I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan laut, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), sekitar 5,8 juta kilometer persegi atau 75 persen dari total wilayah Indonesia. Sedangkan, luas wilayah daratan hanya 1,9 juta kilometer persegi. Wilayah laut tersebut terdapat lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 kilometer yang merupakan terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Sedikitnya terdapat sepuluh sektor ekonomi kelautan yang memiliki prospek bisnis cerah untuk dikembangkan untuk memajukan dan memakmurkan Indonesia. Kesepuluh itu adalah (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi, (5) pertambangan dan energi, (6) pariwisata bahari, (7) transportasi laut, (8) industri dan jasa maritim, (9) pembagunan pulau-pulau kecil, dan (10) sumber daya nonkonvensional (non-conventional resources). Dengan luas perairan tersebut, menurut data Ditjen Perikanan, potensi lestari produksi perikanan Indonesia mencapai 6,7 juta ton ikan per tahun. Namun produksi perikanan secara nasional realisasinya rata-rata sebesar 45 persen saja, atau sekitar 3 juta ton per tahun. Rendahnya produksi ini pada akhirnya menyebabkan kontribusi sub-sektor perikanan pada perolehan devisa ekspor nasional juga menjadi relatif rendah, yaitu sekitar 7,6 persen. Oleh sebab itu harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya perairan nusantara, yang berorientasi untuk meningkatkan devisa negara, disamping untuk memenuhi peningkatan kebutuhan gizi masyarakat pada umumnya. Upaya-upaya itu antara lain melalui pengembangan agribisnis perikanan dan membangun industri perikanan yang berdampak luas terhadap pengembangan ekonomi di daerah sekitarnya1. Potensi produksi sumber daya perikanan yang dapat dihasilkan dari usaha perikanan budidaya jauh lebih besar dari sektor perikanan tangkap, yaitu sekitar 1
http://www.bexi.co.id/ProspekInvestasi dan Bisnis disektro Kelautan [10 Februari 2009].
1
57,7 juta ton per tahun, dan baru diproduksi 1,6 juta ton (0,3 persen). Saat ini, Indonesia merupakan produsen ikan terbesar keenam di dunia dengan volume produksi 6 juta ton. Bila Indonesia mampu meningkatkan produksi perikanannya, terutama yang berasal dari usaha perikanan budidaya, menjadi 50 juta ton per tahun (77 persen dari total potensi), Indonesia akan menjadi produsen komoditas perikanan terbesar di dunia. Berdasarkan data BPS (2001), sub sektor perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. PDB subsektor perikanan sampai pada triwulan ke-3 tahun 2008 telah berkontribusi sebesar Rp 92.22 3triliun sampai dengan kuartal III tahun 2008 dari sebelumnya sebesar Rp 67.29 triliun pada tahun 2007. Kenaikan rata-rata dari tahun 2007-2008 sebesar 37,06 persen merupakan yang terbesar dibanding dengan sub sektor lainnya.
Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2007-2008 Berdasarkan Harga Berlaku pada Kwartal III
Sektor
2007
Tahun (Rp miliar) Kenaikan rata-rata (%) 2008 2007-2008
Perikanan
67.285,6
92.220,3
37,06
Peternakan
42.113,1
57.631,6
36,85
Perkebunan
63.124,4
70.805,7
12,17
Tanaman Pangan
214.890,8
287.461,4
33,77
Kehutanan
26.536,9
29.007,1
9,31
552.215 3.705.234,3
29,76 27,71
Jumlah 413.950,86 PDB NASIONAL 2.901.268,5 Sumber : Siaran Pers DKP No.6/01/2009
Indonesia memiliki beraneka ragam potensi perikanan. Saat ini ada 12 jenis komoditas perikanan budidaya yang menjadi primadona selain karena permintannya meningkat, namun juga karena teknologi dan informasi budidaya yang semakin maju dan mendukung keberhasilan budidayanya. Jenis-jenis komoditi tersebut bisa dilihat pada Tabel 2.
2
Tabel 2. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama (Ton) Rincian
2006
2007
2008
2009**
31.490 1.374.462 169.390 28.710 212.883 77.272 4.022 18.896 247.633 327.610 2.183 5.525 182.521
36.260 1.620.200 195.000 31.600 245.100 88.970 3.600 21.760 285.100 352.220 2.600 6.360 200.030
51.000 2.713.200 233.000 52.000 550.000 162.000 24.000 78.000 375.000 470.000 11.000 8.800 290.000
75.000 4.389.300 337.000 78.000 822.000 250.000 30.000 97.000 446.800 540.000 12.500 9.600 306.800
Total 2,163,674 2,682,597 3,088,800 Sumber = www.kompas.com , diakses 10 Februari 2009 Ket : ** = Angka Prakiraan (DKP-sementara)2
5,018,000
7,394,000
Patin Rumput laut Nila Gurame Bandeng Lele Kerapu Kekerangan Ikan mas Udang Kakap Kepiting Lainnya
2005
32.575 910.636 148.249 25.442 254.067 69.386 6.493 16.348 216.920 280.629 2.935 4.583 195.411
2006/2007
15,15% 17,88% 15,12% 10,07% 15,13% 15,14% -10,49% 15,16% 15,13% 7,51% 19,10% 15,11% 9,59% 15.14%
Ikan bandeng, masih menjadi andalan budidaya. Perkembangannya dari tahun 2006 mencapai pertumbuhan rata-rata 15 persen pada 2007. Ikan bandeng merupakan jenis ikan laut yang berhasil dibudidaya yang dulunya hanya berasal dari penangkapan. Ikan ini sangat digemari oleh masyarakat dan banyak sekali disajikan dalam bentuk ikan bakar di warung-warung makan untuk konsumsi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah. Harga ikan ini relatif murah, dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, sehingga dapat memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan gizi masyarakat. Ikan bandeng sebagai komoditas budidaya yang telah mapan untuk tingkat petani tambak, upaya efisiensi budidayanya merupakan tuntutan utama, sehingga dapat
2
http://www.kompas.com/kompas-cetak/ harga bandeng dan udang windu merosot [10 Februari 2009]
3
meningkatkan pendapatan para petani dan nelayan. Tinggi atau rendahnya produksi ini dikarenakan teknologi serta informasi budidaya yang masih minim. Budidaya bandeng di Indonesia telah dikenal sejak 500 tahun yang lalu. Usaha ini berkembang pesat hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan memanfaatkan perairan payau atau pasang surut. Teknologi yang diterapkan juga berkembang dari tradisional yang mengandalkan masukan benih (nener) dan pengolahan makanan alami hingga pemberian pakan buatan secara terencana (Ahmad et al.1997). Dengan rasa daging yang enak dan harga yang terjangkau, bandeng sangat digemari oleh masyarakat terutama di Jawa dan Sulawesi Selatan. Sejalan dengan meningkatnya permintaan, efisiensi budi daya menjadi tuntutan utama dalam upaya peningkatan produktivitas serta pendapatan nelayan. Selama ini, pengembangan budidaya bandeng di masyarakat tidak banyak menemui kesulitan karena ikan ini memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan ikan lainnya, yaitu: 1) teknik pembenihannya telah dikuasai sehingga pasokan benih tidak tergantung dari alam, 2) teknologi budi dayanya relatif mudah, 3) bersifat euryhaline, toleran terhadap perubahan salinitas antara 0−158 ppt , 4) bersifat herbivorous dan tanggap terhadap pakan buatan, 5) formulasi pakan buatan untuk ikan bandeng relatif mudah, 6) tidak bersifat kanibal dan mampu hidup dalam kondisi berjejal, 7) dapat dibudidayakan secara polikultur dengan spesies lainnya seperti baronang, 8) meskipun dagingnya bertulang, tetapi rasanya lezat dan di beberapa daerah memiliki tingkat preferensi konsumsi yang tinggi, dan 9) dapat digunakan sebagai umpan bagi industri penangkapan tuna. Permintaan ekspor bandeng meningkat signifikan. Bandeng salah satu komoditas unggulan Indonesia mulai banyak dilihat pasar internasional, tercatat permintaan komoditas tersebut terus meningkat, bahkan sampai sekarang permintaan sudah mencapai 600 ton per bulannya, dimana porsi untuk konsumsi dalam negeri sendiri masih mencapai 60 persen.
Pertumbuhan permintaan
bandeng nasional mencapai 6,33 persen rata-rata per tahun. Pertumbuhan permintaan bandeng yang cenderung meningkat merupakan peluang usaha yang positif untuk dikembangkan lagi. Permintaan bandeng nasional 1994-2003 dapat dilihat pada Tabel 3.
4
Tabel 3. Permintaan Bandeng Nasional 1994-2003 Tahun
Penduduk (000)
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
192.216 195.283 198.342 201.020 203.735 204.784 205.843 208.621 212.003 204.783
Konsumsi (Kg/kap) 0,676 0,676 0,676 0,676 0,520 0,520 1,196 1,196 1,196 1,196
Permintaan (ton) 129.938 132.011 134.079 135.889 105.942 106.487 246.188 249.510 253.555 244.920
Sumber : BPS 20033
Produksi ikan bandeng saat ini masih terbatas untuk memenuhi permintaan dalam negeri, namun melihat potensi dan prospek yang ada, tidak tertutup kemungkinan untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor. Disamping itu, bandeng juga digunakan sebagai umpan hidup bagi penangkapan tuna karena kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis ikan. Pasar untuk komoditas bandeng ini dibutuhkan dalam beberapa tipe dan ukuran sesuai dengan tujuan pemanfaatannya. Kebutuhan ikan bandeng untuk pasar spesifik berupa rumah-rumah makan sea food, hotel, don pasar swalayan khususnya di Kota Madya Makassar diperkirakan mencapai 6 ton per hari, dan saat ini baru terpenuhi 25 persen. Selanjutnya dikatakan bahwa masalah utama yang dihadapi adalah kontinuitas produksi, konsistensi mutu, utamanya dalam hal bobot, rasa, ukuran, dan penampilan fisik. Kriteria-kriteria yang dipersyaratkan tersebut akan dapat dipenuhi dari hasil budidaya bandeng yang berasal dari keramba jaring apung di laut4. Permintaan ikan ini dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan baik untuk tujuan konsumsi, umpan bagi industri perikanan tuna cakalang maupun untuk pasar ekspor, sementara areal budidayanya di darat semakin hari semakin berkurang akibat banyaknya lahan tambak yang dikonversi untuk kebutuhan 3
http://www.bi.go.id/sipuk [10 Februari 2009]
4
www.agrina.com/ Umpan Tuna Harapan Pasar Bandeng [10 Februari 2009]
5
pembangunan lain seperti untuk perumahan, industri, dan pariwisata yang pada gilirannya akan berdampak pada penurunan produksi. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi budidaya bandeng adalah dengan memanfaatkan perairan laut seperti muara sungai, teluk, laguna, dan perairan semacamnya yang memenuhi persyaratan baik teknis, sosial ekonomi, legalitas, maupun lingkungannya. Dalam beberapa tahun terakhir, teknik produksi ikan bandeng di perairan tersebut terus dikaji dan dikembangkan dengan sistem karamba jaring apung (KJA). Umumnya teluk dan selat merupakan perairan yang terlindung dari pengaruh angin, ombak, arus, dan gelombang besar, sehingga cocok untuk pengembangan budidaya bandeng dalam KJA. Teknologi budidaya ikan ini juga telah mengalami perkembangan yang begitu pesat mulai dari pemeliharaan tradisional yang hanya mengandalkan pasok benih dari alam pada saat pasang sampai ke teknologi intensif yang membutuhkan penyediaan benih, pengelolaan air, dan pakan secara terencana. Penggunaan keramba jaring apung untuk budidaya bandeng di laut memiliki beberapa kelebihan di antaranya: 1. Efisien dalam penggunaan lahan 2. Mudah dalam pemanenan, baik selektif maupun total 3. Mudah dipantau dan tidak memerlukan pengelolaan air yang khusus seperti di tambak 4. Produktivitasnya tinggi (350-400 kg/keramba 6 m3/musim tanam 6 bulan) 5. Skala usaha dapat disesuaikan dengan kemampuan modal dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di lokasi budidaya. Demikian halnya dengan ikan bandeng yang diproduksi dalam keramba jaring apung dapat memiliki standar kualitas ekspor yaitu: 1. Sisik bersih dan mengkilat 2. Tidak berbau lumpur 3. Kandungan asam lemak Omega-3 relatif tinggi jika dibandingkan dengan bandeng yang diproduksi pada tambak 4. Dagingnya kenyal dengan aroma yang khas sehingga sangat digemari sebagai ikan bakar di warung-warung sea food
6
5. Ukurannya bisa mencapai 600-800 g/ekor sesuai dengan permintaan pasar Jawa Barat memiliki potensi sumber daya perairan umum yang cukup besar. Hal ini terlihat dengan keberadaan potensi-potensi perairan seperti sungai yang panjangnya mencapai 13.600 Km, rawa seluas 2.544 Ha, danau/situ seluas 4.757 Ha dan kelautan seluas 400 Ha. Dalam pemanfatannya, waduk dan laut dijadikan untuk kegiatan budidaya ikan di Keramba Jaring Apung (KJA). Kecamatan Muara Gembong yang berada sangat jauh dari keramaian kota Bekasi yang juga termasuk ke dalam wilayah Jawa Barat dikelilingi oleh lahan perairan laut Jawa yang luas dan terhimpit diantara Jakarta Utara dengan Kabupaten
Karawang.
Sebagian
besar
penduduk
Muara
Gembong
bermatapencaharian sebagai nelayan, menangkap ikan, kepiting dan juga udang untuk dijual ke Jakarta, khususnya ke daerah Cilincing, Ancol, dan Muara Angke. Muara Gembong terkenal dengan potensi alamnya, muara ini adalah habitat ikan bandeng yang sangat diminati oleh warga Jakarta karena dagingnya yang tidak bau, hal itu dikarenakan “bandeng gembong” diberikan pakan ikan yang alami. Dengan melihat peluang pasar untuk ikan bandeng yang menunjukkan peningkatan, baik dalam maupun luar negeri maka usaha ini dinilai memiliki prospek yang bagus di masa mendatang. Dalam beberapa tahun terakhir, teknik produksi ikan bandeng di perairan tersebut terus dikaji dan dikembangkan dengan sistem karamba jaring apung (KJA). Dalam perealisasian rencana budidaya KJA ini tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga diperlukan studi kelayakan agar tidak terjadi kerugian.
1.2. Perumusan Masalah Kebutuhan bandeng untuk ekspor yang cenderung meningkat merupakan peluang
usaha
yang
positif
yang
bisa
dikembangkan
di
Kecamatan
Muara Gembong yang selama ini hanya berorientasi pada pasar dalam negeri. Namun dengan lahan tambak budidaya yang cenderung berkurang karena digunakan pula untuk budidaya udang dan peruntukan lainnya serta hampir setiap musim hujan sering terjadi banjir sehingga budidaya bandeng dengan tambak terkena imbasnya. Banjir mengakibatkan proses produksi terganggu,
tambak
tidak bisa diselamatkan, ikan-ikan terbawa arus air dari banjir sehingga
7
produktivitas bandeng menjadi menurun. Banjir juga mengakibatkan keadaan saluran irigasi menjadi buruk akibatnya saluran air yang berfungsi sebagai penyalur air tambak menjadi dangkal. Ketersediaan air untuk tambak menjadi berkurang bahkan mungkin bisa kekurangan air sehingga panen menjadi terganggu. Keadaan saluran irigasi di Kabupaten Bekasi bisa di lihat pada Tabel 4. Adanya masalah tersebut diperlukan alternatif diversifikasi pemanfaatan lahan untuk produksi bandeng.
Tabel 4. Keadaan Saluran Irigasi di Kabupaten Bekasi Panjang Saluran No
Keadaan
(Km)
Keterangan
1
Kondisi baik
192.452
25,35%
2
Kondisi rusak ringan
336.441
44,20%
3
Kondisi rusak berat
231.786
30,50%
Total
760.674
Sejak tahun 1980 belum ada normalisasi
Sumber : Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi, 2008
Upaya memanfaatkan sumber daya perikanan nusantara secara optimal ternyata masih menghadapi berbagai kendala, seperti masalah pendanaan (permodalan); teknologi penangkapan; budidaya (teknologi dan keterampilan); teknologi pengolahan; serta penyediaan armada kapal penangkapan ikan. Masalah lain yang diidentifikasi menghambat laju pertumbuhan produksi perikanan nasional adalah, masalah perizinan yang kurang efisien; pelayanan pelabuhan dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang dianggap mengakibatkan biaya tinggi; kurang terpadunya rencana tata ruang di wilayah laut dan pantai; masalah pencurian ikan; dan sebagainya5. Khusus untuk budidaya perikanan laut memang belum begitu populer, mengingat teknologi ini baru diperkenalkan pada awal tahun 1990-an. Di beberapa daerah, usaha pengembangan budidaya perikanan laut (terutama dengan karamba jaring apung) yang berorientasi ekspor telah berkembang dengan baik,
5
http://www.pustaka-deptan.go.id/Prospek Perikanan Laut [10 Februari 2009]
8
antara lain di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Pengembangan budidaya ikan bandeng dengan karamba jaring apung (KJA) menjadi alternatif untuk mengatasi kendala peningkatan produksi perikanan laut. Yang paling penting dengan pengembangan usaha ini adalah, bahwa harga jual produksi dari tahun ke tahun semakin baik dan sangat prospektif. Selain itu dengan teknologi budidaya keramba ini, produksi ikan dapat dipasarkan dalam keadaan hidup, dimana untuk pasaran ekspor ikan hidup nilainya lebih mahal hingga mencapai 10 kali lipat dari pada ekspor ikan fresh. Berbeda dengan produksi ikan laut dengan sistem tangkapan lainnya, dimana tujuan mendapatkan hasil ikan dalam keadaan hidup dan tidak cacat/rusak, sangat sulit dicapai. Bandeng relatif tahan terhadap kondisi berjejal dan responsif terhadap pakan buatan (pelet). Dengan demikian, ikan tersebut memiliki keunggulan komparatif dan strategis sebagai komoditas andalan di masa mendatang, baik untuk ikan konsumsi maupun umpan perikanan tuna. Disamping itu produksinya sangat rendah karena untuk ikan jenis tertentu khususnya ikanikan dasar seperti ikan kerapu, ikan kakap, dan ikan dasar lainnya yang memiliki pasar potensial, penangkapan-nya harus menggunakan kail sehingga produksinya menjadi terbatas, karena harus dikail satu per satu. Tidak seperti ikan permukaan misalnya kembung, cakalang, komu, sejenis sardin, dan sebagainya yang hidupnya bergerombol, sehingga mudah ditangkap dengan jaring dalam jumlah besar. Ditinjau dari sisi pemasaran, peluang pengembangan usaha agribisnis perikanan masih sangat terbuka, oleh karena laju pertumbuhan produksi perikanan dunia yang masih didominasi oleh perikanan laut dan telah menunjukkan trend yang baik, terutama dengan semakin meningkatnya konsumsi dunia sejalan dengan bertambahnya penduduk dunia serta peningkatan pendapatan. Sementara itu produksi perikanan dari negara-negara maju mengalami penurunan, sehingga kian membuka peluang bagi kelompok negara-negara berkembang terutama Indonesia untuk meningkatkan produksi. Pertimbangan lain adalah, bahwa usaha karamba jaring apung ini dapat dikembangkan hampir di sebagian besar wilayah pantai di tanah air, asalkan
9
memenuhi persyaratan teknis seperti keadaan gelombang dan angin yang tidak terlalu keras, bebas polusi, serta aspek teknis lainnya. Hasil identifikasi yang telah dilakukan terhadap wilayah pesisir dan laut, bahwa lahan yang potensial untuk kegiatan budidaya laut diperkirakan mencapai 1,9 juta ha. Dari potensi tersebut yang layak untuk budidaya ikan adalah 369.500 ha dan tersebar di beberapa provinsi di Indonesia, dari luasan tersebut dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung seluas 1 persen atau 3.695 ha.6 Jawa Barat memiliki potensi sumber daya perairan umum yang cukup besar. Hal ini terlihat dengan keberadaan potensi-potensi perairan seperti sungai yang panjangnya mencapai 13.600 Km, rawa seluas 2.544 Ha, danau/situ seluas 4.757 Ha dan kelautan seluas 400 Ha. Sementara Kabupaten Bekasi memiliki potensi bentang pantai sepanjang 72 Km. Dalam pemanfatannya, waduk dan laut dijadikan untuk kegiatan budidaya ikan di Keramba Jaring Apung (KJA).Untuk mewujudkan harapan tersebut, diperlukan teknologi yang efektif dan efisien, yang secara teknis dapat dilakukan, secara ekonomis menguntungkan, dan dalam penerapannya
dapat
diterima
oleh
petani-nelayan.
Diharapkan
melalui
pengembangan produksi bandeng di KJA, permintaan akan bandeng yang terus meningkat dapat terpenuhi dan dapat membuka lapangan kerja baru bagi nelayan tradisional. Usaha budidaya ikan bandeng dengan KJA merupakan usaha yang bergerak di bidang agribisnis, dimana dalam pengelolaan usahanya sangat tergantung
kepada
alam
atau
lingkungan.
Perubahan
lingkungan
bisa
mempengaruhi produksi ikan bandeng, sehingga akan berdampak pada penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional pada usaha yang akan dijalankan. Adanya penyakit maupun tingkat kematian yang cukup tinggi sebesar 20 persen bisa menyebabkan kenaikan biaya ataupun penurunan harga baik input dipasarkan
pendapatan. Fluktuasi
budidaya ikan bandeng maupun harga output yang akan
bisa juga berdampak terhadap biaya dan pendapatan. Masalah-
masalah tersebut menyebabkan perlu dilakukan analisis mengenai kepekaan usaha budidaya ikan bandeng dengan KJA terhadap perubahan biaya atau manfaat, serta
6
ibid, hal 9
10
dengan mempertimbangkan potensi-potensi dan permasalahan yang ada, penelitian ini penting untuk dilakukan agar tidak terjadi kerugian. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian, sebagai berikut : 1. Apakah usaha pembudidayaan ikan bandeng dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) di Kecamatam Muara Gembong, Kabupaten Bekasi layak untuk dilaksanakan? 2. Bagaimana kepekaan kelayakan usaha terhadap perubahan komponen biaya dan manfaat dalam melakukan usaha pembudidayaan ikan bandeng dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) di Kecamatam Muara Gembong, Kabupaten Bekasi?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah: 1. Menganalisis tingkat kelayakan usaha pembudidayaan ikan bandeng dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) di Kecamatam Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. 2. Melakukan analisis tingkat sensitivitas kelayakan usaha dalam mengelola usaha pembudidayaan ikan bandeng dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) di Kecamatam Muara Gembong, Kabupaten Bekasi.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi, baik petani maupun pihak lain yang terkait mengenai alternatif pembudidayaan perikanan laut, khususnya budidaya ikan bandeng, sehingga yang selama ini di Kecamatam Muara Gembong hanya menggunakan sistem budidaya ikan bandeng menggunakan tambak bisa memilih alternatif baru yaitu dengan menggunakan keramba jaring apung. Bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi untuk pemberdayaan masyarakat pesisir sehingga diharapkan bisa mengembangkan usaha kecil,
11
khususnya pada sub-sektor perikanan yang sesuai dan layak untuk dibiayai dengan kredit perbankan yang secara langsung akan bisa mendorong pengembangan usaha perikanan yang modern dan terpadu sebagai komoditas penghasil devisa. Penelitian ini juga sejalan dengan program kerja Dinas Peternakan,
Perikanan
dan
Kelautan
Kabupaten
Bekasi,
yaitu
dengan
merencanakan proyek usaha pembudidayaan ikan bandeng dengan sistem keramba jaring apung pada tahun 2010, sehingga diharapkan penelitian ini bisa memberikan informasi ataupun sebagai bahan rujukan bagi pelaksanaan proyek tersebut. Penelitian ini juga diharapkan bisa berguna bagi para pengusaha/ investor sehingga mengharapkan para investor (usaha besar) untuk dapat mengembangkan usaha dengan pola kemitraan yang saling menunjang dan saling menguntungkan. Petani maupun masyarakat bisa meningkatkan pendapatan bahkan kesejahteraan mereka.
12