I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat
ini
istilah
wirausaha
(entrepreneur)
dan
kewirausahaan
(entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan, program pemberdayaan sampai kurikulum. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsep wirausaha tidak hanya berhubungan dengan bisnis semata tetapi dikenal secara luas sehingga dapat ditemui berbagai istilah seperti social entrepreneur, government entrepreneur, academic entrepreneur, creative entrepreneur dan technopreneur. Demikian populernya istilah ini, banyak penulis yang menyatakan sekarang adalah era entrepreneurship (Blanchflower dan Oswald, 1998). Hal ini tidak lain karena peran kewirausahaan dalam kehidupan manusia yang cukup besar antara lain dipercaya dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial dan bisnis, menentukan kesuksesan suatu usaha, meningkatkan kemandirian bangsa, komponen penting dalam mempercepat pembangunan daerah, melambangkan inovasi dan ekonomi yang dinamis, dan seorang wirausaha dianggap memiliki status yang secara kualitatif lebih baik dibandingkan anggota masyarakat lainnya (Chairy, 2008; Orhan dan Scott, 2001). Begitu luasnya peran kewirausahaan dalam kehidupan mendorong berbagai pihak berkepentingan untuk dapat menumbuhkembangkan semangat ini dalam diri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Tidak luput dalam hal ini adalah perempuan. Menurut Minniti dan Naude (2010), penelitian tentang wirausaha
2
perempuan dalam tiga dekade belakangan cukup pesat dan berkembang menjadi beberapa disiplin, metode dan negara yang diawali oleh penelitian yang dilakukan di awal tahun 1970-an. Besarnya kontribusi perempuan dapat dilihat dari laporan Global Entrepreneurship Monitor (GEM) yang menyebutkan pada tahun 2010 sebanyak 104 juta perempuan dari 59 negara memulai dan mengelola usaha. Sebanyak 187 juta perempuan berkontribusi dalam kewirausahaan dan kepemilikan bisnis di seluruh dunia. Sebelumnya Minniti (2006) menyatakan bahwa saat ini jumlah wirausaha perempuan di negara berkembang cenderung lebih tinggi dibanding negara maju. Berdasarkan hasil survei industri mikro dan kecil (IMK) pada tahun 2010, ada 2.732.724 perusahaan/usaha IMK yang tersebar di 33 provinsi, dimana persentase perempuan sebagai pengusaha sebesar 41,40% dan laki-laki sebagai pengusaha sebesar 58,60% (BPS RI - Survei Industri Mikro dan Kecil, 2010). Selanjutnya pada tahun 2011 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPAI) mencatat ada 46 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dimana sebagian besar dari padanya merupakan industri rumahan, sekitar 60 persen pengelolanya adalah kaum perempuan. Dengan jumlah yang cukup banyak itu, peran perempuan pengusaha menjadi cukup besar bagi ketahanan ekonomi karena mampu menciptakan lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah serta mengatasi masalah kemiskinan.
3
Dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhan bisnis perempuan lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan bisnis laki-laki namun secara kuantitatif jumlahnya masih relatif lebih sedikit. Minniti dan Win (2010) menyebutkan hal ini disebabkan oleh perilaku entrepreneur perempuan terkait dengan sifat, motivasi, tingkat kesuksesan dan perbedaan gender yang kompleks dan multi facet. Sejak beberapa waktu belakangan, sebagaimana lazimnya yang kita lihat, perempuan tidak hanya berperan dalam rumah tangga tetapi juga di luar rumah sebagai pencari nafkah dan terlibat dalam kegiatan sosial. Hal ini sering disebut dengan triple role. Ketiga peran ini menunjukkan ikatan yang sangat kuat antara perempuan dengan rumah, pekerjaan domestik dan tuntutan ideologis perempuan yang memiliki peran reproduktif. Dengan demikian keputusan perempuan untuk bekerja pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kegiatan domestik, termasuk disini adalah keadaan keluarga. Lebih jauh, Sekarun dan Leong (1992) menambahkan bahwa tanggung jawab utama perempuan adalah menjaga anak dan melakukan tugas-tugas domestik yang akhirnya akan menjadi halangan untuk menciptakan dan mengelola usaha yang akhirnya akan mempengaruhi performance usaha. Terlepas dari kontribusi wirausaha perempuan terhadap pembangunan ekonomi, kebebasan mereka untuk memimpin dan membuat keputusan bisnis terhambat oleh antara lain, budaya, status keuangan dan pendidikan. Kebutuhan finansial yang berhubungan dengan perekonomian rumah tangga merupakan alasan utama bagi mereka ikut bekerja mencari nafkah terutama bagi perempuan di negara sedang berkembang seperti di Indonesia.
4
Meskipun begitu, dengan segala keterbatasan yang ada saat ini mulai banyak bermunculan wirausaha perempuan yang meraih kesuksesan dalam menjalankan usahanya. Hal ini cukup menarik untuk dikaji karena dengan multiperan yang melekat pada perempuan, mereka mampu mengelola dan menjalankan roda bisnis hingga dapat meraih kesuksesan. Belum lagi dengan adanya potensi konflik saat melakukan peran mengurus keluarga dan pekerjaan dimana keduanya merupakan trade-off. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kesuksesan dan baiknya kinerja usaha, namun biasanya hal tersebut diperoleh setelah melewati perjalanan panjang berliku yang membutuhkan kerja keras, kedisiplinan dan kesabaran. Dibalik suatu usaha yang sukses biasanya terdapat individu-individu yang memiliki kompetensi. Kompetensi wirausaha (enterpreneurial competencies) dikenal sebagai suatu bagian khusus dari kompetensi yang relevan untuk menguji kesuksesan entrepreneurship (Mitchelmore dan Rowley, 2009). Menurut Man dan Lau (2005) kompetensi wirausaha berasal dari dua sumber, pertama, komponen yang berakar dari latar belakang sang wirausaha seperti sifat, pribadi, sikap, gambaran tentang diri, dan peran sosial, kedua, komponen yang diperoleh saat bekerja atau melalui belajar baik teori maupun praktek. Oleh karena banyaknya faktor internal dan eksternal yang diketahui maka dalam penelitian ini komponen internal dibatasi hanya terkait dengan karakter entrepreneur (motivasi, inovasi, pengambilan keputusan dan pengambilan risiko)
5
dan komponen eksternal disebut dengan atribut individu (umur, pendidikan, pengalaman usaha dan umur usaha). Salah satu tantangan besar dalam suatu usaha adalah lingkungan bisnis karena berada di luar kontrol pemilik bisnis. Bahkan disebutkan beberapa kendala lingkungan bisnis seperti ekonomi, finansial, legal, politik dan sosial budaya memiliki peranan yang lebih besar dalam aktivitas wirausaha bila dibandingkan karakteristik wirausaha lain seperti pendidikan, sikap terhadap risiko, motivasi, energi dan pengalaman kerja. Dengan demikian lingkungan disekitar menghalangi wirausaha perempuan dalam mengeksploitasi peluang yang ada. Selain potensi konflik, kompetensi wirausaha dan lingkungan bisnis yang telah disebutkan di atas, wirausaha perempuan masih memiliki berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalankan usahanya. Diantaranya terkait dengan kinerja dan risiko. Meskipun usaha yang dilakukan oleh perempuan dilaporkan lebih banyak bersifat informal namun sebagaimana layaknya suatu usaha harus dikelola secara baik dan profesional sehingga dapat berjalan dengan efisien, mengurangi risiko kegagalan usaha dan akhirnya mampu berkembang serta meraih kesuksesan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan keterangan di atas setidaknya ada beberapa kendala yang dihadapi wirausaha perempuan, yaitu terkait dengan kewirausahaan dan bisnis, personal dan faktor teknis yang bermuara pada kinerja usaha. Untuk mengetahui
6
bagaimana keterkaitan berbagai faktor yang telah disebutkan di atas terhadap kinerja usaha wirausaha maka penulis memandang perlu dilakukan penelitian ini. Dari keterangan di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah atribut individu, karakter wirausaha, lingkungan bisnis dan konflik peran pekerjaan-keluarga berpengaruh masing-masing terhadap kapasitas manajemen, kompetensi wirausaha dan kinerja wirausaha perempuan pada agribisnis pangan olahan di Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Apakah usaha yang dilakukan wirausaha perempuan pada agribisnis pangan olahan di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah efisien dalam pemanfaatan input produksi? Lalu, bagaimana skala efisiensi usaha mereka? 3. Faktor apa yang mempengaruhi risiko produksi usaha wirausaha perempuan pada agribisnis
pangan olahan
di
Daerah
Istimewa
Yogyakarta? 4. Bagaimana perilaku wirausaha perempuan pada agribisnis pangan olahan di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap risiko yang ada serta faktor apa yang mempengaruhinya? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Pengaruh atribut individu, karakter wirausaha, lingkungan bisnis dan konflik peran pekerjaan-keluarga berpengaruh masing-masing terhadap
7
manajemen, kompetensi wirausaha dan kinerja wirausaha perempuan pada agribisnis pangan olahan di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Tingkat efisiensi dan skala efisiensi usaha yang dimiliki oleh wirausaha perempuan pada agribisnis pangan olahan di Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi usaha wirausaha perempuan pada agribisnis pangan olahan di Daerah Istimewa Yogyakarta 4. Perilaku wirausaha perempuan pada agribisnis pangan olahan di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap risiko. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi
ilmu
pengetahuan diharapkan dapat
memberi kontribusi
pada
perkembangan ilmu kewirausahaan. 2. Bagi pemerintah diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber informasi dan rujukan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan kewirausahaan khususnya perempuan. 3. Bagi calon peneliti diharapkan dapat menjadi sumber informasi, referensi dan sumber inspirasi untuk penelitian selanjutnya. 4. Bagi peneliti sebagai wahana untuk berekspresi, pengembangan wawasan, kompetensi dan kemampuan menganalisis suatu permasalahan. E. Keaslian dan Kebaruan Penelitian Seiring dengan meningkatnya perhatian khalayak terhadap kewirausahaan maka penelitian tentang kewirausahaan perempuan juga mulai banyak dilakukan, paling tidak dalam tiga dekade ini. Topik yang diangkat juga cukup beragam,
8
diantaranya mengupas tentang ciri-ciri dan atributistik, motivasi, alasan, peranan, faktor sukses, penghambat dan faktor yang mempengaruhi (sosial, finansial, psikologis, keluarga), peluang, kinerja, pengambilan keputusan dan sebagainya. Di Indonesia sendiri penelitian yang berhubungan dengan kewirausahaan masih sedikit. Diantara yang sedikit itu sangat jarang yang mengupas tentang perempuan. Berikut disebutkan disini beberapa penelitian yang terkait dengan kewirausahaan perempuan. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Riyanti (2007) yang meneliti tentang ketakutan untuk sukses dan pengambilan risiko wirausaha wanita Bali. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah rendahnya ketakutan untuk sukses dan tingginya tingkat keberanian dalam pengambilan risiko yang dilakukan wirausaha wanita Bali. Kedua, penelitian Tambunan (2009) yang mengupas tentang alasan dan kendala utama yang dihadapi entrepreneur perempuan di Indonesia. Disimpulkan bahwa kendala utama yang dihadapi perempuan di Indonesia adalah rendahnya tingkat pendidikan dan peluang pelatihan, beratnya tugas dalam rumah tangga, terkait dengan aspek hukum, tradisi, adat, budaya dan agama serta rendahnya akses terhadap kredit formal dan lembaga finansial. Sementara alasan utama perempuan menjalankan usaha karena adanya tekanan dalam finansial keluarga. Ketiga, penelitian yang dilakukan Singh et al. (2001) yang menganalisis tentang kinerja berdasarkan gender terhadap UKM di Jawa. Kesimpulan yang dihasilkan menyebutkan bahwa bisnis perempuan terkonsentrasi pada sektor informal yang berpendapatan rendah dimana prospek pertumbuhannya juga
9
terbatas dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja secara nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian yang akan dilakukan ini berupaya mengupas tentang konflik peran keluarga-pekerjaan yang tentu dihadapi oleh setiap wirausaha perempuan. Selain itu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen, kompentensi wirausaha dan kinerja usaha yang dilakukan wirausaha perempuan di Yogyakarta. Diantara banyak faktor yang mempengaruhi manajemen, kompetensi wirausaha dan kinerja usaha peneliti hanya akan memfokuskan pada atribut individu, karakter wirausaha, lingkungan bisnis dan konflik peran rumahtanggapekerjaan. Variabel atribut individu yang digunakan adalah pendidikan, umur, lama usaha dan pengalaman. Untuk variabel karakter wirausaha diukur dengan motivasi, inovasi dan kreativitas, pengambilan keputusan dan pengambilan risiko.Variabel lingkungan yang digunakan adalah akses modal dan kredit, orientasi pemasaran, jaringan (network) usaha dan dukungan pemerintah. Selanjutnya itu variabel konflik peran rumahtangga-pekerja diadaptasi dari penelitian Kim dan Ling (2001) yang meneliti tentang konflik keluarga-pekerjaan yang dihadapi perempuan entrepreneur di Singapura. Variabel manajemen diadaptasi dari penelitian Priyanto (2004) dan Darmaji (2012). Variabel kompetensi entrepreneur diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Ahmad et al. (2009) yang meneliti tentang kompetensi entrepreneur dan keberhasilan bisnis yang dikaitkan dengan lingkungan bisnis UKM di Malaysia. Variabel kinerja usaha diukur dengan pertumbuhan penjualan, keandalan operasional, daya saing
10
produk dan jumlah konsumen. Pada lampiran 1 dapat dilihat matriks penelitian terkait dengan kompetensi, konflik peran keluarga-pekerjaan dan entrepreneur perempuan. Berdasarkan studi yang dilakukan terhadap literatur yang ada, terdapat beberapa hal yang ditawarkan dalam penelitian ini. 1. Dalam penelitian tentang wirausaha khususnya perempuan sepanjang pengetahuan penulis belum pernah mengupas tentang kompetensi wirausaha, perilaku terhadap risiko dan risiko produksi. 2. Berdasarkan variabel yang digunakan belum pernah dilakukan dalam penelitian menggunakan variabel atribut individu, karakter wirausaha, konflik peran, lingkungan bisnis, kapasitas manajemen dan kompetensi wirausaha secara bersama-sama sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja usaha wirausaha perempuan.