I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi terhadap pendapatan nasional Indonesia. Berdasarkan angka sementara Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha tahun 2009, sektor pertanian menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan dengan nilai mencapai 296.369,3 miliar rupiah atau 13,61 persen dari total PDB. Angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 4,12 persen dari tahun sebelumnya yang bernilai 284.620,7 miliar rupiah. Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai peranan dalam kehidupan masyarakat. Subsektor ini memberikan kontribusi bagi pemenuhan konsumsi gizi masyarakat dan PDB pertanian. Kontribusinya dalam PDB pertanian menempati peringkat keempat setelah subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan dengan persentase masing-masing 6,83; 2,11; dan 2,21 persen pada tahun 2009. Nilai sementara PDB peternakan pada tahun 2009 adalah 36.743,6 miliar rupiah atau 1,69 persen dari PDB keseluruhan. Persentase subsektor peternakan dalam PDB masih lebih rendah dibandingkan subsektor lainnya walaupun terdapat peningkatan nilai sebesar 3,72 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh konsumsi masyarakat terhadap produk peternakan yang masih rendah. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009, rata-rata konsumsi protein hewani asal daging serta telur dan susu masyarakat Indonesia pada tahun 2009 adalah 2,22 dan 2,96 gram/kapita/hari. Angka-angka tersebut masih kurang dari nilai konsumsi protein hewani standar yang ditetapkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 yaitu sebanyak enam gram/kapita/hari. Persentase tersebut seharusnya dapat ditingkatkan guna mendapatkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas1. Oleh karena itu, keberadaan sektor peternakan sebagai penghasil sumber protein bagi masyarakat masih mempunyai peranan penting. 1
Suryana A. 2008. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Pangan Peternakan Bermutu, Aman, dan Halal. http://www.litbang.deptan.go.id/special/HPS/dukungan_tek_peternakan.pdf. [20 Pebruari 2009]
Di antara ketiga jenis pangan hewani, yang paling dapat dijangkau oleh masyarakat adalah hasil ternak unggas. Faktor penyebab produk unggas lebih dipilih masyarakat adalah karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan komoditas daging penyedia protein hewani lainnya seperti daging sapi. Selain itu faktor lainnya adalah akses yang mudah diperoleh, ketersediaan produk unggas semakin beraneka ragam, dan semakin mudah untuk dimasak (convenience food)2. Selain itu, usaha peternakan unggas semakin banyak diminati karena merupakan usaha yang dapat diusahakan mulai dari skala usaha rumah tangga hingga skala usaha besar. Burung puyuh adalah salah satu jenis unggas yang cukup umum diternakkan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak), populasi burung puyuh di Indonesia pada tahun 2009 adalah 7.618.151 ekor. Meskipun populasinya masih jauh di bawah ayam dan itik, namun jumlahnya selalu mengalami peningkatan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Peningkatan jumlah populasi setiap tahun menunjukkan potensi peternakan puyuh yang dapat dikembangkan. Tabel 1. Populasi Unggas di Indonesia 2006-2009 (000 ekor) No
Jenis
Tahun 2006
2007
2008
2009
1
Ayam Buras
291.085,0
272.251,0
243.423,0
249.963,0
2
Ayam Ras Petelur
100.202,0
111.489,0
107.955,0
111.418,0
3
Ayam Ras Pedaging
797.527,0
891.659,0
902.052,0
1.026.379,0
4
Itik
32.481,0
35.867,0
39.840,0
40.680,0
5
Puyuh
-
6.640,1
6.683,3
7.618,2
6
Merpati
-
162,5
1.499,0
1.814,8
Sumber : Ditjennak (2010) Karakteristik burung puyuh adalah tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek, dan dapat diadu. Burung puyuh adalah bangsa burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat tahun 1870. Di 2
Daryanto A. 2009. Tantangan dan Peluang Industri Unggas http://www.trobos.com/show_article.php?rid=22&aid=1577. [20 Pebruari 2009]
Nasional.
2
Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak akhir tahun 1979. Ukuran tubuh puyuh yang kecil menjadi kelebihan karena dengan lahan yang tidak terlalu luas dapat dipelihara dalam jumlah besar. Salah satu hasil utama ternak puyuh adalah telur. Telur sebagai bahan makanan mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap, meliputi karbohidrat, protein dan delapan macam asam amino sehingga berguna bagi tubuh. Telur puyuh mempunyai bentuk dan ukuran yang agak berbeda dari telur ayam dan itik. Telur ini berukuran lebih kecil dan mempunyai corak pada cangkangnya. Telur yang dihasilkan burung puyuh cukup banyak. Kemampuan seekor puyuh dalam menghasilkan telur adalah 250 sampai 300 butir dalam satu tahun (Listiyowati, 2005). Kelebihan lainnya adalah kemampuan tumbuh dan berkembangbiaknya sangat cepat. Burung puyuh sudah mampu berproduksi dalam 41 hari dan menghasilkan tiga sampai empat keturunan dalam satu tahun. Kandungan gizi telur puyuh tidak kalah dengan jenis telur lain. Telur puyuh memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan telur ayam ras yang lebih umum dikonsumsi masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 2, dimana proteinnya tinggi tetapi kadar lemaknya rendah. Selain itu rasanya juga lezat dan dapat disajikan dalam aneka bentuk dan rasa. Tabel 2. Perbedaan Susunan Kandungan Gizi dari Berbagai Telur Unggas Jenis Unggas
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Ayam ras
12,7
11,3
0,9
Ayam buras
13,4
10,3
0,9
Itik
13,3
14,5
0,7
Angsa
13.9
13,3
1,5
Merpati
13,8
12,0
0,8
Kalkun
13,1
11,8
1,7
Puyuh
13,1
11,1
1,0
Sumber : Woodard (1973) dalam Listiyowati (1992) Rata-rata konsumsi telur puyuh per kapita per minggu di Indonesia pada tahun 2007 meningkat dari tahun sebelumnya (Tabel 3). Peningkatannya sebesar 3
25,71 persen merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis telur lain. Rata-rata konsumsi tertinggi masih berasal dari telur ayam ras, namun peningkatan konsumsi merupakan suatu peluang pasar bagi komoditi telur puyuh. Potensi lain ditunjukkan oleh harga telur puyuh yang cenderung stabil bahkan meningkat. Tabel 3. Konsumsi Telur Rata-rata per Kapita per Minggu Penduduk Indonesia Tahun 2006-2007 Jenis Telur
Satuan Rata-rata Konsumsi per kapita Peningkatan per minggu unit (%) 2006 2007
1. Telur ayam ras
Kg
0,097
0,117
20,62
2. Telur ayam kampung
Butir
0,122
0,098
-19,67
3. Telur itik
Butir
0,057
0,058
1,75
4. Telur Puyuh
Butir
0,070
0,088
25,71
5. Telur lainnya
Butir
0,003
0,001
-66,67
6. Telur asin
Butir
0,038
0,035
-7,89
Sumber : BPS (2008) Pemanfaatan ternak burung puyuh tidak hanya untuk menghasilkan telur konsumsi saja. Bibit, daging, kotoran, atau bulu puyuh pun bisa dimanfaatkan dan dijual. Peternakan puyuh yang mulai banyak diusahakan membutuhkan bibit puyuh sebagai input. Daging puyuh yang berasal dari puyuh jantan yang tidak lolos seleksi sebagai pembibit atau puyuh betina afkir yang sudah tidak produktif lagi dapat dijual untuk konsumsi. Kotoran puyuh dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang serta bulu burung puyuh dapat dimanfaatkan sebagai campuran bahan pakan ternak besar. Sentra peternakan burung puyuh banyak terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Lampung. Hal ini ditunjukkan dengan populasi puyuh tahun 2009 yang di masing-masing provinsi berjumlah 4.113.926; 1.772.951; 1.381.676; 135.086; dan 115.278 (Ditjennak, 2010). Di Jawa Barat, peternakan puyuh banyak terdapat di Kabupaten Sukabumi3. Selain 3
Utama S. Mengelus Puyuh Menambah Kocek. online.com/redesign2.php?rid=10&aid=2617. [28 September 2010]
http://www.agrina-
4
itu, puyuh mulai diusahakan di Kabupaten Bogor meskipun dalam jumlah kecil. Berdasarkan data populasi ternak unggas tahun 2007 Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, populasi puyuh terdapat di Kecamatan Tajurhalang dengan jumlah 4.000 ekor. Sejak terjadinya wabah flu burung di Indonesia pada akhir 2003, banyak peternak yang mengalami kerugian bahkan menutup usahanya. Hal ini terjadi di beberapa peternakan puyuh di Kabupaten Sukabumi. Namun, setelah wabah tersebut mulai mereda, banyak peternak yang mengembangkan usahanya lagi. Salah satunya adalah Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT). Peternakan ini merupakan salah satu pemasok telur untuk kawasan Bogor. Lokasinya berada di Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. 1.2 Perumusan Masalah Peternakan Puyuh Bintang Tiga adalah salah satu perusahaan yang menjalankan bisnis peternakan puyuh di Kabupaten Bogor. Unit bisnis utama dari PPBT adalah budidaya puyuh untuk dijual telurnya (puyuh petelur). Unit bisnis lainnya adalah pakan dan bibit puyuh petelur. Peternakan ini memasok telur puyuh untuk Pasar Bogor, Pasar Anyar, Pasar Warung Jambu, Pasar Cibinong, dan Pasar Leuwiliang. Rata-rata produksi telur puyuh yang dihasilkan adalah sebanyak 6.500 butir per hari atau 45.500 per minggu dari jumlah populasi produktif sebanyak 8.000 ekor (PPBT, Maret 2009). Jumlah telur tersebut sudah merupakan hasil sortiran dan siap jual. Rata-rata permintaan telur ke PPBT adalah sebanyak 23.000 butir setiap hari yang merupakan permintaan dari seluruh pasar yang dipasok PPBT. Pemesanan telur dari pelanggan biasanya dilakukan setiap minggu atau dua hari sekali. Namun, saat ini PPBT belum dapat memenuhi keseluruhan permintaan. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa PPBT hanya dapat memenuhi 44,28 persen dari keseluruhan permintaan per minggu. Selain data permintaan pasar yang telah disebutkan terdapat beberapa permintaan yang sama sekali belum terpenuhi yaitu permintaan dari daerah Cibubur, Karawang, dan Jakarta. Permintaan pasar yang belum terpenuhi oleh PPBT menunjukkan bahwa telur puyuh memiliki peluang pasar yang sangat tinggi. 5
Tabel 4. Permintaan dan Penawaran Telur Puyuh per Minggu pada PPBT bulan Maret 2009 No
Pelanggan
1
Pasar Ciawi
2
Permintaan (butir)
Penawaran (butir)
8.400
3.600
Pasar Cibinong
14.400
6.000
3
Pasar Ciluar
12.000
4.800
4
Pasar Anyar
16.800
15.000
5
Pasar Leuwiliang
24.000
6.000
6
Pasar Warung Jambu
6.000
3.000
7
Pasir Angin
26.400
8.400
8
Pasar Bogor
48.000
22.400
9
Cirangkong
8.400
3.600
164.400
72.800
TOTAL Pemenuhan Permintaan
44,28%
Sumber : PPBT (Maret, 2009)
Permintaan telur yang dapat dipenuhi PPBT berasal dari produksi sendiri dan peternak mitranya yang berada di Bogor dan Sukabumi. Sistem kemitraan yang diterapkan adalah PPBT menjual bibit dan pakan untuk kemudian memasarkan telur puyuh yang dihasilkan oleh mitra. Jumlah pasokan telur per minggu yang yang berasal dari peternak mitra adalah dari Sukabumi sebanyak 13.300 butir dan Lido sebanyak 14.000 butir. Selain memproduksi telur, PPBT memproduksi bibit dan pakan puyuh. Produksi pakan sendiri dilakukan karena harga pakan yang dibeli dari pabrik cukup mahal, sedangkan biaya produksi untuk membuat pakan sendiri lebih murah. Pakan yang diproduksi juga dijual kepada peternak mitra. Produksi bibit di PPBT baru dilakukan sejak Desember 2008. Pada saat itu, PPBT menjual bibit hasil pembesaran sampai siap bertelur yang berasal dari Day Old Quail (DOQ) berumur dua minggu yang dibeli dari pemasok. Jumlah bibit yang telah diproduksi dan terjual adalah sebanyak 7.500 ekor (PPBT, Maret 2009) dalam empat periode pembesaran. Selain itu, masih terdapat permintaan
6
bibit dari peternak di daerah Cibungbulang dan Jonggol sebanyak masing-nasing 5.000 ekor yang belum dapat terpenuhi. Penerimaan usaha yang selama ini diperoleh PPBT berasal dari aktivitas pemeliharaan puyuh petelur, bibit puyuh, dan pakan. Aktivitas puyuh petelur menghasilkan produk utama telur puyuh serta produksi sampingan kotoran puyuh dan puyuh afkir dalam satu periode pemeliharaan. Aktivitas bibit puyuh menghasilkan produk utama bibit puyuh dan kotoran puyuh selama satu periode pemeliharaan. PPBT sebagai sebuah perusahaan mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan maksimum. Permintaan telur dan bibit puyuh yang belum dapat dipenuhi tersebut menunjukkan kurangnya hasil produksi di PPBT. Selain itu, PPBT dinilai masih belum berproduksi dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimiliki. Hal ini ditunjukkan oleh pemanfaatan kandang yang kurang maksimal. PPBT memiliki tiga kandang besar untuk puyuh periode layer dengan kapasitas masing-masing sebanyak 5.000 ekor dan satu kandang besar untuk periode starter dengan kapasitas 3.500 ekor. Kandang layer yang dimanfaatkan hanya sebanyak dua buah untuk populasi sebanyak 8.000 ekor. Artinya, masih terdapat satu buah kandang yang belum dimanfaatkan. Usaha peternakan seperti PPBT mempunyai banyak kendala pada proses produksi karena berkaitan dengan makhluk hidup sebagai sumber produksinya. Karakteristik kedua jenis puyuh yang dibudidayakan PPBT sedikit berbeda. Puyuh petelur memiliki periode pemeliharaan selama satu tahun sedangkan bibit puyuh memiliki periode pemeliharaan selama satu bulan. Hal ini terkait dengan biaya produksi per bulannya. Puyuh petelur mempunyai struktur biaya yang besar pada awal pemeliharaan kemudian menurun pada bulan berikutnya. Sedangkan biaya bibit puyuh konstan setiap bulan tetapi cenderung lebih besar daripada ratarata biaya per bulan puyuh petelur. Untuk itu, diperlukan perencanaan produksi dalam usahaternak di PPBT karena berkaitan dengan penggunaan sumberdaya yang sama oleh kedua jenis puyuh. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
7
1) Bagaimana kombinasi jumlah puyuh petelur dan bibit puyuh di PPBT yang dapat memperoleh keuntungan optimal? 2) Bagaimana penggunaan sumberdaya yang optimal di PPBT agar pendapatan usahaternak dapat menguntungkan? 3) Bagaimana perubahan yang terjadi pada kondisi optimal jika ada perubahan parameter yang membentuk model? 1.3 Tujuan Tujuan dari Penelitian ini adalah : 1) Menganalisis kombinasi jumlah setiap jenis puyuh yang optimal. 2) Menganalisis
alokasi sumberdaya
yang optimal untuk
memperoleh
keuntungan optimal. 3) Menganalisis perubahan yang terjadi pada kondisi optimal jika terjadi perubahan pada harga input pakan. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi serta masukan yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu: 1) Bagi perusahaan, memberikan masukan dan pertimbangan bagi pemilik PPBT dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan perencanaan usahaternak puyuh agar dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dalam mencapai keuntungan optimal. 2) Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan sebagai media dalam penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan. 3) Bagi pembaca, sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk penelitianpenelitian selanjutnya.
8