I. PENDAHULUAN A. Sejarah Pendirian Forum Rektor Indonesia yang kemudian disingkat dengan FRI adalah tempat berkumpulnya para intelektual dan Rektor di berbagai universitas di Indonesia. FRI secara resmi didirikan pada tanggal 7 November 1998 di Bandung. Hari itu adalah bersamaan dengan diadakan pertemuan Rektor se-Indonesia yang bertempat di Sasana Budaya Ganesha ITB Bandung. Pada pertemuan itu dihasilkan lima kesepakatan sebagai berikut: pertama, para rektor akan selalu bersama dengan mahasiswa dalam gerakan reformasi murni sebagai kekuatan moral dan intelektual, dan arena itu para rektor akan membela para mahasiswa yang tertindas dan terlanggar hak azasinya. Kedua, para rektor meminta ABRI memberikan perlindungan kepada para mahasiswa yang menjalankan perannya sebagai kekuatan moral dan intelektual dalam menggerakkan reformasi yang murni dan berkesinambungan. Ketiga, pemilihan umum hendaknya dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil; dan civitas akademika bersedia menjadi pemantau yang independen dalam 1
usaha membangkitkan kepercayaan masyarakat nasional dan internasional. Keempat, perlunya independensi yudikatif terhadap eksekutif agar semua keputusankeputusan, peraturan-peraturan, perundang-undangan dan Keputusan Presiden yang bertentangan semangat reformasi dihapus secara tuntas, terutama produk-produk hukum yang berkaitan/menjurus dengan terjadinya korupsi,
kolusi
dan
nepotisme.
Kelima,
perlunya
reformasi budaya yang diawali oleh reformasi pendidikan secara komprehensif dan berkesinambungan, untuk melancarkan reformasi yang menyeluruh. B. Para Ketua FRI 1. Pendiri sekaligus Ketua FRI 1998 Prof. Drs. Ir. Lilik Hendrajaya, M.Sc., Ph.D (Rektor institut Teknologi Bandung 1997-2001) 2. Ketua FRI 1999 Prof. Dr. K Sukardika, SP., MK (Rektor Universitas Udayana 1997 – 2001) 3. Ketua FRI 2000 Prof. Dr. Thoby Mutis (Rektor Universitas Trisakti 1998-2002) 4. Ketua FRI 2001-2002 Prof. Dr. Ir. Radi A.Gany (Rektor Universitas Hasanuddin 1997-2006) 2
5. Ketua FRI 2002-2003 Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc (Rektor Univ. Diponegoro 1998-2002 & 2002-2006) 6. Ketua FRI 2003-2004 Prof. Dr. Zulkifli Husin, M.Sc (Rektor Universitas Bengkulu 1995-2005) 7. ketua FRI 2004-2005 Prof. Dr. H. Marlis Rahman, M.Sc (Rektor Univ. Andalas 1997-2001 dan 2001-2006) 8. Ketua FRI 2005-2006 Prof. Drs. Ec Wibisono Harjopranoto, MS (Rektor Universitas Surabaya 2003-2011) 9. Ketua FRI 2006-2007 Prof. Dr. Sofian Effendi (Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007) 10.Ketua FRI 2007-2008 Prof. dr. Ir. Djoko Santoso (Rektor ITB Bandung 2006-2010 & 2010-2014) 11.Ketua FRI 2008-2009 Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.ec (Rektor Univ. Islam Indonesia 2006-2010&2010-2014) 12.Ketua FRI 2009-2010 Prof. Chairil Effendy (Rektor Universitas Tanjung Pura 2011-2015) 13.Ketua FRI 2010-2012 Prof. Dr. Badiah Perizade, MBA (Rektor Universitas Sriwijaya 2011-2016)
3
14.Ketua FRI 2011-2012 Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, MS (Rektor Universitas Haluoleo 2012-2016) 15.Ketua FRI 2012-2013 Prof. Laode M Kamaluddin, M.Sc., M.Eng (Rektor Universitas Islam Sultan Agung 2009-2013) 16.Ketua FRI 2013-2014 Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS (Rektor Universitas Sebelas Maret 2011-2015) 17.Ketua FRI 2014-2015 Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc(C.T.M)., Sp. A.(K) (Rektor Universitas Sumatera Utara) 18.Ketua FRI 2015-2016 Prof. Rohmat Wahab (Rektor Universitas Negeri Jogjakarta) C. Dewan Pertimbangan FRI 2014-2015 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc (C.T.M)., Sp.A (K) Rektor Universitas Sumatera Utara 3. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA Rektor Universitas Negeri Jogjakarta 4. Prof. Dwia Aries Tina NK., MA Rektor Universitas Hasanuddin
4
5. Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka 6. Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.S Rektor Universitas Haluoleo 7. Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Rektor Institut Pertanian Bogor 8. Prof. Sudharto P. Hadi, MES., Ph.D Rektor Universitas Diponegoro 9. Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si Rektor Universitas Pattimura Ambon 10.Prof. Dr. Hj. Badia Perizade, MBA Rektor Universitas Sriwijaya 11.Prof. Dr. Husain Alting Universitas Khairun Ternate 12.Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP Rektor Universitas Muhammadiyah Malang 13.Prof. Dr. E. S Margianti, SE., MM Rektor Gunadarma 14.Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D Rektor Universitas Gadjah Mada 15.Prof. Dr. H. Wery Darta Taifur, SE., MA Rektor Universitas Andalas 16.Dr. Suriel S. Mofu, S.Pd., M.Ed., M.Phil Rektor Universitas Negeri Papua 17.Dr. Tanri Abeng, MBA Rektor Universitas Tanri Abeng 18.Prof. Dr. H. Mudjia Raharjo, M.Si Rektor Univ. Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim 5
19.Prof. Dr. Niki Lukviarman, SE.Akt., MBA Rektor Universitas Bung Hatta 20.Prof. Ir.H. Sunarpi, Ph.D Rektor Universitas Mataram 21.Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM Rektor Universitas Bina Nusantara 22.Prof. Dr. I Wayan Rai S Rektor Institut Seni dan Budaya Tanah Papua 23.Prof. Dr. Kadarsah Suryadi Rektor Intitut Teknologi BandungT24.Dr. Rd Kusmanto Dir. Politeknik Sriwijaya (Ketua Asosiasi Politeknik) 25.Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag Rektor Universitas Islam Negeri Semarang 26.Laksamana Madya TNI Dr. Desi Albert Mamahit, M.Sc Rektor Universitas Pertahanan Indonesia
6
II. KONVENSI KAMPUS VIII & TEMU TAHUNAN XVII
A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dengan karakteristik sosial budaya kemaritiman, bukanlah merupakan fenomena baru. Fakta sejarah
menunjukan
kemaritiman,
bahwa
pelayaran
dan
fenomena perikanan
kehidupan beserta
kelembagaan formal dan informal yang menyertainya merupakan
kontinuitas
dari
proses
perkembangan
kemaritiman Indonesia sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit (nusantara). Keperkasaan dan kejayaan nenek moyang kita di laut haruslah menjadi penyemangat generasi sekarang dan yang akan datang. Sejarah maritim memiliki korelasi yang kuat dengan sejarah Indonesia. Sebab wilayah Indonesia dahulu berkembang dari sektor kemaritiman. Mayoritas kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim menunjukkan bahwa kehidupan leluhur kita amat tergantung pada sektor bahari. Baik dalam hal pelayaran antar pulau, pemanfaatan sumber daya alam laut, hingga perdagangan melalui jalur laut dengan
7
pedagang dari daerah lain maupun pedagang dari maca negara. Bentuk implementasinya masa kini, bukan hanya sekedar berlayar, tetapi bagaimana bangsa Indonesia dengan luas wilayahnya dua per tiga adalah lautan dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan pembangunan bangsa. Maritim dalam arti luas mungkin saja dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai kepentingan dengan laut sebagai hamparan air asin yang sangat luas yang menutupi permukaan bumi. Maritim, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai berkenaan dengan
laut;
berhubungan
dengan
pelayaran
dan
perdagangan di laut. Geoffrey Till dalam bukunya, Seapower, menyatakan bahwa maritim
ada kalanya dimaksudkan hanya
berhubungan dengan angkatan laut, kadang-kadang diartikan juga sebagai angkatan laut dalam hubungannya dengan kekuatan darat dan udara, kadang-kadang diartikan pula sebagai angkatan laut dalam konteks yang lebih luas yaitu dalam kaitannya dengan semua kegiatan yang berhubungan dengan komersial dan penggunaan nonmiliter terhadap laut. Bahkan, kadang-kadang istilah 8
maritim diartikan sebagai meliputi ketiga aspek di atas. “Maritime” sendiri diartikan sebagai: “connected with the sea, especially in relation to seafaring commercial or military activity” atau “living or found in or near the sea” atau “bordering on the sea”.
Lebih jauh Geoffrey Till
mengatakan bahwa seapower bukan hanya tentang apa yang
diperlukan
untuk
dapat
mengendalikan
dan
memanfaatkan laut, tetapi juga merupakan kapasitas untuk memengaruhi tingkah laku pihak lain atau sesuatu yang dikerjakan orang di laut atau dari laut. Pengertian ini mendefinisikan seapower dalam terminologi hasil, tujuan, bukan cara. Dilihat dari kepentingan nasional, memandang laut dalam konteks posisi geografi adalah geopolitik yang perlu dikembangkan. Hanya dengan mendefinisikan kelautan secara tepat (baca: maritim), kita dapat merintis jalan untuk turut mengambil keuntungan dari volume perdagangan dunia yang melewati laut Indonesia, yang konon mencapai angka fantastis yaitu US$ 1.500 triliun dan akan bertambah pada masa yang akan datang. Dilihat dari perspektif ketahanan Nasional bahwa pengembangan kekuatan nasional untuk menghadapi 9
segala macam ancaman dan gangguan bagi kelangsungan hidup bangsa harus dilakukan secara integral dengan dimensi pembangunan di sektor kelautan. Lingkungan laut atau maritim mempunyai lima dimensi yang saling berhubungan meliputi: Pertama Dimensi Ekonomi. Penggunaan
laut
sebagai
media
perhubungan,
transportasi dan perdagangan telah dimanfaatkan sejak dahulu hinga sekarang, dan hampir 99,5 % pergerakan roda perekonomian di dunia adalah melewati jalur laut, volume muatan meningkat delapan kali sejak tahun 1945 dan kecenderungan semakin meningkat sampai sekarang. Telah diyakini bahwa perdagangan lewat laut yang terpadat adalah melalui Selat Malaka atau melalui jalur alternatif ALKI I, II, III. Kedua, Dimensi Politik dimana perubahan dimensi politik dari lingkungan maritim berkembang sangat tajam semenjak tahun 1970-an. Bagi sejumlah besar Negara pantai, khususnya bagi dunia ketiga,
perairan
yang
berbatasan
dengan
pantai
memberikan prospek satu-satunya untuk perluasan. Tuntutan kedaulatan sering merupakan tindakan politik untuk mendapatkan konsekuensi ekonomi daripada sekedar perhitungan jangka panjang tentang untung dan ruginya. Perselisihan atas perbatasan laut seringkali lebih 10
dimotivasi oleh simbol politik dari perhitungan biaya dan manfaatnya. Ketiga, Dimensi Hukum. Basis dimensi hukum dalam lingkungan maritim adalah Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982). Kecenderungan dari penekanan hukum di laut sekarang lebih banyak difokuskan pada masalah lingkungan hal mana dapat berakibat pembatasan gerakan kapal dan mengurangi hak Negara bendera, disamping itu ada kebutuhan untuk penertiban lebih efektif atas rezim yang ada khususnya yang berhubungan masalah perikanan dan perdagangan narkoba secara illegal, Keempat Dimensi Militer. Di laut dimensi militer selalu berkembang mengikuti
perkembangan
teknologi,
sehingga
profesionalisme Angkatan Laut suatu Negara selalu dikaitkan dengan penguasaan dan penggunaan teknologi yang mutakhir. Filosofi Angkatan Laut adalah "senjata yang diawaki", berbeda dengan filosofi "manusia yang dipersenjatai". Kelima, Dimensi Fisik yaitu pemahaman terhadap lingkungan fisik menyeluruh dimana kekuatan maritim akan beroperasi sangat penting, seperti kondisi geografi, hidro oseanografi. Daerah Operasi kekuatan maritim mulai dari perairan dalam laut bebas (Blue Waters) ke perairan yang lebih dangkal (Green Waters) 11
sampai ke perairan pedalaman, muara dan sungai (Brown Waters). Corong strategis berbatasan atau dimiliki oleh negara-negara pantai yang berdekatan. Seperti selat Malaka, dimiliki oleh Indonesia, Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu konsep "Joint Security" akan mudah diterima dan diterapkan di antara negara-negara pantai tersebut. Dari
berbagai
dimensi
tersebut
diatas
apabila
disinergikan secara baik maka akan dapat menciptakan suatu kekuatan laut yang tangguh (seapower), dimana parameternya mengarah pada tiga elemen operasional yaitu unsur kekuatan militer (fighting instruments), penggerak
roda
perekonomian
di
laut
(merchant
shipping) dan pangkalan atau pelabuhan (bases). Tahun 2014 merupakan tahun bahari, dimana sektor kemaritiman menjadi sektor utama dalam pembangunan nasional hal ini terlihat dengan kebijakan Presiden Joko Widodo dengan adanya Menko Kemaritiman serta nomenklatur Menteri Kelautan dan Perikanan. Pekerjaan besar ini harus di dukung oleh semua komponen masyarakat Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. 12
Sektor kelautan dan
perikanan merupakan sektor yang belum terkelola dengan optimal karena masih terfokus pada sektor pertanian dan industri. Melalui agenda pertemuan Forum Rektor Indonesia sebagai kaum intelektual setidaknya dapat memberikan kajian, pemikiran dan agenda aksi yang jelas terhadap pembangunan Nasional terutama dalam bidang kemaritiman agar potensi kelautan dapat dibangun dan dirancang berdasarkan kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, Forum Rektor Indonesia merasa ikut serta dan berperan untuk memberikan kontribusi terbaiknya
pada
negara
dan
bangsa
melalui
penyelenggaraan Konvensi Kampus XI dan Temu Tahunan XVII Forum Rektor Indonesia Tahun 2015 dengan
mengangkat
Tema
Besar
“Menegakkan
Kedaulatan Indonesia sebagai Negara Kepulauan menuju Negara Maritim Bermartabat”. Konvensi Kampus dan Temu Tahunan FRI digelar pada tanggal 23 s.d. 25 Januari 2015 di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Pertemuan ini dihadiri 700 pimpinan perguruan tinggi dari berbagai universitas, politeknik dan sekolah tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dalam pembangunan di sektor kemaritiman demi masa depan kelautan Indonesia. 13
B. KEGIATAN a.
Konvensi kampus XI
Konvensi
Kampus
XI
dilaksanakan
di
Gedung
Auditorium Kampus USU Medan pada 23 – 25 Januari 2015. Konvensi dilaksanakan guna mendikusikan serta merumuskan
topik
yang
diangkat
bertemakan
“Menegakkan Kedaulatan Indonesia sebagai Negara Kepulauan menuju Negara Maritim Bermartabat”.
Gubernur Sumut Ir. Gatot Pudjonugroho memberikan sambutan
Diawali dengan jamuan makan malam pada Jumat, 23 Januari 2015 yang bertempat di halaman Gedung Auditorium USU. Acara tersebut dihadiri oleh Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjonugroho, para Muspida 14
Sumatera Utara, peserta Forum Rektor yang hadir, dan undangan lainnya.
Suasana jamuan makan malam
Jamuan makan malam turut dimeriahkan oleh tariantarian daerah Sumatera Utara yang dibawakan oleh Tim Kesenian Bank Sumut dan Tim Kesenian Mahasiswa USU. Gubernur
Sumatera
Utara
memberikan
sambutan
sekaligus membuka acara. Kegiatan malam itu ditutup dengan pidato motivasi oleh MotivatorDr. H.C Ary Ginanjar dengan tema “Revolusi Mental Menunjang Indonesia Emas”.
15
Menko Bidang Kemaritiman Dr. Ir. Dwisuryo Indroyono Soesilo, M.Sc
Kegiatan dilanjutkan pada Kamis, 25 Januari 2015 di Gedung Auditorium Kampus USU. Diawali Registrasi peserta
sekaligus
memilih
Kemudian Undangan VIP
komisi
yang
diminati.
disambut oleh Gordang
Sembilan alat musik khas Sumatera Utara. Acara dimulai dengan Sambutan Selamat Datang Rektor USU Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K). Dilanjutkan Sambutan Ketua Forum Rektor Indonesia 2014 Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS yang juga Rektor Universitas sebelas Maret Solo. Sambutan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjonugroho serta Sambutan dari 16
Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dr. Ir. Illah Sailah MS yang mewakili Menteri Ristek dan Teknologi sekaligus membuka acara.
Foto bersama Ketua FRI 2014, Wakil Gubernur dan, Gubernur Sumut, Menko Kemaritiman, Menteri Bappenas dan Rektor USU
Pembicara Kunci Pertama adalah Menteri PPN/Kepala Bappenas Dr. Drs. Andrinof Achir Chaniago, M.Si. Dilanjutkan dengan penyerahan plakat dan ULOS oleh Rektor USU dan Ketua FRI 2014 kepada Kedua Pembicara Kunci disertai penyerahan buku oleh Gubernur Sumatera Utara kepada Menko Kemaritiman dan Menteri PPN.
17
Selanjutnya orasi oleh Bapak Dr. Ir. Dwisuryo Indroyono Soesilo, M.Sc tentang Kemaritiman sebagai Pembicara Kunci utama sekaligus memberikan sambutan. Acara kemudian dilanjutkan dengan Panel Diskusi dengan tema “Menegakkan Kedaulatan Indonesia Sebagai Negara
Kepulauan
Menuju
Negara
Maritim
yang
Bermartabat”. Panel Diskusi menghadirkan Pembicara antara lain; Mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Dr. Marsetio, Rektor IPB Bogor Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc, dan Ketua FRI 2013 Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin.
Laksamana TNI (Purn) Dr. Marsetio
18
Acara kemudian dilanjutkan dengan panel diskusi, dengan menghadirkan narasumber, antara lain: Komisi Ekonomi dan Lingkungan: 1. Rektor UNDIP Prof. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D 2. Rektor UNPATTI Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si. 3. Rektor UNSRI Prof. Dr. Hj. Badia Perizade, MBA
Rektor Universitas Bung Hatta Prof. Ninik Lukviarman
Komisi Hukum: 1. Rektor
Universitas
Bung
Lukviarman
19
Hatta
Prof.
Ninik
Komisi Keamanan: 1. Rektor UNHAN Laks. Madya TNI Dr. Desi Albert Mamahit, M.Sc 2. Rektor HANG TUAH Laksda TNI (Purn) Ir. Sudirman, SIP, SE, MAP 3. Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara Prof. Badaruddin, M.Si
Pembicara Komisis Keamanan dengan tim perumus FRI USU
b. Rapat Tahunan FRI XVII Rapat
Temu
Tahunan
XVII
merupakan
rapat
pertemuan yang dihadiri oleh anggota Forum Rektor Indonesia serta pimpinan perguruan tinggi lainnya yang ada di Indonesia yang menjadi undangan. Agenda utamanya
adalah
mendengarkan 20
laporan
pertanggungjawaban oleh Ketua Forum Rektor Indonesia tahun 2014 Prof. Ravik Karsidi, MS yang juga sebagai Rektor Universitas Sebelas Maret Solo (UNS) dan telah diterima oleh seluruh peserta yang hadir.
Pimpinan Rapat Temu Tahunan FRI XVII 2015
Kemudian dilanjutkan dengan agenda pemilihan Ketua Forum Rektor tahun 2016 dengan kandidat tunggal adalah Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Secara aklamasi Prof. Rohmat Wahab terpilih oleh para peserta yang hadir. Dengan terpilihnya Ketua FRI 2016 maka acara selesai dengan sambutan dari Ketua FRI 2015 Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K).
Acara
dilanjutkan
21
dengan
mendengarkan
sambutan penutupan oleh Walikota Medan H Dzulmi Eldin di Gedung Auditorium Kampus USU.
Walikota Medan memberikan sambutan penutupan
c. Rekomendasi Tahun 2015 merupakan tahun yang strategis bagi pembangunan penerapan
Indonesia.
pertama
Tahun
dari
RPJMN
ini
merupakan
2015-2019
yang
diturunkan dari visi misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla “Nawa Cita” yang mencanangkan kembali pentingnya pembangunan sektor kemaritiman. Penegasan
kembali
terhadap
pentingnya
sektor
kemaritiman merupakan upaya mengembalikan semangat Indonesia sebagai bangsa bahari yang sudah tersemai sejak cukup lama, namun agak terlupakan. Berkaitan 22
dengan
itu,
maka
Forum
Rektor
Indonesia
merekomendasikan hal-hal sebagai: Pertama, sudah sejak lama entitas bangsa Indonesia diyakini sebagai bagian dari peradaban maritim. Budaya maritim sebenarnya telah meletakkan pondasi bangsa ini sebagai bangsa kosmopolit dan lentur terhadap masuknya beragam peradaban luar. Namun sudah cukup lama entitas sebagai bangsa maritim dan lautan sudah mulai terlupakan,
sebaliknya
selama
ini
paradigma
pembangunan Indonesia cenderung mengacu kepada “budaya daratan”. Oleh sebab itu, kini saatnya spirit kemaritiman dikembalikan dalam rangka mendukung terwujudnya bangsa yang jaya dan maju. Kedua, Indonesia sebagai negara maritim pada hakekatnya adalah negara industri yang maju dengan kemampuan perdagangan laut yang tidak tertandingi. Kemampuan maritim ini pernah dicontohkan oleh kerajaan
Sriwijaya,
Tidore,
Ternate,
Demak,
dan
Majapahit di masa lalu, dimana penguasaan terhadap samudra telah menjadikan perdagangan lintas bangsa yang maju sehingga transaksi komoditi yang bernilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu konektivitas antara wilayah (tol laut) adalah kebijakan yang tepat karena hal 23
tersebut
dapat
mendorong
pertumbuhan
industri
galangan kapal, pelabuhan, transportasi laut, mineral lepas pantai, dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial kota-kota pantai yang dilintasi alur pelayaran dengan rute tetap maupun pelayaran rakyat.
Para undangan yang hadir
Ketiga, untuk mempercepat proses internalisasi dan aplikasi budaya maritim perlu segera dirumuskan kurikulum pendidikan kemaritiman dalam civic education di pendidikan tingkat dasar dan menengah, serta meningkatkan kecintaan tanah air mahasiswa yang berbasis kemaritiman. Keempat,
kehadiran
negara
diperlukan
dalam
menyuburkan pluralitas bangsa dan harus dikelola untuk 24
mewujudkan bangsa yang besar agar menjadi kokoh menapaki masa depannya. Kelima, penerapan otonomi daerah dirasakan belum menghasilkan penguatan demokrasi lokal. Partisipasi rakyat
di
permukaan
tampak
menggeliat,
tetapi
sesungguhnya masih lebih merupakan mobilisasi dari patronase politik yang kian menguat di daerah. Tidak dipungkiri
di
beberapa
daerah
telah
melahirkan
pemimpin yang merakyat, berkarakter dan visioner, tetapi ke depan diperlukan ruang yang lebih besar lagi untuk menghasilkan pemimpin yang otentik di aras lokal yang lebih baik. Keenam, pertikaian elit politik yang sedang terjadi akhir-akhir ini sungguh telah menggelisahkan masyarakat luas. Oleh karena itu FRI meminta kepada semua masyarakat untuk mencermati peristiwa ini dengan obyektif, dan diharapkan kepada elit politik supaya memperhatikan
dengan
sungguh-sungguh
tentang
pentingnya persatuan karena tanpa kesatuan elit politik, dikhawatirkan akan memicu ketidakstabilan politik yang berakibat kepada kemunduran demokrasi dan rakyat akan menjadi korban.
25
Ketujuh, pertikaian elit yang sedang berlangsung pada saat ini harus segera dihentikan dan diminta kembali ke cita-cita pendiri bangsa yaitu membawa bangsa yang maju, sejahtera, dan bermartabat. Untuk itu Presiden diharapkan segera membentuk tim khusus yang independen untuk membantu memecahkan masalah tersebut.
Menko Kemaritiman dan istri beserta pimpinan FRI
d. City Tour Pada 25 Januari 2015, sebagai penutup rangkaian kegiatan Konvensi VII dan Temu Tahunan XVII, diadakan city tour dalam rangka kunjungan ke objek wisata yang ada di kota Medan. Seluruh peserta yang mengikuti city 26
tour di jemput dari hotel. Perjalan diawali dengan melakukan kunjungan ke Rahmat Galeri. Dilanjutkan dengan mengunjungi Istana Maimun sebagai ikon kota Medan.
Foto Bersama peserta city tour dengan Pemilik Rahmat Galeri Dr. Rahmatsyah
Peserta city tour berfoto dengan panitia dan mahasiswa pendamping
27
III.
Naskah Akademik Menegakkan Negara Maritim Bermartabat
A.
Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan terluas di
dunia yang terdiri atas lebih dari 17.504 pulau dengan 13.466 pulau telah diberi nama. Sebanyak 92 pulau terluar sebagai garis pangkal wilayah perairan Indonesia ke arah laut lepas telah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa. Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan terletak pada posisi sangat strategis antara Benua Asia dan Australia serta Samudera Hindia dan Pasifik. Luas daratan mencapai sekitar 2.012.402 km2 dan laut sekitar 5,8 juta km2 (75,7%), yang terdiri 2.012.392 km2 Perairan Pedalaman, 0,3 juta km2 Laut Teritorial, dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Sebagai Negara Kepulauan yang memiliki laut yang luas dan garis pantai yang panjang, sektor maritim dan kelautan menjadi sangat strategis bagi Indonesia ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan. Meskipun demikian, selama ini sektor tersebut masih kurang mendapat perhatian serius bila dibandingkan dengan sektor daratan. 28
Era
Presiden
Joko
Widodo
dengan
visi
pembangunan “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” memberikan harapan dan mengembalikan semangat
untuk
memanfaatkan
membangun
maritim
potensi sumberdaya
alam
dengan kelautan.
Selanjutnya untuk mencapai visi tersebut diturunkan misi: (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan keperibadian Indonesia sebagai Negara Kepulauan; (2) Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum; (3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai bangsa maritim; (4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera; (5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing; (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional; (7) Mewujudkan masyarakat yang berkeperibadian dalam kebudayaan.
29
Tiga dari tujuh misi tersebut berhubungan dengan maritim dan posisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Karenanya, dalam Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo membentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya. Di samping visi dan misi tersebut, Presiden juga mengetengahkan konsep “Poros Maritim” dan “Tol Laut”. Penetapan prioritas pembangunan sektor maritim ini sangat beralasan bila dilihat dari sudut sejarah bangsa. Nenek moyang bangsa ini dikenal sebagai bangsa pelaut atau bangsa bahari dan pernah jaya di laut di masa sebelum kehadiran kolonialisme, melalui perdagangan antar pulau. Budaya maritim menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, khususnya yang terkait dengan maritim dan kelautan. Para nelayan dan masyarakat pesisir, misalnya, memiliki kearifan lokal dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut, sehingga keberlanjutan sumber kehidupan mereka tetap terjamin hingga ke anak cucu. Salah satu bukti warisan budaya sebagai bangsa pelaut yang hingga kini masih ada adalah Kapal Pinisi.
30
Laut, pesisir, dan sungai merupakan urat nadi yang menjadi kekuatan bangsa ini sejak dulu. Di tiga wilayah ini pelabuhan-pelabuhan besar dibangun yang diramaikan dengan aktivitas pedagang dari berbagai pulau di Nusantara dan dari belahan dunia. Hal itu membuat perekonomian dan peradaban maju dan berkembang. Kemampuan mengelola maritim itu disadari oleh Belanda, karena itu Belanda mendesak pribumi menjauhi laut menuju daratan hingga pegunungan. Sejak itu pertanian daratan menjadi berkembang. Potensi kelautan yang begitu besar seharusnya dimanfaatkan
untuk
menyejahterakan
masyarakat.
Namun, kenyataannya potensi itu belum dimanfaatkan dengan optimal. Hal itu berkontribusi pada angka kemiskinan yang masih tinggi. Sebagian di antaranya adalah nelayan dan masyarakat pesisir terkait yang tergolong kelompok paling miskin. Eksploitasi dan kegiatan
ilegal
terhadap
sumberdaya
laut
tanpa
memperhatikan keberlanjutan memperburuk tingkat kesejahteraan dan kehidupan nelayan, khususnya nelayan kecil dan nelayan tradisional. Pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing, misalnya, di samping mengurangi pendapatan nelayan, juga merugikan negara. 31
Pencemaran laut dan kerusakan mangrove dan terumbu karang juga menambah masalah di sektor kelautan. Selain masalah ekonomi dan lingkungan, masalah yang juga muncul di sektor maritim dan kelautan adalah masalah keamanan dan politik. Sebagai negara yang berada pada perlintasan dua benua dan dua samudera, Indonesia termasuk negara yang rawan dari sisi keamanan laut, baik keamanan laut yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional. Perompakan di perairan Indonesia masih sering terjadi, baik yang dilakukan oleh orang Indonesia sendiri mupun orang asing, baik yang ditujukan kepada kapal nelayan Indonesia, maupun kepada kapal asing. Selain itu, persoalan pulau-pulau terluar yang selama ini kurang mendapatkan perhatian pemerintah juga menimbulkan persoalan politik, antara lain tumpang tindih klaim kepemilikan beberapa pulau di perbatasan oleh beberapa negara. Minimnya sumberdaya manusia yang berkualitas, lemahnya penegakan hukum, dan terbatasnya infrastruktur maritim dan kelautan menambah rumit persoalan. Terdapat empat permasalahan dalam konteks posisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan, yaitu: (1). Bangsa Indonesia sampai saat ini belum memiliki kebijakan 32
nasional tentang pembangunan Negara Kepulauan yang terpadu. Kebijakan yang ada selama ini hanya bersifat sektoral, padahal pembangunan di Negara Kepulauan memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi; (2). Lemahnya pemahaman dan kesadaran tentang arti dan makna Indonesia sebagai Negara Kepulauan dari segi geografi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; (3). Sampai saat ini negara belum menetapkan batas-batas wilayah perairan dalam. Padahal, wilayah perairan dalam mutlak menjadi kedaulatan bangsa Indonesia. Artinya tidak boleh ada satupun kapal asing boleh masuk ke perairan dalam Indonesia tanpa izin; dan (4). Lemahnya pertahanan dan ketahanan negara dari sisi matra laut yang mencakup: (a). belum optimalnya peran pertahanan dan ketahanan laut dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara; (b). ancaman kekuatan asing yang ingin memanfaatkan perairan ZEEI; (c). belum lengkapnya perangkat hukum dalam implementasi pertahanan dan ketahanan laut; (d). masih terbatasnya fasilitas untuk melakukan pengamanan laut; (e). makin meningkatnya kegiatan terorisme, perompakan, dan pencurian ikan di wilayah perairan laut Indonesia; dan (f). masih lemahnya penegakan hukum kepada pelanggar hukum. 33
Disadari bahwa untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi tersebut bukan persoalan yang mudah dan sederhana. Untuk itu, perubahan harus dilakukan, dan saat inilah momentum yang tepat untuk memulai perubahan, seiring dengan komitmen pemerintah untuk melakukan pembangunan sektor maritim dan kelautan. Oleh karena itu, kajian akademis terhadap sektor maritim dan kelautan merupakan salah satu langkah yang tepat untuk ditempuh dalam upaya membangun sektor maritim dan kelautan yang komprehensif dan berkelanjutan.
B.
Filosofis Pelayaran
dan
perdagangan
laut
merupakan
keunikan masyarakat kuno yang ada di wilayah yang dikenal sebagai Indonesia pada saat ini, karena hampir sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah dengan garis pantai memiliki tradisi pelayaran dan perdagangan laut yang menyertainya sebagai salah satu kegiatan
ekonomi.
Pelayaran
dan
perdagangan
menggerakkan dan menghidupkan laut. Hidup bersama laut menjadikan nenek moyang memiliki karakter yang egaliter dan terbuka. Laut menjadi tempat hidup dan sumber orientasi kebudayaan. Di masa lalu laut juga 34
menjadi tempat pertahanan dengan kekuatan armada yang tangguh. Sisi lain dari laut yang memberikan peluang kesejahteraan dan kemakmuran, sekaligus dapat menjadi sumber pertikaian pada masa depan. Indonesia yang memiliki ZEE yang terbentang seluas 2,7 juta km2 persegi, masih mengalami kesulitan memanfaatkan wilayah lautnya yang kaya dengan sumberdaya perikanan. Illegal, Unregulated and Unreported fishing masih terjadi secara luas, karena Indonesia belum mampu memperkuat armada
perikanan
nasional
dan
belum
mampu
mengawasi serta mengendalikan laut secara optimal. Seharusnya, kalau Indonesia mampu memanfaatkan potensi maritim dan kelautan, hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan
ekonomi nasional yang terus
berkembang akan makin bergantung pada potensi ekonomi maritim dan kelautan. Negara harus mampu mendayagunakan potensi ekonomi dan sumberdaya pesisir dan lautan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan lingkungan. Oleh
35
karena itu, perlu perubahan paradigma pembangunan ekonomi dari darat ke maritim dan kelautan. Konsep kemaritiman dan kelautan merupakan konsep yang multidimensi, yang meliputi dimensi pertahanan keamanan, dimensi ekonomi dan lingkungan, dan dimensi sosial budaya. Begitu juga lingkup hukum yang mengaturnya tidak saja meliputi hukum nasional, tetapi acapkali bersentuhan dengan hukum internasional. Oleh karena itu, landasan hukum dalam pengembangan hukum dan kebijakan kemaritiman dan kelautan harus didasarkan pada produk-produk hukum yang kompleks yang meliputi berbagai aspek kemaritiman tersebut.
C.
Rekomendasi Berdasarkan analisis dan pembahasan pada naskah
akademik, rekomendasi yang diberikan adalah :
Sosial Budaya 1) Mengembalikan laut sebagai salah satu agenda pembangunan bangsa harus menjadi program dan kegiatan yang berkesinambungan. 36
2) Menggali
kearifan
lokal
untuk
menumbuhkan
kecintaan terhadap kemaritiman dan kelautan. 3) Kebesaran digelorakan
Indonesia sebagai bangsa pelaut dalam
kehidupan
harus
bermasyarakat
,
berbangsa dan bernegara. 4) Membangun karakter budaya maritim dan kelautan melalui pendidikan formal dan informal.
Ekonomi dan Lingkungan 1) Pengelolaan wilayah pesisir dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan dengan membangun kemitraan masyarakat dengan pemangku kepentingan, mulai dari aspek
pendanaan,
bantuan
teknis,
manajemen,
penyediaan input, pemasaran produk perikanan, hingga pengolahan produk perikanan yang terkait, baik di pusat maupun di daerah. 2) Pembangunan sentra perikanan, pelabuhan nusantara, pelabuhan perikanan dan armada perintis perlu dipercepat dengan dukungan perencanaan tata ruang wilayah maritim dan kelautan. 3) Reformasi bidang perbankan pada sektor pembiayaan di bidang maritim dan kelautan dengan memberikan 37
perlakuan khusus kepada pelaku usaha maritim dan kelautan, baik dalam hal tingkat suku bunga, waktu pinjaman maupun agunan. 4) Dibutuhkan kebijakan fiskal yang berpihak kepada sektor
industri
maritim
dan
kelautan
dengan
memberikan tax holiday. 5) Dana pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah pusat dapat juga dijadikan sebagai modal oleh pemerintah
daerah
untuk
mendirikan
Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), BPR Syariah, Baitul Maal wat Tamwil. 6) Pengembangan kualitas dan kuantitas SDM dapat dilakukan melalui pengembangan standar kompetensi SDM di bidang kelautan, peningkatan dan penguatan peran iptek, riset dan sistem informasi kelautan, serta pengembangan lembaga pendidikan kemaritiman dan kelautan. 7) Dalam rangka pengendalian perubahan iklim global, diperlukan diplomasi dan lobi terhadap negara-negara industri untuk melaksanakan komitmen perjanjian internasional terkait dengan pengurangan emisi. 8) Terbangunnya
badan
logistik
nasional
meningkatkan transportasi jasa kelautan. 38
yang
Hukum 1) Pemerintah perlu melakukan harmonisasi terhadap semua produk hukum yang terkait dengan perairan yang meliputi: (1). pengaturan rezim wilayah perairan meliputi Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan dan Laut Teritorial serta Wilayah Jurisdiksi meliputi Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen sesuai dengan UNCLOS 1982; (2). pengaturan kemaritiman meliputi ketentuan pelayaran, kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, karantina dan lain sebagainya dengan melakukan
penyesuaian
terhadap
berbagai
perkembangan berbagai regulasi dan protokol yang dikeluarkan oleh IMO. 2) Mendorong percepatan pengintegrasian penyusunan rencana tata ruang pulau, rencana tata ruang perairan di setiap daerah provinsi, kabupaten/kota yang diharmonisasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. 3) Dalam rangka implementasi UNCLOS 1982 dibutuhkan regulasi khusus yang mengatur tentang pendataan hasil
tangkap
perikanan
guna
memperlihatkan
kemampuan Indonesia sebagai negara pantai dalam 39
memanfaatan secara penuh potensi sumber daya perikanan yang ada di perairan ZEE Indonesia. 4) Dalam
upaya
diversifikasi
usaha
nelayan
dari
perikanan tangkap yang sering terindikasi over fishing ke perikanan budi daya, pemerintah perlu melakukan kaji ulang terhadap keberadaan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 3/PUU– VII/2010. Keberadaan HP3 perlu ditata ulang dengan memberikan batasan luasan yang cukup dikelola di tingkat Pemerintahan Desa. Dengan demikian UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 3014 tentang Desa perlu direvisi dengan memasukkan substansi tentang HP3 bagi desa-desa di Nusantara yang memiliki wilayah perairan. 5) Pemerintah perlu mengkaji ulang keberadaan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 yang mengalihkan kewenangan
pengelolaan
wilayah
laut
kepada
Pemerintah Provinsi dari Pemerintah Kabupaten/Kota, sebab sejumlah Undang-undang masih memberikan kewenangan pengelolaan laut kepada Pemerintah Kabupaten/Kota seperti Undang-Undang Nomor 27 40
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 6) Masih terkait dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada sisi yang lain implementasinya masih belum jelas dan ada kesan tidak dijalankan dengan serius oleh Pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan belum terdelegasikannya beban kerja yang bertambah di tingkat provinsi dengan aspek pendanaan, managemen dan sumber daya. Pemerintah Pusat dengan Visi Kemaritimannya yang sangat kuat, baru menguatkan Instutusi di Tingkat Pusat, sementara pada sisi yang lain instansi di daerah masih belum dilibatkan secara optimal dan berada dalam kebimbangan besar bagaimana menjalankan semua kewenangan di bidang kelautan yang tadinya dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. 7) Pemerintah perlu mendorong percepatan penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPDA) di Tingkat Daerah. Berdasarkan UndangUndang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional. 41
8) Keberadaan Bakamla perlu melibatkan Pemerintahan Daerah yang masih belum mendapat tempat dalam Struktur Bakamla sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut. 9) Terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan,
direkomendasikan
agar
perlindungan
terhadap nelayan melalui program asuransi perlu diwujudkan dengan melibatkan kehadiran negara. Keamanan 1) Masalah-masalah yang timbul dalam bidang keamanan dapat diatasi dengan baik oleh Bangsa Indonesia, guna mencapai suatu keadaan yang dinamakan ketahanan nasional. Untuk mencapai keadaan tersebut, terdapat suatu prosedur yang dinamakan geostrategi. Secara umum,
geostrategi
merupakan
upaya
untuk
memperkuat ketahanan di berbagi bidang, yaitu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, militer, kehidupan beragama, dan pembangunan. 2) Dalam melakukan perundingan tapal batas dengan sejumlah
negara
tetangga,
Pemerintah
melalui
kementerian dan instansi terkait perlu melakukan 42
upaya diplomasi dan pendekatan yang didukung oleh ketersediaan data teritorial yang komprehensif guna memenangkan
daya
tawar
dalam
berbagai
perundingan tapal batas. 3) Di samping masalah perbatasan dengan negara tetangga, Pemerintah secepatnya melakukan tata batas perairan dalam yang didukung dengan data geo-spatial yang dibutuhkan bagi berbagai kegiatan perencanaan baik di tingkat pusat maupun daerah. 4) Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas keamanan maritim dan kelautan, kelembagaan Bakamla perlu secepatnya dilengkapi dengan alat-alat pertahanan keamanan utamanya kapal-kapal patroli yang secara merata berada pada berbagai kawasan perairan yang rawan keamanan. D. Kegiatan Pendukung Naskah Akademik 1. Workshop Workshop diadakan di ruang IMT-GT – Gedung Biro Rektor USU pada Kamis – Jumat tanggal 5 dan 6 Maret 2015. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai pendukung penyusunan
Naskah
Akademik
dalam
rangka
Menegakkan Negara Maritim yang Bermartabat. 43
Tujuan dilakukannya kegiatan ini untuk menggali data penyusunan dalam rangka kertas kerja naskah akademik dengan judul “Menegakkan Negara Maritim yang Bermartabat”. Tema yang diangkat pada workshop tersebut adalah “Membangun Sinergitas Ekonomi, Lingkungan, Hukum, Budaya dan Keamanan Untuk Menegakkan Negara Maritim yang Bermartabat”.
Narasumber dan tim perumus FRI USU
Peserta yang diundang adalah akademisi, pengusaha, mahasiswa pascasarjana, LSM dan dinas yang terkait dengan kemaritiman. Adapun Narasumber pada kegiatan ini adalah: 44
a. Prof. Dr. Ir. Yusni Ikhwan Siregar, M.Sc (Guru Besar Faperika Universitas Riau) Menggali Potensi Sumber Daya Laut b. Prof. Dr. Rohmin Dahuri (Guru Besar IPB Bogor) Pembangunan Ekonomi Maritim c. Prof. Dr. Ramli, MS (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU) Pemberdayaan Ekonomi Pesisir d. Prof. Dr. Etty R Agus, SH, LLM (Guru Besar Universitas Padjajaran) Penguatan Hukum Internasional Kelautan e. Prof. Dr. Ir. Budimawan (Guru Besar Unhas Makassar) Hukum dan Kebijakan Kemaritiman f. Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp. M(K), M. MedEd (Wakil Rektor IV Unhas) Sinergitas Pengolahan Kemaritiman g. Prof. Dr. Gusti Asnan, MS (Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UNAND) Budaya Maritim Nusantara h. Prof. Dr. R. Hamdani Harahap (Guru Besar Fakultas ISIP USU) Aspek Antropologi Masyarakat Pesisir
45
Peserta Workshop
2. Focus Group discussion (FGD) Dengan Pelaku Usaha Diskusi terbatas tim perumus naskah akademik USU dengan
pelaku
mendiskusikan
usaha
ini
beberapa
hal
dimaksudkan terutama
untuk dalam
meningkatkan proses aspek-aspek tertentu seper aspek hukum, aspek ekonomi dan lingkungan dan juga dalam aspek budaya maritim dan keamanan. Permasalahan kredit kelautan, persoalan logistik serta world water di wilayah Sumatera Utara. Pelaku usaha yang diundang dalam acara ini adalah : a. Telkom Jati Widagdo (Mendukung Logistik Kemaritiman) 46
b. Kepala Perwakilan BI Sumut Difi Ahmad Johansyah (Masalah kredit perikanan dan kelautan) c. Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Sumut Khairul Mahalli (Logistik kemaritiman dan permasalahannya) d. Serikat Nelayan Nusantara Edy Suhartono dan Hafizal
Diskusi tim FRI USU dengan pelaku usaha di Sumut
3. Focus Group Discussion (FGD) di Kota Tanjung Balai Kegiatan ini dilaksanakan di Mess Pemprovsu Kota Tanjung Balai pada Senin, 6 April 2015. Dihadiri oleh antara lain; Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tanjung Balai,
Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Asahan, 47
Syahbandar Kota Tanjung Balai, HNSI Kota Tanjung Balai, Lanal Kota Tanjung Balai/Kamla dan Polair Kota Tanjung Balai. Diskusi Terbatas (FGD) di Tanjung Balai. Diskusi yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Sumono, MS mengambil tema Kemaritiman di Pantai Timur Sumatera Utara. Selain mengadakan diskusi terbatas, rombongan tim naskah akademik Kemartiman USU juga berkesempatan mengunjungi pelabuhan Teluk Nibung dan pantai Panton Bagan Asahan.
Diskusi peserta dari Kota Tg. Balai dan Kab. Asahan dengan tim FRI USU
48
Foto bersama peserta dengan tim perumus FRI
4. Workshop Lanjutan Naskah Akademik Untuk menjaring masukan, komentar dan perbaikan guna finalisasi naskah akademis Menegakkan Negara Maritim Bermartabat, Tim Perumus Forum Rektor Indonesia
melaksanakan
Workshop
Lanjutan
Menegakkan Negara Maritim Bermartabat. Nama Kegiatan ini adalah Workshop Lanjutan “Menegakkan Negara Maritim Bermartabat” Forum Rektor
Indonesia
2015
dengan
tujuan
untuk
menyempurnakan naskah akademik Menegakkan Negara Maritim Bermartabat serta untuk meneguhkan kembali kontribusi dan peran perguruan tinggi dalam menopang 49
agenda Indonesia sebagai negara maritim dan Poros Maritim Dunia. Peserta yang hadir antara lain akademisi yang
konsern
dengan
kelautan
dan
kemaritiman,
mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum, mahasiswa Fisip dan Ilmu Budaya USU serta dari Dinas terkait.
Foto bersama Rektor, Narasumber dan Ketua Tim Perumus
Narasumber yang hadir antara lain: a. Prof. Dr. Indrajaya (IPB Bogor) Ekonomi Lingkungan b. Prof. Dr. Bambang Purwanto, MA (UGM Jogjakarta) Sosial Budaya c. Dr. Sukanda, SH, LLM (UNAND Padang) Hukum
50
d. Laksamana Pertama Yudo Margono, SE (Danlantamal1) Keamanan Workshop Lanjutan dilaksanakan
pada 12 Oktober
2015 pukul 08.00–15.30, Ruang IMT-GT, Biro Rektor Universitas Sumatera Utara.
Peserta Workshop Lanjutan
51
IV. PENUTUP Guna menopang perwujudan Indonesia sebagai negara
maritim
yang
bermartabat,
FRI
sebagai
perkumpulan akademisi dan intelektual kampus telah menyusun naskah akademis Menegakkan Negara Maritim Bermartabat. Rangkaian kegiatan seperti
workshop,
pengumpulan data lapangan dan diskusi terbatas dengan akademisi,
institusi
pemerintah,
pemerintah
(ornop)
nelayan,
organisasi
masyarakat
non
pesisir,
penggerak ekonomi maritim, keamanan laut, dan nelayan. Hasil rangkaian pengumpulan data ini dinarasikan dalam draf naskah akademik “Menegakkan Negara Martim Bermartabat”. Draf Menegakkan Negara Maritim Bermartabat memerlukan masukan dari
akademisi, ornop nelayan,
instansi pemerintah dan masyarakat pesisir sebagai upaya
menjaring masukan, komentar dan perbaikan
untuk finalisasi naskah akademik.
52
LAMPIRAN A. Nota Kesepahaman
53
54
55
56
B.
Nama-nama Tim FRI USU 2015 a. b.
c.
Sekretaris Jenderal: Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI Sekretariat: 1. Elvi Sumanti, ST., M.Hum 2. Hotma Karo-Karo, SE 3. Aggia Murni, SS., M.Si 4. Yetty Utami, SE 5. Rafika Suryani, SH 6. Hebertus F. Dicky, S.Kom 7. Vera Mariati, A.Md 8. Heri Syahputra Daulay, A.Md 9. Jumiati, A.Md 10.Junaedi Ketua Tim Perumus: Prof. Dr. Ir. Sumono, MS Anggota: 1. Prof. Dr. Irmawati, M.Si, Psikologi 2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si 3. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc 4. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si 5. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc 6. Prof. Dr. Maryani Cyccu Tobing, MS 7. Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Si 8. Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si 9. Dr. Ir. Nazaruddin, MT 10. Dr. Budi Agustono, MS 11. Dr. Chairani Hanum, MS 12. Dr. Edy Ikhsan, SH., M.Hum 13. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum 14. Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME 15. Dr. Agusmidah, SH., M.Hum 16. Dr. Sutarman 17. Arif, SH., M.Hum 18. Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec
57
C. Kliping
58
59
60