~ r ·I-'~"'~I·
Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Lingkungan Indonesia
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENJEJAK CO2 VERTIKAL DAN PENGUKURANNY A VIA WAHANA BALON Chunaeni Latief, Asif AI, dan Gun Gun Gunawan
179-186
STUDI IKLIM DAN LINGKUNGAN BERBASIS SIMULASI KOMPUTER Dadang Subama
187-196
SIMULASI TRA YEKTORI POLUTAN DARI KEBAKARAN HUT AN DENGAN THE AIR POLLUTION MODEL (TAPM- V3.J) BERDASARKAN DATA HOTSPOT DARI NOAA-18 DI PROVo RIAU- SUMATERA lis Sofiati
197-207
SIMULASl MODEL DINAMIK UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN TERP ADU DAN BERKELANJUT AN STUDI KASUS DI KOT A METROPOLITAN MAKASAR Kholil
209-226
TEKNOLOGI PENGENDALIAN
PENCEMARAN LINGKUNGAN
PENGARUH AGEN DEKOMPOSER TERHADAP KUALITAS HASIL PENGOMPOSAN SAMP AH ORGANIK RUMAH TANGGA Endah Sulistyawati, Nusa Mashita, dan Devi N.Choesin
227-236
PEMlSAHAN PLASTIK BEKAS KEMASAN JENIS POLYETHYLENE TEREPHLATE, POLYSTYRENE, DAN ACRYLONITRILE BUTADIENE STYRENE UNTUK DAUR ULANG MENGGUNAKAN PROSES JIG SEPARATION DALAM SKALA LAB ORA TORIUM Lina Apriyanti, Tri Padmi, dan Benno Rahardyan
237-248
PERANCANGAN INSlNERATOR BERGERAK PEMUSNAH NARKOBA SKALA 4,5 KG PER BATCH Muryanto, Joko Waluyo, dan Edi Iswanto Wiloso
249-260
LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI GAMMA TERESTRlAL Dl LOKASl TAPAK PLTN MURIA, JEPARA DAN SEKITARNYA JAWA TENGAH Heni Susiati
261-267
PENYEBARAN PMl 0 Dl KOT A BANDUNG SECARA DIFUSl Toni Samiaji, lvonne Radjawane, Wandito, dan Sri Hartati
269-275
IX
Simulasi Model Dinamik (Kholil)
SIMULASI MODEL DINAMIK UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN TERPADU DAN BERKELANJUTAN STUDI KASUS DI KOTA METROPOLITAN MAKASAR DYNAMIC SIMULATION MODEL FOR DEVELOPING INTEGRA TED AND SUSTAINABLE SETTLEMENT (CASE STUDY IN MAKASAR METROPOLITAN CITY) Kholil Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Sahid - Jakarta Jalan Supomo Jakarta Email:
[email protected]
Abstrak: Makasar merupakan gerbang bagi Indonesia Timur. Meningkatnya jumlah penduduk di kota ini telah mengakibatkan tumbuhnya permukiman-permukiman baru disertai dengan peningkatan infrastruktur kota, yang berdampak negatif seperti meningkatnya sampah dan menurunnya daya dukung lingkungan. Kajian ini untuk membuat model permukiman terpadu dengan sistem model dinamik, yang sesuai dengan pembangunan kota dan tuntutan masyarakat dengan 3 indikator utama yakni memiliki nilai (valuable), layak huni (leaveable) dan berkelanjutan (sustainabll) dibidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Skenario pengembangan model ini didasarkan pada variabel-variabel dominan yang terkait dengan pembangunan permukiman berkelanjutan. Kata kunci: model, simulasi, sistem dinamik, valuable, leaveable, dan sustainable.
Abstract: Maksar is a gate for east Indonesia. The increase of population in this city causing both the growing of setlement center and improvement of infrastructures, has emerged negative impact such as the increase of waste, and decresing of environmetal support. The research attempts to develop integrated setlemnet model appropriate with city development and public aspiration through dynamic model system approach based on 3 indicators: valuable, leavable and sustainable in economic, social and environment. Scenarios of this model based on various dominant variables which related to development of sustainable setlement. Keywords: model, simulation, system dynamic, valuable, leaveable, and sustainable.
LATAR BELAKANG Secara geografis kota Makasar yang terletak pada posisi 119° 18'27,97"- 190° 32'31,03" BT, dan 05° 30'3"- 05° 14'49" dengan luas 175,77 km2 merupakan kota yang sangat strategis bagi Indonesia Timur. Pola penggunaan lahan di Kota Makasar didominasi oleh Perumahan (40.1 %), kemudian secara berurut adalah Pertanian (16.11 %), daerah hijau (10.6 %), jalan (8.09 %), fasilitas umum (7.45 %), perkantoran dan jasa (5.44 %), daerah terbuka (4.72 %), industri (3.87 %), perkebunan (3.5 %), perdagangan (2.50 %) dan lain-lain (7 %).
Jumlah penduduk di kota Makasar mengalami peningkatan yang sangat significan dari 1,112,688 (2000) menjadi 1,179,023 (2004), yang tersebar di 14 kecamatan dan 143 kelurahan, rata-rata pertumbuhan 1.64 %/tahun. Wilayah yang terbesar penduduknya adalah Kecamatan Tamalate 143,987 jiwa (12,21 %), kemudian disusul Kecamatan Rappocini 136,128 (11.55 %) dan Kecamatan Panakukang yang mencapai 129,240 jiwa (10.96 %). Mobilitas penduduk kota Makasar dengan daerah sekitarnya (hiter/and) menggunakan angkutan umum, angkutan pribadi dengan rata-rata pergerakan 5000 trip perhari. Pengembangan kota makasar dibagi menjadi tiga poras, yakni poras Utara yang terpusat di
209
Lingkungan Tropis, Edisi Khusus Agustus 2008: 209-226
kawasan Mamminasata yang menghubungkan kota utama Makasar, dan kota Maros, Poros Timur yang menghubungkan kota Utama Makasar dan kota Sungguminasa, dan Poros Selatan yang menghubungkan kota Makasar dengan kota Takalar. Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun menyebabkan peningkatan kepadatannya, rata-rata tingkat kepadatan penduduk tahun 2004 mencapai 6.700 jiwa/Km'. Wilayah yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan makasar yang mencapai 31,408 jiwa/Km', disusul kecamatan Mariso yang mencapai 28,724 jiwa/Km''. Sebaliknya wilayah yang terendah adalah Kecamatan Biringkanaya yang hanya 2,460 jiwa/km", dan disusul Kecamatan Tamalanrea 2,646 jiwa/km". Pada sisi lain peningkatan jumlah penduduk tersebut juga menimbulkan beberapa masalah, antara lain meningkatnya kebutuhan kebutuhan hunian, pangan, air minum, transportasi dan meningkatnya timbulan sampah. Seiring dengan peningkatan kebutuhan rumah dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, telah terjadi pengembangan pusat-pusat permukian yang diikuti oleh pembangunan pusat-pusat bisnis. Pembangunan pusat-pusat permukiman dan bisnis ini memberikan dampak negatif daya dukung lingkungan, seperti meningkatnya kebutuhan air, meningkatnya kebutuhan lahan yang berakibat pada penurunan Ruang Terbuka Hijau, dan meningkatnya kebutuhan sarana infrastruktur lainnya. Disamping itu juga akan berdampak pada peningkatan timbulan sampah, dan meningkatnya volume air limbah. Berdasarkan konsep keterpaduan dalam pembangunan permukiman, maka dalam pembangunan permukiman paling tidak ada keterkaitan dan keterpaduan dibidang infrastruktur, seperti pembangunan rumah tinggal, sarana transportasi, sarana penanganan sampah, sarana penanganan limbah cair dan drainase, dan sarana kegiatan bisnis (bussines centre). Dalam kenyataannya, keterpaduan dalam pembangunan sarana-sarana tersebut belumlah cukup untuk menjamin kenyamanan dan ketenangan penghuninya dalam masa-masa yang akan datang. Keberlanjutan dimas a yang akan datang sangat ditentukan oleh kualitas lingkungan dan kualitas lingkungan ditentukan oleh daya dukung lingkungan. Keberlanjutan (sustainabilitas) suatu permukiman terpadu ditentukan oleh 3 aspek, yakni ekonomi,social dan ekkologi (economically feasible, sociologically acceptable dan ecologically sustainable). Keberlannjjutan ekonomi memberikan arti bahwa kawasan permukiman tersebut harus mampu menyediakan tempat bagi aktivitas ekonomi bagi para penghuninya, seperti melalui pembangunan sentra-sentra bisnis dan perkantoran lainnya. J aminan social memberikan arti bahwa kawasan permukiman juga harus dapat menciptakan suasana yang harmonis, tidak ada konflik social antar penghuni. Pembangunan yang ada dalam kawasan permukiman harus mendorong terciptanya suasana hidup harmonis, baik dari aspek budaya, maupun status social. Sementara keberlajutan ekologi menjadi sangat penting untuk menjamin lingkungan permukiman yang sehat, dan nyaman dimasa yang akan datang. Untuk menjamin permukiman yang valuable, liveable dan sustainable, yang mampu mencipcatakan masyarakat yang harmonis, maka pengembangan permukiman harus memenuhi tiga- aspek yakni layak secara ekonomi, diterima secara sosial dan aman secara lingkungan. Dalam kenyataannya untuk membangun permukiman yang memenuhi ketiga syarat tersebut memerlukan keterlibatan multi stake holder yang sangat kompleks dan dinamis. Kompleksitas tersebut, menuntut upaya pengembangan permukiman yang memenuhi 3 aspek : valuable, liveable dan sustainable harus dilakukan secara holistik integratif, yang tidak hanya menekankan pada pendekatan teknis saja tetapi menyeluruh dengan sebuah pendekatan kesisteman (system approach). Untuk mengetahui trend perkembangan dan perubahan lingkungan permukiman yang akan terjadi kedepan, pengembangan simulasi model permukiman sangat membantu untuk mengidentifikasi variabel-varibel dominan yang menjadi leverage factor, sehingga kebijakan strategis yang perlu dilakukan dapat diantisipasi secara lebih dini
210
Simulasi Model Dinamik (Khalil)
PENGEMBANGAN SISTEM MODEL DINAMIK Sistem Model Dinamik merupakan subuah metodologi untuk mempelajari dan mengel ala sistem umpan balik yang compleks (Maani,K.E dan R.Y. Cavana, 2000). Ciri utama model dinamik menurut Manetch (1977) adalah adanya hubungan sebab akibat dan adanya umpan balik (feedback). Davidsen (1994) menyatakan, ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan model diamik, yaitu : (1) model harus dapat merepresentasikan kondisi dunia nyata (real world), dan (2) model dinamik hanya bersifat spesiifik untuk penyelesaian masalah tertentu. Secara umum ada 3 umpan balik dalam sistem model dinamik, yakni umpan balik positif (positive feedback), umpan balik negatif (negative feedback) dan gabungan keduanya. Melalui identifikasi umpan balik tersebut dapat dengan lebih melakukan upaya pengendalian dampak negatif perubahan satu variabel terhadap variabellainnya. Pengembangan model dinamik ini bertujuan untuk mengetahu pola-pola/trend perkembangan yang akan terjad pada kawasan permukiman akibat perubahan salah satu atau beberapa varabel. Disamping itu juga sekaligus untuk mengendalikan dan merancang perubahan-perubahan tersebut sesuai dengan keinginan kita. Prediksi perubahan pola-pola tersebut didasarkan pada hasil simulasi model yang dibangun berdasarkan system thinking. Maani dan R.Y. Canava (2000) menegaskan bahwa system thinking pada hakekatnya sebuah cara untuk membantu melihat "big picture" dan bukan "part of it". Dalam bahsa yang lebih sederhana dapat diilustrasikan cara untuk melihat "hutan" dan bukan "pohon". Pembangunan model dinamik kebijakan pembangunan permukiman terpadu ini mengikuti konsep yang dikembangkan oleh Robert (1992), Kim (1997) yang disempurnakan dengan konsep pengembangan system oleh Eriyatno (2000) dan Muhammadi (2003), menggunakan software toll POWERSIM . Secara garis besar tahapan pembangunan model dinamik kebijakan pembangunan permukiman terpadu ini sebagai gambar 1 :
ANALISIS SISTEM KONSEPTUALISASI K F DA I .A
SISTFM
DIAGRAM SEBAB AKIBAT Tp..u:;La.-
-e:: YA PENGEMBANGAN
VERIFlKASI DAN VAUDASI TDAK
Gambar 1. Tahap pengembangan model dinamik.
211
Lingkungan
Tropis, Edisi Khusus Agustus 2008: 209-226
Analisis system merupakan tahap untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah (cognitive map) dalam kaitannya dengan pengembangan kebijakan pembangunan pennukiman secara terpadu. Dalam tahap ini dilakukan pendalaman masalah-masalah yang terkait dengan pembangunan kebijakan pennukiman secara terpadu. System conceptualization adalah tahap yang sangat menentukan, bagaimana keterkaitan antar variable yang menentukan keterpaduan dalam pengembangan perrnukiman itu bisa di abstraksikan kedalam sebuah system, sehingga dapat diketahui hubungan keterkaitan antar variable tersebut dalam bentuk diagram sebab akibat (causal loop diagram). Keterpaduan dalam pembangunan perrnukiman harus dapat menjamin keberlanjutan di masa yang akan datang. Indikator keberlanjutan pennukiman harus mencakup 3 aspek yakni ekonomi, social dan ekologi. Verifikasi dan validasi akan melihat model dari aspek kecocokan dan kebenaran baik secara praktis maupun secara akademik. Apakah model sesuai dengan kondisi actual atau justru membentuk model yang salah (seldom model). Bagaimana model yang dikembangkan memang akan menjadi sebuah model perrnukiman yang akan datang. Pengujian validitas akan menggunakan konsep yang dikembangkan oleh Barlas (1996) dengan teknik AVE (average variance of error) .
KONSEPTUALISASI
PERMUKIMAN KE DALAM SISTEM
Peningkatan jumlah penduduk di suatu perrnukiman akan berdampak pada peningkatan kebutuhan bangunan rumah, yang berarti akan meningkatkan kepadatan penduduk. Pada sisi lain peningkatan jumlah penduduk juga akan mendorong peningkatan jumlah sarana jalan, transportasi, dan pusat-pusat bisnis untuk mendukung keberlanjutan ekonomi. Peningkatan pusat-pusat bisnis ini pada saat yang sarna akan menjadi factor pendorong (pull factor) bagi peningkatan jumlah penduduk melalui urbanisasi dari daerah lain, sehingga peningkatan aktifitas ekonomi juga akan menguatkan (reinforcing) bagi peningkatan jumlah penduduk. Dampak nyata akibat peningkatan jumlah bangunan rumah, dan pusat-pusat bisinis adalah penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah limbah (padat dan cair). Dalam waktu yang lama peningkatan limbah ini akan menjadi factor penekan (balancing factor). Berdasarkan hasil studi langan dan studi literature, ada beberapa pihak yang menjadi pemangku kepentingan (stake holder), dan beberapa factor yang saling terkait membentuk sebuah system kausalitas. Dengan menggunakan pendekatan cara berfikir kesisteman (system thinking), hubungan kausalitas antar stake holder tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Diagram sebab akibat diatasa menunjukkan bahwa, jumlah penduduk akan memberikan dampak bagi peningkatan jumlah bangunan rumah, kebutuhan sarana transportasi yang diukur dari jumlah panjang jalan (Km) dan jumlah kendaraan, dan jumlah bangunan bisinis dan perkantoran. Hubungan antar variable-variabel tersebut membentuk building blok reinforcing, yang saling menguatkan. Hal ini berarti semakin tinggi jumlah penduduk akan , semakin tinggi pula bangunan rumah, bangunan bisnis dan sarana transportasi. Sebaliknya meningkatnya bangunan bisnis, perkantoran, bangunan rumah serta sarana transportasi akan menjadi factor pendorong dan sekaligus factor penarik (pull factor and push factor) bagi masuknya pendatang baru di sutau perrnukiman.
212
Simulasi Model Dinamik (Khalil)
enduduk- =-~-
\
Pertambahan Sarana Transportasi
-----~-
penTk
Jumlah
ba~gu;:n
~
Kepadatan
_
Penduduk Pencemaran Ud\a
Limbah Pada
Kualita
""----
~Pencemaran
~gkUngan
~
Lingkungan
Gambar 2. Diagram hubungan sebab akibat pembangunan pennukiman secara terpadu dan berkelanjutan. Pada sisi lain, terlihat bahwa pertambahan jumlah penduduk, bangunan pus at bisinis, perkantoran dan bangunan rumah akan menyebabkan peningkatan limbah padat, sementara peningkatan sarana transportasi akan meningkatkan pencemaran udara. Dampak dari peningkatan limbah dan pencemaran udara adalah menurunnya kualitas lingkungan yang akan membentuk building block balancing dalam sebuah sebuah loop. Hal ini akan menjadi factor penekan bagi penduduk dan kenyamanan lingkungan. Dengan memperhatian keberlanjutan dan keterpaduan suatu pennukiman pada tiga aspek utama yakni keberlanjutan (sustainability dibidang ekonomi, social dan lingkungan), maka penuruanan lingkungan akan menjadi discontinuity dari pennukiman tersebut.
MODEL KEBIJAKAN TERPADU PEMBANGUNAN PERMUKIMAN Berdasarkan gambaran tentang hubungan kausalitas (gambar 2), dengan menggunakan soft ware toll POWERS 1M, maka model perkembangan kebijakan pennukiman secara terpadu dapat dilihat pada gambar 3. Model yang dikembangkan disini adalah model pennukiman untuk pembangunan pada kota metropolitan, dalam kasus ini diambil kota Makasar.
213
Lingkungan
Tropis, Edisi Khusus Agustus 2008: 209-226
asi tel
rm ga
p( ti FK8
Gambar
3. Model dinamik Pembangunan Pennukiman terpadu yang berkelanjutan.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pembangunan model adalah sebagi berikut : a. Pertambahan penduduk rata-rata/tahun 2 % b. Rata-rata luas setiap bangunan rumah adalah 100 meter persegi; c. Rata-rata luas bangunan bisnis 500 meter persegi; d. Setiap bangunan rumah dihuni 5 orang; e. Setai 20,000 orang dibangun satu bangunan bisnis. f. Rata-rata setiap orang menghasilkan 3 liter sampah/hari; g. Rata-rata setiap bangunan rumah menghasilkan 5 liter sampah/hari; h. Rata-rata setiap bangunan bisnis menghasilkan 15 liter sampah/hari. 1. Simulasi model dilakukan selama 20 tahun (mulai tahun 2006-2026). j. Skenario model: (1) rata-rata sampah/orang/hari 3 liter, (ii) rata-rata sampah /oranglhari = 3.5 liter.; (iii) ada intervensi pemerintah dalam bentuk peraturan dan partisipasi masyarakat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian dengan menggunakan AVE menunjukkan bahwa nilai AVE 9.05 %, dengan mebandingkan konsep yang dikembangkan oleh Barlas (1996), makan model dapat diterima secara akademik. Untuk menguji secara praktis dilapangan menggunakan uji Face Validity dengan menanyakan pada pakar.
214
Simulasi Model Dinamik (Khalil)
Pada simulasi terhadap perkembangan jumlah penduduk, menunjukkan bahwa dengan asumsi tingkat pertumbuhan 2 %, selama tahun simulasi 2006-2026 jumlah penduduk akan terus meningkat masih secara linier. Artinya selama 20 tahun ini luas kota Makasar yang mencapai 173 km2 masih mampu menampung kenaikan jumlah penduduk, seperti pada gambar 4. "......
0
1,500,000
z
4:
ct
0 '"-"
·1,400,000
I
5
1,300,000
=> J
1,200,000
2
2,0"1'0
2,015
2,020
2,025
TAHUN
Gambar 4. Perkembangan trend pertambahan penduduk kota Makasar. Peningkatan jumlah penduduk, memberikan dampak terhadap berbagai aspek. Terutama dari tingkat kepadatan penduduk yang juga terus meningkat. Seperti pada gambar 5. I
&
10,500
z
~ 10,000 CL
o ,--"" 9,500 9,000 8,500
2,010
2,015
2,020
2,025
TAHUN Gambar 5. Perkembangan tingkat kepadatan penduduk selama 20 tahun. Pada sisi lain peningkatan jumlah penduduk juga akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah bangunan rumah, yang pada periode simulasi juga menunjukkan linier, demikian juga peningkatan terhadap kebutuhan pusat-pusat bangunan bisnis dan sarana transportasi seperti gambar 6.
215
Lingkungan Tropis, Edisi Khusus Agustus 2008: 209-226
//
ZI llJ,
HW
Z:2 ' ]] 100 0[(
Z
<{ Ql
I-
Z ]
(J)
/,/
29],
~....--
.:
Z {
../// /
lro,
,//
~(J)
./'
210,
240,
J-140-
/
,
.:
Z[J) 150{zZ [J)
1])-
I-
J/
/
/-"'"'"
Z
J
--_/2,010
2,015
2,020
120-
..,.,,--.,-/
2,025
2,010
2,015
TMUN
2,020
2,025
TAHUN
Gambar 6. Trend peningkatan kebutuhan sarana Perurnahan dan pusat-pusat bisnis. Garnbar 6 rnenunjukkan bahwa jurnlah bangunan bisnis dan dan rurnah akan terus rneningkat. Darnpak lansung dari peningkataan bangunan ini adalah peningkatan lahan terpakai yang juga terus rneningkat. Peningkatan lahan terpakaai ini akan berhadapan dengan luas lahan wilayah yang rnenjadi pernbatas. Hasil simulasi rnenunjukkan bahwa peningkatan pemakaian lahan yang diwakilkan derigan FLT (Fraksi Lahan Terpakai) akan membentuk pola dasar (Archetype) Limit to growt yang ditandai dengan bentuk pola S-curve, yang ditandai dengan pertumbuhan yang cepat pada awalnya, dan kemudian pertumbuhan melambat menuju pada suatu keseirnbangan titik tertentu yakni menuju angka maksimum 100 %, seperti pada gambar 7.
z«~
I«
0.9
5(L
z55 0.8 WI(/)
0:: W (L
0.7 0.6 2,010
2,015
2,020
2,025
TAHUN
Gambar 7. Perkembangan trend kenaikan luas lahan terpakai (FLT). Dari sisi lingkungan, peningkatan jumlah penduduk, jumlah bangunan rumah, jumlah bangunan bisnis dan sarana transportasi memberikan dampak yang negative. Salah satu yang terlihat secara langsung adalah peningkatan jurnlah limbah padat dan pencemaran udara, yang akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan, yang pada akhimya akan berdampak pada tingkat kenyamanan penghuninya. Kondisi ini dalam jangka panjang akan menjadi factor pengharnbat bagi keberlangsungan permukirnan, dan membentuk pola dasar
216
Simulasi Model Dinamik (Khalil)
(Archetype) the tragedy of common, yang berarti jika tidak ada intervensi secara khusus pemerintah melalui kebijakan khusus seperti kebijakan penanggulangan limbah di sumber,· edukasi masyarakat dan koordinasi antar instansi, maka keberlanjutan pennukiman secara ekologi tidak bisa terjamin. Secara umum gambaran keterkaitan aspek terhadap keberlanjutan permukiman seperti pada gambar 8.
~ _ PENCEMARANLlNGI< i- KUALIT AS JINGK J_FLT
-4- PencUdara -S_KNYMN 2,010
2,0'15
2,020
2,025
TAHUN Gambar 8. Keterkaitan antar aspek keberlajutan pennukiman berdasarkan hasil simulasi. Gambar 8 menunjukkan bahwa peningkatan fraksi lahan terpakai (FL T) yang berarti meningkatnya kepadatan bangunan (rumah dan pusat bisinis) serta bangunan lainnya akibat kenaikan jumlah penduduk memberikan dampak pada peningkatan pencemaran udara (grafik 4). Disini terlihat bahwa meningkatnya persentase pemakaian lahan akibat peningkatan jumlah pendudukberdampak pada meningkatnya pencemaran lingkungan. Trend peningkatan Fraksi Pemakaian Lahan (FL T) pada grafik 3 mengikuti kurva S (S-curve), yang berarti pada sekitar tahun 2008-2015 pertambahan pemakaian lahan akibat meningkatnya bangunan rumah meningkat dengan cepat, namun setelah itu cenderung melambat membentuk kurva asimtot menuju stable equilibrium pada nilai sekitar 0.9 (90 %). Kondisi ini mirip dengan pola dasar (Achetype Limit to Growth) Kim, (1997). Hal ini memberikan indikasi bahwa pada saat menuju keseimbangan yang ditandai dengan grafik asimtotis itu telah terjadi titik jenuh, artinya pertumbuhannya sudah sangat kecil. Strategi kebijakan yang tepat dalam mengahadapi situasi Limit to Growth menurut Kim (1997) adalah melalui intervensi kebijakan. Dalam kaitan ini kebijakan yang paling relevan adalah system incentive dan disincentive. Insentif dapat berupa keringanan PBB, atau 1MB bagi mereka yang membangun ke atas (high building), sementara disincentive dapat berupa beban pajak yang lebih mahal bagi yang' membangun secara horizontal. Melalui kebijakan tersebut Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga akan tetap terjamin. Pencemaran Lingkungan (grafik 1), akan mengikuti trend FL T (grafik 4), yang menunjukkan kecenderungan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kenaikan pemakaian lahan (FLT). Pola dari pencemaran Lingkungan akan membentuk garis linier, tetapi pada akhimya menuju keseimbangan tertentu ketika FLT sudah stabil. Pada sisi lain akibat dari meningkatnya pencemar lingkungan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan (grafik 2) dan penurunan tingkat kenyamanan (grafik 5). Hal ini memberikan , petunjuk bahwa jika tanpa intervensi kebijakanJperaturan pemerintah yang berupaya untuk
217
Lingkungan
Tropis, Edisi Khusus Agustus 2008: 209-226
rnernbatasi peningkatan penduduk,atau system incentive dan disincentive seperti diatas, rnaka trend kualitas lingkungan akan terus rnenurun, yang juga akan diikuti oleh penurunan tingkat kenyarnanan. Penurunan kualitas lingkungan ini rnernberikan rnakna bahwa dari prespektif keberlanjutan ekologi (sustainability) permukiman seperti itu akan berkurang (ecologically unsustain). Hal yang sarna juga dari aspek social, rnenurunnya tingkat kenyarnanan berarti sociologically unacceptable. Sehingga dengan dernikian, dari perspektifkeberlanjutan ekologi dan social permukirnan tersebut akan terus rnengalarni penurunan, yang berarti tidak sustainable. Pada scenario 2 dengan intervensi peraturan pernerintah rnelalui peraturan penanganan lirnbah disurnber, dengan rnelibatkan rnasyarakat hasil sirnulasi rnenunjukkan bahwa pengaruh yang nyata terhadap tingkat kerusakan lingkungan, yang berarti sustainabilityakan sernakin terjarnin. Seperti pada garnbar 9.
~ _ PENCLlNGK2 -:2- PENCEMARANLlNGK -:3_f{ENYMN2 -4_f{NYMN -5_FLT 2,010
2,015
2,020
2,025
-S-FLT2
TAHUN Gambar 9. Dampak intervesi peraturan partisipasi rnasyarakat terhadap kerusakan lingkungan. Pada garnbar 9. terilah bahwa, intervensi pernerintah rnernalui penanganan sarnpah di sumber dan keterlibatan masyarakat rnernberikan darnpak yang nyata pada tingkat kualitas lingkungan dan tingkat kenyamanan. Pada scenario 2 garnbar 9, terlihat bahwa darnpak partisipasi dan intervensi peraturan rnenyebabkan pol a pencernaran lingkungan rnenurun dari (grafik2) rnenjadi (grafik 1) yang juga berdampak rneningkatnya pada tingkat kenyamanan dari (grafik 4) rnenjadi (grafik 3), demikian pula pada fraksi pemakaian lahan FLT juga rnengalami penurunan dari grafik 5 rnenjadi grafik 6. Hal ini memberikan petunjuk bahwa kesadaran rnasyarakat yang diwujudkan dalam partisipasi sangat diperlukan dalam rnenjaminkelestarian lingkungan untuk rnenjamin keberlanjutan secara ekologi dan social. Kebijakan strategis yang terkait dengan partisipasi masyarakat ini adalah capacity building, dengan melibatkan perguruan tinggi. Hasil ini konsisten dengan analisis sebelumnya (MDS) yang menunjukkan bahwa partisipasi rnasyarakat untuk rnernbangun keterpduan permukirnan merupakan factor pengungkit (leverage factor). Secara ernpiris jika keberlanjutan secara ekologi tidak ada jaminan, maka keberlanjutan secara ekonornis juga tidak ada jarninan. Karena kerusakan lingkungan dan penurunan kenyamanan akan membuat perturnbuhan kegiatan usaha stagnan, disamping itu akan memerlukan biaya yang sangat mahal untuk melakukan recovery sehingga mernbuat aktivitas ekonorni menjadi stagnan juga.
218
Simulasi Model Dinamik (Khalil)
Keberlanjutan ekologi, ekonomi dan social, pada hakekatnya merupakan hasil dari keterpaduan didalam pembangunan permukiman itu sendiri. Keberlanjutan ekologi dan social akan terwujud jika dalam proses pembangunan terwujud koordinasi dan sinkronisasi antar stake holder terkait. Pihak-pihak yang terkait secara langsung dalam proses pembangunan, seperti pengembang dan instansi terkait (PU,PLN, Dinas Permukiman, Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan, Dinas Kebersihan dan Dinas Perdagangan) memiliki visi yang sarna dalam membangun suatu permukiman, yakni keberlanjutan merupakan aspek utama yang harus dipertahankan. Sehingga indicator capaian secara fisik semata seperti meningkatnya pusat-pusat bisnis, atau peningkatan sarana jalan yang baik bukan menjadi ukuran utama, tetapi juga harus disertai dengan indicator keberlanjutan lingkungan, yang wujudnya adalah tingkat pencemaran dan kenyamanan bagi penghuninya.
ANALISIS KEBIJAKAN STRATEGIS Keterpaduan pembangunan permukiman pada hakekatnya dapat dilihat dari 5 aspek utama, yakni Perencanaan, Pendanaan ,Pelaksanaan, Pemanfaatan, dan Monitoring dan Evaluasi. Dari 4 kategori kota yang disurvai yakni kota Metropolitan, Kota Besar, Kota Sedang dan Kota Kecil terlihat bahwa pada tahap Perencanaan telah terjadi keterpaduan. Bahkan indicator keterpaduan yang berupa RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) untuk Ciptakarya pada seluruh kategori kota yang disurvai dapat dikatakan bagus. Dari total respond en yang diwawancarai (59 responden) sebagian besar menyatakan keterpaduan dan koordinasi pada proses perencanaan (67.8 % menyatakan Ya), seperti Tabel berikut: Tabell. Persepsi Masyarakat Terhadap Keterpaduan pada Perencanaan.
Frequency Valid
TIDAK YA Total
19 40 59
Percent 32.2
Valid Percent 32.2
Cumulative Percent 32.2
67.8
67.8
100.0
100.0
100.0
Hal ini memberikan arti bahwa peran masing-masing stake holder (termasuk Perguruan Tinggi) dan masyarakat luas telah terakomodasi pada proses perencanaan. Dalam kenyataannya peran itu diwujudkan melalui Musrembang {Musyawarah Rencana Pemabngunan Kota) yang diadakan pada setiap akan membuat perencanaan pembangunan. Sebagai perbandingan, dalam penelitian ini juga dilakukan penelitian ke kota lainnya yakni Bengkulu (Kota Besar), Palu (Kota Sedang), Ambon (Kota Besar) dan Sarong (Kota Sedang). Hasil analisis MDS. menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi menjadi leverage factor dalam. menganalisis permasalahan khususnya di Kota Metropolitan, sementara untuk kota Besar adalah peranserta masyarakat dan Kota Sedang adalah peran dari pengusaha pengembang. Kenyataan ini harus menjadi masukan untuk setiap pengelola pembangunan permukiman di setiap kategori kota, khususnya pada kota metropolitan seperti Makasar, bahwa kompleksitas yang dihadapi dalam membangun permukiman yang valuable, liveable, sustainable memerlukan perencanaan yang didukung oleh tenaga-tenaga yang kompeten, dari kalangan perguruan tinggi. Disamping itu juga perlu melibatkan masyarakat dan stake holder lainnya dengan membangun Urban Forum.
219
Lingkungan Tropis, Edisi Khusus Agustus 2008: 209-226
Keterpaduan pada tingkat pereneanaan temyata tidak diikuti pada tingkat Pendanaan dan Pelaksanaan, seperti table 2. dan 3 berikut : Tabel2. Persepsi Masyarakat Terhadap Keterpaduan pada Pendanaan.
Frequency Valid
tidak
38
Percent 64.4
Valid Percent 64.4
ya
21
35.6
35.6
Total
59
100.0
100.0
Cumulative Percent 64.4 100.0
Tabel 3. Persepsi Responden Terhadap Keterpaduan pada Pelaksanaan.
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
B
tidak
47
79.7
79.7
79.7
ya
12
20.3
20.3
100.0
Total
59
100.0
100.0
Tabel 2 menunjukan bahwa 64.4 % responden menyatakan "Tidak" ada keterpaduan dalam "pendanaan" dari pereneanaan yang telah dibuat. Ini berarti masing-masing instansi tetap pada reneana aggarannya masing-masing. Kenyataan ini memberikan petunjuk terjadinya inefisiensi dalam anggaran. Seharusnya keterpaduan dan koordinasi yang telah dibangun pada saat pereneanaan bahkan diwujudkan dalam bentuk RP JM dikuti pada koordinasi penggunaan anggaran. Hal yang sarna juga terjadi pada pelaksanaan program. Tabel 5.3. menunjukkan 79.7 % responden menyatakan tidak ada keterpaduan dan koordinasi pada pelaksanaan program pembangunan . Data-data tersebut juga sekaligus memberikan gambaran bahwa ego sektoral masih dominan pada setiap instansi. Sehingga koordinasi dan keterpaduan yang telah dilakukan pada proses pereneanaan menjadi kurang bahkan tidak bermanfaat, karena masih tetap terjadi tumpang tindih kegiatan dan dampaknya adalah inefisiensi. Dalam lingkup Ciptakarya, keterpaduan dan koordinasi antar instansi terkait seperti PU, Permukiman, PLN, PDAM, Dinas Kebersihan, dan Dinas Perhubungan sangat diperlukan terutama pada proses pelaksanaan, bukan berhenti pada pereneanaan saja. Karena justru pada pelaksanaannya itu muncul tumpang tindih dan inefisiensi. Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan, maka pengembangan kelembagaan kota (Urban forum) menjadi suatu keharusan. Sementara itu pada tingkat pemanfaatan program hasil kajian menunjukkan bahwa pada tahap ini telah terjadi koordinasi dan keterpaduan, artinya dari berbagai kegiatan pembangunan dengan penanggung jawab yang berbeda itu akhimya dapat dimanfaatkan seeara bersama-sama, seperti pada pembangunan sarana transportasi, listrik, pusat-pusat bisnis, perumahan dll, masyarakat warga kota dapat memanfaatkan sesuai dengan kemampuannya. Indikator terahir dari keterpaduan pembangunan yakni Monev, berdasarkan hasil kajian menunjukkan masing-masing instansi tidak bisa berkoordinasi (terpadu), seperti pada table 4.
220
Sell keterpadua pendanaan pada tin bisa terp~ sekat-sek. kepenting sharing a perbedaa Kota Ke Kota Ke
Pend2 strate l.B atur pada rewl
lapa
bagi pen atui 2. yal de rru
•••• Simulasi Model Dinamik (Kholil)
Tabel4.
Persepsi Responden Terhadap Keterpaduan pada Money.
tidak
47
Percent 79.7
79.7
Cumulative Percent 79.7
ya
12
20.3
20.3
100.0
Total
59
100.0
100.0
Frequency Valid
Valid Percent
Sebagian besar (79.7 %) responden menyatakan pada tingkat Money tidak ada keterpaduan dan koordinasi. Hal ini membuktikan, bahwa dominasi egosektoral baik dalam pendanaan, pelaksanaan dan money masih sangat tinggi. Sulitnya koordinasi dan keterpaduan pada tingkat money, merupakan konsekuensi dari pendanaan dan pelaksanaan yang juga tidak bisa terpadu. TUPOKSI yang menjadi acuan dari setiap instansi seakan-akan telah menjadi sekat-sekat yang sulit dihilangkan, sehingga perlu sebuah forum yang mampu menjembatani kepentingan masing-masing isntansi tersebut, dan sekaligus menjadi wadah komunikasi dan sharing antar instansi terkait. Berdasarkan kategorisasi kotanya (Metropolitan, Besar, Sedang dan Kecil), ada perbedaan tingkat keterpaduan antara kota Metro dengan Kota Kecil, dan Kota Besar dengan Kota Kecil sementara antara Kota Metro dengan Kota Besar dan antara Kota Sedang dengan Kota Kecil tidak ada perbedaan, seperti table 5: Tabel5.
Chi-Square
Perbedaan keterpaduan antar jenis kota.
a
peren13 4.571
df Asymp. Sig. a.
Prenc14 7.143
1
1
.033
.008
0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 7.0.
Strategi kebijakan untuk menjamin keterpaduan pada 5 aspek diatas (Perencanaan, Pendanaan, Pelaksanaan, Pemanfaatan, dan Money) dapat ditempuh melalui beberapa pilihan strategi : 1. Berdasarkan pendekatan regulasi (Regulatory approach); Pemerintah perlu membuat suatu aturan yang mengharuskan adanya koordinasi dan terpadu dalam pembangunan kota baik pada tahap perencanaan, pendanaan, pelaksanaan, pemanfaatan maupun money. Sistem reward dan punishement perlu diterapkan untuk menjamin implementasi peraturan di lapangan. Reward .dapat berupa persetujuan anggaran dan program pada tahun berikutnya bagi instansi yang yang dapat melaksanakan aturan, sebaliknya punishement dapat berupa pengurangan anggaran dan program pada tahun berikutnya bagi instansi yang melanggar aturan. 2. Berdasarkan pendekatan partisipatif (Participative Approach); dengan membuat lembaga yang melibatkan seluruh stake holder yang disebut sebagai URBAN FORUM, semacam dewan kota. Forum! Dewan kota tersebut memiliki tugas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pembangunan kota pada 5 aspek, yaitu : perencanaan, pendanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan money. Forum atau Dewan Kota harus
221
I
I \
Lingkungan Tropis, Edisi Khusus Agustus 2008: 209-226
mengakomodir seluruh kepentingan stake holder, oleh karena masyarakat harus terwakili dalam Forum tersebut.
itu setiap instansi
dan
3. Dengan melakukan capacity building kepada masyarakat kota, untuk memberikan penyadaran agar masyarakat dapat memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam berbagai pembangunan kota. 4. Pendekatan wilayah (Regional Approach), keterpaduan suatu permukiman kota juga harus didukung oleh wilayah sekitarnya, hal ini dalam pemanfaatan beberapa sumberdaya seperti air bersih, jaringan jalan, jaringan listrik dan telpon, serta penanganan limbah padat dan cait biasanya selalu terkait dengan wilayah sekitarnya. Oleh karena itu integrasi dalam pembangunan antar kota yang secara regional berdampingan menjadi sangat perlu. Dari keempat alternative diatas, alternative 2 merupakan yang paling tepat dan murah, karena prosesnya lebih mudah dan masing-masing stake holder akan dapat terwakili; sehingga koordinasi akan menjadi lebih mudah. Sementara alternative pertama perlu didukung oleh aparat yang cukup dan handal untuk memantau pelaksanaan peraturan, dan law enforcementnya; sedangkan alternative ke 3 dari segi biaya dan waktu akan lebih besar (timely dan costly), demikian pula alternative ke empat karena menyangkut wilayah-wilayah otonom, dalam prakteknya akan sulit. Disamping keterpaduan pada 5 tahap yakni Perencanaan, Pendanaan, Pelaksanaan, Pemanfaatan dan Monev, suatu permukiman harus pula memiliki keberlanjutan untuk masa yang akan datang. Dengan kata lain sutau pembangunan permukiman akan tidak bermanfaat dimasa yang akan datang jika hanya menekankan pada pemanfaatan pada saat ini. Ada tiga aspek utama yang menjadi ukuran keberlanjutan suatu permukiman, yakni keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan social, dan keberlanjutan ekologi (economically feasible, socially acceptable dan ecologically sustainable). Dengan dua aspek utama yakni Keterpaduan dan Keberlanjutan (Integrity ,and Sustainability] maka permukiman di suatu kota akan dapat memenuhi 3 hal yang akan menjamin harmonisasi bagi penghuninya. Ketiga hal tersebut adalah : (a) liveable, (b) sustainable, dan (c) valuable. Peningkatan penduduk di kota yang demikian pesat, berdampak meningkatnya beban kota itu sendiri. Hasil simulasi menggunakan model dinamik, ada beberapa masalah mendasar yang dihadapi permukiman di kota : a. Peningkatan limbah padat dan peningkatan pencemaran udara; akibat peningkatan jumlah penduduk, bangunan rumah, dan bangunan bisnis. b. Penurunan kualitas lingkungan dan kenyamanan; akibat keterbatasan lahan, kepadatan penduduk, dan pencemaran lingkungan. c. Lemahnya koordinasi antar isntansi dan lemahnya partisipasi masyarakat menjadi factor penyebab keberlangsungan lingkungan terganggu. Masalah pertama dan kedua merupakan hasil analisis berdasarkan hasil simulasi model, sementara pada masalah ke tiga merupakan hasil analisis sebelurnnya (MDS) yang juga diperkuat oleh hasil analisis model. Strategi kebijikan untuk mengatasi permasalah tersebut dapat ditempuh melalui beberapa alternative: a. Kebijakan structural; b. Kebijakan kultural; c. Kebijakan fungsional;
222
kelems Akiba~ peng masm dilaku harus sepe mem akhin harus tugas ini k doma
enfm
rumu dilaN dila
Kebl culti
m~ te akai
Simulasi Model Dinamik (Khalil)
Kebijakan structural dilakukan melalui penataan kembali kelembagaan; salah satu kelemahan saat ini adalah sulitnya koordinasi antar intsansi, karena munculnya ego sektoral. Akibatnya kegiatan yang muncul adalah tumpang tindih yang berakibat pada inefisiensi dalam penggunaan anggaran, disamping itu juga akan menyebabkan sulitnya pengawasan karena masing-masing sector bertanggungjawab secara vertical. Penataan kelembagaan perlu dilakukan dengan instutional building melalui institutional strengthening. Pemerintah IPemda harus mengembangkan sebuah kelembagaan yang memungkinkan semua stake holder terlibat, seperti pemerintah, pelaku usaha, masyarakat dan LSM. Penataan kelembagaan ini akan memungkinkan masyarakat dapat mengakses informasi pembangunan kota, yang pada akhirnya akan membuka ruang bagi masyarakat untuk terlibat secara langsung. Pemerintah harus memposisikan sebagai regulator bukan sebagai operator, sehingga pembagian tugastugas terutama dalam hal pengawasan menjadi lebih mudah. Melalui penataan kelembagaan ini koordinasi antar instansi bisa lebih baik, kegiatan-kegiatan/program yang berada diluar domain satu intansi dapat diselesaikan secara bersama-sama melalui kelembagaan tersebut. Kebijakan Kultural dilakukan melalui penataan peraturan dan penegakan hukum law enforcement. Penanganan masalah dan pelaksanaan program kegiatan secara terpadu harus di rumuskan kedalam peraturan yang jelas, dan tegas. Mana-mana kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan secara bersama dan mana-mana yang dapat dilakukan secara sektoral. Perlu dilakukan penataan kembali terhadap RTRW yang menjadi dasar dalam pengembangan kota. Kebijakan RTRW harus mengarah pada pendekatan klster wilayah (system zonasi). Kebijakan cultural ini juga sekaligus melakukan edukasi terhadap masyarakat untuk dapat terlibat secara maksimal dalam pembangunan permukiman secara terpadu dan berkelanjutan. Kebijakan ini termasuk kebijakan yang kreatif, dengan melihat dan memprediksi perubahan-perubahan yang akan terjadi. Kebijakan fungsional, adalah kebijakan yang menekankan pada penataan kembali pada fungsi dari masing-masing instansi. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang responsive, yang dilakukan berdasarkan kebijakan-kebijakan yang telah lalu dan telah dilakukan. Kelemahan dari kebijakan ini adalah tidak mampu menangkap perubahan yang akan datang, sehingga mennjadi kurang relevan seiring dengan perubahan yang demikian cepat dan kompleks. Dengan melihat berbagai potensi dan kendala serta perkembangan yang akan dihadapi pada kota-kota besar, maka untuk menjamin keberlangsungan secara ekonomis, sosiologis dan ekologis adalah kebijakan pertama dan kedua. Yakni penataan kelembagaan dan penguatan dibidang penegakan hokum (law enforcement). Secara umum beberapa solusi alternative dalam menghadapi berbagai masalah pada pembangunan permukiman secara terpadu yang berkelanjutan seperti pada table 6 :
223
Lingkungan Tropis, Edisi Khusus Agustus 2008: 209-226
Tabel 6. Altematif solusi dan strategis kebijakan dalam menjamin keberlangsungan permukiman secara ekonomi, social dan ekologi. INST ANSI TERLIBAT MASALAH Lemahnya Koordinasi antar Instansi Tumpang tindih tang gung jawab
STRATEGIKEBIJAKAN Penguatan kelem bagaan (Institutional strengthening) Pembentukan URBAN FORUM Pendekatan regulasi Penguatan Law enforcement
-Kerusakan Ling kungan
Penanganan Limbah padat, Cair dan U dara Law Enforcement
- Rendahnya Par tipasi masyarakat
- Peningkatan partisipasi masyarakat dan lembaga bisnis
-Penambahan penduduk yang tinggi
Penurunan laju pertambahan penduduk
PROGRAM Penyusunan prog ram-program instansi secara bersama, - Penerapan Reward and Punishement
Pengurangan di sumber; Edukasi kepada Masyarakat; Pelibatan masyarakat; Reward and Punishement - Pelibatan masyarakat pada planning, pelaksanaan dan pengawasan Edukasi kepada masyarakat; Regulasi dan kerjasama dengan daerah sekitamya. Pemerataan pembangunan
Pemda, Dinas PU, Dinas Kebersihan, Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan/LH Pemda, aparat penegak hukum, dinas PU, PDAM, PLN, Dinas Kebersihan. - Dinas PU,Dinas Kebersihan/LH, Dinas Pendidikan, dan dinas Kerohanian, Penegak hokum (Polisi, jaksa dan hakim) Dinas PU, Dinas Kebersihan, Dinas Pengairan, Dishub, Dinas Pendidikan Dinas Kependudukan, Dinas kerohanian, Dinas Kependudukan , Bapeda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
KESIMPULAN Kenaikan jumlah penduduk dan peningkatan bangunan rumah serta fasilitas kota lainnya di Kota Metropolitan Makasar selama kurun waktu 20 tahun (2006-2026) mendatang masih dapat di dukung oleh sumberdaya alam khususnya ketersediaan lahan, namun jika tidak ada upaya intervensi kebijakan dari Pemda akan terjadi peningkatan kepadatan penduduk yang rata-rata mencapai diatas 10500 orang/km '. Pemanfaatan Iahan yang ditandai dengan FLT (Fraksi Lahan Terpakai) akan mengikuti bentuk Archetype Limit to Growth, membentuk S-curve yang berarti peningkatan Lahan Terpakai akan menuju titik jenuh ketika FLT menuju nilai 1 yang akan terjadi setelah tahun 2026. Penurunan daya dukung akibat pencemaran lingkungan (air, udara dan limbah padat) akan mengikuti bentuk Archetype the Tragedy of the Common, artinya jika tidak ada intervensi kebijakan pemerintah/peraturan dari Pemda maka kecenderungan yang terjadi adalah melakukan secara bersama-sama mempercepat penurunan daya dukung Iingkungan. Partisipasi publik melalui Urban Forum sangat menentukan dalam menjaga keberlanjutan permukiman yang (a) liveable, (b) sustainable, dan (c) valuable. Kebijakan yang tepat untuk menjamin keberlangsungan ekonomis, sosial dan Iingkungan dan mengatasi penurunan daya dukung lingkungan akibat meningkatnya jumlah penduduk,dan pembangunan fasilitas kota adalah melalui kebijakan strukturaI dengan melakukan institutional building melalui Urban Forum dan kebijakan kultural melalui Law Enforcement dengan sistem Reward and Punishement.
224
Simulasi Model Dinamik (Khalil)
Saran a. Keberlajutan ekonomi, sosial dan lingkungan dari suatu pennukiman sangat ditentukan oleh keterlibatan smua stake holder yang terkait, mulai dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan, pengusaha, masyarakat, LSM dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu Pemda perlu membangun media komunikasi yang mampu menjembatani kepentingan dari semua stake holder tersebut, antara lain dengan membentuk Urban Forum. b. Pencemaran lingkungan seperti pencemaran udara, air dan limbah padat akibat pembangunan pennukiman di Kota metropolitan Makasar akan berdampak pad a kota-kota disekelilingnya, oleh karena penanganannya harus dilakukan berdasarkan pendekatan ekosistem dengan melibatkan wilayah sekitamya, tidak hanya pada pendekatan yang berdasarkan pada wilayah administratif. c. Mengingat keterlibatan masyarakat dalam menjamin keberlanjutan pennukiman secara ekonomi, sosial dan lingkungan sangat menentukan, perlu dilakukan capacity building terhadap masyarakat dengan melibatkan Perguruan Tinggi yang ada.
Daftar Pustaka Baka,L.R. Rekayasa Sistem Pengembangan Agro Industri Perkebunan Rakyat Dengan Pendekatan Wilayah. Disertasi Pasca Sarjana IPB (tidak dipublikasikan), Bogor, 2001. Bala,B.K. 1999. Principle of System Dynamics. Agrotech Publishing, Udaipur India, (WWW. Albany edulcp/sds/sdcourses); 22 Desember 2003. Barlas,Y. 1996. Formal Aspects of Model Validity and Validation Sistem Dinamics. Sistem Dynamics Review, Vol 12. (WWW. Albany edulcp/sds/sdcourses); 22 Desember 2003. Barton, J, .. Pragmatism System Thinking and System Dynamics. Department of Management, Monash University,Merbourne, Australia, 2000 Maani, K.E. Systems Thinking and Modelling. Understanding Change and Complexity. Prentice Hall, Pearson Education New Zealand, 2000. Canter, Larry W. Environmetal Impact Assesment. Second Edition. McGraw-Hill International Editions, Singapore, 1996. Chekland,P dan J. Scholes. Soft Systems Methodology in Action. John Wiley & Sons Ltd, Baffins Lane. Chichester. West Sussex, England, 1990. Chong, c.L. Applying System Thinking to a Strategic Simulation of Service Quality. National University of Singapore,. 10 Kent Ridge Crescut, Singapore, 2000. Davidsen,P. Powersim, The Complete Software Tool for Dynamic Simulation: User's Guide and Reference, Version 1.03.alfa. Modell Data AS. Norway, 1993. Davidsen,P.I., Ford,D.N., & Mashayekhi,A.N (Eds). 2000. Proceeding of the 18 th International Conference of the System Dinamics Society Sustainability in the Third Millenium. The University Bergen, Bergen Norway. (WWW.System Dynamics.orglPublication); 22 September 2003. DeSantis, M. 1999. System Dynamics in Education: System Thinking and System Dynamics. Nort Central Internet News. (WWW.ftlcomrn.com/ensignidesantisArticIes/); 26 Desember 2004. Davidsen, P.I. User's Guide and Reference Powersim : The Complete Software Tool for Dynamic Simulation. ModellData, Norway, 1994. Dixon, J. A,. et al. Economic Analysis of the Environmental Impacts of Development Project. Earthsean Publications Limited, 3 end Sleigh Street, Lonadon, 1988. . Edmunds, Stahrl, dan John,L. Environmental Administration. Mc Grw Hill Book Company, New York, USA, 1973. EWers,V.M,. Municipal and Rural Sanitation. Me Graw Hill Publishing Company Ltd, New York, 1976. Eriyatno. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid Satu. IPB Press, Bogor, 1999. _____ . Pola Kemitraan Partisipatif. Makalah disampaikan pada Pelatihan Analisis Kebijakan Usaha, Kerjasama IPB dengan Ditjen Bina Masyarakat Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, Bogor ; 1-7 Oktober 1996. Frang ,F. Management of Solid Waste in Development Countries. World Health Organization, New York, 1984. Flintoff,F. Management of Solid Waste in the Developing Countries. World Health Organization, New Delhi, 1976.
225
-~
--
---
---
-
-
- ~
Lingkungan
Tropis, Edisi Khusus Agustus 2008: 20~
Ford,A. Modeling the Envirorunent An Introduction to System Dynamics Modeling of Envirorunental SysGARUH AGE Island Press, Washington DC. (WWW.SystemDynamics.orglPublication); 12110/2003, 1999. PENGOMPO Holmes,J.R,. Practical Waste Management. John Wiley and Sons, Chicester, New York, 1983. Kim,D.H. and V. Anderson Systems Archetype Basics, From Story to Structure Pegasus Communication USA, 1998. ~FFECT OF D Uphoff,N.T., J.M. Cohen dan A.A. Goldsmith. Feasibility and Aplication of Rural Development ParticipabMPOST PR A State of the Art Paper. Rural Development Committee, Monograph Series, Cornel University, Co 1979.
: Agen dekompos iosan, dan telah dip dengan bioaktivator) ipengaruh agen de cing tanah spesies L ap uji pendahulua untuk menentukan rsperimen, pengomp In dan enam kali pen adalah warna, tekstu ')), dan tingkat toks kkan bahwa tidak stor (p
r: Composting proce leriment aimed to in oser agents used us rubellus. The fi in order to determi 'posting process. Th rted in semi anaen ers for evaluating t content (Organic vlt of analysis show ator treatments i.e. of compost betwe the compost fro sntly different. The Ig parameters : ph of macro-nutrients lity compost prod rm treatment. ds: decomposer ag
226