s
I. Keamanan Pangan (Food Safety) II.HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
III. Sistem Manajemen Keamanan Pangan & Rencana HACCP Industri Jasa Boga Reza Fadhilla, S.TP, M.Si
s
I.Keamanan Pangan (Food Safety)
Keamanan Pangan
Keamanan pangan: Kondisi atau upaya untuk menyediakan pangan yang bebas atau terkendali dari bahaya (hazard) biologis, kimia, dan benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia (UU No 7 1996 tentang Pangan).
Bahaya dalam pangan bisa berasal dari bahan baku, air, peralatan, lingkungan termasuk hewan di sekitar sarana produksi, dan manusia
HACCP: Suatu pendekatan ilmiah yang digunakan untuk mengelola bahaya keamanan pangan untuk menghasilkan pangan yang aman.
ISO 22000: Standar internasional yang menggambarkan kebutuhan dari suatu sistem manajemen keamanan pangan (gabungan dari beberapa standar)
Bahaya (Hazard) Mikrobiologi, Kimia, & Fisik
Chemical Hazards
MicroBiological Hazards
Physical Hazards
Mycotoxins Natural toxins (mushroom, shellfish) Pesticides Fertilizers Antibiotics Hormones Heavy metal Emerging Chemicals (acrylamide, benzene)
Prion Viruses: hepatitis Bacteria Protozoa Parasites Mold Yeast
Glass Wood Stone Metal Plastic Personal stuff Bones
Keracunan Pangan di Indonesia Jan-Sept 2004, 73 KLB 3734 orang
*BPOM,tidak
dipublikasikan
Faktor Penyebab Keracunan Pangan Potensi Bahaya
Suhu penyimpanan yang tidak tepat Higiene pekerja Peralatan yang tercemar Pemasakan yang kurang Bahan baku dari sumber tercemar Lainnya
Persentase 37% 19% 16% 11% 6% 11%
Penggolongan Bakteri Berdasarkan Suhu Pertumbuhan Bakteri psikrofilik (Psychrophiles) Rentang suhu pertumbuhan 5–16C, [P. aeruginosa, S. aureus, Arthrobacter,
Psychrobacter, Halomonas, Flavobacterium, Psychrophilum, Hyphomonas, Yersinia enterocolitica, Vibrio parahaemolyticus, Listeria monocytogenes]
Bakteri mesofilik (Mesophiles) Rentang suhu pertumbuhan 20–40C, [E. coli, Bacillus cereus, Salmonella]
Bakteri termofilik (Thermophiles) Rentang suhu pertumbuhan 40–60C, optimum 30–55C [B.stearothermophilus, C. thermosaccharolyticum, C. botulinum]
Temperature Danger Zone(5-60C)
Penggolongan Bakteri Berdasarkan Respirasi 1. Bakteri Aerob Bakteri tumbuh baik bila ada oksigen (Micrrococcus, Nitrosococcus)
2. Bakteri Anaerob Bakteri tidak menggunakan oksigen bebas untuk tumbuh (Strep. lactis)
3. Bakteri Aerob Obligat Bakteri mutlak membutuhkan oksigen untuk tumbuh (Nitrobacter, aeromonas, Hydrogenomonas)
4. Bakteri Anaerob Obligat Bakteri yang hanya hidup dalam suasana tanpa oksigen (C. botulinum)
5. Bakteri Anaerob Fakulatif Bakteri hidup dengan atau tanpa oksigen (E. coli, Salmonella, Pseudomonas, dan Shigella)
Penggolongan Bakteri Berdasarkan Dinding Sel 1. Gram Positif
Lapisan peptidoglikan tebal pada dinding sel Tidak mempunyai membran luar (outer membran) Umumnya menghasilkan spora Rentan terhadap bahan pengawet Eksotoksin (toksin botulinum) [S. aureus dan B. cereus]
2. Gram Negatif Memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis pada dinding sel Mempunyai membran luar (outer membran) berfungsi sebagai barrier Memiliki porin pada membran luar, bersifat selektif semipermeabel terhadap senyawa asing (non nutrisi) Resisten terhadap bahan pengawet Endotoksin (Lipopolisakarida) disekresikan ketika lisis [E. coli, P. aeruginosa, dan S. Typhimurium] Tidak menghasilkan spora
Dinding Sel
Kapang (Mold) & Kamir (Yeast)
Kapang adalah suatu mikroorganisme berfilamen (miselium), yang secara kasat mata terlihat berserabut seperti kapas
Kamir termasuk organisme bersel tunggal dalam kelompok Fungi. Kerusakan karena kamir ditandai munculnya bau asam, bau alkohol, dan lendir [Zygosaccharomyces bailii, Brettanomyces, Saccharomyces cerevisiae]
Sel Kapang
Sel Kamir
Koliform sebagai Bakteri Indikator Sanitasi
Koliform (fekal): suatu kelompok bakteri heterogen, berbentuk batang, Gram negatif, flagella, non-spora, aerob dan anaerob fakultatif, fermentasi laktosa menghasilkan asam, hidrogen dan gas CO2
Koliform umumnya merupakan bakteri yang hidup pada usus manusia. Adanya koliform pada air menunjukan bahwa air tercemar feses dan mungkin patogen
Keberadaan koliform merupakan indikasi dari kondisi sanitasi yang tidak memadai.
Jenis koliform: Escherichia coli, Citrobacter, Enterobacter, Klebsiella dan Serratia.
Kontaminasi Patogen Pada Bahan Pangan No
Jenis Pangan
Strain Patogen
Sumber Kontaminasi & Outbreak
1
Daging (Beef)
E. coli O157:H7 (EHEC), S. Typhimurium, Listeria monocytogenes, Campylobacter jejuni, C. coli
Mikroflora alami saluran cerna, Pemotongan, feses, transportasi karkas, tidak rantai dingin
2
Susu (raw milk)
S. aureus, L. monocytogenes , E. coli , Mycobacterium paratuberculosis, Clostridium spores , Bacillus spores
Lingkungan kandang (penyebab mastitis), kesalahan prosedur pemerahan, tangki penyimpanan kotor, tidak rantai dingin,
Cheese, fermented Dairy Product
EHEC, S. Enteritidis ,
L. monocytogenes
Bahan baku susu mentah, pasteurisasi tidak tepat,
Ice cream
S. Enteritidis
Telur, susu
Butter
L. monocytogenes
Outbreak kontaminasi silang di dapur rumah sakit
Infant milk
Enterobacter sakazakii
Lingkungan
Mayonnaise, salad dressings
S. Enteritidis, E. coli O157:H7, L. monocytogenes, S. aureus
Lingkungan dapur, bahan baku
3
No 4
5
Jenis Pangan Unggas (ayam)
Telur
Strain Patogen
Sumber Kontaminasi & Outbreak
C. jejuni , S. enterica
Mikroflora alami saluran cerna
L. monocytogenes
Kontaminasi pangan ready-to-eat berbasis daging unggas
S. Typhimurium,S. Enteritidis
Mikroflora alami telur
L. monocytogenes
Lingkungan
6
Ikan & Kerangkerangan
Clostridium botulinum, Listeria, Pseudomonas, V. cholerae, V. parahaemolyticus, Bacillus, Lactobacillus,
Mikroflora alami (tergantung suhu hidup ikan)
7
Buah & Sayuran
L. monocytogenes, C. botulinum, Bacillus cereus, Salmonella, E. coli O157:H7, V. cholerae, S. aureus,
Air dan tanah
Hepatitis A 8
Serealia
Aspergillus flavus, B. cereus, C. botulinum, C. perfringens, E. coli, Salmonella, S. aureus
Penyimpanan tidak tepat (kelembaban tinggi)
Tingkat Bahaya (Severity) Patogen Pangan Bahaya Tinggi
Salmonella enteritidis Salmonella typhi Salmonella paratyphi Eschericia coli Clostridium botulinum tipe A, B, E dan F Shigella dysentriae Trichinella spiralis Brucella melitensis Brucella suis Vibrio cholerae 01 Vibrio vulnificus Taenia Solium
Bahaya Sedang
Listeria monocytogenes Salmonella spp Shigella spp Campylobacter jejuni Enterovirulen Escherichia coli (EEC) Streptococcus pyogenes Rotavirus Norwalk virus Group Entamoeba histolytica Diphyllocothrium latum Ascaris lumbricoides Cryptosporidium parvum Hepatitis A Hepatitis E
Bahaya Rendah
Bacillus cereus Taenia saginata Clostridium perfringens Staphylococcus aureus
Proses Termal (65-121C)
Proses termal: Metode penting dalam pengolahan pangan untuk mempertahankan mutu dari aktivitas mikroba dan enzim dengan pemanasan.
Kategori proses termal: Blansir, Pasteurisasi, dan Sterilisasi Komersial.
Blansir
Blansir: Perlakuan awal sebelum sterilisasi terutama pada buah & sayuran
Buah dan sayuran mengandung enzim penurunan mutu: lipoksigenase, polifenolase, poligalakturonase, dan klorofilase.
2 metode blansir [90-95C, 3 menit]:
Air panas (hot water blanching) Uap panas (hot air blanching)
Hot water blanching of fruit
Pasteurisasi
P Pasteurisasi: Pemanasan suhu rendah untuk mengurangi populasi patogen (sel), pembentuk toksin, dan pembusuk.
Patogen target: Mycobacterium tuberculosis (TBC), Salmonella (tifus), Shigella dysenteriae (disentri), S. aureus. Pembusuk non-spora: Pseudomonas, Lactobacillus, Micrococcus, Aerobacter.
Berdasarkan kombinasi suhu & waktu, pasteurisasi dibagi 3 tipe:
Tipe pasteurisasi Low Temperature Long Time (LTLT) High Temperature Short Time (HTST) Flash Pasteurization
Suhu & waktu 62,8–65,6C ; 30 menit 73C ; 15 detik 85-95C ; 2–3 detik
P
Sterilisasi Komersial (121,1C, 15’)
Sterilisasi komersial: Pemanasan tinggi, diaplikasikan pada industri, untuk mematikan mikroba pembusuk & patogen sampai level aman.
Ditujukan terhadap produk berasam rendah (pH>4,5) [rentan kontaminasi]
Sebagian spora bakteri mungkin tahan sterilisasi, tetapi bersifat dorman
Patogen target: bakteri termofilik dan pembentuk spora: Bacillus, C.
botulinum, Micrococcus, Enterococcus, Bacillus
Autoclave for sterilization
Pendinginan & Pembekuan Refrigerasi: Proses pemindahan panas dari bahan pangan sehingga suhu internal lebih rendah dari suhu lingkungannya (penyimpanan dingin).
Karakteristik refrigerasi: Suhu -2 sampai 10C, pertumbuhan mikroba diperlambat, mikroba psikrofilik survive, spora dorman
Pembekuan: Proses pemindahan panas dari bahan disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat (penyimpanan beku)
Karakteristik pembekuan: Suhu -18C atau lebih rendah, pertumbuhan mikroba inaktif, spora bakteri/kapang survive dorman
Target utama: Produk mudah rusak/Perishable food (ikan, daging, unggas, buah dan sayuran) agar tahan beberapa hari–bulan tergantung metode.
Kerusakan Dingin Produk Buah Suhu terendah yang aman (C)
Kerusakan yang terjadi jika disimpan pada suhu antara 0 C dan suhu terendah yang aman
Apel
2,2 – 3,3
Pencoklatan bagian dalam, bagian tengah coklat, lembek, dan lepuh
alpukat
4,4 – 7,2
Daging buah coklat kehitaman
Pisang
11,7 – 13,3
Jeruk besar
10
Mangga
10 – 12,8
Komoditi
Warna jelek jika matang Lepuh, lubang cacat, benyek Kulit lepuh, kehitam-hitaman, pematangan tidak merata
Semangka
4,4
Lubang cacat, busuk pada permukaan
Pepaya
7,2
Lubang cacat, gagal matang, citarasa menyimpang, busuk
Nanas
7,2 – 10
Warna hijau jelek jika matang
Tomat (matang)
7,2 – 10
Pelunakan, benyek dan busuk
Tomat hijau
12,8
Warna jelek jika matang dan busuk
Thawing (10-15C) Thawing: Kelanjutan dari proses freezing, mengembalikan bahan dari fase padat menjadi bentuk semula (fase cair). [Daging beku dikembalikan keempukannya]
2 macam thawing: Rapid thawing: Menggunakan aliran udara hangat untuk meningkatkan suhu Slowly thawing: Membungkus bahan dengan plastik dan dialiri air Thawing tidak boleh dilakukan lebih dari 2 jam karena mikroba yang semula dalam bentuk dorman dapat menjadi sel vegetatif
Thawing
Kasus Keracunan Jasa Boga 1 E. coli O157:H7 pada hamburger di restoran waralaba menyebabkan diare berdarah, gagal ginjal, gangguan otak* - Beef (frozen) dibuat dari daging giling dipanggang pada suhu sesuai SOP. - Alat tidak berfungsi baik, digital menunjukkan suhu tercapai padahal tidak. - Beef (frozen) tercemar E.coli O157:H7, undercooked, burger ukuran “jumbo” - E. coli O157:H7 sering ditemukan pada daging sapi, tahan pembekuan meski tidak tahan panas
Bakteri ini juga menyebabkan keracunan melalui selada iris, bayam, sayur ready-to-eat
*Tuttle et al, 1999.Epidemiol. Infect.122 185-192
Kasus Keracunan Jasa Boga 2 L. monocytogenes pada salad kubis (coleslaw) menyebabkan listeriosis & keguguran pada ibu hamil* - Salad dibuat dengan mencampur kubis dan mayonais dan disimpan dalam refrigerator. - Kubis terkontaminasi L. monocytogenes. - Penyimpanan suhu refrigerasi justru mendukung pertumbuhan L. monocytogenes, karena bakteri bersifat psikrofilik.
L. monocytogenes juga menyebabkan listeriosis melalui soft cheese, susu pasteurisasi
*Schlech et al, 1983. N. Engl. J. Med. 308: 203-206
Kasus Keracunan Jasa Boga 3 S. aureus pada pastry menyebabkan keracunan stafilokoki* - Terbuat dari susu, telur, lemak, dan pati diolah terpisah lalu diisikan secara manual ke dalam bakery dan display produk pada suhu ruang - Pengisian secara manual menyebabkan S. aureus dari pekerja pindah ke pastry, tumbuh dan membentuk toksin selama display. - S. aureus sering ditemukan pada pekerja, membentuk toksin tahan panas pada suhu ruang
Di Indonesia S. aureus juga menyebabkan keracunan melalui nasi rames, nasi uduk, ikan tongkol, dll
*Bryan et al., 1976. J. Milk Food Technol. 39:289-296
Kasus Keracunan Jasa Boga 4 C. botulinum pada potato salad yang dibuat dari “baked potato” menyebabkan botulism (kelumpuhan syaraf)* - Kentang dibungkus rapat dalam alumunium foil, dipanggang dibiarkan dalam suhu ruang dan dipotong potong. - Untuk salad, disimpan dalam refrigerator sampai dikonsumsi. - C. botulinum ada di bahan baku, membentuk spora selama pemanggangan bergerminasi dan membentuk toksin - C. botulinum lazim ditemukan pada sayur, pemanggangan dan kondisi anaerob (tanpa oksigen) memicu germinasinya
C. botulinum juga sering mengkontaminasi tumis bawang, cacahan bawang putih kemasan botol
*Brent et al, 1995. J. Food Prot. 15:420-422
Kasus Keracunan Jasa Boga 5 C. perfringens pada corned beef yang diolah dalam skala besar* - Corned beef diolah (dididihkan 3 jam), dibiarkan dingin pada suhu ruang, lalu disimpan di refrigerator - Empat hari kemudian corned beef dipanaskan sampai suhu 48,8C (pukul 11.00) dan digunakan membuat sandwich, disajikan dan dikonsumsi sore - C. perfringens ada di bahan baku, membentuk spora selama pemanasan, bergerminasi selama penurunan suhu yang lambat (jumlah makanan besar), reheating tidak cukup, tumbuh lagi setelah reheating dan disimpan dalam bentuk sandwich - C. perfringens lazim ditemukan pada daging, pendinginan lambat memicu germinasinya dan penyimpanan suhu ruang mendukung pertumbuhannya - Karena gejala penyakit relatif ringan maka mungkin sering tidak terdokumentasikan
*CDC, 1994. Morb. Mortal. Wkly. Rep. 43: 137-144
s
II.HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Introduction
HACCP: Suatu pendekatan ilmiah yang digunakan untuk mengelola bahaya keamanan pangan untuk menghasilkan pangan yang aman.
HACCP diadopsi bertujuan: Untuk mengelola keamanan pangan, setelah dilakukannya CPPB/GMP (Cara Produksi Pangan yang Baik/Good Manufacturing Practices), dan SSOP (Standar Sanitation Operating Procedures).
Di Indonesia konsep HACCP diadopsi: Badan Standariasi Nasional (BSN), Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Industri, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Bukan Sistem yang berdiri sendiri, harus didampingi dengan:
Good Manufacturing Practices (GMP) Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Program Persyaratan dasar lain: training, program penarikan produk, pengendalian aktivitas pemasok, program pelayanan dan pemeliharaan.
Sistem Manajemen Mutu & Keamanan Pangan
HACCP Hazard Analysis Critical Control Point SSOP (Standar Sanitation Operating Procedures)
GMP/CPPB (Good Manufacturing Practices/ Cara Produksi Pangan yang Baik)
GMP (Good Manufacturing Practices)
GMP/CPPB: Memberikan pedoman persyaratan fasilitas, peralatan, pekerja, dan pengendalian proses yang harus dipenuhi industri pangan.
GMP/CPPB: Terdiri dari beberapa persyaratan dasar yang wajib dipenuhi suatu perusahaan a. Persyaratan pekerja Mencakup persyaratan (kebijakan) untuk pegawai tentang pengendalian penyakit, menjaga kebersihan, dan pelatihan. b. Persyaratan bangunan dan fasilitas Mencakup persyaratan tentang lokasi, disain dan tata letak, sanitasi bangunan serta fasilitas sanitasi.
c. Persyaratan peralatan Mencakup persyaratan tentang konstruksi, disain dan tata letak, sanitasi, dan fasilitas sanitasi d. Persyaratan pengendalian proses Mencakup persyaratan/ketentuan tentang pengendalian bahan baku dan proses, penyimpanan, transport, dan distribusi, pengendalian hama, penanganan limbah.
Kebiasaan Pekerja yang Harus Dikendalikan
SSOP (Standar Sanitation Operating Procedures)
8 aspek SSOP yang harus dibuat prosedurnya: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Keamanan air Kebersihan permukaan yang kontak pangan Fasilitas sanitasi Pencegah kontaminasi silang Pencegah penipuan (adulteration) Pelabelan senyawa toksik Kesehatan pekerja Pengendalian hama
SSOP: Merupakan dokumen untuk tiap-tiap aspek yang berisi:
Kebijakan dari prosedur (tahapan yang diperlukan) Kebijakan rujukan yang digunakan Tindakan koreksi yang dilakukan jika ada penyimpangan File dokumentasi
12 Langkah HACCP
7 Prinsip HACCP PRINSIP 1: Melaksanakan analisa bahaya PRINSIP 2: Menetapkan Titik Kontrol Kritis (CCP) PRINSIP 3: Menetapkan batas kritis (CL) PRINSIP 4: Mengembangkan sistem monitoring untuk mengendalikan CCP
PRINSIP 5: Menetapkan tindakan koreksi ketika batas kritis terlampaui PRINSIP 6: Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP berjalan secara efektif PRINSIP 7: Mengembangkan dokumentasi dan rekaman.
Dalam implementasinya, ke-7 prinsip HACCP diaplikasikan dalam setiap tahap penanganan dan pengolahan yang disusun ke dalam suatu dokumen Rencana HACCP (HACCP Plan).
Rencana HACCP bersifat spesifik untuk tiap produk (tiap lini produksi)
Prinsip 1: Analisis Bahaya Kegiatan dalam Analisis Bahaya:
1.Identifikasi bahaya Semua bahaya (mikrobiologi, kimia, fisik) yang berpotensi dalam proses pengolahan harus diidentifikasi TIM HACCP harus mempunyai kompetensi keahlian masing-masing
2.Identifikasi sumber bahaya Setelah semua bahaya diidentifikasi (diperoleh daftar bahaya) TIM HACCP lalu mengkaji darimana asal bahaya tersebut?
o Apakah masuk ke pengolahan bersama bahan baku? o Mencemari selama penerimaan dan penanganan? o Pengolahan atau distribusi?
o Kontaminasi silang? o Dll
s
3.Penetapan tindakan pencegahan/pengendalian s Untuk tingkat bahaya yang diperkirakan akan terjadi harus ditetapkan tindakan pengendalian sampai dapat dikatakan aman Contoh: Bahaya Salmonella dapat dikendalikan dengan pasteurisasi Spora C. botulinum dapat dihambat germinasinya jika pH < 4,5, Aw<0,85 Industri pengolahan jagung: Dapat meminta agar semua jagung yang masuk harus memenuhi kadar aflatoksin tertentu Industri kacang tanah: Aflatoksin pada kacang tanah dapat dikurangi dengan sortasi warna dan suhu pemanggangan.
s bahaya 4.Penetapan resiko/signifikansi Kajian resiko semua bahaya dilakukan secara kualitatif/semikuantitatif menggunakan pendekatan ilmiah Caranya: menggunakan matriks peluang dan keparahan, dikategorikan ke dalam golongan rendah, sedang, dan tinggi [Atau dikonversi dalam angka (10, 100, 1000,..] Bahaya dengan peluang dan keparahan tinggi (memiliki angka tinggi) dan digolongkan menjadi resiko tinggi (signifikan)
s
Contoh:
Telur mentah memiliki peluang tinggi mengandung Salmonella non tifoid (h)
Salmonella non tifoid menyebabkan penyakit, tapi tidak parah dan tidak menyebar dengan cepat (M)
Maka diperoleh kombinasi (hM**), sehingga keberadaan Salmonella pada telur mentah memiliki resiko tinggi (signifikan)
TIM HACCP akan menetapkan, bahwa hanya resiko tinggi saja yang akan dilanjutkan dalam tahap kedua (Penetapan CCP)! Tabel Matriks Penetapan Resiko/Signifikasi Bahaya Keparahan
Rendah (L)
Sedang (M)
Tinggi (H)
rendah (l)
lL*
lM
lH
sedang (m)
mL
mM
mH**
tinggi (h)
hL
hM**
Hh**
Peluang
(*) bahaya tidak signifikan, resiko rendah (**) bahaya sifnifikan, resiko tinggi
Prinsip 2: Penetapan CCP (Critical Control Point)
CCP: Suatu titik/prosedur dalam tahap pengolahan pangan yang dapat menghasilkan produk yang membahayakan kesehatan, jika tidak dikendalikan dengan tepat.
Penetapan CCP dilakukan melalui pendekatan logis dan ilmiah dengan mengamati bahan baku, karakteristik produk, dan penggunaan produk.
Untuk mempermudah penetapan CCP dibuat suatu Diagram keputusan (P1-P4)
Pada setiap tahap proses pengolahan yang memiliki bahaya signifikan, TIM HACCP memberikan pertanyaan (P1-P4) secara berurutan: Untuk mengkonfirmasi tahap yang mengandung bahaya, harus dibuat cara pengendaliannya (P1), Jika pengendalian tidak diperlukan maka tahap ini bukan CCP. Sebaliknya, jika tindakan pengendalian diperlukan tapi belum dibuat maka TIM HACCP harus merancang tahap prosesnya! CCP (P2) Apabila dengan (P2) tidak ditetapkan sebagai CCP, maka masih ada (P3) dan (P4) yang harus ditanyakan. Hasil CCP akan ditabulasi ke dalam tabel
Diagram Keputusan Penetapan CCP P1: untuk setiap tahap proses yang mengandung bahaya signifikan, Apakah sudah ada tindakan pengendaliannya?
YA
Tahap proses harus dimodifikasi
s apakah pengendalian pada Tahap ini penting untuk Keamanan pangan?
TIDAK
P2: apakah tahap ini dirancang khusus untuk bisa menurunkan bahaya sampai ke tingkat aman? YA
YA TIDAK BUKAN CCP
TIDAK
CCP P3: apakah ada kemungkinan bahaya atau kontaminasi yang terjadi pada tahap ini meningkat sampai ke tingkat yang tidak dapat diterima? YA
TIDAK BUKAN CCP
P4: apakah ada kegiatan atau proses di tahap setelah ini yang dapat menghilangkan bahaya tersebut? YA BUKAN CCP
TIDAK CCP
Prinsip 3: Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)
CL/Batas kritis: Satu/lebih parameter yang harus dipenuhi untuk tiap CCP.
Batas tersebut memisahkan antara apa yang dianggap aman dengan yang tidak aman, berdasarkan bahaya mikrobiologi, kimia, dan fisik.
Batas kritis harus dipilih, yaitu yang dapat diukur/diobservasi dengan cepat dan mudah. Batas kimia (derajat keasaman/pH, residu klorin, residu antibiotik) Batas fisik (suhu, waktu, kecepatan, laju aliran) Batas mikrobiologi: umumnya tidak digunakan, kecuali tersedia uji cepat Tahap Proses
Parameter CL yang sesuai untuk HACCP
Parameter CL yang tidak sesuai untuk HACCP
Pemanasan dalam retort (sterilisasi)
Berat kaleng, Jumlah kaleng, Suhu pemanasan, Waktu pemanasan
C. botulinum
Pemanggangan hamburger
Ketebalan burger, Suhu, Waktu
E. coli O157:H7
Desinfeksi air (dalam watertreatment)
Residu klorin
Salmonella
negatif
negatif negatif
Prinsip 4: Monitoring
Monitoring: Seperangkat pengamatan terjadwal yang diimplementasikan pada CCP untuk menjamin bahwa batas kritisnya terpenuhi.
Dalam Rencana HACCP, CL, dari suatu CCP adalah apa yang dipantau dan siapa yang ditugaskan untuk memantau.
5 komponen kunci monitoring: What (apa), How (bagaimana), When (kapan), Who (siapa), Where (tempat).
Kegiatan Monitoring adalah “on‐line”
Contoh: Pemantauan suhu retort dapat dilakukan setiap 1 jam atau 4 jam Pemantauan tiap 1 jam memberi kendali lebih baik dibanding 4 jam, namun biaya operasi lebih mahal Bila saat pemantauan diperoleh hasil menyimpang, maka pada pemantauan per 1 jam hanya ada produk selama 1 jam tersebut yang diberi tindakan koreksi! Bila per 4 jam, maka produk yang harus dikoreksi lebih banyak
Prinsip 5: Tindakan Koreksi
Apabila saat monitoring ditemukan bahwa CL tidak terpenuhi, maka perlu direncanakan tindakan koreksi.
2 macam tindakan koreksi: Tindakan Segera (correction) dan Tindakan Pencegahan Penyimpangan (deviation control)
Tindakan segera: Penghentian proses Isolasi produk yang mengalami kehilangan kendali karena tidak terpenuhinya CL
Tindakan pencegahan penyimpangan: Penugasan yang jelas tentang siapa yang bertanggungjawab terhadap eksekusi tindakan koreksi Pemeriksaan terhadap penyimpanan CL termasuk investigasi penyimpangan Pengujian produk yang diisolasi
s Contoh: Industri Susu Pasteurisasi [Suhu pasteurisasi tidak tercapai 72C]
Tindakan koreksi yang dilakukan: a. Penghentian produksi b. Melapor ke manajer c. Menahan produk yang dihasilkan ketika suhu tidak tercapai
Tindakan pencegahan penyimpangan: a. Perbaikan alat b. Pengujian produk yang ditahan c. Tindakan pada produk (proses ulang, pemanfaatan untuk tujuan lain, pemanfaatan untuk konsumen yang berbeda, atau pemusnahan) d. Menugaskan orang yang bertanggungjawab
Prinsip 6: Verifikasi
Verifikasi: Kegiatan yang dilakukan untuk menjamin terlaksananya Rencana HACCP, antara lain: 1. Mengendalikan keamanan pangan secara efektif 2. Telah disusun sesuai dengan ke-7 prinsip yang ada 3. Telah diimplementasikan sesuai Rencana HACCP yang disusun
Untuk menjamin Rencana HACCP dilakukan: Pengujian produk Kalibrasi alat Review hasil pemantauan Audit
Audit: Evaluasi sistematis, dilakukan mandiri untuk menetapkan bahwa suatu prosedur telah diimplementasikan secara efektif sesuai prosedur
Prinsip 7: Penetapan Dokumentasi
Dokumentasi: Pencatatan rekaman kegiatan penyusunan Rencana HACCP dan implementasinya
Mencakup: Rencana Rekaman Dokumen Dokumen
HACCP yang telah disusun dan semua dokumen pendukungnya hasil monitoring tindakan koreksi prosedur verifikasi
Dokumentasi umumnya dibuat pada suatu buku (log book)
12 Langkah Penyusunan Rencana HACCP
Dalam implementasinya, ke-7 prinsip HACCP diaplikasikan dalam setiap tahap penanganan dan pengolahan yang disusun ke dalam suatu dokumen Rencana HACCP (HACCP Plan)
Rencana HACCP bersifat spesifik untuk tiap produk (tiap lini produksi)
Langkah 1. Penyusunan TIM HACCP
Umumnya TIM HACCP terdiri dari 5-6 orang, dengan latar belakang pendidikan berbeda-beda (multi disiplin)
Meliputi: Ahli Teknologi pangan, Mikrobiologi, Kimia, Mesin, Sanitasi rekayasa proses, keamanan pangan, bioteknologi,
Ketua tim haruslah orang yang berpengalaman dan pernah mengikuti pelatihan HACCP
TIM HACCP bertugas: Melakukan pengumpulan data dan informasi untuk aplikasi prinsip HACCP, untuk kemudian menyusunnya menjadi suatu draft Rencana HACCP Tim harus dapat menjalankan tugas masing-masing dan bekerja sama
Langkah 2. Deskripsi Produk
Deskripsi produk mencakup: semua karakteristik produk yang berkaitan dengan parameter mutu dan keamanannya
Data-data yang diperlukan TIM HACCP
Nama produk Teknologi pengolahan Teknologi pengawetan Bahan baku Ingridien/BTP yang ditambahkan Kadar air Aktivitas air (Aw)
pH Jenis pengemas Cara penanganan dan distribusi produk Pelabelan Instruksi penyajian Pelabelan khusus (klaim)
Langkah 3. Penetapan Penggunaan Produk
Deskripsi penggunaan produk mencakup gambaran tentang bagaimana produk akan dikonsumsi.
Contoh: Suatu produk pangan ada yang langsung dimakan/diminum, namun ada juga yang harus dipanaskan/dimasak dahulu.
Informasi lain: Siapa yang akan mengkonsumsi/konsumen target Kelompok rentan (bayi, balita, kaum lanjut usia, wanita hamil, orang sakit, orang dengan imunitas rendah, terinfeksi virus HIV)
Langkah 4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Diagram alir menggambarkan seluruh rangkaian proses, dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir didistribusikan
Diagram alir juga mencakup tindakan penahanan (holding) serta pengolahan ulang terhadap produk
Harus diverifikasi oleh TIM HACCP
Langkah 5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Verifikasi diagram alir dilakukan oleh TIM HACCP dengan langsung turun ke lapangan untuk mencek apakah sesuai dengan draft blue print
Dilakukan dengan: observasi dan interview terhadap operator/pelaksana
Bila terdapat perbedaan, maka diagram alir yang tersusun harus disesuaikan
s
III.Sistem Manajemen Keamanan Pangan dan Rencana HACCP Untuk Industri Jasa Boga
Industri Jasa Boga
Industri jasa boga mencakup: Restoran, kantin, katering, pengadaan makanan di rumah sakit.
Karakteristik industri jasa boga: 1. Jenis pangan yang diproduksi dan disajikan sangat banyak 2. Bahan baku yang digunakan juga sangat banyak dan beragam 3. Umumnya disajikan dalam rentang waktu yang singkat dan dikonsumsi segera setelah dimasak. 4. Pengujian produk tidak mungkin (feasible) karena waktu antara produksi dan konsumsi relatif singkat
Jenis pangan dikelompokkan menjadi 3 tipe (kelompok pangan 1, 2, dan 3) [3 Jenis Diagram Alir] berdasarkan frekuensi zona bahaya (Danger zone)
Framework of Food Safety Management in Food Service Industry
• Time
HACCP
Temperature control • (sensitive) Ingredients control
• safe water and ice • clean and sanitary utensils
• calibrated and operational equipment • clean and sanitary premises • personal hygiene
Good Hygienic Practices (GHP)
Sistem Manajemen Keamanan Industri Jasa Boga Good Hygienic Practices & Process Control
Good Hygienic Practices (GHP)
Basis dalam Sistem Manajemen Keamanan Pangan
GHP adalah pedoman praktek saniter:
Air yang aman Lingkungan yang bersih Bangunan bertata letak baik, tidak beracun, bersih, mudah dibersihkan Peralatan berfungsi, tidak beracun, bersih dan mudah dibersihkan Pekerja mengerti pentingnya kebersihan dan program sanitasi
Diwujudkan dalam bentuk SOP, SSOP, instruksi kerja, training
Di-verifikasi dengan pengujian air, environmental testing (udara, alat) cek peralatan berkala, cek kesehatan pekerja rutin berkala
Process Control
s
Pengendalian Sensitive ingredients, menjamin ingridien sesuai spesifikasi dan tujuan penggunaan
HACCP plan berbasiskan 3 Diagram Alir (3 Tipe Jenis Pangan) Mengendalikan tahapan proses Menjamin proses inaktivasi yang tepat
Sensitive Ingredients
Karena bahan baku yang diolah banyak, maka perlu dikenali ingredien yang seringkali ditemukan terkontaminasi bahaya mikrobiologi, kimia, dan fisik
Informasi bisa diperoleh dari pustaka, data keracunan (KLB), data suplaier, hasil analisis, data suplaier,
Sangat penting: meng-establish track record suplaiers, adanya jaminan suplaier, dan audit suplaier serta pengujian ingridien secara berkala (jika diperlukan)
Microbiologically Sensitive Ingredients Susu bubuk, coklat bubuk, kelapa kering, rempah bubuk, telur cair, karkas ayam, daging, telur mentah, susu mentah, udang
Salmonella
Keju lunak, keju dari susu mentah, RTE processed meat, sayur
L. monocytogenes
Makanan kaleng (ikan, kacang, sayur),
C. botulinum
Tepung, pati, gula
Clostrididium dan Bacillus
s
Ingredients Sensitive for Chemical Hazards Jagung, kacang tanah
Aflatoxin
Karkas ayam, daging, telur mentah
residu hormon
Susu mentah atau olahan
residu antibiotika
Susu bubuk
melamin
Kacang tanah, seafoods, terigu,susu,
alergen
Ikan, seafood
Histamin,tetrodotoxin
Ingredients Sensitive for Physical Hazards Jagung, kacang tanah, kedelai, beras, tempe
batu, kerikil, serangga, kutu
Sayur mentah
Serutan kayu
Garam, gula
batu, kerikil
Susu mentah
Rumput
Kategori Resiko Produk Olahan Produk-Produk Kategori I (Resiko Tinggi) 1
Produk-produk yang mengandung ikan, daging, telur, sayur, serealia dan/atau ingridien susu yang perlu direfrigerasi
2
Daging, ikan mentah dan produk-produk olahan susu
3
Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau di atasnya yang disterilisasi dalam wadah yang ditutup secara hermetis
Produk-Produk Kategori II (Resiko Sedang) 1
Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau serealia dan atau ingridien atau penggantinya, dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi hygiene makanan
2
Sandwich dan kue pies daging untuk konsumsi segar
3
Produk-produk berbasis lemak [coklat, margarin, spreads, mayones]
Produk-Produk Kategori III (Resiko Rendah) 1
Produk asam (nilai pH di bawah 4,6) [pikel, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah, dan minuman asam]
2
Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas
3
Selai (jam), marmelade, dan conserves
4
Produk-produk konfeksioneri berbasis gula
5
Minyak dan lemak makan
Critical Proses Pengolahan Makanan di RS
1. Pengadaan bahan pangan (Raw materials)
Adalah bahan makanan mentah, hendaknya dipilih yang berkualitas baik
Bahan makanan yang dipilih sebelum diterima harus dilakukan pemeriksaan, penelitian, pencatatan, pengambilan keputusan dan pelaporan spesifikasi bahan makanan.
2. Penyimpanan bahan pangan
6
Penyimpanan bahan pangan sangat penting, karena tidak semua bahan pangan dapat langsung diolah.
Gudang untuk bahan pangan kering dan lemari pendingin untuk bahan makanan basah, [penyimpanan harus diatur dan disusun dengan baik]
Faktor utama dalam penyimpanan adalah suhu, lamanya, jenis penyimpanan yang disimpan, dan kepadatan ruangan penyimpanan. a. Bahan pangan kering (biji-bijian, buah, buah kering, bumbu) dapat disimpan pada suhu kamar dan tertutup b. Bahan pangan agak mudah rusak (umbi-umbian, buah berkulit keras), disimpan pada tempat sejuk lO-15C [lemari es]. c. Bahan pangan mudah rusak (daging, telur, ayam, ikan, susu), harus disimpan pada suhu dingin/beku O-lOC [freezer] d. Dalam penyimpanan diterapkan prinsip FIFO (First in First Out). e. Bahan pangan yang akan disimpan harus dalam keadaan baik dan segar
Makanan (olahan) yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan pada suhu -5 sampai -1C.
Makanan mudah rusak disimpan pada suhu 60C atau 4C. [diluar danger zone]
3. Pengolahan makanan
6
Beberapa aspek yang harus diperhatikan: pekerja, mencuci tangan, pakaian, perhiasan, penutup rambut, dan kebiasaan buruk (menutup batuk dengan tangan, garuk-garuk, mencet jerawat, dan lain-lain) merupakan tindakan tidak higiene.
Umumnya bahan makanan telah terkontaminasi bakteri saat sampai ditempat pengolahan makanan.
Keberadaan patogen pangan dapat dieliminasi dengan pencucian, desinfektan, dan pemanasan.
4. Penyajian Makanan
Cara penyajian makanan menggunakan kereta dorong khusus dan melalui jalur tertentu agar terhindar dari kontaminasi.
Tata sehat yaitu menyajikan dengan suhu 60C untuk makanan panas dan 4C untuk makan dingin.
Menyusun HACCP Plan 1. Menyusun TIM HACCP
s
7. Menentukan CCP
Prinsip 2
2. Mendeskripsikan produk
8. Menetapkan Batas Kritis untuk Setiap CCP
3. Identifikasi Penggunaan produk
9. Menetapkan Sistem Monitoring untuk setiap CCP
Prinsip 3
Prinsip 4 4 Menyusun Diagram Alir
5. Melakukan Verifikasi Diagram Alir di tempat
10. Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi
Prinsip 5 11. Menetapkan prosedur Verifikasi
6. Mendaftar semua Bahaya Potensial Melakukan Analisis Bahaya Menentukan Tindakan Pengendalian
Prinsip 1
Prinsip 6 12. Menetapkan Cara Penyimpanan Catatan dan Dokumentasi
Prinsip 7
HACCP Plan Untuk Pangan Industri Jasa Boga
Menggunakan pendekatan 3 Jenis Diagram Alir
Pengelompokan produk pangan menjadi 3 tipe pangan/3 Jenis Diagram Alir dimaksudkan untuk menyederhanakan penyusunan Rencana HACCP (karena besar kemungkinan 1 tipe pangan memiliki tindakan koreksi yang sama
Karakteristik HACCP Jasa Boga: Langkah 2-5: Produk dikelompokkan berdasar diagram alir Langkah 6 (Prinsip 1): Analisis bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan frekuensi produk melewati danger zone Langkah 7 (Prinsip 2): CCP umumnya berupa penerimaan, persiapan (thawing, sortasi, pencucian), pemasakan, reheating, penyajian, dll
Langkah 8 (Prinsip 3): CL umumnya berupa kombinasi suhu dan waktu
Jenis Pangan Industri Jasa Boga Kelompok Pangan 1
Mencakup jenis pangan yang tidak mengalami pemanasan
Contoh: Sushi, sashimi, salad, irisan daging, irisan keju, salad tuna, karedok, buah potong, rujak buah.
Karena tidak mengalami pemanasan, bahan baku kelompok pangan 1 harus memenuhi syarat mutu yang baik!.
Tahap proses meliputi: Penerimaan bahan baku (receive)
Penyimpanan bahan baku (store)
Penyiapan (prepare)
Penyimpanan produk (hold)
Diagram alir Kelompok Pangan 1
Penyajian produk (serve)
Kelompok Pangan 2
a
Kelompok pangan yang mengalami proses pemanasan, diolah dan disajikan pada hari yang sama
Contoh: Nasi goreng, nasi uduk, ayam goreng, ikan bakar, hamburger, telur dadar, sate ayam, opor ayam, dll
Karena ada pengolahan, yang menjadi titik kritis/CCP dan harus dikendalikan, yaitu suhu-waktu pemanasan, sanitasi pekerja, dan kontaminasi silang.
Tahap proses meliputi:
Penerimaan bahan baku (receive) Penyimpanan bahan baku (store) Penyiapan (prepare) Pemasakan (cook) Penyimpanan produk (hold)
Diagram alir Kelompok Pangan 2
Penyajian produk (serve)
Kelompok Pangan 3
a
Kelompok pangan yang mengalami proses pemanasan, pendinginan, pemanasan kembali, dan penyimpanan pada suhu tinggi (65C)
Contoh: Sup,kuah daging, rendang, gudeg, opor ayam, dll.
Titik kritis yang harus dikendalikan, yaitu suhu-waktu pemanasan, sanitasi pekerja, suhu pendinginan, waktu penyimpanan sementara.
Tahap proses meliputi: Pemanasan kembali (reheat) Penerimaan bahan baku (receive) Penyimpanan panas (hot hold)
Penyimpanan bahan baku (store) Penyajian produk (serve) Penyiapan (prepare) Pemasakan (cook) Pendinginan produk (cool)
Diagram alir Kelompok Pangan 3
Analisis Bahaya
Dilakukan dengan asumsi bahwa bahaya mikrobiologi adalah bahaya yang paling berperan untuk mutu dan keamanan pangan ready to eat.
Untuk bahaya kimia dan fisik telah ditangani dengan baik saat penerimaan bahan baku.
Analisis bahaya diperhitungkan dengan membagi produk berdasarkan frekuensi suatu produk melewati danger zone (suhu 5-60C) [frekuensi tinggi pangan tipe 1 dan 3] [Gambar 1]
Gambar 1
Tindakan Pencegahan Kelompok Pangan 1
Bahan baku tidak mengandung mikroba (mikroflora dan patogen) dalam jumlah yang mendekati kerusakan atau membahayakan kesehatan
Penyimpanan dingin harus berjalan dengan baik untuk mempertahankan jumlah mikroba tetap rendah (total aerobic count, kapang, dan kamir).
Kelompok Pangan 2
Menjamin bahan baku agar tidak mengandung mikroba berlebih. Khususnya pembentuk spora
Menjamin proses pemanasan yang dirancang tercapai/terpenuhi
Menjamin tidak terjadi kontaminasi ulang pasca pemanasan, segera lakukan penyimpanan suhu 60C (mencegah germinasi spora)
n Kelompok Pangan 3
Adalah pangan yang lebih kompleks, karena mengalami pemanasan 2x dan penyimpanan dingin
Suhu penyimpanan dingin dikendalikan
Suhu dan waktu pemanasan dan pemanasan ulang harus tercapai
Tidak terjadi kontaminasi ulang pasca pemanasan
Cermati terhadap produk yang sering disimpan pada “danger zone”
Produsen penyuplai bahan baku memiliki reputasi yang baik
Waspadai penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai BTP.
Simulasi Penyusunan Rencana HACCP Industri Jasa Boga Produksi Rendang Daging di Restoran Sari Sedap 1.Penyusunan Tim HACCP No
Nama
Keahlian (Bagian)
Status dalam Tim
1.
Fery Salim
Sanitasi
Ketua
2.
Sri Mulyati
Pembelian
Anggota
3.
Erwin
Chef
Anggota
4.
Dede
Servicing
Anggota
2.Deskripsi Produk
P
Nama Produk
Rendang daging
Bahan baku
Rendang sapi, rempah-rempah
Aw
0,2
pH
6,8
Teknologi pengolahan
Penggorengan
Teknologi pengawetan
Penggorengan
Kemasan primer
Tidak dikemas, disajikan langsung di atas piring
Kemasan sekunder
-
Suhu penyimpanan
Suhu kamar (24-30C)
Transportasi
Truk
Penyajian/display di retail
Suhu kamar
3.Penetapan Penggunaan Produk Dikonsumsi anak-anak 5 tahun-lanjut usia (60-65)
4.Penyusunan Diagram Alir Proses
P
Penerimaan daging
Penyimpanan
Penyiapan (pencucian, pemotongan, pencampuran bumbu dan santan)
Penerimaan kelapa
Penyiapan (pemarutan, penambahan air)
Santan
Penerimaan rempah (bawang, cabe, kunyit, lengkuas, jahe, sereh, daun salam, lada)
Penyiapan (pencucian dan penggilingan
Bumbu
Pemasakan 100C 4 jam Penyimpanan suhu ruang
Penyajian
Gambar 2. Diagram alir Produksi rendang daging Pemasakan kembali
5.Verifikasi Diagram Alir Proses P
Tim HACCP melakukan verifikasi di tempat dengan mewawancarai bagian pembelian, juru masak, penyaji, dan sebagainya [Gambar 2]
6.Analisis Bahaya
Berdasarkan [Gambar 2] tim HACCP melakukan analisis bahaya
Tindakan meliputi: identifikasi semua bahaya, menetapkan sumber bahaya, menetapkan tindakan pencegahan, dan menetapkan resiko atau signifikansi bahaya yang teridentifikasi
Analisis bahaya ditempuh dengan: diskusi, gagasan, kajian pustaka, konsultasi dengan pakar, pemasok, dsb.
6a.Identifikasi Bahaya
Tim HACCP mengidentifikasi bahaya biologi, fisik, dan atau kimia yang mungkin terdapat pada tahapan produksi [Gambar 2]
6b.Identifikasi Sumber Bahaya
Setelah semua bahaya teridentifikasi dan diperoleh daftar bahaya. Tim HACCP lalu mengkaji dari mana sumber bahaya tersebut
Tabel Identifikasi bahaya dan tindakan pengendalian Tahap Proses Penerimaan daging
Jenis Bahaya
P
Sumber Bahaya
Tindakan Pengendalian
Residu hormon antibiotik (K)
Perlakuan di peternak
Memastikan pemasok yang baik
Salmonella (B)
Kontaminasi selama pemotongan, penanganan
Jaminan pemasok, suhu penerimaan 5C
Penerimaan kelapa
Salmonella (B)
Kontaminasi transportasi
Jaminan pemasok
Penerimaan bahan bumbu
Salmonella (B)
Kontaminasi panen, penanganan, transport
Jaminan pemasok
Kerikil, ranting, tanah (F)
Idem
Sortasi, pencucian
Pertumbuhan Salmonella, patogen lain, mikroba pembusuk (B)
Alami atau kontaminan pada bahan baku
Penyimpanan suhu rendah 5C (daging, kelapa), RH 80% (bahan bumbu)
Penyimpanan (storage)
(B) = Biologi;
(K) = Kimia;
(F) = Fisik
Tahap Proses Penyiapan
Jenis Bahaya
Salmonella dan S. aureus (B)
P
Sumber Bahaya
Tindakan Pengendalian
Pekerja
Sanitasi pekerja, cuci tangan
Air
Hanya menggunakan air bersih
Talenan, pisau, blender
Memastikan pemanasan yang cukup
Pemasakan
Patogen berspora bertahan (B)
Pemanasan tidak mencukupi
Memastikan pemanasan yang cukup
Penyimpanan (holding)
Spora bergerminasi (B)
Pendinginan yang lambat
Memastikan pendinginan cepat
Penyimpanan pada suhu ruang terlalu lama
Memastikan tidak terjadi penyimpanan terlalu lama pada suhu ruang
Pemasakan kembali
Patogen bertahan (B)
Kurang pemanasan
Pemanasan kembali yang cukup
Penyajian
Salmonella, S. aureus (B)
Pekerja, alat makan
Sanitasi pekerja, alat makan, cuci tangan
6c.Penetapan Resiko/Signifikansi
P
Tim HACCP menetapkan apakah bahaya-bahaya fisik, kimia, atau mikrobiologi yang sudah diidentifikasi memiliki resiko tinggi (sering terjadi dan parah akibatnya jika terjadi), atau resiko sedang atau rendah (jarang terjadi dan akibatnya juga tidak parah jika terjadi) Tahap Proses
P
K
Risiko
Residu hormon antibiotik (K)
m
M
TS
Daging dibeli dari pemasok terpecaya, dilakukan audit RPH
Salmonella (B)
h
M
S
Prevalensi Salmonella dalam daging tinggi
Penerimaan kelapa
Salmonella (B)
l
m
TS
Prevalensi Salmonella dalam daging rendah
Penerimaan bahan bumbu
Spora(B)
m
M
S
Pemasok tepercaya: spora dalam bumbu rendah
Kerikil, ranting, tanah (F)
h
M
TS
Sortasi dan pencucian efektif
Penerimaan daging
Jenis Bahaya
Justifikasi
P = peluang, K = keparahan, R = resiko, L = l = rendah, M = m = sedang, H = h = tinggi, S = signifikan, TS = tidak signifikan
Tahap Proses
Jenis Bahaya
P
Pl
K
Risiko
Justifikasi
M
TS
Penyimpanan suhu rendah 5C dan RH rendah
Penyimpanan (storage)
Pertumbuhan Salmonella, patogen lain, mikroba pembusuk (B)
Penyiapan
Salmonella dan S. aureus (B)
l
M
TS
SSOP water treatment unit
Pemasakan
Patogen berspora bertahan (B)
m
H
S
Kurang pemasakan dapat menyebabkan spora tertinggal
Penyimpanan (holding)
Spora bergerminasi (B)
h
H
S
Spora bisa bergerminasi jika pendinginan lambat
Pemasakan kembali
Patogen bertahan (B)
h
H
S
Patogen bertahan jika pemanasan kurang
Penyajian
Salmonella, S. aureus (B)
l
M
TS
Penyajian yang singkat tidak mendukung pertumbuhan
P = peluang, K = keparahan, R = resiko, L = l = rendah, M = m = sedang, H = h = tinggi, S = signifikan, TS = tidak signifikan
7.Penetapan CCP (Critical Control Point)
P
Tim HACCP membuat daftar tahap proses yang mengandung bahaya dengan risiko yang tinggi atau signifikan untuk dikaji apakah merupakan suatu CCP atau tidak. Tahap Proses
Bahaya
P1
P2
P3
P4
CCP
Penerimaan daging
Salmonella
Y
T
Y
Y
Bukan
Penerimaan bumbu
Spora
Y
T
Y
Y
Bukan
Pemasakan
Bakteri pembentuk spora
Y
Y
-
-
CCP
Penyimpanan (holding)
Spora bergerminasi
Y
T
Y
T
CCP
Pemasakan kembali
Patogen bertahan
Y
T
-
-
CCP
P1-P4: pertanyaan 1-4, Y = Ya, T = Tidak
Penetapan CCP
P Penerimaan kelapa
Penerimaan daging
Penyimpanan
Penyiapan (pemarutan, penambahan air)
Penyiapan (pencucian, pemotongan, pencampuran bumbu dan santan)
Pemasakan 100C 4 jam
Santan
Penyiapan (pencucian dan penggilingan
Bumbu
CCP1
Penyimpanan suhu ruang
Penyajian
CCP2 Pemasakan kembali
Penerimaan rempah (bawang, cabe, kunyit, lengkuas, jahe, sereh, daun salam, lada)
CCP3
Gambar 2. Diagram alir Produksi rendang daging
8.Penetapan CL (Critical Limit)
P
Untuk tiap-tiap CCP yang ditetapkan, Tim HACCP harus menetapkan CL atau batas kritis.
Batas kritis adalah kriteria kritis untuk tindakan pengendalian yang sudah direncanakan.
Berdasarkan analisis bahaya dan penetapan CCP, ditentukan 3 jenis CL
Tahap Proses
Bahaya Risiko Tinggi
CCP
CL
Pemasakan
Bakteri pembentuk spora
CCP1
100C, 4 jam
Penyimpanan (holding)
Spora bergerminasi
CCP2
Tidak lebih dari 2 jam pada suhu ruang atau 24 jam pada 5C
Pemasakan kembali
Patogen bertahan
CCP3
100C, 30 menit
9.Penetapan Prosedur Monitoring
P
Berdasarkan hasil penetapan CCP dan CL, tim HACPP menetapkan prosedur monitoring (pemantauan) untuk memastikan bahwa CL selalu tercapai.
Prosedur monitoring mencakup: apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana monitoring yang akan dilakukan. Monitoring Tahap Proses
Pemasakan
Penyimpanan (holding)
Pemasakan kembali
CL
Apa
Siapa
Bagaimana
Dimana
Kapan
100C, 4 jam
Suhu, waktu
Juru masak
Mengukur suhu
Dapur
Setiap memasak
2 jam (suhu ruang)
Waktu
Pelayan
Mencatat waktu
Meja penyajian
Tiap 2 jam
Mencatat waktu
Kulkas
Tiap 4 jam
Mencatat suhu
Kulkas
Tiap 4 jam
Mencatat waktu Mencatat suhu
Dapur
Setiap memanaskan kembali
24 jam ( 5C)
Suhu
Pelayan
100C, 30 menit
waktu suhu
Juru masak
10.Penetapan Tindakan Koreksi
P
Tim HACCP perlu menyiapkan suatu standar prosedur operasi yang akan dilakukan apabila pada saat monitoring ditemukan bahwa CL tidak tercapai.
Tindakan koreksi dapat berupa tindakan segera (correction) dan tindakan yang bersifat pencegahan (deviation control) Tahap Proses
Pemasakan
Monitoring CL
Apa
Siapa
Dimana
Kapan
100C, 4 jam
Suhu, waktu
Juru masak
Mengukur suhu
Dapur
2 jam (suhu ruang)
Waktu
Pelayan
Mencatat waktu
Meja Tiap 2 penyajian jam
Segera dipanaskan ulang 80C, 30-60 menit
Mencatat waktu
Kulkas
Tiap 4 jam
Mencatat suhu
Kulkas
Tiap 4 jam
Segera dipanaskan ulang 80C, 30-60 menit
Mencatat waktu Mencatat suhu
Dapur
Setiap
Penyimpanan (holding)
Pemasakan kembali
Bagaimana
Tindakan koreksi
24 jam ( 5C)
Suhu
Pelayan
100C, 30 menit
waktu suhu
Juru masak
Setiap memasak
Menambah waktu pemanasan 1 jam
Menambah waktu memanaskan pemasakan kembali 1 jam
11.Verifikasi
P Tim HACCP lalu menetapkan prosedur verifikasi untuk menjamin bahwa rencana HACCP tersebut telah disusun sesuai dengan ke-7 Prinsip HACCP.
Tindakan verifikasi meliputi: pengujian, kalibrasi alat, dsb Tahap Proses
Pemasakan
Monitoring CL
Apa
Siapa
Dimana
Kapan
Verifikasi
100C, 4 jam
Suhu, waktu
Juru masak
Mengukur suhu
Dapur
Setiap memasak
Menambah waktu pemanasan 1 jam
Kalibrasi termometer
2 jam (suhu ruang)
Waktu
Pelayan
Mencatat waktu
Meja penyajian
Tiap 2 jam
Segera dipanaskan ulang 80C, 30-60 menit
Kalibrasi timer
Mencatat waktu
Kulkas
Tiap 4 jam
Kalibrasi timer
Mencatat suhu
Kulkas
Tiap 4 jam
Segera dipanaskan ulang 80C, 30-60 menit
Mencatat waktu Mencatat suhu
Dapur
Setiap memanaskan kembali
Menambah waktu pemasakan 1 jam
Kalibrasi termometer
Penyimpanan (holding) 24jam ( 5C)
Pemasakan kembali
Bagaimana
Tindakan koreksi
100C, 30 menit
Suhu
Pelayan
waktu suhu
Juru masak
12.Dokumentasi
Tim HACCP menyusun suatu perencanaan dokumen yang dianggap perlu untuk P dapat mengimplementasikan HACCP di Restoran Sari Sedap
Dokumen mencakup: Dokumen Rencana HACCP dan semua dokumen pendukung, dokumen rekaman hasil monitoring, dokumen tindakan koreksi, dan dokumen prosedur verifikasi Tahap Proses
Pemasakan
Penyimpanan (holding)
Pemasakan kembali
Monitoring CL
Apa
Siapa
100C, 4 jam
Suhu, waktu
Juru masak
Mengukur suhu
Dapur
2 jam (suhu ruang)
Waktu
Pelaya n
Mencatat waktu
24jam ( 5C) 100C, 30 menit
Suhu
Pelaya n
waktu suhu
Juru masak
Bagaimana
Dimana
Kapan
Tindakan koreksi
Verifikasi
Dokumentasi
Setiap memasak
Menambah waktu pemanasan 1 jam
Kalibrasi termometer
Log book
Meja penyajian
Tiap 2 jam
Segera dipanaskan ulang 80C, 30-60 menit
Kalibrasi timer
Log book
Mencatat waktu
Kulkas
Tiap 4 jam
Kalibrasi timer
Log book
Mencatat suhu
Kulkas
Tiap 4 jam
Segera dipanaskan ulang 80C, 30-60 menit
Mencatat waktu Mencatat suhu
Dapur
Setiap memanask an kembali
Menambah waktu pemasakan 1 jam
Kalibrasi termometer
Log book
pemasakan
Waktu penyimpanan
Waktu penyimpanan
suhu pemasakan ulang
s
Terima Kasih