I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Memelihara satwa termasuk satwa klangenanmerupakan aktifitas yang tidak terpisahkan dari budaya masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah. Kataklangenansendiri berasal dari bahasa Jawa berbentuk kata benda yang berarti sesuatu yang menjadi kesenangan atau kegemaran atau kesukaan. Satwa klangenan khususnya burung dalam masyarakat Jawa memiliki peran sosial budaya yaitu sebagai simbol bagi para pemelihara atau pemiliknya dan sudah berlangsung sejak puluhan tahun bahkan ratusan yang lalu dan selama ini masih terbatas pada jenis Perkutut (Geopelia striata Linn. 1766) sebagaimana dijelaskan Raap, 2013. Pemeliharaan
satwa
burung
sebagai
klangenan
dalam
konteks
pengelolaan satwa liar memiliki nilai pragmatis hal ini sejalan dengan apa yang sudah disampaikan Lee et al, (2004) yang menyatakan bahwa salahsatu faktor yang menentukan tinggi rendahnya permintaan jenis satwa liar adalah nilai-nilai ajaran suatu agama, budaya lokal ataupun adat istiadat yang dianut masyarakat. Seiring dengan perkembangan demografi masyarakat Jawa khususnya, saat ini satwa burung sebagai klangenan tidak hanya bertumpu pada jenis Perkutut dan justru semakin menunjukkan kecenderungan yang bersifat masif. Berdasarkan pencermatan jenis-jenis yang diperdagangkan pada bulan Pebruari 2014 tercatat lebih dari 57 jenis burung diperdagangkan di Pasar Burung Depok Solo termasuk jenis-jenis dilindungi menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7/1999 tentang
1
2
Pengawetan Tumbuhan dan Satwa yang merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya dan tidak kurang dari 42 jenis masih diperjualbelikan di pusat penjualan burung di Pasar Kartini Semarang, 6 (enam) jenis diantaranya termasuk kategori dilindungi, yaitu Kakaktua Raja (Probosciger atterimus), Beo Nias (Gracula religiosa), Kakaktua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea), Jalak Bali (Leucopsar rothschildi), Jalak Putih (Sturnus melanopterus) dan Merak (Pavo muticus). Perdagangan jenis kicauan untuk berbagai kepentingan saat ini tidak hanya terbatas pada jenis kicauan utama seperti Murai batu (Copsycus malabaricus), Kacer (Copsycus saularis dan Copsycus sechellarum.), Cucak Hijau (Chloropsis sonnerati) tetapi juga jenis-jenis yang melekat dengan cerita masyarakat Jawa agraris (folklor) seperti berbagai jenis Prenjak dari ordo Sylviidae dan Cisticolidae termasuk diantaranya Prenjak Pisang, Prenjak Padi, Prenjak Gunung dan Ciblek, Manyar (Ploceus manyar), Branjangan (Mirafra javanica) dan bahkan jenis-jenis Gagak dari ordo Corviidae pun saat ini aktif diperdagangkan. Jenis-jenis baru yang dulu bukan merupakan komoditas saat ini mulai diakui keberadaannya dalam dunia perdagangan burung seperti Kolibri, Sirtu (Aegithina thipia) bahkan burung Gereja (Passer domesticus). Hal ini menggambarkan bahwa dinamika perdagangan dan pemeliharaan burung untuk kesenangan terus mengalami perubahan dan memiliki dimensi berbeda pada saat ini baik dari dimensi ekonomi maupun dimensi sosial dan budaya.
3
Dimensi sosial praktek pemeliharaan satwa klangenanmemiliki dua sisi mata pedang bagi gerakan konservasi, yaitu sisi positifnya berupa manfaat psikologis dan manfaat sosial serta dapat memunculkan sikap perilaku positif bagi perlindungan satwa liar pada habitatnya namun pada sisi yang lain, pemeliharaan satwa juga memicu ancaman terhadap populasinya sendiri di alam karena permintaan konsumen yang melampaui pasokannya.Hal ini terjadi pada beberapa negara dan wilayah-wilayah yang pengaturan peredarannya tidak memadai (Jepson dan Ladle, 2008). Praktek pemeliharaan yang menggambarkan konsumsi terhadap satwa burung yang dilakukan masyarakat Jawa saat ini tidak bisa dilepaskan dari pemikiran, ide-ide, gagasan ataupun nilai-nilai yang berkembang pada masa lalu sebagai salahsatu wujud kebudayaan. Pola pikir yang terus berkembang dan mendorong munculnya berbagai tindakan masyarakat dalam mengkonsumsi jenisjenis satwa burung untuk kesenangan seperti penyelenggaraan lomba burung untuk berbagai tujuan, pembuatan dan penjualan aneka produk pakan burung, obatan-obatan penunjang performa burung lomba yang didukung iklan dari berbagai media cetak dan elektronik. Berkembangnya blog dan media sosial serta terbentuknya komunitaskomunitas penghobi dan penangkar burung merupakan rangkaian fenomena menarik yang berlangsung seiring perkembangan pola pikir masyarakat dewasa ini yang belum banyak diteliti oleh para peneliti terdahulu sehingga penelitian ini menjadi penting dalam upaya mengungkap pola konsumsi terhadap jenis-jenis satwa burung untuk klangenansehingga upaya pelestarian jenis yang diterapkan
4
lebih terarah dan menjangkau akar permasalahannya. Penelitian akan dilakukan di wilayah Solo dan kota-kota disekitarnya serta
wilayah
Semarangdan
kota-kota
yang
berdekatan
dengannya.
Pertimbangannya adalahkedua wilayah kota beserta daerah sekitarnya tersebut memiliki karakteristik masyarakat yang masih memiliki akar budaya Jawa cukup kuat, memiliki pusat-pusat peredaran dan pemanfaatan satwa burung yang cukup besar, arus informasi dan tingkat interaksi masyarakatnya masih cukup tinggi.
1.2. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, terdapat perumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian dimaksud, yaitu : 1.
Bagaimana pemahaman budaya klangenan satwa burung dan prakteknya pada masyarakat Jawa Tengah?
2.
Bagaimana pola konsumsi masyarakat Jawa Tengah terhadap jenis satwa burung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ?
3.
Bagaimana hubungan praktek budaya klangenan dengan pola konsumsi satwa burung dan indikasi-indikasi yang muncul berkaitan dengan kelestarian jenis burung di Jawa Tengah ?
1.3. Keaslian judul penelitian Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan judul diatas adalah sebagai berikut ;
5
Penelitian-penelitian terkait judul No. 1.
Judul Penelitian Governing bird-keeping in Java and Bali: evidence from a household survey, Paul Jepson and Richard J . Ladle, 2008
Tujuan Mengetahui ; (1) Tingkat pemeliharaan dan tingkat konservasi yang dilakukan masyarakat. (2) Membandingkan manfaat yang diperoleh dengan mematuhi peraturan dengan pendekatan berbasis pasar untuk mengurangi tingkat permintaan burung tangkapan dari alam
Metode Wawancara dengan menggunakan kuisioner
2.
Sold for a Song, The Mengetahui tingkat trade in South East perdagangan burung jenis non Asian Non CITES CITES di Asia Tenggara Birds, Traffic South East Asia, 1993. Traffic International, Cambridge,United Kingdom.
Wawancara terselubung dan penyelidikan berulang
3.
Perceptions, Conservation and Management of Wild Birds in Trade, Thomsen B. Jorgen, Edwards R. Stephen and Mulliken E. Teresa, 1993
Menguji persepsi kalangan di 5 negara pengekspor burung terkait perdagangan dan upaya pengendaliannya, mengidentifikasi metodemetode yang dikembangkandan implementasi program pemanfaatan yang lestari pada wilayah-wilayah yang tidak terkontrol
Wawancara dengan para penentu kebijakan di bidang perdagangan satwa liar, para pelaku perdagangan
4.
Wildlife trade and implications for law enforcement in Indonesia: A case study from North Sulawesi, Robert J. Lee, Antonia J. Gorog, Asri Dwiyahreni, Stephan Siwu, Jon Riley Harry Alexander, Gary D. Paoli and Widodo Ramono, 2004
1).Memonitor lalu lintas satwa liar ke Sulawesi Utara dan pasar-pasar penjualannya, 2). Menyediakan dukungan hukum dan teknis bagi aparat penegak hukum, 3). Membangun kepedulian sosial terhadap hukum perlindungan satwa liar
Blokade jalur lalu lintas dan Survei pasar
6
No. 5.
Judul Penelitian Harvesting orangeheaded thrush Zoothera citrina chicks in Bali, Indonesia: Magnitude, practices and sustainability, Ign Kristianto and Paul Jepson, 2010
Tujuan 1). Mengetahui struktur ; 2). Dan skala perdagangan jenis Zoothera citrina serta meningkatkan kelestarian jenis pada wilayah di Provinsi Bali
Metode Studi etnografi dan wawancara
6.
Factors influencing the illegal harvest of wildlife by trapping and snaring among the Katu ethnic group in Vietnam, Douglas C. MacMillana and Quoc Anh Nguyena, 2012
Mengetahui pola penangkapan ilegal satwa liar yang dilakukan salahsatu kelompok suku terbesar di Vietnam
Focus group discussion, wawancara semi terstruktur dan tidak terstruktur
1.4.Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk ; a.
Mengetahui realita praktek-praktek budaya klangenan satwa burung oleh masyarakat Jawa Tengah pada saat ini.
b.
Mengetahui hubungan antara praktek budaya klangenan yang dilakukan dengan pola konsumsi masyarakat terhadap jenis-jenis satwa burung.
c.
Mengetahui adanya indikasi-indikasi praktek budaya yang berpotensi mempengaruhi
kelestarian jenis burung yang menjadi klangenan oleh
masyarakat Jawa Tengah.
7
1.5. Alur Penelitian
Fenomena Pasar
Fenomena Sosial
OBSERVASI
Jenis dan Asal Wilayah
Pusat Aktifitas / Site
Kluster jenis burung berdasarkan asal wilayah dan App.Cites
Jajak informan, konsolidasi, gambaran aktifitas sehari-hari
PELAKSANAAN PENELITIAN Jenis yang aktif diperdagangkan dan peruntukannya
Wawancara / pendekatan etnografi
Budaya Klangenan
Modus, distribusi, pelaku, praktek yang dilakukan dan nilai-nilai Budaya Klangenan
Pola Konsumsi Masyarakat Pola Konsumsi yang terindikasi berdampak terhadap kelestarian jenis
8
1.6. Manfaat penelitian
Penelitian dimaksud bermanfaat untuk : Memberikan informasi aktual mengenai prospek pelestarian jenis satwa burung yang diedarkandan dimanfaatkan dari sudut pandang masyarakat melalui penelusuran jalur-jalur, modus dan poladistribusi jenis satwa burung serta perangkat pendukungnyasehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian penanganan jenis satwa pada kondisi tertentu dan pengendalian dalam peredaran maupun pemanfaatannya.