan Sosial Baru membatasi diri dalam empat pengertian yaitu, (a) aktor-aktor gerakan sosial baru tidak berjuang demi kembalinya komunitas-komunitas utopia tak terjangkau di masa lalu (b) aktornya berjuang untuk otonomi, pluralitas (c) para aktornya melakukan upaya sadar untuk belajar dari
15
pengalaman masa lalu, untuk merelatifkan nilai-nilai mereka melalui penalaran, (d) para aktornya mempertimbangkan keadaan formal negara dan ekonomi pasar. 28 Eisinger menekankan bahwa protes adalah sebuah fungsi dari kesempatan politik.Protes juga merupakan tahapan yang paling rendah sebelum terjadinya gerakan sosial.Ada dua hipotesa mengenai fungsi tersebut, yaitu model linier dan model curvilinier. Dalam model linier, protes adalah bentuk dari frustrated response, ketika POS rendah maka protes akan tinggi, dan sebaliknya ketika POS tinggi maka protes akan menurun. Dalam model curvilinier, ketika POS rendah maka protes juga rendah, dan sebaliknya ketika POS tinggi maka akan meningkatkan protes. Protes pertama-tama akan meningkat dan kemudian menurun ketika POS meningkat. Hal ini disebabkan adanya ekspektasi yang meningkat akan terpenuhinya permintaan individu terhadap politik. Menurut definisinya, Eisinger membagi POS menjadi dua, yaitu definisi objektif dan definisi subjektif.Dalam definisi objektif, POS dikaitkan dengan struktur kesempatan sebagai variabel yang memengaruhi kemungkinan tercapainya tujuan dari individu ketika kelompok-kelompok aktif secara politik.Perubahan lingkungan yang mengubah tujuan dari pencapaian tujuan tersebut.Kemungkinan secara objektif ini dilihat berdasarkan pihak luar.Berbeda dengan definisi objektif, definsi subjektif melihat tujuan tergantung pada indvidu.Faktor lingkungan dianggap memengaruhi tindakan politik. Perubahan dalam lingkungan politik menaikkan perubahan dalam ekspektasi subjektif akan suksesnya pencapaian tujuan.
28
Cohen, Bruce J. 1992. Sosilogi Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
16
Eisinger mengemukakan pula variabel tentang sebuah kemunculan gerakan sosial yang mempergunakan mekanisme POS. Pertama, gerakan sosial muncul ketika tingkat akses terhadap lembaga-lembaga politik mengalami keterbukaan.Kedua, gerakan sosial muncul ketika keseimbangan politik sedang tidak stabil dan keseimbangan politik baru belum terbentuk.Ketiga, gerakan sosial muncul ketika para elite politik mengalami konflik besar dan konflik ini dipergunakan oleh para pelaku perubahan sebagai kesempatan.Keempat, gerakan sosial muncul ketika para pelaku perubahan bersatu oleh para elite yang berada di dalam sistem untuk melakukan perubahan. 29 Teori kesempatan politik menjanjikan sarana untuk memprediksi varians dalamperiodisitas, gaya, dan isi dari aktivis dari waktu ke waktu dan varians dalam konteks kelembagaan. Ia menekankan interaksi upaya aktivisdan utamanya politik kelembagaan. Premis yang mendasari pendekatan ini—bahwa protes di luar lembagalembaga politik mainstream eratterkait dengan kegiatan politik yang lebih konvensional—hampirsepenuhnyabaru untuk ilmu politik atau sosiologi, namun aplikasi sistem ini untuk analisis politik protes merupakan langkah penting ke arah koherensi yang lebih besar dan lebih komparatif dalam memahami berbagai protes gerakan sosial. 30 Teori POS atau Struktur Kesempatan Politik digunakan dalam penelitian ini karena relevan dengan permasalahan yang diteliti yaitu mengenai pola gerakan sosial
29
https://satwikobudiono.wordpress.com/2013/01/24/struktur-kesempatan-politik-gerakan-perempuan-diindonesia/. Diakses pada 28 Maret 2015.Pukul 10.04 WIB. 30 Meyer, David C, and Debra Minkoff. 2004. Conceptualizing Political Opportunity. The University of North Carolina Press. Social Forces, June 2004. Hal 1458.
17
yang terjadi di Sumatera Timur pada Maret 1946.Teori ini dapat digunakan untuk menganalisis arah tindakan pelaku revolusi sebagai aktor politik yang berhasil meletuskan gerakan sosial politik tersebut.Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan apakah pola di balik gerakan sosial politik yang dilakukan oleh sejumlah kelompok kepentingan berhasil meletuskan gerakan sosial politik pada 4 Maret 1946 di Sumatera Timur.Teori ini juga dianggap paling bisa menerjemahkan faktor governmental responsiveness dan level of community resources yang memang jadi fokus utama penelitian ini.
1.7. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif.Penelitian
kualitatif
merupakan
metode-metode
untuk
mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaanpertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum dan menfsirkan makna dan data. 31
31
John W. Creswell. 2012. Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 4-5.
18
1.7.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif.Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan ihwal masalah-masalah atau objek tertentu secara rinci.Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan objek atau subjek amatan secara rinci. 32 1.7.2. Teknik Pengumpulan Data Dalam menyusun sebuah penelitian akan menjadi penting memilih sebuah teknik pengumpulan data yang tepat, yang akan sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Teknik pengumpulan data akan memungkinkan dicapainya pemecahan masalah secara valid dan reliabel, yang pada gilirannya akan memungkinkannya dirumuskannya generalisasi yang objektif. 33Dalam penelitian ini yang digunakan adalah dua jenis pengumpulan data. a. Studi Pustaka Penelitian ini akan menggunakan studi pustaka sebagai teknik pengumpulan data primernya. Hal ini disebabkan kejadian yang sudah sangat lama, sehingga para pelaku langsung sudah banyak yang pulang ke ilahi.Bahanbahan yang diambil sebagai data-data untuk penulisan tulisan ilmiah berasal dari tulisan-tulisan, maupun artikel yang terdapat dalam buku- buku, jurnal,
32 Bagong Suyanto dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hlm 17-18. 33 Hadari Nawawi.2003.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers. Hal. 94.
19
makalah, media cetak, internet dan sejenisnya yang berkaitan dengan penelitian ini. b. Wawancara Wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpul data sebagai pencari informasi yang dijawab secara lisan pula oleh informan. Dengan kata lain, wawancara secara sederhana adalah alat pengumpul data berupa tanya jawab antara pihak pencari informasi dengan sumber informasi yang berlangsung secara lisan. 34Wawancara ini dilakukan sebagai penguat data primer. Untuk itu, beberapa ahli mengenai kasus ini akan dijadikan informan. Adapun yang menjadi informan dalam wawancara ini yaitu: 1. Kerabat Anggota Kerajaan Akibat telah lamanya peristiwa ini berlangsung, maka kesulitan mencari pelaku utama adalah hal yang tak terhindarkan. Namun, masih ada beberapa kerabat kerajaan yang hidup dan menyaksikan langsung peristiwa ini, di antaranya: Tengku Muhammad Yassir (Kesultanan Langkat), Tengku Zulkifli (Kesultanan Langkat). Sementara dari pihak pelaku gerakan, sudah dipastikan tidak ada yang masih hidup. 35 2. Suprayitno
34
Hadari Nawawi dan Martini Hadari.1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hal. 98 35 SUARA USU. 2014.Catatan Sejarah di Maret Berdarah.Majalah Pers Mahasiswa SUARA USU Ed. V.
20
Dosen Fakultas Ilmu Budaya sekaligus peneliti sejarah pembantaian massal di Sumatera Timur 1946.Serta penulis buku Mencoba (Lagi) MenjadiIndonesia, yang juga mengupas peristiwa tersebut. 3. Phil Ichwan Azhari Ketua Pusat Studi Ilmu Sejarah di Universitas Negeri Medan. 1.7.3. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa data kualitatif, yaitu dengan menekankan analisanya pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif serta analisa pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah. 36
36
Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Hal: 103.
21
1.8. Sistematika Penulisan BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, pembatasan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, kerangka teori serta metode penelitian.
BAB II
: PROFIL SUMATERA TIMUR Dalam bab ini penulis akan memaparkan profil Sumatera Timur sebagai tempat terjadinya gerakan sosial politik yang dikaji. Akan dijelaskan pula kondisi ekonomi dan sosial politik yang terjadi di sana.
BAB III
: KRONOLOGI DAN POLA GERAKAN SOSIAL POLITIK SUMATERA TIMUR 1946 Dalam bab ini akan berisi tentang analisis pola gerakan sosial politik di Sumatera Timur pada 1946. Kemudian akan dikaji apa saja faktor yang membuat revolusi ini meletus.
BAB IV
: PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data dan memberikan saran atas hasil penelitian yang telah diperoleh. 22