TESIS
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS NYERI DAN MENJAGA STABILITAS HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL INTRAVENA
I G. N. A. PUTRA ARIMBAWA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS NYERI DAN MENJAGA STABILITAS HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL INTRAVENA
I G. N. A. PUTRA ARIMBAWA NIM 0914108102
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS NYERI DAN MENJAGA STABILITAS HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL INTRAVENA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana
I G. N. A. PUTRA ARIMBAWA NIM 0914108102
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 23 Desember 2014 Oleh Tim Penguji Ujian Tesis Program Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Udayana No. 4503/UN/14.4/HK/2014 tertanggal 23 Desember 2014
Pembimbing I
: Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO
Pembimbing II : dr. I Md Gede Widnyana, SpAn. M.Kes. KAR Penguji
: 1. dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC 2. dr. I Made Subagiartha, Sp.An, SH, KAKV 3. Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, M.Kes, KMN, KNA
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastyastu, Pertama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena hanya atas asung kerta wara nugraha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dokter spesialis di Bagian/SMF Anestesiologi
dan
Terapi
Intensif,
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Udayana/RSUP Sanglah. Pada kesempatan ini pula perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua guru, para senior, dan teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan, dukungan, dorongan, koreksi, dan nasehat terhadap penulisan tesis dan keseluruhan proses pendidikan spesialis ini hingga selesai. Kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD selaku Rektor Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas perkenannya memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialis di Universitas Udayana. Kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas perkenannya memberikan kesempatan menjalani dan menyelesaikan pendidikan spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Kepada dr. I Nyoman Semadi, SpB, SpBTKV selaku Ketua TKP-PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes selaku Direktur Utama RSUP Sanglah, penulis menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk menjalani pendidikan dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar. Kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS (K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, penulis menyampaikan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi ilmu biomedik, kekhususan kedokteran klinik (combine degree) program pascasarjana Universitas Udayana. Kepada Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd. FAACS selaku Ketua Program
Magister
IlmuBiomedikProgram
PascaSarjanaUniversitasUdayana,
penulis menyampaikan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi ilmu biomedik, kekhususan kedokteran klinik (combine degree) program pascasarjana Universitas Udayana.
Kepada dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC selaku Kepala Bagian/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan, dorongan, inspirasi, dan motivasi yang telah diberikan selama penulis mengikuti program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, M.Si selaku Sekretaris Bagian/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan dan semangat yang telah diberikan selama penulis mengikuti program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO selaku Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif dan Pembimbing I tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas keteladan dan bimbingan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan menempuh program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif dan Pembimbing II tesis ini, penulis mengucapkan terima kasihdan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan, terobosan, perubahan, dan motivasi yang telah diberikan selama penulis menempuh program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, M.Kes, KMN, KNA selaku Ketua Litbang Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan, masukan, dan motivasi yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan menempuh program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada semua guru penulis di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: dr. I Wayan Sukra, SpAn, KIC; dr. Gde Mangku, SpAn, KIC (alm); dr. I Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH; dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR; Dr. dr. I Wayan Suranadi, SpAn, KIC;dr. I Gede Budiarta, SpAn, KMN; dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn, KAR; dr. Putu Agus Surya Panji, SpAn, KIC; dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn, KIC; dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn; dr. I Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa, SpAn, KAR; dr. I.G.A.G Utara Hartawan, SpAn, MARS; dr. Pontisomaya Parami, SpAn, MARS; dr. I Putu Kurniyanta, SpAn; dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn; dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn, MARS; dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan, SpAn, M.Kes; dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn penulis haturkan hormat yang setinggi-tingginya, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua bimbingan, nasehat, dan dukungannya tanpa mengenal waktu yang telah diberikan selama menjalani program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada semua senior dan rekan-rekan residen anestesi, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama penulis menjalani program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada Ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH dan seluruh staf karyawan di Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialias ini, kepada semua karyawan, segenap penata anestesi, dan paramedis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses pendidikan ini. Kepada dr.I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid selaku pembimbing statistik,penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan dan kesabarannya meluangkan banyak waktu dan pikiran membimbing, mengajarkan, dan mengoreksi statistik untuk penelitian ini. Tidak lupa penulis ucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pasien atas kerja sama dan ilmu yang tak ternilai harganya, baik dalam pendidikan maupun penelitian yang penulis lalui selama ini. Sembah bakti dan ras terima kasih yang tak terhingga penulis sembahkan kepada ayahanda tercinta I Gusti Putu Suratha, Ibunda tercinta Dra. Gusti Ayu Putu Yuliartini istri tercinta dr. Putu Erika Paskarani, S.Ked, dan ananda tersayang I Gusti Agung Agastya Putra Arimbawa, yang dengan sabar telah mendampingi penulis, dengan penuh pengorbanan, perjuangan, dan selalu memberikan doa,
dorongan, serta semangat selama penulis menjalani program pendidikan dokter spesialis sampai akhirnya bisa menyelesaikan penyusunan tesis ini. Akhir kata penulis haturkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, semoga selalu memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pendidikan dan penyusunan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
ABSTRAK PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS NYERI DAN MENJAGA FLUKTUASI HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL INTRAVENA Propofol adalah salah satu obat yang paling umum digunakan untuk induksi anestesi. Dosis induksi propofol dapat menyebabkan perubahan hemodinamik seperti hipotensi dan bradikardi. Nyeri pada injeksi adalah efek samping lain dari propofol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek efedrin 50mcg/kbBB pada status hemodinamik dan intensitas nyeri pasca pemberian propofol intravena. Penelitian ini adalah suatu uji klinis eksperimental paralel.Penapisan subyek menggunakan teknik consecutive samplingdan sebanyak 46 subyek dialokasikan ke dalam kelompok E (efedrin) dan S (salin normal) masing-masing terdiri dari 23 subyek, menggunakan permuted block randomization tersamar ganda.Dilakukan pemasangan kateter vena 18G pada pembuluh darah distal tangan kanan atau kiri subyek.10ml/kg Ringer Laktat diberikan sebelum perlakuan pada masing-masing kelompok. Dilakukan pengukuran status hemodinamik baseline (TDS, TDD, TAR danDJ).Kemudian, pasien menerima salah satu perlakuan : 5ml saline atau 50mcg/kg efedrin yang diencerkandengan dengan larutan salin hingga volume 5ml. Setelah 30detik semua pasien diberikan 2,5mg/kg propofol dengan kecepatan pemberian 1ml/detik. Pasien diminta untuk mengevaluasi nyeri. Profil hemodinamik diperiksa pada 1menit, 3 menit dan 5 menit setelah induksi. Efedrin mengurangi nyeri pasca pemebrian propofol intravena. Insiden nyeri sedang hingga berat 7,8% pada kelompok efedrin dan 78,3% pada kelompok salin. Tekanan arteri rerata secara signifikan lebih tinggi pada kelompok efedrin padamenit pertama, ketiga dan kelima pascainduksi. Denyut jantung secara signifikan lebih tinggi pada kelompok efedrin pada menit pertama dan ketiga pascainduksi. Tidak ada perbedaan denyut jantung dimenit kelima pascainduksi. Efedrin dapat mengurangi intensitas nyeri dan dapat menjaga stabilitas hemodinamik pasca pemberian propofol Kata kunci: Efedrin, Propofol, Nyeri, Hemodinamik
ABSTRACT INTRAVENOUS EPHEDRINE 50 MCG/KGBW PREINDUCTION REDUCE THE INTENSITY OF PAIN AND KEEP THE STABILTY OF THE HEMODYNAMIC AFTER 2.5 MG/KGBW OF INTRAVENOUS PROPOFOL Propofol is one of the drugs most commonly used during induction of anesthesia. The induction dose of propofol can lead to hemodynamic change such as hypotension and bradycardia. Pain on injection is another side effect of propofol. The purpose of this study was to evaluate the effect of ephedrine 50 mch on hemodynamic status and pain on injection of propofol compared to placebo. This study was an experimental parallel clinical trial. Subjects was screened using a consecutive sampling technique, total of 46 subjects were allocated to group E (ephedrine) and S (normal saline) using a permuted block randomization double-blind. G18 IV catheter inserted in to the distal part of left or ringht of the patient. 10 ml/kg of ringer lactate was administered from each cannulas. The baseline of hemodynamic profile was measured (SBP, DBP, MAP and HR). Then, patients received either of these pretreatment : 5 ml of saline (group S); 50 mcg/kg then dilute in saline until the volume were 5 ml. after 30 seconds all patient wrer administered 2,5 mg/kg of propofol with a rate of 1 ml/second. The patients were asked to evaluate the pain score (verbal rating scale and face pain scale). Hemodynamic profile were measured at 1 minute, 3 minute and 5 minute postinduction. Ephedrine reduced the pain on injection of propofol. Incidence of moderate to severe pain 8.7% in Ephedrine group compared to 78,3% in saline group. Mean arterial pressure and heart rate were significantly higher in ephedrine group at the first, third and fifth minutes after the induction. The heart rate were significantly higher in ephedrine group at the first and third minutes. There are no differences in heart rate in the fifth minutes after induction. ephedrine reduce the intensity of pain on injection of propofol and attenuate mean arterial pressure and heart rate reduction after induction using propofol. Key word :Ephedrine, Propofol, Pain, Hemodynamics
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM .................................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.........................................................v UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................ xii ABSTRACT ......................................................................................................... xiii DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xx DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... xxi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 1.1 Latar Belakang .....................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................5 1.3Tujuan Penelitian ..................................................................................5 1.3.1 Tujuan umum............................................................................. 5 1.3.2 Tujuan khusus ............................................................................ 6 1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................6 1.4.1 Manfaat akademis..................................................................... 6 1.4.2 Manfaat praktis .......................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................7 2.1 Propofol................................................................................................7 2.1.1 Farmakologi Klinik Propofol…………………….…………..9 2.1.2 Efek Pada Sistem Organ……………………………………..11 2.2 Nyeri Propofol……………………………………………………….15 2.2.1 Tanda Klinis dan Kejadian…………………………………..15 2.2.2 Mekanisme…………………………………………………..16 2.2.3 Teknik Untuk Menurunkan Kejadian nyeri ............................ 17 2.2.3 Obat untuk Mengurangi Nyeri Propofol ................................. 20 2.3 Efedrin............................................................................................... 23 2.3.1Farmakologi Klinik Efedrin ..................................................... 25 2.3.2 Efedrin Menurunkan Nyeri Propofol ...................................... 31 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ......................................................................................... 33 3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 33 3.2 Konsep Penelitian ............................................................................. 35 3.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 36 BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 37 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 37 4.2Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 39 4.3 Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 39 4.4 Penentuan Sumber Data .................................................................... 39 4.4.1 Populasi target......................................................................... 39
4.4.2 Populasi terjangkau ................................................................. 40 4.4.3 Populasi sampel ...................................................................... 40 4.4.4 Jumlah sampel......................................................................... 41 4.4.5 Teknik pengambilan sampel dan randomisasi ........................ 43 4.5 Variabel Penelitian ............................................................................ 43 4.5.1 Identifikasi variabel ................................................................ 43 4.5.2 Definisi operasional variabel .................................................. 44 4.6 Bahan Penelitian ............................................................................... 47 4.7 Instrumen Penelitian ......................................................................... 48 4.8 Prosedur Penelitian ........................................................................... 49 4.8.1 Cara kerja ................................................................................ 49 4.8.2 Alur penelitian ........................................................................ 54 4.9 Analisis Statistik ............................................................................... 55 4.9.1 Uji normalitas data .................................................................. 55 4.9.2 Perbandingan karakteristik sampel ......................................... 55 4.9.3 Perbandingan intensitas nyeri ................................................. 56 4.9.4 Perbandingan fluktuasi hemodinamik .................................... 56 BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 57 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian........................................................ 57 5.2 Efektifitas Efedrin Intravena Mengurangi Intensitas Nyeri Pasca Pemberian Propofol intravena ......................................................... 59 5.3 Efektifitas Efedrin 50 mcg/kgBB Intravena dalam Menjaga Fluktuasi Hemodinamik Pasca Pemberian Propofol Intravena ....... 61
5.3.1 Tekanan Arteri Rerata ............................................................. 61 5.3.2 Denyut Jantung ....................................................................... 64 BAB VI PEMBAHASAN................................................................................................ 68
6.1 Efedrin Menurunkan Intensitas Nyeri Pasca Pemberian Propofol Intravena .......................................................................................... 69 6.2 Efedrin untuk Menjaga Stabilitasi Hemodinamik Pascainduksi Propofol 2,5 mg/kgBB ..................................................................... 72 6.2.1 Tekanan Arterial Rerata ...................................................... 72 6.2.2 Denyut Jantung .................................................................... 74 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 77 7.1 Simpulan .......................................................................................... 78 7.2 Saran................................................................................................. 78 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79 LAMPIRAN .......................................................................................................... 86
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Kelompok Perlakuan .............................................................................................. 58 Tabel 5.2 Intensitas Nyeri ..................................................................................... 59 Tabel 5.3 Intensitas Nyeri ..................................................................................... 59 Tabel 5.4Perbandingan Rerata Tekanan Arteri Rerata pada Masing-masing Periode Pengukuran ............................................................................. 62 Tabel 5.5 Perbandingan Rerata Persentase Perubahan TAR pada Masingmasing Periode Pengukuran ................................................................. 63 Tabel 5.6,Perbandingan Rerata Denyut Jantung Pada Masing-masing Periode Pengukuran .............................................................................. 65 Tabel 5.7, Perbandingan Rerata Persentase Perubahan Denyut Jantung Pada Masing-masing Periode Pengukuran ........................................... 66
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1 Struktur kimia propofol.....................................................................................8 2.2 Struktur kimia efedrin .....................................................................................24 3.1 Bagan Kerangka Konsep ..................................................................................35 4.1Bagan rancangan penelitian ..............................................................................36 4.2Bagan alur penelitian.........................................................................................54 5.1 Fluktuasi TAR pada periode waktu baseline, menit pertama, menit ketiga dan menit kelima ............................................................................................. 63 5.2 Fluktuasi Denyut Jantung................................................................................ 66
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Rincian Informasi .......................................................................................86 2. Persetujuan Uji Klinis ................................................................................88 3. Lembar Penelitian ......................................................................................89 4. Data Penelitian .......................................................................................... 91 5. Analisis Statistik ....................................................................................... 93 6. Keterangan Kelaikan Etik ........................................................................127 7. Surat Ijin Penelitian ..................................................................................128 8. Keputusan Rektor Universitas Udayana ..................................................129
DAFTAR SINGKATAN
ASA
: American Society of Anesthesiologist.
BB
: berat badan.
cAMP
: cyclic adenosine monophosphat.
DJ
: Denyut jantung.
dkk.
: dan kawan-kawan..
G
: gauge.
IBS
: Instalasi Bedah Sentral.
ICU
: Intensive Care Unit.
IM
: intramuskular.
IMT
: Indeks Massa Tubuh.
IV
: intravena.
kg/m2
: kilogram per meter persegi.
KTP
: Kartu Tanda Penduduk.
LMA
: Laryngeal Mask Airway..
LCT
: Long Chain Trigliseride
MCT/LCT
: Medium Chain Trigliseride/Long Chain Trigliseride
MAO
: monoamin oksidase.
mcg/kgBB
: microgram per kilogram berat badan.
mg
: miligram.
mg/kgBB
: miligram per kilogram berat badan.
mL
: mililiter.
N2O
: nitrous oxide.
NaCl 0,9%
: Natrium Chloride 0,9%
ng/mL
: nanogram per mililiter.
O2
: Oksigen.
RSUP
: Rumah Sakit Umum Pusat.
RL
: Ringer Laktat
SD
: Standard Deviation.
SIM
: Surat Ijin Mengemudi.
TAR
: Tekanan Arterial Rerata.
TB
: tinggi badan.
UGD
: Unit Gawat Darurat.
Vd
: Volume distribusi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi yang banyak digunakan baik oleh ahli anestesi, dokter intensif dan dokter umum yang bertugas di bagian emergensi. Propofol memiliki mula kerja yang cepat, waktu kerja yang pendek dan efek samping yang relatif rendah namun sering menimbulkan nyeri saat penyuntikan selama proses induksi anestesia. Angka insiden terjadinya nyeri pasca penyuntikan propofol intravena antara 40% hingga 86%. Nyeri yang digambarkan sebagai nyeri tajam atau terbakar hingga nyeri berat. Tingginya insiden nyeri saat penyuntikan intravena yang dihubungkan dengan formula tradisional propofol telah dimasukkan sebagai peringkat ketujuh masalah anestesi modern (Marcario 1999). Sampai saat ini mekanisme propofol menyebabkan nyeri pasca penyuntikan intravena masih belum jelas. Propofol merupakan bagian dari kelompok fenol yang secara langsung dapat mengiritasi kulit, membrane mukosa dan intima dari pembuluh darah yang akan dengan cepat menstimulasi ujung saraf bebas yang akhirnya menimbulkan respon nyeri (Ambesh SP, 1999). Ohmiso H, 2005, dalam penelitiannya mengungkapkan terdapat peningkatan yang signifikan kadar bradikinin darah setelah pemberian propofol intravena, Klemen W (1991), mengungkapkan konsentrasi propofol bebas dalam plasma dan aktivasi sistem enzimatik kinin-kalikrein diasosiasikan dengan intensitas nyeri
selama penyuntikan propofol intravena. Ambesh (1999) mengungkapkan konsentrasi propofol yang bebas (tidak terikat oleh air) berhubungan dengan nyeri saat injeksi propofol intravena, akibat dari efek tidak langsung propofol pada endotel pembuluh darah yang mengaktivasi sistem kinin-kalikrein dan pelepasan bradikinin menyebabkan dilatasi pembuluh darah, hiperpermeabilitas yang berakibat peningkatan kontak antara propofol dengan ujung saraf bebas yang menyebabkan nyeri pasca penyuntikan propofol intravena. Propofol dapat menyebabkan suatu kondisi hipotensi dan penurunan laju jantung serta curah jantung yang diikuti oleh suatu penurunan nilai parameter kardiovaskular di bawah nilai baseline. Efek hipotensi yang ditimbulkan oleh propofol menunjukkan terjadinya suatu penurunan resistensi vaskular sistemik atau curah jantung yang disebabkan oleh terjadinya kombinasi antara vasodilatasi arteri dan vena, gangguan mekanisme baroreflek dan penurunan kontraktilitas miokardium. Inhibisi sistem saraf simpatis menjelaskan suatu efek perubahan pada kardiovaskular yang dipicu oleh pemberian propofol, serta adanya pengaruh langsung terhadap vasodilatasi dan efek inotropik negatif juga sedikit mempengaruhinya. Beberapa metoda telah digunakan untuk mengurangi efek samping nyeri yang ditimbulkan oleh propofol sedangkan untuk mengatasi ketidakstabilan hemodinamik belum terdapat konsensus yang pasti. Beberapa metoda yang telah dilakukan untuk mengurangi nyeri setelah pemberian propofol intravena diantaranya adalah dengan mendinginkan, menghangatkan atau mengencerkan cairan propofol, penyuntikan propofol pada vena-vena besar, mengatur kecepatan
penyuntikan, sebelum penyuntikan propofol dilakukan pemberian obat seperti lidokain, ketamin, opioid, metoclopramide, atau thiopental. Meskipun obat-obatan diatas dipercaya dapat mengurangi rasa nyeri namun belum ada yang dapat menghilangkan rasa nyeri secara total. Lidokain merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengurangi kejadian nyeri pascapemberian propofol intravena. Lee P (2004), pada penelitiannya mengungkapkan pemberian lidokain lebih baik jika dalam pemberiannya dicampur dalam emulsi propofol dibandingkan jika diberikan sebelum pemberian propofol intravena dan dosis yang direkomendasikan adalah 40 mg. Masaki (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan penambahan lidokain 20-40 mg pada propofol 200 mg dapat menimbulkan droplet minyak yang menyatakan bahwa larutan tidak kompatibel secara fisika-kimia. Meskipun secara klinis tidak ada bukti terjadinya komplikasi berupa emboli paru setelah pemberian lidokain yang dicampur dengan propofol, disarankan untuk menghindari untuk penggunaan klinis campuran propofol 1% 20 ml dengan lidokain lebih dari 20 mg, kecuali jika diberikan segera setelah campuran obat dibuat. Sharifnia (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan terdapat penurunan tekanan darah sistolik, diastolik dan frekuensi jantung setelah pemberian induksi dengan propofol dicampur dengan lidokain, penurunan tekanan darah sistolik, diastolik dan frekuensi jantung pada pemberian propofol dicampur dengan lidokain sama dengan pemberian propofol tanpa dicampur dengan lidokain.
Pemberian obat golongan opioid juga sering menjadi pilihan untuk mengurangi nyeri akibat pemberian propofol intravena. Picard dan Tramer (2000) dalam penelitiannya mengungkapkan petidin merupakan opioid yang dapat mengurangi nyeri pasca penyuntikan propofol lebih baik jika dibandingkan dengan pemberian fentanyl maupun alfentanyl. Sedangkan Saadawy (2007) mengungkapkan reaksi hipersensitifitas akibat penggunaan pethidine untuk mengurangi nyeri pascapemberian propofol intravena mencapai angka 40%. Berdasarkan pada hasil penelitian-penelitian diatas, masih diperlukan alternatif obat lain yang dapat untuk mengurangi insiden nyeri dan dapat untuk menjaga kestabilan hemodinamik pascapemberian propofol intravena. Efedrin merupakan salah satu alternatif obat untuk hal tersebut. Efedrin merupakan simpatomimetik yang sering dipilih digunakan untuk meningkatkan tekanan darah sistemik yang terjadi akibat blokade yang dihasilkan oleh anestesi regional atau hipotensi berhubungan dengan anestesi inhalasi atau intravena. Penggunaan efedrin untuk mengurangi insiden nyeri pascapemberian propofol intravena masih jarang dilakukan (Stoelting, 2007). Greenberg (1991) mengungkapkan bradikinin menginhibisi keluarnya norepinephrine dari ujung saraf simpatis yang menginervasi arteri pulmonalis dan mesenterika
pada
anjing.
Cheong
Mi
(2002)
dalam
penelitiannya
mengungkapkan pemberian efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB hingga 70 mcg/kgBB dapat menurunkan kejadian nyeri pascapemberian propofol intravena. Propofol juga menyebabkan hipotensi setelah pemberian induksi intravena Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit
kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial rerata dan tekanan darah diastolik. Reich dkk. (2005) mendapatkan 9% pasien mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum. Efedrin searing digunakan sebagai obat untuk meningkatkan tekanan darah akibat pemberian propofol. Duta V (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian efedrin 0,2 mg/kgBB secara signifikan dapat mencegah penurunan tekanan darah setelah pemberian propofol dibandingkan dengan pemberian cairan kristaloid 20 ml/kg 15 menit sebelum induksi propofol.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena prainduksi dapat mengurangi intensitas nyeri pascapemberian propofol intravena? 2. Apakah pemberian efedrin 50 mcg/kgBB prainduksi dapat menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol intravena?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mencari alternatif obat untuk mengurangi intensitas nyeri dan dapat menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian induksi propofol
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Untuk mengetahui efektifitas efedrin 50 mcg/kgBB intravena dalam mengurangi intensitas nyeri pascapemberian propofol intravena 2. Untuk mengetahui efektifitas efedrin 50 mcg/kgBB intravena dalam menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol intravena.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Klinis Efedrin diharapkan dapat mengurangi efek nyeri setelah penyuntikan propofol intravena serta dapat menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol intravena, sehingga efedrin dapat dijadikan sebagai alternatif obat intravena untuk menurunkan intensitas nyeri dan menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol intravena.
1.4.2 Manfaat Pendidikan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan mengembangkan hasil penelitian-penelitian terdahulu serta dapat menjadi rujukan atau acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Propofol Propofol (2,6-diisopropylfenol) terdiri dari sebuah cincin fenol dengan dua kelompok isopropil yang berikatan (Gambar 2.6). Propofol tidak larut dalam air, tetapi tersedia sediaan larutan 1 % (10 mg/mL) untuk pemberian intravena, sebagai emulsi minyak dalam air yang mengandung minyak kedelai, gliserol, dan lesitin telur. Riwayat alergi telur bukan merupakan kontraindikasi pemakaian propofol karena sebagian besar alergi telur melibatkan reaksi terhadap putih telur (albumin telur), sedangkan lesitin telur diekstraksi dari kuning telur. Formulasi ini dapat menyebabkan nyeri selama suntikan (jarang terjadi terjadi pada pasienpasien yang lebih tua) yang dapat dikurangi dengan suntikan awal dengan lidokain atau dengan pencampuran lidokain dengan propofol sebelum suntikan (2 mL lidokain 1% dalam 18 mL propofol) (Morgan dkk., 2006). Formulasi propofol ini dapat mendukung pertumbuhan bakteri, sehingga teknik sterilitas yang baik harus dilakukan selama persiapan dan penyimpanannya. Pemberian propofol harus sudah dilakukan dalam 6 jam setelah membuka ampul. Formulasi propofol yang ada saat ini berisi 0,005% disodium edetate atau 0,025% sodium metabisulfite untuk membantu memperlambat tingkat pertumbuhan dari bakteri, meskipun demikian, produk tahan bakteri ini masih belum berdasarkan standar United States Pharmacopeia (USP) (Morgan dkk., 20a06).
Gambar 2.1 Struktur kimia propofol (Dikutip dari Morgan dkk., 2006) Biokimia Propofol (C12H18O), merupakan golongan fenol yang memiliki sifat stabil secara kimia dan memiliki efek biotoksisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan golongan fenol yang lain. Namun, seperti sebagian besar golongan fenol, propofol dapat mengiritasi kulit dan membrane mukosa. Propofol tidak larut dalam air, yang merupakan alasan sediaan komersial yang tersedia berupa emulsi lipid isotonik bukan buffer dengan rentang pH 6,0-9,0 (Tan, 1998) Sediaan Propofol
pada
konsentrasi
10-20
mg/ml
secara
tradisional
telah
diformulasikan dalam emulsi lemah yang mengandung 10% LCT minyak kedelai, tetapi sejak 1995, propofol juga tersedia secara komersial dalam formula MCT/LCT yang 26-40% lebih rendah kandungannya dibandingkan formula LCT, menyebabkan penurunan 0,2-0,14% dari total konsentrasi (Babl 1995, Yamakage 2005). Memodifikasi komposisi lemak emulsi tidak memiliki efek pada pharmakokinetik dan efikasi propofol (doenicke 1997). Meskipun konsentrasi tigliserida plasma menurun selama sedasi tidak berbeda antara emulsi propofol
LCT dan MCT/LCT, terdapat tendensi elimiasi tigliserida yang lebih cepat pada pemberian formula MCT/LCT dibandingakan LCT (Theilen 2002). Cara Menyiapkan Propofol harus disiapkan secara asepsis untuk penggunaan segera, untuk mencegah proliferasi mikrobakteri yang cepat setelah kontaminasi bakteri (McHugh 1995). Aktivitas antimikroba dari anestesi lokal yang ditambahkan pada emulsi propofol sebelum pemberian untuk menurunkan nyeri pada tempat injeksi hanya akan membatasi namun tidak mencegah pertumbuhan mikroba pada membrane sel (Ohsuka 1991, Ozer 2002). Farmakokinetik Konsentrasi propofol dalam darah meningkat dengan cepat setelah pemberian bolus intravena sedangkan peningkatan konsentrasi cerebral lebih lambat. Waktu untuk mencapai efek penurunan kesadaran/tidak sadar ditentukan oleh dosis total yang diberikan
2.1.1 Farmakologi Klinik Propofol Propofol merupakan obat anestesi intravena yang paling sering digunakan saat ini, baik untuk induksi dan pemeliharaan anestesi maupun untuk sedasi di dalam dan di luar ruang operasi. Propofol digunakan secara luas dalam bidang kedokteran karena efeknya yang menguntungkan bagi pasien-pasien yang menjalani pemulihan anestesia dan insiden mual dan muntahnya yang kecil (Smith dkk., 1994).
Propofol memberikan mula kerja dan akhir kerja yang cepat serta memiliki efek antiemetik (Reves dkk., 2005). Daya larut lipidnya yang tinggi menyebabkan mula kerja yang hampir secepat thiopental (one-arm-to-brain circulation time). Membangunkan pasien setelah dosis bolus tunggal propofol juga cepat karena waktu paruh distribusi awal yang sangat singkat (2-8 menit). Sebagian besar peneliti meyakini pemulihan dari propofol lebih cepat dan disertai dengan rasa tidak nyaman yang lebih sedikit dibandingkan pemulihan dari metoheksital, thiopental, ataupun etomidat. Hal ini membuatnya sebagai suatu obat yang baik untuk pasien anestesi rawat jalan (Morgan dkk., 2006). Dosis induksi yang lebih kecil direkomendasikan pada pasien-pasien lanjut usia oleh karena volume distribusi (Vd) mereka yang lebih kecil. Wanita bisa memerlukan dosis propofol yang lebih besar daripada laki-laki dan pemulihan kesadarannya lebih cepat (Morgan dkk., 2006). Pada tahun 1981, Major dkk. meneliti 3 dosis induksi anestesia propofol (1,5, 2,0 dan 2,5 mg/kgBB) pada wanita sehat yang menjalani tindakan ginekologi singkat. Mereka menemukan bahwa 3 pasien dengan dosis 1,5 mg/kgBB dan satu pasien dengan dosis 2 mg/kgBB tidak mengalami kehilangan kesadaran, namun semua pasien mengalami kehilangan kesadaran dengan dosis 2,5 mg/kgBB. Durasi rata-rata untuk mulainya kehilangan kesadaran adalah 47,4 detik pada kelompok 1,5 mg/kgBB, 39,9 detik pada kelompok 2 mg/kgBB dan 38,2 detik pada kelompok 2,5 mg/kgBB. Insiden apneu yang tampak nyata secara klinis adalah 4, 7 dan 12 pasien pada masing-masing kelompok 1,5, 2, 2,5 mg/kgBB. Perubahan
kardiovaskular yang tergantung dosis meliputi penurunan tekanan arterial dan peningkatan denyut jantung.
2.1.2 Efek Pada Sistem Organ Kardiovaskular Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik (inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload. Hipotensi yang terjadi lebih berat dibandingkan dengan thiopental, tetapi umumnya dipulihkan oleh rangsangan akibat laringoskopi dan intubasi. Propofol dapat diberikan pada pasien dengan penyakit jantung koroner dengan monitoring dan supervisi ketat. Dosis induksi normal akan menurunkan tekanan darah sistolik (Coates 1985) dengan efek bervariasi pada laju denyut jantung dan juga dapat menurunkan curah jantung (Coates 1987). Propofol juga pernah dilaporkan mempengaruhi reflek baroreseptor yang dapat menyebabkan penurunan laju denyut jantung selain menurunkan tekanan darah sistolik (Cullen 1987) dan memiliki efek minimal pada fungsi dan hepar (Robinson 1985, Stark 1985). Faktor-faktor yang memperburuk hipotensi antara lain dosis pemberian yang besar, suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas mengganggu respon normal baroreflek arterial terhadap hipotensi, khususnya pada keadaan normokarbia atau hipokarbia (Morgan dkk., 2006). Induksi anestesia dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi
anestesia dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993). Diperkirakan terdapat beberapa mekanisme yang mendasarinya, yakni depresi miokard dan penurunan after load atau preload (Lepage dkk., 1991; Muzi dkk., 1992). RSI dengan propofol menyebabkan penurunan tekanan darah yang signifikan dan beberapa penulis menyarankan pemberian loading cairan Ringer Laktat praoperatif untuk melawan hipotensi yang disebabkan oleh propofol tanpa menyebabkan peningkatan tekanan darah sama sekali (El-Beheiry dkk., 1995). Waktu paling kritis terjadinya bradikardia dan hipotensi saat anestesia adalah segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, saat tercapainya efek puncak obat-obat induksi anestesia dengan stimulasi yang minimal (Masjedi dkk, 2014). Penurunan drastis preload, yang dapat menyebabkan bradikardia yang diperantarai oleh refleks vagal, jarang terjadi. Perubahan pada denyut jantung dan curah jantung biasanya bersifat sementara dan tidak signifikan pada pasien yang sehat, tetapi dapat berubah menjadi sangat berat sampai terjadi asistole, terutama pada pasien-pasien dengan usia ekstrim, dalam terapi kronotropik negatif, atau sedang dalam tindakan operasi yang berhubungan dengan reflek okulokardiak (Morgan dkk., 2006). Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel dapat mengalami penurunan curah jantung yang drastis sebagai akibat penurunan tekanan pengisian ventrikel dan kontraktilitas. Meskipun konsumsi oksigen miokard dan aliran darah koroner menurun, produksi laktat sinus koroner akan meningkat pada beberapa pasien. Hal
ini mengindikasikan adanya suatu mismatch antara permintaan dan penyediaan oksigen miokard (Morgan dkk., 2006). Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial rerata dan tekanan darah diastolik. Reich dkk. (2005) mendapatkan 9% pasien mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum. Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan curah jantung/indeks jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan pembuluh darah sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987). Indeks kerja sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys dkk., 1988). Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol tampaknya disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek vasodilatasi propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk., 1992) dan efek langsung mobilisasi kalsium intraselular otot polos (Xuan dkk., 1996). Duta V (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian efedrin 0,2 mg/kgBB secara signifikan dapat mencegah penurunan tekanan darah setelah pemberian propofol dibandingkan dengan pemberian cairan kristaloid 20 ml/kg 15 menit sebelum induksi propofol. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Singh V (2005) yang menyatakan pemberian efedrin 10-20 mg dapat menumpulkan respon hipotensi yang diakibatkan oleh pemberian bolus induksi propofol 2 mg/kgBB.
Respirasi Seperti barbiturat, propofol merupakan suatu depressant pernapasan yang dalam, yang biasanya menyebabkan apneu setelah dosis induksi. Sebagian besar studi menunjukkan propofol menyebabkan depresi respirasi yang menurunkan laju respirasi begitu juga volume tidal (Goodman 1987). Bahkan ketika digunakan untuk pemberian sedasi dengan dosis subanestesi, propofol menghambat hypoxic ventilatory drive dan menekan respon normal terhadap hiperkarbia. Depresi reflek jalan nafas atas yang diinduksi oleh propofol lebih baik daripada thiopental dan terbukti sangat menolong selama intubasi atau insersi LMA tanpa pemakaian pelumpuh otot. Meskipun propofol dapat menyebabkan pelepasan histamin, induksi dengan propofol dapat menyebabkan timbulnya wheezing pada penderita asma maupun bukan asma, dengan angka kejadian yang lebih rendah dibandingkan dengan barbiturat atau etomidat, dan hal ini tidak dikontraindikasikan pada pasien-pasien yang menderita asma (Morgan dkk., 2006). Serebral Seperti barbiturate, propofol terikat dengan reseptor GABA tapi juga memiliki mekanisme kerja melibatkan berbagai reseptor protein. Efek cerebralnya adalah hipnotik dan mungkin juga analgetik (Canavero 2004, Zacny 1996). Pada Pasien dengan patologi intrakranial, propofol seperti kebanyakan agen induksi anestesi, menurunkan CBF, Meningkatkan CVR dan menurunkan CMRO2 (Vandesteene 1988, Stephan 1987).
Propofol mengurangi aliran darah serebral dan tekanan intrakranial. Pada pasien-pasien dengan tekanan intrakranial yang meningkat, propofol dapat menyebabkan penurunan kritis tekanan perfusi serebral (<50 mmHg), kecuali jika dilakukan tindakan untuk menopang tekanan arterial rerata. Propofol dan thiopental bisa memberikan derajat proteksi serebral yang sama selama iskemia fokal. Yang unik dari propofol adalah efek anti gatalnya. Efek antiemetiknya (memerlukan konsentrasi propofol 200 ng/mL dalam darah) membuat propofol sebagai obat yang lebih disukai untuk pasien anestesi rawat jalan. Induksi kadangkadang disertai oleh gejala eksitasi seperti kejang otot, gerakan spontan, opistotonus, atau cegukan, mungkin akibat terjadinya antagonis glisin subkortikal. Meski reaksi-reaksi ini kadang-kadang bisa menyerupai kejang tonik–klonik, propofol tampaknya secara predominan memiliki efek anti kejang (dengan kata lain, menekan lonjakan), yang berhasil digunakan untuk mengakhiri status epileptikus, dan dapat dengan aman diberikan pada pasien epilepsi. Propofol menurunkan tekanan intraokular. Toleransi tidak terjadi setelah pemberian propofol jangka panjang (Morgan dkk., 2006). 2.2 Nyeri Propofol 2.2.1 Tanda Klinis dan Kejadian Pemberian injeksi propofol intravena menyebabkan nyeri pada tempat penyuntikan, angka insidennya bervariasi kurang dari 10% pada fossa antecubiti hingga 90% pada vena di punggung tangan (Scott 1988, Stark 1985, Johnson 1990, McCulloch 1985)
Nyeri sering dilaporkan sebagai nyeri berat hingga nyeri yang tidak bisa ditoleransi. Angka insiden yang tinggi sering dihubungkan dengan formula LCT dan telah ditempatkan oleh ahli anestesi sebagai rangking ketujuh masalah anestesi modern (Marcario, 1999). Angka kejadian thrombosis atau phlebitis setelah pemberian intravena dilaporkan kurang dari 1% (Stark 1985) 2.2.2 Mekanisme Mekanisme pasti timbulnya nyeri pada tempat penyuntikan intravena propofol masih belum diketahui secara pasti. Nyeri vascular segera setelah penyuntikan propofol intravena sering dihubungkan dengan efek iritasi langsung obat terhadap pembuluh darah (Tan 1998) dengan menstimulasi reseptor nosiseptif pada pembuluh darah atau ujung saraf bebas dengan transmisi sentral impuls saraf oleh serat A delta yang kecil (Erickson 1998). Efek ini mungkin diasosiasikan dengan konsentrasi propofol bebas (Doenicke 1996). Nyeri yang disebabkan oleh pemberian propofol diduga diakibatkan oleh aktivasi sistem kinin dan kalikrein, yang menginduksi dilatasi vena dan hiperpermeabilitas pembuluh darah yang dapat menyebabkan kontak dengan ujung saraf bebas di dinding pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan nyeri (Nishiyama 2005). Konsentrasi bradikinin yang tinggi didapatkan pada darah yang bercampur dengan propofol LCT atau MCT/LCT dibandingkan dengan darah yang bercampur dengan salin (Ohmizo 2005). Prostanoid yang merupakan prostaglandine E2, dilepaskan ke plasma setelah pemberian intravena propofol pada tikus (Ando 2005). Pemberian inhibitor prostaglandin telah dilaporkan dapat menurunkan kejadian nyeri pada pemberian propofol intravena (Nishiyama 2005).
Faktor yang menentukan intensitas dan kejadian nyeri pasca pemberian propofol intravena selain konsentrasi propofol bebas juga telah dikemukakan, seperti umur pasien, tempat penyuntikan, ukuran pembuluh darah vena, temperature, pH dari sediaan, kecepatan penyuntikan dan cairan yang menyertai. 2.2.3 Teknik untuk Menurunkan Kejadian Nyeri Modifikasi komposisi obat Propofol dengan emulsi lemak yang lebih rendah, Ampofol, megandung minyak kedelai 50% lebih rendah memiliki potensiasi yang baik untuk kepentingan sedasi intraoperatif tetapi mengakibatkan nyeri yang lebih berat dibandingkan dengan sediaan LCT (Song, 2004). Penggunaan propofol bebas lemak, Cleofol, digunakan secara klinis di India menurunkan risiko kontaminasi bakteri dibandingkan emulsi LCT (Sosis,1993, Ozer, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Dubey, 2005 menunjukkan insiden nyeri yang lebih tinggi hingga dua kali dibandingkan dengan sediaan propofol LCT. Obat baru yang larut air, GPI 15715, dihidrolisis untuk melepaskan propofol, telah diperiksa keamanannya, tolerabilitas, farmakokinetik dan farmakodinamik kliniknya dan dilaporkan menyebabkan kejadian nyeri yang lebih rendah (Fechner, 2003). Dua dari Sembilan subjek penelitian merasakan nyeri terbakar yang tidak nyaman saat penyuntikan intravena. Propofol dengan partikel lemak yang lebih kecil, Anepol (Abbot), telah dilaporkan memiliki kejadian nyeri yang lebih rendah dibandingkan dengan propofol LCT, meskipun tidak terdapat perbedaan signifikan pada kejadian nyeri berat. Mendinginkan sediaan
Terdapat penurunan kejadian nyeri pada pemberian sediaan propofol dengan suhu 40 C (McCrirrick, 2005). Konsentrasi obat bebas pada sediaan MCT/LCT tidak mengalami perubahan, namun terdapat peningkatan pada sediaan LCT. Mendinginkan propofol dapat menginhibisi system kinin-kalikrein dan transmisi nyeri dari ujung saraf bebas. Mendinginkan propofol tidak mempengaruhi konsentrasi propofol bebas (Yamakage, 2005) Menghangatkan sediaan Menghangatkan propofol hingga suhu tubuh sebelum pemberian secara signifikan menurunkan konsentrasi propofol bebas pada sediaan propofol LCT maupun MCT/LCT (Yamakage, 2005). Lingkungan yang hangat akan memicu pertumbuhan bakteri pathogen pada sediaan yang tidak mengandung agen bakteristatik (Sosis 1993, Sosis 1995). Pada satu studi metaanalisis, baik proses mendinginkan maupun menghangatkan tidak memiliki efek signifikan pada nyeri saat penyuntikan propofol intravena (Picard, 2000). Mengasamkan sediaan Mengasamkan sediaan propofol dilaporkan menurunkan konsentrasi propofol bebas dengan efek nyeri yang lebih ringan pada tempat penyuntikan intravena tanpa adanya penurunan potensi anestesi (Yamakage, 2005). Dilution of formula Mengencerkan sediaan Mengencerkan propofol LCT baik dengan dekstrosa 5% maupun emulsi lemak 10% menurunkan konsentrasi propofol dan dilaporkan berhubungan dengan turunnya insiden nyeri pada tempat penyuntikan intravena. Menurunnya
kejadian nyeri setelah pengenceran propofol dihubungkan dengan konsentrasi propofol bebas yang lebih rendah (Klement, 1991). Mencampur sediaan dengan darah Penambahan darah pada emulsi propofol telah dilaporkan sama efektif dengan penambahan lidokain untuk menurunkan kejadian nyeri pada tempat penyuntikan intravena (McDonald, 1996)). Penjelasan yang mungkin untuk keadaan ini adalah kelarutan darah dan lemak menurunkan konsentrasi propofol bebas atau sebagai larutan penyangga sediaan propofol. Filtrasi sediaan Pemberian propofol melalui mikrofilter (0,2 μm) telah dilaporkan dapat menurunkan insiden dan intensitas nyeri pada tempat penyuntikan intravena (Davies, 2002). Penggunaan mikrofilter 5 μm tidak menurunkan insiden dan intensitas nyeri (Hellier, 2003). Mekanisme untuk menjelaskan hal ini mash belum jelas. Lokasi penyuntikan Kejadian nyeri pada injeksi intravena propofol berkisar antara 25-90% pada vena yang berlokasi pada punggung tangan (Scott 1988,Stark 1985, Johnson 1990, McCulloch 1985) dan 3-36% pada lokasi yang lebih proksimal pada ekstremitas atas ((Scott 1988,Stark 1985, Johnson 1990, McCulloch 1985). Menginjeksi propofol pada vena besar relatif mudah, reliable dan aman untuk menurunkan insiden nyeri pasca pemberian propofol intravena. Meskipun mekanisme pastinya belum diketahui, efek dilusi (pengenceran) menyebabkan penurunan kontak antara
endotel dan propofol bebas. Nyeri pada tempat penyuntikan dapat dihindari dengan baik jika propofol diberikan melalui vena sentral (Sekt, 1999). Laju pemberian Pemberian intravena yang perlahan saat induksi anestesi dilaporkan meningkatkan insiden nyeri setelah pemberian propofol intravena (Scott, 1988), dan pemberian propofol dengan cepat dilaporkan menurunkan insiden nyeri (Shimizu, 2005). Penjelasan untuk keadaan ini adalah laju pemberian berhubungan dengan kecepatan induksi anestesi. Pemberian propofol secarah perlahan memperpanjang waktu induksi sehingga memicu nyeri pada pasien yang masih dalam kondisi sadar. Sebaliknya, pemberian intravena yang cepat mungkin menurunkan risiko nyeri sedang hingga berat sebelum pasien tidak sadar. 2.2.4 Obat untuk mengurangi nyeri propofol Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengurangi atau mencegah nyeri pada tempat penyuntikan propofol. Beberapa hal yang sering dilakukan adalah dengan menambahkan obat hipnotik, analgetik, anti inflamasi atau obat anestesi lokal. Lidokain Lidokain merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengurangi kejadian nyeri pasca pemberian propofol intravena. Lee P (2004), pada penelitiannya mengungkapkan pemberian lidokain lebih baik jika dalam pemberiannya dicampur dalam emulsi propofol dibandingkan jika diberikan sebelum pemberian propofol intravena dan dosis yang direkomendasikan adalah 40 mg.
Masaki (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan penambahan lidokain 20-40 mg pada propofol 200 mg dapat menimbulkan droplet minyak yang menyatakan bahwa larutan tidak kompatibel secara fisika-kimia. Meskipun secara klinis tidak ada bukti terjadinya komplikasi berupa emboli paru setelah pemberian lidokain yang dicampur dengan propofol, disarankan untuk menghindari untuk penggunaan klinis campuran propofol 1% 20 ml dengan lidokain lebih dari 20 mg, kecuali jika diberikan segera setelah campuran obat dibuat. Sharifnia (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan terdapat penurunan tekanan darah sistolik, diastolik dan frekuensi jantung setelah pemberian induksi dengan propofol dicampur dengan lidokain, penurunan tekanan darah sistolik, diastolik dan frekuensi jantung pada pemberian propofol dicampur dengan lidokain sama dengan pemberian propofol tanpa dicampur dengan lidokain. Thiopental Tiopental dapat mengurangi nyeri saat pemberian propofol belum diketahui dengan jelas namun dapat melibatkan beberapa mekanisme. Pertama, sifat fisik alkali thiopental dan kelarutannya dalam lemak dapat mengurangi konsentrasi propofol yang bebas pada tempat penyuntikan (Klement 1991). Hal kedua, pemberian dosis subanestesi thiopental mungkin menginhibisi persepsi nyeri (Anker-Moller 1991). Thiopental juga mungkin memblokade pelepasan bradikinin, yang dapat menyebabkan dilatasi dan hiperpermeabilitas vena yang memicu paparan propofol bebas terhadap saraf tepi pada endovascular yang dapat memicu nyeri (Scott, 1988) Ketamine
Ketamin resemik memiliki efek hipnotik dan analgetik. Angka insiden nyeri pasca pemberian propofol dapat dikurangi hingga 30% dengan pemberian ketamin 5-10 mg (Koo, 2006). Sebagai antagonis reseptor NMDA tidak kompetitif, ketamin memblokade reseptor NMDA di sistem saraf pusat dan di perifer. Lebih lanjut, farmakodinamik ketamin yang dapat menyebabkan pelepasan noradrenalin dapat juga berperan. Ketamin diharapkan dapat mengurangi nyeri pasca pemberian propofol intravena
dan
dapat
menjaga
stabilitas
hemodinamik
karena
efek
simpatomimetiknya. Seung W K (2006) pada penelitianya mengungkapkan ketamin dosis rendah (100 mcg/kgBB) dapat menurunkan insiden nyeri pasca pemberian propofol secara intravena, namun pada penelitian ini juga disebutkan terdapat 11 dari keseluruhan 30 sampel yang menerima dosis ketamin 50 mcg/kgBB mengalami sedasi ringan hingga sedang. Kondisi ini dapat mengaburkan penilaian derajat nyeri pada sampel. Opioids Opioid merupakan analgetik yang dimediasi oleh reseptor sentral. Field, 1980, telah mengkonfirmasi bahwa terdapat juga reseptor opiod di perifer. Pemberian petidin 40 mg dengan penggunaan tourniquet selama 1 menit memilik efek setara dengan lidokain 60 mg untuk mengurangi nyeri pasca pemberian propofol (1998). Terdapat efek samping berupa reaksi hipersensitifitas terhadap pethidin. Sedangakan efek morfin dan fentanyl untuk mengurangi nyeri pasca pemberian propofol secara statistik tidak signifikan (Wrench 1996).
Pemberian obat golongan opioid juga sering menjadi pilihan untuk mengurangi nyeri akibat pemberian propofol intravena. Picard dan Tramer (2000) dalam penelitiannya mengungkapkan petidin merupakan opioid yang dapat mengurangi nyeri pasca penyuntikan propofol lebih baik jika dibandingkan dengan pemberian fentanyl maupun alfentanyl. Sedangkan Saadawy (2007) mengungkapkan reaksi hipersensitifitas pada kulit akibat penggunaan pethidine untuk mengurangi nyeri pasca pemberian propofol intravena mencapai angka 40%. Obat Anti Inflamasi Bukan Steroid Terdapat kontroversi penggunaan NSAID untuk mengurangi nyeri pasca pemberian propofol karena NSAID sendiri menyebabkan nyeri pada tempat penyuntikan. Meskipun mekanisme nyeri yang dipicu pemberian propofol masih belum jelas, kinin mungkin terlibat (scott 1988). Oleh karena itu, NSAID mungkin mengurangi nyeri dengan cara menginhibisi sintesis prostaglandin dan atau mempengaruhi kaskade kinin.
2.3 Efedrin Efedrin merupakan non-katekolamin sintetik yang bekerja tidak langsung menstimulasi reseptor alfa dan beta adrenergik. Efek farmakologi pada obat ini berhubungan dengan pelepasan norepinefrin endogen (aksi tidak langsung), tetapi obat juga memiliki efek stimulan langsung pada reseptor adrenergik (aksi langsung) (Stoelting dan Hillier, 2006). Struktur kimia efedrin ditunjukkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.2 Struktur kimia efedrin (Dikutip dari Stoelting dan Hillier, 2006)
Efedrin tahan terhadap metabolisme monoamin oksidase (MAO) di traktus gastrointestinal, sehingga menyebabkan obat diabsorbsi dalam bentuk tidak berubah menuju sirkulasi setelah pemberian oral. Injeksi efedrin intramuskular juga bisa diberikan karena vasokonstriksi lokal yang disebabkan oleh obat ini tidak cukup kuat untuk memperlambat absorpsi sistemiknya. Lebih dari 40% dari bolus tunggal efedrin diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di urin. Sebagian efedrin dideaminasi oleh MAO di hati dan juga terjadi konjugasi. Inaktivasi dan ekskresi efedrin yang lambat menyebabkan durasi kerja yang panjang obat simpatomimetik ini. Efedrin tidak menyebabkan hiperglikemia seperti epinefrin. Midriasis terjadi setelah pemberian efedrin dan terjadi pula stimulasi sistem saraf pusat, meskipun lebih kecil daripada yang dihasilkan oleh amfetamin (Stoelting dan Hillier, 2006).
2.3.1 Farmakologi Klinik Efedrin Efedrin merupakan vasopresor yang biasanya digunakan selama anestesia untuk melawan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung setelah anestesi spinal dan epidural (Critchley dkk., 1995). Sebagai vasopresor dan simpatomimetik, efedrin telah digunakan dengan aman dan efektif, baik untuk pencegahan maupun pengobatan hipotensi yang disebabkan oleh anestesia, khususnya anestesia pada obstetri (Cyna dkk., 2006). Obat ini juga dapat menurunkan respon hemodinamik yang disebabkan oleh pemberian bolus propofol (Michelsen dkk., 1998; Kasaba dkk., 2000; El-Tahan, 2011). Sebagai tambahan efek α-vasokonstriktor dan ß-kardiostimulannya, efedrin juga memiliki keuntungan yaitu durasinya yang singkat, jadi memiliki profil kerja yang serupa dengan propofol (Singh, 2005). Berbagai tinjauan sistematis dan meta-analisis telah menunjukkan bahwa injeksi efedrin profilaksis dapat menurunkan risiko hipotensi sebesar 14-37% (Macarthur, 2002; Dyer dkk., 2009), saat anestesia spinal pada obstetri yang menjalani sectio cesarea. Penggunaan profilaksis efedrin dengan dosis besar telah menunjukkan kegunaannya dalam pengobatan hipotensi yang disebabkan oleh propofol, namun ini dapat menyebabkan takikardia yang nyata (Michelsen dkk., 1998) dan hipertensi pada beberapa situasi klinis (Kasaba dkk., 2000). Efedrin profilaksis telah digunakan untuk mengurangi respon hemodinamik dari propofol pada pasien-pasien wanita lanjut usia dan ditemukan bahwa dosis 0,1 atau 0,2 mg/kgBB IV secara nyata dapat mengurangi penurunan tekanan darah, namun tidak satupun dapat meniadakannya sama sekali (Michelsen dkk., 1998).
Bermacam-macam dosis efedrin IV, mulai dari dosis paling rendah 0,03 mg/kgBB sampai 0,2 mg/kgBB, telah dilaporkan digunakan untuk mencegah hipotensi saat anestesia (Demirkaya dkk., 2012). Efedrin dapat diberikan secara bolus tunggal, infus continuous, atau injeksi intramuskular (Kasaba dkk., 2000; Cyna dkk., 2006; El-Tahan, 2011). Pada orang dewasa, efedrin diberikan secara bolus 2,5 sampai 10 mg, sedangkan pada anakanak diberikan secara bolus 0,1 mg/kgBB. Dosis selanjutnya ditingkatkan sampai akhir kerja, yakni terjadinya takifilaksis, yang kemungkinan disebabkan karena berkurangnya cadangan norepinefrin. Efedrin, 10-25 mg IV diberikan kepada orang dewasa, merupakan simpatomimetik yang sering dipilih digunakan untuk meningkatkan tekanan darah sistemik yang terjadi akibat blokade yang dihasilkan oleh anestesi regional atau hipotensi berhubungan dengan anestesi inhalasi atau intravena (Morgan dkk., 2006). Pada model binatang, efedrin lebih khusus memperbaiki perubahan sirkulasi non-kardiak yang disebabkan oleh anestesi spinal dibandingkan dengan apa yang diakibatkan oleh obat agonis selektif alfa atau beta (Butterworth dkk., 1986). Oleh karena itu efedrin dijadikan sebagai obat simpatomimetik terpilih pada parturien yang mengalami penurunan tekanan darah sistemik akibat anestesi spinal atau epidural. Data-data yang mendukung praktik ini adalah observasi pada biri-biri betina hamil, yakni aliran darah uterus tidak berubah banyak ketika efedrin diberikan untuk memulihkan tekanan darah ke normal setelah mengalami blokade sistem saraf simpatis (McGrath dkk.,1994).
Efedrin
umumnya
digunakan
sebagai
vasopresor
saat
anestesia.
Pemberiannya hanya sementara sedangkan penyebab hipotensinya tetap harus ditelusuri dan diperbaiki. Tidak seperti α1-agonis kerja langsung, efedrin tidak menurunkan aliran darah ke uterus. Hal ini menjadikannya sebagai pilihan vasopresor yang digunakan pada sebagian besar kasus obstetri. Efedrin juga telah dilaporkan memiliki sifat-sifat antiemetik, khususnya yang berkaitan dengan hipotensi setelah anestesia spinal. Premedikasi klonidin dapat meningkatkan efek efedrin (Morgan dkk., 2006). Arndt JO (1998) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian kristaloid dengan dosis 250-2000 ml dapat meningkatkan preload dan curah jantung untuk sementara, namun tidak secara konstan dapat menaikkan tekanan darah arteri atau mencegah
hipotensi.
Sedangkan
Bugy D,
(1997)
dalam
penelitiannya
menyebutkan pemberian kristaloid dalam jumlah yang banyak (> 1 Liter) tidak memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian kristaloid dengan volume kecil ( < 250 ml). Hal ini memerlukan perhatian lebih lanjut pada pasien dengan gangguan kardiopulmonar. Ueyama (1999) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian prehidrasi koloid 500 ml lebih efektif dibandingkan dengan pemberian kristaloid. Hal ini disebabkan kedapatan koloid dalam meningkatkan tekanan vena sentral dan curah jantung akibat dari rendahnya redistribusi koloid ke luar pembuluh darah. Pemberian agen farmakologi lebih efektif dibandingkan dengan pemberian prehidrasi baik itu dengan kristaloid maupun koloid. Butherworth (1998) dalam penelitiannya menyebutkan simpatomimetik yang tidak selektif (agonis alfa dan
beta adrenergic) seperti efedrin dapat meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan curah jantung dan laju denyut jantung dan efek minimal pada resistensi vascular sistemik. Penggunaan efedrin memberikan efek kardiak yang lebih dominan seperti takikardia hingga takiaritmia. Pemberian efedrin dikontraindikasikan pada beberapa keadaan, seperti: glaukoma sudut tertutup, bisa terjadi eksaserbasi; feokromositoma, dapat mengakibatkan hipertensi berat; hipertrofi septal asimetris (stenosis sub-aortik hipertropik idiopatik), karena obstruksi semakin berat dengan meningkatnya kontraktilitas miokard; pasien yang mendapatkan terapi MAO inhibitor atau masih dalam 14 hari penghentian terapi tersebut, karena dapat memperpanjang dan menguatkan efek efedrin pada jantung dan pembuluh darah; pada pasien dengan psikoneurosis; pada pasien dengan takiaritmia atau ventrikel fibrilasi, karena dapat mengakibatkan eksaserbasi kondisi ini; dan pada pasien yang hipersensitif terhadap efedrin. Efedrin hidroklorida juga dikontraindikasikan pada pasien yang menjalani anestesi umum dengan siklopropan atau halotan atau hidrokarbon terhalogenasi, karena anestesi dapat meningkatkan iritabilitas jantung yang dapat menyebabkan aritmia (Stoelting dan Hillier, 2006). Pada saat diberikan secara intravena, injeksi sebaiknya diberikan dengan pelan. Hati-hati saat pemberian untuk mencegah ekstravasasi, setelah diketahui hal ini bisa menyebabkan nekrosis jaringan. Efedrin hidroklorida sebaiknya diberikan pada dosis efektif terendah. Pemberian parenteral pada dewasa tidak boleh melebihi 150 mg dalam 24 jam (Stoelting dan Hillier, 2006). Efek kardiovaskular
Efek
kardiovaskular
efedrin
menyerupai
epinefrin,
namun
respon
peningkatan tekanan darah sistemiknya kurang kuat dan berlangsung kurang lebih 10 kali lebih lama. Dibutuhkan kira-kira 250 kali efedrin lebih banyak dari pada epinefrin untuk menghasilkan respon tekanan darah sistemik yang sepadan. Pemberian efedrin IV menghasilkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut jantung, kontraktilitas, dan curah jantung. Akan tetapi, terdapat perbedaan penting diantara keduanya, efedrin memiliki durasi kerja yang lebih panjang karena merupakan non-katekolamin, potensi jauh lebih kecil, memiliki kerja langsung dan tidak langsung, dan merangsang sistem saraf pusat (meningkatkan konsentrasi alveolar minimal) (Morgan dkk., 2006). Aliran darah ke ginjal dan splangnik menurun, sedangkan aliran darah ke koroner dan otot skelet meningkat. Tahanan pembuluh darah sistemik mungkin sedikit mengalami perubahan karena vasokonstriksi pada beberapa jaringan diimbangi oleh vasodilatasi (stimulasi ß2) pada daerah lainnya. Efek kardiovaskular ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi arteri dan vena perifer yang dimediasi oleh reseptor alpha. Akan tetapi, mekanisme dasar efek kardiovaskular yang disebabkan oleh efedrin adalah meningkatkan kontraktilitas miokard akibat aktivasi resptor ß1. Pada keadaan adanya hambatan beta adrenergik, efek kardiovaskular efedrin dapat menyerupai respon stimulasi reseptor alpha adrenergik yang lebih khas (Stoelting dan Hillier, 2006). Pemberian dosis kedua efedrin menghasilkan respon tekanan darah sistemik yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis pertama. Fenomena ini, diketahui sebagai takifilaksis, terjadi pada berbagai simpatomimetik dan berhubungan
dengan durasi kerja obat. Takifilaksis kemungkinan mempresentasikan blokade yang persisten pada reseptor adrenergik. Sebagai contoh, efedrin tetap memicu aktivasi reseptor adrenergik meskipun setelah tekanan darah sistemik telah kembali ke level sebelum pemberian obat berdasarkan pada kompensasi perubahan kardiovaskular. Ketika efedrin diberikan pada saat ini, reseptor masih dihuni oleh efedrin yang tersisa membatasi lokasi yang tersedia dan respon tekanan darah menjadi lebih rendah. Sebagai alternatif, takifilaksis kemungkinan berhubungan dengan pengosongan penyimpanan norepinefrin (Stoelting dan Hillier, 2006). Efedrin telah digunakan secara luas untuk mencegah hipotensi intraoperatif khususnya selama anestesi spinal. Berbagai tinjauan sistematik dan meta analisis menunjukkan pemberian efedrin profilaksis IV dapat menurunkan risiko hipotensi sebesar 14-37%, pada saat dilakukan anestesi spinal pada tindakan sectio cesarea (Macarthur, 2002; Dyer dkk., 2009). Efedrin telah digunakan secara luas sebagai premedikasi anestesia untuk bermacam-macam operasi, akan tetapi, tidak terdapat literatur yang menyatakan efek profilaksis efedrin untuk induksi anestesi umum yang menggunakan kombinasi propofol dan remifentanil (Bhattarai dkk., 2010). Waktu yang paling kritis untuk menghadapi bradikardia dan hipotensi selama anestesia yakni segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, pada saat tercapai efek puncak obat-obat induksi dengan stimulasi bedah yang minimal. Masjedi dkk. (2014) mendapatkan data pemberian efedrin 0,15 mg/kgBB memiliki efek yang signifikan untuk mencegah perubahan hemodinamik setelah induksi anestesi dengan propofol dan remifentanil pada pasien ASA I dan II yang
menjalani pembedahan mata dan ortopedi, akan tetapi, efek ini tidak terjadi dengan efedrin dosis rendah (0,07 mg/kgBB). Dosis efedrin IV yang berbedabeda, mulai dari 0,03 mg/kgBB sampai 0,2 mg/kgBB telah dilaporkan dapat mencegah hipotensi selama anestesia (Demirkaya dkk., 2012). Menurut El-Tahan (2011), penggunaan dosis kecil efedrin sebagai profilaksis, 0,07-1 mg/kgBB, adalah aman dan efektif untuk mengatasi hipotensi yang disebabkan oleh propofol saat anestesia pada pembedahan katup jantung. Efek efedrin terhadap kondisi intubasi dan hemodinamik pada RSI dengan propofol dan rokuronium telah diteliti oleh Gopalakrishna dkk. (2007). Mereka menemukan penggunaan efedrin dengan dosis 75 mcg/kgBB dan 100 mcg/kgBB sebagai premedikasi berkaitan dengan kondisi hemodinamik yang lebih baik saat intubasi. Pemberian efedrin sebagai profilaksis dengan dosis tersebut hanya dapat mengurangi hipotensi arterial setelah induksi anestesia, tidak dapat mengatasinya secara keseluruhan.
2.3.2 Efedrin Menurunkan Nyeri Propofol Efedrin merupakan simpatomimetik yang sering dipilih digunakan untuk meningkatkan tekanan darah sistemik yang terjadi akibat blokade yang dihasilkan oleh anestesi regional atau hipotensi berhubungan dengan anestesi inhalasi atau intravena. Penggunaan efedrin untuk mengurangi insiden nyeri pasca pemberian propofol intravena masih jarang dilakukan (Stoelting, 2007). Cheong Mi (2002) berpendapat bahwa jumlah norepinephrin yang dilepaskan oleh efedrin mengurangi efek yang ditimbulkan oleh bradikinin yang dilepaskan
setelah pemberian propofol intravena. Greenberg (1991) mengungkapkan Norepinephrine menginhibisi keluarnya bradikinin dari ujung saraf simpatis yang menginervasi arteri pulmonalis dan mesenterika pada anjing. Austin J. D (2010) merekomendasikan pemberian efedrin 30 mg dicampur dalam 20 ml propofol 1% dapat menurunkan insiden nyeri pasca pemberian propofol. Cheong Mi (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB hingga 70 mcg/kgBB dapat menurunkan kejadian nyeri pasca pemberian propofol intravena. Cheong M juga tidak merekomendasikan pemberian efedrin > 110 mcg/kgBB berkaitan dengan efek pada kardiovaskular yang ditimbulkan oleh efedrin. S Kinthala 2013, pada penelitiannya mengungkapkan penggunaan efedrin 50 mcg/kgBB intravena tidak dapat menurunkan intensitas nyeri pasca penyuntikan propofol intravena. Dalam hal ini masih belum ditemukan cara yang efektif penggunaan efedrin untuk mengurangi nyeri pasca pemberian propofol intravena baik dalam dosis maupun cara pemberiannya.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Propofol merupakan obat induksi anestesi yang sering digunakan, propofol memiliki mula kerja yang cepat dan durasi yang pendek. Penggunaan propofol sering menyebabkan efek samping berupa nyeri pada saat penyuntikan intravena dan gejolak kardiovaskular. Meskipun dalam aplikasinya Propofol sering dikombinasikan dengan obat anestesi lokal seperti lidokain baik sebagai pretreatment maupun diberikan secara bersama-sama, belum ada standar baku pemberian propofol dikombinasikan dengan obat tertentu untuk mengurangi nyeri dan gejolak kardiovaskular yang diakibatkan oleh penyuntikan propofol intravena. Sampai saat ini mekanisme propofol menyebabkan nyeri pasca penyuntikan intravena masih belum jelas. Propofol merupakan bagian dari kelompok fenol yang secara langsung dapat mengiritasi kulit, membrane mukosa dan intima dari pembuluh darah yang akan dengan cepat menstimulasi ujung saraf bebas yang akhirnya menimbulkan respon nyeri. Beberapa penelitian mengungkapkan terdapat peningkatan yang signifikan kadar bradikinin darah setelah pemberian propofol intravena, konsentrasi propofol bebas dalam plasma dan aktivasi sistem enzimatik kinin-kalikrein diasosiasikan dengan intensitas nyeri selama penyuntikan propofol intravena. Konsentrasi propofol yang bebas (tidak terikat oleh air) berhubungan dengan nyeri saat injeksi propofol intravena, akibat dari efek tidak langsung propofol pada endotel
pembuluh darah yang mengaktivasi sistem kinin-kalikrein dan pelepasan bradikinin menyebabkan dilatasi pembuluh darah, hiperpermeabilitas yang berakibat peningkatan kontak antara propofol dengan ujung saraf bebas yang menyebabkan nyeri pasca penyuntikan propofol intravena. Beberapa metoda telah digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri yang ditimbulkan
oleh
propofol
sedangkan
untuk
mengatasi
ketidakstabilan
hemodinamik belum terdapat konsensus yang pasti. Beberapa metoda yang telah dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri setelah pemberian propofol intravena diantaranya adalah dengan mendinginkan, menghangatkan atau mengencerkan cairan propofol, penyuntikan propofol pada vena-vena besar, mengatur kecepatan penyuntikan, sebelum penyuntikan propofol dilakukan pemberian obat seperti lidokain, ketamin, opioid, metoclopramide, atau thiopental. Meskipun obat-obatan diatas dipercaya dapat mengurangi rasa nyeri namun belum ada yang dapat menghilangkan rasa nyeri secara total. Efedrin merupakan nonkatekolamin sintetis yang bekerja tidak langsung menstimulasi reseptor alfa dan beta adrenergik. Efek farmakologi pada obat ini berhubungan dengan pelepasan norepinefrin endogen (aksi tidak langsung), tetapi obat juga memiliki efek stimulan langsung pada reseptor adrenergik (aksi langsung). Stimulasi langsung maupun tidak langsung pada reseptor adrenergik tersebut menimbulkan efek kardiovaskular berupa konstriksi pembuluh darah, peningkatan laju denyut jantung dan peningkatan curah jantung. Ephedrine dapat menekan respon nyeri setelah pemberian propofol dengan mekanisme norepinephrine yang
dilepaskan akibat dari efedrin dapat menghambat efek dari bradikinin yang dilepaskan setelah pemberian propofol intravena. Jumlah norepinephrin yang dilepaskan oleh efedrin mengurangi efek yang ditimbulkan oleh bradikinin yang dilepaskan setelah pemberian propofol intravena.
3.2 Kerangka Konsep
Pasien yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum
NaCl 0,9% 5 ml intravena
Efedrin 50 mcg/kg volume 5 ml intravena
Induksi propofol 2,5 mg/kgBB intravena Faktor Eksternal
Faktor Internal 1. Umur 2. BMI 3. Klasifikasi ASA
1. Lokasi pembuluh darah vena 2. Suhu tempat penyimpanan propofol 3. Cara pemberian propofol 4. Penggunaan analgetik sebelumnya
1. Intensitas nyeri 2. Kondisi Hemodinamik Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Pemberian
ephedrine
50mcg/kgBB
intravena
prainduksi
dapat
menurunkan intensitas nyeri pascapemberian propofol intravena. 2. Pemberian ephedrine 50mcg/kgBB intravena prainduksi dapat menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol intravena
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah suatu uji klinis, acak, tersamar ganda dan terkontrol. Subjek pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, yang mendapat perlakuan sesuai dengan kelompoknya. Alokasi subyek pada masing-masing kelompok dilakukan dengan teknik random sampling. Bagan rancangan penelitian adalah sebagai berikut:
Populasi Penapisan sebagai subjek
Sampel
Random Alokasi
Kelompok E
Kelompok S
P1
P2
O1
O2
O3
Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian
O4
Keterangan: a. Kelompok E
: Kelompok efedrin, mendapatkan perlakuan 1 (P1).
b. Kelompok S
: Kelompok salin normal, mendapatkan perlakuan 2 (P2).
c. Perlakuan 1 (P1) : Pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena sebelum induksi propofol 2,5 mg/kgBB . d. Perlakuan 2 (P2) : Pemberian salin normal intravena sebelum induksi propofol 2,5 mg/kgBB e. Observasi 1 (O1) : Observasi intensitas nyeri setelah perlakuan 1 (P1). f. Observasi 2 (O2) : Observasi hemodinamik setelah perlakuan 1 (P1). g. Observasi 3 (O3) : Observasi intensitas nyeri setelah perlakuan 2 (P2). h. Observasi 3 (O4) : Observasi hemodinamik setelah perlakuan 2 (P2). Kelompok E mendapatkan perlakuan (P1) pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena yang dilarutkan dengan normal salin menjadi 5 ml dengan kecepatan pemberian 5 ml/detik. Pemberian efedrin ini dilakukan 30 detik sebelum induksi propofol 2,5 mg/kgBB yang diberikan dengan kecepatan 1 ml/detik. Segera saat pemberian propofol dan tiap 5 detik, subjek penelitian dinilai derajat nyerinya. Kelompok S sebagai kelompok kontrol, mendapatkan perlakuan (P2) pemberian NaCl 0,9% sebanyak 5 ml dengan kecepatan pemberian 5ml/detik. Pemberian NaCl 0,9% dilakukan 30 detik sebelum induksi propofol 2,5 mg/kgBB yang diberikan dengan kecepatan 1 ml/detik. Segera setelah pemberian propofol dan tiap 5 detik, subjek penelitian dinilai derajat nyerinya.
Setelah subjek penelitian terinduksi dilanjutkan dengan pemberian Fentanyl 2 mcg/kgBB dan atracurium 0,5 mg/kgBB untuk memfasilitasi ventilasi positif dengan sungkup muka dan oksigen 8 L/menit serta isoflurane 1,2 vol%. Lima menit setelah induksi dilakukan laringoskopi dan intubasi endotrakea. Pemeliharaan anestesi untuk kedua kelompok menggunakan Oksigen dan N2O dengan perbandingan 50% berbanding 50% serta isoflurane satu volume persen. Dilakukan pengukuran dan pencatatan parameter hemodinamik (TDS, TDD, TAR dan DJ) pada menit pertama, ketiga dan kelima pasca induksi.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian : Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Waktu penelitian : November sampai dengan Desember 2014.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dalam bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif.
4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1 Populasi Target Populasi target dari penelitian ini adalah pasien dewasa yang menjalani operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan pemasangan pipa endotrakea.
4.4.2 Populasi Terjangkau Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien dewasa yang menjalani operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan pemasangan pipa endotrakea di RSUP Sanglah.
4.4.3 Populasi Sampel Populasi sampel merupakan subjek yang memenuhi kriteria eligibilitas, yakni kriteria penerimaan dan kriteria pengeluaran sebagaimana tercantum di bawah ini: A. Kriteria penerimaan 1. Rencana menjalani bedah elektif dengan anestesi umum. 2. Usia 18-60 tahun. 3. Status fisik ASA I atau II. B. Kriteria penolakan 1. Subjek penelitian menolak. 2. Pasien dengan status fisik lebih dari atau sama dengan ASA III 3. Wanita dengan kehamilan. 4. Alergi terhadap obat-obatan yang akan dipakai pada penelitian ini. 5. Pasien yang menkonsumsi obat MAO inhibitor 6. Sedang mengkonsumsi atau menerima obat analgetik 7. Subjek penelitian dengan defisit neurologis 8. Subjek penelitian dengan gangguan psikiatri 9. Ada kemungkinan dan/atau terjadi kesulitan manajemen jalan nafas (kesulitan ventilasi dan/atau kesulitan intubasi).
C. Kriterian keluar : Terjadi gangguan hemodinamik yang membutuhkan pemberian obat efedrin sebagai pertolongannya, sehingga tidak sesuai dengan prosedur penelitian.
4.4.4 Jumlah Sampel Besar sampel dihitung berdasarkan rumus komparatif katagorik tidak berpasangan sebagai berikut:
√
√
Keterangan: a. n
: jumlah sampel untuk suatu kelompok
b. Zα
: nilai Z untuk α tertentu.
c. Zß
: nilai Z untuk power (1 – ß) tertentu.
d. P
: P = ½ (P1+P2)
e. Q
: Q=1-P
f. P1
: proporsi efek pada standar
g. P2
: proporsi efek yang diteliti
h. Q1
: Q1 = 1 – P1
i. Q2
: Q2 = 1 – P2
Kejadian nyeri setelah penyuntikan propofol intravena tanpa pemberian obat suplemen adalah 70%, sedangkan kejadian nyeri pasca penyuntikan propofol dengan pemberian obat suplemen ephedrine sebesar 40%. Dengan nilai kemaknaan 95% dan beda klinis yang dianggap penting 0,10 serta power = 0,8,
berdasarkan perhitungan sampel dengan rumus di atas maka didapatkan jumlah sampel sebesar 22,6 dibulatkan menjadi 23 orang subjek penelitian untuk masingmasing kelompok. Jika dilakukan penghitungan jumlah sampel berdasarkan pada rumus beda rerata dua kelompok tidak berpasangan yang mana rumusnya adalah sebagai berikut [
]
Keterangan: a. n
: jumlah sampel untuk suatu kelompok
b. Zα
: kesalahan tipe 1
c. Zß
: kesalahan tipe 2
d. SD
: Simpang baku yang diperoleh dari kepustakaan
e. X1-X2 : Hasil penilaian klinis yang diharapkan Jika didapatkan nilai perubahan tekanan darah yang dianggap bermakna menurut kepustakaan adalah 20 % dan diperkirakan terjadi penurunan atau peningkatan tekanan darah sebesar 20 mmHg pada penelitian ini. Kesalahan tipe 1 (Zα) ditetapkan sebesar 1,96 dan kesalahan tipe 2 (Zß) sebesar 0,842 didapatkan jumlah sampel sebesar 15,7 dibulatkan menjadi 16 sampel untuk tiap kelompok. Berdasarkan hasil penghitungan jumlah sampel dengan kedua rumus diatas, jumlah sampel yang digunakan adalah hasil perhitungan dengan jumlah sampel terbanyak. Sehingga penelitian ini akan menggunakan jumlah sampel sebesar 23 sampel untuk masing-masing kelompok.
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel dan Randomisasi Setiap pasien baru yang memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Penentuan alokasi sampel yang masuk ke dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan random (random number) oleh asisten peneliti, residen anestesi semester 6-7 (pin hijau), yang membantu penelitian. Digunakan amplop tertutup yang berisi kelompok intervensi mana yang akan diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan. Pada pagi hari sebelum operasi, asisten peneliti akan membuka amplop tersebut, membaca isinya dan menyiapkan intervensi yang akan diberikan sesuai instruksi dalam amplop. Kemudian asisten peneliti akan memberikan obat yang telah disiapkannya kepada residen anestesi semester 6-7 (pin hijau) yang bertugas di ruang operasi subyek penelitian, tanpa mengetahui apa isi obat dalam spuit tersebut. Dokter residen anestesi yang menjadi asisten peneliti ini kemudian tidak ikut terlibat dalam evaluasi dan pengumpulan data selanjutnya.
4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Variabel bebas
: pemberian efedrin 50 mcg/kgBB yang dilarutkan dengan normal salin menjadi 5 cc 30 detik sebelum pemberian propofol 2,5 mg/kgBB intravena.
2. Variabel tergantung : intensitas nyeri dan kondisi hemodinamik pasca pemberian propofol intravena 3. Variabel kendali
: umur, status fisik ASA, BMI, dosis propofol, cara pemberian propofol, suhu penyimpanan propofol, penggunaan obat analgetik sebelumnya.
4.5.2 Definisi Operasional Variabel Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Pemberian efedrin 50 mcg/kgBB adalah injeksi obat ephedrine hydrochloride sediaan ampul 50 mg/ml yang diberikan dengan dosis 50 mcg/kgBB secara intravena. Perhitungannya adalah berat badan dikalikan dengan 50 mcg dan dibulatkan ke yang terdekat, hasilnya adalah besarnya dosis yang akan diinjeksikan ke subjek penelitian melalui three-way stopcock dengan kecepatan pemberian 5 cc/ detik, diberikan 30 detik sebelum pemberian propofol 2,5 mg/kgBB. 2. Pemberian normal salin adalah injeksi cairan NaCl 0,9% yang diberikan secara intravena. Sediaan ini disiapkan sebanyak 5 ml dalam spuit 5 ml dan diinjeksikan dengan kecepatan 5 cc/ 1 detik, 30 detik sebelum pemberian propofol 2,5 mg/kgBB. 3. Induksi propofol 2,5 mg/kgBB adalah induksi menggunakan obat propofol LCT (Long Chains Trigliserides) sediaan ampul 10 mg/ml yang diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgBB secara intravena pada vena yang
berlokasi di distal tangan kanan atau kiri, dengan kecepatan 1 ml/detik disesuaikan dengan jarum detik pada arloji. Penyuntikan dilakukan melalui three way stopcock dengan kondisi jalur infus cairan yang terbuka. Perhitungannya adalah berat badan dikalikan dengan 2,5 mg dan dibulatkan ke yang terdekat. Hasilnya adalah besarnya dosis yang diinjeksikan ke subjek penelitian. Subjek penelitian dikatakan terinduksi bila refleks bulu mata hilang. 4. Intensitas nyeri adalah derajat nyeri yang dirasakan oleh subjek penelitian yang dinilai berdasarkan pada gradasi nyeri yang digunakan oleh McCririck dan Hunter (1990). Skala nyeri digradasi menjadi empat skala nyeri, meliputi : a. Skala nyeri 0 : Tidak nyeri b. Skala nyeri 1 : Nyeri ringan atau rasa panas c. Skala nyeri 2 : Nyeri sedang atau subjek penelitian mengeluhkan rasa nyeri sebelum ditanya d. Skala nyeri 3 : Nyeri berat yang ditandai dengan wajah subjek penelitian meringis, ada reflek menggerakkan tangan tempat injeksi atau keduanya 5. Kondisi hemodinamik adalah kondisi hemodinamik pada beberapa periode pengukuran yang meliputi tekanan arteri rerata (dalam mmHg) dan denyut jantung (dalam x/menit), yang diukur pada interval baseline, satu menit setelah induksi, tiga menit setelah induksi, lima menit setelah induksi. Kondisi hemodinamik bermakna secara klinis jika perbedaan
lebih dari atau sama dengan 25% disbanding kondisi baseline. Pengukuran fluktuasi hemodinamik diukur dengan menggunakan monitor Bionet BM5. 6. Lokasi pemasangan kateter vena adalah pemasangan kateter vena pada vena yang berlokasi di bagian distal tangan kanan maupun kiri 7. Suhu tempat penyimpanan propofol adalah penyimpanan propofol pada suhu ruangan 180C yang dapat dilihat pada thermometer ruangan operasi 8. Cairan rehidrasi adalah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/kgBB melalui IV sebagai cairan pengganti puasa, diberikan sejak tiba di ruang persiapan ruang operasi IBS RSUP Sanglah dengan tetesan infus yang disesuaikan agar sesaat sebelum pemberian perlakuan di kamar operasi, cairan tersebut sudah habis diberikan. Perhitungannya adalah sebagai berikut, mililiter dibulatkan ke atas jika lebih besar atau sama dengan 50 mL dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 50 mL. Misalnya 550 mL, dibulatkan menjadi 600 mL. 9. Umur adalah usia dalam tahun dihitung berdasarkan tanggal, bulan dan tahun lahir yang tertera pada kartu tanda pengenal atau catatan medis RSUP Sanglah. Perhitungan umur adalah sebagai berikut, umur dalam tahun dibulatkan kebawah untuk setiap kelebihan hari dan bulan. 10. Berat badan adalah berat badan dalam kilogram yang diukur dengan alat timbangan berat badan (health care) yang terdapat di poli anestesi RSUP Sanglah dengan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan posisi berdiri memakai busana seminimal mungkin. Perhitungan berat badan
adalah sebagai berikut, berat badan dibulatkan ke atas jika lebih besar atau sama dengan 0,5 kg dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 0,5 kg. 11. Tinggi badan adalah panjang seseorang yang diukur dengan alat ukur tinggi badan yang terdapat di poli anestesi RSUP Sanglah dengan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan posisi berdiri tegak tanpa alas kaki, dengan satuan sentimeter (cm). Perhitungan tinggi badan adalah sebagai berikut, tinggi badan dibulatkan ke atas jika lebih besar atau sama dengan 0,5 cm dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 0,5 cm. 12. Indeks massa tubuh (IMT) adalah pemeriksaan antropometri untuk menentukan status gizi yang dinilai dengan cara membagi berat badan dengan pangkat dua tinggi badan (IMT = BB/TB2), dengan satuan kg/m2. 13. Status fisik ASA adalah keadaan umum subjek penelitian yang diklasifikasikan sesuai dengan American Society of Anesthesiologist (ASA). ASA 1 adalah subjek penelitian sehat atau normal. ASA 2 adalah subjek penelitian dengan penyakit sistemik ringan tanpa keterbatasan fungsional (Morgan, 2006).
4.6 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Obat efedrin hidroklorida 50 mg/ml. 2. Obat propofol 10%. 3. Obat fentanyl 50 mcg/ml. 4. Obat atracurium besylate 10 mg/ml.
5. Larutan NaCl 0,9% 500 ml. 6. Larutan Ringer Laktat 500 ml 7. Spuit 5 ml sekali pakai untuk menyuntikkan obat. 8. Spuit 20 ml sekali pakai untuk menyuntikkan obat. 9. Spuit 1 ml sekali pakai untuk mengencerkan efedrin 10. Jarum 19 G. 11. Kateter vena dengan ukuran 18G
4.7 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Monitor tekanan darah non-invasif, laju nadi, elektrokardiografi (EKG) dan saturasi oksigen dengan merek Bionet BM5.
2.
Laringoskop tipe Macintosh dengan bilah nomor 3 dan 4, merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung dan membantu mempermudah intubasi trakea.
3.
Pipa endotrakea merek Kendall Curity® dengan nomor 7 dam 7,5.
4.
Termometer ruangan
5.
Arloji analog dengan jarum penanda detik.
6.
Stopwatch adalah alat untuk mengukur waktu pemberian masing-masing obat stopwatch yang digunakan merek Chaosuda PC2009.
7.
Form berupa lembaran isian pengumpulan data yang digunakan untuk mencatat data demografik dan mencatat hasil penelitian.
4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Cara kerja Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1.
Seleksi dilakukan pada saat kunjungan prabedah sehari sebelum operasi. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan dan pengeluaran ditetapkan sebagai populasi sampel.
2.
Setelah mendapat penjelasan dan subjek penelitian setuju dilanjutkan dengan menandatangani informed consent dan menjadi subyek penelitian yang memenuhi kriteria eligibilitas.
3.
Subjek penelitian diacak secara random menggunakan tabel bilangan random (random number) untuk menentukan subyek penelitian masuk kelompok perlakuan E (efedrin) atau perlakuan S (salin normal) oleh asisten peneliti, residen anestesi semester 6-7 (pin hijau), yang membantu penelitian. Digunakan amplop tertutup yang berisi kelompok perlakuan mana yang akan diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan.
4.
Subjek penelitian dipuasakan selama 8 jam di ruang perawatan.
5.
Setelah subjek penelitian berada di ruang persiapan kamar operasi, dilakukan pencatatan kembali identitas subjek penelitian.
6. Pembuatan sediaan obat yang akan diberikan kepada subyek yang bersangkutan, oleh asisten peneliti, sesuai dengan instruksi pelaksanaan di dalam amplop.
a. Pembuatan sediaan efedrin 50 mcg/kgBB sebagai berikut: (1) berat badan pasien dikalikan dengan 50 mcg; (2) buat larutan efedrin 5.000 mcg/mL dengan cara melarutkan 0,1 mL ephedrine hydrochloride dengan 0,9 mL NaCl 0,9% menggunakan spuit 1 mL; (3) masukkan larutan efedrin tadi ke dalam spuit 5 mL sebanyak dosis yang telah dihitung sampai tercapai dosis yang diharapkan, kemudian larutkan dengan NaCl 0,9% sampai menjadi 5 mL. b. Pembuatan sediaan NaCl 0,9% 5 mL sebagai berikut: sedot larutan NaCl 0,9% sebanyak 5 mL menggunakan spuit 5 mL. c. Pembuatan sediaan propofol 2,5 mg/kgBB sebagai berikut: berat badan pasien dikalikan dengan 2,5 mg kemudian hasilnya dibulatkan ke atas jika lebih besar atau sama dengan 5 mg dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 5 mg. Misalnya 137,5, dibulatkan menjadi 140 mg. 7.
Subjek penelitian dipasang akses intravena dengan kateter vena nomor G18 yang dipasang pada vena yang berlokasi pada bagian distal tangan kanan atau tangan kiri, rehidrasi dengan cairan kristaloid Ringer Laktat 10 ml/kg.
8.
Di kamar operasi subjek penelitian dipasang alat pantau, yaitu: elektrokardiografi, sfignomanometer, saturasi oksigen perifer.
9.
Sampel diberikan edukasi kembali untuk dapat menilai intensitas nyeri setelah pemberian propofol intravena.
10. Preoksigenasi dengan oksigen 100% selama 3 menit dengan sungkup muka oleh residen anestesi senior (pin hijau) yang tidak terlibat secara keseluruhan dalam penelitian ini, yang tidak mengetahui kelompok perlakuan yang diterima oleh subjek penelitian. 11. Pencatatan hemodinamik (tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata dan denyut jantung) subjek penelitian sebagai baseline dilakukan oleh residen anestesi junior (pin merah) yang tidak terlibat secara keseluruhan dalam penelitian ini, yang tidak mengetahui kelompok perlakuan yang diterima oleh subjek penelitian. 12. Kelompok E mendapatkan perlakuan (P1) pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena yang dilarutkan dengan normal salin menjadi 5 ml yang diberikan dengan kecepatan pemberian 2 detik. 13. Kelompok S sebagai kelompok kontrol, mendapatkan perlakuan (P2) pemberian NaCl 0,9% sebanyak 5 ml yang diberikan dengan kecepatan pemberian 1 detik. 14. Tiga puluh detik kemudian dilakukan induksi propofol dengan dosis 2,5 mg/kgBB pada masing-masing kelompok dengan kecepatan pemberian 1 ml/detik, segera setelah pemberian propofol dan tiap 5 detik, subjek penelitian dinilai derajat nyerinya. Skala nyeri digradasi menjadi empat skala nyeri, meliputi : a. Skala nyeri 0 : Tidak nyeri b. Skala nyeri 1 : Nyeri ringan atau rasa panas
c. Skala nyeri 2 : Nyeri sedang atau subjek penelitian mengeluhkan rasa nyeri sebelum ditanya d. Skala nyeri 3 : Nyeri berat yang ditandai dengan wajah subjek penelitian meringis, ada reflek menggerakkan tangan tempat injeksi atau keduanya 15. Setelah subjek penelitian terinduksi dilanjutkan dengan pemberian Fentanyl 2 mcg/kgBB dan atracurium 0,5 mg/kgBB untuk memfasilitasi ventilasi positif dengan sungkup muka dan oksigen 8 L/menit serta isoflurane 1,2 vol%. Pemberian obat dilakukan oleh residen anestesi semester 6-7 (pin hijau) yang tidak terlibat secara keseluruhan dalam penelitian ini, yang tidak mengetahui kelompok perlakuan yang diterima oleh pasien. Obat ini diberikan secara bolus yang habis dalam waktu 30 detik. 16. Pencatatan kondisi hemodinamik sampel dilakukan pada menit pertama, ketiga dan kelima setelah induksi. 17. Pencatatan waktu pemberian obat dilakukan oleh residen anestesi madya (pin merah), yang tidak terlibat secara keseluruhan dalam penelitian ini, yang tidak mengetahui kelompok perlakuan yang diterima oleh subjek penelitian. 18. Lima menit setelah induksi dilakukan laringoskopi dan intubasi oleh residen anestesi (pin hijau atau biru).
19. Pemeliharaan dengan O2 50%, N2O 50%, dan Isofluran 1 vol% dengan ventilasi tekanan positif. Jika diperlukan dapat diberikan obat analgesia dan pelumpuh otot tambahan setelah 15 menit dari intubasi.
4.8.2
Alur Penelitian Pasien-pasien dewasa yang menjalani operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan memerlukan pemasangan pipa endotrakeal Kriteria inklusi Populasi terjangkau Kriteria eksklusi Elegible subject Randomisasi Kelompok S
Kelompok E Pengukuran parameter hemodinamik (TAR, HR) baseline
Pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena (dilarutkan dalam NaCl 0,9% sebanyak 5 mL)
Pemberian 5 mL cairan NaCl 0,9% intravena
Induksi propofol 2,5 mg/kgBB Penilaian intensitas nyeri pasca pemberian propofol intravena
Pengukuran parameter hemodinamik (TAR, HR) pada menit 1,3 dan 5 Analisis Statistik Gambar 4.2 Bagan alur penelitian.
4.9 Analisis Statistik Data yang terkumpul dianalisis menggunakan program statistik SPSS ver. 18.0. Nilai p < 0,05 dianggap bermakna.
4.9.1 Uji normalitas data Data mengenai umur, berat badan, tinggi badan, IMT, kondisi hemodinamik (tekanan arterial rerata dan denyut jantung) baseline, menit ke 1, 3, dan 5 dianalisis dengan uji Shapiro Wilk. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0,05 dan dikatakan tidak berdistribusi normal apabila nilai p ≤ 0,05. Uji homogenitas varian menggunakan uji Levene’s. Asumsi equal varian dikatakan terpenuhi apabila nilai p > 0,05 dan dikatakan tidak terpenuhi apabila nilai p ≤ 0,05. . 4.9.2 Perbandingan karakteristik sampel Perbandingan karakteristik sampel antar kelompok perlakuan dalam hal umur, berat badan, tinggi badan, dan IMT dipresentasikan dalam rerata ± SD, sedangkan data dalam hal jenis kelamin dan status fisik ASA dipresentasikan dalam distribusi frekuensi. Karakteristik sampel dengan variabel numerik dianalisis dengan menggunakan uji t tidak berpasangan bila data berdistribusi normal. Bila distribusi data tidak normal maka dilakukan analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Karakteristik sampel dengan variabel kategorik dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square.
4.9.3 Perbandingan intensitas nyeri Perbandingan nyeri dipresentasikan dalam angka kejadian dan proporsi dalam persentase. Perbandingan nyeri tersebut dibandingkan antara dua kelompok perlakuan dengan uji Chi-square.
4.9.4 Perbandingan respon hemodinamik Perbandingan kondisi dan perubahan/perbedaan hemodinamik (tekanan arterial rerata dan denyut jantung) dipresentasikan dalam rerata ± SD. Karakteristik tadi dianalisis dengan menggunakan uji parametrik, uji t tidak berpasangan. Jika sebaran data tidak normal maka dilakukan uji non-parametrik yang merupakan alternatifnya yaitu uji Mann-Whitney. Perbandingan rerata dikatakan secara statistik tidak berbeda bermakna apabila nilai p > 0,05 dan dikatakan secara statistik berbeda bermakna apabila nilai p ≤ 0,05.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan uji klinis yang dilaksanakan mulai bulan November 2014 sampai dengan bulan Desember 2014 pada 46 pasien dewasa yang menjalani operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan memerlukan pemasangan pipa endotrakeal di ruang operasi IBS RSUP Sanglah dan yang telah memenuhi kriteria eligibilitas. Seluruh subyek yang diikutsertakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing berjumlah 23 orang, yaitu kelompok E yang mendapatkan perlakuan pemberian efedrin 50 mcg/kgBB iv sebelum induksi propofol 2,5 mg/kgBB dan kelompok S yang mendapatkan perlakuan pemberian salin normal iv sebelum induksi propofol 2,5 mg/kgBB. Penapisan subyek penelitian menggunakan teknik consecutive sampling dan alokasi subyek ke dalam kelompok masing-masing dilakukan dengan menggunakan bilangan random tersamar ganda.
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Karakteristik sampel penelitian terdiri dari variabel umur, jenis kelamin, IMT, dan status fisik ASA.Data mengenai umur dan IMT selanjutnya dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk.Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro Wilk didapatkankarakteristik IMT berdistribusi normal sedangkan umur tidak berdistribusi normal pada kelompok salin, selanjutnya karakteristik umur di uji normalitas dengan uji Mann-Whitney.
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Kelompok Perlakuan Kelompok Karakteristik Nilai p Efedrin (n = 23) Salin (n = 23) Umur 35,7 ± 13,7 35,5 ± 15,1 0,921 a Jenis Kelamin Laki-laki 10 (43,5) 7 (30,4) 0,359 b Perempuan 13 (56,5) 16 (69,6) ASA 1 18 (78,3) 16 (9,6) 0,502 b 2 5 (21,7) 7 (30,4) IMT 23,9 ± 2,8 22,8 ± 2,2 0,160 c Data ditampilkan dalam rerata ± SD, n (%).E : kelompok Efedrin, S : kelompok Salin Normal, n = jumlah sampel, auji Mann-Whitney, buji Chi-Square, c uji t tidak berpasangan, signifikan p ≤ 0,05. Perbandingan karateristik sampel untuk variabel-variabel dengan skala numerik umur, dipresentasikan dalam rerata ± SD, kemudian diuji dengan uji Mann Whitney karena data tidak berdistribusi normal. Karateristik sampel untuk variabel dengan skala numerik IMT dipresentasikan dalam rerata ± SD dan dibandingkan dengan uji t tidak berpasangan karena data berdistribusi normal.. Perbandingan karateristik sampel untuk variabel-variabel dengan skala kategorik, seperti : jenis kelamin dan status fisik ASA dipresentasikan dalam distribusi frekuensi. Variabel jenis kelamin dan status fisik ASA dibandingkan dengan uji Chi-Square. Secara statistik didapatkan bahwa variabel umur, jenis kelamin, IMT, dan status fisik ASA pada kedua kelompok perlakuan memiliki variasi yang sebanding, (p > 0,05). Data karakteristik sampel lebih rinci dapat dilihat pada tabel 5.1.
5.2 Efektifitas Efedrin Intravena Mengurangi Intensitas Nyeri Pasca Pemberian Propofol intravena Intensitas nyeri adalah derajat nyeri yang dirasakan oleh subjek penelitian yang dinilai berdasarkan pada gradasi nyeri yang digunakan oleh McCririck dan Hunter (1990). Skala nyeri digradasi menjadi empat skala nyeri, meliputi : a. Skala nyeri 0 : Tidak nyeri b. Skala nyeri 1 : Nyeri ringan atau rasa panas c. Skala nyeri 2 : Nyeri sedang atau subjek penelitian mengeluhkan rasa nyeri sebelum ditanya d. Skala nyeri 3 : Nyeri berat yang ditandai dengan wajah subjek penelitian meringis, ada reflek menggerakkan tangan tempat injeksi atau keduanya Tabel 5.2 Intensitas Nyeri dengan Empat Gradasi Nyeri Kelompok
Nyeri
0 1 Efedrin 13 (56,5) 8 (34,8%) Salin 1 (4,3) 4 (17,4%) Total 14 (30,4) 12 (26,1%) Uji Chi-square data ditampilkan *signifikan p ≤ 0,05
Total P 2 3 2 (8,7) 0 (0) 23 (100) <0,001 7 (30,4) 11 (47,8) 23 (100) 9 (19,6) 11 (23,9) 46 (100) dalam n = jumlah sampel (persentase),
Pada table 5.2 tampak kecenderungan pada kelompok efedrin dengan proporsi nyeri sedang dan nyeri berat lebih rendah disbanding kelompok salin. Proporsi kejadian tidak nyeri dan nyeri ringan pada kelompok salin lebih rendah dibandingkan kelompok efedrin. Secara klinis, keempat gradasi nyeri dapat disederhanakan menjadi dua yaitu tidak nyeri hingga nyeri ringan dan nyeri sedang hingga nyeri berat.Secara klinis
nyeri yang dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri sedang hingga nyeri berat sedangkan jika pasien tidak nyeri hingga nyeri ringan pasien tidak mengeluhkannya. Secara klinis terdapat perbedaan yang signifikan antara nyeri ringan dan nyeri sedang atau nyeri berat, nyeri ringan pada beberapa literatur menyebutkan nyeri yang tidak memerlukan intervensi secara klinis, Secara statistic menyederhanakan pengelompokan ini juga akan dapat memprediksi risiko relatif kejadian nyeri sedang hingga berat pada kedua kelompok. Sehingga pada penelitian ini intensitas nyeri dikelompokkan kembali menjadi tidak nyeri hingga nyeri ringan dan nyeri sedang hingga nyeri berat untuk mempermudah aplikasi secara klinis, Intensitas nyeri merupakan variable tergantung yang bersifat kategorik sehingga tidak dilakukan uji normalitas pada variable intensitas nyeri, Tabel 5,3 Intensitas Nyeri dengan Dua Gradasi Nyeri Intensitas Nyeri RR 95% CI Nilai p Sedang-Berat Tidak-Ringan Efedrin 2 (8,7) 21 (91,3) 0,0050,111 <0,001 Salin 18 (78,3) 5 (21,7) 0,153 Uji Chi-square data ditampilkan dalam n = jumlah sampel (persentase), RR : resiko relatif, IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, *signifikan p ≤ 0,05 Perlakuan
Intensitas nyeri pada kedua kelompok kemudian diuji dengan uji Chi-square, Tabel 5.3 diatas menunjukkan data kejadian nyeri pada kedua kelompok perlakuan yang dipresentasikan dalam jumlah (n) dan persentase proporsi. Kejadian nyeri sedang hingga berat pasca pemberian propofol pada kelompok salin sebanyak 18 atau 78,3%. Kejadian nyeri sedang hingga nyeri berat pasca pemberian propofol pada kelompok efedrin sebanyak 2 sampel 8,7%. Setelah dilakukan analisis secara statistik didapatkan nilai resiko relatif 0,111, yang
artinya risiko mengalami nyeri sedang hingga berat pada kelompok efedrin sebesar 0,111 kali dibandingkan dengan kelompok salin dengan interval kepercayaan 95% 0,005-0,153 dan nilai p<0,001. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa efedrin efektif untuk menurunkan intensitas nyeri pasca pemberian propofol intravena.
5,3Efektifitas Efedrin 50 mcg/kgBB Intravena dalam Menjaga Stabilitas Hemodinamik Pasca Pemberian Propofol Intravena 5,3,1 Tekanan Arteri Rerata Membandingkan TAR pada beberapa periode waktu antara kedua kelompok perlakuan, pertama dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Oleh karena semua data rerataperbedaan TAR pada beberapa periode pengukuran perlakuan pada kedua kelompok berdisribusi normal, selanjutnya dilakukan uji t tidak berpasangan. Membandingkan TAR pada beberapa periode waktu antara kedua kelompok perlakuan, pertama dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk,Oleh karena semua data rerata TAR pada beberapa periode pengukuran perlakuan pada kedua kelompok berdisribusi normal, selanjutnya dilakukan uji t tidak berpasangan.
Tabel 5.4Perbandingan Rerata Tekanan Arteri Rerata pada Masing-masing Periode Pengukuran
Kelompok
N
Rerata ± SD (mmHg)
Beda Rerata (IK 95%) (mmHg)
Nilai p
TAR Baseline
Efedrin 23 95,97 ± 4,88 1,94(-1,04 s/d 4,72) 0,205 Salin 23 94,13 ± 4,82 TAR menit 1 Efedrin 23 89,13 ± 4,28 7,88(4,83 s/d 10,94) <0,001 Salin 23 81,25 ± 5,88 TAR menit 3 Efedrin 23 83,38 ± 5,50 13,06(10,11 s/d 16,0) <0,001 Salin 23 70,32 ± 4,34 TAR menit 5 Efedrin 23 93,01 ± 2,92 6,94(4,10 s/d 9,79) <0,001 Salin 23 86,07 ± 6,09 Uji-t tidak berpasangan, Data ditampilkan dalam rerata ± SD,n : jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, TAR Baseline : tekanan arteri rerata baseline, TAR menit 1 : tekanan arteri rerata 1 menit setelah induksi, TAR menit 3 : tekanan arteri rerata 3 menit setelah induksi, TAR menit 5 : tekanan arteri rerata 5 menit setelah induksi Tekanan arteri rerata (TAR) ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpang baku pada masing-masing periode pengukuran.Tekanan arteri rerata pada masingmasing periode pengukuran kemudian dibandingkan dengan uji t tidak berpasangan. TAR pada periode pengukuran baseline (sesaat sebelum perlakuan) pada kedua perlakuan tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Sedangkan TAR pada periode pengukuran menit 1, 3 dan 5 bermakna secara statistik (p< 0,05). Persentase perubahan tekanan arteri rerata (TAR) ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpang baku pada masing-masing periode pengukuran. Tekanan arteri rerata pada masing-masing periode pengukuran kemudian dibandingkan dengan uji t tidak berpasangan. TAR pada periode pengukuran baseline (sesaat sebelum perlakuan) pada kedua perlakuan tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Sedangkan
TAR pada periode pengukuran menit 1, 3 dan 5 bermakna secara statistik (p< 0,05). Tabel 5.5 Perbandingan Rerata Persentase PerubahanTAR pada Masing-masing Periode Pengukuran Rerata P persentase ± Beda Rerata (IK 95%) Simpang baku PersentaseTAR Efedrin 23 7,03 ± 4,01 -6,58 (-9,56 s/d -3,60) <0,001 menit 1 Salin 23 13,61 ± 5,85 PersentaseTAR Efedrin 23 13,03 ± 5,54 -12,19 (-15,15 s/d -9,24) <0,001 menit 3 Salin 23 25,22 ± 4,33 PersentaseTAR Efedrin 23 2,88 ± 4,97 -5,57 (-8,97 s/d -2,17) <0,001 menit 5 Salin 23 8,45 ± 6,38 Uji-t tidak berpasangan, Data ditampilkan dalam rerata persentase ± Simpang Baku, n : jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95% , PersentaseTAR menit 1 : Persentase perubahan TAR menit 1 dibandingkan baseline, PersentaseTAR menit 3 : Persentase perubahan TAR menit 1 dibandingkan baseline Persentase TAR menit 5 : Persentase perubahan TAR menit 1 dibandingkan baseline Kelompok
N
Gambar 5.1 Perbedaan TAR pada Masing-masing Periode Pengukuran pada Kedua Kelompok
Gambar 5.1 menunjukkan perbandingan rerata TAR antar kelompok perlakuan, mulai dari baseline sampai dengan 5 menit setelah induksi. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada tekanan arteri rerata baseline. Terjadi penurunan tekanan arteri rerata pada menit pertama, ketiga dan kelima pascainduksi. Pada menit pertama, persentase penurunan TAR pada kelompok salin 13,61 ± 5,85%, sedangkan pada kelompok efedrin 7,03 ± 4,01%, Pada menit ketiga, kelompok salin dengan beda rerata penurunan 25,22 ± 4,33% dibandingkan dengan kelompok efedrin (persentase penurunan 13,03 ± 5,54%). Pada menit kelima kedua kelompok menunjukkan peningkataan tekanan arteri rerata dibandingkan dengan menit ketiga. Pada menit kelima kelompok Salin masih menunjukkan tekanan arteri rerata yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok efedrin. Pada menit kelima rerata penurunan TAR pada kelompok Salin 8,45 ± 6,38% sedangkan pada kelompok efedrin 2,88 ± 4,97%. Persentase penurunan TAR pada menit pertama, ketiga dan kelima dibandingkan dengan TAR baseline pada kedua kelompok berbeda bermakna secara statistik (p<0,001).
5.3.2 Denyut Jantung (DJ) Membandingkan perbedaan denyut jantung pada beberapa periode waktu antar kedua kelompok perlakuan, pertama dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk.Oleh karena semua data rerata perbedaan DJ pada kedua kelompok perlakuan berdisribusi normal selanjutnya dilakukan uji t tidak berpasangan.
Tabel 5.6 Perbandingan Rerata Denyut Jantung Pada Masing-masing Periode Pengukuran Kelompok
N
Rerata ± SD (kali/menit)
DJ Baseline Efedrin Salin
23 23
82,30 ± 4,58 82,43 ± 4,92
DJ menit 1
Efedrin
23
79,30 ± 4,82
Salin
23
72,00 ± 6,24
Efedrin Salin
DJ menit 5 Efedrin
DJ menit 3
IK 95%
P
-0,13 (-2,95-2,69)
0,926
8,70 (3,99 s/d 10,62)
<0,001
23 23
71,57 ± 4,69 7,48 (4,09 s/d 10,87) 64,09 ± 6,56
<0,001
23
80,52 ± 2,78
1,40 (-919 s/d 3,53) 0,243 Salin 23 79,22 ± 4,50 Uji-t tidak berpasangan, Data ditampilkan dalam rerata ± SD,n : jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, DJBaseline : denyut jantung baseline, DJ menit 1 : denyut jantung1 menit setelah induksi, DJ menit 3 : denyut jantung 3 menit setelah induksi, DJ menit 5 :denyut jantung 5 menit setelah induksi Pada table 4 denyut jantung ditampilkan dalam rerata dansimpang baku serta nilai p pada masing-masing periode waktu. Denyut jantung pada periode baseline dan menit kelima setelah induksi pada kedua kelompok perlakuan secara statistik tidak berbeda bermakna (p < 0,05). Sedangkan denyut jantung pada periode pengukuran menit pertama dan ketiga pada kedua kelompok perlakuan secara statistik berbeda bermakna (p > 0,05).
Tabel 5.7 Perbandingan RerataPersentase Perubahan Denyut Jantung Pada Masing-masing Periode Pengukuran Kelompok persentase DJ Efedrin menit 1 Salin persentase DJ Efedrin menit 3 Salin persentase DJ Efedrin menit 5 Salin
N 23 23 23 23 23 23
Rerata Beda persentase Rerata persentase ± (IK 95%) Simpang Baku (Kali/menit) 3,52 ± 5,74 -9,17 (-12,33 s/d --6,02) 12,69 ± 4,84 12,99 ± 4,48 -9,32 (-12,33 s/d -6,30) 22,30 ± 5,60 1,88 ± 6,32 -1,85 (-5,41s/d 1,71) 3,73 ± 5,64
Nilai p <,001 <,001 0,301
Uji-t tidak berpasangan, Data ditampilkan dalam rerata persentase ± SD, n : jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95% , Persentase DJ menit 1 : persentase perubahanDJ menit 1 dibanding DJ baseline , Persentase DJ menit 3 : persentase perubahanDJ menit 3 dibanding DJ baseline, Persentase DJ menit 5: persentase perubahanDJ menit 5 dibanding DJ baseline
Gambar 5.2 Perbedaan Denyut Jantung pada Masing-masing Periode Pengukuran pada Kedua Kelompok Gambar 5.2 menunjukkan perbandingan rerata DJ antar kelompok perlakuan, mulai dari baseline sampai dengan 5 menit setelah induksi. Tidak tampak
perbedaan bermakna pada rerata denyut jantung pada periode baseline. Satu menit pascainduksi rerata persentase penurunan denyut jantung kelompok salin 12,69 ± 4,84%% sedangkan pada kelompok efedrin 3,52 ± 5,74%. Tiga menit pascainduksi denyut jantung kelompok salin turun 22,30 ± 5,60% sedangkan pada kelompok efedrin 12,99 ± 4,48%. Perbedaan persentase rerata penurunan denyut jantung pada menit pertama dan ketiga pascainduksi berbeda bermakna secara statistik (p < 0,05). Pada waktu 5 menit setelah induksi kedua kelompok menunjukkan peningkatan denyut jantung dibandingkan dengan periode waktu 3 menit pascainduksi. Pada lima menit pascainduksi kelompok salin mengalami penurunan denyut jantung 3,73 ± 5,64% dan kelompok efedrin 1,88 ± 6,32%. Perbedaan penurunan denyut jantung pada menit kelima pascainduksi tidak berbeda bermakna secara statistik (p > 0,05).
BAB VI PEMBAHASAN
Propofol adalah obat anestesi yang banyak digunakan karena memiliki mula kerja yang cepat, waktu kerja yang pendek dan efek samping yang relatif rendah namun sering menimbulkan nyeri saat penyuntikan selama proses induksi anestesi. Angka insiden terjadinya nyeri pasca penyuntikan propofol intravena antara 40% hingga 86%. Tingginya insiden nyeri saat penyuntikan intravena yang dihubungkan dengan formula tradisional propofol telah dimasukkan sebagai peringkat ketujuh masalah anestesi modern (Marcario 1999). Propofol dapat menyebabkan suatu kondisi hipotensi dan penurunan denyut jantung serta curah jantung yang diikuti oleh suatu penurunan nilai parameter kardiovaskular di bawah nilai baseline. Efek hipotensi yang ditimbulkan oleh propofol menunjukkan terjadinya suatu penurunan resistensi vaskular sistemik atau curah jantung yang disebabkan oleh terjadinya kombinasi antara vasodilatasi arteri dan vena, gangguan mekanisme baroreflek dan penurunan kontraktilitas miokardium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas efedrin 50 mcg/kgBB prainduksi
dalam
mengurangi
intensitas
nyeri
dan
menjaga
stabilitas
hemodinamik pascapemberian propofol intravena.Penelitian ini merupakan uji klinis pada 46 pasien dewasa yang menjalani operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan memerlukan pemasangan pipa endotrakeal di ruang operasi IBS RSUP Sanglah dan yang telah memenuhi kriteria eligibilitas.Secara statistik
didapatkan bahwa variabel umur, jenis kelamin, IMT, dan status fisik ASA pada kedua kelompok perlakuan memiliki variasi yang sebanding,
6.1 Efedrin Menurunkan Intensitas Nyeri Pascapemberian Propofol Intravena. Pada penelitian ini penilaian intensitas nyeri menggunakan skala gradasi nyeri oleh McCririck dan Hunter (1990). Skala nyeri digradasi menjadi empat skala nyeri, meliputi : a. Skala nyeri 0
: Tidak nyeri
b. Skala nyeri 1
: Nyeri ringan atau rasa panas
c. Skala nyeri 2
: Nyeri sedang atau subjek penelitian mengeluhkan rasa
nyeri sebelum ditanya d. Skala nyeri 3
: Nyeri berat yang ditandai dengan wajah subjek
penelitian meringis, ada reflek menggerakkan tangan tempat injeksi atau keduanya Secara klinis, keempat gradasi nyeri dapat disederhanakan menjadi dua yaitu tidak nyeri hingga nyeri ringan dan nyeri sedang hingga nyeri berat.Secara klinis nyeri yang dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri sedang hingga nyeri berat sedangkan jika pasien tidak nyeri hingga nyeri ringan atau rasa panas, pasien tidak mengeluhkannya.Secara klinis terdapat perbedaan yang signifikan antara nyeri ringan dan nyeri sedang atau nyeri berat, nyeri ringan tidak memerlukan intervensi farmakologi secara klinis.Sehingga pada penelitian ini intensitas nyeri
dikelompokkan kembali menjadi tidak nyeri hingga nyeri ringan dan nyeri sedang hingga nyeri berat untuk mempermudah aplikasi klinis. Pada penelitian ini kami dapatkan kejadian nyeri sedang hingga nyeri berat pascapemberian propofol pada kelompok kontrol (Salin) sebanyak 18 sampel atau mencapai 78,3%. Sedangkan kejadian nyeri sedang hingga berat pada kelompok perlakuan efedrin berjumlah 2 sampel atau 8,7%. Sehingga penelitian ini menghasilkan risiko relatif terjadinya nyeri sedang hingga nyeri berat pascapemberian propofol intravena pada kelompok efedrin sebesar 0,111 kali dibandingkan dengan kelompok salin atau kejadian nyeri sedang hingga nyeri berat pada kelompok salin sembilan kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok efedrin. Sampai saat ini mekanisme propofol menyebabkan nyeri pascapemberian intravena masih belum jelas. Propofol merupakan bagian dari kelompok fenol yang secara langsung dapat mengiritasi kulit, membrane mukosa dan intima dari pembuluh darah yang akan dengan cepat menstimulasi ujung saraf bebas yang akhirnya menimbulkan respon nyeri (Ambesh SP, 1999). Ambesh (1999) mengungkapkan konsentrasi propofol yang bebas (tidak terikat oleh air) berhubungan dengan nyeri saat injeksi propofol intravena, akibat dari efek tidak langsung propofol pada endotel pembuluh darah yang mengaktivasi sistem kinin-kalikrein dan pelepasan bradikinin menyebabkan dilatasi pembuluh darah, hiperpermeabilitas yang berakibat peningkatan kontak langsung antara propofol dengan ujung saraf bebas yang menyebabkan nyeri pasca penyuntikan propofol intravena. Ohmiso H, 2005, dalam penelitiannya
mengungkapkan terdapat peningkatan yang signifikan kadar bradikinin darah setelah pemberian propofol intravena, Klemen W (1991), mengungkapkan konsentrasi propofol bebas dalam plasma dan aktivasi sistem enzimatik kininkalikrein diasosiasikan dengan intensitas nyeri selama penyuntikan propofol intravena. Greenberg (1991) mengungkapkan Bradikinin menginhibisi keluarnya norepinephrine dari ujung saraf simpatis yang menginervasi arteri pulmonalis dan mesenterika pada anjing. Lange M (2008) menyebutkan efedrin mampu menurunkan sekresi bradikinin akibat dari pemberian propofol intravena. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheong Mi (2002) yang mendapatkan efedrin efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pascapemberian propofol. Pada penelitiannya Cheong MI (2002) mendapatkan kejadian nyeri sedang hingga nyeri berat sebesar 3 dari 28 sampel atau 10,7%, pada dosis efedrin 30 mcg/kgBB. Sedangkan dengan dosis 70 mcg/kgBB didapatkan kejadian nyeri sedang hingga berat sebanyak 3 dari keseluruhan 30 sampel atau 10% sampel. Sharifina (2013), dalam penelitiannya mengungkapkan efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB dan 70 mcg/kgBB memiliki efektifitas yang sama dengan lidokain dalam menurunkan intensitas nyeri pascapemberian propofol intravena. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agarwal (2004), dalam penelitiannya menyebutkan efedrin tidak memiliki efek untuk menurunkan intensitas nyeri akibat pemberian propofol intravena.Dalam penelitiannya Agarwal (2004) menggunakan dosis 30 mcg/kgBB.Perbedaan hasil penelitian
tersebut dengan penelitian ini dimungkinkan karena perbedaan dosis yang digunakan.
6.2 Efedrin untuk Menjaga Stabilitas Hemodinamik setelah Induksi Propofol 2,5 mg/kgBB 6.2.1 Tekanan Arterial Rerata Pada penelitian ini dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik pada menit pertama, ketiga dan kelima pasca induksi propofol.Terjadi penurunan tekanan arteri rerata pada menit pertama, ketiga dan kelima pasca induksi. Pada menit pertama, rerata persentase penurunan TAR pada kelompok salin 13,61 ± 5,85%, sedangkan pada kelompok efedrin7,03 ± 4,01%.. Pada menit ketiga, kelompok salin dengan beda rerata penurunan 25,22 ± 4,33% dibandingkan dengan kelompok efedrin (persentase penurunan 13,03 ± 5,54%) Pada menit kelima kedua kelompok menunjukkan peningkataan tekanan arteri rerata dibandingkan dengan menit ketiga. Dan pada menit kelima kelompok Salin masih menunjukkan tekanan arteri rerata yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok efedrin. Pada menit kelima rerata penurunan TAR pada kelompok Salin 8,45 ± 6,38% sedangkan pada kelompok efedrin 2,88 ± 4,97%. Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik (inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload. Induksi anestesi dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesi
dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993). Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan curah jantung/indeks jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan pembuluh darah sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987). Indeks kerja sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys dkk., 1988). Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol tampaknya disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek vasodilatasi propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk., 1992) Pada penelitian ini, pada menit ketiga pascainduksi kelompok salin mengalami penurununan tekanan arteri rerata hingga lebih dari 25% (25.22 ± 4.33% ). Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial rerata dan tekanan darah diastolik. Hal ini disebabkan karena tercapainya efek puncak propofol pascainduksi. Kelompok efedrin pada menit ketiga mengalami penurunan TAR sebesar 13% (13.03 ± 5.54%). Efedrin dapat mencegah hipotensi yang berkaitan dengan penggunaan propofol saat induksi anestesi (Michelsen dkk., 1998; Gamlin dkk., 1999; Gamlin dkk., 1996). Melalui kerjanya sebagai vasokonstriktor pada reseptor α adrenergik dan sebagai kardiostimulan pada reseptor ß adrenergik (Singh,
2005).Bermacam-macam dosis efedrin telah direkomendasikan untuk tujuan ini. Untuk itu diperlukan menggunakan efedrin dengan dosis yang tepat untuk mendapatkan kedua keuntungan ini tanpa menyebabkan efek samping seperti hipertensi dan takikardia (Gopalakrishna dkk., 2007). Profilaksis efedrin dengan dosis besar telah menunjukkan kegunaannya dalam pengobatan hipotensi yang disebabkan oleh propofol, namun ini dapat menyebabkan takikardia yang nyata (Michelsen dkk., 1998) dan hipertensi pada beberapa situasi klinis (Kasaba dkk., 2000). Efedrin profilaksis telah digunakan untuk mengurangi respon hemodinamik oleh karena propofol pada pasien-pasien wanita lanjut usia dan ditemukan bahwa dosis 100 atau 200 mcg/kgBB iv secara nyata dapat mengurangi penurunan tekanan darah, namun tidak satu pun dapat meniadakannya sama sekali (Michelsen dkk., 1998). Pada penelitian ini tidak terjadi tidak terjadi efek takikardi maupun hipertensi pascapemberian efedrin.Hal ini dikarenakan oleh perbedaan dosis efedrin yang digunakan. Pada penelitian ini dosis efedrin yang digunakan relatif rendah (50 mcg/kgBB) terdapat berbagai rekomendasi dosis efedrin iv, mulai dari dosis paling rendah 30 sampai 200 mcg/kgBB, yang telah dilaporkan digunakan untuk mencegah hipotensi saat anestesi (Demirkaya dkk., 2012). Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Cheong Mi (2002) yang mengungkapkan efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB dan 70 mcg/kgBB dapat mempertahankan dan mencegah penurunan tekanan arteri rerata pada periode setelah induksi dan sesaat sebelum intubasi. Begitu pula Sharifnia H (2013), dalam penelitiannya mengungkapkan efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB dan 70
mcg/kgBB dapat menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol. Sedangkan Ayatollahi V (2013) mengungkapkan efedrin dapat menjaga tekanan darah sistolik pada periode waktu satu menit setelah pemberian propofol namun tidak berbeda bermakna pada periode waktu setelahnya. Cheong Mi (2002) juga tidak merekomendasikan dosis efedrin > 110 mcg/kgBB karena efek takikardi yang lebih menonjol.
6.2.2 Denyut Jantung Pada penelitian ini, Satu menit pascainduksi, rerata persentase penurunan denyut jantung kelompok salin 12,69 ± 4,84%% sedangkan pada kelompok efedrin 3,52 ± 5,74%. Tiga menit pascainduksi denyut jantung kelompok salin turun 22,30 ± 5,60% sedangkan pada kelompok efedrin 12,99 ± 4,48%. Perbedaan persentase rerata penurunan denyut jantung pada menit pertama dan ketiga pascainduksi berbeda bermakna secara statistik (p < 0,05). Pada waktu 5 menit setelah induksi kedua kelompok menunjukkan peningkatan denyut jantung dibandingkan dengan periode waktu 3 menit setelah induksi. Pada lima menit pascainduksi kelompok salin mengalami penurunan denyut jantung 3,73 ± 5,64% dan kelompok efedrin 1,88 ± 6,32%. Perbedaan penurunan denyut jantung pada menit kelima pascainduksi tidak berbeda bermakna secara statistik (p > 0,05). Kedua kelompok perlakuan mengalami penurunan denyut jantung pada menit pertama dan ketiga, namun perbedaan rerata penurunan denyut jantung menujukkan penurunan yang lebih besar pada kelompok salin.Pemberian efedrin memberikan efek simpatomimetik yang dapat menekan efek bradikardi yang
dihasilkan oleh propofol.Melalui kerjanya sebagai vasokonstriktor pada reseptor α adrenergik dan sebagai kardiostimulan pada reseptor ß adrenergik (Singh, 2005). Rerata penurunan denyut jantung pada menit ketiga pada kedua kelompok perlakuan menunjukkan penurunan yang lebih besar dikarenakan oleh tercapainya efek plasma puncak propofol sehingga memberikan efek penurunan denyut jantung yang lebih tajam dibandingkan dengan menit pertama.Pada kelompok efedrin penurunan denyut jantung yang diakibatkan oleh pemberian propofol tidak lebih berat dibandingkan dengan kelompok salin hal ini disebabkan oleh efek simpatomimetik pada kelompok efedrin.Sedangkan pada menit kelima terjadi peningkatan denyut jantung pada kedua kelompok jika dibandingkan dengan menit ketiga.Perbedaan denyut jantung antara kelompok salin dan efedrin pada menit kelima tidak bermakna secara statistik. Penintkatan ini denyut jantung pada menit kelima jika dibandingkan dengan menit ketiga ini diakibatkan oleh pada periode waktu ini, propofol yang diberikan telah mengalami proses redistribusi dan eliminasi sehingga kadar propofol plasma sudah mengalami penurunan. Cheong Mi (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB dan 70 mcg/kgBB dapat mempertahankan dan mencegah penurunan denyut jantung pada periode setelah induksi dan sesaat sebelum intubasi. Cheong Mi (2002) juga menyebutkan terdapat peningkatan signifikan denyut jantung pada kelompok yang menerima efedrin 100 mcg/kgBB dan 110 mcg/kgBB jika dibandingkan dengan palasebo. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Michelsen dkk.(1998), sebelumnya mengenai efek pemberian efedrin terhadap status hemodinamik
setelah induksi anestesi. meneliti efedrin dengan dosis 100 dan 200 mcg/kgBB yang diberikan 1 menit sebelum induksi anestesi dengan propofol 1,5 mg/kgBB dan fentanyl 1,5 mcg/kgBB. Mereka menemukan bahwa terjadi takikardia.Pada penelitian ini tidak didapatkan subjek yang mengalami takikardi pasca pemebrian efedrin.Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan oleh dosis efedrin yang digunakan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang digunakan oleh Michelsen dkk. (1998)
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Pada penelitian ini dapat ditarik simpulan : 1. Pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena prainduksi dapat menurunkan intensitas nyeri pascapemberian propofol intravena 2. Pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena prainduksi dapat menjaga stabilitas hemodinamik. pascapemberian propofol intravena
7.2 Saran Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan sehingga untuk penelitian lebih lanjut perlu dilakukan penyempurnaan, antara lain: 1. Pada penelitian ini didapatkan penurunan TAR hingga lebih dari 25%, pada kelompok salin sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis induksi propofol maupun dosis efedrin pada pasien dengan permasalahan kardiovaskular, 2. Pada penelitian ini pengukuran parameter hemodinamik (TDS, TDD, TAR)
menggunakan
memperoleh
hasil
pengukuran
pengukuran
noninvasive
memerlukan
sehingga
jeda
waktu.
untuk Perlu
dipertimbangkan penggunaan pemantauan hemodinamik dengan monitor yang lebih canggih agar dapat mengetahui secara akurat dan cepat besarnya perubahan parameter kardiovaskular yang terjadi berbasis waktu
(real time), misalnya menggunakan alat yang dapat mengukur perubahan tekanan arteri rerata, denyut jantung hingga curah jantung seperti pemasangan monitor invasive tekanan arteri atau monitor yang bersifat non-invasif seperti portable echocardiography
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal A, Dhiraaj S, Raza M, Singhal V, Gupta D, Ranjan R, Singh PK dan Sin gh U, 2004, Pain during injection of propofol: the effect of prior administrati on of ephedrine. Anaesth Intensive Care 2004;32(5):657-60 Albertin A, Casati A, Federica L, Roberto V, Travaglini V, Bergonzi P dan Torri G, 2005, The effect-site concentration of remifentanil blunting cardiovascula r responses to tracheal intubation and skin incision during bispectral index-g uided propofol anesthesia. Anesth Analg 2005;101(1):125-3 Ambesh SP, dubey PK, dan Sinha PK , 1999, Ondansetron pretreatment to allevi ate pain on propofol injection: A randomized, controlled, double blinded stud y. Anaesth Analg; 89:197-199. Ando R dan Watanabe C.2005 Characteristics of propofol-evoked vascular pain i n anaesthetized rats.Br J Anaesth 2005; 95: 384-92. Anker-Möller E, Spangsberg N, Arendt-Nielsen L et al. Subhypnotic dose of thiop entone and propofol cause analgesia to experimentally induced acute pain.Br J Anaesth 1991; 66: 185-8. Aun, C. dan Major, E. 1984. The Cardiorespiratory Effect of ICI 35868 in Patient s with Valvular Heart Disease. Anaesthesia, 39 (11): 1096-1100. Babl J, Doenicke A dan Mönck V, 1995,New formulation of propofol in an LCT/ MCT emulsion. Approach to reduce pain on injection.Eur J Hosp Pharm 1995 ; 1: 15-22. Butterworth, J.F., Piccione, W.J., Berrizbeitia, L.D., Dance, G., Shemin, R.J., dan Cohn, L.H. 1986. Augmentation of Venous Return by Adrenergic Agonists du ring Spinal Anesthesia. Anesth Analg, 65 (6): 612-616. Cheong Ma, Kim KS dan Choi WJ, 2002, Ephedrine reduces the pain from propofol injection, Anesthesia Analgesia, 2002, 95(5); 1293-1296 Claeys, M.A., Gepts, E., dan Carnu, F. 1988. Haemodynamic Changes during Anaesthesia Induced and Maintained with Propofol. Br J Anaesth, 60: 3-9. Coates, D.P., Monk, C.R., Prys-Roberts, C., dan Turtle, M. 1987. Hemodynamic Effect of Infusions of the Emulsion Formulation of Propofol during Nitrouss Oxide Anesthesia in Human. Anesth Analg, 66 (1): 64-70.
Critchley, L.A.H., Stuart, J.C., Conway, F. dan Short, T.G. 1995. Hypotension during Subarachnoid Anaesthesia: Haemodynamic Effects of Ephedrine. Br J Anaesth, 74: 373-378. Cyna, A.M., Andrew, M., Emmett, R.S. Middleton, P. dan Simmons, S.W. 2006. Techniques for Preventing Hypotension during Spinal Anaesthesia for Cesarean Section. Cochrane Database Syst Rev. 18 (4). Demirkaya, M., Kelsaka, E., Sarihasan, B., Bek, Y. dan Ustun, E. 2012. The Optimal Dose of Remifentanil for Acceptable Intubating Conditions during Propofol Induction without Neuromuscular Blockade. J Clin Anesth, 24: 392397. Doenicke A, Roizen M, Rau J, Kellerman W dan Babl J, 1996, Reducing pain during propofol injection: The role of the solvent.Anesth Analg 1996; 82: 472-4. Dyer, R.A., Reed, A.R., van Dyk, D., Arcache, M.J., Hodges, O. dan Lombard, C.J. 2009. Hemodynamic Effect of Ephedrine, Phenylephrine, and the Coadministration of Phenylephrine with Oxytocin during Spinal Anesthesia for Elective Cesarean Delivery. Anesthesiology, 111: 753-756. Ebert, T.J., Muzi, M., Berens, R., Goff, D., dan Kampine, J.P. 1992. Sympathetic Responses to Induction of Anesthesia in Humans with Propofol or Etomidate. Anesthesiology, 76 (5): 725-733. El-Tahan MR, 2011, Preoperative ephedrine counters hypotension with propofol anesthesia during valve surgery: a dose dependent study. Ann Card Anaesth 2011;14(1):3040. El-Beheiry, H., Kim, J., Milne, B. dan Seegobin, R. 1995. Prophylaxis Against the Systemic Hypotension Induced by Propofol during Rapid-Sequence Intubatio n. Can J Anaesth, 42 (10): 875-878. Eriksson M, Englesson S, Hörtet I dan Hartvig P, 1999, The anaesthetic potency o f propofol in the rat is reduced by simultaneous intravenous administration of lignocaine.Eur J Anaesthesiol 1999; 16: 315-19. Fields HL, Emson PC, Leigh BK DKK, 1980,. Multiple opiate receptor site on pri mary afferent fibres.Nature 1980; 284: 351-3. Fujii Y dan Itakura M, 2009, A comparison of pretreatment with fentanyl and lido caine preceded by venous occlusion for reducing pain on injection of propofo l: a prospective, randomized, double-blind, placebo-controlled study in adult
Japanese surgical patients. Clin Ther 2009; 31(10): 2107-12. Greenberg SS, Peevy K dan Tanaka TP, 1991, Endothelium-derived and intraneu ronal nitric oxide-dependent inhibition of norepinephrine efflux from sympat hetic nerves by bradykinin. Am J Hypertens 1991; 4: 464–7. Hug, C.C., McLeskey, C.H., Nahrwold, M.I., Roizen, M.F., Stanley, T.H., dan Thi sted, R.A. 1993. Hemodynamic Effects of Propofol: Data from Over 25,000 p atients. Anesth Analg, 77: 21-29. Johnson RA, Harper NJN, Chadwick S dan Vohra A, 1990, Pain on injection of p ropofol.Anaesthesia 1990; 45: 439-42. Kasaba, T., Yamaga, M., Iwasaki, T., Yoshimura, Y. dan Takasaki, M. 2000. Eph edrine, Dopamine, or Dobutamine to Treat Hypotension with Propofol durin g Epidural Anesthesia. Can J Anaesth, 47: 237-241. Koo SW, Cho SJ, Kim YK, Ham KD, Hwang JH. Small-dose ketamine reduces th e pain of propofol injection. Anesth Analg 2006; 103: 1444-7. Lange M, Van AH, Westphal M, Morelli A, Role of vasopressinergic V1 receptor agonist in the treatment of perioperative catecholamine-refractory arterial hyp otension. Best Practice Res Clin Anaesthesiol 2008; 22(2):369-81 Lee P dan Russell WJ, 2004, Preventing pain on injection of propofol: A comparis onbetween lignocaine pre-treatment and lignocaine added to propofol. Anaes th Intensive Care 2004; 32: 482-4.2003 Lepage, J.Y.M., Pinaud, M.L., Helias, J.H., Cozian, A.Y., Le-Normand, Y. dan So uron, R.J. 1991. Left Ventricular Performance during Propofol or Methohexit al Anesthesia: Isotopic and Invasive Cardiac Monitoring. Anesth Analg, 73: 3-9. Masaki. Y, Makoto T dan Toshiaki, 2003, Physicochemical Compatibility of Prop ofol-Lidocaine Mixture, J Pharm, Macario A, Weinger M, Truong P dan Lee M, 1999, Which clinical anesthesia out comes are both common and important to avoid? The perspective of a panel of expert anesthesiologists, Anesth Analg 1999; 88: 1085-1091. Masjedi, M., Zand, F., Kazemi, A.P. dan Hoseinipour, A. 2014. Prophylactic Effe ct of Ephedrine to Reduce Hemodynamic Changes Associated with Anesthesi a Induction with Propofol and Remifentanil. J Anaesthesiol Clin Pharmacol, 30: 217-221. Macarthur, A. 2002. Solving the Problem of Spinal-Induced Hypotension in Obste tric Anesthesia. Can J Anaesth, 49: 536-539.
McCulloch MJ, Lees NW. Assessment and modification of pain on induction with propofol (Diprivan).Anaesthesia 1985; 40:1117-20. McCrirrick A dan Hunter S, 1990, Pain on injection of propofol: the effect of injec tate temperature. Anaesthesia 1990;45(6):443-4. McHugh GJ dan Roper G, 1995, Propofol emulsion and bacterial contamination. Can J Anaesth 1995; 42:801-4. McGrath, J.M., Chesnut, D.H., Vincent, R.D., DeBruyn, C.S., Atkins, B.L., Podus ka, D.J., dan Chatterjee, P. 1994. Ephedrine Remains the Vasopressor of Cho ice for Treatment of Hypotension during Ritodrine Infusion and Epidural Ane sthesia. Anesthesiology, 80 (5): 1073-1081. Michelsen, I., Helbo-Hansen, H.S., Kohler, F., Lorenzen, A.G., Rydlund, E., dan Bentzon, M.W. 1998. Prophylactic Ephedrine Attenuates the Hemodynamic Response to Propofol in Elderly Female Patients. Anesth Analg, 86 (3): 477481. Monk, C.R., Coates, D.P., Prys-Roberts, C., Turtle, M.J. dan Spelina, K. 1987. Ha emodynamic Effects of Prolonged Infusion of Propofol as A Suplement to Nitr ous Oxide Anaesthesia: Studies in Association with Peripheral Arterial Surge ry. Br J Anaesth, 59: 954-960. Morgan, G.E., Mikhail, M.S. dan Murray, M.J. 2006. Clinical Anesthesiology. 4th edn. McGraw-Hill. Muzi, M., Berens, R.A., Kampine, J.P. dan Ebert, T.J. 1992. Venodilation Contributes to Propofol Mediated Hypotension in Humans. Anesth Analg, 74: 877-883. Nishiyama T, 2005, How to decrease pain at rapid injection of propofol: effectivenes of flurbiprofen. J Anesth 2005; 19: 273-6. Ohmizo H, Obara S, dan Iwama H, 2005, Mechanism of injection pain with longand long-medium chain triglyceride emulsive propofol. Can J Anaesth 2005; 52: 595-9. Ohsuka S, Ohta M, Masuda K dkk, 1994,. Lidocaine hydrochloride and acetylsali cylate kill bacteria by disrupting the bacterial membrane potential in differen t ways.Microbiol Immunol 1994; 38: 429-34. Ozer Z, Ozturk C, Altukan A, Cinel I dan Oral U, 2002, Inhibition of bacterial gr
owth by lignocaine in propofol emulsion.Anaesthesia Intensive Care 2002; 30 : 179-82. Park SH, Jeong ST, Tak YJ, Kim CS dan Kim ST, 2010, A comparison of the hem odynamic changes and propofolinduced pain at two different doses of remife ntanil in elderly patients. Korean J Anesthesiol 2010;58(6):532-6. Picard P dan Tramer M, 200,. Prevention of pain on injection with propofol: a qua ntitative systematic review. Anesth Analg 2000; 90(4): 963-9. Prys-Roberts, C., Sear, J.W., Low, J.M., Phillips, K.C., dan Dagnino, J. 1983. He modynamic and Hepatic Effects of Methohexital Infusion During Nitrous Oxi de Anesthesia in Humans. Anesth Analg, 62 (3): 317-323. Reich DL , Sabera MA, dan Hossain MD,dan kawan-kawan, 2005, .Predictors of hypotension after induction of general anesthesia .Anesth Analg 2005;101:62 2-28 Reves, J.G., Glass, P.S.A., Lubarsky, D.A., McEvoy, M.D., dan Martinez-Ruiz, R. 2005. Intravenous Nonopioid Anesthetics. In: Miller, R.D., Fleisher, L.A., Jo hns, R.A., Savarese, J.J., Kronish, J.P.W., Young, W.J. editors. Miller’s Anest hesia. 6th. Ed. Philadelphia: Elsevier. p. 317-378. Robinson BJ, Ebert TJ, O’Brien TJ, Colinco MD dan Muzi M, 1997, Mechanisms whereby propofol mediates peripheral vasodilation in humans. Sympathoinhi bition or direct vascular relaxation? Anesthesiology 1997;86:64-72. Rokhtabnak F dan Pournajafian AR, 2006, Comparsion of effect of ephedrine and lidocaine on pain during injection of propofol. Canadian J Anesth 2006;53. Saadawy I, Ertok E dan Boker A, 2007, Painless injection of propofol: pretreatme nt with ketamine vs thiopental, meperidine, and lidocaine. Middle East J Ane sthesiol 2007; 19(3): 631-44. Scott RP, Saunders D dan Norman J, 1998, Propofol: clinical strategies for preve nting the pain of injection. Anaesthesia 1988 43: 492-4. Stark RD, Binks SM, Dutka VN, O´Connor KM dan Glen JB, 1985, A review of t he safety and tolerance of propofol(Diprivan).Postgrad Med J 1985; 61: 152 -156. Singh. V, 2005, Prophylactic use of Ephedrine to Attenuate The Haemodynamic r esponses to Propofol : A Prospective Randomized, Double Blind Comparativ e trial, Indian J. Anaesth, 2005; 49 (5): 409-412
Smith, G. 2001. Gastroesophageal Reflux and Aspiration of Gastric Contents in A nesthestic Practice. Anesth Analg, 93: 494-513. Stoelting, R.K. dan Hillier, S.C. 2006. Pharmacology and Physiology In Anesthetic Practice. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Tan CH dan Onsiong MK, 1998, Pain on injection of propofol. Anaesthesia 1998; 53(5): 468-76. Theilen H, Adam S, Albrecht M dan Ragaller M, 2002, Propofol in a medium- an d longchain triglyceride emulsion: Pharmaclogical characteristics and poten tial beneficial effects. Anesth Analg 2002; 95: 923-9. Vosoughian L, Sadeghi M dan Movafegh A, 2005, Study on the effect of Ketamine with propofol in outpatient surgeries. J Urmia Univ Med Sci 2005:15(1):148. Wrench IJ, Girling KJ dan Hobbs GJ, 1996, Alfentanil mediated analgesia during propofol injection: no evidence for a peripheral action. Br J Anaesth 1996; 7 7:162-4. Xuan, Y.T. dan Glass, P.S. 1996. Propofol Regulation of Calcium Entry Pathways in Cultured A10 and Rat Aortic Smooth Muscle Cells. Br J Pharmacol, 117 ( 1): 5-12. Yamakage M, Iwasaki S, Satoh J-I dan Namiki A, 2005, Changes in concentratio n of free propofol by modification of the solution. Anesth Analg 2005; 101: 3 85-8.
Lampiran 1 RINCIAN INFORMASI
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS NYERI DAN MENJAGA STABILITAS HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL INTRAVENA
Bapak/Ibu/Saudara/I yang terhormat, Bapak/Ibu/Saudara/I akan menjalani operasi terencana dengan prosedur standar untuk pembiusan secara general/umum di RSUP Sanglah Denpasar. Saya ikut mendoakan keberhasilan operasi yang Bapak/Ibu/Saudara/I jalani. Pada kesempatan ini saya mengajak Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengikuti studi klinik yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas efedrin yang diberikan sebelum obat induksi (obat tidur) dalam upaya untuk mengurangi angka kejadian nyeri pasca pemberian obat induksi (obat tidur) propofol. Perlu kami informasikan, Propofol adalah obat anestesi yang banyak digunakan baik oleh ahli anestesi, dokter intensif dan dokter umum yang bertugas di bagian emergensi. Propofol memiliki mula kerja yang cepat, waktu kerja yang pendek dan efek samping yang relatif rendah namun sering menimbulkan nyeri saat penyuntikan dan hipotensi (penurunan tekanan darah) selama proses induksi anestesia. Pada studi klinik ini, sebelum Bapak/Ibu/Saudara/I diinduksi (ditidurkan) dengan propofol, Bapak/Ibu/Saudara/I akan diberikan obat efedrin dengan harapan mampu mencegah atau mengurangi kejadian nyeri pasca penyuntikan propofol. Selama proses pemberian/penyuntikan propfol, tiap lima detik kami akan mengevaluasi intensitas nyeri yang Bapak/Ibu/Saudara/I rasakan hingga pada
akhirnya
Bapak/Ibu/Saudara/I
terinduksi
(tertidur).
Setelah
Bapak/Ibu/Saudara/I terinduksi (tertidur), Bapak/Ibu/Saudara/I akan menjalani tindakan pemasangan pipa penghubung melalui mulut untuk memberikan bantuan nafas. Bapak/Ibu/Saudara/I akan diberikan obat untuk melemaskan otot yang bertujuan untuk memperlancar tindakan tersebut dan membantu memudahkan
prosedur pembedahan yang memerlukan kondisi otot yang lemas. Selama tindakan tersebut, Bapak/Ibu/Saudara/I akan terus dipantau dengan menggunakan prosedur pemantauan standar secara terus-menerus. Obat efedrin yang diberikan pada penelitian ini adalah dalam dosis kecil sehingga memiliki risiko yang kecil terjadinya peningkatan tekanan darah dan denyut jantung yang berlangsung sementara. Selain untuk menurunkan kejadian atau menurunkan intensitas nyeri, pemberian efedrin pada penelitian ini juga bermanfaat untuk mengimbangi efek samping yang ditimbulkan oleh obat induksi (tidur) yaitu terjadinya penurunan tekanan darah dan denyut jantung, sehingga pada akhirnya tercapai kestabilan tekanan darah dan denyut jantung. Segala efek samping yang timbul akan ditangani sesuai prosedur ilmiah dan menurut standar pengobatan rumah sakit, yang menjamin kesembuhan dan keselamatan penderita. Bila Bapak/Ibu/Saudara/I yang ikut dalam studi ini sama sekali tidak akan ditarik bayaran. Peserta studi ini adalah peserta yang bersedia secara sukarela untuk mengikuti prosedurnya, oleh karena itu tidak akan mendapatkan bayaran ataupun asuransi. Bila Bapak/Ibu/Saudara/I bersedia diikutsertakan dalam studi ini, saya ucapkan banyak terima kasih, tetapi bila kemudian merasa ingin mengundurkan diri dapat membatalkan persetujuan tanpa sangsi apappun. Bils tidak bersedia, tetap akan diberikan pelayanan sebagaimana mestinya. Bila ada yang ingin ditanyakan dapat menghubungi saya: dr. IG. N. A. Putra Arimbawa, melalui HP 081337765458 atau melalui Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah, telepon 0361-227911 ext. 139.
Hormat saya,
(dr. IG. N. A. Putra Arimbawa)
Lampiran 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UJI KLINIK
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Pekerjaan : Dengan ini menyatakan telah mengerti dengan Informed Consent yang telah dijelaskan dan dengan suka rela setuju untuk mengikuti penelitian yang berjudul: Pemberian Efedrin 50 mcg/kgbb Intravena Prainduksi Dapat Menurunkan Intensitas Nyeri dan Menjaga Stabilitas Hemodinamik Pasca Pemberian Propofol 2,5 mg/kgbb, serta bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dan telah saya sepakati dalam penelitian tersebut diatas dengan catatan, bila suatu saat saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya akan mengundurkan diri dan membatalkan persetujuan ini.
Denpasar, Peneliti,
2014
Peserta uji klinik
(dr. IG. N.A. Putra Arimbawa)
(……………………………….)
Saksi: 1. Pihak keluarga
(…………………………….....)
2. Pihak RSUP Sanglah
(……………………………….)
Lampiran 3 LEMBAR PENELITIAN
PENELITIAN PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS NYERI DAN MENJAGA STABILITAS HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL INTRAVENA
Data Umum 1. No. Rekam Medis
:…………………………….. No. sampel
: ….…
2. Nama
: ……………………………………………………..
3. Umur
: ……………………………………………………..
4. Jenis kelamin
: ……………………………………………………..
5. Tanggal
: ……………………………………………………..
Data khusus 1. ASA
: …………………………………………………..
2. Berat badan
:
…… kg
3. Tinggi badan
:
….... cm
4. IMT
:
….... kg/m2
:
……..
Data Observasi Penelitian 1. Skala Nyeri
2. Hemodinamik : Waktu pengukuran Denyut Jantung Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik Tekanan Arteri Rerata
Pencatat
(………………………)
Basal
Menit 1
Menit 3
Menit 5
Lampiran 4
Lampiran 5 Analisis Statistik GET STATA FILE='C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis10.dta'. >Error # 7202. Command name: GET STATA >Input dictionary read error. >This command not executed. Your new version of Stata is not supported GET STATA FILE='C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis9.dta'. SAVE OUTFILE='C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis spss.sav' /COMPRESSED. SAVE OUTFILE='C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis spss.sav' /COMPRESSED. EXAMINE VARIABLES=umur imt BY kelompok /PLOT NPPLOT /STATISTIKS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL. [DataSet2] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis spss.sav Kelompok Case Processing Summary Cases Valid
Kelomp ok
N
Umur Efedrin
imt
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Efedrin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Descriptives Kelompok Umur Efedrin 95% Confidence Interval for Mean
Statistik Std. Error Mean
35.74
Lower Bound
29.83
Upper Bound
41.65
5% Trimmed Mean
35.38
Median
32.00
Variance Std. Deviation Minimum
186.565 13.659 18
2.848
Maximum
60
Range
42
Interquartile Range
20
Skewness
.322
.481
-1.001
.935
Mean
35.48
3.148
Lower Bound
28.95
Upper Bound
42.01
5% Trimmed Mean
35.04
Median
32.00
Kurtosis Salin 95% Confidence Interval for Mean
Variance Std. Deviation
Efedrin 95% Confidence Interval for Mean
15.099
Minimum
18
Maximum
61
Range
43
Interquartile Range
28
Skewness
imt
227.988
.391
.481
Kurtosis
-1.351
.935
Mean
23.901
.5878
Lower Bound
22.682
Upper Bound
25.120
5% Trimmed Mean
23.876
Median
23.733
Variance
7.945
Std. Deviation
2.8188
Minimum
19.5
Maximum
28.8
Salin 95% Confidence Interval for Mean
Range
9.3
Interquartile Range
4.2
Skewness
.083
.481
Kurtosis
-.718
.935
Mean
22.830
.4635
Lower Bound
21.869
Upper Bound
23.792
5% Trimmed Mean
22.775
Median
22.719
Variance
4.942
Std. Deviation
2.2230
Minimum
18.7
Maximum
28.1
Range
9.4
Interquartile Range
3.3
Skewness
.261
.481
Kurtosis
.084
.935
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelomp ok Statistik Df Sig. Umur Efedrin Salin imt
Efedrin Salin
Shapiro-Wilk Statistik
df
Sig.
.145
23
.200*
.930
23
.107
.156
23
.151
.895
23
.020
23
*
.954
23
.358
*
.987
23
.987
.091 .072
.200
23
.200
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. NPAR TESTS /M-W= umur BY kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS. NPar Tests Notes Output Created
05-Dec-2014 19:55:43
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Ari m\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet2
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File Missing Value Handling
Resources
46
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistiks for each test are based on all cases with valid data for the variable(s) used in that test.
Syntax
NPAR TESTS /M-W= umur BY kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS.
Processor Time
0:00:00.015
Elapsed Time
0:00:00.015
Number of Cases Alloweda
112347
a. Based on availability of workspace memory. [DataSet2] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis spss.sav Mann-Whitney Test Ranks Kelomp ok
N
Umur Efedrin
Mean Rank Sum of Ranks 23
23.70
545.00
Salin
23
23.30
536.00
Total
46
Test Statistiksa
Umur Mann-Whitney U
260.000
Wilcoxon W
536.000
Z
-.099
Asymp. Sig. (2tailed)
.921
a. Grouping Variable: Kelompok Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Jenis Kelamin * Kelompok
46
100.0%
0
.0%
46
100.0%
ASA * Kelompok Jenis Kelamin * Kelompok
46
100.0%
0
.0%
46
100.0%
Crosstab Kelompok Efedrin Jenis Kelamin Laki-laki
Count % within Kelompok
Total
7
17
43.5%
30.4%
37.0%
13
16
29
56.5%
69.6%
63.0%
23
23
46
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within Kelompok
Total
10
Perempuan Count % within Kelompok
Salin
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
.840a
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided)
df 1
.359
Continuity Correctionb
.373
1
.541
Likelihood Ratio
.843
1
.359
Fisher's Exact Test
.542
Linear-by-Linear Association
.822
N of Valid Cases
46
1
.271
.365
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.50. b. Computed only for a 2x2 table ASA * Kelompok Crosstab Kelompok Efedrin ASA
1
Count % within Kelompok
2
16
34
78.3%
69.6%
73.9%
5
7
12
21.7%
30.4%
26.1%
23
23
46
100.0%
100.0%
100.0%
Total Count % within Kelompok
Total
18
Count % within Kelompok
Salin
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
b
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided)
df
.451a
1
.502
.113
1
.737
.453
1
.501
Fisher's Exact Test
.738
Linear-by-Linear Association
.441
N of Valid Cases
46
1
.507
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00. b. Computed only for a 2x2 table
.369
T-TEST GROUPS=kelompok(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=imt /CRITERIA=CI(.95). T-Test Notes Output Created
05-Dec-2014 20:01:20
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Ari m\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet2
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File Missing Value Handling
Resources
46
Definition of Missing
User defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistiks for each analysis are based on the cases with no missing or out-of-range data for any variable in the analysis.
Syntax
T-TEST GROUPS=kelompok(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=imt /CRITERIA=CI(.95).
Processor Time
0:00:00.016
Elapsed Time
0:00:00.031
[DataSet2] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis spss.sav Group Statistiks Kelomp ok imt
Efedrin
N
Mean 23
23.901
Std. Deviation 2.8188
Std. Error Mean .5878
Group Statistiks Kelomp ok imt
N
Std. Deviation
Mean
Std. Error Mean
Efedrin
23
23.901
2.8188
.5878
Salin
23
22.830
2.2230
.4635
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F imt
Equal variances assumed
t-test for Equality of Means
Sig. .876
t .354
Equal variances not assumed
df 1.431
44
1.431
41.733
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) imt
Mean Difference
Equal variances assumed
.160
1.0711
.7485
Equal variances not assumed
.160
1.0711
.7485
Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower imt
Std. Error Difference
Equal variances assumed
-.4375
Upper 2.5796
Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower imt
Upper
Equal variances assumed
-.4375
2.5796
Equal variances not assumed
-.4399
2.5820
Case Processing Summary Cases Valid N Kelompok * kat_nyeri
Missing
Percent 46
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 46
100.0%
Kelompok * kat_nyeri Crosstabulation kat_nyeri sedang-berat tidak-ringan Kelompok Efedrin Count % within Kelompok Salin
Count % within Kelompok
Total
Count % within Kelompok
Total
2
21
23
8.7%
91.3%
100.0%
18
5
23
78.3%
21.7%
100.0%
20
26
46
43.5%
56.5%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided)
df
22.646a
1
.000
19.904
1
.000
Likelihood Ratio
25.310
1
.000
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear Association
22.154
N of Valid Cases
46
1
.000
.000
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Kelompok (Efedrin / Salin)
.026
.005
.153
For cohort kat_nyeri = sedang-berat
.111
.029
.425
For cohort kat_nyeri = tidak-ringan
4.200
1.915
9.214
N of Valid Cases
46
Kelompok Case Processing Summary Cases Kelomp ok TS Baseline Efedrin
Valid N
Percent
Missing N
Total
Percent
N
Percent
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
TAR Baseline
Efedrin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Nadi Baseline
Efedrin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin TD Baseline Efedrin
TDS menit 1 Efedrin TD menit 1
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Efedrin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Efedrin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Efedrin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Efedrin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Efedrin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
Salin
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
23
100.0%
0
.0%
23
100.0%
TAR menit 1 Efedrin Salin Nadi menit 1 Efedrin TS menit 3 TD menit 3
TAR menit 3 Efedrin Salin Nadi menit 3 Efedrin TS menit 5 TD menit 5
TAR menit 5 Efedrin Salin Nadi menit 5 Efedrin Salin
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelomp ok Statistik df Sig. TS Baseline Efedrin Salin TD Baseline Efedrin Salin
Shapiro-Wilk Statistik
df
Sig.
.118
23
.200*
.942
23
.197
.109
23
.200*
.974
23
.790
.193
23
.026
.850
23
.003
23
*
.944
23
.219
.148
.200
TAR Baseline
Efedrin Salin
Nadi Baseline
Efedrin Salin
TDS menit 1 Efedrin TD menit 1
23
.035
.082
23
.982
23
.939
.156
23
.152
.932
23
.118
23
*
.958
23
.433
*
.973
23
.758
*
.977
23
.840
.132 .099
23
.200 .200 .200
Efedrin
.151
23
.190
.888
23
.015
Salin
.187
23
.036
.889
23
.015
23
*
.906
23
.034
*
.914
23
.051
*
.964
23
.555
*
.953
23
.331
.105 .139 .116
23 23
.200
.200 .200 .200
Salin
.130
23
Efedrin
.154
23
.168
.960
23
.470
Salin
.165
23
.105
.904
23
.031
Efedrin
.192
23
.027
.898
23
.024
Salin
.151
23
.192
.941
23
.192
.178
23
.058
.912
23
.044
23
*
.963
23
.526
*
.945
23
.225
TAR menit 3 Efedrin Salin Nadi menit 3 Efedrin Salin
TD menit 5
.907
*
23
Nadi menit 1 Efedrin
TS menit 5
.111
.094
Salin
TD menit 3
23
Salin
TAR menit 1 Efedrin
TS menit 3
.164
Efedrin
.141
.200
.200
.137
23
.190
23
.031
.894
23
.019
23
*
.965
23
.581
*
.985
23
.972
.108
.200 .200
Salin
.074
23
Efedrin
.218
23
.006
.910
23
.040
Salin
.171
23
.079
.956
23
.379
23
*
.963
23
.537
*
.959
23
.435
TAR menit 5 Efedrin Salin Nadi menit 5 Efedrin Salin
.107
.200
.200
.136
23
.177
23
.060
.935
23
.141
23
*
.953
23
.336
.133
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. T-Test
.200 .200
Group Statistiks Kelomp ok
N
TS Baseline Efedrin
125.04
5.661
1.180
23
121.35
5.959
1.243
23
118.52
4.176
.871
Salin
23
107.48
7.147
1.490
Efedrin
23
110.74
5.293
1.104
Salin
23
94.52
6.022
1.256
Efedrin
23
119.48
4.591
.957
Salin
23
111.61
6.966
1.452
TDS menit 1 Efedrin
TS menit 5
Std. Error Mean
23
Salin
TS menit 3
Mean
Std. Deviation
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F TS Baseline Equal variances assumed
Sig. .007
t .934
Equal variances not assumed TDS menit 1 Equal variances assumed
6.666
.013
Equal variances not assumed TS menit 3 Equal variances assumed
.337
.564
Equal variances not assumed TS menit 5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
2.720
t-test for Equality of Means
.106
df 2.156
44
2.156
43.884
6.398
44
6.398
35.456
9.701
44
9.701
43.288
4.524
44
4.524
38.080
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) TS Baseline Equal variances assumed
3.696
1.714
.037
3.696
1.714
.000
11.043
1.726
Equal variances not assumed
.000
11.043
1.726
Equal variances assumed
.000
16.217
1.672
Equal variances not assumed
.000
16.217
1.672
Equal variances assumed
.000
7.870
1.740
Equal variances not assumed
.000
7.870
1.740
TDS menit 1 Equal variances assumed
TS menit 5
Std. Error Difference
.037
Equal variances not assumed
TS menit 3
Mean Difference
Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower TS Baseline Equal variances assumed Equal variances not assumed TDS menit 1 Equal variances assumed
Upper
.242
7.150
.241
7.150
7.565
14.522
Equal variances not assumed TS menit 3
TS menit 5
GGraph
7.541
14.546
Equal variances assumed
12.848
19.587
Equal variances not assumed
12.847
19.588
Equal variances assumed
4.364
11.375
Equal variances not assumed
4.348
11.391
Kelomp ok TD Baseline
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Efedrin
23
81.43
5.307
1.107
Salin
23
80.52
4.814
1.004
23
74.43
4.813
1.004
23
68.13
6.189
1.290
23
69.70
6.175
1.288
23
58.22
3.954
.824
23
79.78
3.089
.644
TD menit 1 Efedrin Salin TD menit 3 Efedrin Salin TD menit 5 Efedrin
Salin 23 73.30 6.399 1.334 NPAR TESTS /M-W= tdbaseline tdmenit1 tdmenit3 tdmenit5 BY kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS. NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks Kelomp ok TD Baseline
N
Mean Rank Sum of Ranks
Efedrin
23
24.87
572.00
Salin
23
22.13
509.00
Total
46 23
30.96
712.00
Salin
23
16.04
369.00
Total
46 23
33.04
760.00
Salin
23
13.96
321.00
Total
46 23
30.54
702.50
Salin
23
16.46
378.50
Total
46
TD menit 1 Efedrin
TD menit 3 Efedrin
TD menit 5 Efedrin
Test Statistiksa TD Baseline TD menit 1 TD menit 3 TD menit 5 Mann-Whitney U
233.000
93.000
45.000
102.500
Wilcoxon W
509.000
369.000
321.000
378.500
-.695
-3.789
-4.839
-3.590
.487
.000
.000
.000
Z Asymp. Sig. (2tailed)
Group Statistiks Kelomp ok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
TAR Baseline
Efedrin
23
95.97
4.877
1.017
Salin
23
94.13
4.820
1.005
TAR menit Efedrin 1 Salin
23
89.13
4.284
.893
23
81.25
5.879
1.226
TAR menit Efedrin 3 Salin
23
83.38
5.501
1.147
23
70.32
4.343
.906
TAR menit Efedrin 5 Salin
23
93.01
2.921
.609
23
86.07
6.094
1.271
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F TAR Baseline
Equal variances assumed
Sig. .156
T .695
Equal variances not assumed TAR menit Equal variances 1 assumed
2.530
.119
Equal variances not assumed TAR menit Equal variances 3 assumed
.295
.590
Equal variances not assumed TAR menit Equal variances 5 assumed Equal variances not assumed
8.510
t-test for Equality of Means
.006
df
1.287
44
1.287
43.994
5.198
44
5.198
40.223
8.934
44
8.934
41.751
4.926
44
4.926
31.599
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) TAR Baseline
Mean Difference
Equal variances assumed
.205
1.841
1.430
Equal variances not assumed
.205
1.841
1.430
.000
7.884
1.517
.000
7.884
1.517
.000
13.058
1.462
.000
13.058
1.462
.000
6.942
1.409
.000
6.942
1.409
TAR menit Equal variances 1 assumed Equal variances not assumed TAR menit Equal variances 3 assumed Equal variances not assumed TAR menit Equal variances 5 assumed Equal variances not assumed Independent Samples Test
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower TAR Baseline
Std. Error Difference
Upper
Equal variances assumed
-1.041
4.722
Equal variances not assumed
-1.041
4.722
TAR menit Equal variances 1 assumed Equal variances not assumed TAR menit Equal variances 3 assumed Equal variances not assumed TAR menit Equal variances 5 assumed Equal variances not assumed GGraph
4.827
10.941
4.819
10.949
10.112
16.003
10.108
16.008
4.102
9.782
4.070
9.814
Group Statistiks Kelomp ok Nadi Baseline
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Efedrin
23
82.30
4.577
.954
Salin
23
82.43
4.916
1.025
23
79.30
4.819
1.005
23
72.00
6.238
1.301
23
71.57
4.689
.978
23
64.09
6.557
1.367
23
80.52
2.778
.579
23
79.22
4.502
.939
Nadi menit 1 Efedrin Salin Nadi menit 3 Efedrin Salin Nadi menit 5 Efedrin Salin
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Nadi Baseline
Equal variances assumed
Sig. .174
T .679
Equal variances not assumed Nadi menit 1 Equal variances assumed
.646
.426
Equal variances not assumed Nadi menit 3 Equal variances assumed
1.473
.231
Equal variances not assumed Nadi menit 5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
3.594
t-test for Equality of Means
.065
df -.093
44
-.093
43.777
4.444
44
4.444
41.363
4.449
44
4.449
39.836
1.182
44
1.182
36.629
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) Nadi Baseline
Mean Difference
Equal variances assumed
.926
-.130
1.401
Equal variances not assumed
.926
-.130
1.401
.000
7.304
1.644
.000
7.304
1.644
.000
7.478
1.681
.000
7.478
1.681
.243
1.304
1.103
.245
1.304
1.103
Nadi menit 1 Equal variances assumed Equal variances not assumed Nadi menit 3 Equal variances assumed Equal variances not assumed Nadi menit 5 Equal variances assumed Equal variances not assumed Independent Samples Test
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower Nadi Baseline
Std. Error Difference
Upper
Equal variances assumed
-2.953
2.692
Equal variances not assumed
-2.953
2.693
3.992
10.617
Nadi menit 1 Equal variances assumed
Equal variances not assumed Nadi menit 3 Equal variances assumed Equal variances not assumed Nadi menit 5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
3.986
10.623
4.091
10.866
4.081
10.876
-.919
3.527
-.931
3.540
Group Statistics Kelomp ok slshtarbs_1 Efedrin Salin slshtarbs_3 Efedrin Salin slshtarbs_5 Efedrin Salin
N
Mean 23
Std. Deviation
Std. Error Mean
6.8406
4.04628
.84371
23 12.8841
5.58281
1.16410
23 12.5942
5.68354
1.18510
23 23.8116
4.72777
.98581
23
2.9565
4.59831
.95881
23
8.0580
6.03245
1.25785
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances
F slshtarbs_1 Equal variance s assume d Equal variance s not assume d
Sig. 3.893
t-test for Equality of Means
t .055
df
-4.204
44
-4.204
40.115
slshtarbs_3 Equal variance s assume d
.323
.573
Equal variance s not assume d slshtarbs_5 Equal variance s assume d
1.316
.257
Equal variance s not assume d
-7.277
44
-7.277
42.588
-3.225
44
-3.225
41.113
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) slshtarbs_1 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Mean Difference
Std. Error Difference
.000
-6.04348
1.43769
.000
-6.04348
1.43769
slshtarbs_3 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshtarbs_5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
.000
-11.21739
1.54152
.000
-11.21739
1.54152
.002
-5.10145
1.58162
.002
-5.10145
1.58162
Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower slshtarbs_1 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshtarbs_3 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshtarbs_5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Upper
-8.94096
-3.14600
-8.94891
-3.13805
-14.32412
-8.11067
-14.32703
-8.10776
-8.28899
-1.91391
-8.29533
-1.90757
T-Test Group Statistics Kelomp ok
N
slshnadibs_1 Efedrin Salin slshnadibs_3 Efedrin Salin slshnadibs_5 Efedrin Salin
Std. Deviation
Mean 23
Std. Error Mean
3.0000
4.71940
.98406
23 10.4348
4.00938
.83601
23 10.7391
3.86379
.80566
23 18.3478
4.72526
.98528
23
1.7826
5.39323
1.12457
23
3.2174
4.67057
.97388
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F slshnadibs_1 Equal variances assumed
Sig. .172
t .680
Equal variances not assumed slshnadibs_3 Equal variances assumed Equal variances not assumed
.849
t-test for Equality of Means
.362
df
-5.758
44
-5.758
42.880
-5.978
44
-5.978
42.330
slshnadibs_5 Equal variances assumed
.321
.574
Equal variances not assumed
-.964
44
-.964
43.120
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) slshnadibs_1 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshnadibs_3 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshnadibs_5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Mean Difference
Std. Error Difference
.000
-7.43478
1.29124
.000
-7.43478
1.29124
.000
-7.60870
1.27274
.000
-7.60870
1.27274
.340
-1.43478
1.48765
.340
-1.43478
1.48765
Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
Lower slshnadibs_1 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshnadibs_3 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Upper
-10.03710
-4.83246
-10.03902
-4.83054
-10.17373
-5.04366
-10.17659
-5.04080
-4.43294
1.56337
-4.43467
1.56510
Std. Deviation
Std. Error Mean
slshnadibs_5 Equal variances assumed Equal variances not assumed T-Test Group Statistics Kelomp ok slshtarbs_1 Efedrin Salin slshtarbs_3 Efedrin Salin slshtarbs_5 Efedrin Salin
N
Mean 23
6.8406
4.04628
.84371
23 12.8841
5.58281
1.16410
23 12.5942
5.68354
1.18510
23 23.8116
4.72777
.98581
23
2.9565
4.59831
.95881
23
8.0580
6.03245
1.25785
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F slshtarbs_1 Equal variances assumed
Sig. 3.893
t .055
Equal variances not assumed slshtarbs_3 Equal variances assumed
.323
.573
Equal variances not assumed slshtarbs_5 Equal variances assumed
1.316
t-test for Equality of Means
.257
Equal variances not assumed
-4.204
44
-4.204
40.115
-7.277
44
-7.277
42.588
-3.225
44
-3.225
41.113
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
df
Std. Error Difference
slshtarbs_1 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshtarbs_3 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshtarbs_5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
.000
-6.04348
1.43769
.000
-6.04348
1.43769
.000
-11.21739
1.54152
.000
-11.21739
1.54152
.002
-5.10145
1.58162
.002
-5.10145
1.58162
Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower slshtarbs_1 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshtarbs_3 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Upper
-8.94096
-3.14600
-8.94891
-3.13805
-14.32412
-8.11067
-14.32703
-8.10776
slshtarbs_5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
-8.28899
-1.91391
-8.29533
-1.90757
T-Test Group Statistics Kelomp ok
N
slshnadibs_1 Efedrin Salin slshnadibs_3 Efedrin Salin slshnadibs_5 Efedrin Salin
Std. Deviation
Mean 23
Std. Error Mean
3.0000
4.71940
.98406
23 10.4348
4.00938
.83601
23 10.7391
3.86379
.80566
23 18.3478
4.72526
.98528
23
1.7826
5.39323
1.12457
23
3.2174
4.67057
.97388
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F slshnadibs_1 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .172
t-test for Equality of Means
t .680
df
-5.758
44
-5.758
42.880
slshnadibs_3 Equal variances assumed
.849
.362
Equal variances not assumed slshnadibs_5 Equal variances assumed
.321
.574
Equal variances not assumed
-5.978
44
-5.978
42.330
-.964
44
-.964
43.120
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) slshnadibs_1 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshnadibs_3 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshnadibs_5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Mean Difference
Std. Error Difference
.000
-7.43478
1.29124
.000
-7.43478
1.29124
.000
-7.60870
1.27274
.000
-7.60870
1.27274
.340
-1.43478
1.48765
.340
-1.43478
1.48765
Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower slshnadibs_1 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshnadibs_3 Equal variances assumed Equal variances not assumed slshnadibs_5 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Upper
-10.03710
-4.83246
-10.03902
-4.83054
-10.17373
-5.04366
-10.17659
-5.04080
-4.43294
1.56337
-4.43467
1.56510
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
.