I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer dan bermasyarakat. Bakso banyak ditemukan di pasar tradisional maupun di supermarket, bahkan dijual oleh pedagang keliling. Banyak orang menyukai bakso, dari anak-anak sampai orang dewasa. Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan, maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl), tepung tapioka dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera5 25-30 gram per butir. Bakso memiliki tekstur yang kenyal setelah dimasak, kualitas bakso bervariasi tergantung bahan baku dan proses pembuatannya (Widyaningsih dan Martini, 2006). Penggunaan sodium tripolifosfat (STPP) dalam pembuatan bakso sudah umum dilakukan, namun telah diketahui bahwa penggunaan bahan kimia dalam produk makanan sudah dibatasi karena penggunaan bahan kimia secara berlebih akan mengganggu kesehatan. Jumlah penggunaan STPP yang diizinkan adalah 3 g untuk setiap kilogram daging 0,3% dari berat daging yang digunakan (Codex Alimentarius Abriged Version, 1990). Oleh karena itu, perlu dilakukan usah untuk mengurangi penggunaan bahan kimia dan menggantinya dengan bahan alami. Salah satu bahan tambahan alami yang fungsinya hampir sama dengan sodium tripolifosfat (STPP) yaitu karaginan. Karaginan berfungsi sebagai stabilisator
(pengatur keseimbangan), thickner (bahan pengental), dan pembentuk gel dalam bidang industri pengolahan makanan (Winarno, 1990). Pemasaran bakso di pasar tradisional umumnya dilakukan pada kondisi suhu ruang dan lingkungan yang kurang memperhatikan sanitasi yang baik. Kondisi tersebut didukung faktor internal bakso yaitu kandungan protein yang tinggi, pH mendekati netral, kadar air sekitar 80% dan Aw sebesar 0,95 menyebabkan masa simpannya sangat singkat umumnya mencapai 12 jam atau maksimal 1 hari (Widyaningsih dan Martini). Di lain pihak industri bakso umumnya memiliki target masa simpan bakso pada suhu ruang adalah 4 hari, yaitu 1 hari di pabrik, 1 hari di pedagang grosir, 1 hari di pedagang menengah, dan 1 hari di pedagang keliling. Bahan pengawet sering kali ditambahkan pada saat perebusan akhir dalam proses produksi bakso, misalnya formalin. Formalin bukan bahan tambahan makanan, karena dapat membahayakan kesehatan manusia karena bersifat karsinogenik (Teddy, 2007). Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk mengurangi penggunaan bahan kimia dan menggantinya dengan bahan alami. Formalin digunakan sebagai bahan tambahan makanan yang bertujun untuk memperpanjang umur simpan produk makanan salah satunya bakso. Akan tetapi, formalin bukan merupakan bahan tambahan makanan. Salah satu bahan tambahan makanan alami yang dapat berfungsi untuk memperpanjuang umur simpan produk akanan yaitu senyawa kimia tanin. Menurut Shahidi dan Naczk (1995), tanin juga bersifat toksik bagi mikrobia dengan tiga mekanisme, yaitu penghambatan enzim dan penghamabatan
penggunaan substrat oleh mikrobia, mengganggu membran, dan menghambat penggunaan ion logam oleh mikrobia.
B. Keaslian Penelitian Penelitian yang akan dilakukan ini, sebelumnya sudah diteliti dari segi variasi penambahan karaginan oleh Putri (2009) dan aplikasi tanin terhadap umur simpan bakso pada suhu ruang oleh Wicaksono (2007). Putri (2009), menyatakan bahwa penelitian menunjukkan dalam pembuatan bakso perlu mempertimbangkan taraf presentase penambahan tepung tapioka dan karaginan yang tepat sehingga dapat menghasilkan produk bakso daging sapi yang berkualitas dan disukai oleh konsumen. Berdasarkan uji hedonik, kekenyalan bakso yang paling tinggi terdapat pada bakso dengan penambahan 15% tapioka + 5% karaginan sedangkan kekenyalan bakso paling rendah terdapat pada bakso dengan penambahan 17,5% tapioka + 2,5% karaginan. Berdasarkan nilai modus, kekenyalan bakso memiliki nilai hedonik cenderung suka. Rasa bakso yang lebih disukai terdapat pada bakso dengan penambahan 17,5% tapioka + 2,5% karaginan, sedangkan bakso yang kurang disukai terdapat pada bakso dengan menggunakan 15% tapioka + 5% karaginan. Hal ini kemungkinan disebabkan penambahan karaginan lebih besar dibandingkan kontrol 20% tapioka yaitu hanya menggunakan 2,5% karaginan (Putri, 2009). Pada penelitian Wicaksono
(2007), menyatakan penambahan
Na-
metabisulfit 400, 450, dan 500 ppm pada adonan yang dikombinasikan dengan
perebusan akhir dengan 0,25% dilakukan pada penelitian pendahuluan untuk mengetahui adanya kemungkinan sinergi antara kedua bahan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan uji keawetan ternyata bakso dengan 400 ppm dan direbus dengan tanin 0,25% belum menunjukkan terbentuknya lendir pada hari pertama, tetapi pada hari kedua sampel ini telah rusak (berkapang dan bau yang menyimpang). Sampel dengan 450 dan 500 ppm Na-metabisulfit dan 0,25% tanin mampu mempertahankan keawetan bakso hingga 2 hari penyimpanan. Hal ini ditunjukkan oleh permukaan kedua sampel tersebut masih kering, aroma yang masih normal, dan tidak ada miselium kapang hingga hari kedua penyimpanan pada suhu ruang .
C. Permasalahan 1. Apakah kombinasi tepung tapioka dan karaginan (Eucheuma cottonii Doty) berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, mikrobiologis, dan organoleptik bakso daging sapi? 2. Berapakah kombinasi tepung tapioka dan karaginan (Eucheuma cottonii Doty) yang optimal untuk mendapatkan kualitas bakso daging sapi yang paling baik? 3. Apakah dengan penambahan volume senyawa tanin sebanyak 1% dari total volume perebusan dapat mempertahankan umur simpan bakso lebih dari 1 hari pada suhu ruang (30oC ± 5oC)?
D. Tujuan 1. Mengetahui apakah kombinasi tepung tapioka dan karaginan (Eucheuma cottonii Doty) berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, mikrobiologis, dan organoleptik bakso daging sapi. 2. Mengetahui apakah kombinasi tepung tapioka dan karaginan (Eucheuma cottonii Doty) yang optimal untuk mendapatkan kualitas bakso daging sapi yang paling baik. 3. Mengetahui apakah dengan penambahan volume senyawa tanin sebanyak 1% dari total volume perebusan dapat mempertahankan umur simpan bakso lebih dari 1 hari pada suhu ruang (30oC ± 5oC).
E. Manfaat Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi produsen bakso sebagai pengenyal dan pengawet pengganti sodium tripolifosfat (STPP), boraks, dan formalin.