1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.
Dewasa ini, pembelajaran ekonomi masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan kegiatannya masih berpusat pada guru. Aktivitas siswa dapat
2
dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru menjelaskan pelajaran ekonomi hanya sebatas produk dan sedikit proses. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya materi yang harus dibahas dan diselesaikan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Padahal, dalam membahas IPS khususnya ekonomi tidak hanya cukup menekankan pada teori belaka melainkan proses untuk memahami teori tersebut. Pembelajaran ekonomi dengan menggunakan masalah yang terjadi dalam masyarakat sangat efektif dalam menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa.
SMA Negeri 12 Bandar Lampung merupakan salah satu sekolah menengah atas negeri di Bandar Lampung. Sekolah ini mengajarkan dua bidang ilmu, yaitu ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial. Salah satu kompetensi dari Ilmu Sosial yang diberikan di sekolah menengah atas adalah Ekonomi, yang diberikan di kelas X, XI dan XII ilmu sosial. Ekonomi merupakan mata pelajaran inti sehingga siswa dituntut memiliki hasil belajar yang tinggi agar mampu bersaing untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Observasi peneliti menunjukkan bahwa kondisi pembelajaran mata pelajaran ekonomi di SMA Negeri 12 Bandar Lampung cenderung masih bersifat text book, guru memberi penjelasan dan siswa mencatat disertai tanya jawab seperlunya kemudian di lanjutkan dengan latihan soal atau tugas. Penggunaan model ekspositori dalam pembelajaran masih sangat dominan. Dalam pengajaran yang menggunakan model ekspositori terdapat unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar
3
informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar. Padahal, dalam diri siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak di samping menerima informasi dari guru.
Penggunaan model ekspositori ini juga menghambat daya kritis siswa karena segala informasi yang disampaikan guru biasanya diterima secara mentah tanpa dibedakan apakah informasi itu salah atau benar, dipahami atau tidak. Dengan demikian, sulit bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas ranah ciptanya secara optimal. Meskipun kadang diselingi dengan model diskusi, namun model ini kurang efektif bagi siswa terbukti dengan masih banyaknya siswa yang pasif dan kurang bersemangat ketika diskusi sedang berlangsung.
Situasi dan kondisi pembelajaran tersebut berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar siswa yang kurang baik, seperti ditunjukkan dalam daftar nilai mid semester ganjil ekonomi pada kelas X yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Hasil Mid Semester Ekonomi Siswa Kelas X di SMA Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 NO
Kelas
Interval nilai
Jumlah siswa
1.
X1
< 65 15
2.
X2
10
24
34
3. 4. 5.
X3 X4 X5
18 14 18
16 18 15
34 32 33
6. 7. 8. 9. 10. Jumlah
X6 X7 X8 X9 X10 Siswa
20 22 25 20 18 180
14 13 11 16 16 164
34 35 36 36 34 344
Persentase
52,33%
47,67%
100%
Sumber: Guru bidang studi mata pelajaran Ekonomi
≥65 21
36
4
SMA Negeri 12 Bandar Lampung menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) sebesar 65. Berdasarkan sumber Tabel 1 di atas siswa yang memperoleh di atas nilai Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) pada umumnya masih kurang baik, yaitu dari jumlah siswa sebanyak 344 yang mendapat nilai lebih dari 164 siswa atau 47,67% berarti sebanyak 180 atau 52,33% memperoleh nilai kurang dari 65. Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar ekonomi siswa kelas X semester genap SMA Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 masih kurang baik. Hal ini didukung oleh pendapat Djamarah, (2000: 18), ”apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai oleh siswa maka persentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah dan proses pembelajaran kurang efektif.”
Ketidakefektifan tersebut diduga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penggunaan model pembelajaran yang kurang sesuai, rendahnya minat belajar siswa, partisipasi siswa secara aktif masih rendah, guru-guru masih menggunakan metode langsung atau metode ceramah yang tidak dikombinasikan dengan metode mengajar lainnya dan juga disebabkan oleh mutu proses belajar yang masih tergolong rendah.
Peran guru di dalam proses pembelajaran sangat dominan, baik dalam mempersiapkan, menyusun dan memprogram proses pembelajaran di sekolah. Kondisi pembelajaran berpusat pada guru (teacher centred), guru aktif sedangkan siswa bersikap pasif sehingga proses pembelajaran kurang melibatkan peran siswa baik secara fisik maupun mental dalam kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran demikian membuat sebagian besar siswa kurang berminat dalam
5
belajar ekonomi. Kondisi ini ditunjukkan dengan jumlah siswa yang bertanya sangat sedikit, kurang adanya keberanian untuk berpendapat yang berbeda dengan pendapat guru, cenderung bersikap pasif dan merasa cukup menerima materi yang telah dipersiapkan oleh guru, miskin referensi dalam menganalisis permasalahan yang dikaji dalam pembelajaran.
Banyak kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada
penguasaan
sejumlah
informasi/konsep
belaka.
Penumpukan
informasi/konsep pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu arah seperti menuang air ke dalam sebuah gelas. Tidak dapat disangkal, konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar memecahkan masalah. Untuk itu, aspek yang terpenting terjadi belajar yang bermakna dan tidak hanya seperti menuang air ke dalam gelas pada subjek didik. Dalam kondisi demikian, faktor kompetensi guru dituntut, dalam arti guru harus mampu meramu wawasan pembelajaran yang lebih menarik dan disukai oleh peserta didik.
Apabila kita ingin meningkatkan hasil, tentunya tidak akan terlepas dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Berdasarkan kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran,
khususnya
pada
jenis
dan
jenjang
pendidikan
formal
6
(persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (di dalam kelas maupun di luar kelas).
Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered) metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipori dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan (Komarudin, tth: 2).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai hasil pembeharuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tersebut juga menghendaki, suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori, dan fakta tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas sintesis. Untuk itu, guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model yang sesuai yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Satu inovasi yang menarik mengiringi perubahan paradigma tersebut adalah ditemukan dan diterapkannya model-model pembelajaran yang inovatif yang mampu mengembangkan dan menggali pengetahuan peserta didik secara konkrit
7
dan mandiri. Inovasi ini bermula dan diadopsi dari metode kerja para ilmuan dalam menemukan suatu pengetahuan baru.
Masih banyaknya siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar menunjukkan bahwa proses pembelajaran di SMA Negeri 12 Bandar Lampung kurang efektif. Upaya untuk meningkatkan aktivitas siswa remedial dalam pembelajaran yang kemudian berdampak pada pencapaian hasil belajar ekonomi yang lebih baik diperlukan suatu model pembelajaran yang efektif dan merangsang aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Salah satu cara untuk menciptakan sumber daya manusia berkualitas, guru dalam mengajar dapat menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini, pendekatan yang dianggap sesuai dengan perkembangan ilmu ekonomi adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL), karena dalam belajar berdasarkan masalah, pembelajaran didesain dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan struktur masalah real yang berkaitan dengan pelajaran ekonomi yang akan dipelajari.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran (Nurhadi, 2003: 55). Model pembelajaran PBL mendorong siswa untuk memecahkan suatu masalah sehingga siswa di dalam kelas bisa menjadi aktif dalam belajar. Dengan menggunakan pembelajaran PBL siswa tidak hanya
8
sekedar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran yang diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.
Karakteristik pembelajaran berbasis masalah lebih mengacu kepada aliran konstruktivisme dimana belajar merupakan proses aktif dari belajar untuk membangun pengetahuannya. Proses aktif yang dimaksud tidak hanya bersifat secara mental tetapi juga keaktifan secara fisik. Artinya, melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahan yang akan dipelajari dengan pengetahuan (skemata) yang telah dimiliki oleh pelajar dan ini berlangsung secara mental Matthews (Suparno, 1997).
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud di atas, perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam terhadap metode-metode pembelajaran yang ada sekarang ini, khusunya model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam kaitannya dengan hasil belajar ekonomi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan suatu penelitian dengan mengambil judul sebagai berikut. “Studi Komparatif antara Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Pembelajaran Tradisional dengan Memperhatikan Minat Belajar Siswa terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 12 Bandar Lampung Kelas X Tahun Pelajaran 2011/2012.”
9
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan ini meliputi: 1.
proses dan hasil pembelajaran ekonomi siswa SMA Negeri 12 Bandar Lampung masih kurang baik;
2.
pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered);
3.
partisipasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran masih sangat rendah;
4.
siswa belum dibiasakan untuk belajar atau memperoleh ilmu dengan usahanya sendiri dan bertukar pikiran dengan teman sebaya.
5.
belum digunakan model pembelajaran lain selain model pembelajaran tradisional dengan menggunakan ceramah.
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi dengan masalah perbandingan hasil belajar ekonomi siswa antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) atau model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran tradisional pada siswa kelas X 7 dan X 8 pada semester ganjil di SMA Negeri 12 Bandar Lampung dengan melihat minat belajar siswa.
10
D. Perumusan Masalah Bertolak dari pembatasan masalah di atas, maka masalah yang perlu dicarikan jawabannya dirumuskan sebagai berikut. 1.
Apakah ada perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang pembelajarannya
menggunakan
model
pembelajaran
Problem
Based
Learning (PBL) dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional? 2.
Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi pada siswa yang memiliki minat belajar rendah yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaraan
Problem Based
Learning
(PBL) dibandingkan
yang
pembelajarannya menggunakan model tradisional? 3.
Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi pada siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
Problem
Based
Learning
(PBL)
dibandingkan
yang
pembelajarannya menggunakan model tradisional? 4.
Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan minat belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah tujuan penelitian ini adalah
11
1. Untuk mengetahui perbandingan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran tradisional, manakah yang lebih baik 2. Untuk mengetahui perbandingan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan yang menggunakan model pembelajaran tradisional pada siswa yang memiliki minat belajar rendah, manakah yang lebih baik. 3. Untuk mengetahui perbandingan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan yang menggunakan model pembelajaran tradisional pada siswa yang memiliki minat belajar tinggi, manakah yang lebih baik. 4. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan minat belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi.
F. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Secara teoritis:
a.
untuk mendukung atau menolak grand teori yang dikemukakan oleh para ahli atau peneliti sebelumnya dan memperkaya ilmu pengetahuan bagi peneliti khususnya dan masyarakat luas pada umumnya; dan
b.
menyajikan suatu wawasan khusus tentang penelitian yang menekankan pada penerapan model pembelajaran yang berbeda pada mata pelajaran ekonomi.
12
2.
Secara praktis:
a.
bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan yang bermanfaat untuk perbaikan mutu pembelajaran;
b.
bagi guru, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran tentang berbagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar ekonomi siswa yang disesuaikan dengan minat; dan
c.
bagi siswa, sebagai bahan pijakan untuk peningkatan hasil belajar melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa secara optimal.
H.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Objek penelitian Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), Model pembelajaran tradisional, minat belajar dan hasil ekonomi belajar siswa. 2. Subjek penelitian Siswa-siswi SMA Negeri 12 Bandar Lampung kelas X tahun pelajaran 2011/2012 3. Tempat penelitian SMA Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012 4. Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan pada tahun 2011-2012. 5. Lingkup Keilmuan Ilmu yang berhubungan dengan penelitian ini adalah ilmu mengenai model pembelajaran
13
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Hasil Belajar
1.1 Pengertian Hasil Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Suyono (2009: 8) menyatakan bahwa, ”Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas yang mengakibatnya berubahnya input secara fungsional.”
Menurut Nasution (1995: 25) mengemukakan bahwa, “Hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut.”
Menurut Sudjana (1990: 22) “Hasil adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar.“
14
Berdasarkan kedua pendapat di atas hasil adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang berupa perubahan kecerdasan, sikap, keterampilan dan lain-lain yang diperoleh melalui pengalaman belajar yang telah dilakukan. Pengalaman belajar yang dilakukan adalah pengalaman belajar sehari-hari yang terjadi di sekolah.
Menurut Djamarah (2000: 45) mengatakan bahwa, “Hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok.” Sedangkan menurut Suryabrata (2000: 19), “Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Hasil belajar termasuk dalam atribut kognitif yang respon hasil pengukurannya tergolong pendapat (judgment), yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas hasil adalah suatu prestasi yang diperoleh setelah melakukan kegiatan. Suatu kegiatan yang dimaksud disini yaitu kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa seperti mendengarkan penjelasan dari guru, latihan ataupun diskusi baik yang dikerjakan sendiri maupun bersama dengan kelompok. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. hanya dengan keuletan, sungguh-sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimis dirilah yang mampu untuk mencapainya.
15
1.2 Pengertian Belajar
Menurut M. Sobry Sutikno (2004) mengatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses usaha seseorang yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Pendapat lain dikemukakan oleh Latif (2005: 23) yang mengatakan bahwa, ”Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme, berarti juga bahwa belajar membutuhkan waktu.”
Menurut Thursan Hakim (2002) mengatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan pengetahuan, sikap, pemahaman, keterampilan, daya fikir dan kemampuan lainnya.”
Berdasarkan ketiga pendapat di atas belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh perubahan dalam dirinya baik perubahan kecakapan maupun sikap untuk menjadi lebih baik. Perubahan tersebut tidak dapat diperoleh dalam waktu singkat melainkan
membutuhkan waktu untuk
memperoleh perubahan dalam diri individu.
Menurut Gagne (dalam Latif, 2005: 22) mengatakan bahwa, “Belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.“ Diperkuat dengan pendapat Hamalik (2001: 27) yang mengatakan bahwa, “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.”
16
Fontana seperti yang dikutip oleh Udin S. Winataputra (1995: 2) dikemukakan bahwa, “Belajar adalah proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman.” Pendapat lain dikemukakan oleh Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), “Belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman.”
Berdasarkan keempat pendapat di atas belajar adalah suatu perubahan yang diperoleh melalui pengalaman belajar yang telah dilakukan. Perubahan akan tampak setelah seseorang melakukan kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Pengalaman langsung seorang siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar membuat pelajaran tersebut akan membekas karena pengalaman tersebut akan selalu diingat sampai kapanpun dibandingkan hanya sekedar mendengarkan penjelasan saja.
Slameto (1995) mengatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri, karena lebih menarik, lebih memuaskan, lebih menyenangkan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungannya.”
Menurut Bell Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008), “Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.”
17
Berdasarkan kedua pendapat di atas belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan baik perubahan sikap, kemampuan, kecakapan maupun keterampilan. Proses yang dilakukan untuk memperoleh perubahan bertahap mulai dari kecil hingga seseorang dewasa.
Menurut Winkel, “Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam
pengelolaan
pemahaman.”
Pendapat
lain
dikemukakan oleh Moh. Surya (1981: 32) yang mengatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas belajar adalah semua kegiatan yang menjadi proses seseorang untuk memperoleh perubahan sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu dengan lingkungannya untuk memperoleh perubahan dalam diri merupakan kegiatan belajar.
1.3 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Soedijarto (1993: 49) menyatakan bahwa, “Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.” Sedangkan menurut Sudjana (2004: 22), “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.”
18
Berdasarkan kedua pendapat di atas hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu setelah melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan harus sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk memperoleh keseragaman pendidikan.
Menurut Arikunto (1990: 133) mengatakan bahwa, “Hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar perubahan ini tampak dalam perbuatan yang dapat diamati dan dapat diukur.” Sedangkan menurut Briggs (1979: 149) yang menyatakan bahwa, “Hasil belajar adalah sesuatu kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan tes belajar.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas hasil belajar adalah suatu hasil akhir dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di sekolah yang hasilnya dapat diamati dari perubahan tingkah laku dan juga dilihat dari hasil tes belajar. Perubahan seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dapat diamati dengan melihat perubahan tingkah laku sehari-hari yang menjadi lebih baik atau sebaliknya sedangkan prestasi dapat diukur melalui hasil tes belajar pada akhir pembelajaran.
1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Sudjana (1989: 39) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut.
19
”1. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. 2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran.”
Berdasarkan pendapat di atas faktor internal yang berasal dari diri seseorang merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya yaitu motivasi belajar siswa yang tinggi akan menghasilkan hasil belajar yang baik sebaliknya motivasi belajar siswa yang rendah akan menghasilkan hasil yang rendah pula. Untuk itu seorang siswa harus memiliki motivasi belajar untuk mendapatkan hasil yang baik. Selain motivasi perhatian orang tua juga penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Orang tua yang sangat memperhatikan kebutuhan dan juga pola belajar anaknya akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang baik dan sebaliknya orang tua yang tidak memperhatikan kebutuhan belajar dan juga pola belajar anak akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa menjadi kurang baik. Untuk itu orang tua harus selalu memperhatikan anaknya dalam pelajaran baik kebutuhan belajar maupun pola belajar anak.
Faktor eksternal yang paling mempengaruhi hasil belajar anak adalah lingkungan. Lingkungan memberikan pengaruh yang sangat besar terhdapa hasil belajar anak. Lingkungan belajar yang memiliki persaingan yang sanagat kompetitif membuat siswa terpacu untuk belajar lebih giat. Hal ini dikarenakan persaingan di dalam lingkungan yang kompetitif sangat ketat, sehingga untuk mempertahankan hasil belajar yang baik, siswa dituntut untuk selalu belajar.
20
Hal ini didukung oleh pendapat Suparno dalam Sardiman (2006: 38) yang mengatakan dalam ciri-ciri belajar bahwa, hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui oleh subjek belajar, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
Sedangkan menurut Clark (1981: 39) menyatakan bahwa “hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.” Kemampuan siswa yang dimaksud adalah kemampuan kognitif siswa yaitu kemampuan berpikir tentang masalah-masalah yang ada di dalam pelajaran. Selain kemampuan berpikir interaksi dengan lingkungan juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah. Semakin sering siswa melakukan interaksi dengan lingkungan semakin banyak pelajaran yang dapat diambil. Karena interaksi memberi pengaruh cukup besar dalam proses belajar untuk mendapatkan hasil belajar yang baik.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
21
1.5. Ciri-Ciri Hasil Belajar yang Berhasil Suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil menurut Syiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 120) adalah sebagai berikut.
“a). Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok
b). Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa.”
Berdasarkan pendapat di atas keberhasilan guru dalam mengajar dapat dilihat dari seberapa banyak ilmu yang diserap oleh murid-muridnya. Semakin banyak ilmu yang dikuasai oleh siswa maka guru tersebut berhasil dalam menyampaikan pelajaran dengan baik. Hal ini bisa dilihat melalui hasil belajar siswa pada setiap tes yang diberikan guru baik lisan maupun tulisan.
Selain melalui hasil belajar siswa berupa lisan maupun tulisan, keberhasilan proses belajar juga dapat dilihat melalui prilaku dari siswa tersebut. Apabila prilaku siswa setelah proses belajar berlangsung menjadi baik yaitu bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua dan menghargai pendapat orang lain. Maka proses belajar tersebut berhasil sesuai dengan tujuan pengajaran yaitu tidak hanya mencerdaskan anak namun juga membuat prilaku siswa menjadi lebih baik.
22
2. Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) atau Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah 2.1 Pengertian Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) atau Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah H.S. Barrows (1982), menyatakan bahwa, “PBL adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa, masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.”
Menurut Arends, 1997 dalam Trianto (2010: 92) menyatakan bahwa, ”Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.” Sedangkan menurut Suradjono (2004), “PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.”
Berdasarkan ketiga pendapat di atas metode pembelajaran PBL adalah metode pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai sesuatu untuk memperoleh pengetahuan. Masalah yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata yang ada kaitannya dengan materi yang akan dipelajari.
23
Menurut Dewey dalam Trianto (2010: 91) menyatakan bahwa: “Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.”
Berdasarkan pendapat di atas siswa diarahkan untuk mencari sendiri masalah berdasarkan pengalamannya yang berkaitan dengan pelajaran. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya Siswa yang mencari sendiri masalah yang berkaitan dengan pelajaran akan membuat siswa tersebut bisa memahami pelajaran dengan cepat.
Menurut Duch (1995), mengemukakan bahwa: “PBL adalah metode pendidikan yang medorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumbersumber pembelajaran.” Berdasarkan pendapat di atas model pembelajaran PBL yang menekankan pembelajaran berdasarkan masalah membuat siswa berpikir kritis dalam menganalisa sebuah masalah. Masalah-masalah yang digunakan berkaitan dengan kehidupan nyata dan berhubungan dengan pelajaran yang dipelajari. Sehingga siswa bisa dengan mudah memahami materi pelajaran karena menggunakan masalah yang berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari bukan hanya sekedar konsep seperti pembelajaran lainnya.
24
Pembelajaran PBL awalnya dirancang untuk program gradute bidang kesehatan oleh Barrow (Yasa, 2002: 7) yang kemudian diadaptasi untuk program kependidikan oleh Stapein Gallger (1993). PBL ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses dalam dimana pelajar secara aktif mengkonsktuksi pengetahuannya. Sedangkan menurut Jogiyanto (2006), “Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada mahasiswa/siswa.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas model pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih aktif dalam mencari pengetahuan sendiri. Siswa mencari pengetahuannya sendiri dengan menggunakan masalah dalam dunia nyata yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
Menurut Retman dalam Sudjana (2005: 139) mengungkapkan bahwa: “Kegiatan belajar perlu mengutamakan pemecahan masalah karena dengan menghadapi masalah peserta didik akan di dorong untuk menggunakan pikiran secara kreatif dan bekerja secara intensif untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Pendapat ini sesuai dengan penegasan Freire bahwa dalam kegiatan belajar yang efektif maka upaya pengemukaan masalah (Problem Possing) menjadi inti dari kegiatan belajar kelompok.” Menurut Pannen (2001: 85), “Pembelajaran ini berfokus pada penyajian suatu masalah (nyata atau simulasi) pada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahan melalui serangkaian kegiatan yang berdasarkan teori, konsep, prinsip dari suatu bidang ilmu.”
25
Berdasarkan kedua pendapat di atas model pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata yang harus dipecahkan oleh siswa untuk memperoleh pengetahuan baru. Pembelajaran dengan menggunakan metode PBL membuat siswa bukan hanya mendengarkan penjelasan dari guru melainkan siswa itu sendiri yang mencari materi pelajaran dengan memecahkan masalah yang berhubungan dengan pelajaran yang sedang dipelajari.
Menurut Ratumanan dalam Trianto (2010: 92) menyatakan bahwa, “Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.”
Menurut Sudarman (2005: 69), “Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran.”
Pembelajaran PBL siswa akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil dari kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer
26
informasi fasilitator siswa ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya sosial dan individual.
Berdasarkan kedua pendapat di atas model pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang membuat siswa harus berpikir kritis karena dalam pembelajaran ini siswa diharuskan memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan. Pembelajaran ini guru bukan memberikan materi sepenuhnya melainkan siswa yang mencarinya sendiri dengan menggunakan masalah untuk dipecahkan.
James Rhem dalam Sudarman (2005: 69) mengatakan bahwa: “PBL memiliki gagasan terhadap hasil belajar yang maksimal jika kegiatan pendidikan yang dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan autentik, relevan dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar peserta didik memiliki pengalaman sebagaimana nantinya mereka menghadapi kehidupan profesionalnya setelah menyelesaikan pendidikannya.” Berdasarkan pendapat di atas model pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi kehidupan setelah menyelesaikan pendidikannya. Masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata berguna agar peserta didik dapat menyelesaikan masalah yang sama kelak setelah pendidikannya selesai.
Menurut Pannen (2001: 86) pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) mempunyai 6 asumsi utama, yaitu: 1.
2. 3.
“permasalahan sebagai pemandu. Permasalahan menjadi acuan yang harus menjadi perhatian siswa dan kerangka berpikir bagi siswa dalam mengerjakan tugas; permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi. Permasalahan disajikan kepada siswa setelah penjelasan diberikan; permasalahan sebagai contoh;
27
4. 5. 6.
permasalahan sebagai sarana untuk memfasilitasi terjadinya proses; permasalahan menjadi alat untuk melatih siswa dalam bernalar dan berfikir kritis; dan permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar.”
Berdasarkan pendapat Pannen pembelajaran PBL memiliki 6 asumsi utama yaitu pertama, permasalahan sebagai pemandu adalah permasalahan digunakan untuk memandu siswa dalam mencari pengetahuan sendiri. Kedua, permasalahan sebagai kesatuan atau alat evaluasi adalah permasalahan diberikan kepada siswa sebagai evaluasi terhadap penjelasan singkat yang telah diberikan oleh guru di wala pertemuan. Ketiga, permasalahan sebagai contoh adalah permasalahan merupakan contoh dari teori yang akan dibahas. Keempat, permasalahan sebagai sarana terjadinya proses adalah permasalahan digunakan oleh siswa untuk proses mendapatkan pengetahuan baru. Kelima, permasalahan menjadi alat melatih siswa berfikir kritis adalah permasalahan digunakan untuk membuat siswa kreatif dalam mencari pengetahuan baru dan yang terakhir permasalahan digunakan sebagai stimulus yaitu permasalahan digunakan untuk perkembangan otak siswa menjadi lebih berpikir kritis.
1.
Teori Belajar Konstruktivisme
Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Teori belajar konstruktivistik disumbangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme.
28
Piaget (Dahar, 1989: 159) menyatakan bahwa: “Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.” Berdasarkan pendapat Piaget di atas Pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk memperoleh ilmu dengan melihat masalah nyata yang terjadi di lapangan. Teori ini lebih menekankan keaktifan siswa dalam mencari sendiri pengetahuannya.
Menurut
Trianto
(2010:
28)
menyatakan
bahwa,
“Teori
konstruktivis
mengharuskan siswa menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya.”
Berdasarkan pendapat Trianto di atas teoari konstruktivisme adalah teori yang mengharuskan siswa untuk mencari sendiri pengetahuannya dengan memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Jadi siswa bukan hanya duduk diam mendengarkan penjelasan dari guru melainkan mencari sendiri pengetahuannya dengan memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.
29
Menurut pendapat Nur (2002: 8) menyatakan bahwa: “Teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa sendiri untuk harus memanjat anak tangga tersebut.” Belajar, menurut teori belajar konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu. Untuk itu siswa lebih aktif dalam mencari sendiri pengetahuannya karena guru hanya memfasilitasi sedangkan siswa yang mencari pengetahuannya sendiri.
2.
Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan yang dilakukan oleh siswa. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu, bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya menemukan pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998).
30
Menurut Piaget dalam Winataputra (2007: 6) mengatakan bahwa, “Pentingnya berbagai faktor internal seseorang seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar. Berbagai faktor internal tersebut mengindikasikan kehidupan psikologis seseorang, serta bagaimana dia mengembangkan struktur dan strategi kognitif, dan emosinya.”
Piaget dalam mengimplementasikan teori belajar ini, digunakan strategi pendekatan diskusi dan praktik, sehingga memungkinkan peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungannya baik peralatan yang ada ataupun dengan teman sebaya untuk menemukan pengetahuan baru. Dalam hal ini peran guru hanya mendorong agar mereka saling memberi pengalaman ataupun pengetahuan sehingga proses pembelajaran menjadi menarik bagi mereka. Waktu untuk mempresentasikan di akhir pelajaran merupakan usaha untuk melibatkan siswa di hadapan siswa yang lain sehingga diharapkan dapat memotivasi siswa lainnya untuk berusaha melakukan hal yang sama di lain kesempatan (Trianto, 2010).
Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun ssstem makna dan pemahaman realistis melaui pengalamanpengalaman dan interaksi-interaksi mereka.
Menurut teori Piaget (Trianto, 2010), setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak dewasa mengalami tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut yaitu
31
1. Tahap sensorimotor Tahap ini dimulai dari anak lahir sampai usia 2 tahun dengan kemampuankemampuan terbentuknya konsep kepermanenan objek dan kemajuan gradual dari prilaku reflektif ke prilaku yang mengarah kepada tujuan. 2. Tahap praoperasional Tahap ini dimulai dari anak usia 2 tahun sampai dengan 7 tahun dengan perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objek-objek dunia. 3. Tahap opearsi konkret Tahap ini dimulai dari usia 7 tahun sampai 11 tahun dengan perbaikan kemampuan berpikir secara logis. 4. Tahap operasi formal Tahap ini dimulai dari usia 11 tahun sampai dewasa dengan kemampuan berpikir abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Tahap sensorimotor anak belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah menangis. Menyampaikan cerita atau berita pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu). Pada tahap praoperasional anak sudah mengerti apabila menyampaikan cerita dengan simbol atau gambar. Anak juga suka meniru gaya orang lain yang dilihatnya. Pada tahap konkret anak sudah dapat berpikir logis dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Namun dalam menyampaikan cerita harus menggunakan bahasa ynag mereka pahami. Tahap operasi formal anak sudah dapat berpikir konkrit maupun abstrak sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga. Namun dalam usia ini anak harus diperhatikan lebih karena mengalami masa pubertas yang memerlukan perhatian yang banyak.
Menurut Piaget dalam Trianto (2010: 30), perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah saat guru memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep,
32
memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola berpikir formal.
2.2 Ciri-ciri model pembelajaran PBL
Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama yang perlu ada di dalam proses pembelajaran PBL seperti berikut. 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
“Pembelajaran berpusat atau bermula dengan masalah; Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh mahasiswa/siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan; Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh mahasiswa/siswa semasa proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah; Para mahasiswa/siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri; Mahasiswa/siswa akan bersifat aktif dengan pemrosesan maklumat; Pengetahuan sedia ada akan diaktifkan serta menyokong pembangunan pengetahuan yang baru; Pengetahuan akan diperoleh dalam konteks yang bermakna; Mahasiswa/siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan; dan Kebanyakan pembelajaran berlaku dalam kumpulan kecil dibanding menerusi kaidah perkuliahan.”
Pembelajaran PBL memusatkan pembelajaran dengan menggunakan masalah bukan hanya sekedar konsep seperti pembelajaran lainnya. Masalah yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah masalah yang berkaitan langsung dengan masalah kehidupan sehari-hari yang sering dialami oleh manusia. Hal ini bertujuan apabila siswa mengalami masalah tersebut dalam kehidupannya siswa tersebut dapat mengatasinya. Pembelajaran dengan menggunakan masalah membuat siswa menjadi lebih aktif di dalam kelas dibandingkan dengan pembelajaran lainnya karena, dalam pembelajaran PBL siswa dituntut untuk memecahkan masalah untuk mendapatkan pengetahuan sendiri.
33
Menurut Barrows dalam Yasa (2005: 7) pembelajaran PBL memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan pembelajaran lainnya yaitu: 1. 2. 3. 4.
“pembelajaran bersifat student centered; pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil; guru berperan sebagai fasilitator dan moderator; masalah menjadi fokus dan stimulus pembelajaran, masalah merupakan sarana mengembangkan secara klinis keterampilan problem solving; 5. informasi-informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri (self directed learning).” Berdasarkan pendapat Barrows pembelajaran PBL memiliki sifat student centered yaitu lebih menekankan keaktifan siswa dibandingkan guru. Dalam pembelajaran PBL guru hanya sebagai fasilitator bukan penyampai materi secara utuh. Pembelajaran PBL dalam prakteknya siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok-kelompok tersebut nantinya diberi suatu masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata dan harus dipecahkan bersama. Dari permasalahan itulah siswa dituntut belajar mandiri untuk mendapatkan pengetahuan baru.
2.3 Tujuan Model Pembelajaran PBL
Menurut Trianto (2010: 94) pembelajaran berbasis masalah memiliki tujuan yaitu: 1. “Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah; 2. Belajar peranan orang dewasa yang autentik; 3. Menjadi pelajar yang mandiri.” Berdasarkan pendapat Trianto PBL memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya berpikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks. Model pembelajaran berdasarkan masalah juga memiliki tujuan dalam menjembatani gap antara pembelajaran di sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang
34
dijumpai di luar sekolah. PBL juga membantu siswa menjadi pelajar yang mandiri dalam menyelesaikan masalah yang akan dihadapinya kelak.
2.4 Langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan (Pannen, 2001), yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
“mengidentifikasi masalah; mengumpulkan data; menganalisis data; memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya; memilih cara untuk memecahkan masalah; merencanakan penerapan pemecahan masalah; melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan; dan melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.”
Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berpikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Langkah mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi masalah bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran (Pannen, 2001).
35
2.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran PBL Problem Based Learning memilki kekuatan dan kelemahan. Hal inilah yang menyebabkan Problem Based Learning bukan satu-satunya solusi untuk berbagai permasalahan yang ada di dalam pembelajaran.
Menurut Pannen (2001: 99) kekuatan dan kelemahan Problem Based Learning adalah sebagai berikut. “Kekuatan: 1. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif; 2. Pengembangan keterampilan dan pengetahuan; dan 3. Pengembangan interpersonal dan kelompok. Kelemahan: 1. Waktu yang diperlukan sangat banyak; 2. Perubahan peran siswa dalam proses pembelajaran; dan 3. Perubahan peran guru dalam pembelajaran.” Pembelajaran PBL yang menggunakan masalah dalam pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan
siswa
dalam
memecahkan
masalah.
Selain
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah PBL juga dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan dunia nyata agar apabila dalam kehidupan sehari-hari menemui masalah yang sama siswa tersebut sudah dapat memecahkan masalahnya. PBL juga dapat mengembangkan kepribadian siswa dengan melakukan kerjasama dengan orang lain siswa dapat bersosialisasi dengan baik dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran lainnya.
Pembelajaran menggunakan PBL yang memerlukan waktu yang lama dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih lamban dibandingkan dengan
36
menggunakan model pembelajaran lainnya. Peran siswa dalam pembelajaran PBL berubah menjadi lebih aktif karena siswa dituntut untuk memecahkan masalah, sedangkan guru hanya menjadi fasilitator dalam pembelajaran ini bukan sebagai penyampai materi pelajaran.
Menurut Trianto (2010: 98) kelebihan dan kelemahan dalam model pembelajaran PBL adalah sebagai berikut. “Kelebihan: 1. 2. 3. 4. 5.
Realistis dengan kehidupan; Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; Memupuk sifat inquiry siswa; Retensi konsep jadi kuat; Memupuk kemampuan problem solving.
Kelemahan: 1. 2. 3. 4.
Persiapan pembelajaran yang kompleks; Sulitnya mencari masalah yang relevan; Sering terjadi kesalahan konsepsi; Memerlukan banyak waktu.”
Pembelajaran menggunakan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata memberikan kelebihan pada pembelajaran PBL karena masalah yang diangkat dalam pembelajaran ini sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata ini sesuai dengan kebutuhan siswa agar mereka bisa mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari dan bukan konsep yang sulit untuk dipahami. Pembelajaran ini juga membantu siswa dalam memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
37
Pembelajaran dengan menggunakan masalah selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan yaitu memerlukan waktu yang sangat lama dalam menyelesaikan materi pelajaran yang akan dipelajari. Dalam mencari masalah yang sesuai dengan materi pelajaran yang akan diajarkan pun sulit karena masalah tersebut harus berhubungan dengan materi yang dipelajari. Hal ini membuat persiapan menggunakan pembelajaran ini menjadi kompleks sehingga sulit untuk diterapkan pada mata pelajaran tertentu.
2.6
Peran Guru dalam Problem Based Learning (PBL)
Peran guru dalam PBL adalah sebagai narasumber dan fasilitator. Selama berlangsungnya proses belajar dalam PBL siswa akan mendapat bimbingan dari narasumber atau fasilitator, tergantung dari tahapan kegiatan yang dijalankan. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2010: 97) peran guru dalam model pembelajaran PBL adalah sebagai berikut. 1. “Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari; 2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan masalah; 3. Memfasilitasi dialog siswa; dan 4. Mendukung belajar siswa.” Berdasarkan pendapat Ibrahim pembelajaran berdasarkan masalah memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak menggali potensi yang dimiliki. Hal ini dapat terlihat dari kegiatan yang banyak didominasi oleh siswa dibandingkan guru. Peran guru dalam pembelajaran ini hanya memfasilitasi dan membimbing siswa dalam memecahkan masalah yang ada.
38
3. Model Pembelajaran Tradisional 3.1 Pengertian model pembelajaran tradisional Model pembelajaran tradisional merupakan model pembelajaran yang sudah lama digunakan dalam pendidikan di Indonesia. Model pembelajaran tradisional umumnya menggunakan ceramah. Sejak zaman dahulu seorang guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, umumnya disampaikan langsung secara lisan atau menggunakan ceramah. Cara ini kadang-kadang membosankan, maka untuk meningkatkan semangat belajar siswa dalam pelaksanaannya memerlukan keterampilan tertentu, agar penyajiannya tidak membosankan dan menarik perhatian murid.
Syaiful Bahri Djamarah (2000: 205) mengungkapkan bahwa: “Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, kerena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru daripada anak didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran. Apalagi dalam pendidikan dan pengajaran tradisional, seperti di pedesaan, yang kekurangan fasilitas. Dengan demikian metode ceramah adalah metode yang penyajian pelajaran dilakukan oleh guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung kepada siswa.”
Menurut Winarno Surachmad (Sriyono, 1992) mengemukakan bahwa, “Ceramah sebagai metode mengajar adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh seorang guru di dalam kelas.” Selama berlangsungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat-alat pembantu seperti gambargambar bagan, agar uraiannya menjadi lebih jelas. Tetapi metode utama dalam perhubungan guru dengan murid-murid adalah berbicara. Guru yang lebih banyak berbicara di depan kelas menjelaskan materi pelajaran, sedangkan peranan murid dalam metode ini adalah mendengarkan dengan teliti serta mencatat pokok penting yang dikemukakan oleh guru. Berdasarkan pendapat di atas metode ceramah merupakan metode yang paling tradisional digunakan oleh guru untuk menularkan ilmunya kepada siswa. metode
39
yang digunakan yaitu dengan ceramah atau menerangkan secara lisan di depan kelas kepada siswa.
Menurut Muhibin (2000: 204) mengatakan bahwa, “Metode ceramah dapat dikatakan satu-satunya metode yang paling ekonomis yang menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literature atau rujukan yang sesuai dengan daya beli dan jangkauan siswa. Metode ceramah yang hanya memerlukan seorang guru sebagai penyampai informasi membuat metode ini tidak memerlukan banyak biaya. Hal inilah yang membuat metode ini merupakan metode yang paling ekonomis dibandingkan dengan metode lainnya.” Menurut Gulo (2002: 136), “Ceramah merupakan satu-satunya metode tradisional yang masih digunakan dalam strategi belajar mengajar.” Pendapat lain diikemukakan oleh Sumantri dan Permana (1988: 136) yang menyatakan bahwa, “Metode ceramah adalah metode yang paling popular dan banyak dilakukan oleh guru, selain mudah dalam penyajiannya juga tidak memerlukan banyak media.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas ceramah adalah metode yang paling banyak digunakan oleh guru karena tidak membutuhkan banyak biaya dan persiapan. Metode ini juga dapat digunakan apabila literature yang akan digunakan sulit untuk didapat sehingga untuk dapat menularkan ilmunya guru menggunakan metode ceramah.
Menurut Adrian (2004) mengungkapkan bahwa, “Metode ceramah adalah metode mengajar dengan menyampaikan informasi pengetahuan secara lisan kepada siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.”
“Metode ceramah merupakan suatu metode penyampaian informasi, dimana guru berbicara memberi materi ajar secara aktif dan peserta didik mendengarkan atau
40
menerimanya. Metode ini merupakan bentuk belajar mengajar satu arah, pembicara memberikan ide atau informasi dan pendengar menerimanya” (Hudoyo, 1979: 126). Bentuk belajar mengajar satu arah ini yang membuat guru lebih dominan dibandingkan siswa karena siswa hanya mendengarkan/sebagai penerima informasi saja.
Berdasarkan kedua pendapat di atas metode ceramah adalah metode pembelajaran dengan menyampaikan materinya secara lisan oleh guru di depan kelas. Pada pembelajaran ini siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru yang menyampaikan materi secara lisan di depan kelas.
Menurut Sriyono (1992: 99) model pembelajaran tradisional sangat baik digunakan apabila: a. b. c. d.
“guru hendak menyampaikan pendapat atau pengetahuan baru yang tidak ada pada bahan bacaan. Maka guru harus menerangkan sendiri; guru hendak menyimpulkan hal-hal yang penting yang telah diajarkan sehingga tampak jelas hubungan antara pokok yang satu dengan lainnya; guru hendak meransang siswa untuk tugas-tugas yang akan dan harus dikerjakan; dan jumlah siswa sangat banyak sehingga tidak mungkin guru menggunakan metode yang lain.”
Berdasarkan pendapat Sriyono pembelajaran tradisional sangat baik digunakan untuk pengetahuan baru yang mempunyai literatur sedikit atau bahkan tidak ada membuat guru menggunakan model pembelajaran tradisional. Hal ini dikarenakan model pembelajaran tradisional lebih mudah untuk menyampaikan materi yang baru dengan jumlah literatur sedikit. Pembelajaran ini juga digunakan apabila jumlah siswa yang mengikuti pelajaran sangat banyak. Jumlah siswa yang sangat membuat model pembelajaran ini sangat efektif digunakan karena tidak memerlukan banyak biaya dan lebih efisien.
41
Menurut penelitian McLeish (Davies, 1996) mencatat bahwa, seusai ceramah ada 40% terimaan seketika, atau 40% diingat oleh siswa seusau ceramah. Tetapi satu minggu kemudian pengetahuan itu menciut menjadi 15% sampai 20%.
3.2 Ciri-ciri model pembelajaran tradisional
Model pembelajaran tradisional mempunyai ciri-ciri menggunakan metode tunggal yaitu ekspositori dengan delivery method, memposisikan guru sebagai pelaku utama dan siswa terposisikan sebagai peserta didik yang pasif. Dengan asumsi ingin memberi bekal materi sebanyak-banyaknya kepada siswa, maka pada model pembelajaran tradisional, guru terpaksa melakukan berbagai kegiatan kontrol agar siswa bersikap kooperatif dan memperhatikan guru. Kontrol dilakukan melalui berbagai cara bahkan jika perlu ketika guru mengajukan pertanyaan sekalipun. Hal ini disebabkan karena belum dipahaminya paradigma pendidikan sebagai kebutuhan siswa dan tidak adanya skema untuk itu. Di samping itu guru juga belum mampu mengembangkan skema pembelajaran untuk melayani berbagai macam kebutuhan akademik siswa.
3.3 Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran tradisional Djamarah dan Zain (2006: 97) menyatakan bahwa, model pembelajaran dengan menggunakan ceramah memiliki beberapa kelebihan dan kekurangannya sebagai berikut. “Kelebihan model pembelajaran tradisional yaitu: 1. guru mudah menguasai kelas; 2. mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas; 3. dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar;
42
4. mudah mempersiapkan dan melaksanakannya; dan 5. guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik. Kelemahan model pembelajaran tradisional yaitu: 1. mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata); 2. apabila visual (melihat) menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih besar menerimanya; 3. apabila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan; 4. guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar sekali; dan 5. menyebabkan siswa menjadi pasif.” Berdasarkan pendapat Djamarah dan Zain pembelajaran tradisional yang banyak digunakan karena memiliki kelebihan seperti guru mudah menguasai kelas karena guru hanya menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, sedangkan siswa hanya duduk mendengarkan sehingga guru dapat mengontrol siswa dengan mudah. Guru yang selalu menjelaskan di depan kelas juga dapat dengan cepat menghafal tempat duduk siswa-siswa yang ada di dalam kelas. Pembelajaran tradisional juga umumnya dilaksanakan pada kelas yang memiliki jumah siswa yang banyak agar materi yang disampaikan dapat diketahui oleh seluruh siswa. pelaksanaannya pun mudah dan tidak memerlukan persiapan yang banyak karena guru cukup menghafal materi pelajaran kemudian disampaikan di depan kelas.
Pembelajaran tradisional selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan yaitu pembelajaran tradisional yang hanya mendengarkan penjelasan dari guru selama berjam-jam dapat membuat siswa menjadi bosan karena kegiatan belajar cenderung monoton. Siswa yang mengikuti pelajaran pun cenderung lebih pasif karena hanya mendengarkan penjelasan tanpa ada kegiatan lainnya yang membuat siswa aktif mengikuti pelajaran. Siswa yang hanya diam di tempat duduknya
43
mendengarkan penjelasan guru membuat guru terkadang menyimpulkan bahwa siswa tersebut memahami materi yang disampaikan.
Sebagai model pembelajaran tradisional pemberian pelajaran dengan cara berceramah memberi keuntungan dalam hal sebagai berikut. a.
“Guru dapat menguasai seluruh arah kelas Sebab guru semata-mata berbicara langsung sehingga ia dapat menentukan arah itu dengan jalan menetapkan sendiri apa yang akan dibicarakan.
b.
Organisasi kelas sederhana Dengan menggunakan ceramah, persiapan satu-satunya yang diperlukan guru adalah buku catatan/bahan pelajaran. Pembicaraan ada kemungkinan sambil duduk atau berdiri. Murid-murid diharapkan mendengarkan secara diam. Maka mudah dimengerti bahwa jalan ini adalah yang paling sederhana untuk mengatur kelas dari yang perlu alatalat banyak, atau metode kelompok yang memerlukan pembagian kelas dalam kesatuan-kesatuan kecil untuk sesuatu tugas dan lain sebagainya.”
Berdasarkan pendapat di atas pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tradisional yang hanya menyampaikan materi secara langsung membuat pembelajaran ini membutuhkan persiapan sederhana karena hanya diperlukan bahan pelajaran yang akan disampaikan di depan kelas. Pembelajaran tradisional juga tidak membutuhkan alat-alat sebagai pendukung pembelajaran sehingga tidak memerlukan biaya yang banyak. Guru hanya menyampaikan materi di depan kelas sehingga guru dapat menguasai kelas dengan baik.
3.4 Langkah-langkah model pembelajaran tradisional
Seorang guru yang bertanggung jawab dengan tugasnya dalam pengajaran sekolah pasti berusaha agar model pembelajaran yang dipakainya mencapai maksud dengan baik. Demikian juga apabila model pembelajaran tradisional dengan
44
menggunakan ceramah tetap harus dipakai, maka harus diambil langkah-langkah dan usaha-usaha bagaimana agar hasilnya nanti sebagai model pembelajaran tidak mengecewakan.
Menurut Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, Kurikulum IKIP Surabaya (1993) langkah-langkah/usaha-usaha yang perlu dipersiapkan antara lain sebagai berikut. a.
b.
c.
“Terlebih dahulu harus diketahui dengan jelas dan dirumuskan sekhususkhususnya mengenai tujuan pembicaraan atau hal yang hendak dipelajari oleh murid-murid. Bahan ceramah kemudian disusun dengan baik sehingga: 1. dapat dimengerti dengan jelas, artinya setiap pengertian dapat menghubungkan antara guru dengan murid-murid pendengarannya; 2. menarik perhatian murid-murid; 3. memperlihatkan pada murid-murid bahwa bahan pelajaran yang mereka peroleh berguna bagi penghidupan mereka. Menanam pengertian yang jelas dimungkin dengan suatu ikhtisar ringkas tentang pokok-pokok yang akan diuraikan. Kemudian menyusul bagian utama penguraian dan penjelasan pokok-pokok tersebut. Pada akhirnya disimpulkan kembali pokok-pokok penting yang telah dibicarakan itu. Dapat pula dilengkapi gambar-gambar, bagan-bagan dan sebagainya.”
Berdasarkan pendapat
Team
Pembina
Mata Kuliah Didaktik
Metodik
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tradisional sebelum dilaksanakan di dalam kelas, guru harus merumuskan tujuan dari pembelajaran yang akan dilakukan agar pembicaraan guru di dalam kelas sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Bahan pelajaran yang disampaikan harus dapat dimengerti oleh siswa sehingga dapat menarik siswa untuk memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru. Guru juga harus bisa memberikan contoh yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa bahwa, materi yang disampaikan dapat berguna untuk kehidupan mereka.
45
Langkah-langkah di bawah ini pada umumnya merupakan langkah yang dapat mempertinggi hasil dari model pembelajaran tradisional yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
“rumuskan tujuan khusus yang hendak dipelajari oleh siswa; setelah menetapkan tujuan, hendaklah diselidiki apakah metode ceramah benar-benar merupakan metode yang sangat pada tempatnya; susunan bahan ceramah yang benar-benar perlu diceramahkan; pengertian yang dapat dijelaskan dengan alat atau dengan uraian yang tertentu harus ditetapkan sebelumnya; tanggaplah perhatian siswa dan arahkan pada pokok yang diceramahkan; kemudian usahakan untuk menanam pengertian yang jelas. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melalui beberapa jalan misalnya pertama, guru memberikan ikhtisar ringkas mengenai pokok-pokok yang akan diuraikan. Kedua, menguraikan pokok tersebut dan akhirnya menyimpulkan pokok-pokok penting dalam pembicaraan itu; dan adakan rencana penilaian. Teknik evaluasi yang wajar digunakan untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan khusus itu perlu ditetapkan.”
Mengingat bahwa, setiap penggunaan teknik-teknik penyajian itu harus mencapai sasaran berdaya guna dan berhasil guna, maka bila seorang guru menggunakan teknik berceramah itu perlu memperhatikan prosedur pelaksanaan yang urutannya seperti pertama-tama guru harus terampil dan berdasarkan pemikiran yang mendalam perlu merumuskan tujuan instruksional yang sangat konkrit, sehingga betul-betul dapat tercapai bila pelajaran telah berlangsung. Jadi sebelum menggunakan model pembelajaran tradisional guru harus menentukan tujuan khusus yang hendak dipelajari siswa sehingga pembelajarran yang dilaksanakan tidak berbelok dari tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Kedua anda perlu mempertimbangkan dari banyak segi, apakah pilihan anda dengan menggunakan teknik berceramah itu telah tepat, sehingga dapat mencapai tujuan seperti yang telah anda rumuskan. Bila semua hal itu telah terjawab, baru anda tanpa ragu-ragu lagi pakailah teknik berceramah itu bagi bahan pelajaran yang akan disajikan. Ketiganya anda perlu memahami bahan pelajaran itu dari
46
segi urutan dan luasnya isi, sehingga anda dapat menyusun bahan pelajaran yang memungkinkan siswa tertarik pada pelajaran itu, karena anda memberikan contohcontoh yang konkrit ,serta siswa dapat memahami dengan baik apa yang anda jelaskan. Pada permulaan sebelum anda mengajar, telah dirumuskan tujuan secara khusus dan nyata. Sehingga murid mampu memahami kegunaan atau tujuan pelajaran yang anda ceramahkan. Hal mana bila siswa mengatahui dengan pasti tujuan sesuatu pelajaran ia akan berminat dengan sendirinya untuk mendengarkan dan mendalami pelajaran tersebut.
3.5 Praktik penggunaan model pembelajaran tradisional Model pembelajaran tradisional biasanya tidak digunakan sendiri-sendiri, tetapi merupakan kombinasi dari beberapa metode mengajar. Seperti dikombinasikan dengan metode diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan masih banyak metode lainnya. Berikut ini akan dikemukakan beberapa kombinasi metode ceramah dengan metode lain (Sriyono, 1992: 110-118). 1. Ceramah, Tanya jawab, dan Tugas Mengingat metode ceramah banyak segi yang kurang menguntungkan, maka penggunaan harus didukung dengan alat dan media atau dengan metode lain. Karena itu, setelah guru memberikan penjelasan materi kepada siswa melalui teknik ceramah, kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dengan memberikan sesi tanya jawab (Sriyono, 1992: 110-111). Seperti pada Tabel 2 di bawah adalah kegiatan yang mungkin dapat dilaksanakan dari ketiga jenis metode tersebut
47
Tabel 2. Ceramah, Tanya Jawab, dan Tugas No
Langkah
Jenis kegiatan belajar mengajar
1.
Persiapan
a. Menciptakan kondisi belajar siswa.
2.
Pelaksanaan
3.
Evaluasi
b. Penyajian, tahap guru menyampaikan bahan pelajaran (metode ceramah). c. Asosiasi/komparasi, artinya memberi kesempatan pada siswa untuk menghubungkan dan membandingkan materi ceramah yang telah diterimanya melalui tanya jawab (metode tanya jawab). d. Generalisasi/kesimpulan, memberi tugas kepada siswa untuk membuat kesimpulan melalui hasil ceramah (metode tugas). e. Mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa mengenai bahan yang telah diterimanya, melalui tes lisan dan tulisan atau tugas lain.
Sumber: Sriyono, 1992: 110-111
Persiapan dalam Tabel 2 di atas merupakan kesiapan guru dalam mengkondisikan kelas agar dapat dilakukan kegiatan belajar. Setelah kondisi kelas sudah kondusif guru menjelaskan materi pelajaran dengan metode ceramah. Setelah materi disampaikan oleh guru untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap apa yang telah disampaikan guru melalui metode ceramah dilakukan sesi tanya jawab. Setelah sesi tanya jawab selesai dan guru merasa siswa sudah cukup memahami materi yang ada, maka selanjutnya siswa diberikan tugas tentang materi yang sudah dipelajari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah benarbenar memahami materi yang sudah dijelaskan/belum. Tugas yang diberikan bisa berupa pertanyaan atau membuat kesimpulan tentang apa yang sudah dijelaskan pada hari itu.
48
2. Ceramah, Diskusi, dan Tugas Penggunaan ketiga jenis mengajar ini dapat dilakukan diawali dengan pemberian informasi kepada siswa tentang bahan yang akan didiskusikan oleh siswa, lalu memberikan masalah untuk didiskusikan. Kemudian diikuti dengan tugas-tugas yang harus dilakukan siswa (Sriyono, 1992: 112-113). Jenis kegiatan yang mungkin dapat dilakukan adalah seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Ceramah, Diskusi, dan Tugas No.
Langkah
Jenis kegiatan belajar mengajar
a. Mempersiapkan kondisi belajar. b. Memberikan informasi/penjelasan tentang masalah tugas dalam diskusi (metode ceramah). c. Mempersiapkan sarana/prasarana untuk melakukan diskusi (tempat, peserta dan waktu). 2. Pelaksanaan d. Siswa melakukan diskusi: - Guru merangsang seluruh peserta berpartisipasi dalam diskusi. - Memberikan kesempatan kepada semua anggota aktif. - Mencatat tanggapan/saran dan ide-ide yang penting. 3. Evaluasi/tindak e. Memberikan tugas-tugas kepada siswa untuk: lanjut - Memberikan kesimpulan diskusi. - Mencatat hasil diskusi. - Menilai hasil diskusi dan sebagainya. Sumber: Sriyono, 1992: 112-113 1.
Persiapan
Berdasarkan tabel diatas langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan persiapan kondisi belajar dengan mengkondisikan kelas agar siap menerima pelajaran. Kemudian guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan metode ceramah. Ceramah dilakukan untuk memberikan penjelasan informasi
49
mengenai bahan yang akan dibahas dalam diskusi sehingga diskusi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pada akhir kegiatan diskusi siswa diberikan beberapa tugas yang harus dikerjakan saat itu juga. Maksudnya untuk mengetahui hasil yang akan dicapai siswa melalui diskusi tersebut.
3. Ceramah, Demonstrasi, dan Eksperimen Penggunaan metode demonstrasi selalu diikuti dengan eksperimen. Apapun yang didemonstrasikan, baik oleh guru maupun oleh siswa (yang dianggap mampu melakukan demonstrasi), tanpa diikuti dengan eksperimen tidak akan mencapai hasil yang efektif. Dalam melaksanakan demonstrasi seorang demonstrator menjelaskan apa yang akan didemonstrasikannya (biasanya suatu proses), sehingga semua siswa dapat mengikuti jalannya demonstrasi tersebut dengan baik. Untuk itu pada awal pelajaran dijelaskan bagaimana metode demonstrasi itu dipraktekkan dalam pelajaran yang akan dibahas. Agar siswa tidak bingung dalam mengikuti pelajaran dengan menggunakan metode belajar demonstrasi (Sriyono, 1992: 112-113).
Metode eksperimen adalah metode yang siswanya mencoba mempraktekkan suatu proses tersebut, setelah melihat/mengamati apa yang telah didemonstrasikan oleh seorang demonstrator. Eksperimen dapat juga dilakukan untuk membuktikan kebenaran sesuatu, misalnya, menguji sebuah hipotesis. Dalam pelaksanaannya metode demonstrasi dan eksperimen dapat digabungkan artinya setelah dilakukan demonstrasi kemudian diikuti eksperimen dengan disertai penjelasan secara lisan
50
(Sriyono, 1992: 113-114). Kegiatan yang mungkin dilakukan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 4.
Tabel 4. Ceramah, Demonstrasi, dan Eksperimen No. Langkah
Jenis kegiatan belajar mengajar
a. Menciptakan kondisi belajar siswa untuk melaksanakan demonstrasi dengan: - Menyediakan alat-alat demonstrasi. - Tempat duduk siswa. 2. Pelaksanaan b. Mengajukan masalah kepada siswa (ceramah) dan melaksanakan demonstrasi - Menjelaskan mendemonstrasikan suatu prosedur atau proses. - Usahakan seluruh siswa dapat mengikuti/mengamati demonstrasi dengan baik. - Beri penjelasan yang padat, tapi singkat. - Hentikan demonstasi kemudian adakan tanya jawab. 3. Evaluasi c. Beri kesempatan kepada siswa untuk tindak lanjut mencoba melakukan sendiri (metode eksperimen). d. Membuat kesimpulan hasil demonstrasi. e. Mengajukan pertanyaan kepada siswa. Sumber: Sriyono, 1992: 113-114 1.
Persiapan
Persiapan dalam melaksanakan demonstrasi adalah menyediakan alat-alat yang akan digunakan dan juga siswa yang akan melakukan kegiatan demonstrasi. Setelah semua persiapan selesai kemudian guru menjelaskan materi dengan ceramah dan dilanjutkan dengan kegiatan demonstrasi yaitu guru dibantu siswa mendemonstrasikan materi pelajaran, sedangkan siswa lainnya yang tidak melakukan demonstrasi memperhatikan untuk memahami apa yang sedang didemonstrasikannya. Setelah demonstrasi selesai dilakukan siswa kemudian melakukan eksperimen untuk mendapat jawaban dari pertanyaan yang diajukan
51
setelah demonstrasi dilakukan. Kemudian diambil kesimpulan dari kegiatan eksperimen yang dilakukan oleh siswa tentang pertanyaan tersebut.
4. Ceramah, Sosiodrama, dan Diskusi Sebelum metode sosiodrama digunakan, terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan dari guru tentang situasi sosial yang akan didramatisasikan oleh para pemain/pelaku. Tanpa diberikan penjelasan, anak didik tidak akan dapat melakukan peranannya dengan baik. Karena itu, ceramah mengenai masalah sosial yang akan didemonstrasikan penting sekali dilaksanakan sebelum melakukan sosiodrama. Kemudian guru memilih siapa saja yang akan melakukan drama tersebut dan menjelasakan peranan mereka masing-masing (Sriyono, 1992: 115-116).
Sosiodrama adalah sandiwara tanpa naskah (skript) dan tanpa latihan terlebih dahulu, sehingga dilakukan secara spontan. Masalah yang didramatisasikan akan menarik bila pada situasi yang sedang memuncak, kemudian dihentikan. Selanjutnya diadakan diskusi, bagaimana jalan cerita seterusnya atau pemecahan masalah selanjutnya (Sriyono, 1992: 115-116). Langkah-langkah yang mungkin dilakukan dalam menggunakan ketiga metode ini adalah seperti tercantum pada Tabel 5.
52
Tabel 5. Ceramah, Sosiodrama, dan Diskusi No.
Langkah
1.
Persiapan
2.
Pelaksanaan
3.
Evaluasi
Jenis kegiatan belajar mengajar a. Menentukan dan menceritakan situasi sosial yang akan didramatisasikan (metode ceramah). b. Memilih pelaku. c. Mempersiapkan pelaku untuk menentukan peranan masing-masing. d. Siswa melakukan sosiodrama. e. Guru menghentikan sosiodrama pada saat situasi sedang memuncak (tegang). f. Akhiri sosiodrama dengan diskusi tentang jalan cerita, atau pemecahan masalah selanjutnya. g. Siswa diberi tugas untuk menilai atau memberi tanggapan terhadap pelaksanaan sosiodrama. h. Siswa diberi kesempatan untuk membuat kesimpulan sosiodrama.
Sumber: Sriyono, 1992: 115-116
Kegiatan pertama yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran ini adalah menentukan materi yang akan didramatisasikan dan memilih siapa saja yang akan memainkan peran dalam cerita tersebut. Setelah persiapan selesai dilakukan kemudian cerita dimainkan dengan disimak oleh siswa yang tidak mengikuti drama tersebut. Pada akhir drama siswa diberi tugas untuk mendiskusikan tentang drama tersebut materi apa yang terkandung dalam drama tersebut.
5. Ceramah, Problem Solving, dan Tugas Pada saat guru memberikan pelajaran kepada siswa, ada kalanya timbul suatu persoalan/masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan hanya penjelasan secara lisan melalui ceramah. Untuk itu guru perlu menggunakan metode pemecahan masalah atau problem solving, sebagai jalan keluarnya. Metode ini dilakukan agar masalah yang ada pada materi tersebut bisa dicarikan solusinya, agar siswa tidak bingung dan mengerti dengan materi tersebut. Kemudian diakhiri dengan tugas-
53
tugas, baik individu maupun tugas kelompok, sehingga siswa dapat melakukan tukar pikiran dalam memecahkan masalah yang dihadapainya. Metode ini banyak menimbulkan kegiatan belajar siswa lebih optimal (Sriyono, 1992: 116-117). Adapun langkah-langkah kegiatan yang dapat ditempuh adalah tercantum dalam Tabel 6.
Tabel 6. Ceramah, Problem Solving, dan Tugas No. Langkah
Jenis kegiatan belajar mengajar
a. Menentukan dan menjelaskan masalah (metode ceramah). b. Menyediakan alat/buku-buku yang relevan dengan masalah tersebut. 2. Pelaksanaan c. Siswa mengadakan identifikasi masalah. d. Merumuskan hipotesis atau jawaban sementara dalam memecahkan masalah tersebut. e. Mengumpulkan data atau keterangan yang relevan dengan masalah. f. Menguji hipotesis (siswa berusaha memecahkan masalah yang dihadapinya dengan data yang ada). 3. Evaluasi g. Membuat kesimpulan pemecahan masalah. h. Memberi tugas kepada siswa untuk mencatat hasil pemecahan masalah (metode tugas). Sumber: Sriyono, 1992: 116-117 1.
Persiapan
Persiapan yang dilakukan dalam melakukan pembelajaran ini adalah menentukan materi yang akan diangkat menjadi masalah yang kemudian akan didiskusikan oleh siswa. Setelah materi selesai ditentukan kemudian siswa diberi suatu masalah yang berkaitan dengan materi tersebut. Lalu diidentifikasi dan dicari jawaban sementara yang terkadung dalam masalah tersebut. Setelah jawaban sementara diketahui siswa selanjutnya mencari data untuk menguji kebenaran dari dugaan sementara kemudian ditarik kesimpulan dari jawaban yang sudah diuji.
54
6. Ceramah, Demonstrasi, dan Latihan Metode latihan umumnya digunakan untuk memperoleh sesuatu ketangkasan atau keterampilan dari bahan yang dipelajarinya. Karena itu, metode ceramah dapat digunakan sebelum maupun sesudah latihan dilakukan. Tujuan dari ceramah untuk memberikan sesuatu tertentu yang akan dilakukannya.
Sedangkan demonstrasi di sini dimaksudkan untuk memperagakan atau mempertunjukkan suatu keterampilan yang akan dipelajari siswa. Misalnya, belajar tari jaipongan. Siswa sebelum berlatih jaipongan diberikan penjelasan dulu seluruh gerakan tangan, gerakan badan, dan sebagainya melalui ceramah. lalu guru mendemonstrasikan tari jaipongan dan siswa memperhatikan demonstrasi tersebut. Setelah itu baru siswa mulai latihan jaipongan seperti yang dilakukan guru (Sriyono, 1992: 117-118). Langkah jenis kegiatan yang dapat dilakukan adalah seperti tercantum dalam Tabel 7.
Tabel 7. Ceramah, Demonstrasi, dan Latihan No. Langkah 1.
Persiapan
Jenis kegiatan belajar mengajar
a. Menyediakan peralatan yang diperlukan. b. Menciptakan kondisi anak untuk belajar. 2. Pelaksanaan c. Memberikan pengertian/penjelasan sebelum latihan dimulai (metode ceramah). d. Demonstrasikan proses atau prosedur itu oleh guru dan siswa mengamatinya. 3. Evaluasi e. Siswa diberikan kesempatan mengadakan latihan (metode latihan). f. Siswa membuat kesimpulan dari latihan yang ia lakukan. g. Guru bertanya kepada siswa. Sumber: Sriyono, 1992: 117-118
55
Kegiatan pertama yang dilakukan dalam melakukan pembelajaran ini adalah menciptakan kondisi kelas yang kondusif dan mempersiapkan peralatan yang akan digunakan. Kemudian guru menjelaskan sedikit tentang materi yang akan dipelajari. Setelah penjelasan selesai guru lalu mendemonstrasikan materi tersebut kemudian siswa diberi latihan yang berkaitan dengan materi yang telah didemonstrasikan oleh guru di depan kelas.
4. MINAT
4.1 Pengertian minat Secara bahasa minat berarti “kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.” Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap kegiatan seseorang sebab dengan minat ia akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Sedangkan pengertian minat secara istilah telah banyak dikemukakan oleh para ahli, di antaranya:
Menurut Slameto (1991: 182), “Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas minat adalah rasa ketertarikan terhadap suatu kegiatan atau aktivitas tertentu yang timbul dari dalam diri individu tanpa ada
56
yang menyuruh untuk melakukannya. Jadi minat itu tidak ada unsur paksaan melainkan timbul dari dalam diri sendiri untuk melakukan suatu kegiatan tertentu.
Menurut Sardiman (2008: 76) mengemukakan bahwa, “Minat adalah suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan sendiri.” Pendapat lain dikemukakan oleh I.L Pasaribu dan Simanjuntak (2003: 52) yang mengemukakan bahwa, “Minat adalah sesuatu yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan sesuatu yang menariknya.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas minat adalah suatu rasa yang bisa menyebabkan sesrorang dapat melakukannya suatu kegiatan tertentu. Minat timbul dari keinginan seseorang untuk dapat melakukan suatu kegiatan yang memang merupakan kebutuhan individu tersebut.
Menurut W.S Winkel (2005: 34) mengatakan bahwa, “Minat adalah kecenderungan menetap dalam subjek untuk merasa senang berkecimpung di bidang tersebut. Kecenderungan menetap yang dimaksud adalah keinginan menetap pada hal atau bidang tertentu karena seseorang tersebut memiliki rasa suka pada bidang tersebut.”
Menurut Sumadi Suryabrata (1988: 109) mengatakan bahwa, “Minat adalah Kecenderungan dalam diri individu untuk tertarik pada sesuatu objek atau menyenangi sesuatu objek.” Menurut Berhard (1986) “minat timbul atau muncul tidak secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman,
57
kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja, dengan kata lain, minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas minat adalah kecenderungan seorang individu untuk tertarik kepada bidang tertentu. Minat tidak muncul tiba-tiba melainkan dari partisipasi, pengalaman, dan kebiasaan dapat timbul dari kegiatan yang dilihatnya apakah menarik atau tidak, sehingga apabila kegiatan yang dilihatnya menarik dapat menimbulkan minat siswa untuk berpartisipasi dan muncul rasa suka untuk melakukan kegiatan tersebut secara terus menerus.
Menurut Sapariah dkk (1982: 10) mengatakan bahwa, “Minat adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan suatu kegiatan tertentu diantara sejumlah kegiatan lain yang berbeda.” Minat dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu gairah, keinginan.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas minat merupakan kecenderungan atau keinginan seseorang yang lebih menonjolkan kepada kegiatan tertentu dibanding kegiatan lainnya karena adanya rasa suka yang tinggi terhadap kegiatan tersebut.
Menurut Muhaimin (1994: 4), “Minat merupakan kecenderungan afektif seseorang untuk membuat pilihan aktivitas, kondisi-kondisi individual dapat merubah minat seseorang. Sehingga dapat dikatakan minat itu tidak stabil sifatnya.” Pendapat lain dikemukakan oleh Dyimyati Mahmud (1982) yang mengatakan bahwa, “Minat adalah sebagai sebab yaitu kekuatan pendorong yang memaksa seseorang menaruh perhatian pada orang situasi atau aktifitas tertentu
58
dan bukan pada yang lain, atau minat sebagai akibat yaitu pengalaman efektif yang distimular oleh hadirnya seseorang atau sesuatu obyek, atau karena berpartisipasi dalam suatu aktifitas.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas minat adalah sesuatu dorongan yang membuat seseorang menyukai kegiatan tertentu. Minat sifatnya tidak stabil karena dapat dipengaruhi oleh hal-hal tertentu yang membuat seseorang menyukai kegiatan tersebut.
Menurut Crow & Crow (1984: 55) mengatakan bahwa: “Kemampuan dan kemauan menyelesaikan suatu tugas yang diberikan untuk selama waktu yang ditentukan berbeda-beda baik dari segi umur maupun bagi masing-masing individu. Untuk seorang anak yang sangat muda, lamanya minat dalam kegiatan tertentu sangat pendek. Minat senantiasa berpindah-pindah namun demikian ia menghendaki keaktifan. Ia kerap kali mendasarkan kegiatan-kegiatannya atas pilihan sendiri dan dapat lebih suka mengusahakan sesuatu tertentu daripada yang lainnya. Karena minat yang terdapat dalam kegiatan untuk kepentingan diri sendiri lebih daripada untuk mencapai sesuatu hasil tertentu, sehingga ia mudah dikacaukan dan mudah tertarik pada kegiatan yang lain. Tidak demikian halnya terhadap orang yang lebih tua. Mereka yang disebutkan terakhir ini lebih lama dapat mempertahankan minatnya terhadap sesuatu daripada berpindah-pindah kepada hal-hal lain.” Menurut Minat Whiterington (1991: 135), “Minat adalah kecenderungan seseorang untuk memilih dan melakukan suatu kegiatan tertentu diantara sejumlah kegiatan lain yang tersedia.” Sedangkan menurut Baharudin (2007: 24) “Minat (interest) adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.”
59
Berdasarkan kedua pendapat di atas minat adalah keinginan seseorang yang kuat untuk memilih suatu kegiatan tertentu dibandingkan kegiatan lainnya. Keinginan ini bisa saja dipengaruhi oleh orang lain atau faktor lain bisa juga dating dari keinginan dalam dirinya sendiri.
Untuk mencapai hasil yang baik disamping kecerdasan juga minat, sebab tanpa adanya minat segala kegiatan akan dilakukan kurang efektif dan efesien. Dalam percakapan sehari-hari pengertian perhatian dikacaukan dengan minat dalam pelaksanaan perhatian seolah-olah kita menonjolkan fungsi pikiran, sedangkan dalam minat seolah-olah menonjolkan fungsi rasa, tetapi kenyataanya apa yang menarik minat menyebabkan pula kita berperhatian, dan apa yang menyebabkan perhatian kita tertarik minatpun menyertai kita (Dakir. 1971: 81). Jadi rasa suka terhadap suatu kegiatan akan menimbulkan perhatian yang besar terhadap kegiatan tersebut dan sebaliknya rasa suka terhadap kegiatan tertentu membuat seseorang memusatkan perhatian yang besar pada kegiatan tersebut.
Menurut Tidjan (1976: 71) mengatakan bahwa, “Minat adalah gejala psikologis yang menunjukan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada perasaan senang. Pemusatan perhatian siswa terhadap pelajaran tertentu disebabkan adanya rasa suka terhadap pelajaran tersebut. Rasa suka yang timbul bisa disebabkan oleh guru yang mengajarkan pelajaran tersebut dapat menyampaikannya dengan baik atau pelajaran tersebut memiliki tantangan yang membuat siswa merasa pelajaran tersebut harus bisa dia kuasai.”
60
The Liang Gie (1998) menyatakan bahwa:
“Sibuk, tertarik, atau terlihat sepenuhnya dengan sesuatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Dengan demikian, minat belajar adalah keterlibatan sepenuhnya seorang siswa dengan segenap kegiatan pikiran secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang pengetahuan ilmiah yang dipelajari di sekolah. Guru perlu membangkitkan minat siswa agar pelajaran yang diberikan mudah dimengerti. Kurangnya minat belajar dapat mengakibatkan kurangnya rasa ketertarikan pada suatu bidang tertentu, bahkan dapat melahirkan sikap penolakan kepada guru. Untuk itu guru harus bisa membangkitkan minat siswa terhadap pelajarannya agar siswa mau melibatkan diri sepenuhnya dalam pelajaran tersebut tanpa ada perhatian yang terbagi pada kegiatan lainnya.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas minat adalah perhatian seseoarang kepada kegiatan tertentu karena adanya rasa senang dalam diri kepada kegiatan tersebut. Seorang yang memiliki minat terhadap kegiatan tersebut akan memusatkan perhatian yang lebih kepada kegiatan tersebut.
Menurut The Ling Gie (1998), arti penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi adalah:
1. 2. 3. 4. 5.
“minat melahirkan perhatian yang serta merta. minat memudahnya terciptanya konsentrasi; minat mencegah gangguan dari luar; minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan; minat memperkecil kebosanan belajar dalam diri sendiri.”
Berdasarkan pendapat The Ling Gie minat melahirkan perhatian dengan serta merta adalah minat dapat menumbuhkan perhatian kepada suatu kegiatan yang disukai tanpa disadari oleh seseorang. Minat juga dapat memudahkan konsentrasi karena ketertarikan seseorang pada bidang atau kegiatan tertentu membuat seseorang melakukan kegiatan tersebut dengan sungguh-sungguh dan konsentrasi.
61
Minat juga dapat mencegah gangguan dari luar karena rasa suka terhadap kegiatan tertentu seseorang tidak mudah terpengaruh terhadap gangguan dari luar. Ketertarikan siswa pada pelajaran tersebut membuat siswa tersebut mudah mengingat pelajaran yang sudah dipelajari karena siswa tersubut menyukai pelajaran tersebut. Bosan dapat muncul apabila kita tidak menyukai pelajaran atau kegiatan tertentu, akan tetapi ketika seseorang menyukai pelajaran tertentu kebosanan tidak akan muncul dalam diri seseorang.
Mahfud Shalahuddin (1990) mengemukakan minat secara sederhana, “Minat adalah perhatian yang mengandung unsur- unsur perasaan.” Menurut Abu Ahmadi (1998), “Minat adalah sikap seseorang termasuk tiga fungsi jiwa (kognisi, konasi, dan emosi) yang tertuju pada sesuatu dan dalam hubungan itu terdapat unsur perasaan yang sangat kuat.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas minat terdapat dalam unsur perasaan manusia karena minat adalah rasa suka yang sangat besar terhadap suatu kegiatan yang tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun. Jadi minat timbul dengan sendirinya tanpa ada paksaan dari orang lain.
Andi Mappiare (1982) berpendapat bahwa:
“Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka takut atau kecenderungankecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Campuran perasaan seseoarang terhadap suatu kegiatan melahirkan harapan yang besar untuk dapat mencapai hasil yang baik yang kelak dapat mengarahkan seseorang kepada pilihan tertentu yang baik bagi kehidupan seseorang.”
62
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas minat adalah perhatian seseorang kepada kegiatan tertentu yang mengandung unsur-unsur perasaan, harapan, dan rasa takut yang dapat mengarahkan individu untuk memilih suatu pilihan tertentu. Unsurunsur ini dapat memberikan pengaruh yang besar untuk memilih pilihan seseorang.
Menurut Sujanto Agus (1981) mengatakan bahwa:
“Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan. Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yang dipelajari dapat dipahami, sehingga siswa dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan. Pemusatan perhatian seseorang kepada kegiatan belajar dapat membuat siswa dengan mudah memahami materi karena siswa tersebut sungguh-sungguh memperhatikan guru dalam menjelaskan materi sehingga materi yang sulit dapat dipahami oleh siswa tersebut.”
Menurut Hilgard (2003: 57) mengatakan bahwa: “Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Dengan kata lain, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.” Berdasarkan kedua pendapat di atas minat adalah pemusatan perhatian seseorang kepada kegiatan tertentu tanpa disengaja karena adanya bakat dan pengaruh dari lingkungan. Jadi minat timbul tanpa adanya kesengajaan yang bisa disebabkan adanya bakat dalam diri ataupun pengaruh dari lingkungan.
63
Menurut Dalyono (1997: 56) mengatakan bahwa: “Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai/memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Timbulnya minat belajar disebabkan berbagai hal, antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikkan martabat atau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan bahagia. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaiknya minat belajar kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah.” Suatu anggapan yang keliru adalah bila mengatakan bahwa, minat dibawa sejak lahir. Minat adalah perasaan yang didapat karena berhubungan dengan sesuatu. Minat terhadap sesuatu itu dipelajari dan dapat mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Jadi, minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan cenderung mendukung aktivitas belajar berikutnya.
Slameto (1991) berkesimpulan bahwa, minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Dengan kata lain, Slameto mengatakan bahwa minat dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada diri seorang anak didik. Caranya adalah apa yang telah disampaikan oleh Tanner & Tanner dalam slameto (1991) yaitu dengan jalan memberikan informasi pada anak didik mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu atau menguraikan kegunaannya di masa depan bagi anak didik. Peran guru dalam menumbuhkan minat sangat penting karena penjelasan guru tetang pelajaran yang akan diajarkan dapat menumbuhkan rasa suka ataupun benci pada pelajaran.Untuk itu, guru harus bisa memberikan kesan yang positif tentang pelajaran yang diajarkan sehingga siswa dapat menyukai pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
64
4.2 Ciri-Ciri Minat
Menurut pendapat dari Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1998: 156) ada beberapa ciri-ciri minat yang dapat didefinisikan, antara lain:
1. “Cara mengikuti aktivitas olahraga; 2. Serius tidaknya dalam mengikuti aktifitas olahraga. Siswa yang berminat melakukan aktifitas olahraga seperti olahraga bola voli, sepak bola, bulu tangkis, bola basket dan olahraga lainnya tidak akan mengenal lelah dan dapat menikmati kegiatan tersebut, bahkan dengan sendirinya ia berlatih sendiri tanpa ada yang membimbing. Siswa yang berminat terhadap ektrakurikuler bola voli misalnya ia akan memiliki harapan atau cita-cita dari kegiatan tadi dalam konteks dengan cara melakukannya secara sungguh-sungguh dengan saling mendukung seperti: orang tua, teman, dan orang yang ada disekitarnya. Selain itu sarana dan prasarana sangatlah penting dalam mendukung minat tersebut.” Dorongan yang ada pada diri individu, menggambarkan perlunya perlakuan yang luas, sehingga ciri-ciri terlihat lebih terinci dan jelas sesuai dengan faktor usia. Oleh karena itu ciri-ciri dan minat anak akan menjadi pedoman penyelenggara program aktifitas olahraga dan yang arahnya akan lebih dikategorikan kepada hasil latihan berupa: psikomotor, afektif, kognitif, dan domain yang lain. Dengan adanya penggunaan pedoman maka pandangan dan pengembangan program akan sesuai dengan ketepatan masa berlatih dalam melakukan aktifitas olahraga. Kemudian diharapkan akan muncul dalam pikiran, bahwa pada umumnya siswa memiliki ragam tentang pengertian sehat secara rohani dan sehat secara jasmani yang perlu diperhatikan (Widodo Supriyono, 1998: 156).
65
1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Totok Santoso dalam Muhaimin (1994: 10) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat seorang anak antara lain:
“1. Motivasi dan cita-cita Kata motif diartikan sebagai daya upaya untuk mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat diartikan sebagai daya penggerak dalam diri dan dari subyek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu untuk pencapaian tujuan. Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya yang telah menjadi aktif. Motif akan menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama apabila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak. 2. Keluarga Keluarga dalam hal ini berperan dalam pemberian dorongan kepada anak untuk melakukan olahraga, apabila dalam sebuah keluarga ada dukungan kepada anaknya dan memberi fasilitas untuk melakukan olahraga maka minat anak untuk melakukan olahraga akan semakin besar. Artinya anak tersebut akan sangat termotivasi dari keluarga tersebut. Apabila dari pihak keluarga tidak ada dukungan sama sekali terhadap aktivitas olahraga, maka anak tersebut semakin turun atau bahkan akan hilang minatnya untuk melakukan olahraga.” Berdasarkan pendapat Santoso dorongan siswa atau motivasi anak dalam melakukan kegiatan seperti olahraga dapat menumbuhkan minat anak terhadap olahraga tersebut. Dorongan ini akan timbul apabila anak tersebut merasakan kebutuhan terhadap kegiatan olahraga. Misalnya olahraga menjadi kebutuhan manusia agar bisa sehat dalam menjalani hidup. Kebutuhan inilah yang dapat menimbulkan minat anak terhadap olahraga. Faktor lain yang mempengaruhi minat adalah keluarga. Anak yang orang tuanya mendukung sarana dan prasarana olahraga yang dibutuhkan oleh anak tersebut membuat anak akan merasakan adanya dukungan yang dapat menumbuhkan minat anak terrhadap kegiatan olahraga.
66
4.4 Cara meningkatkan minat siswa Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subjek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat anak didik yang telah ada. Misalnya, beberapa anak didik menaruh minat pada olahraga balap mobil. Sebelum mengerjakan percepatan gerak, guru dapat menarik perhatian anak didik dengan menceritakan sedikit mengenai balap mobil yang baru berlangsung, kemudian sedikit demi sedikit diarahkan ke materi pelajaran yang sesungguhnya (Slameto, 1991: 180).
Peran guru dalam menumbuhkan minat sangat penting untuk itu guru harus peka terhadap kesukaan yang dimiliki oleh murid-muridnya. Kepekaan guru terhadap kesukaan muridnya dapat membantu guru tersebut agar murid-muridnya dapat mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh guru. Sehingga murid-murid dapat menyukai pelajaran yang diajarkan oleh guru karena murid tersebut merasa pelajaran yang diajarkan kepada mereka mudah dipahami.
Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Anak didik yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Anak didik mudah menghapal pelajaran yang menarik minatnya. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat. Minat merupakan alat motivasi yang utama yang dapat membangkitkan kegairahan belajar anak didik dalam rentangan waktu tertentu. Oleh karena itu, guru perlu membangkitkan minat anak didik agar pelajaran yang diberikan mudah anak didik pahami (Slameto, 1991: 181).
67
Ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik sebagai berikut. a. b.
c.
d.
“Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan; Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran; Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif; dan Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik.”
Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu. Proses ini berarti menunjukkan pada siswa bagaimana pengetahuan dan kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat untuk mencapai beberapa tujuan yang dianggapnya penting, dan bila siswa melihat bahwa hasil dari pengalaman belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya, kemungkinan besar ia akan berminat dan bermotivasi untuk mempelajarinya (Slameto, 1991: 180).
Selain memanfaatkan minat yang telah ada, Tanner & Tanner (1975) menyarankan agar para pengajar berusaha membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang. Rooijakkers (1980) berpendapat bahwa, dalam hal ini dapat pula dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah
68
diketahui kebanyakan siswa. Siswa misalnya, akan menaruh perhatian pada pelajaran tentang gaya berat, bila hal itu dikaitkan dengan peristiwa mendaratnya manusia pertama di bulan.
Apabila usaha-usaha di atas tidak berhasil, pengajar dapat memakai insentif dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Insentif merupakan alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar melakukan Sesuatu yang tidak mau melakukannya atau yang tidak dilakukannya dengan baik. Diharapkan pemberian insentif akan membangkitkan motivasi siswa, dan mungkin minat terhadap bahan yang diajarkan akan muncul (Slameto, 1991: 181).
Studi-studi eksperimental menunjukkan bahan siswa-siswa yang secara teratur dan sistematis diberi hadiah karena telah bekerja dengan baik atau karena perbaikan kualitas pekerjaannya, cenderung bekerja lebih baik daripada siswasiswa yang dimarahi dan dikritik karena pekerjaannya yang buruk atau karena hasil kerjanya yang buruk tidak terbukti efektif, bahkan hukuman yang terlalu kuat dan sering lebih menghambat belajar. Tetapi hukuman yang ringan masih lebih baik daripada tidak ada perhatian sama sekali. Hendaknya pengajar bertindak bijaksana dalam menggunakan insentif. Insentif apa pun yang dipakai perlu disesuaikan dengan diri siswa masing-masing (Slameto, 1991: 181).
Crow and Crow (1989) mengatakan bahwa, “Minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang diransang oleh kegiatan itu sendiri. Jadi minat dapat diekspresikan melalui kenyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan
69
melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh kemudian.”
4.5 Minat dan Usaha Tugas atau pekerjaan tidak dapat diselesaikan tanpa pengerahan usaha, daya, dan tenaga. Semakin sulit tugas, semakin banyak pula tenaga yang diperlukan untuk mengerjakan tugas dengan baik. Generalisasi ini berlaku pun dalam belajar. Penguasaan yang sempurna terhadap suatu mata pelajaran memerlukan pencurahan perhatian yang rinci (Djaali, 2008: 121).
Minat yang telah disadari terhadap bidang pelajaran, mungkin sulit sekali akan menjaga pikiran siswa, sehingga dia bisa menguasai pelajarannya. Pada gilirannya, prestasi yang berhasil akan menambah minatnya, yang bisa berlanjut sepanjang hayat (Djaali, 2008: 122).
4.6 Minat dan Kelelahan Kondisi lelah dapat ditimbulkan oleh kerja fisik. Akan tetapi, seringkali apa yang dianggap sebagai kelelahan, sebenarnya karena tidak ada atau hilangnya minat terhadap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu sendiri. Membaca buku pelajaran secara terus-menerus, dapat mengakibatkan anak mengemukakan kelelahan dan timbullah karenanya keinginan untuk menghentikan belajarnya. Akan tetapi, jika dia mengalihkan dari buku tersebut kepada buku baru atau buku lainnya yang menarik minat, dia bisa terus membacanya sampai berjam-jam (Djaali, 2008: 122).
70
Minat adalah perasaan ingin tahu, mempelajari, mengagumi atau memiliki sesuatu. Di samping itu, minat merupakan bagian dari ranah afeksi, mulai dari kesadaran sampai pada pilihan nilai. Gerungan menyebutkan minat merupakan pengerahkan perasaan dan menafsirkan untuk sesuatu hal (ada unsur seleksi). Jika dikaitkan ke dalam bidang kerja, teori minat Holland lebih sesuai. Holland dalam Djaali (2007: 122) mengatakan bahwa, “Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat tidak timbul sendirian, ada unsur kebutuhan, misalnya minat belajar dan lain-lain.”
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa, minat memiliki unsur afeksi, kesadaran sampai pilihan nilai, pengerahan perasaan, seleksi, dan kecenderungan hati. Dari sumber tersebut, kemudian dapat dirangkum pemilahan kelompok minat, berdasarkan orang dan pilihan kerjanya, minat dapat dibagi ke dalam enam jenis, yaitu: 1.
“realistis Orang realistis umumnya mapan, kasar, praktis, berfisik kuat, dan sering sangat elastis, memiliki koordinasi otot yang baik dan terampil. Akan tetapi, ia kurang mampu menggunakan modium komunikasi verbal dan kurang memiliki keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, pada umumnya mereka kurang menyenangi hubungan sosial, cenderung mengatakan bahwa mereka senang pekerjaan tukang, memiliki sifat langsung, stabil, normal, dan kukuh, menyukai masalah konkrit dibanding abstrak, menduga diri sendiri sebagai agresif, jarang melakukan kegiatan kreatif dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, tetapi suka membuat sesuatu dengan bantuan alat.
2.
investigasi Orang investigative termasuk orang yang berorientasi keilmuan. Mereka umumnya berorientasi pada tugas, introspektif, dan asosial, lebih meyukai memikirkan sesuatu daripada melaksanakannya, memiliki dorongan kuat untuk memahami alam, menyukai tugas-tugas yang tidak pasti (ambiguous), suka bekerja sendirian, kurang pemahaman dalam kepemimpinan akademik dan intelektualnya, menyatakan diri sendiri
71
3.
4.
5.
6.
sebagai analis, selalu ingin tahu, bebas, dan bersyarat, dan kurang menyukai pekerjaan yang terulang. artistik Orang artistik menyukai hal-hal yang tidak terstruktur, bebas, memiliki kesempatan bereaksi, sangat membutuhkan suasana yang dapat mengekspresikan sesuatu secara individual, sangat kreatif dalam bidang seni dan musik. sosial Tipe ini dapat bergaul, bertanggung jawab, berkemanusiaan, dan sering alim, suka bekerja dalam kelompok, memiliki kemampuan verbal, terampil bergaul, menghindari pemecahan masalah secara intelektual, suka memecahkan masalah yang ada kaitannya dengan perasaan, menyukai kegiatan menginformasikan, melatih dan mengajar. enterprising Tipe ini cenderung menguasai atau memimpin orang lain, memiliki keterampilan verbal untuk bergadang, memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan organisasi, agresif, percaya diri, dan umumnya sangat aktif. konvensional Orang konvensional menyukai lingkungan yang sangat tertib, menyenangi komunikasi verbal, senang kegiatan yang berhubungan dengan angka, sangat efektif menyelesaikan tugas yang berstruktur tetapi menghindari situasi yang tidak menentu, menyatakan diri orang yang setia, patuh, praktis, tenang, tertib, efisien mereka mengidentifikasi diri dengan kekuasaan dan materi.”
Seseorang dalam menentukan minat terhadap suatu pekerjaan ada yang menentukannya secara realistis. Seorang yang realistis umumnya memlih pekerjaan yang mengandalkan kordinasi otot dan otak. Selain realistis ada juga menentukan berdasarkan investigatif. Orang investigatif lebih menyukai hal-hal yang berhubungan dengan alam semesta dan juga menyukai hal-hal yang tidak pasti. Selanjutnya seseorang menentukan pekerjaan berdasarkan secara artistic yaitu menyukai hal-hal yang bebas dan tidak terikat pada orang lain. Berbeda dengan artistik seseorang yang menentukan minat berdasarkan social lebih menyulai pergaulan dan berkomunikasi dalam memecahkan masalah. Enterprising adalah orang yang cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi sehingga dia lebih senang pekerjaan yang dia pimpin sendiri dibandingkan bekerja dengan
72
orang lain. Cara menentukan pekerjaan dengan konvensional yaitu menyukai pekerjaan yang teratur karena orang konvensional menyukai sesuatu yang tertib. B.
Penelitian Relevan
Tabel 8. Hasil Penelitian yang Relevan Tahun Nama/NPM
Judul Skripsi
Kesimpulan
2008
Andalas Mulyawan/ 0313031016
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) pada mata pelajaran ekonomi pokok bahasan pasar dengan pemanfaatan media Audio-Visual pada siswa kelas X1 MAN 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2007/2008
Pembelajaran ekonomi pokok bahasan pasar persaingan sempurn dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dengan pemanfaatan media audiovisual termasuk dalam kategori baik dengan ratarata hasil belajar siswa 7,83.
2007
Riyan Ahad Budianto/206 .112.013/FE/ AK Universitas Pembanguna n nasional
Kajian empiris perbandingan antara model PBL dan Lecturing dalam softskill dan prestasi belajar mahasiswa pada mahasiswa akuntansi universitas pembangunan nasional
Hasilnya ada perbedaan rata-rata hasil belajar mahasiswa yang menggunakan metode PBL dan Lecturing yang dilihat dari IPK mahasiswa yang menggunakan metode PBL lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan metode Lecturing.
2006
Yuditya Falestin/K 7406034/FKI P/Universitas Sebelas Maret
Peningkatan prestasi belajar akuntansi melalui penerapan model pembelajaran PBL pada siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2009/2010
Problem Based Learning dapat meningkatkan prestasi belajar akuntansi siswa hal ini terlihat dari siklus I ratarata hasil belajar sebesar 73,23, siklus II sebesar 82,90. Model pembelajaran PBL juga dapat meningkatkan minat belajar siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 6 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010
73
C.
Kerangka Pikir
Untuk menyelesaikan suatu masalah tentu kita harus melihat itu dari berbagai segi, baik kecil maupun besar agar dapat dengan mudah menyelesaikan masalah itu dengan baik, sehingga dapat menjadi acuan dalam pembahasan nantinya.
Kerangka pikir adalah konsep yang memerlukan abstraksi dan hasil pikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya berdimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.”
Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran, yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran tradisional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar ekonomi siswa melalui kedua model pembelajaran tersebut. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah minat belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi.
1. Ada Perbedaan Signifikan Rata-rata Hasil Belajar Ekonomi yang Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan Model Pembelajaran Tradisional Penelitian ini akan meneliti tentang perbandingan hasil belajar siswa yang variabel bebas (independen) yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran tradisional. Pemberian model pembelajaran PBL sebelum pembelajaran di perkirakan baik bila dipakai dalam mengajar bidang studi ekonomi, karena dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih aktif lagi melakukan kegiatan belajar di sekolah. Sehingga dengan adanya model pembelajaran PBL siswa diharuskan belajar dan minimal siswa sudah pernah
74
membaca pokok-pokok materi yang akan dibahas. Karena dalam model pembelajaran PBL siswa ditekankan untuk mencari masalah yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Untuk itu, siswa mau tidak mau harus membaca materi yang akan dipelajari agar mereka bisa mengikuti pelajaran yang akan diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran PBL.
Pada pembelajaran PBL ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen dan masing-masing kelompok mencari masalah yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari, kemudian salah satu kelompok mempresentasikannya di depan kelas lalu didiskusikan bersama kelompok lain untuk mencari jawaban dari permasalahan yang disajikan. Kemudian setelah beberapa kelompok telah mempresentaikan di depan kelas, guru memberikan kesimpulan jawaban yang tepat dan guru memberikan kesimpulan materi yang telah dibahas.
Pembelajaran tradisional merupakan model pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru di kelas, yaitu model pembelajaran yang menyajikan materi secara lisan atau ceramah di depan kelas. Dalam model pembelajaran traditional guru dituntut untuk pandai berbicara di depan kelas agar siswa tidak mengalami kebosanan karena hanya mendengarkan saja penjelasan materi dari guru. Di dalam pembelajaran juga perlu diperhatikan minat siswa terhadap pelajaran yang mereka sukai. Karena, apabila siswa memiliki minat terhadap pelajaran yang akan diajarkan maka siswa cenderung memperhatikan pelajaran tersebut. Tetapi sebaliknya apabila siswa tidak memiliki minat terhadap pelajaran yang akan dipelajari maka siswa cenderung malas-malasan untuk mengikuti pelajaran tersebut. Untuk itu, guru harus mengetahui minat siswa terhadap pelajaran yang
75
akan diajarkan. Sehingga ada perbedaan yang sigifikan hasil belajar ekonomi siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan menggunakan model pembalajaran tradisional.
2. Ada Perbedaan Rata-rata Hasil Belajar Ekonomi Siswa yang Memiliki Minat Rendah yang Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan Pembelajaran Tradisional Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), bagi siswa yang memiliki minat rendah, siswa tersebut harus mencoba memecahkan masalah yang ada di dalam materi yang sudah diberikan kepada kelompoknya karena siswa tersebut harus bekerja sama dengan siswa lainnya dalam memecahkan masalah yang ada di dalam materi yang sudah diberikan. Karena di dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL) siswa harus dapat memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas.
Sedangkan pada model pembelajaran tradisional, bagi siswa yang memiliki minat rendah, siswa tersebut kurang memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru di depan kelas. Hal tersebut dikarenakan model pembelajaran tradisional yang menggunakan metode ceramah cenderung lebih membosankan dan monoton dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran PBL yang menuntut siswa untuk aktif dalam memecahkan masalah yang ada di dalam materi yang diberikan. Sehingga ada perbedaan hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar rendah dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning tradisional.
(PBL)
dibandingkan
yang menggunakan model
pembelajaran
76
3.
Ada Perbedaan Hasil Belajar Ekonomi Siswa yang Memiliki Minat Belajar Tinggi yang Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan Pembelajaran Tradisional
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning bagi siswa yang memiliki minat belajar tinggi membuat siswa lebih kreatif dalam berpikir karena, dalam model pembelajaran Problem Based Learning siswa dituntut untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Masalah yang digunakan dalam pembelajaran ini Problem Based Learning adalah masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Sehingga siswa yang pembelajaran Problem Based Learning yang memiliki minat belajar tinggi lebih tertarik dalam mengikuti pelajaran. Berbeda dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pembelajaran dengan menggunakan metode tradisional yang memberikan penjelasan lisan oleh guru di depan kelas membuat siswa hanya mendapatkan penjelasan berupa konsep semata tanpa harus memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Hal ini membuat siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional tidak mempunyai tantangan karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru. sehingga terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi yang memiliki minat belajar tinggi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran tradisional.
77
4.
Ada Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi
Jika pada model pembelajaran PBL, siswa yang memiliki minat belajar rendah dalam mata pelajaran ekonomi hasil belajarnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat belajar tinggi, dan jika siswa pada model pembelajaran tradisional, siswa yang memiliki minat belajar tinggi hasil belajarnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat belajar rendah, maka akan terjadi interaksi antara model pembelajaran dan minat belajar.
Berdasarkan dari pemikiran tersebut, maka gambaran mengenai kerangka pikir di atas adalah
Gambar 1. Desain Kerangka Pikir
Minat
Model pembelajaran Model pembelajaran Problem Based tradisional Learning (PBL)
Rendah
Hasil belajar ekonomi
Hasil belajar ekonomi
Tinggi
Hasil belajar ekonomi
Hasil belajar ekonomi
Model Pembelajaran
D.
Anggapan Dasar Hipotesis
Peneliti memiliki anggapan dasar dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu: 1.
Seluruh siswa kelas X semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang menjadi subjek penelitian mempunyai kemampuan akademis yang relatif sama dalam mata pelajaran ekonomi;
78
2.
Kelas yang diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan kelas yang diberi model pembelajaran tradisional, diajar dengan guru yang sama;
3.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar ekonomi siswa selain minat belajar dalam memahami permintaan, penawaran dan pasar dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan traditional, diabaikan.
E. Hipotesis
1. Ada perbedaan signifkan rata-rata hasil belajar ekonomi pada siswa yang menggunakan model pembelajaran PBL dibandingkan yang menggunakan model pembelajaran tradisional. 2. Ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi pada siswa yang memiliki minat belajar rendah yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran PBL dibandingkan yang menggunakan model tradisional. 3. Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa ekonomi pada siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang pembelajarannya menggunakan model PBL dibandingkan yang menggunakan model pembelajaran tradisional. 4. Ada interaksi antara model pembelajaran dengan minat belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi.
79
Hipotesis ini dirumuskan menjadi hipotesis verbal dan hipotesis statistik: 1. Hipotesis Verbal a. Ho: tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 12 Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang pembelajaran dengan model pembelajaran PBL dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran tradisional. H1: ada perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 12 Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang pembelajaran dengan model pembelajaran PBL dibandingkan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa dengan model pembelajaran tradisional. b. Ho: tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 12 Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang memiliki minat rendah yang pembelajaran dengan model pembelajaran PBL dibandingkan dengan hasil belajar ekonomi siswa dengan model pembelajaran tradisional. H1: ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 12 Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang memiliki minat rendah yang pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL dibandingkan yang pembelajarannya dengan model pembelajaran tradisional. c. Ho: tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 12 Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012
80
yang memiliki minat tinggi yang pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL dibandingkan dengan yang pembelajarannya dengan model pembelajaran tradisional. H1: ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 12 Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang memiliki minat tinggi yang pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
PBL
dibandingkan
yang
pembelajarannya
dengan
menggunakan model pembelajaran tradisional. d. Ho: tidak ada interaksi antara model pembelajaran PBL dan tradisional dengan minat siswa pada mata pelajaran ekonomi. H1: ada interaksi antara model pembelajaran PBL dan tradisional dengan minat pada mata pelajaran ekonomi.
2. Hipotesis Statistik a) Ho: µ1 = µ2 H1: µ1 ≠ µ2 b) Ho: µ1 = µ2 H1: µ1 ≠ µ2 c) Ho: µ1 = µ2 H1: µ1 ≠ µ2 d) Ho : µ1 = µ2
H1 : µ1 >< µ2
81
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Berdasarkan tingkat eksplanasinya, penelitian ini tergolong penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Menguji hipotesis komparatif berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan (Sugiyono, 2005: 115). Metode ini dipilih kerena sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu mengetahui perbedaan suatu variabel, yaitu hasil belajar ekonomi siswa dengan perlakuan berbeda.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat (Sugiono, 2005: 7). Penelitian ini merupakan eksperimen di bidang pendidikan sehingga dapat didefinisikan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan, tindakan, treatment pendidikan terhadap tingkah laku siswa atau menguji hipotesis tentang adatidaknya akan itu dibandingkan dengan pengaruh tindakan lain (www.ktiguru.org, 2007). Berdasarkan hal tersebut maka tujuan umum penelitian eksperimen adalah untuk meneliti pengaruh dari suatu perlakuan terhadap gejala suatu kelompok
82
tertentu dibanding dengan kelompok lain yang menggunakan perlakuan yang berbeda.
Metode eksperimen yang digunakan adalah metode eksperimental semu (quasi eksperimental design). Penelitian quasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu. Bentuk penelitian ini banyak digunakan di bidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah manusia (Sukardi, 2003: 16).
Kelompok sampel ditentukan dengan random. Kelas I (X7) melaksanakan model pembelajaran Tradisional sebagai kelas kontrol dan kelas II (X8) melaksanakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai kelas eksperimen. Dalam kelas eksperimen maupun kelas kontrol terdapat siswa yang memiliki minat awal tinggi dan rendah.
Desain penelitian digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2. Desain penelitian Model Pembelajaran Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Minat
Model Pembelajaran Tradisional
Rendah
hasil belajar Ekonomi
hasil belajar ekonomi
Tinggi
hasil belajar Ekonomi
hasil belajar ekonomi
83
Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a.
Melakukan observasi pendahuluan ke sekolah untuk mengetahui jumlah kelas yang menjadi populasi kemudian digunakan sebagai sampel dalam penelitian. Selain itu, untuk memastikan bahwa setiap kelas dalam populasi merupakan kelas-kelas yang mempunyai kemampuan yang relatif sama, atau tidak adanya kelas unggulan.
b.
Menetapkan sampel penelitian yang dilakukan dengan teknik cluster random sampling.
c.
Memberikan angket untuk mengetahui tinggi reendahnya minat yang dimiliki oleh siswa.
d.
Memberikan perlakuan berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, guru menggunakan model pembelajaran PBL, guru membuka pelajaran dengan memberikan pengarahan tentang proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Berikutnya kegiatan dilakukan dengan menampilkan materi yang berisi tentang kegiatan masyarakat di bidang ekonomi. Selanjutnya siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan diberikan masalah untuk didiskusikan bersama kelompoknya, kemudian memaparkan hasil diskusi yang diperoleh dengan alasan-alasan sebagai penguat. Dari hasil diskusi maka akan dipeoleh suatu kesimpulan dan guru akan memberikan penguatan dengan menerangkan materi lebih mendalam. Pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran tradisional dengan menggunakan ceramah, guru menyampaikan materi secara langsung kepada siswa. Kemudian siswa hanya mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru.
84
e.
Pertemuan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol yaitu 4 pertemuan yang membahas tentang permintaan, penawaran dan pasar.
f.
Melakukan tes akhir atau post test pada kedua kelompok subjek untuk mengetahui tingkat kondisi subjek yang berkenaan dengan variabel dependen.
B. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek yang menjadi sasaran penelitian (Basrowi & akhmad Kasini, 2007: 260). Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 117), “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan.” Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 12 Bandar Lampung kelas X tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 10 kelas dengan jumlah siswa 344 siswa.
C. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Dikatakan sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. (Suharsimi Arikunto, 2007: 131). Menurut Sugiyono (2009: 118), “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling. Teknik ini memilih sampel bukan didasarkan individual, tetapi lebih didasarkan pada kelompok, daerah, atau kelompok subjek secara alami berkumpul bersama. (Sukardi, 2003: 61). Sampel penelitian ini diambil dari populasi
85
sebanyak 10 kelas, yaitu X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9 dan X10. Hasil teknik cluster random sampling diperoleh kelas X7 dan X8 sebagai sampel kemudian kedua kelas tersebut diundi untuk menemukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil undian diperoleh kelas X7 sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran Tradisional dan kelas X8 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Kelas X7 dan X8 merupakan kelas yang mempunyai rata-rata kemampuan akademis yang relatif sama karena dalam pendistribusian siswa tidak dikelompokkan ke dalam kelas unggulan atau tidak ada perbedaan antara kelas yang satu dengan kelas yang lain walaupun dengan kelas yang bukan termasuk ke dalam sampel.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 68 siswa yang tersebar ke dalam 2 kelas yaitu kelas X7 sebanyak 32 siswa yang merupakan kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran tradisional, dan X8 sebanyak 36 siswa yang merupakan kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Namun, dalam analisis data hanya diambil data siswa yang memiliki minat tinggi dan rendah saja, sedangkan siswa yang memiliki minat belajar sedang, diabaikan yaitu sebesar 48 siswa yang menjadi sampel.
86
D. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 38), “Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.” Variabel dalam penelitian ini ada dua variabel. 1.
Variabel bebas (indevendent variabel) adalah suatu variabel yang ada atau terjadi mendahului variabel terikatnya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Tradisional (X1), dan model pembelajaran Problem Based Learning (X2) siswa/siswi SMAN 12 Bandar Lampung Tahun pelajaran 2011/2012. Problem based Learning dipilih karena model pembelajaran ini menggunakan masalah yang berkaitan dengan dunia nyata sehingga dapat memacu siswa untuk dapat aktif memecahkan masalah tersebut.
2.
Variabel moderator (moderator variable) adalah variabel yang diperkirakan akan mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, yang pengaruhnya ini akan nyata dengan angka korelasi apabila variabel moderator diperhitungkan. Variabel moderator dalam penelitian iini adalah minat belajar pada siswa SMAN 12 Bandar lampung kelas X tahun pelajaran 2011/2012
3.
Variabel terikat (devendent variabel) adalah variabel yang diakibatkan atau yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar ekonomi SMAN 12 Bandar Lampung Tahun pelajaran 2011/2012.
87
E. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel dan konstak dengan cara melihat pada dimensi tingkah laku atau properti yang ditujukan oleh konsep dan mengkategorikan hal tersebut menjadi elemen yang dapat diamati dan diukur (Basrowi dan Akhmad Kasinu, 2007: 179). 1.
Hasil belajar
a.
Definisi konseptual Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
b.
Definisi operasional Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar.
2.
Model pembelajaran PBL
a.
Definisi konseptual Model pembelajaran PBL adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru.
b.
Definisi operasional Model pembelajaran PBL memberikan masalah dalam pembelajarannya. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL (Pannen, 2001), yaitu: 1. 2.
mengidentifikasi masalah; mengumpulkan data;
88
3. 4. 5. 6. 7. 8.
menganalisis data; memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya; memilih cara untuk memecahkan masalah; merencanakan penerapan pemecahan masalah; melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan; dan melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.”
3.
Model pembelajaran tradisional
a.
Definisi konseptual Model pembelajaran tradisional adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan menyampaikan secara langsung materi yang akan dipelajari.
b.
Definisi operasional Model pembelajaran tradisional menggunakan metode ceramah yaitu menularkan ilmu dengan cara lisan di depan kelas.
4.
Minat belajar
a.
Definisi konseptual Minat belajar adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
b.
Definisi operasional Minat belajar merupakan rasa suka yang timbul tanpa ada paksaan dari pihak manapun terhadap kegiatan tertentu. Indikator dalam penelitian ini ada 3 yang dikembangkan dari teori yang dikemukakan Djamarah, Syaiful Bahri (2002), yaitu: 1. perhatian 2. perasaan senang atau suka 3. konsentrasi
89
Berikut ini disajikan tabel yang berisikan tentang indikator, sub indikator dan skala pengukuran dari variabel minat belajar.
Tabel 9. Variabel Minat Belajar, Indikator Variabel, Sub Indikator Variabel dan Skala Pengukuran Skala Variabel Indikator Sub Indikator Pengukuran Minat Belajar
1. Perasaan suka atau senang
a.
b. c.
2. Perhatian
a.
b.
3. Konsentrasi a.
b.
Adanya hasrat dan keinginan mempelajari mata pelajaran ekonomi Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar Keinginan siswa untuk menyelesaikan soal-soal mata pelajaran ekonomi
Interval
Perhatian siswa terhadap bahan pelajaran yang akan dipelajari Melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ilmu ekonomi secara luas Sungguh-sungguh di dalam belajar mata pelajaran ekonomi demi tercapainya tujuan belajar yang diharapkan. Berusaha dengan giat secara terus-menerus di dalam mempelajari mata pelajaran ekonomi
F. Kisi-Kisi Instrumen Data variabel moderator yang diperoleh melalui angket dalam bentuk semantic defferensial. Pernyataan dengan lima pilihan jawaban yang diberi penilaian
90
dengan angka 5 ( sangat setuju), 4 (setuju), 3 (netral), 2 (tidak setuju), dan 1 (sangat tidak setuju).
Tabel 10. Kisi-Kisi Angket Variabel Minat Belajar
Indikator
Sub Indikator
1. Perasaan a. senang atau suka b. c.
Adanya hasrat dan keinginan mempelajari mata pelajaran ekonomi Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar Keinginan siswa untuk menyelesaikan soal-soal mata pelajaran ekonomi
Skala
No Item
Interval 2, 20, 21, 23 1, 7,11
9,16
2. Perhatian a.
b.
3. Konsentrasi a.
b.
Perhatian siswa terhadap bahan pelajaran yang akan dipelajari Melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ilmu ekonomi secara luas Sungguh-sungguh di dalam belajar mata pelajaran ekonomi demi tercapainya tujuan belajar yang diharapkan. Berusaha dengan giat secara terus-menerus di dalam mempelajari mata pelajaran ekonomi
3, 4, 15, 22, 24, 25 6,17, 18,5
10, 12, 14, 19
8, 9, 13
Sedangkan kisi-kisi instrument variabel Y melalui posttest dalam bentuk soal. Semua berbentuk pertanyaan pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban yang diberi penilaian 1 apabila menjawab dengan benar.
91
Tabel 11. Kisi-Kisi Posttest Kompet ensi Dasar Mendes kripsika n permint aan dan penawa ran
Materi
Indikator Aspek kognitif
Faktor- 1. Menjelaskan faktor permintaan yang dan mempen penawaran garuhi 2. Mengidentifi dan kasi faktorkurva faktor yang perminta mempengaru an dan hi penawar permintaan dan an penawaran 3. Menggambar kan kurva permintaan dan penawaran
Menjel askan hukumhukum permint aan dan penawa ran serta asumsiasumsi yang mendas arinya
Fungsi- 1. Mengidentif fungsi, ikasi fungsi kurva permintaan dan dan hukum penawaran perminta 2. Mendeskrips an dan ikan hukum penawar permintaan dan an penawaran serta asumsiasumsinya
Mendes kripsika n harga da jumlah keseim bangan
Elastisita 1. Mendeskrips s dan ikan proses macamterbentukny macamn a harga dan ya, harga jumlah dan keseimbang output an serta keseimba menggamba
,
,
,
Penilaian Bentuk Nomor instru soal men Tes terrtulis pilihan ganda
1, 2
Kunci jawaba n 1. b 2. c
3,4
3. e 4. d
,
9, 24, 25
,
9. c 24. b 25. d
7, 10, 12
,
7. a 10. b 12. b
,
, 5, 6, 8
5. c 6. b 8. c
,
,
,
13, 14, 15, 16
13. a 14. b 15. c 16. a
92
ngan dan rkan titik kurvanya keseimba 2. Mengidentif ikasi ngan elastisitas dan macammacamnya elastisitas 3. Menghitung elastisitas permintaan dan penawaran dengan menggunaka n tabel dan grafik dan matematis Mendes Mengena 1. Mengidentifi kripsika l kasi macamn berbagai macam berbaga pasar bentuk pasar i barang barang bentuk dan input 2. Menjelaskan pasar dan kelebihan barang bentukdan dan bentukny kelemahan bentuk pasar input a barang 3. Mendeskripsi kan berbagai bentuk pasar input 4. Mengidentifi kasi macammacam pasar input
,
,
26
26. d
9, 11, 30
9. c 11. e 30. e
,
,
17, 29, 21, 28
,
17. e 29. b 21. a
,
28. a 18, 27
18. a 27. a
,
22. c 22, 23
.
23.a
19. d 19, 20
20. b
G. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh atau mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka digunakan beberapa metode pengumpulan data.
93
1.
Dokumentasi Merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan perkiraan (Basrowi dan Akhmad Kasinu, 2007: 166). Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang sudah ada.
2.
Observasi Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung (Ngalim Purwanto dalam Basrowi dan Akhmad Kasinu, 2007: 166)
3.
Angket Angket merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2010: 142).
Skala yang digunakan dalam pengukuran angket adalah skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam fenomena sosial ini telah dispesifikasi oleh peneliti yang selanjutnya disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2009: 134). 4.
Teknik Tes Tes digunakan untuk mendapatkan data tentang hasil ekonomi belajar. Bentuk tes adalah pilihan ganda yang masing-masing berjumlah 30 butir soal yang
94
terdiri dari 5 pilihan jawaban yaitu A, B, C, D, E. Jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0.
H. Uji Persyaratan Instrumen
Instrumen dalam penelitian ini berupa tes dan angket. Angket diberikan pada awal kegiatan pembelajaran akan dilakukan yang bertujuan untuk mengetahui minat belajar siswa. Sedangkan tes diberikan sebelum eksperimen dilakukan (pretest) untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa dan sesudah eksperimen dilakukan (posttest) yang bertujuan untuk mengukur hasil belajar ekonomi. Sebelum angket dan tes akhir diberikan kepada siswa maka terlebih dahulu diadakan uji coba angket dan tes untuk mengetahui validitas soal, validitas angket, reliabilitas soal, reliabilitas angket, tingkat kesukaran soal dan daya beda soal. Uji coba instrumen tes di laksanakan di kelas X SMA Negeri 12 Bandar Lampung. 1.
Uji validitas instrument Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel
yang
diteliti.
Tinggi
rendahnya
validitas
atau
instrument
menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud (Arikunto, 2009: 58) Untuk menguji tingkat validitas angket digunakan rumus Korelasi Product Moment, yaitu:
95
rhitung =
n XY X Y
n X
2
X n Y 2 Y 2
2
Keterangan: rhitung = koefisien korelasi antara variabel X dan variebel Y n = jumlah responden ∑X = jumlah skor item ∑Y = jumlah skor total seluruh item Kriteria pengujian, apabila rhitung > rtabel maka alat pengukuran atau angket dan item pertanyaan tersebut adalah valid dan sebaliknya jika rhitung < rtabel maka alat pengukuran atau angket dan item pertanyaan tersebut tidak valid (Riduwan, 2004: 109).
Berdasarkan data yang diperoleh dari uji coba angket dan soal kepada 32 responden, kemudian dihitung menggunakan perangkat lunak SPSS. Hasil perhitungan kemudian dicocokan dengan tabel r Product Moment dengan α = 0,05 adalah 0,349 maka diketahui hasil perhitungan uji coba angket sebagai berikut.
96
Tabel 12. Hasil Perhitungan Uji Coba Validitas Variabel Moderator No. Item r hitung r tabel Keterangan 1. 0,380 0,349 Valid 2. 0,341 0,349 Tidak Valid 3. 0,384 0,349 Valid 4. 0,203 0,349 Tidak Valid 5. 0,544 0,349 Valid 6. 0,320 0,349 Tidak Valid 7. 0,208 0,349 Tidak Valid 8. 0,469 0,349 Valid 9. 0,328 0,349 Tidak Valid 10. 0,229 0,349 Tidak Valid 11. 0,646 0,349 Valid 12. 0,664 0,349 Valid 13. 0,122 0,349 Tidak Valid 14. 0,319 0,349 Tidak Valid 15. 0,187 0,349 Tidak Valid 16. 0,470 0,349 Valid 17. 0,548 0,349 Valid 18. 0,468 0,349 Valid 19. 0,221 0,349 Tidak Valid 20. 0,522 0,349 Valid 21. 0,444 0,349 Valid 22. 0,415 0,349 Valid 23. 0,369 0,349 Valid 24. 0,316 0,349 Tidak Valid 25. 0,573 0,349 Valid 26. 0,370 0,349 Valid 27. 0,503 0,349 Valid 28. 0,458 0,349 Valid 29. 0,503 0,349 Valid 30. 0,417 0,349 Valid 31. 0,281 0,349 Tidak Valid 32. 0,430 0,349 Valid 33. 0,074 0,349 Tidak Valid 34. 0,457 0,349 Valid 35. 0,526 0,349 Valid 36. 0,483 0,349 Valid 37. 0,400 0,349 Tidak Valid 38. 0,424 0,349 Valid 39. -0,021 0,349 Tidak Valid 40. 0,079 0,349 Tidak Valid Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
97
Kriteria perhitungan yang digunakan adalah apabila r hitung > r tabel maka alat pengukuran atau angket tersebut adalah valid dan sebaliknya jika r hitung < r tabel maka alat pengukuran atau angket tersebut tidak valid.. berdasarkan criteria tersebut, maka dari 40 item terdapat 25 item yang valid dan sisanya 15 item tidak valid.
Untuk mengukur tingkat validitas soal pada penelitian ini digunakan rumus korelasi biserial, sebagai berikut.
rpbi =
M p Mt SDt
p q
Keterangan: rpbi = koefisien korelasi biserial Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya Mt = rerata skor total SDt = standar deviasi dari skor total p = proporsi siswa yang menjawab benar q = proporsi siswa yang menjawab salah (Sudijono, 2008: 185)
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil uji coba soal posttest kepada 32 responden, kemudian dihitung menggunakan perangkat lunak SPSS. Hasil perhitungan kemudian dicocokan dengan tabel r biserial dengan α = 0,05 adalah 0,349 maka diketahui hasil perhitungan sebagai berikut.
98
Tabel 13. Hasil Perhitungan Uji Coba Validitas Variabel Y No. r hitung r tabel Item 1. 0,357 0,349 2. 0,428 0,349 3. 0,386 0,349 4. 0,478 0,349 5. 0,427 0,349 6. 0,160 0,349 7. 0,378 0,349 8. 0,443 0,349 9. -0,088 0,349 10. -0,050 0,349 11. 0,452 0,349 12. 0,534 0,349 13. 0,296 0,349 14. 0,388 0,349 15. 0,381 0,349 16. -0,040 0,349 17. 0,376 0,349 18. 0,285 0,349 19. 0,403 0,349 20. 0,532 0,349 21. 0,386 0,349 22. 0,085 0,349 23. 0,368 0,349 24. 0,358 0,349 25. 0,033 0,349 26. 0,459 0,349 27. 0,408 0,349 28. -0,065 0,349 29. 0,460 0,349 30. 0,303 0,349 31. 0,375 0,349 32. 0,475 0,349 33. 0,297 0,349 34. -0,071 0,349 35. 0,428 0,349 36. 0,389 0,349 37. 0,458 0,349 38. -0,247 0,349 39. 0,449 0,349 40. 0,349 0,349 Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid
99
Kriteria pengujian yang digunakan adalah apabila r hitung > r tabel maka alat pengukuran atau soal tersebut adalah valid dan sebaliknya jika r hitung < r tabel maka alat pengukuran atau soal tidak valid. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dari 40 soal tersebut 27 soal valid dan sisanya 13 soal tidak valid.
2.
Uji reliabilitas instrument
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen dikatakan baik apabila dapat dengan ajeg memberikan data yang sesuai dengan kenyataan meskipun diujikan berkali-kali (Arikunto, 2009: 86). Sebelum angket dan soal diujikan kepada responden, angket dan soal diujikan terlebih dahulu kepada populasi di luar sampel untuk mengetahui tingkat reliabilitasnya.
Untuk menguji tingkat reliabilitas angket pada penelitian ini digunakan rumus Alpha sebagai berikut.
11
=
( −1)
1−
2
∑
2
1
Keterangan: = reliabilitas instrument ∑ = banyaknya butir soal n = jumlah varians butir pertanyaan 2 = varians total 1 (Arikunto, 2009: 109). 11
2
100
Dengan kriteria pengujian r hitung > r tabel dengan dk = n = 0,05 maka pengukuran tersebut reliabel, dan jika sebaliknya r hitung < r tabel maka pengukuran tersebut tidak reliabel.
Apabila ternyata data yang diperoleh dinyatakan reliabel, maka kriteria penafsiran indeks korelasinya (r) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut. 0,800 sampai dengan 1,000 = sangat tinggi 0,600 sampai dengan 0,799 = tinggi 0,400 sampai dengan 0,599 = cukup 0,200 sampai dengan 0,399 = rendah 0,000 sampai dengan 0,199 = sangat rendah (Riduwan, 2004: 110) Untuk mengukur tingkat reliabilitas soal pada penelitian ini digunakan rumus KR21 sebagai berikut.
11
=
( −1)
1−
( − ( )
) 2
Keterangan: 11
n 2
〰
= reliabilitas internal seluruh instrument = banyaknya butir soal = skor tiap-tiap item = varians total
Dengan kriteria pengujian apan=bila r hitung > r tabel dengan dk = n = 0,05 maka pengukuran tersebut reliabel, dan jika sebaliknya r hitung < r tabel maka pengukuran tersebut tidak reliabel. Apabila ternyata data yang diperoleh dinyatakan reliabel, maka kriteria penafsiran indeks korelasinya (r) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut. 0,800 sampai dengan 1,000 = sangat tinggi
101
0,600 sampai dengan 0,799 = tinggi 0,400 sampai dengan 0,599 = cukup 0,200 sampai dengan 0,399 = rendah 0,000 sampai dengan 0,199 = sangat rendah (Riduwan, 2004: 110) Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS 16, tingkat reliabel masingmasing variabel setelah diuji coba adalah sebagai berikut. a.
Minat Belajar Berdasarkan perhitungan menggunakan SPSS, diperoleh hasil r hitung > r tabel yaitu 0,849 > 0,349. Hal ini berarti, alat instrument yang digunakan adalah reliabel. Jika dilihat dari indeks korelasinya r = 0,849, maka memiliki tingkat reliabilitas tinggi
c.
Hasil belajar Berdasarkan perhitungan menggunakan SPSS, diperoleh hasil r hitung > r tabel yaitu 0,755 > 0,349. Hal ini berarti, alat instrument yang digunakan adalah reliabel. Jika dilihat dari indeks korelasinya r = 0,755, maka memiliki tingkat reliabilitas tinggi
3.
Taraf kesukaran
Untuk menguji taraf kesukaran soal tes yang digunakan dalam penelitian ini digunakan rumus. B
P = JS Keterangan: P
B JS
= indeks kesukaran = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar = jumlah seluruh siswa yang mengikuti tes
102
Menurut Suharsimi Arikunto (2005: 210) klasifikasi kesukaran: -
Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal yang sukar Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal yang sedang Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal yang mudah
Tabel 14. Hasil Pengujian Tingkat Kesukaran Soal No Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
B 28 15 16 16 17 22 18 10 5 12 8 8 21 15 19 9 16 17 21 21 20 13 18 8 13 20 15 8 18 11 20 12
JS 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
P 0,875 0,469 0,500 0,500 0,531 0,688 0,563 0,313 0,156 0,375 0,250 0,250 0,656 0,469 0,594 0,281 0,500 0,531 0,656 0,656 0,625 0,406 0,563 0,250 0,406 0,625 0,469 0,250 0,563 0,344 0,625 0,375
Ket Mudah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sukar Sedang Sukar Sukar Sedang Sedang Sedang Sukar Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sukar Sedang Sedang Sedang Sukar Sedang Sedang Sedang Sedang
103
33 34 35 36 37 38 39 40
12 13 15 9 17 18 15 21
32 32 32 32 32 32 32 32
0,375 0,406 0,469 0,281 0,531 0,563 0,469 0,656
Sedang Sedang Sedang Sukar Sedang Sedang Sedang Sedang
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS diperoleh hasil soal hasil belajar ekonomi dari 40 soal terdapat 1 soal tergolong mudah (nomor 1), 32 soal tergolong sedang (nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 34, 35, 37, 38, 39 dan 40), dan 7 soal tergolong sukar (nomor 9, 11, 12, 16, 24, 28, dan 36).
4.
Daya beda
Untuk mencari daya beda soal yang digunakan rumus D=
BA JA
-
BB JB
= PA − PB
Keterangan: D = daya beda soal J = jumlah peserta tes JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu benar BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu benar PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Klasifikasi daya beda: D = 0,00-0,20 = jelek (poor) D = 0,20-0,40 = cukup (satisfactory) D = 0,40-0,70 = baik (good) D = 0,70-1,00 = baik sekali (excellent) D = negatif = semuanya tidak baik, baik semua butir soal yang mempunyai nilainya negatif sebaiknya dibuang saja (Suharsimi Arikunto, 2006: 218)
104
Tabel 15. Hasil Perhitungan Daya Beda No Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
BA 11 9 8 10 10 8 8 6 1 3 5 6 10 7 10 3 8 7 10 10 9 5 7 5 6 9 7 2 8 5 10 7 5 3 9 5 8 3 10 11
JA 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
BB 7 2 5 3 3 7 5 2 1 3 1 2 6 2 3 5 3 4 5 3 3 4 4 2 5 4 3 3 3 3 5 2 4 3 3 1 4 9 4 2
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
JB 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
D 0,364 0,636 0,273 0,636 0,636 0,091 0,273 0,364 0,000 0,000 0,364 0,364 0,364 0,455 0,636 -0,182 0,455 0,273 0,455 0,636 0,545 0,091 0,273 0,273 0,091 0,455 0,364 -0,091 0,455 0,182 0,455 0,455 0,091 0,000 0,545 0,364 0,364 -0,545 0,545 0,818
Ket Cukup Baik Cukup Baik Baik Jelek Cukup Cukup Jelek Jelek Cukup Cukup Cukup Baik Baik Jelek Baik Cukup Baik Baik Baik Jelek Cukup Cukup Jelek Baik Cukup Jelek Baik Jelek Baik Baik Jelek Jelek Baik Cukup Cukup Jelek Baik baik sekali
105
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS diperoleh hasil perhitungan daya beda soal hasil belajar ekonomi dari 40 item soal terdapat 1 soal tergolong baik sekali (nomor 40), 15 soal tergolong baik (2, 4, 5, 14, 15, 17, 19, 20, 21, 26, 29, 31, 32, 35 dan 39), 13 soal tergolong cukup (nomor 1, 3, 7, 8, 11, 12, 13, 18, 23, 24, 27, 36 dan 37), dan 11 soal tergolong jelek (nomor 6, 9, 10, 16, 22, 25, 28, 30, 33, 34 dan 38 ).
I.
Uji persyaratan analisis data
1.
Uji normalitas Uji normalitas yang digunakan untuk mengetahui apakah ada data yang diperoleh berdistribusi normal atau sebaliknya adalah dengan menggunakan uji Liliefors. Lo = F (Zi) – S (Zi) (Sudjana, 1996: 466)
Keterangan: Lo = harga mutlak terbesar F (Zi) = peluang angka baku S (Zi) = proporsi angka baku Kriteria pengujiannya adalah jika L hitung < L tabel dengan taraf signifikasi 0,005 maka variabel tersebut berdistribusi normal, demikian pula sebaliknya.
2.
Uji homogenitas Uji homogenitas yang digunakan untuk mengetahui apakah ada data yang diperoleh berdistribusi sama atau sebaliknya adalah dengan menggunakan uji F.
106
F=
‰
(Suharsimi Arikunto, 2005: 136)
Dalam hal ini berlaku ketentuan bila harga
ℎ
≤
akan homogennya, dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk (
maka data sampel 1-
1;
2
- 2).
J. Teknis analisis data 1.
T – test dua sampel independen Terdapat beberapa rumus t-test yang digunakan untuk pengujian hipotesis komparatif dua sampel independen. t= (separed varians) t= (
) (
)
〈
〉
(Polled varians)
Keterangan: = rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran PBL = rata-rata prestasi belajar ekonomi siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran traditional = varians total kelompok 1 = varians total kelompok 2 = banyaknya sampel kelompok 1 = banyaknya sampel kelompok 2
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih rumus t-test yaitu: a. Apakah dua rata-rata itu berasal dari dua sampel yang jumlahnya sama atau tidak. b. Apakah varians data dari dua sampel itu homogen atau tidak. Untuk menjawab itu perlu pengujian homogenitas varians.
107
Berdasarkan dua hal di atas maka berikut ini diberikan petunjuk untuk memilih t-test. 1. Bila jumlah anggota sampel
1=
2
dan varians homogen, maka dapat
menggunakan rumus t-test baik separated varians maupun poled varians untuk melihat harga t-tabel maka digunakan dk yang besarnya dk =
1+
2 -2
2. Bila
1
≠
2
dan varians homogeny dapat digunakan rumus t-test dengan
polled varians, dengan dk = 3. Bila
1
=
2
1
+
2
-2
dan varians tidak homogen, dapat digunakan rumus t-test
dengan polled varians maupun separated varians, dengan dk = 2
– 1 jadi dk bukan
4. Bila
1
≠
2
1
1
-1 atau
+ @2 – 2
dan varians tidak homogen, untuk ini digunakan rumus t-test
dengan separated varians, harga t sebagai pengganti harga t-tabel hitung dari selisih harga t-tabel dengan dk = (
1
-1) dan dk (
2
-1) dibagi dua
kemudian ditambah dengan harga t yang terkecil (Sugiono, 2005: 197-198) 5. Membandingkan harga t hitung dan t tabel dengan 2 kriteria: Jika t hitung < t tabel maka hipotesis nihil (Ho) diterima Jika t hitung > t tabel maka hipotesis nihil (Ho) ditolak 6. Kesimpulan pengujian: Jika Ho diterima, berarti tidak ada perbedaan rata-rata antara variabel Jika Ho ditolak, berarti ada perbedaan rata-rata antara variabel
108
2.
Analisis varians dua jalan
Analisis varians atau anava merupakan sebuah teknik inferensial yang digunakan untuk menguji rerata nilai. Anava memiliki beberapa kegunaan, antara lain dapat mengetahui antar variabel manakah yang memang mempunyai perbedaan secara signifikan, dan variabel-variabel manakah yang berinteraksi satu sama yang lain. (Arikunto, 1995: 517-518) Penelitian ini menggunakan anava dua jalan untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan minat pada mata pelajaran ekonomi.
Tabel 16. Rumus Anava Dua Jalan Sumber Variasi Antara A Antara B
Antara AB (Interaksi)
Jumlah Kuadrat (JK)
Db A–1 (2)
JKA=
( X A ) 2 nA
( X T ) 2 N
B–1 (2)
JKB=
( X n
B
)
2
( X T )
dbAxdbB (4)
N
B
Dalam (d)
2
dbT-dbAdbB-dbAB
JKAB=
( X B ) 2 nB
( X T ) 2 N
-
MK
JK A dbA JK B dbB
JK A B dbAB JK d dbd
Fo
MK A MK d MK B MK d MK AB MK d
JKA–JKB JK(d) = JKA – JKB - JKAB Total (T) JKT = ΣXT2 -
( X T ) 2
nt – 1
N
Keterangan: JKT = jumlah kuadrat total JKA = jumlah kuadrat variabel A JKB = jumlah kuadrat variabel B JKAB = jumlah kuadrat interaksi antara variabel A dengan variabel B JKd = jumlah kuadrat dalam MKA = mean kuadrat variabel A
P
109
MKB = mean kuadrat variabel B MKAB = mean kuadrat interaksi antara variabel A dengan variabel B MKd = mean kuadrat dalam FA = harga Fo untuk variabel A FB = harga Fo untuk variabel B FAB = harga Fo untuk interaksi variabel A dengan variabel B (Suharsimi Arikunto, 2005: 253).
Table 17. Cara untuk Menentukan Kesimpulan:
Jika 1.
2.
3. 4.
FO ≥ Ft
1%
Jika
FO ≥ Ft
5%
harga Fo yang 1. harga Fo yang diperoleh diperoleh sangat signifikan signifikan ada perbedaan mean 2. ada perbedaan mean secara secara sangat signifikan signifikan hipotesis nihil (Ho) 3. hipotesis nihil (Ho) ditolak ditolak p<0,01 atau p=0,01 4. p<0,01 atau p=0,01
Jika
FO < Ft
5%
1. harga Fo yang diperoleh tidak signifikan 2. tidak ada perbedaan mean secara sangat signifikan 3. hipotesis nihil (Ho) diterima 4. p<0,01 atau p=0,01
(Suharsimi Arikunto, 2005: 256) Jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan pengujian menggunakan uji t.
J.
Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini di lakukan empat pengujian hipotesis, yaitu: Rumusan hipotesis 1 Ho
: tidak ada perbedaan signikan rata-rata hasil belajar ekonomi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran PBL dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional.
H1
: Ada perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran PBL dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional
110
Rumusan hipotesis 2 Ho
: tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi pada siswa yang memiliki minat rendah yang pembelajarannya menggunakan model PBL dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional.
H1
: ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi yang memiliki minat rendah yang pembelajarannya menggunakan model PBL dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional.
Rumusan hipotesis 3 Ho
: tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi yang memiliki minat tinggi yang pembelajarannya menggunakan model PBL dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model tradisional.
H1
: ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi yang memiliki minat tinggi yang pembelajarannya menggunakan model PBL lebih dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model tradisional.
Rumusan hipotesis 4 Ho
: tidak ada interaksi antara model pembelajaran PBL dan tradisional dengan minat siswa pada mata pelajaran ekonomi.
H1
: ada interaksi antara model pembelajaran PBL dan tradisional dengan minat pada mata pelajaran ekonomi.
111
Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah: Ho diterima apabila t hitung t tabel Ho ditolak apabila t hitung t tabel Hipotesis 1, 2 dan 3 di uji menggunakan rumus t-test dua sampel independen. Hipotesesi 4 di uji menggunakan rumus varians dua jalan.
112
IV. HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1.
Sejarah Berdirinya SMA Negeri 12 Bandar Lampung
SMA Negeri 12 Bandar lampung terletak di Jalan Hi.Endro Suratmin, Sukarame Bandar Lampung. SMA Negeri 12 Bandar Lampung berdiri pada tahun 1992. Pada awal berdiri SMA Negeri 12 Bandar Lampung menempati gedung SMA Negeri 5 Way Halim Bandar Lampung pada siang hari sebagai UGB. Pada tahun 1993 SMA Negeri 12 pindah ke jalan Hi. Endro Suratmin, Sukarame Bandar Lampung dan sampai sekarang. Selama berdiri SMA Negeri 12 Bandar Lampung dipimpin oleh kepala sekolah dan telah mengalami pergantian kepemimpinan sebagai berikut. 1.
Tahun 1992-1996 dipimpin oleh Dra. Aslawati Agim
2.
Tahun 1996-1999 dipimpin oleh Drs. Junaidi Zain
3.
Tahun 1999-2002 dipimpin oleh Drs. Budiono Pribadi
4.
Tahun 2002-2007 dipimpin oleh Drs. Hi. Tarman Jupani
5.
Tahun 2007 sampai sekarang oleh Hi. Jalaluddin Syarif, S.Pd
113
2.
Visi, Indikator dan Misi SMA Negeri 12 Bandar Lampung
a.
Visi SMA Negeri 12 Bandar Lampung
Menghasilkan lulusan yang berprestasi, beriman, berakhlak dan populis b.
Indikator
1.
Prestasi dalam perolehan skor UAN;
2.
Prestasi dalam perelohan kesempatan melanjutkan ke PTN;
3.
Prestasi dalam perlombaan kreativitas;
4.
Prestasi dalam lomba olahraga;
5.
Prestasi dalam seni budaya;
6.
Prestasi dalam lomba karya ilmiah;
7.
Santun dan berakhlak dalam pergaulan di sekolah dan luar sekolah baik terhadap guru, orang tua, siswa maupun masyarakat; dan
8.
Perduli dalam permasalahan sosial.
c.
Misi SMA Negeri 12 Bandar Lampung
1.
Menerapkan disiplin siswa yang tinggi dalam segala kegiatan;
2.
Menjadikan siswa yang berhasil dan berkembang secara optimal;
3.
Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut;
4.
Menciptakan kegiatan belajar mengajar yang optimal dalam suasana sekolah yang kondusif;
5.
Menjadikan salah satu sekolah unggulan dengan memberdayakan seluruh potensi yang ada;
6.
Menjadikan sekolah sebagai tempat belajar yang sejuk, teduh dan menyenangkan;
114
7.
Menciptakan administrasi sekolah yang handal dan professional;
8.
Menciptakan sekolah dengan sarana lengkap; dan
9.
Menumbuhkembangkan rasa kepedulian terhadap masyarakat kelilingnya.
3.
Proses Belajar dan Pembelajaran
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar SMA Negeri 12 Bandar Lampung terus berupaya meningkatkan belajar dan mutu pendidikan. Pelaksanaan proses belajar dan mengajar untuk hari senin–kamis dimulai pukul 07.15 WIB sampai dengan pukul 15.30 WIB, hari jumat dimulai pukul 07.15 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, dan hari sabtu dimulai pukul 07.15 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB.
4.
Kondisi Guru dan Karyawan SMA Negeri 12 Bandar Lampung
Jumlah tenaga pengajar di SMA Negeri 12 Bandar Lampung sampai sekarang 75 orang dengan rincian 22 orang pria dan 45 orang wanita dan staf tata usaha yang terdiri dari 1 orang pria dan 7 orang wanita, 5 orang penjaga sekolah dan 1 orang satpam. Secara terperinci dapat dilihat pada tabel berikut.
115
Tabel 18. Daftar Kondisi Guru dan Karyawan SMA Negeri 12 Bandar Lampung No Guru/Pegawai Jumlah 1.
Kepala Sekolah
1
2.
Wakil Kepala Sekolah
4
3.
Kepala Laboratorium Komputer
1
4.
Kepala Laboratorium Kima
1
5.
Kepala Laboratorium Fisika
1
6.
Kepala Laboratorium Bahasa Inggris
1
7.
Kepala Laboratorium Bahasa Indonesia
1
8.
Kepala Koperasi Siswa
1
9.
Kepala Perpustakaan
1
10.
Kordinator BK
1
11.
BP/BK
5
12.
Pustakawan
1
13.
Guru
40
14.
Guru honorer
8
15.
Staf Tata Usaha
8
16.
Penjaga Sekolah
5
17.
Satpam
1
Jumlah
81
Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 12 Bandar Lampung
5.
Kondisi Siswa
Siswa-siswi di SMA Negeri 12 Bandar Lampung terdiri atas berbagai macam suku dan berasal dari berbagai daerah. Dari sudut pandang ekonomi, keadaan ekonomi siswa-siswi SMA Negeri 12 Bandar Lampung ada yang berasal dari
116
keluarga yang memiliki ekonomi menengah ke bawah dan ada juga yang berasal dari keluarga yang ekonominya menengah ke atas. Jumlah kelas pada tahun ajaran 2011/2012 adalah 26 dengan jumlah siswa 945, rinciannya sebagai berikut.
Tabel 19. Kondisi Siswa SMA Negeri 12 Bandar Lampung No Kelas Jumlah Kelas Jumlah Siswa
Waktu Belajar
1. X
10
344
Pagi
2. XI IPA
4
157
Pagi
3. XI IPS
4
162
Pagi
4. XII IPA
4
133
Pagi
5. XII IPS
4
149
Pagi
Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 12 Bandar Lampung
6.
Sarana dan Prasarana SMA Negeri 12 Bandar Lampung
Lokasi SMA Negeri 12 Bandar Lampung terletak di Jalan Hi.Endro Suratmin, Sukarame Bandar Lampung. Lokasi yang berada di daerah paling ujung sukarame memiliki transprortasi yang lancar, lingkungan yang sejuk, indah, dikarenakan jauh dari keramaian kota. SMA Negeri 12 Bandar Lampung dilengkapi pula dengan sarana dan prasarana yang dapat dilihat dalam tabel berikut.
117
Tabel 20. Daftar Sarana dan Prasarana SMA Negeri 12 Bandar Lampung No. Sarana dan Prasarana Jumlah 1. Ruang Kepala Sekolah
1
2. Ruang Dewan Guru
1
3. Ruang Tata Usaha
1
4. Ruang Kelas
36
5. Ruang Perpustakaan
1
6. Ruang Konseling
1
7. Ruang UKS
1
8. Ruang OSIS
1
9. Laboratorium IPA
1
10. Lapangan Olahraga
1
11. Mushola
1
12. WC Guru
1
13. WC Siswa
4
Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 12 Bandar Lampung
7.
Struktur Organisasi
SMA Negeri 12 Bandar Lampung dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang bertanggung jawab langsung terhadap SMA Negeri 12 Bandar Lampung. Kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh wakil kepala sekolah, bidang kurikulum, bidang kesiswaan, bidang sarana dan prasarana, bidang hubungan masyarakat dan guru-guru.
118
8.
Kegiatan Ekstrakulikuler
Kegiatan ekstrakulikuler yang ada di SMA Negeri 12 Bandar Lampung meliputi: a.
OSIS
b.
PRAMUKA
c.
Paskibra
d.
KIR
e.
ROHIS
f.
Taekondo
g.
Karate
h.
Basket
i.
Sepak Bola
j.
Volley
k.
Paduan Suara
l.
Tari
A. Deskripsi Data Setelah melaksanakan penelitian dengan memberikan soal dan angket kepada seluruh sampel, maka diperoleh data tentang hasil belajar ekonomi siswa setelah diberikan perlakuan yang berbeda.
Untuk mendiskripsikan data, skor yang diperoleh dikelompokkan ke dalam suatu tabel berdistribusi frekuensi dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Menentukan rentang, yaitu dengan cara skor terbesar dikurangi skor terkecil;
119
2. Menentukan banyak kelas interval (BK) yang diperlukan dengan menggunakan aturan Stungess, yaitu: banyaknya kelas = 1 + (3,3) log n; 3. Menentukan panjang kelas interval (P) yaitu:
;
4. Mencari ncari nilai mean, median dan modus masing-masing masing masing variabel; 5. Untuk mengetahui distribusi data dengan mencari nilai keruncingan (kurtosis) dan kemiringan (skewness); ( 6. Kurtosis adalah nilai keruncingan atau tinggi distribusi data dengan 3 kriteria: a. jika koefisien koefis kurtosis lebih dari 0,263, maka distribusinya adalah leptokurtik (sebuah distribusi yang mempunyai me punyai puncak relatif tinggi), b. jika koefisien kurtosis sama dengan 0,263, maka distribusinya mesokurtik (puncaknya tidak terlalu tinggi atau puncaknya tidak mendatar), dan c. jika koefisien kurtosis kurang dari 0,263, maka distribusinya platikurtik (mempunyai puncak mendatar) 7.
Kemiringan adalah ukuran yang menyatakan menyatakan sebuah model distribusi yang memiliki kemiringan tertentu, apabila diketahui ukuran kemiringan maka dapat diketahui pula bagaimana model distribusinya. Menurut pearson dalam Nar Herryanto ( 2007: 62) ada tiga kriteria kriteria yang digunakan, yaitu: a.
jika koefisien kemiringan lebih kecil dari nol, maka bentuk distribusinya negatif,
b.
jika koefisien kemiringan sama dengan nol, maka distribusinya simetrik, dan
120
c.
jika koefisien kemiringan lebih besar dari nol, maka bentuk distribusinya positif.
1. Data Minat Belajar a. Data Minat Belajar Kelas Eksperimen Data tentang minat belajar diperoleh melalui penyebaran angket kepada siswa yang telah diambil sampel dari jumlah jumlah populasi sesungguhnya yang berjumlah 36 responden. Jumlah umlah pernyataan untuk variabel minat belajar sebanya sebanyak 25 item. Setiap soal memiliki 5 alternatif jawaban jawaban dengan pemberian skor 11-5 dan diperoleh skor terbesar 106 dan skor terendah 84. 84 Adapun perhitungan distribusi frekuensi adalah sebagai berikut. 1) Menentukan rentang Rentang = 106 – 84 = 22 2) Menentukan banyak kelas interval Banyak kelas = 1 + 3.3 log 36 = 1 + 3,3 (1,556302501) = 1 + 5,135798253 = 6,135798253 dibulatkan menjadi 6 3) Menentukan panjang kelas interval
P = 22/6 = 3,666666667 dibulatkan menjadi 4
121
Tabel 21. Distribusi Frekuensi Minat Belajar Kelas Ekperimen Kelas Eksperimen F absolute F relative 84 – 87 2 5 88 – 91 10 28 92 – 95 2 5 96 – 99 10 28 100 – 103 9 25 104 – 106 3 9 Jumlah 36 100 Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011 Rentang Nilai
Tabel 21 menunjukkan hasil tabulasi atas hasil penelitian yang dilakukan terhadap 36 murid dengan diberikan pernyataan berupa angket. Pernyataan dalam bentuk angket berisi 25 pernyataan dengan skor tertinggi 5 dan terendah 1. Dari angket yang sudah diberikan oleh sampel yang berjumlah 36 murid diketahui bahwa, skor tertinggi diperoleh 106 dan terendah 84. Frekuensi terbanyak diperoleh pada kelas interval 88-91 dan 96-99 dengan jumlah frekuensi 10 orang dan frekuensi terkecil terdapat pada kelas interval 84-87 dengan jumlah frekuensi 2 orang.
Kemudian dilanjutkan dengan pencarian data mean, median dan modus maka hasilnya sebagai berikut.
122
Tabel 22. Perhitungan Mean, Median dan Modus Minat Belajar Kelas Eksperimen Statistics Minat Kelas Eksperimen N
Valid Missing
24 0 95.46 1.397 95.50 100 6.846 46.868 -.031 .472 -1.613 .918 22 84 106 2291
Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa mean yang diperoleh sebesar 95,46, median 95,50 dan modus 100, dengan koefisien kemiringan (skewness) 0,031 kurang dari nol maka bentuknya negatif sehingga distribusi data menceng ke kiri, sedangkan nilai kurtosis -1,613 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik dapat dibuat kurva berikut.
Histogram
7
6
Frequency
5
4
3
2
1 Mean = 95.46 Std. Dev. = 6.846 N = 24
0 80
85
90
95
100
105
110
Minat Kelas Eksperimen
Gambar 3. Histogram Minat Belajar Kelas Eksperimen
123
Untuk mengidentifikasi kecenderungan minat belajar siswa ke dalam tiga kategori tinggi, sedang dan rendah, dilakukan perhitungan sebagai berikut. Rentang
Panjang kelas
= Nilai Terbesar – Nilai Terkecil = 106 – 84 = 22 = 22/3 = 7,3 dibulatkan menjadi 7
Berdasarkan data di atas maka kategori minat belajar siswa pada kelas eksperimen, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 23. Kategori Minat Belajar Pada Kelas Eksperimen Kategori Rendah Sedang Tinggi
Kelas Interval 84 – 91 92 - 99 100 -106
Jumlah Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Frekuensi 12 12 12 36
Persentase (%) 33,3 33,3 33,3 100
Berdasarkan Tabel 23 di atas, minat belajar siswa pada kelas eksperimen dari 36 responden dapat disimpulkan bahwa minat belajar pada kelas eksperimen terbagi rata yaitu sebanyak 12 orang memiliki minat belajar tinggi, 12 orang memiliki minat belajar sedang, dan 12 orang memiliki minat belajar rendah dengan presentase sebesar 33,3%. Dengan demikian siswa yang akan diteliti dalam penelitian ini berjumlah 24 orang yaitu siswa yang memiliki minat belajar tinggi dan rendah, sedangkan siswa yang memiliki minat belajar sedang diabaikan.
b. Data Minat Belajar Kelas Kontrol Penggelompokkan siswa berdasarkan minat belajar diperoleh melalui penyebaran angket kepada siswa yang telah diambil sampel dari jumlah populasi
124
sesungguhnya yang berjumlah 36 responden. Jumlah Jumlah pernyataan untuk variabel minat belajar sebanyak 25 item. Setiap soal memiliki 5 alternatif jawaban dengan pemberian skor 1-55 dan diperoleh skor terbesar 107 dan skor terendah 90 90. Adapun perhitungan distribusi frekuensi adalah adala sebagai berikut. 1) Menentukan rentang Rentang = 107 – 90 = 17 2) Menentukan banyak kelas interval Banyak kelas = 1 + 3.3 log 32 = 1 + 3,3 (1,505149978) = 1 + 4,966994928 = 5,966994928 dibulatkan menjadi 6 3) Menentukan panjang kelas interval
P = 17/6 = 2,833333333 dibulatkan menjadi 3
Tabel 24. Distribusi Frekuensi Minat Belajar Kelas Kontrol Kelas Kontrol F absolute F relative 90 – 92 3 9 93 – 95 9 28 96 – 98 5 17 99 – 101 3 9 102 – 105 9 28 106 – 107 3 9 Jumlah 32 100 Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011 Rentang Nilai
125
Berdasarkan tabel 24, setelah melalui proses perhitungan distribusi frekuensi diperoleh frekuensi terbanyak pada kelas interval 93-95 dan 102-105 dengan jumlah frekuensi sebanyak 9 orang dan frekuensi terkecil terdapat pada kelas interval 90-92, 99-101, 106-107 dengan jumlah frekuensi 3 orang.
Kemudian dilanjutkan dengan pencarian data mean, median dan modus maka hasilnya sebagai berikut.
Tabel 25. Perhitungan Mean, Median dan Modus Minat Belajar Kelas Kontrol Statistics Minat Kelas Kontrol N
Valid Missing
Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum
24 0 98.88 1.120 98.50 95 5.488 30.114 -.002 .472 -1.679 .918 17 90 107 2373
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa mean yang diperoleh sebesar 98,88, median 98,50 dan modus 95, dengan koefisien kemiringan (skewness)
-
0,002 kurang dari nol maka bentuknya negatif sehingga distribusi data menceng ke kiri, sedangkan nilai kurtosis -1,679 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik dapat dibuat kurva berikut.
126
Histogram
6
5
Frequency
4
3
2
1 Mean = 98.88 Std. Dev. = 5.488 N = 24
0 90
95
100
105
110
Minat Kelas Kontrol
Gambar 4. Histogram Minat Belajar Kelas Kontrol
Untuk mengidentifikasi kecenderungan minat belajar siswa ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah, dilakukan perhitungan sebagai berikut. Rentang
= Nilai Terbesar – Nilai Terkecil =107 – 90 = 17 Panjang kelas = 17/3 = 5,6 dibulatkan menjadi 6
Tabel 26. Kategori Minat Belajar Kategori Rendah Sedang Tinggi
Kelas Interval 90-95 96-101 102 -107
Jumlah Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Frekuensi 12 8 12 32
Persentase (%) 37 26 37 100
127
Berdasarkan Tabel 26 di atas, minat belajar siswa pada kelas eksperimen di SMA Negeri 12 Bandar Lampung dari 36 responden dapat disimpulkan bahwa minat belajar siswa pada kelas ekperimen yang memiliki minat belajar tinggi dan rendah memiliki jumlah responden sama yaitu 12 orang dengan presentase masingmasing sebesar 37%. Sedangkan minat belajar yang tergolong sedang sebanyak 8 orang dengan total 26%. Dengan demikian siswa yang diteliti dalam penelitian ini adalah 24 orang yaitu yang memiliki minat belajar tinggi dan rendah, sedangkan yang memiliki minat belajar sedang diabaikan.
2.
Data Tes Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Minat Tinggi dan Rendah di Kelas Eksperimen dan Kontrol
a.
Deskripsi Data Tes Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Minat Rendah di Kelas Eksperimen
Data tentang hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar rendah pada kelas eksperimen diperoleh melalui penyebaran soal post-test kepada siswa yang telah diambil sampel dari hasil pengkategorian di dalam Tabel 16 dengan jumlah sampel yang memiliki minat belajar rendah di kelas eksperimen berjumlah 12 siswa. Jumlah butir soal yang diberikan kepada 12 orang siswa sebanyak 30 item. Setiap soal terdiri dari 5 alternatif jawaban yang harus dipilih salah satunya dengan jawaban benar mendapat skor 1 dan jawaban salah mendapat skor 0. Hasil posttest yang didapat siswa yang memperoleh nilai tertinggi sebesar 77 dan terendah 67. Adapun perhitungan distribusi frekuensi sebagai berikut. 1) Menentukan rentang Rentang = 77 - 67 = 10
128
2) Menentukan banyak kelas interval Banyak kelas = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 12 = 1 + 3,3(1,079181246) = 1 + 3,561298112 = 4,561298112 dibulatkan menjadi 5 3) Menentukan panjang kelas interval
P = 10/5 2
Tabel 27. Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Rendah di Kelas Eksperimen Kelas Eksperimen Rentang Nilai F absolute F relative 67 – 68 4 33 69 – 70 3 25 71 – 72 2 17 73 – 74 0 0 75 – 77 3 25 Jumlah 12 100 Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi yang kemudian dibuat dalam Tabel 27 diperoleh rentang nilai terbanyak terdapat pada kelas interval 67-68 dengan jumlah frekuensi sebanyak 4 siswa dan rentang nilai terendah terdapat pada interval 71-72 72 dengan jumlah frekuensi frekue sebanyak 2 siswa.
129
Hasil distribusi frekuensi posttest siswa yang memiliki minat belajar rendah di kelas eksperimen dapat dilihat dalam diagram berikut.
DIAGRAM HASIL POST-TEST POST TEST SISWA YANG MEMILIKI MINAT RENDAH DI KELAS EKSPERIMEN 0% 25% 33%
67 - 68 69 - 70 71 - 72 73 - 74 75 - 77
17% 25%
0%
Gambar 5. Diagram Hasil Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Rendah di Kelas Eksperimen
Setelah distribusi frekuensi diketahui kemudian dilanjutkan dengan pencarian data mean, median dan modus maka hasilnya sebagai berikut.
Tabel 28. Perhitungan Mean, Median, dan Modus Hasil PostPost-Test Siswa yang Memiliki Minat Rendah di Kelas Eksperimen Statistics Eksperimen Rendah N
Valid Missing
Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
12 0 71.25 1.175 70.00 67 4.070 16.568 .434 .637 -1.387 1.232 10 67 77 855
130
Dari data deskriptif di atas, dapat diketahui bahwa mean yang diperoleh sebesar 71,25, median sebesar 70,00 dan modus 67, dengan koefisien kemiringan (skewness) 0,434 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negatif sehingga distribusi data menceng ke kiri, sedangkan nilai kurtosis -1,387 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik dapat dibuat kurva sebagai berikut.
Histogram
4
Frequency
3
2
1
Mean = 71.25 Std. Dev. = 4.07 N = 12
0 66
68
70
72
74
76
78
Eksperimen Rendah
Gambar 6. Histogram Hasil Posttest Minat Belajar Rendah Kelas Eksperimen
b. Deskripsi Data Post-Test Siswa yang Memiliki Minat Tinggi di Kelas Eksperimen Deskripsi data posttest siswa yang memiliki minat tinggi di kelas eksperimen diperoleh melalui penyebaran soal posttest kepada 12 orang siswa yang telah diambil sampel dari hasil pengkategorian minat belajar. Ternyata setelah dilakukan penyebaran soal yang terdiri dari 30 soal dengan 5 alternatif jawaban yang harus dipilih salah satu jawaban oleh siswa. Setelah seluruh siswa menjawab pertanyaan dan diberi nilai diperoleh nilai tertinggi sebesar 77 dan terendah sebesar 67.
131
Adapun perhitungan distribusi frekuensi freku sebagai berikut. 1) Menentukan rentang Rentang = 77 - 67 = 10 2) Menentukan banyak kelas interval Banyak kelas = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 12 = 1 + 3,3(1,079181246) = 1 + 3,561298112 = 4,561298112 dibulatkan menjadi 5 3) Menentukan panjang kelas interval
P = 10/5 2
Tabel 29. Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Tinggi di Kelas Eksperimen Kelas Eksperimen Rentang Nilai F absolute F relative 67 – 68 1 8 69 – 70 3 25 71 – 72 0 0 73 – 74 5 42 75 – 77 3 25 Jumlah 12 100 Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Tabel 29 menjelaskan distribusi frekuensi hasil posttest siswa yang memiliki minat tinggi di kelas eksperimen. Dari hasil post-test test siswa yang memiliki minat
132
tinggi di kelas eksperimen diperoleh rentang ntang nilai terbanyak pada kelas interval 73-74 74 dengan jumlah frekuensi sebanyak 5 siswa dan rentang nilai terendah terendahpada kelas interval 67-68 68 dengan jumlah frekuensi 1 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam diagram berikut.
DIAGRAM HASIL POST POST-TEST TEST SISWA YANG MEMILIKI MINAT TINGGI DI KELAS EKSPERIMEN 8%
25%
67 - 68 25%
69 - 70 71 - 72 73 - 74 0%
75 - 77
42%
Gambar 7. Diagram Hasil Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Tinggi di Kelas Eksperimen
Setelah distribusi frekuensi diketahui kemudian dilanjutkan dengan pencarian data mean, median dan modus maka hasilnya sebagai berikut.
Tabel 30. Perhitungan Mean, Median, dan Modus M Hasil Post-Test Test Siswa yang Memiliki Minat Tinggi di Kelas Eksperimen Statistics Eksperimen Tinggi N
Valid Missing
Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
12 0 72.75 .914 73.00 73 3.166 10.023 -.076 .637 -.514 1.232 10 67 77 873
133
Dari data deskriptif di atas, dapat diketahui bahwa mean yang diperoleh sebesar 72,75, median sebesar 73,00 dan modus 73, dengan koefisien kemiringan (skewness) -0,076 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negatif sehingga distribusi data menceng ke kiri, sedangkan nilai kurtosis -0,514 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik dapat dibuat kurva sebagai berikut.
Histogram
5
Frequency
4
3
2
1
Mean = 72.75 Std. Dev. = 3.166 N = 12
0 66
68
70
72
74
76
78
Eksperimen Tinggi
Gambar 8. Histogram Hasil Posttest Minat Belajar Tinggi Kelas Eksperimen
c.
Deskripsi Data Post-Test Siswa yang Memiliki Minat Rendah di Kelas Kontrol
Melalui penyebaran soal posttest kepada 12 orang siswa yang telah diambil sampel dari pengkategorian sebagaimana diuraikan dalam Tabel 17, dan masingmasing siswa diberikan 30 soal pertanyaan. Dari 30 soal yang ada memiliki 5 alternatif jawaban dengan jawaban benar mendapat nilai 1 dan salah mendapatkan nilai 0. Setelah seluruh siswa menjawab pertanyaan dan dihitung nilainya diperoleh nilai tertinggi yang didapat sebesar 73 dan nilai terendah sebesar 60.
134
Adapun perhitungan distribusi frekuensi sebagai berikut. 1)
Menentukan rentang
Rentang = 73 - 60 = 13 2)
Menentukan banyak kelas interval
Banyak kelas = 1 + 3,3 3 log n = 1 + 3,3 log 12 = 1 + 3,3(1,079181246) = 1 + 3,561298112 = 4,561298112 dibulatkan menjadi 5 3)
Menentukan panjang kelas interval
P = 13/5 2,6 dibulatkan menjadi 3
Tabel 31. Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Rendah di Kelas Kontrol Rentang Nilai
F absolute 60 – 62 2 63 – 65 3 66 – 68 4 69 – 71 1 72 – 74 2 Jumlah 12 Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Kelas Kontrol F relative 17 25 33 8 17 100
135
Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi di atas diperoleh frekuensi terbanyak terdapat pada kelas interval 66-68 66 68 dengan jumlah frekuensi sebanyak 4 orang siswa dan frekuensi terendah pada kelas interval 69-71 69 71 dengan jumlah frekuensi sebanyak 1 orang siswa. Untuk lebih jelasnya ya dapat dilihat dalam diagram berikut.
DIAGRAM HASIL POST-TEST POST TEST SISWA YANG MEMILIKI MINAT RENDAH KELAS KONTROL 8% 17% 17%
60 - 62 63 - 65 66 - 68
25%
69 - 71
33%
72 - 74
Gambar 9. Diagram Hasil Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Rendah di Kelas Kontrol
Setelah distribusi frekuensi diketahui kemudian dilanjutkan dengan pencarian data mean, median dan modus maka hasilnya sebagai berikut.
Tabel 32. Perhitungan Mean, Median dan Modus Hasil Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Rendah di Kelas Kontrol Statistics Kontrol Rendah N
Valid Missing
Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
12 0 66.08 1.282 67.00 67 4.441 19.720 .233 .637 -.862 1.232 13 60 73 793
136
Dari data deskriptif di atas, dapat diketahui bahwa mean yang diperoleh sebesar 66,08, median sebesar 67,00 dan modus 67 dengan koefisien kemiringan (skewness) 0,233 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negative sehingga distribusi data menceng ke kiri, sedangkan nilai kurtosis -,0862 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik dapat dibuat kurva sebagai berikut.
Histogram
4
Frequency
3
2
1
Mean = 66.08 Std. Dev. = 4.441 N = 12
0 60
62
64
66
68
70
72
74
Kontrol Rendah
Gambar 10. Histogram Hasil Posttest Minat Rendah Kelas Kontrol
d. Deskripsi Data Post-Test Siswa yang Memiliki Minat Tinggi di Kelas Kontrol Penggolongan siswa yang memiliki minat belajar tinggi pada kelas kontrol diperoleh dari sampel hasil pengkategorian di dalam Tabel 17 yang berjumlah 12 siswa. Dari 12 siswa yang memiliki minat belajar tinggi di kelas kontrol kemudian diberikan soal posttest yang berjumlah 30 soal dengan bentuk pilihan ganda. Setiap soal terdiri dari 5 alternatif jawaban yang harus dipilih salah satunya jawabannya dengan jawaban benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0. Setelah dilakukan penilaian diperoleh skor tertinggi sebesar 77 dan skor terendah sebesar 63.
137
Adapun perhitungan distribusi frekuensi sebagai berikut. 1) Menentukan rentang Rentang = 77 - 63 = 14 2) Menentukan banyak kelas interval Banyak kelas = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 12 = 1 + 3,3(1,079181246) = 1 + 3,561298112 = 4,561298112 ,561298112 dibulatkan menjadi 5 3) Menentukan panjang kelas interval
P = 14/5 2,8 dibulatkan menjadi 3
Tabel 33. Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Tinggi di Kelas Kontrol Rentang Nilai
F absolute 63 – 65 1 66 – 68 2 69 – 71 5 72 – 74 2 75 – 77 2 Jumlah 12 Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Kelas Kontrol F relative 8 17 41 17 17 100
138
Dari hasil perhitungan distribusi frekuensi kemudian dibuat Tabel frekuensi diperoleh frekuensi terbanyak terdapat pada kelas interval 69-71 69 71 dengan frekuensi sebanyak 5 siswa dan frekuensi terendah terdapat pada kelas interval 63 63-65 dengan frekuensi sebanyak sebany 1 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam diagram berikut.
DIAGRAM HASIL POST-TEST POST TEST YANG MEMILIKI MINAT TINGGI 8% 17% KELAS KONTROL 17%
63 - 65 66 - 68 69 - 71 72 - 74
17%
75 - 77
41%
Gambar 11. Diagram Hasil Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Tinggi di Kelas Kontrol
Setelah distribusi frekuensi diketahui kemudian dilanjutkan dengan pencarian data mean, median dan modus maka hasilnya sebagai berikut.
Tabel 34. Perhitungan Mean, Median dan Modus Post-Test Post Test Siswa yang Memiliki Minat Tinggi di Kelas Kontrol Statistics Kontrol Tinggi N
Valid Missing
Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
12 0 70.58 1.164 70.00 70 4.033 16.265 .046 .637 .193 1.232 14 63 77 847
139
Dari data deskriptif di atas, dapat diketahui bahwa mean yang diperoleh sebesar 70,58, median sebesar 70,00 dan modus 70 dengan koefisien kemiringan (skewness) 0,046 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negatif sehingga distribusi data menceng ke kiri, sedangkan nilai kurtosis 0,193 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik dapat dibuat kurva sebagai berikut.
Histogram
5
Frequency
4
3
2
1
Mean = 70.58 Std. Dev. = 4.033 N = 12
0 62.5
65
67.5
70
72.5
75
77.5
Kontrol Tinggi
Gambar 12. Histogram Hasil Posttest Minat Belajar Tinggi Kelas Kontrol
3. Data Tes Hasil Belajar a. Deskripsi Data Kelas Eksperimen Deskripsi Data tentang hasil belajar ekonomi siswa pada kelas eksperimen diperoleh melalui penyebaran soal posttest kepada siswa yang telah diambil sampel dari hasil pengkategorian di dalam Tabel 17 dan berjumlah 12 siswa. Soal posttest yang diberikan kepada siswa berjumlah 30 soal dengan bentuk pilihan ganda yang memiliki 5 alternatif jawaban. Siswa yang dapat menjawab soal dengan benar memperoleh nilai 1 dan jawaban salah memperoleh nilai 0. Dari penilaian yang telah dilakukan nilai tertinggi diperoleh sebesar 77 dan nilai terendah diperoleh sebesar 67.
140
Adapun perhitungan distribusi frekuensi sebagai berikut. 1)
Menentukan rentang
Rentang = 77 - 67 = 10 2)
Menentukan banyak kelas interval
Banyak kelas = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 24 = 1 + 3,3(1,380211242) = 1 + 5,554697098 = 6,554697098 dibulatkan menjadi 6 3)
Menentukan panjang kelas interval
P = 10/6 1,666666667 dibulatkan menjadi 2
Tabel 35. Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test Post Test Kelas Eksperimen Kelas Eksperimen F absolute F relative 67 – 68 5 21 69 – 70 6 25 71 – 72 0 0 73 – 74 7 29 75 – 76 0 0 77 – 78 6 25 Jumlah 24 100 Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011 Rentang Nilai
141
Tabel 35 di atas, menjelaskan distribusi frekuensi yang diperoleh melalui perhitungan distribusi frekuensi yang sudah dilakukan. Hasil dari perhitungan distribusi frekuensi yang sudah dilakukan diperoleh frekuensi terbanyak diperoleh pada kelas interval 73-74 73 74 dengan jumlah frekuensi sebanyak 7 siswa dan frekuensi terendah diperoleh pada kelas interval hasil 67-68 68 dengan jumlah frekuensi sebanyak 5 siswa. Untuk lebih jelas, data tersebut dapat disajikan dalam diagram berikut.
DIAGRAM HASIL POST-TEST POST TEST KELAS EKSPERIMEN 21%
25%
67 - 68 69 - 70 71 -72
0% 25%
73 - 74 75 - 76 77 - 78
29% 0%
Gambar 13. Diagram Hasil Post-Test Post Kelas Eksperimen
Setelah distribusi frekuensi diketahui kemudian dilanjutkan dengan pencarian data mean, median dan modus maka hasilnya sebagai berikut.
142
Tabel 36. Perhitungan Mean, Median dan Modus Hasil Post-Test Kelas Eksperimen Statistics Kelas Eksperimen N
Valid Missing
24 0 72.00 73.00 73 3.648 13.304 .082 .472 -1.209 .918 10 67 77 1728
Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa mean yang diperoleh sebesar 72,00, median sebesar 73,00, dan modus 73, dengan koefisien kemiringan (skewness) 0,082 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negatif sehingga distribusi data menceng ke kiri, sedangkan nilai kurtosis -1,209 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik dapat dibuat kurva berikut.
Histogram
7
6
Frequency
5
4
3
2
1 Mean = 72 Std. Dev. = 3.648 N = 24
0 66
68
70
72
74
76
78
Kelas Eksperimen
Gambar 14. Histogram Hasil Posttest Kelas Eksperimen
143
b. Deskripsi Data Kelas Kontrol Melalui penyebaran soal posttest kepada siswa yang telah diambil sampel dari hasil pengkategorian ategorian di dalam Tabel 17 yang berjumlah 24 siswa dan masing masingmasing siswa diberikan 30 soal dengan bentuk pilihan ganda. Setiap soal yang diberikan memiliki 5 alternatif jawaban jawaban yang harus dipilih salah satunya dengan pemberian skor 1 untuk jawaban yang benar dan tidak ada pengurangan nilai apabila menjawab salah. Dari hasil penilaian diperoleh nilai tertinggi sebesar 77 dan skor terendah sebesar 60. Adapun perhitungan distribusi distrib frekuensi sebagai berikut. 1) Menentukan rentang Rentang = 77 - 60 = 17 2) Menentukan banyak kelas interval Banyak kelas = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 24 = 1 + 3,3(1,380211242) = 1 + 5,554697098 = 6,554697098 dibulatkan menjadi 6 3) Menentukan panjang kelas interval
P = 17/6 2,833333333 dibulatkan menjadi 3
144
Tabel 37. Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test Post Kelas Kontrol Kelas Kontrol Rentang Nilai F absolute F relative 60 – 62 2 8 63 – 65 4 17 66 – 68 6 25 69 – 71 6 25 72 – 74 4 17 75 – 77 2 8 Jumlah 24 100 Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Dari hasil perhitungan distribusi frekuensi yang kemudian dibuat dalam tabel 37 di atas terlihat jelas frekuensi terbanyak yang diperoleh frekuensi terdapat pada kelas interval 66-688 dan 69-71 dengan jumlah frekuensi 6 siswa siswa, sedangkan frekuensi terendah terdapat pada kelas interval 60-62 60 dan 75-77 77 dengan jumlah frekuensi sebanyak 2 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam diagram berikut.
DIAGRAM HASIL POST-TEST POST KELAS KONTROL 8%
8%
17%
17%
60 -62 63 - 65 66 - 68 69 - 71 72 - 74
25%
Gambar 15. Diagram Hasil Post-Test Post Kelas Kontrol
25%
75 - 77
145
Setelah distribusi frekuensi diketahui kemudian dilanjutkan dengan pencarian data mean, median dan modus maka hasilnya sebagai berikut.
Tabel 38. Perhitungan Mean, Median dan Modus Hasil Post-Test Kelas Kontrol Statistics Kelas Kontrol N
Valid Missing
Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum
24 0 68.33 .968 68.50 67a 4.743 22.493 -.019 .472 -.519 .918 17 60 77 1640
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa mean yang diperoleh sebesar 68,33, median sebesar 68,50, dan modus 67, dengan koefisien kemiringan (skewness) -0,019 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negatif sehingga distribusi data menceng ke kiri, sedangkan nilai kurtosis -0,519 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik dapat dibuat kurva berikut.
146
Histogram
6
Frequency
5
4
3
2
1 Mean = 68.33 Std. Dev. = 4.743 N = 24
0 60
65
70
75
80
Kelas Kontrol
Gambar 16. Histogram Hasil Posttest Kelas Kontrol
C. Pengujian Persyaratan Analisis Data 1. Uji normalitas Apabila suatu penelitian menggunakan data n sampel yang diambil dari sejumlah populasi terlebih dahulu diuji kenormalitasan sampel tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah jumlah sampel yang diambil tersebut sudah berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas penelitian ini menggunakan uji Lilifors.
Hasil perhitungan normalitas menggunakan perangkat lunak SPSS diperoleh data sebagai berikut.
147
a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen Minat Rendah Tabel 39. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas EKsperimen Minat Rendah Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Statistic df .204 12
Eksperimen Rendah
a
Sig. .180
Statistic .840
Shapiro-Wilk df 12
Sig. .028
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Berdasarkan Tabel Test of Normality pada kolom Kolmogorov-Smirnov di atas dapat dilihat tingkat signifikansi untuk kelas eksperimen yang memiliki minat belajar rendah lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,180. Maka dapat dikatakan bahwa data kelas eksperimen minta belajar rendah terdistribusi normal. Selain itu untuk melihat output normal atau tidak dapat dilakukan dengan melihat output normal Q-Q plot pada grafik berikut.
Normal Q-Q Plot of Eksperimen Rendah
Expected Normal
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0 66
68
70
72
74
76
78
Observed Value
Gambar 17. Kurva Normal Q-Q Plot Hasil Posttest Kelas Eksperimen Minat Rendah
Jika suatu data berdistribusi normal, maka output pada normal Q-Q plot tersebar di sekeliling garis lurus. Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa sebagian besar
148
data tersebar di sekeliling garis, walaupun ada data yang lepas sehingga dapat dikatakan bahwa variabel hasil posttest kelas eksperimen minat belajar rendah berdistribusi normal.
b. Uji Normalitas Kelas Eksperimen Minat Tinggi
Tabel 40. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen Minat Tinggi
Tests of Normality a
Eksperimen Tinggi
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .219 12 .118
Statistic .893
Shapiro-Wilk df 12
Sig. .128
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Hasil perhitungan tahun 2011
Dari hasil perhitungan didapat bahwa angka signifikansi untuk kelas eksperimen minat belajar tinggi berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari hasil signifikansi pada kolom Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,118 > 0,05. Selain itu untuk melihat output normal atau tidak dapat dilakukan dengan melihat output normal Q-Q plot pada grafik berikut.
149
Normal Q-Q Plot of Eksperimen Tinggi
1.5
Expected Normal
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 68
70
72
74
76
78
Observed Value
Gambar 18. Kurva Normal Q-Q Plot Hasil Posttest Kelas Eksperimen Minat Tinggi
c.
Uji Normalitas Kelas Kontrol Minat Rendah
Tabel 41. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol Minat Rendah Tests of Normality a
Kontrol Rendah
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .173 12 .200*
Shapiro-Wilk Statistic df .915 12
Sig. .246
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Melalui perhitungan uji normalitas di atas diperoleh nilai signifikansi pada kolom Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,200 > 0,05. Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa data hasil belajar kelas kontrol minat rendah berdistribusi normal. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi pada kolom kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05. Selain itu untuk melihat output normal atau tidak dapat dilakukan dengan melihat output normal Q-Q plot pada grafik berikut.
150
Normal Q-Q Plot of Kontrol Rendah
ExpectedNorm al
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
60
62
64
66
68
70
72
74
Observed Value
Gambar 19. Kurva Normal Q-Q Plot Hasil Posttest Kelas Kontrol Minat Rendah
d.
Uji Normalitas Kelas Kontrol Minat Tinggi
Tabel 42. Hasil Perhitungan Normalitas Kelas Kontrol Minat Tinggi Tests of Normality a
Kontrol Tinggi
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .224 12 .098
Statistic .926
Shapiro-Wilk df 12
Sig. .343
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Berdasarkan uji normalitas data hasil belajar kelas kontrol minat tinggi yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 42 di atas. Berdasarkan Tabel Test of Normality pada kolom Kolmogorov-Smirnov di atas dapat dilihat tingkat signifikansi untuk kelas kontrol yang memiliki minat belajar rendah lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,098. Maka dapat dikatakan bahwa data kelas kontrol minat belajar tinggi terdistribusi normal. Selain itu untuk melihat output normal atau tidak dapat dilakukan dengan melihat output normal Q-Q plot pada grafik berikut.
151
Normal Q-Q Plot of Kontrol Tinggi
1.5
ExpectedNormal
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 64
66
68
70
72
74
76
78
Observed Value
Gambar 20. Kurva Normal Q-Q Plot Kelas Kontrol Minat Tinggi
2. Uji Homogenitas Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji test of homogeneity of variances berdasarkan perhitungan perangkat lunak SPSS diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 43. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Nilai Levene Statistic 1.280
df1
df2 1
Sig. .264
46
ANOVA Nilai
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 161.333 823.333 984.667
df 1 46 47
Mean Square 161.333 17.899
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
F 9.014
Sig. .004
152
Berdasarkan hasil perhitungan test of homogeneity of variances di atas dapat dapat dilihat levene test adalah 1,280 dengan signifikansi sebesar 1,280 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini homogen. Oleh karena itu, asumsi homogenitas varians tidak menjadi permasalahan bila peneliti hendak meneruskan pengujian untuk tahap berikutnya.
D. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya interaksi antara model pembelajaran problem based learning, model pembelajaran tradisional, dan minat belajar terhadap hasil belajar siswa. Untuk menguji hipotesis digunakan dua cara yaitu Analisis Varians dan T-test. Pada pengujian hipotesis 1, 2 dan 3 di uji menggunakan T-test dan Pada pengujian hipotesis 4 di uji menggunakan Analisis Varians.
Sebelum kita melakukan pengujian menggunakan program SPSS, langkah pertama yang harus dikerjakan yaitu membuat desain penelitian. Model Pembelajaran Model Pembelajaran PBL (Problerm Based Learning)
Model Pembelajaran Tradisional
Minat Rendah
hasil belajar Ekonomi
hasil belajar ekonomi
Tinggi
hasil belajar Ekonomi
hasil belajar ekonomi
Gambar 21. Desain Penelitian
153
1.
Pengujian Hipotesis
a.
Pengujian Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Ho
: tidak ada perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi yang pembelajarannya dibandingkan
menggunakan yang
model
pembelajarannya
pembelajaran menggunakan
PBL model
pembelajaran tradisional. H1
: ada perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi yang pembelajarannya dibandingkan
menggunakan yang
model
pembelajarannya
pembelajaran menggunakan
PBL model
pembelajaran tradisional Berdasarkan perhitungan analisis data SPSS, T-Test pertama, independent variabel model pembelajaran Problem Based Learning, model pembelajaran tradisional, dan dependent variabel hasil belajar ekonomi. Hasil T-Test tersebut diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 44. Hasil Uji Hipotesis Pertama Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Nilai
Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.280
Sig. .264
t-test for Equality of Means
t
Mean Std. Error Sig. (2-tailed) Difference Difference
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
3.002
46
.004
3.667
1.221
1.208
6.125
3.002
43.157
.004
3.667
1.221
1.204
6.129
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
154
Kriteria uji hipotesisnya adalah sebagai berikut. Ho diterima apabila t penelitian < t tabel Ho ditolak apabila t penelitian > t tabel Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t penelitian sebesar 3,002 > t tabel sebesar 2,013 sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya, ada perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional. Besarnya perbedaan rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem
Based
Learning
dibandingkan
dengan
menggunakan
model
pembelajaran tradisional sesuai dengan nilai signifikansi sebesar 0,004 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa.
b. Pengujian Hipotesis Kedua Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Ho
: tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi pada siswa yang memiliki minat rendah yang pembelajarannya menggunakan model PBL dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional.
155
H1
: ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi yang memiliki minat rendah
yang pembelajarannya menggunakan model PBL dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional. Berdasarkan perhitungan analisis data SPSS, T-test, independent variabel model pembelajaran problem based learning, model pembelajaran tradisional, variabel moderator minat belajar rendah dan dependent variabel hasil belajar. Hasil T-test tersebut diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 45. Hasil Uji Hipotesis Kedua Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Rendah Equal variances .016 assumed Equal variances not assumed
Sig.
t
.901 2.971
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Mean Std. Error Difference df Sig. (2-tailed) Difference DifferenceLower Upper 22
.007
5.167
1.739 1.560 8.773
2.971 21.835
.007
5.167
1.739 1.559 8.775
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Kriteria uji hipotesisnya adalah sebagai berikut. Ho diterima apabila t penelitian < t tabel Ho ditolak apabila t penelitian > t tabel Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angaka t penelitian sebesar 2,971 > t tabel sebesar 2,074 sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya, ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar rendah yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
156
(PBL) dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional. Besarnya perbedaan rata-rata hasil belajar siswa yang memiliki minat belajar rendah dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning dibandingkan menggunakan model pembelajaran tradisional sesuai dengan nilai signifikansi sebesar 0,007 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, siswa yang memiliki minat belajar rendah dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa.
c.
Pengujian Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Ho
: tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi yang memiliki minat tinggi yang pembelajarannya menggunakan model PBL di bandingkan
yang pembelajarannya menggunakan model tradisional. H1
: ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi yang memiliki minat tinggi yang pembelajarannya menggunakan model PBL dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model tradisional.
Berdasarkan perhitungan analisis data SPSS, T-test, independent variabel model pembelajaran problem based learning, model pembelajaran tradisional, variabel moderator minat belajar tinggi dan dependent variabel hasil belajar. Hasil T-test tersebut diperoleh data sebagai berikut.
157
Tabel 46. Hasil Uji Hipotesis Ketiga Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Tinggi Equal variances .412 assumed Equal variances not assumed
Sig. .528
t-test for Equality of Means
t
df
1.464
95% Confidence Interval of the Difference Mean Std. Error Sig. (2-tailed) DifferenceDifference Lower Upper
22
.157
2.167
1.480
-.903
5.236
1.464 20.826
.158
2.167
1.480
-.913
5.246
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Kriteria uji hipotesisnya adalah sebagai berikut. Ho diterima apabila t penelitian < t tabel Ho ditolak apabila t penelitian > t tabel
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angaka t penelitian sebesar 1,464 < t tabel sebesar 2,074 sehingga H1 ditolak dan Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional.
Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar
ekonomi siswa yang memiliki minat belajar tinggi dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning dibandingkan menggunakan model pembelajaran tradisional sesuai dengan nilai signifikansi sebesar 0,157 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, siswa yang memiliki minat belajar tinggi dengan menggunakan model pembelajaran apapun hasilnya akan meningkat.
158
d. Pengujian Hipotesis Keempat Hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Ho
: tidak ada interaksi antara model pembelajaran PBL dan tradisional dengan minat siswa pada mata pelajaran ekonomi.
H1
: ada interaksi antara model pembelajaran PBL dengan minat pada mata pelajaran ekonomi.
Berdasarkan perhitungan analisis data SPSS, analisis varians, independent variabel model pembelajaran problem based learning, model pembelajaran tradisional, variabel moderator minat belajar dan dependent variabel hasil belajar. Hasil T-test tersebut diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 47. Hasil Uji Hipotesis Keempat Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Nilai Type III Sum Source of Squares Corrected Model 296.333a Intercept 236321.333 Kelas 161.333 Minat 108.000 Kelas * Minat 27.000 Error 688.333 Total 237306.000 Corrected Total 984.667
df 3 1 1 1 1 44 48 47
Mean Square F 98.778 6.314 236321.333 15106.255 161.333 10.313 108.000 6.904 27.000 1.726 15.644
a. R Squared = .301 (Adjusted R Squared = .253)
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Sig. .001 .000 .002 .012 .196
159
Kriteria uji hipotesisnya adalah sebagai berikut. Ho diterima apabila F peneltian < F tabel Ho ditolak apabila F penelitian > F tabel
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka F penelitian sebesar 1,726 < F tabel sebesar 4,062 sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Artinya, tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan minat belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi. Tidak adanya interaksi model pembelajaran dan minat belajar terhadap hasil belajar ekonomi sesuai dengan nilai signifikansi sebesar 0,196 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, model pembelajaran mempunyai pengaruh dalam meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa.
E. Pembahasan
Pembelajaran akan berlangsung baik apabila terdapat interaksi edukatif antara guru dan siswa. Guru sebagai unsur utama proses belajar mengajar berusaha menciptakan kondisi belajar yang kondusif. Dalam pembelajaran, guru harus memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai materi yang akan disampaikan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Keberhasilan pembelajaran dapat diketahui dari hasil belajar ekonomi siswa. 1.
Ada Perbedaan Rata-rata Hasil Belajar Ekonomi dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Tradisional
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa pada kelas eksperimen dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar ekonomi pada kelas kontrol. Dengan kata lain bahwa perbedaan hasil
160
belajar ekonomi dapat terjadi karena adanya penggunaan model pembelajaran yang berbeda untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen peneliti menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sedangkan pada kelas kontrol peneliti menggunakan model pembelajaran tradisional. Lebih tingginya hasil belajar ekonomi kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol dapat dibuktikan melalui uji hipotesis pertama, ternyata Ho ditolak dan H1 diterima, dengan menggunakan rumus T-Test diperoleh t hitung 3,002 > t tabel = 2,013 dengan rata-rata kelas eksperimen 72,00 dan kelas kontrol 68,33, kriteria pengujian hipotesis tolak Ho jika t hitung > t tabel. Dengan demikian, ada perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional.
Temuan penelitian ini, diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Wina 88Sanjaya (2006: 218) yang menyatakan bahwa, Problem Based Learning merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Berdasarkan tahapan dalam Problem Based Learning yang di antaranya adalah menyadari masalah, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, menentukan pilihan penyelesaian. Oleh karena itu dimungkinkan munculnya ide-ide siswa dalam menanggapi dan menyelesaikan permasalahan yang bermakna dan berkualitas sehingga kreativitas siswa dapat muncul dan berkembang.
161
Model pembelajaran Problem Based Learning diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa. Hal ini dikarenakan model pembelajaran Problem Based Learning memerlukan keaktifan siswa dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan langsung dengan materi yang akan dibahas. Selama proses diskusi berlangsung guru membantu siswa untuk belajar. Dalam hal ini guru meminta siswa untuk memecahkan masalah, mendorong siswa untuk dapat berkerjasama dengan teman dalam satu kelompok. Guru juga memantau kerja masing-masing kelompok dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan selama diskusi berlangsung.
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) di dalam prakteknya siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok dibagi secara acak dengan kemampuan yang berbeda dan minat belajar yang berbeda. Kemudian setiap kelompok diberi LKS yang berisi masalah yang harus dipecahkan bersama dengan kelompoknya. Setelah masalah yang ada di LKS sudah dipecahkan bersama kelompoknya, kemudian beberapa kelompok mempresentasikannya di depan kelas dan kelompok lain menaggapinya.
Banyak masalah yang dapat dikaitkan dengan materi memahami konsep ekonomi dalam kaitannya dengan permintaan, penawaran, harga keseimbangan, dan pasar misalnya dengan mengkaji tentang permintaan konsumen terhadap produk tertentu dan faktor apa saja yang mempengaruhinya. Kemudian mengkaji tentang penawaran produsen terhadap produk tertentu dan faktor apa saja yang mempengaruhinya dan masih banyak masalah yang lain untuk dikaji dan dihadirkan dalam proses pembelajaran.
162
Masalah tersebut diselesaikan sacara ilmiah oleh siswa dengan berkelompok untuk menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, siswa terlibat dalam proses pembelajaran. Materi tidak hanya dihafal semata, tetapi siswa memahaminya kemudian mencoba menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan memahami konsep ekonomi dalam kaitannya dengan permintaan, penawaran, harga keseimbangan, dan pasar
Hal ini diperkuat dengan pendapat Ari Widodo (2008: 85) yang menyatakan bahwa, materi yang dipelajari dengan melibatkan siswa secara aktif maka materi itu akan mudah diingat akhirnya hasil belajar siswa akan meningkat. Pengetahuan yang diperoleh dengan pemecahan masalah yang dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya akan menyebabkan pengetahuan itu akan mudah diingat Hal ini didukung dengan pernyataan De Porter dalam Mulyati (2007: 2) bahwa Orang belajar adalah 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan dan 90% yang baik dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Untuk itu, strategi yang lebih memberi hasil yang baik bagi siswa adalah pembelajaran yang banyak melibatkan siswa berpikir, berbicara, berargumentasi dan mengutarakan gagasan-gagasannya.
Hal ini juga diperkuat dengan pendapat John Dewey dalam Bimiyati dan Mudjiono (2006: 46) Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar dilakukan secara aktif, baik individual maupun kelompok dengan memecahkan masalah.
163
Penelitian ini juga dibuktikan dengan penelitian yang sudah ada bahwa, model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa yaitu penelitian yang dilakukan oleh Andalas Mulyawan di MAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2007 dengan judul penelitian pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada mata pelajaran ekonomi pokok bahasan pasar dengan pemanfaatan media Audio-Visual pada siswa kelas X1 MAN 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2007/2008. Hasil penelitian yang dilakukannya adalah Pembelajaran ekonomi pokok bahasan pasar persaingan sempurna dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dengan pemanfaatan media audio-visual termasuk dalam kategori baik dengan nilai rata-rata hasil belajar ekonomi siswa 7,83.
Sedangkan pada model pembelajaran tradisional guru lebih berperan aktif dengan menjelaskan materi secara rinci. Hal tersebut membuat siswa menjadi pasif karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru tanpa ada interaksi yang berarti. Pembelajaran ini membuat siswa menjadi bosan karena dalam waktu tertentu siswa hanya mendengarkan penjelasan guru di depan kelas.
Hal ini sesuai dengan pendapat Adrian (2004) mengungkapkan bahwa, Model pembelajaran tradisional dengan menggunakan ceramah adalah metode mengajar dengan menyampaikan informasi pengetahuan secara lisan kepada siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Penyampaian materi yang didominasi oleh guru membuat siswa hanya mendengarkan dan tidak ada aktivitas yang membuat mereka
berpikir
secara
ilmiah.
Berbeda
dengan
pembelajaran
dengan
164
menggunakan PBL siswa dituntut untuk berpikir ilmiah dan guru hanya menjadi fasilitator yang membantu siswa dalam memecahkan masalah. Aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran sangat penting karena tanpa ada aktivitas, proses pembelajaran tidak akan berlangsung baik dan hasil belajar pun akan sulit meningkat Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Dewey dalam Sardiman (2003: 97) bahwa, aktivitas sangat diperlukan dalam belajar. Tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak mungkin akan berlangsung dengan baik. Adanya aktivitas yang meningkat diharapkan akan merubah cara belajar siswa dari belajar pasif menjadi cara belajar aktif, sehingga dapat lebih mudah menguasai atau menyerap materimateri yang diajarkan oleh guru di sekolah atau dengan kata lain dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal.
Pembelajaran yang bermakna apabila siswa aktif dalam proses belajar dan pembelajaran. Siswa tidak sekedar menerima dan menelan konsep-konsep yang disampaikan guru, tetapi siswa beraktivitas langsung. Dalam hal ini, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa.
2.
Ada Perbedaan Rata-rata Hasil Belajar Ekonomi Siswa yang Memiliki Minat Rendah yang Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan Pembelajaran Tradisional
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar rendah pada kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini dapat dibuktikan melalui uji hipotesis kedua, ternyata Ho ditolak dan H1 diterima, dengan menggunakan rumus T-test
165
diperoleh t hitung = 2,971 dan t tabel = 2,074, dengan kriteria pengujian hipotesis tolak Ho jika t hitung > t tabel. Dengan demikian, terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar rendah yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran tradisional.
Hasil penelitian ini juga dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas eksperimen yang mengunakan model pembelajaran Problem Based Learning yang memiliki minat belajar rendah yaitu sebesar sebesar 71,25 dengan koefisien kemiringan (skewness) 0,434 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negatif dan nilai kurtosis -1,387 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik. Sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran tradisional yang memiliki minat belajar rendah sebesar 66,08 dengan koefisien kemiringan (skewness) 0,233 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negatif dan nilai kurtosis -,0862 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik. Temuan penelitian ini diperkuat dengan pernyataan Wina Sanjaya bahwa Problem Based Learning (PBL) memiliki kelebihan yaitu mengembangkan minat siswa untuk terus menerus belajar sekalipun kegiatan belajar mengajar di kelas telah berakhir. Oleh karena itu, pembagian kelompok secara heterogen dapat membuat siswa yang memiliki minat belajar rendah dengan menggunakan model pembelajaran PBL dapat berkembang minat belajarnya sedikit demi sedikit untuk belajar memecahkan masalah yang ada di dalam LKS.
Seperti pendapat yang diungkapkan Sumadi Suryabrata (1988: 109) yang menyatakan bahwa, minat adalah kecenderungan dalam diri individu untuk
166
tertarik pada sesuatu objek atau menyenangi sesuatu objek. Hal ini didukung oleh pendapat Berhard minat timbul atau muncul tidak secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja, dengan kata lain, minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Dimiyati Mahmud (1982) mengatakan bahwa, minat adalah sebagai sebab yaitu kekuatan pendorong yang memaksa seseorang menaruh perhatian pada orang situasi atau aktifitas tertentu dan bukan pada yang lain, atau minat sebagai akibat yaitu pengalaman efektif yang distimular oleh hadirnya seseorang atau sesuatu obyek, atau karena berpartisipasi dalam suatu aktifitas.
Hal ini didukung oleh pendapat Dakir (1097: 81) yang menyatakan bahwa, untuk mencapai hasil yang baik disamping kecerdasan juga minat, sebab tanpa adanya minat segala kegiatan akan dilakukan kurang efektif dan efesien. Dalam percakapan sehari-hari pengertian perhatian dikacaukan dengan minat dalam pelaksanaan perhatian seolah-olah kita menonjolkan fungsi pikiran, sedangkan dalam minat seolah-olah menonjolkan fungsi rasa, tetapi kenyataanya apa yang menarik minat menyebabkan pula kita berperhatian, dan apa yang menyebabkan perhatian kita tertarik minat pun menyertai kita.
Pada model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 5-8 orang per kelompok. Pembagian kelompok tersebut diacak secara heterogen dengan kemampuan belajar siswa dan minat belajar siswa yang berbeda. Di dalam kelompok tersebut siswa yang
167
memiliki minat belajar rendah digabung dengan siswa yang memiliki minat belajar tinggi. Hal ini dimaksudkan agar siswa yang memiliki minat belajar rendah dapat terdorong untuk ikut menyelesaikan masalah yang ada di dalam LKS. Pembagian kelompok secara heterogen juga dapat membuat siswa yang memiliki minat belajar tinggi dapat membantu siswa yang memiliki minat belajar rendah dalam memecahkan masalah.
Sedangkan pada pembelajaran tradisional siswa hanya dituntut mendengarkan penjelasan guru tanpa harus memecahkan suatu masalah yang membuat siswa menjadi pasif sehingga siswa yang memiliki minat belajar rendah terhadap pelajaran ekonomi menjadi bosan karena tidak ada ketertarikan terhadap pembelajaran karena mereka tidak dituntut untuk berpikir kritis seperti dalam pembelajaran PBL yang menuntut siswa berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang berkaitahn dengan materi pelajaran yang akan dibahas.
3.
Tidak Ada Perbedaan Rata-rata Hasil Belajar Ekonomi Siswa yang Memiliki Minat Belajar Tinggi yang Menggunakan Model Pembelajaran PBL dibandingkan dengan Menggunakan Pembelajaran Tradisional
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar tinggi pada kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini dapat dibuktikan melalui uji hipotesis ketiga, ternyata H1 ditolak dan Ho diterima, dengan menggunakan rumus T-test diperoleh t hitung = 1,464 dan t tabel = 2,074, dengan kriteria pengujian hipotesis terima Ho jika t hitung < t tabel. Dengan demikian, hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang pembelajarannya menggunakan model
168
pembelajaran PBL tidak terdapat perbedaan dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran tradisional.
Hasil penelitian ini juga dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas eksperimen yang mengunakan model pembelajaran Problem Based Learning yang memiliki minat belajar tinggi yaitu sebesar 72,75 dengan koefisien kemiringan (skewness) -0,076 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negatif dan nilai kurtosis -0,514 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik. Sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran tradisional yang memiliki minat belajar rendah sebesar 70,58 dengan koefisien kemiringan (skewness) 0,046 kurang dari nol maka bentuk distribusinya negatif dan nilai kurtosis 0,193 lebih kecil dari 0,263 maka distribusinya platikurtik
Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (1991: 182) yang menyatakan bahwa, minat belajar sendiri berarti suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Jadi siswa yang memiliki minat belajar tinggi mempunyai rasa suka dan keterikatan terhadap suatu hal yang memang ia sukai tanpa ada yag menyuruh sekalipun.
Hal ini diperkuat dengan pendapat Muhaimin (1994: 4) yang menyatakan bahwa, minat merupakan kecenderungan afektif seseorang untuk membuat pilihan aktivitas, kondisi-kondisi individual dapat merubah minat seseorang. Sehingga dapat dikatakan minat itu tidak stabil sifatnya.
169
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang menggunakan LKS yang di dalamnya terdapat masalah yang harus dipecahkan membuat siswa yang memiliki minat belajar tinggi terpacu untuk dapat memecahkan masalah tesebut. Masalah yang ada di dalam LKS yang dibagikan berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Masalah yang terdapat dalam LKS yang dibagikan berkaitan langsung dengan masalah yang terjadi di masyarakat sehingga siswa seolah berada dalam situasi tersebut dan berusaha untuk dapat memecahkan masalah supaya dapat keluar dari masalah yang dihadapi.
Hal ini didukung oleh pendapat Sujanto Agus (1981) yang mengatakan bahwa, minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan. Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yang dipelajari dapat dipahami, sehingga siswa dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan.
Pada dasarnya menerapkan model pembelajaran apapun pada siswa yang memiliki minat belajar tinggi tidaklah sulit karena siswa yang minat belajar tinggi memiliki keinginan dan rasa ingin tahu yang besar dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat belajar rendah. Begitu pula dengan diterapkannya model pembelajaran PBL dan tradisional, sama-sama hasil belajar ekonominya meningkat, namun pada model pembelajaran PBL siswa yang memilki minat belajar tinggi lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional.
170
4.
Tidak Ada Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Minat Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran Ekonomi
Berdasarkan hasil analisis pengujian hipotesis kedua diperoleh ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi pada siswa yang memiliki minat belajar rendah yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran tradisional. Pada pengujian hipotesis ketiga diperoleh tidak terdapat perbedaan hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran traditional. Hal ini menunjukkan bahwa pada hipotesis kedua H1 diterima, sedangkan pada hipotesis ketiga H1 ditolak. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan minat belajar dalam mata pelajaran ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan perhitungan uji hipotesis keempat menunjukkan bahwa, Ho diterima dan H1 ditolak, dengan rumus analisis varians dua jalan diperoleh F hitung = 1,726 dan F tabel = 4,062 dengan kriteria pengujian hipotesis terima Ha jikaF hitung > F tabel.
Hasil analisis data di atas menunjukkan bahwa dalam pencapaian hasil belajar siswa dalam pembelajaran ekonomi pada standar kompetensi memahami konsep ekonomi dalam kaitannya dengan permintaan, penawaran, harga keseimbangan dan pasar, pada siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) rata-rata hasil belajarnya lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran tradisional. Dengan kata lain secara marginal siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran PBL baik pada siswa yang memiliki minat belajar tinggi atau rendah
171
memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran tradisional baik pada siswa yang memiliki minat belajar tinggi maupun yang memiliki minat belajar rendah. Pada pengujian hipotesis keempat terjadi kesalahan tipe 1 yaitu kesalahan karena menolak hipotesis yang benar. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian dengan menggunakan uji power sebagai berikut.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: nilai Type III Sum of Source Squares Corrected 296.333(b) Model Intercept 236321.33 3 m_pbljrn 161.333 m_bljr 108.000 m_pbljrn * 27.000 m_bljr Error 688.333 Total 237306.00 0 Corrected 984.667 Total
F
Sig.
Noncent. Parameter
Observed Power(a)
df
Mean Square
3
98.778
6.314
.001
18.942
.952
1
236321.333
15106.255
.000
15106.255
1.000
1 1
161.333 108.000
10.313 6.904
.002 .012
10.313 6.904
.881 .729
1
27.000
1.726
.196
1.726
.250
44
15.644
48 47
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2011
Berdasarkan hasil analisis data di atas, diketahui bahwa, 1.
Untuk perlakuan model pembelajaran, power (1-à) penelitian ini adalah sebesar 0,881 atau 88,1 %. Dengan kata lain peluang kesesatannya (à) adalah (1-0,881)= 0,119 atau 11,9%
2.
Untuk perlakuan minat belajar, power (1-à) penelitian ini sebesar 0,729 atau 72,9 %. Dengan kata lain, peluang untuk kesesatannya (à) adalah (1-0,729) = 0,271 atau 27,1%
172
Dengan demikian, kemampuan menolak hipotesis yang benar untuk perlakuan model pembelajaran lebih kuat dibandingkan dengan perlakuan minat belajar.
173
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Terdapat perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran tradisional. Hal ini ditunjukan dengan hasil perhitungan t hitung > t tabel yaitu 3,002 > 2,013. Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini terlihat bahwa hasil belajar ekonomi siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (72,00) lebih tinggi dibandingkan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional (68,33).
2.
Berdasarkan pengujian dengan menggunakan T-Test diperoleh hasil t hitung > t tabel yaitu 2,971 > 2,074 yang berarti terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat rendah yang diajar menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran tradisional. Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang memiliki minat rendah. Hal ini terlihat bahwa hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat belajar rendah yang diajarkan menggunakan model
174
pembelajaran Problem Based Lerarning 71,25 lebih tinggi dibandingkan siswa yang menggunakan model pembelajaran tradisional 66,08. 3.
Hasil belajar ekonomi siswa yang memiliki minat tinggi yang diajar menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran tradisional tidak terdapat perbedaan. Hal ini ditunjukan dengan hasil perhitunga t hitung < t tabel yaitu 1,464 < 2,074. Penggunaan model pembelajaran apapun akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Begitu pula dengan penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dan Tradisional sama-sama dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4.
Tidak terdapat interaksi antara model pembeljaran dengan minat belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi, hal ini ditunjukan dengan hasil perhitungan dimana F hitung < F tabel yaitu 1,726 < 4,062.
B. Saran Berdasarkan penelitian tentang analisis komparatif antara model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran tradisional dengan memperhatikan minat belajar siswa terhadap hasil belajar ekonomi pada siswa kelas X SMA Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012, maka penulis menyarankan: 1. Hendaknya untuk mencapai tujuan khusus pembelajaran, sebaiknya para guru dapat memilih model pembelajaran Problem Based Learning, karena dapat menumbuhkan antusias siswa dalam pembelajaran sehingga siswa lebih aktif dan hasil belajar pun akan meningkat.
175
2. Sebaiknya jika siswa dalam kelas memiliki minat belajar rendah dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning karena dapat menggali potensi peserta didik dan membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran. 3. Sebaiknya jika siswa dalam kelas memiliki minat belajar tinggi dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning karena dapat menggali potensi peserta didik dan membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran Problem Based Learning akan membuat setiap siswa lebih bertanggung jawab dan dapat meningkatkan kreativitasnya karena siswa mencari masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran. 4. Model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik siswa yang memiliki minat belajar rendah maupun tinggi, sehingga model ini baik digunakan dalam pembelajaran pada siswa.