I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman
buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa yang masih belum dikenal karena hanya tumbuh di daerah tertentu saja. Salah satu buah tersebut adalah lai. Lai atau Durio kutejensis, merupakan buah asli Kalimantan Timur yang jarang dijumpai di luar pulau Kalimantan. Kutajensis sendiri diambil dari kata kutai yang merupakan daerah tempat tumbuhnya lai yaitu Kutai Kartanegara. Penampilan luar lai persis sama seperti durian, karena berasal dari family yang sama yaitu Durio, hanya saja ukurannya jauh lebih kecil dan durinya tidak setajam duri buah durian. Selain itu, kulit daging buah lai berwarna kuning dan sedikit kasar serta aromanya tidak setajam durian. Lai memiliki biji dengan ukuran lebih kecil dibanding biji durian. Kemiripan durian (Durio zibethinus) dengan lai (Durio kutejensis) juga telah dilaporkan oleh Santoso et al., (2005) dengan presentase kemiripan sebesar 0,318 atau 31,8%. Sama seperti durian dan buah berbiji lainnya, lai memiliki biji yang sebagian besar kandungannya adalah pati. Patimerupakan karbohidrat simpanan dalam tanaman yang digunakan sebagai cadangan makanan dan biasanya terdapat di dalam biji. Pati umumnya digunakan sebagai bahan tambahan makanan, namun pati alami yang langsung diaplikasikan memiliki batasan dalam sifat fisiknya seperti kelarutan yang rendah atau cepat mengalami retrogradasi setelah dimasak. Batasan ini umumnya diungkapkan sebagai kelemahan dari pati alami. Sama halnya dengan berbagai
macam pati alami, pati biji lai juga memiliki kelemahanbila diaplikasikan langsung, namun sampai saat ini belum ada yang meneliti mengenai pati biji lai dan juga kandungan yang terdapat didalamnya. Pati biji lai diduga memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan pati biji durian karena kedua buah tersebut berasal dari family yang sama. Kelemahan pati biji durian yaitu cepat mengalami retrogadasi dan kestabilan pasta rendah (Sumarlin et al., 2003). Kelemahan ini dapat diatasi dengan melakukan modifikasi pati. Modifikasi pati dilakukan untuk mendapatkan sifat fungsional yang sesuai dengan keinginan, yang kemudian diaplikasikan pada produk pangan atau non-pangan. Hal ini sama dengan yang telah dilakukan Boesro et al,. (2013) pada modifikasi pati biji durian (Durio zibethinus Murr) secara hidrolisis asam untuk penggunaannya pada industri farmasi. Dalam pembuatan roti, pati merupakan komponen utama dan memainkan peran penting dalam tekstur serta kualitas adonan roti. Pati modifikasi dapat digunakan untuk menggantikan hingga 20% untuk tepung gandum tanpa penurunan kualitas roti (Miyazaki, 2006). Modifikasi pati dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti asetilasi, fosforilasi, gelatinisasi, oksidasi, dan ozonisasi. Modifikasi pati secara asetilasi bekerja dengan mensubtitusi gugus –OH (hidroksil) dengan gugus asetat dan umumnya modifying agentyang digunakan adalah asetat anhidrat. Proses asetilasi terjadi pada kondisi alkali (basa). Kondisi alkali dapat diperoleh dengan menambahkan NaOH agar kondisi polarisasi maksimal sehingga terjadi reaksi yang menghasilkan pati asetat. Derajat Subtitusi (DS) yang rendah pada pati asetilasi dapat meningkatkan sifat fungsional pati alami. Menurut Raina et al., 2006, pati terasetilasi meningkatkan sifat fisikokimia seperti suhu gelatinisasi, swelling
power, kelarutan, dan tingkat kejernihan pasta (paste clarity) yang tinggi, serta memiliki stabilitas penyimpanan dan pemasakan yang lebih baik jika dibandingkan dengan pati alaminya. Singh et al., (2004) dan Lawal et al., (2004) memperoleh bahwa pati asetilasi memiliki tingkat kelarutan dan swelling power lebih tinggi dibandingkan pati alami serta menghambat laju retrogradasi sehingga tingkat kejernihan pasta juga semakin tinggi (Huang et al., 2007). Asetilasi juga memiliki pengaruh positif terhadap sineresis dan freeze-thawing karena adanya kemampuan gugus asetil dalam menghambat keselarasan rantai pati untuk melakukan retrogradasi (Ogungbenle, 2007). Menurut Food and Drug Assosiation (FDA) pati terasetilasi dengan DS rendah (0,01-0,2) dapat diaplikasikan pada berbagai macam produk pangan sesuai dengan sifat-sifat yang dibutuhkan bahan pangan tersebut. Tinggi rendahya derajat subtitusi (DS) yang dihasilkan dari proses asetilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi reaktan, waktu reaksi, pH dan adanya katalis (Whistler dan Daniel, 1990) dan berbagai faktor internal lain seperti jenis pati, struktur, serta panjang rantai amilosa/amilopektin. Tingginya konsentrasi asetat anhidrat yang ditambahkan meningkatkan DS pati terasetilasi (Colussi et al., 2015), sama halnya dengan semakin lama waktu reaksi, maka DS semakin tinggi (Perez et al., 2010). Bentacur et al., (1997) yang melakukan asetilasi koro pedang, mencapai tingkat efisiensi sebesar 72,48% dengan penambahan asetat anhidrat sebanyak 10% yang direaksikan pada suhu ruang dan kisaran pH 8-8,5% selama 30 menit. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pati biji lai diduga memiliki sifat yang hampir sama dengan pati biji durian yaitu mudah teretrogradasi setelah dimasak dan kestabilan pasta rendah. Asetilasi mempunyai keunggulan dalam
meningkatkan ketahanan terhadap retrogradasi serta menstabilkan pasta, karena itu diharapkan pati biji lai asetat memiliki sifat yang lebih unggul dari pati alami nya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai pati biji lai dan modifikasinya secara asetilasi. Selain untuk mengetahui karakteristik dari biji dan pati alami, juga untuk meningkatkan sifat fisik dan fungsional pati tersebut, yang diduga memiliki batasan atau kelemahan yang sama seperti pati biji durian bila diaplikasikan langsung untuk industri pangan. 2.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana komposisi senyawa kimia biji dan pati biji lai? 2. Bagaimana pengaruh jumlah/konsentrasi asetat anhidrat dan waktu reaksi terhadap DS pati asetat biji lai? 3. Bagaimana pengaruh asetilasi dengan DS medium dalam mempengaruhi sifat fisik, amilograf dan thermal pati biji lai?
3.3
Tujuan 1. Mengetahui komposisi senyawa kimia biji dan pati biji lai. 2. Mengetahui pengaruh jumlah/konsentrasi asetat anhidrat dan lamanya waktu reaksi terhadap DS pati asetat biji lai. 3. Menguji dan mengamati pengaruh dari modifikasi secara asetilasi pada pati biji lai terhadap sifat fisik, amilograf dan thermal serta membandingkannya dengan pati alami biji lai.
3.4
Manfaat Pemanfaatan pati dari biji-bijian dapat meningkatkan nilai jual buah-buahan
terutama untuk buah yang masih belum terlalu dikenal karena kelangkaannya.
Produk pati terasetilasi dapat dimanfaatkan pada industri pangan dan farmasi, seperti bahan pengenyal ataupun pengental dan bahan baku sediaan farmasi.