I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Globalisasi yang terjadi dewasa ini telah mengubah berbagai persepsi manusia dalam memandang kegiatan pariwisata. Jarak dan waktu tidak lagi menjadi faktor penghambat karena kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi telah
mengubah durasi dan kenyamanan untuk mencapainya dengan lebih singkat. Dalam hal ini, pariwisata berperan sebagai salah satu media penghubung antara satu wilayah dan wilayah lain, satu negara dengan negara lain, bahkan antara satu benua dengan benua lainnya. Peran pariwisata dapat memberikan pengaruh dan manfaat dalam berbagai aspek kehidupan manusia, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan industri pariwisata.1 Bagi negara maju, sektor pariwisata tidak lagi menjadi sebuah isu yang baru. Bahkan, banyak orang melakukan perjalanan wisata sebagai kebutuhan relaksasi, rasa ingin tahu, pengalaman, dan hiburan. Hal itu dilakukan untuk melepaskan kelelahan dan rasa jenuh sebagai dampak dari rutinitas kegiatan sehari-hari. Perkembangan sektor pariwisata secara global setidak-tidaknya memberikan peluang bagi Indonesia untuk menarik
1
minat
wisatawan
mancanegara
dan
Dikutip dari Executive Summary Background Study dalam Rangka Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2010--2014 Bidang Pariwisata, Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga.
menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi penting dunia. Pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia rata-rata meningkat sejak tahun 2004. Pada tahun 2010 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mencapai 7 juta orang atau mengalami kenaikan sebesar 10,7 persen dari tahun sebelumnya (Kemenbudpar, 2011). Meskipun demikian, Indonesia belum dapat memosisikan dirinya sebagai destinasi pariwisata unggulan bagi wisatawan global. Data Travel & Tourism Competitiveness Index2 menunjukkan bahwa daya saing pariwisata Indonesia pada tahun 2011 masih lemah. Indonesia tercatat menduduki posisi ke-74 dari 139 negara, sedangkan di wilayah Asia Pasific Indonesia menduduki peringkat ke-13. Yang menjadi unggulan adalah faktor harga yang menempati posisi ke-4. Keunggulan pariwisata Indonesia masih bertumpu pada faktor harga yang dapat memberikan kesan bahwa produk pariwisata
yang ditawarkan masih berkualitas
rendah. Wisatawan yang berkunjung ke Indonesia mempertimbangkannya karena harganya murah. Sebagaimana diungkap oleh Kasali (2004)3 bahwa daya saing pariwisata Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara--negara lain, termasuk dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand; dan belum menjadikan pariwisata Indonesia sebagai destinasi pariwisata yang mampu bersaing, baik di tingkat regional maupun internasional.
Ketersediaan jumlah, jenis, dan
2
Indeks Daya Saing Perjalanan dan Pariwista yang dirilis oleh World Economic Forum tahun 2011 merupakan alat ukur atas elemen-elemen yang mendorong daya saing pengembangan sektor pariwisata dan perjalanan di berbagai negara di dunia.
3
http://travel.kompas.com/read/2010/09/24/21065713/waduh daya saing RI rendah, diakses pada 10-2- 2016.
kualitas sumber daya manusia di bidang pariwisata dinilai masih menjadi kelemahan daya saing pariwisata Indonesia, begitupun dengan belum optimalnya pengelolaan destinasi pariwisata yang berbasis pada penilaian destinasi dan belum memadainya sarana dan prasarana pendukung pariwisata seperti transportasi darat, laut, udara, dan minimnya ketersediaan fasilitas umum, masih menjadi kendala dan belum sepenuhnya siap bersaing di pasar global.4 Peringkat daya saing pariwisata Indonesia pada tahun 2013 mengalami peningkatan, berada pada peringkat 70 dari 140 negara. Tiga faktor dengan indeks daya saing tertinggi adalah sumber daya alam, prioritas perjalanan dan pariwisata, dan harga. Tiga faktor indeks daya saing terendah adalah infrastruktur pariwisata, infrastruktur telekomunikasi, informasi, dan komunikasi, kesehatan, dan kebersihan.5 Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai, kebersihan, dan kesehatan menjadi isu penting yang harus mendapat perhatian dari para pengambil kebijakan dan pengelola destinasi pariwisata agar pariwisata Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya di kancah internasional. Dewasa ini pertumbuhan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan, sangat pesat. Pertumbuhan kota ini diwarnai dengan semakin maraknya pembangunan gedung-gedung bertingkat yang berfungsi sebagai gedung perkantoran, tempat
4
5
Disampaikan oleh Mari Elka Pangestu yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf). http://www.antaranews.com/print/291549/dayasaing-pariwisata-indonesia-peringkat-74. Diakses pada 10-2-2016. Paparan Dr.Ir. Arief Yahya, M.Sc. Menteri Pariwisata Republik Indonesia tentang Pembangunan Infrastruktur untuk Peningkatan Daya Saing Pariwisata, 29 April 2015.
tinggal, pusat perbelanjaan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan lain-lain. Pembenahan tempat dan sarana rekreasi di kota Jakarta terus diremajakan sehingga menjadi daya tarik bagi penduduk Jakarta dan sekitarnya, bahkan dari luar provinsi untuk berkunjung. Semasa Gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Ali Sadikin pada periode 1966--1977, kebijakannya yang sangat populer untuk menjadikan Jakarta sebagai kota wisata adalah pengembangan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Taman Ismail Mardjuki, Pelabuhan Fatahillah, Kawasan Pantai Ancol, Kebun Binatang Ragunan, dan sebagainya. Pusat-pusat kegiatan rekreasi terus bertambah sepeninggal beliau dan jenisnya pun bervariasi. Ketersediaan fasilitas rekreasi ini menjadi bentuk program pemerintah untuk memfasilitasi kebutuhan warga DKI Jakarta pada aktivitas waktu luang. Dewasa ini banyak atraksi pariwisata modern tersedia di DKI Jakarta. Fungsi dan manfaatnya juga berkembang dari sekadar sebagai sarana rekreasi menjadi sarana belajar.
Beberapa di antaranya adalah Planetarium dan
Observatorium Jakarta yang selain sebagai sarana rekreasi, juga sebagai sarana belajar ilmu pengetahuan perbintangan. Selain itu, ada Dunia Fantasi di Taman Impian Jaya Ancol (TIJA) yang melengkapi rekreasi pantai dan menjadi salah satu atraksi pariwisata andalan DKI Jakarta. Citra DKI Jakarta sebagai ibukota dan destinasi pariwisata lebih lengkap oleh keberadaan Taman Mini Indonesia Indah yang memperkenalkan keragaman arsitektur bangunan tradisional dan aneka budaya daerah di Indonesia, demikian juga Taman Margasatwa Ragunan, dan destinasi pariwisata lainnya yang dimiliki DKI Jakarta.
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa daya saing DKI Jakarta menempati urutan kedua tertinggi setelah Bali sebagai destinasi pariwisata di Indonesia (Wibowo et.al., 2008). DKI Jakarta sebagai destinasi pariwisata yang berdaya saing menyediakan berbagai produk dan layanan pariwisata untuk memenuhi kebutuhan berlibur dan berekreasi, pendidikan dan penelitian, keagamaan, kesehatan jasmani dan rohani, minat terhadap kebudayaan dan kesenian, kepentingan keamanan, kepentingan politik, dan hal-hal lain yang komersial, yang membantu kehidupan ekonomi masyarakat. Seperti dipaparkan di atas, DKI Jakarta memiliki beragam jenis atraksi pariwisata, mulai dari alam, budaya, hingga buatan. Daya tarik tiap-tiap atraksi pariwisata ini berbeda-beda, tergantung pada cara pandang yang digunakan untuk mengukurnya. Jika ukuran umum digunakan, jumlah pengunjung suatu destinasi pariwisata dapat menunjukkan tingkat daya tariknya. Kondisi tersebut tergambarkan pada saat libur panjang, beberapa destinasi pariwisata yang ada di DKI Jakarta banyak dikunjungi. Taman Margasatwa Ragunan dikunjungi oleh sedikitnya 50--75 ribu orang. Misalnya, pada 20 Agustus 2012 yang lalu tercatat 62 ribu pengunjung destinasi pariwisata tersebut sehingga memacetkan lalulintas di wilayah sekitarnya.6 Pada 30 Desember 2012 jumlah pengunjung Taman Margasatwa Ragunan mencapai 62.876 orang. Para pengunjung menumpang 70 bus, 2.787 mobil, dan 7.596 sepeda
6
http://news.detik.com/berita/1995348/60000-pengunjung-padati-kebun-binatang-ragunan. Diakses pada 11-1-2013
motor.7 Hanya dalam setengah hari pada 1 Januari 2013 jumlah pengunjung Taman Mini Indonesia Indah sudah tercatat sebanyak 28.662 orang. Mereka naik 54 bus, 1.799 mobil, dan 4.826 sepeda motor. Pada waktu yang sama, jumlah pengunjung Ancol tercatat 95.110 orang dengan mengendarai 5.979 mobil dan 11.916 sepeda motor8. Destinasi pariwisata yang lain kurang diminati pengunjung. Kota Tua, misalnya, merupakan destinasi pariwisata budaya yang masih sedikit mencatat kenaikan jumlah pengunjung. Pada Mei 2009 angka pengunjung sekitar 1.500 orang, sedangkan pada April 2009 hanya 1.000 pengunjung9. Destinasi pariwisata buatan seperti Monumen Nasional (Monas) juga memiliki daya tarik sendiri, terutama bagi kelompok penelitian wisata. Jumlah pengunjung Monas pada Januari--September 2011 mencapai 998.038 orang, sedangkan pada Januari--September 2012 mencapai 1.075.394 orang.10 Meskipun sekilas mampu memberikan gambaran tentang popularitas sejumlah atraksi wisata, gambaran kuantitatif di atas belum dapat menjadi
indikator tunggal daya saing
atraksi wisata tersebut. Kajian tentang perspektif wisatawan tentang daya saing 7
http://news.detik.com/berita/2129746/pengunjung-kebun-binatang-membludak-lalinragunan-macet -parah. Diakses pada 11-1-2013.
8
http://news.okezone.com/read/2013/01/01/500/739827/pengunjung-kebun-binatangtmii-dan-ancol-membludak. Diakses pada 11-1-2013.
9
http://museum-jakarta.blogspot.com/2009/05/pengunjung-kota-tua-meningkat 50 persen.html. Diakses pada 11-1-2013.
10
http://www.wartakotalive.com/detik/berita/10019/jumlah-pengunjung-monas-naik-10 persen. Diakses pada 11-1-2013.
destinasi pariwisata dipandang relevan dan penting untuk memahami keseluruhan atribut daya saing tersebut. Berdasarkan data indeks daya saing diperoleh gambaran bahwa kelemahan utama DKI Jakarta sebagai destinasi pariwisata adalah mutu lingkungan (Wibowo, et.al., 2008). Hal ini sejalan dengan identifikasi isu strategis yang memengaruhi kekuatan dan kelemahan DKI Jakarta, antara lain: kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, rendahnya sistem drainase, serta kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan (Wibowo, et. al., 2008) Perihal daya saing destinasi pariwisata DKI Jakarta dalam perkembangannya sekarang ini perlu diteliti lebih lanjut dengan menganalisis daya saing destinasi pariwisata atas produk dan jasa pariwisata, seperti aksesibilitas, atraksi, dan amenitas berdasarkan persepsi wisatawan dibandingkan dengan beberapa destinasi pariwisata yang berada di wilayah DKI Jakarta. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran bagaimana penilaian wisatawan terhadap keunggulan yang dimiliki oleh destinasi pariwisata terutama destinasi pariwisata unggulan di DKI Jakarta, yaitu Taman Impian Jaya Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, dan Taman Margasatwa Ragunan. Meskipun ketiga destinasi pariwisata tersebut memiliki daya tarik yang berbeda, ketiganya menyediakan sarana dan prasarana, atraksi wisata, dan pelayanan yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Beragamnya karakteristik wisatawan akan menyebabkan beragamnya keinginan dan kebutuhan mereka akan suatu produk pariwisata dan mempunyai persepsi yang berbeda pula dalam memberikan penilaian terhadap kualitas dan
kinerja destinasi pariwisata sebagai produk pariwisata secara keseluruhan. Dengan demikian, penilaian yang diberikan wisatawan mempunyai peran yang signifikan dalam menentukan bisnis yang berulang atau untuk merekomendasikannya secara positif melalui word-of-mouth. Pengalaman yang didapatkan wisatawan ketika berkunjung ke destinasi pariwisata lainnya secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi dasar penilaiannya terhadap destinasi pariwisata yang dikunjunginya. Secara implisit dan eksplisit wisatawan tersebut telah membuat suatu pembandingan antara fasilitas, atraksi, dan standar pelayanan dari berbagai destinasi pariwisata yang dikunjunginya (Law dikutip Rimington dan Kozak, 1999). Pendapat serupa dikemukakan oleh Mathiesen dan Wall (dikutip Fandeli, 1995) bahwa wisatawan akan memberikan penilaian terhadap pengalaman dan kepuasan yang diperoleh selama berwisata. Penilaiannya tersebut akan memengaruhi keputusannya untuk berwisata kembali pada tempat yang sama atau berbeda. Berdasarkan aspek sosial ekonomi, terdapat perbedaan pada tingkat perjalanan wisatawan. Menurut Salma dan Susilowati (2004), semakin tinggi penghasilan, mereka akan memilih tempat wisata lain, yang memiliki tingkat prestise lebih tinggi dan yang akan memberikan pengalaman berbeda pula.
Menurut
Sudirman (2005) perbedaan tingkat perjalanan wisatawan Nusantara berdasarkan karakteristik sosial dan ekonomi menggambarkan bahwa strategi pembangunan industri pariwisata masih belum mampu memberikan akses yang luas bagi penduduk untuk melakukan aktivitas wisata. Aktivitas wisata masih terbatas dilakukan oleh
penduduk yang berkarakteristik sosial ekonomi lebih tinggi. Akibatnya, peluang kelompok penduduk berkarakteristik sosial ekonomi lemah lebih rendah untuk beraktivitas wisata. Hal ini akan menjadi faktor penentu dalam pemilihan destinasi pariwisata. Destinasi pariwisata yang akan dituju seringkali dipertimbangkan berdasarkan faktor harga dan kemudahan untuk menjangkaunya. Penelitan tentang daya saing pariwisata telah banyak dilakukan dari berbagai disiplin ilmu dengan berbagai pendekatan, sedangkan dari aspek wisatawan belum banyak dilakukan, terutama dalam menilai daya saing harga, teknologi, infrastruktur, sumber daya manusia, dan lingkungan yang dimiliki destinasi pariwisata, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Riyadi, et.al., (2011) serta Lestari dan Aprilia (2013). Riyadi et.al., (2011) meneliti daya saing daerah tujuan wisata (Penelitian Kasus Daya Saing Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen Banyuwangi). Penelitiannya menggunakan pendekatan postpositivist dengan desain penelitian penelitian kasus interpretatif tipe single case. Analisis yang digunakan Model Interaktif dari Milles dan Huberman. Temuan penting dalam penelitian ini adalah rendahnya daya saing disebabkan faktor penentu daya saing di TWA Kawah Ijen kurang baik, komunikasi dan komitmen tidak terbentuk antara Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) sebagai pengelola TWA Kawah Ijen dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi yang mengakibatkan karakteristik dari TWA Kawah Ijen monoton.
Lestari dan Aprilia (2013) meneliti Nation Branding dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Sektor Pariwisata Indonesia, menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Data kualitatif diperoleh dari buku, jurnal dan situs internet yang berhubungan dengan konsep pemasaran, seperti positioning, differentiation dan brand; sedangkan data kuantitatif berhubungan dengan data pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan sektor pariwisata. Penelitiannya lebih difokuskan pada konsep pemasaran. Temuan penelitiannya menyebutkan bahwa nation branding sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing pariwisata. Membangun merek yang kuat memerlukan positioning dan diferensiasi. Indonesia memiliki diferensiasi, namum selama ini antara positioning dan diferensiasi belum mampu bersinergi dan tidak memiliki brand integrity; akhirnya Indonesia tidak memiliki brand image yang positif. Kedua penelitian di atas lebih memfokuskan pada pengukuran daya saing destinasi pariwisata dari sisi pemangku kepentingan dan pentingnya nation branding untuk meningkatkan daya saing. Penelitian ini mengkaji persepsi wisatawan tentang daya saing/keunggulan yang dimiliki oleh ketiga destinasi pariwisata di DKI Jakarta yang difokuskan pada produk dan layanan pariwisata. Wisatawan dibedakan berdasarkan karakteristik sosial ekonominya yaitu tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Dengan demikian dapat diketahui bagaimana persepsinya terhadap daya saing: harga, keterbukaan, teknologi, infrastruktur, sumber daya manusia, dan lingkungan di ketiga destinasi pariwisata tersebut. Apakah wisatawan dengan latar belakang pendidikan, status pekerjaan, dan tingkat
pendapatan yang berbeda mempunyai persepsi yang sama atau berbeda dan apakah persepsinya dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonominya? Harapan wisatawan dapat dibentuk oleh persepsi terhadap suatu produk/jasa pariwisata dipengaruhi
oleh
berbagai
informasi
yang
yang
diterimanya karena wisatawanlah
yang menilai apakah produk wisata bagus atau tidak dan menarik atau tidak; merekalah user atau konsumennya (Plog dikutip Damanik dan Weber, 2006 ).
1.2
Permasalahan Penelitian
Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, penelitian ini difokuskan pada masalah yang berkaitan dengan persepsi wisatawan tentang daya saing destinasi pariwisata Taman Impian Jaya Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, dan Taman Margasatwa Ragunan. Untuk itu, diajukan tiga pertanyaan penelitian berikut ini. a. Di antara ketiga destinasi pariwisata unggulan di DKI Jakarta, manakah yang paling berdaya saing menurut persepsi wisatawan? b. Apakah terdapat perbedaan persepsi tentang daya saing destinasi pariwisata menurut karakteristik sosial ekonomi wisatawan. b. Apakah persepsi tentang daya saing destinasi pariwisata dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi wisatawan.
1.3 Tujuan Penelitian
Bertitik-tolak dari rumusan pertanyaan penelitian tersebut, penelitian ini bertujuan sebagai berikut. a. Menilai dan menganalisis tingkat daya saing destinasi pariwisata di DKI Jakarta berdasarkan persepsi wisatawan. b. Menganalisis perbedaan persepsi tentang daya saing destinasi pariwisata di DKI Jakarta berdasarkan karakteristik sosial ekonomi wisatawan. c. Menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi wisatawan terhadap persepsi tentang daya saing destinasi pariwisata.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Memberikan kontribusi teoretis dalam kajian daya saing destinasi pariwisata menurut persepsi wisatawan. b. Menjadi masukan bagi para peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji daya saing destinasi pariwisata dari persepsi wisatawan. c.
Menjadi bahan evaluasi dalam merancang perencanaan dan mengevaluasi pengelolaan destinasi pariwisata.