I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto yaitu 19,41%., penyerapan tenaga kerja dan devisa negara. Sub sektor pertanian tanaman pangan selama ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan produksi pangan, penyiapan bahan baku industri, Pertanian, dan Perdagangan pada tahun 1999 sebesar 25,78%., 19,41%., dan 16,51% (Gumbira, 2001). Salah satu upaya untuk meningkatkan kontribusi sub sektor pertanian tanaman pangan ini adalah dengan mengembangkan produksi hortikultura (Adji 1995). Menurut Setiajie dan Adiyoga (1997), kondisi mutu, produksi serta pemasaran merupakan bagian dari permasalahan yang kerap kali dihadapi sektor pertanian. Di samping itu, juga terkait dengan beberapa sifat produk pertanian, termasuk beberapa faktor yang mungkin jadi kendala dalam kegiatan produksi dan penanganan hasil ke konsumen. Memperhatikan fenomena yang terjadi selama ini, pemerintah telah menetapkan kebijakan baru yaitu kebijakan program “revitalisasi pertanian” dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004 sd 2009 (Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005, dalam Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2005). Melalui program ini dicanangkan sasaran pertumbuhan pertanian, perikanan, dan kehutanan adalah 3,50% per tahun.
1
2
Oleh sebab itu, di dalam kebijakan ini mengharuskan pertanian menjadi fokus sentral dalam usaha mencapai berbagai sasaran pembangunan nasional Indonesia. Kehidupan agraris juga masih terlihat di Bali sekalipun adanya pergeseran orientasi profesi dari sektor pertanian ke arah sektor jasa (pariwisata), Bali masih memiliki jumlah lahan yang cukup besar di sektor pertanian. Dari keseluruhan luas pulau Bali yaitu 5.632,86 km2, terdapat 52,40% areal sawah dan perkebunan (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali, 2001). Sebagaimana diketahui bahwa dalam menjalankan pembangunan pertanian tidak terlepas dari beberapa faktor yang merupakan modal pembangunan pertanian seperti, lahan, air, sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, iptek, dan permodalan. Sementara itu, Suparta (2005) mengatakan bahwa sumber daya manusia adalah modal utama pembangunan, tanpa SDM yang memadai maka laju pertumbuhan ekonomi tidak akan bisa sebagaimana yang diharapkan. Perempuan diperhitungkan
sebagai
bagian
keikutsertaannnya
dari sebagai
masyarakat
Indonesia,
sumberdaya
perlu
pembangunan,
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional, telah memasukkan program-program pemberdayaan perempuan. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari memiliki peran ganda, perempuan di Indonesia umumnya masih memiliki potensi untuk ikut serta dalam pembangunan perekonomian. Situasi ini lebih nampak di pedesaan, karena sejak kecil mereka telah dididik oleh orang tua mereka untuk dapat melakukan segala pekerjaan baik pekerjaan rumah tangga maupun pekerjaan lain di luar rumah tangga untuk mendukung keluarga. Keadaan ini juga tampak di Bali, di mana wanita Bali umumnya pekerja keras dan tekun, sebagaimana diungkapkan oleh
3
Astiti (2006), bahwa perempuan Bali selain aktif dalam kegiatan rumah tangga, perempuan pedesaan juga berperan dalam kegiatan usahatani. Wanita Bali di pedesaan sebenarnya memiliki potensi untuk diberdayakan melalui sektor pertanian, walaupun bagi usaha pertanian rakyat yang mereka miliki masih menghadapi kendala permodalan. Menurut Anoraga (2004), ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk mendapatkan pembiayaan sebagai modal dasar untuk langkah-langkah pengembangan usaha agribisnis. Alternatif tersebut yaitu melalui kredit perbankan KKP, pinjaman lembaga keuangan bukan bank, modal ventura, pinjaman dari dana penyisihan sebagian laba BUMN, dan pembiayaan lainnya. Namun demikian, kenyataannya bagi wanita tani juga masih mendapatkan kesulitan dalam mengakses pinjaman kredit melalui lembaga keuangan tersebut, dan lebih memprihatinkan banyak wanita yang terjebak oleh tawaran para rentenir yang justru menimbulkan masalah baru. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya informasi atau juga karena tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh lembaga keuangan tersebut. Kebijakan pengembangan agroindustri menuju: (1) Peningkatan nilai tambah diprioritaskan kepada kelompok pedesaan yang berpendapatan rendah (petani, pengusaha, industri kecil dan lainnya), (2) Pemilihan agroindustri yang dikembangkan lebih mengutamakan bidang usaha yang dapat menciptakan lapangan usaha baru yang padat karya, dan (3) Lebih mendorong tersebarnya agroindustri ke pusat-pusat produksi pertanian di pedesaan, yang didasarkan atas: (1) Prinsip keuntungan komparatif (comparative advantage), (2) Tingkat keterampilan masyarakat setempat atau memanfaatkan jenis industri pengolahan yang telah dikenal oleh masyarakat, (3) Tersedianya bahan baku yang
4
berkesinambungan, dan (4) Lebih mendorong perubahan struktur ekspor dari komoditi pertanian ke komoditi olahan. Keberhasilan industri pengolahan yang menggunakan bahan baku produk pertanian sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan baku, baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun kontinuitas. Bahan baku pada kegiatan agroindustri perlu penanganan secara tepat karena produk pertanian memiliki sifat musiman, menyita banyak ruang penyimpanan, dan mudah rusak (Antara, 2005). Memproduksi kacang asin selain memerlukan bahan baku kacang tanah, garam, dan bahan-bahan lainnya sebagai bahan penunjang seperti bumbu (bawang putih, dan penyedap), atau barang penolong yang dipergunakan dalam proses penyangraian supaya kacang matang dengan rata. Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut. Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, 1981) Kacang asin merupakan makanan ringan dengan bahan baku kacang tanah yang diawetkan dengan garam. Untuk mengolah kacang tanah ini menjadi kacang asin tidak
5
terlalu sulit karena bahan-bahan dan alat yang digunakan mudah didapatkan di warung-warung atau pasar tradisional terdekat. Kelompok Wanita Tani Sinar Rejeki di Desa Jumpai Kabupaten Klungkung berdiri tanggal 12 Juni 2005 dengan jumlah anggota sebanyak tujuh orang dan pada tahun 2009 jumlah anggota meningkat menjadi sepuluh orang. Berdasarkan Keputusan Bupati Klungkung Nomor 297 tahun 2003 tanggal 20 Agustus 2003 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Pengembangan dan Pengolahan Hasil Pertanian (UP3HP) Kabupaten Klungkung, semenjak berdiri telah dilaksanakan pembinaan secara intensif baik menyangkut kelembagaan kelompok maupun kegiatan usaha kelompok. Modal awal kelompok sebesar Rp 1.200.000,00 yang bersumber dari iuran anggota. Kelompok Wanita Tani Sinar Rejeki mendapat bantuan dari
pihak Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Klungkung pada tahun 2008 memberikan bantuan peralatan berupa kompor gas satu paket dan molen satu paket yang bersumber dari dana APBN. Mengingat terbatasnya modal usaha sebelumnya, maka diupayakan untuk bisa mengakses bantuan modal. Harapan ini terwujud pada tahun 2006 telah dibantu dana sebesar Rp 16.700.000,00 yang bersumber dari dana Dekonsentrasi Pusat berupa Bantuan Langsung Masyarakat dan pada tahun 2007 kelompok ini lagi menerima dana BLM-UP3HP sebesar Rp 10.000.000,00. Dana tersebut telah dimanfaatkan dengan baik sehingga perkembangan usaha kelompok semakin berkembang. Kelompok wanita tani Sinar Rejeki di Desa Jumpai Kabupaten Klungkung termasuk salah satu pelopor di dalam usaha pemasaran Kacang Asin di Kecamatan Klungkung yang mempunyai pengalaman yang cukup di dalam mempertahankan pelanggan, harus bergerilya melawan harga, serta terus berusaha
6
meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Namun saat KWT Sinar Rejeki berhasil memasuki pasar dengan harga yang stabil, muncul kelompok-kelompok wanita tani (KWT) yang bergerak di bidang usaha yang sama seperti KWT Tunas Mekar dan KWT Laksmi Devi dengan harga yang berfluktuasi, sehingga KWT Sinar Rejeki perlu lebih memperhatikan strategi bisnis yang sudah dilakukan dengan mempertahankan produknya di pasaran dan dapat mencapai target penjualan. Konsep yang ingin diterapkan oleh KWT Sinar Rejeki ini berfokus pada produk atau komoditi yang sesuai dengan selera konsumen, serta untuk memperoleh penjualan yang mampu mendatangkan laba agar masyarakat di Desa Jumpai lebih mengenal produk kacang asin ini. Banyaknya pesaing yang bermunculan membuat KWT Sinar Rejeki berstrategi agar kacang asin yang mereka pasarkan tidak kalah saing dengan KWT-KWT yang lain. Walaupun dari segi kualitas kacang asin yang dipasarkan KWT Sinar Rejeki lebih baik dibandingkan KWT yang lain, serta dari kemasan yang dipasarkan lebih bervarian dari kemasan satu kilogram, lima kilogram, dan sepuluh kilogram dan sudah memiliki merek yang jelas dibandingkan KWT-KWT yang lain. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka di perlukan penelitian tentang strategi pemasaran kacang asin pada KWT Sinar Rejeki.
7
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kekuatan dan kelemahan (faktor internal) dalam pemasaran kacang asin di KWT Sinar Rejeki? 2. Bagaimana peluang dan ancaman (faktor eksternal) yang dihadapi oleh KWT Sinar Rejeki dalam pemasaran kacang asin? 3. Bagaimana strategi yang harus dilakukan oleh KWT Sinar Rejeki dalam pemasaran kacang asin? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut. 1. Kekuatan dan kelemahan dalam pemasaran kacang asin di
KWT Sinar
Rejeki. 2. Peluang dan ancaman yang dihadapi oleh KWT Sinar Rejeki dalam pemasaran kacang asin. 3. Strategi yang harus dilakukan oleh KWT Sinar Rejeki dalam pemasaran kacang asin. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu dan sebagai informasi awal dalam memahami permasalahan diatas. 2. Bagi KWT Sinar Rejeki, diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam merumuskan strategi pemasaran.
8
3. Bagi pemerintah, diharapkan agar dapat mengambil kebijakan untuk memberi ijin usaha dan permodalan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ”Strategi Pemasaran Kacang Asin Kelompok Wanita Tani Sinar Rejeki Desa Jumpai, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung” dengan mengkaji: (1) kekuatan dan kelemahan yang dimiliki KWT Sinar Rejeki misalnya bentuk kacang lebih besar dari pada kacang lainnya, sarana dan prasarana menunjang,
dan
kerjasama
yang
baik
dengan
konsumen,
sedangkan
kelemahannya meliputi kurangnya tenaga pemasaran produk tersebut, kurangnya kegiatan promosi, letak perusahaan kurang strategis, dan kurangnya modal usaha, (2) peluang dan ancaman dari lingkungan luar ancaman yang dihadapi pada KWT Sinar Rejeki ini misalnya kemajuan teknologi pengolahan makanan dan produk mudah ditiru oleh pesaing, dan (3) alternatif strategi yang bisa diterapkan oleh KWT Sinar Rejeki untuk memenangkan persaingan dengan meningkatkan kualitas serta kuantitas dari kacang asin ini agar tidak kalah oleh pesaing-pesaing lainnya.