I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan
suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki negara tersebut. Indonesia sebagai negara agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu proses pertumbuhan output perkapita dalam jangka panjang yang mencerminkan kesejahteraan sekaligus memberikan banyak alternatif dalam mengkonsumsi barang dan jasa, serta diikuti oleh daya beli masyarakat yang semakin meningkat. Dalam
Undang-undang
Pangan
tahun
2012
menyebutkan
bahwa
Kemandirian Pangan adalah kemampuan suatu negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat. Proses transformasi sektor pertanian yang mampu menghasilkan produksi atau surplus pertanian di tingkat domestik dalam jumlah yang besar juga dianggap sebagai syarat pokok pertumbuhan ekonomi, pembangunan jati diri dan identitas suatu bangsa (Ditjen Tanaman Pangan, 2012)
1
Untuk
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat
berkelanjutan
ilmu
pengetahuan dan teknologi diposisikan sebagai landasan kebijakan pembangunan semua sektor, termasuk pembangunan sektor-sektor yang terkait dengan ketahanan pangan sesuai dengan visi pembangunan iptek dibidang ketahanan pangan pada tahun 2025 yakni “ Teraktualisasinya peran ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam
pembangunan
ketahanan
pangan
untuk
mewujudkan
kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan”. Sektor pertanian secara umum terdiri dari beberapa sub sektor yaitu sektor pertanian pangan, hortikultura, dan perkebunan. Jagung merupakan salah satu komoditas sub sektor tanaman pangan pada sektor pertanian yang memiliki peranan sangat penting dalam perekonomian nasional setelah beras. Peranan jagung terhadap perekonomian nasional telah menempatkan jagung sebagai kontributor terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional secara umum. Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan, karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras (food), disamping itu juga jagung berperan sebagai bahan baku industri pangan, industri pakan (feed), dan bahan bakar nabati (fuel). Apabila merunut perkembangan komoditas jagung di tanah air, terdapat suatu fenomena yang unik dibanding dengan tanaman pangan lainnya. Pada tahun 1968-1976, Indonesia
2
merupakan salah satu negara yang berhasil mengekspor jagung (net exporter), namun mulai tahun 1977 Indonesia berubah menjadi negara importir (net importer). Hal ini berkaitan erat dengan perubahan pola konsumsi jagung dalam kehidupan masyarakat di Indonesia (Nuryartono, 2005). Tabel 1.1 Perkembangan Produksi, Luas panen dan Produktivitas Komoditas Jagung Nasional 2007-2011 Tahun
Produksi (ton)
Luas Panen (ha)
2007 13.287.527 3.630.324 2008 16.317.252 4.001.724 2009 17.629.748 4.160.659 2010 18.327.636 4.131.676 2011 17.629.033 3.861.433 Rataan 16.638.239 3.957.163 r (%/Thn) 6,20 1,39 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)
Produktivitas (ton/ha) 3,66 4,08 4,24 4,44 4,57 4,20 4,59
Perkembangan komoditas jagung nasional lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan Tabel 1.1, dapat ditunjukkan bahwa ratarata produksi jagung nasional sebesar 16,64 juta ton dan cenderung meningkat sebesar 6,20 persen per tahun pada periode 2007-2011. Perkembangan luas areal panen jagung mengalami fluktuatif dengan peningkatan pertumbuhan yang cenderung melambat yakni hanya mencapai 1,39 persen per tahun, Sedangkan perkembangan produktivitas jagung lima tahun terakhir mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 4,59 persen per tahun. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan produksi jagung disebabkan karena produktivitas dan luas areal panen jagung cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian RI, pada 2009 Indonesia memiliki ketersediaan lahan yang cocok 3
ditanami jagung seluas 27 juta hektar, akan tetapi baru 3,7 juta hektar yang dimanfaatkan untuk ditanami jagung. Begitu juga dengan produktivitas jagung yang baru mencapai 4,44 ton/ha pada tahun 2010, masih lebih rendah dibandingkan dengan potensi hasil varietas unggul yang mencapai 7-9 ton/ha. Jika potensi yang ada dimanfaatkan dengan maksimal, maka peluang Indonesia untuk mencapai swasembada jagung dan menjadi eksporter jagung dunia sangat terbuka seiring dengan semakin meningkatnya permintaan jagung, khususnya sebagai bahan baku pakan dan bahan bakar nabati. Kebutuhan komoditas jagung nasional pada 2007 sebesar 12,92 juta ton, lalu naik menjadi 15,41 juta ton pada 2008, menjadi 16,68 ton pada 2009, menjadi 16,54 juta ton pada 2010, dan menjadi 17,88 juta ton pada 2011 (FAO, 2012). Kebutuhan komoditas jagung sebesar itu adalah untuk kebutuhan pangan, untuk bahan baku pakan ternak, dan untuk penggunaan lainnya seperti diolah menjadi produk makanan olahan. Peraturan Presiden No.5 pada 2006 tentang kebijakan energi nasional yang menyebutkan bahwa penggunaan energi berbahan dasar minyak bumi ditargetkan kurang dari 20%, gas bumi 30%, lebih dari 33% bahan baku batu bara, lebih dari 5% untuk masing-masing panas bumi, energi nabati (tanaman pangan) dan energi alternatif lainnya pada 2025. Perpres No.5 pada 2006 tersebut direspon oleh Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral yang menargetkan lebih dari 5% bahan baku energi yang dipakai merupakan bahan baku yang berasal dari tanaman pangan.
4
Beberapa jenis tanaman pangan atau komoditas yang dipakai untuk menghasilkan energi alami diantaranya adalah tebu, jagung, ubi jalar, dan ubi kayu. Berdasarkan kondisi-kondisi diatas, maka dapat diperkirakan bahwa dimasa yang akan datang penawaran komoditas jagung di pasar domestik maupun dunia akan semakin meningkat. Hal ini merupakan suatu peluang sekaligus menjadi tantangan untuk meningkatkan produksi komoditas jagung nasional dalam rangka mencapai swasembada komoditas jagung dan bahkan menjadi pemasok komoditas jagung di pasar dunia. Selain fenomena diatas, kelangkaan bahan bakar minyak dari fosil juga mendorong berbagai negara di dunia, seperti Amerika Serikat dan China untuk mencari energi alternatif dari bahan bakar nabati (biofuel). Komoditas jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang cukup potensial untuk dijadikan bahan baku bioetanol sebagai substitusi bagi premium (bahan bakar minyak). Hal ini tentu saja menyebabkan permintaan komoditas jagung di pasar dunia juga semakin meningkat, sulit didapat, dan mahal harganya, karena pengekspor komoditas jagung terbesar di dunia seperti Amerika Serikat dan Cina telah mengurangi ekspornya karena kebutuhan dalam negerinya semakin meningkat, di antaranya untuk industri bioetanol. Berdasarkan pemaparan diatas, maka peluang peningkatan produksi jagung di Indonesia masih cukup besar, baik melalui peningkatan produktivitas (intensifikasi, termasuk penggunaan varietas unggul dan hibrida) maupun perluasan areal tanam pada lahan sawah dan lahan kering, terutama di luar pulau Jawa. Hal ini harus segera dilakukan untuk meningkatkan produksi jagung
5
nasional dalam rangka mencapai swasembada jagung dan menjadi net eksporter jagung dunia.
1.2
Perumusan Masalah Seiring dengan peran jagung sebagai penyedia pangan (food), pakan (feed),
dan bahan bakar (fuel), maka permintaan akan komoditas jagung pun secara otomatis akan meningkat. Peningkatan produksi akhirnya menjadi sebuah tuntutan demi terpenuhinya kebutuhan tersebut agar pemenuhan kebutuhan jagung sebagai bahan bakar tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan sebagai pangan dan pakan. Peningkatan produksi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu perluasan areal panen dan peningkatan produktivitas melalui teknik budidaya yang sesuai sehingga dapat dihasilkan tingkat produksi yang maksimal. Penggunaan tanaman sebagai bahan baku energi alami akan berdampak besar bagi produksi tanaman yang digunakan untuk pangan itu sendiri. Untuk memperoleh bahan bakar alami yang terbarukan, akan memunculkan suatu permasalahan serius, yaitu trade off penggunaan output. Di satu sisi, penggunaan komoditas tersebut untuk menghasilkan output sebagai bahan pangan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat, di sisi lain output komoditas yang digunakan sebagai bahan baku energi alami merupakan kebutuhan strategis yang harus terpenuhi karena keterbatasan bahan bakar minyak bumi. Target riset pengembangan jagung adalah memberikan dukungan teknologi untuk pencapaian swasembada jagung pada tahun 2010-2014, pemenuhan kebutuhan industri biofuel serta peningkatan ekspor jagung pada
6
rentang waktu 2016-2025. Prospek komoditas jagung yang cerah terkait dengan meningkatnya permintaan pasar sehingga Indonesia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri secara keseluruhan (swasembada jagung) dan menjadi negara eksportir (net eksporter) jagung di dunia, oleh karena itu peningkatan luas panen dan produktivitas jagung harus
menjadi perhatian untuk
terus
dikembangkan untuk meningkatkan produksi komoditas jagung, sehingga perlu upaya-upaya untuk pencapaian program tersebut dengan melakukan kajian respon dan proyeksi penawaran komoditas jagung di Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi luas areal panen komoditas jagung di Indonesia? 2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas komoditas jagung di Indonesia?
3.
Berapa besar elastisitas penawaran komoditas jagung di Indonesia dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang ?
4. Bagaimana proyeksi penawaran komoditas jagung di Indonesia pada tahun 2025 ?
7
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan
penelitian ini: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen komoditas jagung di Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas komoditas jagung di Indonesia. 3. Menghitung besanya elastisitas penawaran jagung di Indonesia dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang 4. Menganalisis proyeksi penawaran komoditas jagung pada tahun 2025.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini penting untuk dilaksanakan, karena diharapkan dapat
memberi informasi yang bermanfaat: 1. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan sehingga dapat memberi kontribusi yang berguna kepada masyarakat. 2. Bagi pemerintah diharapkan dapat memperoleh tambahan informasi dalam membuat kebijakan terkait pengembangan produksi komoditas jagung 3. Bagi
petani diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberi
motivasi untuk meningkatkan produksinya. 4. Bagi kepustakaan diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan literatur untuk penelitian lebih lanjut.
8
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini pembahasan hanya difokuskan pada sisi penawaran komoditas
jagung. Respon penawaran komoditas jagung dapat didekati dari respon luas areal panen komoditas jagung dan respon produktivitas komoditas jagung. Selain harga komoditas jagung, juga dimasukkan variabel harga komoditas alternatif yaitu harga padi, harga komoditas ubi kayu dan harga komoditas kedelai, harga komoditas tersebut merupakan komoditas pesaing dalam hal penggunaan lahan. Harga faktor input juga digunakan untuk melihat respons penawaran komoditas jagung. Faktor input yang dimaksud dalam penelitian ini adalah harga pupuk urea,
harga pestisida, selain faktor input faktor lain yang diduga
mempengaruhi penawaran komoditas jagung antara lain lag luas areal panen dan lag produktivitas dan kebijakan pemerintah. Selanjutnya dari elastisitas yang didapat dari respon luas areal dan respon produktivitas maka akan dihitung proyeksi penawaran komoditas jagung pada tahun 2025.
9