HUMANISME DALAM BERITA FEATURE (Studi Analisis Isi Penerapan Nilai Humanisme dalam Pemberitaan Rubrik Kisah Tabloid Nyata Edisi Januari-Maret 2009)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh : APRIYANI WIDANINGSIH D 0205040
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Abad ini, kebutuhan manusia akan informasi seakan tak pernah surut. Dengan informasi kita mengetahui berbagai hal, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekeliling kita dan bahkan di seluruh dunia. Informasi adalah segala hal yang bisa mengurangi keragu-raguan kita dalam situasi tertentu. Meningkatnya kebutuhan akan informasi ini secara otomatis akan meningkatkan pula peran media massa sebagai sumber penyampai pesan. Kebijakan pemerintah membolehkan tumbuh dan berkembangnya penerbitan pers tanpa memerlukan izin terbit serta memiliki kebebasan yang sangat luas untuk melakukan kegiatannya mengumpulkan, mengolah dan menyajikan berita tanpa adanya pengawasan apa pun, mendapat tanggapan dan sambutan yang sungguh sangat positif dari praktisi pers dan masyarakat luas. Hal itu dapat diketahui dari peningkatan jumlah penerbitan pers baru, serta mulai bergairahnya pengelola pers dalam melaksanakan dan mengembangkan kegiatan pemberitaan.1 Pers kita menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang multi etnis dengan beragam heterogenitas. Tetapi, tidak semua media massa kita mampu untuk menyadari betapa heterogenitas itu tanpa dilandasi dengan semangat jurnalisme kemanusiaan hanya akan memperkeruh suasana yang buntutnya 1
M. Simaremare, “Kebebasan Pers Masa Orde Baru dan Masa Reformasi” dalam St. Sularto dkk. 2001. Humanisme dan Kebebasan Pers Menyambut 70 Tahun Jakob Oetama. Jakarta: Penerbit Kompas. hal 99
3
perseteruan yang tak kunjung usai. Akibatnya, persoalan bangsa ini semakin jauh dari penyelesaian.2 Satu hal yang selama ini dilupakan orang adalah pentingnya jurnalisme kemanusiaan
(humanisme).
mengungkapkan
bahwa
Mengutip
humanisme
pernyataan
(baca:
Herlianto,
kemanusiaan)
itu
Nurudin esensinya
mengembalikan manusia kepada rasa peri kemanusiaan. Tetapi berbeda dengan peri kemanusiaan yang ada dalam agama, dalam hal ini, peri kemanusiaan itu adalah usaha mencari nilai-nilai yang ditempuh dengan cara-cara dan potensi manusia itu sendiri. Nilai-nilai peri kemanusiaan adalah hasil dari kebebasan dan usaha baik dari manusia itu sendiri.3 Dengan demikian, seorang wartawan yang dalam kegiatannya seharihari mengabdikan diri untuk kemanusiaan, menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, selalu mempertimbangkan fakta yang diliput secara adil, seimbang dan memperhatikan dampak yang ditimbulkannya adalah seorang humanis. Kegiatan peliputan pemberitaan yang menyeimbangkan dari semua pihak (all sides) yang bertikai dan secara adil misalnya, masuk dalam kriteria wartawan penegak jurnalisme kemanusiaan. Kriteria inilah yang selanjutnya diperlukan dalam penulisan berita, khususnya feature news. Seiring dengan perkembangan jaman, khalayak memiliki minat semakin khusus terhadap ketersediaan informasi yang ingin mereka ketahui. Usia, pendidikan, jenis kelamin, dan status sosio-ekonomi merupakan faktor-faktor
2 3
http://nurudin.multiply.com/, diakses tanggal 23 Juli 2009 Ibid.
4
yang mempengaruhi apa yang hendak dibaca, demikian hasil penelitian Willbur Schramm dan David Manning.4 Pada akhirnya, kekhususan khalayak media massa inilah yang memicu timbulnya media massa dengan minat khusus. Tak heran bila pada akhirnya media massa semakin beragam jenis untuk memenuhi tuntutan khalayak yang sudah sedemikian heterogen. Hal ini dikarenakan pihak redaksi media telah menentukan siapa yang akan menjadi pembacanya, apakah anak-anak, wanita dewasa, remaja, pria dewasa, atau untuk pembaca umum dari remaja hingga dewasa. Bisa juga sasaran pembacanya kalangan profesi tertentu. Sehingga munculah media cetak wanita, olahraga, hobi dan beberapa minat media cetak dengan minat khusus lain. Berkembangnya paham emansipasi wanita, yang sekaligus menandai pergolakan tuntutan kesetaraan gender, membuat kaum wanita menyadari bahwa mereka juga memiliki kebutuhan akan informasi, terutama yang berkaitan dengan dunia wanita. Hal ini menjadi pendorong lahirnya beberapa media yang berbasis wanita. Kemunculan beberapa tabloid atau majalah wanita, bisa dikatakan sebagai alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi wanita. Tabloid Nyata merupakan salah satu produk penerbitan dari Jawa Pos Grup yang mempunyai target market wanita dan keluarga. Kantor redaksi tabloid ini beralamat di Graha Pena lantai 3 Jalan A.Yani 88 Surabaya. Tabloid Nyata didirikan
dengan
Surat
Izin
Usaha
Penerbitan
Pers
(SIUPP)
nomor
198/SK/MENPEN/SIUPP/1986 dengan perubahan nomor 290 Dirjen PPG/K/90 tanggal 20 Agustus 1990. Tabloid Nyata terbit setiap Senin dengan menyajikan 58 4
William L. Rivers, et al.2004. Media Massa dan Masyarakat Modern edisi 2. Jakarta: Prenada Media, hal 303
5
halaman. Rubrik yang terdapat dalam setiap edisinya yaitu rubrik cover story, spot, berita seputar selebriti, tips, konsultasi seks dan kejiwaan, konsultasi kesehatan, konsultasi obat tradisional, konsultasi feng shui, konsultasi selular, info khasiat, kau dan aku, rekarasa, sinopsis, novelette, horoscope, surat pembaca, fashion, kisah, dan manca. Dalam Rubrik Kisah, Tabloid Nyata menyajikan berita feature yang berisi tentang kisah-kisah kehidupan seseorang. Dalam setiap edisinya, rubrik ini terdiri dari tiga sampai lima berita yang diceritakan secara lengkap dengan gaya penulisan yang menyentuh sisi humanisme. Pada umumnya berita yang disajikan dalam rubrik ini berisi tentang kisah-kisah dibalik peristiwa kecelakaan yang merenggut korban jiwa, kasus kriminalitas (perkosaan dan pembunuhan) dan cerita perjuangan dari seseorang untuk meraih kesuksesan. Berita-berita dalam rubrik kisah ini dikemas dengan gaya bahasa yang dramatis dan menyentuh. Secara umum, humanisme menjadi latar yang utama dalam menulis berita feature. Sisi kemanusiaan ini merupakan suatu hal yang bisa menggugah pembaca untuk memahami penderitaan orang lain atas segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Hal ini bisa jadi merupakan senjata yang dipergunakan untuk menarik minat para pembaca, khususnya wanita. Oleh karena itu, munculnya pemberitaan dengan model seperti ini lazim ditemui di beberapa majalah maupun tabloid wanita. Menurut Septiawan Santana, feature menjadi hidup, menjadi berwarna, ketika khalayak diajak membayangkan detail-detail, latar kejadian, dan tindakan-
6
tindakan tertentu. Ini seolah membawa pembaca ke tempat kejadian, menikmati apa yang dirasakan penulis, ikut bersedih atau tertawa.5 Dalam berita feature, sebenarnya setiap perhatian pembaca adalah human interest. Tetapi setiap pembaca, betapapun egoisnya dia, memiliki perhatian yang penuh tenggang rasa pada kehidupan dan penderitaan manusia lain. Menurut Hikmat Kusumaningrat dkk, tenggang rasa ini mencakup dua ekstrim yang berlawanan, baik yang bersifat patetik (ikut bersedih) maupun yang bersifat humor (menertawakan). Apapun alasannya, sisi kemanusiaan inilah yang dianggap sebagai sisi menarik yang akan merangsang khalayak untuk membaca.6 Feature merupakan sebuah karya tulis jurnalistik yang unik. Keunikannya ada di orisinalitas penulisan dan paparannya yang bersifat deskriptif.7 Bahasa feature ditata dengan apik. Tiap kata dan kalimat dipilih. Ringkas, jernih, tegas, aktif dan sebagainya. Walau bahasa feature adalah bahasa jurnalistik, bahasa feature mesti memikat, enak dibaca, dan perlu.8 Pengambilan tema kemanusiaan di Rubrik Kisah Tabloid Nyata rasanya tak jauh dari harapan akan menyentuh simpati khalayak.Menurut Hikmat Kusumaningrat, perhatian terhadap bencana yang melibatkan hilangnya nyawa dan harta benda adalah simpati. Boleh jadi ada unsur daya tarik lain dalam peristiwa kebakaran, kecelakaan, insiden, dan malapetaka lainnya ketika individu-
5
Septiawan Santana K. 2005. Jurnalisme Kontemporer, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal 37 Hikmat Kusumaningrat,Et.al. 2005. Jurnalistk Teori dan Praktek. Bandung: Remadja Rosdakarya. hal 224 7 Septiawan Santana K, Op.cit, hal 36 8 Ibid. hal 38 6
7
individu disebut dalam kemalangan-kemalangan itu, maka di sana terdapat perhatian yang penuh simpati.9 Penelitian ini mengambil Rubrik Kisah Tabloid Nyata sebagai bahan penelitian. Penelitian dilakukan selama tiga bulan penerbitan yaitu mulai dari Bulan Januari hingga Maret 2009. Tiga bulan penulis anggap mampu mewakili kecenderungan penulisan feature news di tabloid Nyata dan nilai humanisme dalam rubrik ini dapat diketahui. Dari pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan NILAI HUMANISME DALAM BERITA FEATURE adalah penelitian terhadap isi Rubrik Kisah Tabloid Nyata bulan Januari – Maret 2009 dan mengidentifikasi nilai humanisme apa saja yang terdapat di dalamnya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Seperti apakah kecenderungan nilai humanisme yang terdapat dalam penulisan berita feature di Rubrik Kisah Tabloid Nyata? 2. Bagaimanakah cara wartawan menuliskan berita feature di Rubrik Kisah Tabloid Nyata terkait dengan penerapan nilai humanisme?
9
Hikmat Kusumaningrat,Et.Al, Op.Cit, hal 225
8
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kecenderungan nilai humanisme yang terdapat dalam penulisan berita feature di Rubrik Kisah Tabloid Nyata 2. Mengetahui cara wartawan menuliskan berita feature di Rubrik Kisah Tabloid Nyata terkait dengan penerapan nilai humanisme
D. Kerangka Pemikiran dan Teori a. Komunikasi Massa Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi secara sederhana diartikan sebagai proses pertukaran antara manusia yang satu dengan yang lainnya dengan menggunakan lambang-lambang tertentu. Harold Laswell memberi batasan tentang komunikasi sebagai proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media tertentu yang menimbulkan efek tertentu.10 Adapun model komunikasi Harold Laswell adalah: Who Say what
In which channel To whom With what effect
10
Siapa yang melakukan pesan atau siapa komunikatornya. Siapa yang mengatakan apa, yang dimaksud adalah pesan yang dissampaikan oleh komunikator. Dengan menggunakan alat bantu apa untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Kepada siapa pesan itu disampaikan. Dengan efek apa setelah pesan disampaikan.11
Onong Uchjana Effendy. 1990. Ilmu komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remadja Rosdakarya. hal 10 11 Ibid
9
Komunikasi yang lebih luas jangkauannya adalah komunikasi massa yang menimbulkan efek tertentu secara massa. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik).12 Sebagian besar komunikasi massa menggunakan media yang disebut media massa sebagai alat untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, yang merupakan hasil dari perkembangan
teknologi
komunikasi.
Pengaruh
perkembangan
teknologi
komunikasi bagi komunikasi massa pun sangat besar. Dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi yang pesat, maka secara otomatis media massa pun semakin beragam. Penelitian tentang efek pesan media massa terhadap khalayak telah menjadi pusat perhatian berbagai pihak, baik para praktisi maupun teoretisi. Menurut Elvinaro Ardianto dalam buku Komunikasi Massa Suatu Pengantar menyatakan bahwa efek pesan media massa terbagi menjadi tiga, yaitu: 13 1. Efek Kognitif Efek kognitif akibat yang timbul pada diri komunikan yang bersifat informatif bagi dirinya. Dalam hal ini, melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung. Jalaludin Rakhmat— sebagaimana dikutip Elvinaro—menyatakan bahwa karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias dan tidak cermat. 12
Nurudin. 2003. Komunikasi Massa. Malang: Cespur. hal 2 Elvinaro Ardianto. et al. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. hal 52 13
10
2. Efek Afektif Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekadar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tapi lebih dari lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya. 3. Efek Behavioral Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Pada awalnya, efek komunikasi massa selalu dikaitkan dengan kekuatan media yang sedemikian besar berpengaruh dalam kehidupan khalayak. Teori ini lebih dikenal dengan Hypodermic Needle Theory atau teori peluru. Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa.14 Akan tetapi sejak tahun 1960-an banyak penelitian yang dilakukan para pakar komunikasi yang ternyata tidak mendukung teori peluru tadi. Kemudian muncul teori limited effect model atau model efek terbatas sebagai hasil penelitian Hovland dengan menayangkan film bagi tentara. Hovland mengatakan bahwa pesan komunikasi efektif dalam menyebarkan informasi, bukan dalam mengubah perilaku.15 Seiring dengan perkembangan jaman, penelitian telah membuktikan bahwa khalayak pun memiliki kemampuan untuk menentukan
14 15
Ibid, hal 61 Ibid, hal 62
11
media apa yang ingin dipilih. Kebutuhan akan informasi yang ingin didapat dari media telah membuat perkembangan media semakin tumbuh subur. Perkembangan
media
ini
berbanding
lurus
dengan
pesatnya
perkembangan teknologi. Komunikasi pun telah berkembang menjadi sedemikian global. Komunikasi global ini turut mendorong terciptanya pasar global, termasuk di dunia media. Gustavo Cardosso dalam dalam jurnal From Mass to Networked Communication: Communicational Models and the Informational Society menyatakan bahwa: “Global communication is a fundamental element for the creation of a global market. Global communication has enabled infrastructures for the communication of data, news and images and thus increased the desire for the ownership of products and access to services.”16 Secara ringkas dapat diterangkan bahwa komunikasi global merupakan unsur
terpenting
dalam
terciptanya
pasar
global.
Komunikasi
global
mempermudah terciptanya infrastruktur dalam komunikasi data, berita dan gambar-gambar, dan meningkatkan gairah kepemilikan produk dan akses dalam melayani. Pasar global mau tak mau juga telah mengubah orientasi media ke arah industrialisasi. Selain itu, khalayak yang semakin khusus dan tersegmentasi juga merupakan faktor yang telah melahirkan era baru persaingan media.
16
Gustavo Cardosso. 2008. From Mass to Networked Communication: Communicational Models and the Informational Society. International Journal of Communication. hal 11 diakses dari http://www.ijoc.org/ tanggal 13 Agustus 2009
12
b. Industrialisasi media Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabloid sebagai media massa cetak. Tabloid adalah surat kabar berukuran separo dari ukuran standar yang biasanya memuat berita-berita sensasional.17 Jurnalisme tabloid bermula dari usaha yang sengaja dilakukan untuk mencapai massa yang sebanyakbanyaknya. Jurnalisme tabloid lebih banyak berisikan berita-berita skandal, olah raga, gambarnya, penuh gosip dan berbagai kolom lainnya yang dianggap menarik untuk dibaca.18 Jurnalistik yang mengacu pada pemberitaan hal-hal yang sensasional, menggemparkan atau menggegerkan seperti meramu gosip atau rumor disebut jazz journalism.19 Karangan khas (feature news) merupakan jenis penulisan berita yang digunakan oleh Tabloid Nyata dalam Rubrik Kisah. Keabsahan, kekuatan dan ciri pengenal feature terletak pada penetrasi imaginasinya bukan pada pemisahannya dari kebenaran dan pada pelonggaran kebenarannya, tetapi pada penembusannya ke dalam kebenarannya yang khas dan khusus yang menggugah perasaan ingin tahu, perasaan simpati, perasaan skeptis, perasaan humor, perasaan cemas, atau perasaan takjub orang.20 Pada perkembangannya, tabloid dan majalah tumbuh subur seiring dengan tuntutan tersebut. Tabloid dan majalah memiliki target pembaca yang spesifik dan sangat kompetitif. Faktanya, tabloid dan majalah telah berkembang melalui celah dan segmen baru, mereka bisa menciptakan target pembaca baru 17
Onong Uchjana Effendy. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: CV Mandar Maju. hal 241 John Tebbel.1997. Karier Jurnalistik. Semarang: Dahara Prize. hal 45 19 Asep Syamsul M. Romli. 2005. Jurnalistik Praktis untuk Pemula edisi revisi. Bandung: Remadja Rosdakarya. hal 101 20 Hikmat Kusumaningrat et.al, Op.Cit, hal 220 18
13
yang bisa saja tertarik dengan media. Artinya, persaingan media di jalur segmentasi yang sama telah menciptakan persaingan yang kompetitif. Di tengah persaingan media yang telah sedemikian ketat, para wartawan pun masih dituntut untuk menegakkan profesionalisme di tengah selera pasar yang tak lagi menginginkan pemberitaan yang kaku. Bill Kovach dan Tom Rosentiel merumuskan sembilan elemen yang merupakan dasar jurnalisme agar dipercaya masyarakat. Menurut Kovach dan Rosentiel, jurnalisme memiliki tugas21: 1. Menyampaikan kebenaran. Kebenaran di sini bukanlah kebenaran yang bersifat religius, ideologis, atau pun filsafat. Juga tidak menyangkut kebenaran berdasar pandangan seseorang. Sebab, pemberitaan seorang wartawan bisa memiliki bias. Latar belakang sosial, pendidikan, kewarganegaraan, kelompok etnik, atau agama yang dianut wartawan mempengaruhi laporan berita yang dianutnya. Wartawan berkemungkinan menafsirkan “kebenaran” sebuah fakta secara berbeda-beda satu sama lainnya. 2. Memiliki loyalitas kepada masyarakat. Ini memaknakan kemandirian jurnalisme. Para jurnalis tidak bekerja atas kepentingan pelanggan. Para jurnalis bekerja atas komitmen, keberanian, nilai yang diyakini, sikap, kewenangan, dan profesionalisme yang telah diakui publik.
21
Septiawan Santana K, Op.cit, hal 5-10
14
3. Memiliki disiplin untuk melakukan verifikasi. Ini berarti kegiatan menelusuri sekian saksi untuk sebuah peristiwa, mencari sekian banyak narasumber, dan mengungkap sekian banyak komentar. 4. Memiliki kemandirian terhadap apa yang diliputnya. Dalam contoh terentu, kemandirian ini bisa diartikan dengan sungguh-sungguh mengenali khalayak berita, benar-benar memberi perhatian kepada mereka secara merata: dari atas ke bawah, dari kiri ke kanan, dari segala tingkatan ekonomi. 5. Memiliki kemandirian untuk memantau kekuasaan. Elemen ini terkait dengan investigatif pers. Kegiatan media melaporkan berbagai pelanggaran, kasus, atau kejahatan yang dilakukan pihak-pihak tertentu, baik pihak pemerintah atau pun lembaga-lembaga yang kuat di masyarakat. Laporan pers, dengan demikian, mencegah para pemimpin pemerintahan, politik, organisasi publik dan lainnya, agar tidak melakukan sesuatu yang tidak semestinya dikerjakan. 6. Meletakkan jurnalisme sebagai forum bagi kritik dan kesepakatan publik. Elemen ini merupakan upaya media menyediakan ruang kritik dan kompromi kepada publik. Dengan adanya pemberitaan yang diangkat oleh media, media berarti mengingatkan masyarakat akan terjadinya sesuatu. Selain itu, dengan adanya ruang opini dan
15
editorial dapat digunakan untuk mengevaluasi segala hal yang berkaitan dengan peristiwa tersebut, baik yang disampaikan oleh redaksi media maupun artikel (komentar atau surat pembaca) yang berisi opini dari pembaca. 7. Menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik. Elemen ini mewajibkan media untuk melaporkan berita dengan cara yang menyenangkan, mengasyikkan dan menyentuh sensasi masyarakat. 8. Membuat berita secara komprehensif dan proporsional. Elemen ini mengingatkan media agar tidak jor-joran meliput sensasi acara pengadilan atau skandal selebritas secara berlebihan hanya untuk tujuan menaikkan rating, oplah, atau iklan. apalagi, melaporkannya dengan tidak melakukan verifikasi, pengecekan silang, atau wawancara ke berbagai pihak terkait. Pemberitaan macam ini akan menyesatkan pembaca. Penyajian berita yang hanya berisi kelucuan yang menarik juga harus dileangkapi dengan kandungan materi yang penting dan berguna. Demikan juga untuk berita yang serius dan teramat penting isinya hendaknya disertai dengan hal ringan, human interest. 9. Memberi keleluasaan wartawan untuk mengikuti nurani mereka. Organisasi berita yang baik memberikan peluang bagi wartawan untuk menyatakan perbedaan sikap dan pendapat, melakukan penolakan terhadap redaktur, pemiliki media, pemasang iklan,
16
bahkan kekuatan tertentu di masyarakat— selama hal itu terkait dengan prinsip kejujuran dan akurasi yang dipegang oleh wartawan. Dalam praktiknya, profesionalisme jurnalistik tak lagi secara konsisten ditujukan
untuk
kemaslahatan
pembaca.
Menurut
pendapat
Chesney—
sebagaimana dikutip Agus Sudibyo— bahwa ideologi di balik profesionalisme jurnalistik sesungguhnya adalah penghambaan terhadap pemilik modal dan pemasang iklan yang mendominasi industri media kapitalis.22 Menurut Mursito .BM, audiens dipandang memiliki signifikasi rangkap bagi media, yakni; pertama, sebagai perangkat calon konsumen, dan kedua sebagai audiens jenis iklan tertentu. Pasar bagi produk media mungkin juga merupakan pasar bagi produk lainnya, dan media akan menjadi wahana iklan dan saran pengantaran calon produk lain.23 Kedekatan media dengan dunia industri telah membuat institusi media berusaha untuk meyakinkan khalayak. Tidak hanya dari segi profesionalisme wartawan dalam menulis berita, tapi juga menyentuh pencitraan dan hubungan antar pemilik institusi media di mata khalayak. Dalam jurnal Trust and Trustworthiness in the Fourth and Fifth Estates, Richard Collins mengutip Hewison dan Holden yang menyatakan bahwa: “Trust is produced by a relationship between individuals or groups on the one hand, and public institutions where there is effective interaction and where the representatives of the institution are perceived to be straightforward and honest. Trust in an institution is 22
Agus Sudibyo. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LKiS. hal 77 Mursito BM. 2006. Memahami Institusi Media Sebuah Pengantar. Surakarta: Lindu Pustaka. Hal 80 23
17
enhanced where the institution is perceived to be independent, and trust increases the more ‘local’ the institution is perceived to be.”24 Secara garis besar, pernyataan ini menunjukkan bahwa kepercayaan dihasilkan oleh sebuah hubungan antara individu-individu atau kelompokkelompok dalam satu pihak, dan institusi publik dimana ada interaksi efektif dan para wakil institusi terlihat jujur dan blak-blakan. Secara singkat, khalayak tak hanya akan lebih mempercayai institusi media yang mandiri dan memegang idealisme, tetapi juga mempertimbangkan citra dan interaksi positif antar media. Disadari atau tidak, dasar dan tujuan komersiallah yang secara tidak langsung memberikan pengaruh besar terhadap isi surat kabar—termasuk media lainnya— dan membuat aspek-aspeknya lebih bersifat populis dan menunjang dunia usaha, konsumerisme, serta persaingan bebas. Keberadaan khalayak yang semakin tersegmentasi menjadikan dunia media massa menjadi lahan industri baru. Khalayak kian penting bagi media, karena hal itulah yang akan diperhatikan pengiklan.25 Secara otomatis hal ini pun turut mempengaruhi tingkat persaingan media dalam memperebutkan posisi di mata khalayak dalam segmentasi yang khusus. Walaupun khalayaknya terbatas, tetapi media seperti ini justru disukai oleh para pengiklan. Bagi media cetak, jumlah penerimaan iklan seringkali lebih besar daripada penjualan produk fisiknya. Hal inilah yang membuat media massa menjadi lahan industri baru yang dekat dengan komersialisasi. Karena media
24
Richard Collins. 2009 (3). Trust and Trustworthiness in the Fourth and Fifth Estates. International Journal of Communication. hal 6 diakses dari http://www.ijoc.org/ tanggal 13 Agustus 2009 25 William L. Rivers. Et al, Op.Cit, hal 308
18
dalam kenyataannya dituntut untuk menyesuaikan isinya dengan pertimbangan pasar pengiklan. Kekhususan khalayak melahirkan tuntutan baru terhadap dunia media. Media dituntut untuk memberikan informasi yang diinginkan oleh khalayak. Keterbatasan khalayak telah membuat media semakin mempersempit segmentasi. Karena hal inilah lahir beberapa media massa dengan minat khusus, seperti media wanita, olahraga, anak-anak, otomotif dan sebagainya.
c. Humanisme Secara harfiah, humanisme dapat diartikan sebagai aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik. Menurut Mangunhardjana, Humanisme juga dapat dimaknai sebagai paham tentang manusia dan sebagai pemikiran etis telah berjasa mengembalikan harkat dan martabat manusia, menyadarkan potensinya dan menandaskan tanggungjawabnya dalam kehidupan.26 Humanisme berasal dari kata Latin humanus dan mempunyai akar kata homo yang berarti ‘manusia’. Humanus berarti ‘bersifat manusiawi’, ‘sesuai dengan kodrat manusia’. Jika berbicara mengenai arti dari istilah “humanisme” akan lebih mudah dipahami kalau kita meninjaunya dari dua sisi, yaitu sisi historis dan filsafat.27 Dari sisi historis, humanisme berarti suatu gerakan intelektual dan kesusastraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh kedua abad ke-14. Sedangkan menurut sisi filsafat, humanisme sering diartikan sebagai paham di 26
A. Mangunhardjana. 1996. Isme-isme dalam Etika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hal 95 Zainal Abidin. 2001. Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung:Remadja Rosdakarya. hal 88-89 27
19
dalam filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia sedemikian rupa sehungga manusia menempati posisi yang sangat sentral dan penting, baik dalam perenungan teoretis-filsafati maupun dalam kehidupan sehari-hari. Secara kasar dapat dipahami bahwa dalam bertindak, manusia tidak perlu berpikir tentang sanksi-sanksi dari siapa dan dari manapun. Dalam arah dan tujuan hidupnya, dia dapat menentukan sendiri tanpa perlu menerima arah dan tujuan yang ditawarkan oleh pihak lain.28 Secara sederhana, etika manusia adalah ukuran dan kriteria untuk segala-galanya. Segala sesuatunya, ukuran penilaian dan referensi akhir dari semua kejadian manusiawi, dikembalikan lagi kepada manusia itu sendiri, bukan kepada kekuatan-kekuatan di luar manusia (misalnya kekuatan Tuhan atau alam). Bukan lagi dogma gereja, pada saat itu, yang harus dipandang sebagai ukuran bagi segenap kejadian atau penilaian manusia (kebenaran, kebaikan, dan keindahan), melainkan manusia itu sendiri yang harus dijadikan tolok ukur dan pertimbangan akhir dari semua itu. Dengan kata lain, manusia merupakan pusat atau sentral dari realitas, sehingga segala sesuatu yang terdapat di dalam realitas harus dikembalikan lagi kepada manusia.29 Humanisme dalam sejarah filsafat kontras dengan berbagai macam bentuk absolutisme, khususnya yang bersifat epistemologis. Dalam renaissance atau jaman pencerahan, istilah itu menunjukkan gerak balik kepada sumbersumber Yunani, dan kritik individual serta interpretasi individu kontras dengan tradisi skolastisisme dan otoritas religius. Pada abad kemudian istilah humanisme 28 29
A. Mangunhardjana, Op.Cit, hal 93 Zainal Abidin, Op.Cit, hal28-29
20
sering dipakai dalam kontras dengan teisme, yang menempatkan dalam manusia sumber kebaikan dan kreativitas.30 Menurut F.C.S Schiller dan William James, humanisme diangkat sebagai pandangan yang bertolak belakang dengan absolutisme filosofis. Alasannya, humanisme Schiller dan William James dipandang melawan hal-hal absolut. Oleh karena itu, penekanannya pada alam atau dunia yang terbuka, pluralisme dan kebebasan manusia.31 Karena cita-cita humanisme yang ingin meraih keakilbaligan dari manusia, maka ada resiko bahwa humanisme itu hanya diperuntukkan bagi diri pribadi secara individual. Tidak peduli bagaimana nasib orang lain, asalkan dirinya menjadi human dan akilbalig. Yang seperti
itu adalah pendirian
humanisme liberal. Hal ini bertentangan dengan kodrat humanisme yang menuntut kepekaan dan keterbukaan tehadap sesama. Selain humanisme liberal yang terkesan lebih mementingkan keakilbaligan diri sendiri, masih ada humanisme sosial32, yang tidak mengecualikan solidaritas terhadap sesama dan lingkungan. Artinya, humanisme itu harus menghadapi suatu kultur, tidak mengingkari kultur tersebut, bahkan mau tumbuh dari kultur itu. Di sinilah humanisme ditantang, apakah ia masih bisa tetap menjadi humanis, kendati berhadapan dengan kultur yang anti atau menghambat cita-cita humanisnya.
30
Lorens Bagus. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hal 295 Ibid, hal 296 32 Ibid, hal 17-18 31
21
Selain kultural, humanisme sosial juga bersifat material.33 Humanisme ini tidak hanya sekedar mengabstrakkan manusia, kemanusiaan dan keakilbaligan dalam ideal dan spiritual, tetapi benar-benar meletakkannya dalam tanah dan situasi yang konkret. Di negara Barat, humanisme sedemikian berkembang, karena tanah di mana ia berpijak adalah subur dan tidak berkekurangan. Konsekuensinya bagi negara miskin dan terbelakang adalah bahwa jumanisme harus berarti juga sebagai upaya untuk membebaskan manusia dari kekurangan dan kemiskinan materialnya. Humanisme tidak biasa lagi menjadi gerakan yang sekedar mengejar cita-cita kemanusiaan, pencerahan dan műndigkeit, tetapi humanisme itu harus menjadi promotio justiae, perjuangan keadilan. Nilai-nilai kemanusiaan atau humanisme itu meliputi kebebasan, keadilan, hak asasi manusia, anti penindasan, anti alienasi, tanggung jawab, toleransi, demokratisasi, penegakan hukum untuk menjamin martabat manusia, pentingnya etika dan moral dalam pergaulan. Semua atribut di atas tujuannya adalah menempatkan manusia sebagai manusia. Kata-kata tersebut juga punya esensi dasar meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai manusia. Dengan kata lain nilai-nilai kemanusiaan seperti kebebasan, nilai moral, nilai estetik, keseimbangan,
keadilan, kesejahteraan, demokratisasi, penegakan hukum
menjadi dasar perjuangan kemanusiaan yang mengarah pada penegakan nilainilai kemanusiaan.34
33 34
Ibid, hal 19 http:// nurudin.multiply.com/, diakses tanggal 23 Maret 2009
22
d. Humanisme dalam Jurnalisme Dalam prakteknya, humanisme dalam jurnalisme sering disebut sebagai
jurnalisme
kemanusiaan.
Jurnalisme
ini
mementingkan
sisi-sisi
kemanusiaan. Artinya mendasarkan jurnalismenya pada kepentingan manusia. Jurnalisme kemanusiaan adalah jurnalisme manusiawi karena dibangun atas dasar nilai-nilai kemanusiaan. Jurnalisme kemanusiaan karenanya adalah humanisme yang secara terus menerus menyuarakan kesemestaan penegakan pers yang mengarah untuk membangun harkat dan martabat manusia. Ini berarti, jurnalisme kemanusiaan adalah sebuah usaha penegakan nilai-nilai kemanusiaan (keadilan, kebebasan yang bertanggung jawab, toleransi,
nilai moral, nilai estetik,
keseimbangan, keadilan, kesejahteraan, demokratisasi, penegakan hukum).35 Jika dikaitkan dengan keberadaan pers di Indonesia, maka setiap lembaga pers di Indonesia harus memperhatikan ciri khas masyarakat Indonesia, yaitu kemajemukan di bidang agama kebudayaan, ras dan filsafat hidup. Pada umumnya suatu surat kabar merupakan gejala kebudayaan, yang berangkat dari visi tersendiri. Tetapi dalam konteks Indonesia, visi itu tidak boleh membatasi diri pada satu ideologi saja, atau pada satu agama saja. Untuk dapat menukar pikiran dengan semua kelompok, dibutuhkan titikpangkal bersama. Titik pangkal itu bukan agama, bukan ideologi, bukan kebudayaan atau ras, tetapi intinya adalah kemanusiaan dan perikemanusiaan. Kemanusiaan kita adalah perikemanusiaan yang disublimasikan, disempurnakan oleh kepercayaan kita masing-masing.36
35
Ibid. Kees de Jong, “Humanisme Transendental yang Kadang Perlu Diteriakkan” dalam St. Sularto dkk, Op.Cit, hal 27 36
23
Menurut Kees de Jong, secara sederhana humanisme dapat dikatakan sebagai paham kemanusiaan yang menjadi sisi utama dalam penulisan feature news. Dalam rumusan kemanusiaan itu juga timbul pengertian compassion, yakni seseorang harus terus-menerus menempatkan diri dalam kenyataan kehidupan. Compassion artinya keterharuan, menaruh belas kasihan pada manusia. Sedangkan unsur transendental juga dapat disebut religiositas, dimensi-dimensi religius dalam kemanusiaan yang mengatasi sistem keagamaan. Kemudian tinggal bagaimana nilai-nilai transenden itu harus ditransformasikan ke arah compassion. Sehingga pada akhirnya humanisme transendental dapat diterjemahkan dengan compassion, yang artinya simpati terhadap sesama manusia, berbagi perasaan, terharu, dalam suka dan damai. 37 Kemanusiaan, keadilan sosial, compassion —terutama terhadap rakyat biasa— sangat penting untuk mencapai tujuan itu. Tetapi unsur transenden tidak boleh dilupakan. Kita sebagai manusia, tidak sempurna dan membutuhkan Tuhan untuk melengkapi usaha-usaha manusiawi kita. Kepercayaan ini dapat menolong kita untuk saling memaafkan dan berdamai satu sama lain, memulai suatu proses rekonsiliasi atau mengahrapkan bahwa kita bisa bekerja sama untuk masa depan yang lebih baik.38 Secara umum, peliputan pemberitaan yang menyeimbangkan dari semua pihak (all sides) yang bertikai dan secara adil misalnya, masuk dalam kriteria jurnalisme kemanusiaan. Sementara itu, jurnalisme non kemanusiaan adalah bertolak belakang dengan jurnalisme kemanusiaan itu sendiri dengan tidak 37 38
Ibid, hal 28 Ibid, hal 34
24
memegang teguh pada nilai-nilai kemanusiaan. Berita yang dibuat asal jadi dengan tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan, merendahkan martabat kemanusiaan adalah contoh jurnalisme non kemanusiaan. Disadari atau tidak, humanisme dalam pemberitaan telah ada sejak dulu. Sebagai contoh, pencantuman nama korban maupun pelaku tindak kesusilaan ataupun kriminal yang masih di bawah umur, biasanya akan digunakan nama samaran —bukan nama asli— untuk menjaga hak anak-anak agar tetap terlindungi. Padahal jika dirunut dari segi elemen jurnalistik, kelengkapan berita merupakan salah satu hal yang harus dipenuhi dalam menyajikan berita sesuai data dan fakta yang ada di lapangan. Fakta yang tak terungkap secara gamblang bisa saja mengurangi keakuratan berita. Namun ketika para jurnalis memilih untuk menyamarkan nama korban maupun pelakunya, tentu didasari dengan beberapa pertimbangan. Masa depan yang masih panjang untuk korban dan pelaku lah yang dilindungi oleh jurnalis. Menurut Sindhunata, nilai humanisme dalam sebuah pemberitaan secara eksplisit dapat terlihat dari bahasa yang digunakan. Studia humanitatis akan membuahkan kepekaan mendalam tentang makna dan fungsi bahasa. Kepekaan ini sangat perlu bagi sebuah harian yang ingin memperjuangkan humanisme. Sebagai salah satu produk media cetak, surat kabar —dalam hal ini tabloid— mau tak mau menggunakan bahasa sebagai medium utama untuk menyampaikan nilai-nilai humanisme dalam pemberitaanya. Nilai-nilai itu tak akan tersampaikan jika bahasa yang digunakan adalah bahasa yang kering, formal, abstrak, rasional karena humanisme tidak hanya menyangkut rasio dan otak,
25
namun keseluruhan dari diri manusia termasuk di dalamnya adalah perasaan, intuisi dan emosi. Hanya bahasa yang hidup dan plastis mampu mengungkapkan keseluruhan diri manusia itu.39 Dalam penjelasannya, Sindhunata mengungkapkan bahwa nilai humanisme dalam pemberitaan tampak dari: 1. Kepekaan Peka terhadap penderitaan sesama manusia adalah sifat khas dari humanisme. Memang, humanisme membuat orang mündig, akil baliq. Keakilbaliqan ini menuntut tidak hanya keterbukaan terhadap dunia dan orang lain, tapi juga kesediaan untuk ikut membawa dan membantu orang lain memperoleh kemanusiaannya juga. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa keakilbaliqan itu mau tak mau bersifat sosial dan mengarah kepada kesosialan, atau humanisme itu mau tak mau mengandung solidaritas.40 2. Solidaritas Solidaritas merupakan rasa yang timbul dari sebuah kepekaan. Maka sesungguhnya humanisme yang lengkap dan sempurna itu adalah humanisme sosial, yang tidak mengecualikan solidaritas terhadap sesama dan lingkungan.41 3. Historis.
39
Sindhunata,” Menatap Masa depan Humanisme di Indonesia Bersama Kompas” dalam St. Sularto dkk, Op.Cit, hal 20 40 Ibid, hal 17 41 Ibid
26
Dengan selalu menghadirkan berita yang disertai aspek historisnya, maka sekaligus akan melatih pembaca untuk mengasah budi dan hatinya dengan pelbagai fakta dan pelajaran hidup masa lalu agar mereka dapat mengambil keputusan yang tepat untuk masa sekarang.42 E. Definisi Konseptual dan Operasional 1. Definisi Konseptual - Penerapan Penerapan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara wartawan menuliskan berita feature dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata - Nilai Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai adalah harga, harga uang, angka kepandaian, banyak sedikitnya isi, sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.43 - Humanisme Dalam Kamus Filsafat, Humanisme mempunyai arti menganggap individu rasional sebagai nilai yang paling tinggi, menganggap individu sebagai
sumber
nilai
terakhhir,
mengabdi
pada
pemupukan
perkembangan kreatif dan perkembangan moral individu secara rasional dan berarti tanpa acuan pada konsep-konsep tentang yang adikodrati.44 - Berita Feature
42
Ibid, hal 23 Harimurti Kridalaksana et.al. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2. Jakarta: Balai Pustaka. hal 690 44 Lorens Bagus. Op.Cit. 295 43
27
Feature adalah sebuah tulisan jurnalistik namun tidak selalu harus mengikuti rumus klasik 5W+1H dan ia bisa dibedakan dengan news, artikel (opini), kolom dan analisis berita.45 Semua unsur feature menekankan teknik story telling, pengisahan. 46 - Tabloid Tabloid adalah surat kabar berukuran separo dari ukuran standar yang biasanya memuat berita-berita sensasional.47 2. Definisi Operasional Nilai humanisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah unsurunsur kemanusiaan terdapat dalam penulisan berita feature yang terdapat dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata. Nilai humanisme yang diteliti adalah: 1. Kepekaan Artinya adalah kesanggupan bereaksi terhadap suatu keadaan.48 Indikator : a. Penggunaan bahasa yang bermakna konotasi positif. Konotasi adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotasi sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju, tidak setuju, senang, tidak senang, dan sebagainya;
45
di
Asep Syamsul M. Romli. Op.Cit. hal 22 Septiawan Santana. Op.Cit. hal 48 47 Asep Syamsul M. Romli. Op.Cit. hal 101 48 Harimurti Kridalaksana et.al. Op.cit. hal 741 46
pihak
lain,
kata
yang
dipilih
itu
28
memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama.49 Sedangkan konotasi positif mengandung maksud untuk memperhalus penuturan. Misal : kata meninggal, wafat, berpulang memiliki konotasi tertentu, yaitu mengandung nilai kesopanan, sedangkan kata mangkat mempunyai konotasi “kebesaran” dan gugur mengandung nilai keagungan dan keluhuran. b. Penggunaan gaya bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis ; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan.50 Gaya bahasa dalam feature news digunakan untuk menyentuh kepekaan pembaca. Gaya bahasa yang digunakan: 1. Eufimisme atau eufimismus Adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan halus untuk menggantikan acuan yang dirasakan menghina, menyinggung perasaaan 49 50
Gorys Keraf. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal 31 Harimurti Kridalaksana et.al. Op.cit. hal 297
29
atau
mensugestikan
sesuatu
yang
tidak
menyenangkan.51 Misal : Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka. (mati) 2. Hiperbolis Adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesarbesarkan suatu hal.52 Misal : Sungguh malang sekali nasib para korban, seperti mau meregang nyawa. 3. Personifikasi Adalah
semacam
gaya
bahasa
kiasan
yang
menggambarkan benda-benda mati atau barangbarang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.53 Misal : Ombak menggulung dengan ganasnya. 4. Metafora Adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.54
51
Gorys Keraf. Op.cit. hal 132 Ibid. hal 135 53 Ibid. hal 140 54 Ibid. hal 139 52
30
Misal : Pemuda adalah seperti bunga bangsa = Pemuda bunga bangsa. 5. Persamaan atau simile Adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain.55 Untuk menunjukkan kesamaan secara eksplisit, terdapat kata-kata : seperti, bagaikan, sama, sebagai, laksana, dan sebagainya. Misal : Bibirnya seperti delima merekah. c. Ada tidaknya alur penulisan tertentu. Alur penulisan yang dimaksud di sini adalah gaya wartawan dalam menuturkan dan bercerita alur pemberitaan, seperti: -
Naratif : bersifat narasi, bersifat menguraikan atau menjelaskan. Dalam hal ini lebih ke ranah keruntutan cerita per kalimat yang berkesinambungan.
-
Deskriptif : bersifat deskripsi, menggambarkan apa adanya. Dalam hal ini lebih ke ranah deskripsi lokasi atau tempat.
d. Penggunaan kutipan langsung dari pernyataan korban atau pelaku peristiwa dalam judul berita.
55
Ibid. hal 138
31
Dalam hal ini bertujuan untuk menarik kepekaan pembaca sehingga bisa merasakan apa yang dirasakan korban atau pelaku peristiwa.
2. Solidaritas Definisi solidaritas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat (perasaan) solider, sifat satu rasa (senasib, sehina, semalu), (rasa) setia kawan.56 Indikator : 1. Ada tidaknya unsur simpati dalam penulisan feature news. Simpati adalah rasa kasih, rasa setuju, rasa suka, keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah) orang lain.57 Unsur simpati ini diukur dari ada tidaknya opini wartawan dalam pemberitaan. Opini dalam hal ini adalah bila berita yang disajikan terdapat kata-kata opinionative yang berasal dari wartawan. Misal : tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, sayangnya, menyedihkan, dan lain-lain. 2. Ada tidaknya unsur empati dalam penulisan feature news. 56 57
Harimurti Kridalaksana et.al, Op.cit, hal 955 Ibid, hal 942
32
Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasikan dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.58 Unsur empati ini diukur dari: 1. Menyamarkan identitas korban tindak asusila. 2. Menyamarkan
identitas
tersangka
kasus
kriminalitas yang masih dibawah umur.
3. Historis Definisi historis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan sejarah; bertalian atau ada hubungannya dengan masa lampau.59 Dalam hal ini adalah kaitan antara sebab-akibat terjadinya suatu peristiwa. Indikator : 1. Di dalam pemberitaan terdapat kalimat yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya suatu peristiwa ataupun akibatnya. 2. Di dalam pemberitaan terdapat kalimat yang menjelaskan bahwa peristiwa yang sama pernah terjadi di masa lalu.
58 59
Ibid, hal 262 Ibid. hal 355
33
Berita Feature dalam hal ini adalah berita yang terdapat dalam Rubrik Kisah di Tabloid Nyata.
Tabloid Nyata adalah nama sebuah tabloid wanita yang terbit setiap Hari Senin dan berada di bawah Jawa Pos Grup Surabaya.
F. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian bertujuan untuk memberikan uraian mengenai suatu gejala sosial yang diteliti.60 Dalam penelitian ni peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Analisis
isi
merupakan
metode
penelitian
yang
memungkinkan bagi peneliti untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang berbentuk lambang. Metode ini juga dapat dilakukan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi guna mendapatkan pesan yang menyeluruh dari isi pesan. Menurut Holsti dan Stone, analisis isi adalah sebuah teknik penelitian
untuk
membuat
referensi-referensi
dengan
mengidentifikasikan secara sistematik dan obyektif karakteristikkarakterisitik khusus dalam sebuah teks. Sementara Klaus Krippendorf
60
Y. Slamet. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: UNS Press. hal 7
34
mendefinisikan analisis isi sebagai suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya.61 Sedangkan
menurut
Berelson,
sebagaimana
dikutip
Bambang Setiawan, content analysis adalah suatu teknik penelitian yang objektif, sistematis dan menggambarkan secara kuantittif isi-isi dari suatu pernyataan komunikasi. sistematis diartikan sebagai penerapan taat asas atau konsisten dalam pembuatan kategori agar menjamin penyeleksian data yang lebih tepat, sehingga pengambilan keputusan yang berat sebelah dapat dihindari. Sifat objektif diartikan bahwa ketika penelitian ini dilakukan oleh orang lain pun diharapkan akan menghasilkan hasil yang sama.62 Analisis isi menempati kedudukan yang penting di antara berbagai metode penelitian. Ia mampu, pertama, menerima komunikasi simbolik yang relatif tidak terstruktur sebagai data, dan kedua, menganalisis gejala yang tak teramati (unobserved) melalui medium data yang berkaitan dengan gejala tersebut, tanpa menghiraukan bahasa yang digunakan.63 Keunggulan analisis isi menurut Klaus Krippendorf antara lain:64
61
Klaus Krippendorf. 1993. Analisis Isi (Pengantar Teori dan Metodologi). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hal 15 62 Bambang Setiawan. 1983. Content Analysis. Yogyakarta: UGM. Hal 2 63 Klaus Krippendorf. Op cit. hal 35 64 Ibid. hal 79
35
1. Merupakan teknik riset yang tidak kentara, sehingga tidak mempengaruhi kewajaran data 2. Analisis ini menerima materi sebagaimana adanya tanpa disusun terlebih dulu dalam suatu struktur oleh penelitinya 3. Teknik analisis isi sangat peka terhadap konteks data, dengan demikian mampu mengolah bentuk-bentuk simbolik (symbolic form) 4. Teknik analisis isi dapat menangani data yang jumlahnya sangat besar. Untuk menghasilkan data yang sesuai dengan uji kehandalan salah satunya dapat dilakukan dengan mengukur stabilitas. Hal itu merupakan derajat sejauh mana sebuah proses tidak berbeda atau tidak berubah sepanjang waktu. Stabilitas menjadi jelas dibawah kondisi test-retest, dimana seorang pengkode yang sama diminta mengode serangkaian data dua kali pada saat yang berlainan. Setiap pemberian kode, pengklasifikasian, dan penetapan kategorisasi dalam content analysis, maka peneliti adalah hakim yang bertanggungjawab bagi penelitiannya.65 Enam tahap dalam penelitian Content Analysis adalah:66 1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
65
Andi Bulaeng. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal 165 66 Bambang Setiawan, Op.Cit. hal 16-18
36
2. Melakukan sampling (secara eksplisit dan tepat) terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih 3. Pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis 4. Pembacaan suatu sampel dokumen yang telah dipilih, melakukan “coding” dan meringkas isi-isi yang relevan. (Coding
adalah
proses
dimana
data
metah
ditransformasikan secara sistematis dan dikelompokkan ke dalam unit-unit yang memungkinkan membuat deskripsi karakteristik isi yang relevan. Setelah coding adalah penyeleksian unit-unit isi misalnya artikel, katakata, simbol-simbol, tema, paragraf, kalimat atau itemitem khusus) 5. Penskalaan
item-item
berdasarkan
frekuensi,
penampakan, intensitas, atau kriteria-kriteria lainnya. (luas kolom, ukuran huruf, penekan, fokus) 6. Penginterpretasian
data
dalam
kaitannya
dengan
hipotesis dan teori yang digunakan.
b. Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah Rubrik Kisah yang ada di setiap edisi penerbitan Tabloid Nyata Januari-Maret 2009. Berita yang terkumpul dikategorisasi menurut tema berita. Kategorisasi yang telah dibuat penulis adalah:
37
1. Kecelakaan dan Bencana: a. Kecelakaan lalu lintas. b. Kecelakaan kerja. c. Bencana alam. d. Kebakaran. 2. Human interest: a. Kisah di balik kematian. b. Profil. c. Fenomena. d. Kisah inspiratif. 3. Kejahatan : a. Penipuan. b. Perdagangan manusia (Traficking) c. Pembunuhan. d. Penculikan. 4. Masalah moral dalam masyarakat: Perilaku seks yang menyimpang.
c. Teknik Pengumpulan Data a. Dokumentasi : usaha mengumpulkan data dengan cara melakukan pencatatan dari dokumen, transkrip, dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data dari:
38
1. Dokumen Rubrik Kisah Tabloid Nyata bulan Januari-Maret 2009. Data dari sini merupakan sumber informasi yang paling penting, sebab di dalamnya dapat ditemukan orientasi dari penelitian ini. 2. Dokumen dari Tabloid Nyata untuk menuliskan gambaran umumnya.
b. Metode Interview Pada penelitian ini digunakan metode interview bebas terpimpin, artinya pertanyaan telah disiapkan sebelumnya, tetapi daftar pertanyaan tersebut tidak mengikat jalannya wawancara (artinya dalam proses wawancara, daftar pertanyaan bisa berkembang). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data dari redaksi Tabloid Nyata. c. Metode observasi Metode observasi yang digunakan adalah observasi sistemik, yaitu dengan adanya kerangka penulisan yang memuat tentang faktor-faktor yang telah ditentukan kategorisasinya, dan ciri-ciri khusus dalam tiap kategori tersebut. Observasi ini digunakan untuk mengetahui tema dalam penulisan feature news yang kemudian dispesifikasikan dalam tiap kategori.
39
d. Populasi Pada penelitian ini, populasinya adalah Rubrik Kisah di Tabloid Nyata yang terbit setiap Hari Senin, dan di setiap edisinya terdiri dari 4-5 berita. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya dapat diduga. Feature news dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata edisi Januari - Maret 2009 berjumlah 57 berita. Dari 57 berita yang telah dikategorisasikan menurut tema, secara random diambil 1 berita setiap kategori untuk kemudian menjadi sampel penelitian.
e. Unit Analisis Unit analisis dari penelitian ini adalah frekuensi. Yang dimaksudkan
dengan
frekuensi
adalah
jarang
kerapnya
nilai
humanisme yang muncul dalam pemberitaan Rubrik Kisah Tabloid Nyata.
f. Satuan pengukuran Satuan pengukuran dalam penelitian ini adalah kalimat. Karena indikator-indikator yang telah ditetapkan terlihat dalam satuan kalimat.
g. Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis isi. Kemudian data yang telah dikoding, diproses untuk
40
mendapatkan frekuensi, prosentasi dan tabulasi. Kemudian dilakukan interpretasi atas data digunakan rumus sebagai berikut: F P=
x100% N
Dimana: P = angka prosentase F = frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N = Number of cases (jumlah frekuensi atau banyak sumber informasi)
Untuk mengetahui dan menjamin keakuratan serta validitas dari data yang telah dikoding dan diinterpretasikan, digunakan rumus reliabilitas: 2M CR= N1+N2
Dimana: CR= koefisien reliabilitas M = jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua orang pengkoding N = jumlah pernyataan yang diberikan kode oleh pengkoding
41
Hasil dari perhitungan di atas masih diuji lagi dengan Rumus Scott: Persetujuan yang nyata – persetujuan yang diharapkan Pi = 1 – persetujuan yang diharapkan Dimana : Pi= persetujuan intercoder.
42
BAB II DESKRIPSI LOKASI
A. Sejarah Berdirinya Tabloid Nyata Pada tanggal 1 Juni 1971, Dharma Nyata diterbitkan pertama kali di Kota Solo. Dharma Nyata merupakan surat kabar harian dengan menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar. Sebagai surat kabar harian, Dharma Nyata mempunyai oplah yang cukup besar yaitu sekitar 35.000 eksemplar setiap harinya. Tetapi karena adanya perbedaan idealisme di kalangan pemiliknya, keadaan ini tidak dapat dipertahankan. Pada tahun 1975 Dharma Nyata pun mengalami perpecahan dan salah satu pemiliknya mendirikan surat kabar saingan. Sehingga pada tahun tersebut terdapat dua penerbitan, yaitu Dharma Nyata dan Dharma Kanda. Seperti halnya Dharma Nyata, Harian Dharma Kanda pun mengusung Bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya. Akan tetapi, karena penanganan manajemen yang kurang baik, akhirnya Dharma Kanda tidak dapat bertahan lama. Sedangkan Dharma Nyata, yang ditangani oleh N. Sakdani Dharmopamudjo dapat bertahan walaupun oplahnya tidak mengalami kemajuan yang berarti. Terbit dalam Bahasa Jawa, oleh pihak manajemen dirasakan sebagai hambatan untuk bisa berkembang. Oleh karena itu, pada tahun 1980 Dharma Nyata terbit dalam 12 halaman dalam dua bahasa, sebagian Bahasa Jawa dan
43
sebagian lagi menggunakan Bahasa Indonesia. Tetapi ternyata pihak manajemen tidak bisa berharap banyak dengan pola penerbitan semacam ini. Sehingga pada tahun 1986 Dharma Nyata mengubah strateginya lagi yaitu dengan mengubah bentuk penerbitan dari surat kabar menjadi tabloid serta menambah jumlah halamannya menjadi 16 halaman, 8 halaman diantaranya merupakan edisi Koran Masuk Desa (KMD). Dharma Nyata yang telah berubah bentuk ini dicetak dengan desain halaman menggunakan warna spot (warna dasar, seperti magenta, biru, atau hijau). Sedangkan bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia yang telah disempurnakan. Pada tanggal 26 Desember 1990 edisi KMD dari Dharma Nyata mendapatkan penghargaan dari Departemen Penerangan sebagai edisi KMD terbaik di Ujung Pandang dan Sulawesi Selatan. Pada saat menghadiri acara penyerahan penghargaan tersebut, N. Sakdani Dharmopudjo selaku pimpinan Dharma Nyata, bertemu dengan Dahlan Iskan selaku pimpinan PT. Jawa Pos yang sukses mengembangkan sayap di bidang penerbitan dengan Jawa Pos Group. Pada
kesempatan
tersebut
pihak
Dharma
Nyata
menyatakan
keinginannya untuk bisa mengembangkan tabloid tersebut. Hal tersebut ternyata juga sejalan dengan Dahlan Iskan yang juga menginginkan mempunyai penerbitan dalam bentuk tabloid. Selanjutnya untuk mewujudkan keinginan tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan pembicaraan. Maka diadakanlah pembicaraan untuk mengadakan kerjasama tersebut pada tanggal 29 Desember 1990 bertempat di Kota Solo. Dari pembicaraan tersebut akhirnya disepakati
44
pembelian sebagian saham PT. Dharma Nyata Press oleh Dahlan Iskan dan resmi menjadi salah satu anak perusahaan Jawa Pos Group. Setelah resmi menjadi salah satu anak perusahaan Jawa Pos Group, manajemen Dharma Nyata ditangani sepenuhnya oleh Jawa Pos Group. Sehingga pada penerbitannya yang pertama pada tanggal 1 Januari 1991 Tabloid Dharma Nyata Press tersebut terdapat perbedaan secara keseluruhan dengan terbitan sebelumnya, baik dalam desain maupun isinya. Tabloid Dharma Nyata edisi baru tersebut
terbit 32 halaman, pada halaman depan (cover) dicetak full colour
dengan desain logo yang menonjolkan kata “NYATA”. Sedangan kata “DHARMA” tidak dihilangkan melainkan dicetak dengan ukuran lebih kecil dari kata “NYATA” dan diletakkan di atasnya. Sehingga sampai saat ini tabloid tersebut lebih dikenal dengan Tabloid Nyata. Pusat kegiatan yang sebelumnya berada di Solo juga dipindahkan ke Surabaya untuk lebih mendekatkan diri pada induknya. Hal ini dimaksudkan agar kinerja Nyata bisa cepat menyesuaikan dengan kinerja Jawa Pos. meskipun demikian redaksi lama tetap berada di Solo dan mengerjakan edisi KMD dengan nama Medium di bawah pengawasan Nyata. Setelah ditangani oleh manejemen Jawa Pos Group, Tabloid Nyata mengalami kemajuan yang cukup pesat. Di tangan manajemen perusahaan yang cukup berpengalaman di bidang media massa ini, Tabloid Nyata menunjukkan titik terang ke arah, oplah tabloid ini mengalami peningkatan dan daerah
45
pemasaran pun semakin berkembang. Kini, lingkup daerah pemasaran meliputi Nasional dan bahkan hingga ke Hongkong, Malaysia, Taiwan dan Singapura. Hingga saat ini, Tabloid Nyata sempat mengalami beberapa kali perubahan format. Diantaranya, jumlah halaman diperbanyak menjadi 58 halaman full colour sehingga Tabloid Nyata tampil lebih menarik. Dan pada dasarnya Tabloid Nyata memiliki misi sebagai tabloid hiburan yang segmentasinya lebih kepada tabloid hiburan keluarga. Karena didalamnya terdapat berbagai macam informasi yang dibagi dalam rubrik-rubrik, yaitu rubrik cover story, spot, berita seputar selebriti, tips, konsultasi seks dan kejiwaan, konsultasi kesehatan, konsultasi obat tradisional, konsultasi feng shui, konsultasi selular, info khasiat, kau dan aku, rekarasa, sinopsis, novelette, horoscope, surat pembaca, fashion, kisah, dan manca.
B. Sasaran Tabloid Nyata Menurut hasil survey AC Nielsen, pasar terbesar nyata adalah wanita, terutama wanita karier dan ibu rumah tangga, dengan rentang usia 20-40 tahun.
C. Logo Tabloid Nyata
46
D. Visi dan Misi Tabloid Nyata Visi
: “Memberi inspirasi bagi wanita untuk lebih kreatif dan
sukses dalam berkarier maupun berumahtangga.” Misi
: Menyajikan bacaan yang menghibur dan dikemas secara
lengkap dan bervariasi agar dijadikan sebagai sumber referensi wanita dalam menata kehidupan agar menjadi lebih baik dan untuk meningkatkan kualitas hidup.
E. Job Description Struktur organisasi Tabloid Nyata dapat digolongkan ke dalam struktur organisasi karen seluruh perintah mengalir dari atasan ke bawahan dari masingmasing bagian dalam organisasi. Sedangkan garis tanggung jawab bergerak dari bawah ke atas. Secara garis besar pembagian tugas dari masing-masing bagian dalam organisasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Direktur Utama
47
·
Adalah pemilik merangkap pimpinan serta penanggung jawab tertinggi perusahaan.
·
Menentukan segala kebijakan pokok perusahaan yang akan diambil secara menyeluruh baik intern ataupun ekstern.
·
Melakukan serta membina kegiatan dan hubungan dengan pihak-pihak luar perusahaan.
·
Atas nama perusahaan mengadakan dan menandatangani segala perjanjian degan pihak luar perusahaan dalam usaha pengembangan perusahaan dalam batas-batas tertentu.
·
Memberikan pertanggungjawaban atas hasil-hasil usaha berkala dan kegiatan perusahaan kepada rapat umum pemegang saham.
2. Pimpinan Umum ·
Tugasnya adalah membantu direktur dalam memimpin dan bertanggung jawab penuh kepada editor.
·
Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan perusahaan baik intern maupun ekstern.
·
Pada bidang keredaksian bertanggungjawab terhadap delik pers.
·
Melakukan pengawasan atas kelancaran jalannya perusahaan secara keseluruhan.
·
Melakukan wewenang otomatis kepada wakilnya apabila berhalangan.
48
3. Pimpinan Redaksi ·
Bertanggung jawab atas terlaksananya asas jurnalisme, yaitu bebas dan bertanggung jawab.
·
Mengkoordinasi para Redaktur Pelaksana, sekretariat dan lembaga-lembaga yang dibawahi.
·
Mendelegasikan sebagian daripada wewenang dan tanggung jawabnya kepada para Redaktur Pelaksana dan Copy Editor sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing.
·
Bertanggung jawab atas isi penerbitan.
·
Bekerjasama
dengan
pimpinan
perusahaan
dala
mengkoordinasi kegiatan persiapan sampai pelaksanaan pembuatan tabloid. ·
Dalam melaksanakan tugas dibantu oleh Wakil Pimpinan Redaksi apabila Pimpinan Redaksi berhalangan.
·
Bertanggung jawab kepada Pimpinan Umum.
4. Pimpinan Perusahaan ·
Memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan dari: a. Bagian umum b. Bagian keuangan c. Bagian pemasaran d. Bagian produksi e. Bagian iklan
49
·
Mendelegasikan sebagian wewenang dan tanggung jawab pada para Kepala Bagian sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing.
·
Mangkoordinasikan kegiatan bagian-bagian yang dibawahi agar dapat bekerjasama dengan baik.
·
Bekerjasama dengan Pimpinan Redaksi.
·
Mempertanggungjawabkan segala tugas kepada Pimpinan Umum.
5. Redaktur Pelaksana ·
Bersama
para
redaktur
(penanggung
jawab
rubrik)
mengadakan perencanaan berita dengan mekanisme tertentu. ·
Bersama para redaktur membuat lembar penugasan pencarian berita serta memobilisasi biro, koresponden, fotografer, dan reporter untuk memenuhi perencanaan.
·
Memberikan
pengarahan
dan
memantau
kegiatan
koresponden, reporter, dan fotografer. ·
Menyediakan logistik peliputan berita bagi para wartawan dan fotografer.
·
Mengikuti perkembangan berita dan memperluas wawasan pengetahuan berita bersama bawahannya.
50
·
Memimpin dan bertanggung jawab dalam mengkoordinasi redaktur-redaktur yang dibawahi.
6. Sekretaris Redaksi ·
Melaksanakan pengolahan, penyimpanan, pengiriman, dan pelaksanaan surat menyurat dalam kegiatan keredaksian.
·
Notulensi kegiatan rapat redaksi.
·
Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan yang bersifat rahasia.
7. Redaktur ·
Merupakan bagian dari Redaktur Pelaksana, sering disebut sebagai penanggung jawab rubrik.
·
Bertanggung jawab pada pelaksanaan editing dan rewriting.
·
Bertanggung jawab pada penentuan judul berita.
·
Melakukan pengawasan terhadap penyunting.
·
Bertanggung jawab pada keseimbangan pemuatan, keutuhan, dan akurasi berita.
8. Reporter dan Koresponden ·
Reporter dipakai sebagai sebutan untuk wartawan tetap yang ada di kantor pusat Surabaya, maupun di kantor perwakilan Jakarta dan Solo. sedangkan koresponden dipakai sebagai sebutan untuk wartawan yang ada di luar kantor pusat maupun perwakilan tersebut. Reporter dan koresponden tersebut bertugas melakukan peliputan berita yang layak
51
diberitakan sesuai dengan misi Tabloid Nyata sebagai tabloid hiburan keluarga. 9. Fotografer ·
Bertugas mencari berita dalam bentuk foto-foto dan membuat ilustrasi yang berupa foto-foto sebagai pendukung berita yang dibuat oleh wartawan.
10. Copy Editor ·
Bertugas menyempurnakan bahasa yang akan disajikan dalam tabloid, meliputi : a. Bahasa judul b. Bahasa kalimat dan berita c. Kesalahan-kesalahan istilah d. Kesalahan-kesalahan setting
·
Copy editor bertanggung jawab penuh kepada Pimpinan Redaksi.
11. Tata artistik ·
Bertugas
mendesain
tampilan
setiap
halaman
dan
memasukkan foto-foto yang telah diambil. Tampilan harus dibuat semenarik mungkin, agar menarik minat pembaca. 12. Kepala Bagian Keuangan Membawahi dan bertanggung jawab penuh kepada Pimpinan Perusahaan atas: ·
Pelaksanaan penyusunan rencana anggaran perusahaan.
52
·
Pengendalian pelaksanaan penggunaan anggaran.
·
Pembinaan administrasi keuangan berdasarkan aturan-aturan yang telah ditentukan.
·
Menyusun pertanggungjawaban keuangan secara periodik dan tahunan.
13. Kepala Bagian Pemasaran Membawahi dan bertanggung jawab penuh kepada Pemimpin Perusahaan atas: ·
Penyelenggaraan penjualan Tabloid Nyata.
·
Penyelenggaraan pengiriman Tabloid Nyata dari percetakan kepada penyalur dan agen.
·
Pencarian pelanggan baru dengan pemantauan keinginan dari konsumen Tabloid Nyata.
·
Pelaksanaan pelaporan, pencatatan dan penelitian pasar.
·
Pelaksanaan tata usaha yang tertib dan rapi.
·
Penagihan pembayaran kepada penyalur dan agen.
14. Kepala Bagan Iklan Bagian ini cukup penting di dalam bisnis media massa, karena dari penghasilan iklan media massa dapat berkembang dan tumbuh besar. Kepala
bagian
iklan
ini
mempertanggungjawabkan
segala
kegiatannya kepada pimpinan perusahaan. Dalam kegiatannya, Kepala Bagian Iklan dibantu oleh:
53
·
Order Design Bertugas mencari langganan untuk memasang iklan pada Tabloid Nyata dan memilihkan model-model yang cocok.
·
Bagian Penagihan Bertugas mengirim bukti iklan kepada pemasang iklan dan biro-biro iklan serta melakukan kegiatan penagihan kepada para pemasang iklan.
F. Susunan Redaksi Tabloid Nyata 1. Direktur
: Nany Wijaya
2. Pemimpin Redaksi
: Hanik Purwanto
3. Redaktur Pelaksana
: Sosiawan, Mila Wardhani
4. Redaksi
: Christian Harris, Syukri Al Hamda, dr. Sugiharto,
Endah Suciastuti, Hendro Aribowo, Ratih Nugrahini, Suryani Sri Mulyani, Anggun Angkawijaya, Eko Priyatmono,
Adherina Nindyasari, Dewi
Setiawati, Bayu Kurniawan, Bunga Kusumadewi, Ida Farida, Wuri Handayani, Emy Puji Astuti, Dewi Anggiani, M. Fachrudin Chalik. 5. Fotografer
: Febry Setyono, Dwi N. Hadi, Dony Stanza, Rakay
Pikatan, Reza Wibisono, Nur Akhidiat, Fuji Rahman. 6. Tata Artistik
: Bernadus Soemarsono (koordinator), Purwanto
Sardjono, Sofian Setyawan, Feri Irwanto, Abdul Latief, S. Yanto.
54
7. Iklan
: Iva Sadili (manajer), Atik Wardani, Achmad
Murry, Jacky Kussoy, Dhanny Rakhmania, Dicky Hartanto. 8. Pemasaran
: Purwadi, M. Maftuhin, Imam Suyuti, Agus
Sutarno, Sugiyanto, M. Ikhsan, Adi, M. Tanwirul, Widodo, Hevi, Nababan. 9. Penerbit
: PT. Dharma Nyata Press.
10. Percetakan
: PT. Temprina Media Grafika.
G. Sekilas Tentang Rubrik Kisah Sejak awal berdirinya, Tabloid Nyata merupakan tabloid yang memiliki konsep sebagai tabloid hiburan untuk wanita dan keluarga. Tabloid Nyata memposisikan dirinya sebagai media yang lengkap dan menjadi referensi hiburan. Keberadaan Rubrik Kisah pun melengkapi rubrik-rubrik lain yang lain. Di setiap edisinya, Rubrik Kisah menyajikan 3-6 berita yang pada umumnya temanya seputar bencana, kriminalitas, fenomena masyarakat, kisah sukses dan kisah inspiratif. Rubrik Kisah ini disajikan dengan penulisan feature news. Dengan adanya Rubrik Kisah ini, redaksi mengharapkan pembaca untuk bisa memetik nilai edukasi, serta memberikan motivasi dan inspirasi bagi mereka. Dengan diangkatnya kisah seputar bencana atau tindak kriminalitas, redaksi juga bermaksud untuk memberikan peringatan bagi semjua orang bahwa peristiwa tersebut bisa menimpa siapa saja. Dari sinilah redaksi berharap bahwa pembaca bisa peduli dan bisa meresponnya untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
55
Di Rubrik Kisah ini tak hanya menajikan berita tentang kriminalitas dan bencana saja, tetapi juga menyajikan berita tentang kisah sukses dan ispiratif. Misalnya tentang kisah seorang tuna netra yang berjualan kerupuk untuk menyambung hidup. Ataupun kisah tentang pasangan buruh dan penjahit yang sukses menyekolahkan sembilan anaknya ke jenjang universitas. Dari sinilah ada nilai yang bisa diambil, yaitu ingin memotivasi dan menginspirasi pembaca agar bisa mengambil nilai positif.
H. Kebijakan Redaksional Tabloid Nyata merupakan media yang terbit mingguan. Oleh karena itulah, setiap Senin jajaran redaksi rutin mengadakan rapat redaksi. Dalam rapat ini diadakan sharing ide tentang peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi selama beberapa hari sebelum diadakannya rapat. Rapat redaksi ini dilaksanakan masingmasing di Surabaya dan Jakarta, untuk selanjutnya hasil yang dicapai dipadukan kembali. Dari sinilah tersaring berita mana yang paling layak untuk diangkat, berdasarkan atas tingginya sisi human interest-nya dan adanya nilai edukasi yang bisa diambil oleh pembaca.
56
BAB III PENYAJIAN DATA
Dalam bab ini, penulis akan menyajikan data hasil observasi dan dokumentasi ke dalam bentuk tabel-tabel yang disertai dengan beberapa contoh kalimat atau paragraf yang akan mendukung analisis. Sebelumnya, penulis terlebih dahulu melakukan uji reliabilitas antar pengkode terhadap nilai humanisme yang ditemukan dalam populasi penelitian. Populasi penelitian yang dimaksud di sini adalah Rubrik Kisah Tabloid Nyata Januari-Maret 2009 yang telah dikategorikan ke dalam beberapa jenis kategori berita. Setiap kategori berita yang telah ditentukan, penulis mengambil satu berita yang dipilih secara random atau acak. Sehingga dalam penelitian ini populasi penelitiannya adalah sebanyak 13 berita. Rinciannya dapat dilihat di tabel 3.1. Tabel 3.1 Rincian Populasi Sampel Penelitian berdasarkan Kategori Kategori Berita A.
Kecelakaa n dan Bencana.
Sub Kategori
Judul Berita
Edisi
1. Kecelakaan Kerja
Di Balik I Feb 2009 Kecelakaan Helikopter di Pondok Cabe. “Bu, Aku Pulang.”
2. Bencana Alam
Banjir Landa III Maret Surabaya, Guru 2009
57
Lukis Jadi Korban. “Saya Berharap Ada Mukjizat.” 3.
4.
B.
Human
Kecelakaan Alat Transportasi
Kebakaran
Dokter Gigi I Maret 2009 Tewas dalam Tabrakan Kereta Api-Bus. “Tolong Saya Dikubur di Samping Bapak.” Calon Pengantin IV Maret Tewas Bersama. 2009 “Dia Sudah Memesan Gaun Pengantin.”
1.
Kisah di Di Balik II Feb 2009 balik kematian Kematian Ketua seseorang DPRD Sumut. Pesan Almarhum : Jangan Jadi Politisi
2.
Kisah Inspiratif
Interest
Pasangan Buruh II Feb 2009 Pabrik dan Tukang Jahit. Sukses Antarkan 9 Anak ke Jenjang Pendidikan Tinggi
3.
Fenomena
Praktik Ditutup, III Feb 2009 Ponari Disembunyikan. Air Comberan Pun Jadi Rebutan
4.
Profil
Rudi MS : I Maret2009 Cukup Kaki Saya yang
58
Lumpuh, Jangan Otak Murid Saya C.
D.
Tindak Kejahatan
1.
Pembunuha
Tragedi IVMaret200 Pembunuhan Mahasiswi 9 UNS. SMS Iseng Berujung Maut
2.
Penipuan
Dua Guru III Feb 2009 Korban Gendam Tato. Diimingiming Jabatan Intelijen Pariwisata
3.
Penculikan
Buronan Polisi III Jan 09 Culik Tiga Bocah. “Pulanglah Nak, Kami Sangat Merindukanmu. ”
4.
Trafficking
Gadis Lampung III Feb 2009 Korban Trafficking. Diculik Saat Berangkat Sekolah, Dijual ke Malaysia
n
Masalah moral 1. Perilaku dalam Masyarakat Menyimpang
Sumber : Koding Penulis
Seks Skandal Incest I Feb 2009 antara Bapak, Anak Tiri dan Anak Kandung. Terbongkar Berkat Tangis Bayi
59
Dari populasi sampel penelitian di atas, selanjutnya pada setiap beritanya diwakili oleh kode kategori dan sub kategoti. Misal A.1 untuk kategori Kecelakaan dan bencana (Kecelakaan kerja), B.4 untuk kategori Human Interest (profil) dan seterusnya. Penulis melakukan penelitian untuk menemukan nilai humanisme apa saja yang terkandung dalam setiap berita di Rubrik Kisah Tbloid Nyata.
A.
Nilai-Nilai Humanisme yang Terkandung dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata Analisis pada kategori ini bertujuan untuk mengetahui nilai humanisme
apa yang terkandung dalam setiap berita yang diteliti. Dengan mengetahui hal tersebut akan dapat diketahui pola kecenderungan penulisan nilai humanisme dalam berita feature di Rubrik Kisah Tabloid Nyata. Perlu diketahui bahwa dari satu kalimat dalam berita yang dikoding dapat memuat lebih dari satu indikator variabel. Rincian hasil koding pada kategori ini dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Distribusi Silang Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Humanisme dengan Kategori Berita Nilai Human-
Kategori Berita A
B
C
D
isme 1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Frek
%
60
Kepekaan
68
151
114
79
62
98
71
160
136
119
176
194
203
1631
86,17%
Solidaritas
5
8
4
4
2
16
2
10
18
3
1
61
4
138
7,28%
Historis
3
15
8
7
12
12
14
9
7
11
7
3
16
124
6,55%
jumlah
76
174
126
90
76
126
87
179
161
133
184
258
223
1893
100%
Sumber : Koding Penulis
Keterangan: A.1.
Kecelakaan Kerja
A.2.
Bencana Alam
A.3.
Kecelakaan Alat Transportasi
A.4.
Kebakaran
B.1.
Kisah di balik Kematian Seseorang
B.2
Kisah Inspiratif
B.3.
Fenomena
B.4.
Profil
C.1
Pembunuhan
C.2
Penipuan
C.3
Penculikan
C.4.
Trafficking
D.1
Perilaku Seks Menyimpang
61
Berdasarkan tabel 3.2 di atas, diketahui bahwa nilai humanisme kepekaan merupakan aspek yang memiliki frekuensi kemunculan paling besar (86,17%). Hal ini berarti dalam penulisan berita feature di Rubrik Kisah Tabloid Nyata yang mendapat perhatian khusus adalah nilai kepekaan. Hal inilah yang dominan ditemukan dalam gaya penulisan berita feature Rubrik Kisah Tabloid Nyata. Untuk penyajian data nilai humanisme dalam tiap kategori berita, adalah sebagai berikut:
1. Nilai Humanisme dalam Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai humanisme yang terkandung dalam berita kecelakaan dan bencana. Adapun rincian hasil koding pada kategori ini dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Humanisme Dalam Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana Nilai Humanisme
Kecelakaan Kerja
Bencana Alam
Kecelakaan alat Transportasi
62
Kebakaran
Frek
%
Kepekaan
68
151
114
79
412
88,41%
Solidaritas
5
8
4
4
21
4,51%
Historis
3
15
8
7
33
7,08%
Jumlah
76
174
126
90
466
100%
Sumber : Diolah dari tabel 3.2
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai kepekaan masih merupakan nilai humanisme yang memiliki frekuensi kemunculan paling besar (88,41%). Jika dibandingkan dengan nilai humanisme yang lain, nilai solidaritas merupakan nilai yang memiliki frekuensi kemunculan terkecil (4,51%). Dari sini dapat dilihat bahwa dengan mengeksplor rasa kepekaan pembaca, maka nilai humanisme dalam berita feature di Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana dapat tersampaikan.
2. Nilai Humanisme dalam Kategori Berita Human Interest Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai humanisme yang terkandung dalam berita human interest. Adapun rincian hasil koding pada kategori ini dapat dilihat pada tabel 3.4.
63
Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Humanisme Dalam Kategori Berita Human Interest Nilai Humanisme
Kisah di Balik Kematian
Kisah Inspiratif
Kepekaan
62
Solidaritas
Fenomena
Profil
Frek
%
98
71
160
391
83,55%
2
16
2
10
30
6,41%
Historis
12
12
14
9
47
10,04%
Jumlah
76
126
87
179
468
100%
Sumber : Diolah dari tabel 3.2
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terjadi perubahan kecenderungan kemunculan nilai humanisme dalam kategori berita Human Interest. Nilai kepekaan memang masih mendominasi dengan 83,55%. Tapi jika dibandingkan dengan kategori berita Kecelakaan dan Bencana, kemunculan Nilai Solidaritas dan Nilai Historis mengalami peningkatan. Nilai solidaritas (6,41%) masih merupakan nilai humanisme yang terkecil kemunculannya setelah nilai historis (10,04%) di peringkat ke dua.
3. Nilai Humanisme dalam Kategori Berita Kejahatan
64
Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai humanisme yang terkandung dalam berita kejahatan. Adapun rincian hasil koding pada kategori ini dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Humanisme Dalam Kategori Berita Kejahatan Nilai Humanisme Pembunuhan
Penipuan
Penculikan
Trafficking
Frek
%
Kepekaan
136
119
176
194
625
84,92%
Solidaritas
18
3
1
61
83
11,28%
Historis
7
11
7
3
28
3,80%
Jumlah
161
133
184
258
736
100%
Sumber : Diolah dari tabel 3.2
Dari tabel di atas, terjadi perubahan yang cukup signifikan antara nilai solidaritas dan nilai historis. Jika di kedua kategori berita sebelumnya nilai solidaritas selalu berada di peringkat terbawah, maka di Kategori Berita Kejahatan ini nilai solidaritas naik ke peringkat ke dua dengan 8,69%. Nilai kepekaan masih merupakan nilai humanisme yang frekuensi kemunculannya paling besar
65
(87,38%). Sedangkan nilai historis berada di urutan ke tiga dengan frekuensi kemunculan sebesar 3,93%.
4. Nilai Humanisme dalam Kategori Berita Masalah Moral dalam Masyarakat. Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai humanisme yang terkandung dalam berita Masalah Moral dalam Masyarakat. Adapun rincian hasil koding pada kategori ini dapat dilihat pada tabel 3.6.
Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Humanisme Dalam Kategori Berita Masalah Moral dalam Masyarakat Nilai Humanisme
Perilaku Seks Menyimpang
Frek
%
Kepekaan
203
203
91,03%
Solidaritas
4
4
1,79%
Historis
16
16
7,18%
Jumlah
223
223
100%
Sumber : Diolah dari tabel 3.2
66
Kategori berita Masalah Moral dalam Masyarakat hanya terdapat satu sub kategori berita, yaitu perilaku seks menyimpang. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam penulisan berita feature kategori ini, nilai kepekaan merupakan nilai humanisme yang muncul secara dominan (91,03%). Besarnya angka frekuensi kemunculan nilai kepekaan di sini dipengaruhi oleh faktor tema berita yang berkisah tentang masalah moral. Secara mutlak nilai ini yang mendominasi. Nilai historis berada di peringkat ke dua dengan 7,18%. Disusul dengan nilai solidaritas di peringkat ke tiga.
B.
Nilai Kepekaan yang Terkandung dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata Analisis dalam kategori ini diperlukan untuk mengetahui nilai kepekaan
yang terkandung dalam setiap berita di Rubrik Kisah Tabloid Nyata. Dari penyajian data sebelumnya, diketahui bahwa nilai kepekaan merupakan nilai humanisme yang memiliki frekuensi kemunculan terbesar. Melalui analisis ini, dapat diketahui secara rinci mengenai nilai kepekaan dalam tiap kategori beritanya. Rincian hasil koding dalam kategori ini, dapat dilihat pada tabel 3.7.
Tabel 3.7 Distribusi Silang Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Kepekaan dengan Kategori Berita
67
Nilai Kepekaan
Kategori Berita A
B
C
D
Frek
%
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
12
19
17
11
16
21
14
9
19
5
13
5
18
179
10,97%
Euf
5
1
1
2
3
4
1
2
-
2
1
1
-
23
1,41%
Hip
9
2
2
2
2
2
6
2
3
5
4
6
4
49
3,01%
Per
3
4
1
7
-
-
-
4
-
-
-
-
-
19
1,17%
Met
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
0,06%
Sim
-
-
-
-
-
1
1
1
-
-
-
-
-
3
0,18%
Des
13
63
40
24
18
32
22
81
72
59
86
121
145
776
47,58%
Nar
25
62
52
32
23
38
27
59
42
48
70
59
34
571
35,01%
1
-
1
-
-
-
-
2
-
-
2
2
2
10
0,61%
68
151
114
79
62
98
71
160
136
119
176
194
203
1631
100%
Konotasi Positif Gaya Baha sa:
Gaya Penul isan
Pernyataan korban/ pelaku dlm judul Jumlah
Sumber : Koding Penulis
Berdasarkan tabel 3.7 di atas, diketahui bahwa indikator nilai kepekaan yang memiliki frekuensi kemunculan paling besar adalah gaya penulisan (82,59%). Dari gaya penulisan tersebut, sebesar 47,58% adalah gaya penulisan berupa 47,58% dan sisanya berupa gaya penulisan naratif. Indikator yang menempati peringkat ke dua adalah penggunaan kalimat yang mengandung konotasi positif. Indikator nilai ini mencapai 10,97%. Untuk
68
peringkat ke tiga, indikator nilai kepekaan ditempati oleh penggunaan gaya bahasa yaitu sebesar 5,83%. Sedangkan indikator nilai kepekaan yang memiliki frekuensi kemunculan terkecil adalah penggunaan pernyataan korban atau pelaku dalam judul, yaitu sebesar 0,61%. Untuk penyajian data nilai kepekaan dalam tiap kategori berita, adalah sebagai berikut:
1. Nilai Kepekaan dalam Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana. Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai kepekaan yang terkandung dalam berita kecelakaan dan bencana berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Adapun rincian hasil koding pada kategori ini dapat dilihat pada tabel 3.8.
69
Tabel 3.8 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Kepekaan Dalam Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana Kecelakaan Nilai Kepekaan
Kecelakaan
Bencana
Kerja
Alam
Alat Transport
Kebakaran
Frek
%
Konotasi Positif
12
19
17
11
59
14,32%
Gaya Bahasa
Eufimisme
5
1
1
2
9
2,19%
Hiperbolis
9
2
2
2
15
3,64%
Personifikasi
3
4
1
7
15
3,64%
Metafora
-
-
-
1
1
0,24%
Simile
-
-
-
-
-
0%
Gaya
Deskriptif
13
63
40
24
140
33,98%
Penulisan
Naratif
25
62
52
32
171
41,50%
1
-
1
Menggunakan pernyataan korban/pelaku peristiwa dalam judul
2 -
Jumlah
68
Sumber : Diolah dari Tabel 3.7
151
114
79
0,49% 412
100%
70
Dalam kategori berita kecelakaan dan bencana, indikator nilai kepekaan yang memiliki frekuensi kemunculan terbesar adalah gaya penulisan naratif (41,50%). Sedangkan gaya penulisan deskriptif memiliki frekuensi kemunculan sebesar 33,98%. Penggunaan kalimat yang mengandung konotasi positif merupakan indikator nilai kepekaan yang memiliki frekuensi kemunculan ke tiga yaitu sebesar 14,32%. Setelah itu penggunaan gaya bahasa memiliki frekuensi kemunculan sebanyak 9,71%. Dari penggunaan gaya bahasa ini, gaya bahasa hiperbolis dan personifikasi memiliki frekuensi kemunculan yang sama sebesar 3, 64%. Setelah itu disusul dengan indikator gaya bahasa eufimisme (2,19%) dan gaya bahasa metafora (0,24%). Sedangkan untuk indikator gaya bahasa simile tidak ditemukan dalam kategori berita ini.
2. Nilai Kepekaan dalam Kategori Berita Human Interest. Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai kepekaan yang terkandung dalam berita human interest berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Adapun rincian hasil koding pada kategori ini dapat dilihat pada tabel 3.9. Tabel 3.9 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Kepekaan Dalam Kategori Berita Human Interest
71
Nilai Kepekaan
Kisah di Balik Kematian
Konotasi Positif
16
21
Gaya Bahasa
Eufimisme
3
Hiperbolis
Kisah Inspiratif
Fenomena
Profil
Frek
%
14
9
60
15,35%
4
1
2
10
2,56%
2
2
6
2
12
3,07%
Personifikasi
-
-
-
4
4
1,02%
Metafora
-
-
-
-
0
0%
Simile
-
1
1
1
3
0,77%
Gaya
Deskriptif
18
32
22
81
153
39,13%
Penulisan
Naratif
23
38
27
59
147
37,59%
-
-
-
2
2
Menggunakan pernyataan korban/pelaku peristiwa dalam judul
0,51% Jumlah
62
98
71
160
391
100%
Sumber : Diolah dari Tabel 3.7 Dalam kategori berita human interest, gaya penulisan deskriptif merupakan indikator nilai kepekaan yang memiliki frekuensi kemunculan paling besar (39,13%). Setelah itu, gaya penulisan naratif menyusul di peringkat ke dua dengan 37,59%. Indikator konotasi positif memiliki frekuensi kemunculan sebesar 15,35% dan kemudian disusul dengan penggunaan gaya bahasa yaitu sebesar 7,42%. Indikator penggunaan gaya bahasa tersebut terdiri atas penggunaan gaya bahasa hiperbolis (3,07%), gaya bahasa eufimisme (2,56%), gaya bahasa personifikasi (1,02%) dan gaya bahasa simile (0,77%). Gaya bahasa metafora tidak ditemukan dalam kategori berita ini. Sedangkan indikator pernyataan korban
72
atau pelaku dalam judul memiliki frekuensi kemunculan terkecil yaitu sebesar 0,51%.
3. Nilai Kepekaan dalam Kategori Berita Kejahatan Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai kepekaan yang terkandung dalam berita kejahatan berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Adapun rincian hasil koding pada kategori ini dapat dilihat pada tabel 3.10.
Tabel 3.10 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Kepekaan Dalam Kategori Berita Kejahatan Nilai Kepekaan
Konotasi Positif
Pembunu han
Penipuan
Penculikan
Trafficking
Frek
%
19
5
13
5
42
6,72%
73
Gaya Bahasa
Eufimisme
-
2
1
1
4
0,64%
Hiperbolis
3
5
4
6
18
2,88%
Personifikasi
-
-
-
-
-
0%
Metafora
-
-
-
-
-
0%
Simile
-
-
-
-
-
0%
Gaya
Deskriptif
72
59
86
121
338
54,08%
Penulisan
Naratif
42
48
70
59
219
35,04%
Menggunakan pernyataan korban/pelaku peristiwa dalam judul
-
-
2
2
4
0,64%
Jumlah
136
119
194
625
100%
176
Sumber : Diolah dari Tabel 3.7
Dari tabel di atas, terlihat bahwa indikator gaya penulisan deskriptif mendominasi frekuensi kemunculan secara mutlak, yaitu sebesar 54,08%. Menyusul di peringkat ke dua adalah indikator gaya penulisan naratif sebesar 35,04%. Dalam kategori berita kejahatan ini, frekuensi kemunculan indikator konotasi positif adalah sebesar 6,72%. Yang patut diamati adalah kecenderungan penggunaan gaya bahasa yang menurun dari kategori berita sebelumnya, yaitu sebesar 3,52%. Dari indikator penggunaan gaya bahasa tersebut, sebesar 2,88% adalah menggunakan gaya bahasa hiperbolis dan gaya bahasa eufimisme sebesar 0,64%. Sedangkan gaya bahasa personifikasi, metafora dan simile tidak ditemukan sama sekali dalam kategori berita ini. Sedangkan untuk indikator
74
penggunaan pernyataan korban atau pelaku dalam judul frekuensi kemunculannya adalah sebesar 0,64%.
4. Nilai Kepekaan dalam Kategori Berita Masalah Moral dalam Masyarakat Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai kepekaan yang terkandung dalam berita masalah moral dalam masyarakat berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Adapun rincian hasil koding pada kategori ini dapat dilihat pada tabel 3.11.
Tabel 3.11 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Kepekaan Dalam Kategori Berita Masalah Moral dalam Masyarakat Nilai Kepekaan
Perilaku Seks Menyimpang
Frek
%
18
18
8,87%
Eufimisme
-
-
0%
Hiperbolis
4
4
1,97%
Personifikasi
-
-
0%
Metafora
-
-
0%
Simile
-
-
0%
Konotasi Positif Gaya Bahasa
Gaya
Deskriptif
145
145
71,43%
Penulisan
Naratif
34
34
16,75%
Menggunakan pernyataan korban/pelaku peristiwa dalam
75
2
judul Jumlah
203
2
0,98%
203
100%
Sumber : Diolah dari Tabel 3.7 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa gaya penulisan deskriptif masih merupakan indikator kepekaan yang memiliki frekuensi kemunculan yang terbesar yaitu sebesar 71,43%. Seperti dalam kategori-kategori sebelumnya, penggunaan gaya bahasa naratif memiliki frekuensi kemunculan terbesar ke dua sebesar 16,75%. Frekuensi kemunculan terbesar ke tiga ditempati oleh indikator penggunaan kalimat berbahasa konotasi positif yaitu sebesar 8,87%. Dalam kategori ini, indikator penggunaan gaya bahasa hanya ditemukan satu jenis gaya bahasa yaitu gaya bahasa hiperbolis (1,97%). Untuk gaya bahasa eufimisme, personifikasi, metafora, dan simile tidak ditemukan dalam kategori berita ini. Sedangkan untuk indikator penggunaan pernyataan korban atau pelaku dalam judul ditemukan sebesar 0,98%.
C. Nilai Solidaritas yang Terkandung dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam tabel 3.2, nilai Solidaritas memiliki kecenderungan frekuensi kemunculan yang relatif seimbang dengan nilai historis. Jika nilai historis memiliki frekuensi kemunculan sebesar 6,55%, maka untuk nilai solidaritas, ditemukan sebesar 7,28%. Melalui analisis ini, dapat diketahui secara rinci mengenai nilai solidaritas dalam tiap kategori beritanya. Rincian hasil koding dalam kategori ini, dapat dilihat pada tabel 3.12.
76
Tabel 3.12 Distribusi Silang Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Solidaritas dengan Kategori Berita Nilai
Kategori Berita
Solidaritas
Simpati
Empati
A
B
C
D
Frek
%
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
5
8
4
4
2
16
2
10
18
3
1
21
4
98
71,01%
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
40
-
40
28,99%
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0
0%
5
8
4
4
2
16
2
10
18
3
1
61
4
138
100%
Terdapat kata bersifat opini
Menyamarkan identitas korban asusila Menyamarkan identitas tersangka tindak kriminal yang di bwh umur Jumlah
Sumber : Koding Penulis
77
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa indikator nilai solidaritas yang mendominasi adalah adanya kalimat yang mengadung kata bersifat opini, yaitu sebesar 71,01%. Untuk indikator ke dua yaitu menyamarkan identitas korban asusila, hanya terdapat pada satu jenis sub kategori berita yaitu trafficking yang memiliki frekuensi kemunculan sebesar 28,99%. Untuk indikator yang ke tiga yaitu menyamarkan identitas tersangka tindak kriminalitas yang di bawah umur sama sekali tidak ditemukan. Karena sampel penelitian dalam kategori berita kejahatan tidak melibatkan satu pun tersangka yang masih di bawah umur. Untuk penyajian data nilai solidaritas dalam tiap kategori berita, adalah sebagai berikut: 1. Nilai Solidaritas dalam Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai solidaritas yang terkandung dalam berita kecelakaan dan bencana berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Untuk mengetahui rincian hasil koding, dapat dilihat pada tabel 3.13
Tabel 3.13 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Solidaritas Dalam Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana Nilai
Kecelakaan
Solidaritas
Kerja
Bencana Alam
Kecelakaan Alat Transport
Kebakar an
frek
%
78
Simpati
Terdapat kata bersifat opini
Empati
Menyamarkan identitas korban asusila Menyamarkan identitas tersangka tindak kriminal yang di bwh umur Jumlah
5
8
4
4
21
100%
-
-
-
0
0%
-
-
-
-
0
0%
5
8
4
4
21
-
Sumber : Koding Penulis
Dalam kategori berita ini, secara mutlak penggunaan kalimat yang mengandung kata bersifat opini merupakan satu-satunya indikator yang dapat ditemui. Karena dua indikator yang lain berlaku untuk berita yang mengangkat kasus asusila dan kriminalitas.
2. Nilai Solidaritas dalam Kategori Berita Human Interest Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai solidaritas yang terkandung dalam berita human interest berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Untuk mengetahui rincian hasil koding, dapat dilihat pada tabel 3.14.
Tabel 3.14
79
Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Solidaritas Dalam Kategori Berita Human Interest Nilai Solidaritas Simpati
Terdapat kata bersifat opini
Empati
Menyamarkan identitas korban asusila
Kisah di Balik Kematian
Kisah Inspiratif
Fenomena
Profil
frek
%
2
16
2
10
30
100%
Menyamarkan identitas tersangka tindak kriminal yang di bwh umur Jumlah
0% -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0%
2
16
2
10
30
100%
Sumber : Koding Penulis
Sama dengan kategori berita sebelumnya, penggunaan unsur simpati dengan indikator terdapat kata bersifat opini merupakan satu-satunya yang dapat ditemui. Sedangkan dua indikator yang lain tidak ditemukan.
3. Nilai Solidaritas dalam Kategori Berita Kejahatan Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai solidaritas yang terkandung dalam berita kejahatan berdasarkan indikator yang
80
telah ditentukan. Untuk mengetahui rincian hasil koding, dapat dilihat pada tabel 3.15.
Tabel 3.15 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Solidaritas Dalam Kategori Berita Kejahatan Nilai Solidaritas Simpati
Terdapat kata bersifat opini
Empati
Menyamarkan identitas korban asusila
Pembunuhan
Penipuan
Penculikan
Trafficking
18
3
1
21
-
-
-
40
40
48,20%
-
-
-
-
-
0%
18
3
1
61
83
100%
Menyamarkan identitas tersangka tindak kriminal yang di bwh umur Jumlah
frek 43
% 51,80%
Sumber : Koding Penulis
Dalam kategori berita kejahatan, penggunaan unsur simpati dengan indikator terdapat kata bersifat opini memiliki frekuensi kemunculan 51,80%. Sedangkan indikator menyamarkan identitas korban asusila hanya muncul pada
81
satu sub kategori berita, yaitu berita trafficking. Kemunculan indikator tersebut adalah sebesar 48,20%. 4. Nilai Solidaritas dalam Kategori Berita Masalah Moral dalam Masyarakat Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai solidaritas yang terkandung dalam berita masalah moral dalam masyarakat berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Untuk mengetahui rincian hasil koding, dapat dilihat pada tabel 3.15.
Tabel 3.16 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Solidaritas Dalam Kategori Berita Masalah Moral dalam Masyarakat Nilai Solidaritas Simpati
Terdapat kata bersifat opini
Empati
Menyamarkan identitas korban asusila
Perilaku Seks Menyimpang 4
-
frek 4
% 100%
-
0%
Menyamarkan identitas tersangka tindak kriminal yang di bwh umur
-
-
0%
Jumlah
4
4
100%
Sumber : Koding Penulis
82
Dalam kategori berita masalah moral masyarakat, penggunaan unsur simpati dengan indikator terdapat kata bersifat opini merupakan satu-satunya indikator yang dapat ditemui. Sedangkan dua indikator yang lain tidak ditemukan.
D. Nilai Historis yang Terkandung dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata Nilai historis merupakan nilai humanisme yang mengupas tentang penyebab atau akibat peristiwa dan tentang kejadian serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Dalam tabel 3.2, diketahui bahwa nilai historis merupakan nilai humanisme yang memiliki frekuensi kemunculan terkecil yaitu sebesar 6,55%. Melalui analisis ini, dapat diketahui secara rinci mengenai nilai historis dalam tiap kategori beritanya. Rincian hasil koding dalam kategori ini, dapat dilihat pada tabel 3.16. Tabel 3.17 Distribusi Silang Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Historis dengan Kategori Berita Nilai
Kategori Berita
Historis
A 1
2
B 3
4
1
2
C 3
4
1
2
3
D 4
1
Frek
%
83
Terdapat kalimat yg menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa
3
15
8
7
12
12
14
9
7
8
7
3
9
114
91,94%
Terdapat kalimat yang menerangkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi sebelumnya.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
-
-
7
10
8,06%
Jumlah
3
15
8
7
12
12
14
9
7
11
7
3
16
124
100%
Sumber : Koding Penulis
Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa indikator adanya kalimat yang menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa mendominasi kemunculan nilai solidaritas dengan 91,94%. Sedangkan sisanya memuat adanya kalimat yang menerangkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi sebelumnya. Untuk penyajian data nilai historis dalam tiap kategori berita, adalah sebagai berikut:
1. Nilai Historis dalam Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai historis yang terkandung dalam berita kecelakaan dan bencana berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Untuk mengetahui rincian hasil koding, dapat dilihat pada tabel 3.17
Tabel 3.18
84
Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Historis Dalam Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana Nilai Historis
Kecelakaan Kerja
Terdapat kalimat yg menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa
Terdapat kalimat yang menerangkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi sebelumnya. Jumlah
Bencana
Kecelakaan Alat Transport
Kebakar an
frek
%
Alam
3
15
8
7
33
100%
-
-
-
-
0
0%
3
15
8
7
33
100%
Sumber : Koding Penulis
Dari tabel di atas diketahui bahwa dari keempat sub kategori berita, hanya indikator adanya kalimat yang menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa yang muncul. Sedangkan untuk indikator ke dua, tidak ditemukan sama sekali dalam kategori berita ini.
2. Nilai Historis dalam Kategori Berita Human Interest Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai historis yang terkandung dalam berita human interest berdasarkan indikator yang
85
telah ditentukan. Untuk mengetahui rincian hasil koding, dapat dilihat pada tabel 3.18. Tabel 3.19 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Historis Dalam Kategori Berita Human Interest Kisah di Balik Kematian
Kisah Inspiratif
Fenomena
Profil
frek
%
12
12
4
9
37
100%
-
-
-
-
0
0%
12
12
4
9
37
100%
Nilai Historis Terdapat kalimat yg menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa
Terdapat kalimat yang menerangkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi sebelumnya. Jumlah
Sumber : Koding Penulis
Sama seperti kategori berita sebelumnya, dari keempat berita dalam kategori ini hanya terdapat satu indikator yang ditemukan, yaitu adanya kalimat yang menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa.
3. Nilai Historis dalam Kategori Berita Kejahatan
86
Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai historis yang terkandung dalam berita kejahatan berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Untuk mengetahui rincian hasil koding, dapat dilihat pada tabel 3.19.
Tabel 3.20 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Historis Dalam Kategori Berita Kejahatan Pembunuhan
Penipuan
Penculikan
7
8
7
-
3
-
7
11
7
Trafficking
frek
%
25
89,29%
-
3
10,71%
3
28
100%
Nilai Historis Terdapat kalimat yg menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa
Terdapat kalimat yang menerangkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi sebelumnya. Jumlah
3
Sumber : Koding Penulis
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa indikator adanya kalimat yang menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa masih muncul secara dominan, yaitu sebesar 89,29%. Tidak seperti kategori sebelumnya, indikator adanya kalimat
87
yang menerangkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi sebelumnya ditemukan dalam kategori ini walaupun dalam prosentase yang kecil (10,71%).
4. Nilai Historis dalam Kategori Berita Masalah Moral dalam Masyarakat. Analisis pada bagian ini bertujuan untuk menemukan kecenderungan nilai historis yang terkandung dalam berita masalah moral dalam masyarakat berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Untuk mengetahui rincian hasil koding, dapat dilihat pada tabel 3.20.
Tabel 3.21 Distribusi Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Historis Dalam Kategori Berita Masalah Moral dalam Masyarakat Nilai Historis Terdapat kalimat yg menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa
Terdapat kalimat yang menerangkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi sebelumnya.
Jumlah
Sumber : Koding Penulis
Perilaku Seks Menyimpang
9
frek
9
%
56,25%
7
7
43,75%
16
16
100%
88
Dilihat dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa dalam kategori berita masalah moral dalam masyarakat, kedua indikator nilai historis ditemukan. Indikator adanya kalimat yg menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa memiliki frekuensi kemunculan sebesar 56,25%. Dan indikator lainnya, yaitu adanya kalimat yang menerangkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi sebelumnya memiliki frekuennsi kemunculan sebesar 43,75%. Demikian sajian data yang diperoleh oleh peneliti. Bab selanjutnya berisi analisis data yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui bagaimana kecenderungan Tabloid Nyata dalam menyajikan berita feature dalam Rubrik Kisah.
89
BAB IV ANALISIS ISI PENERAPAN NILAI HUMANISME DALAM RUBRIK KISAH TABLOID NYATA EDISI JANUARI-MARET 2009
A. Pengantar Analisis Seperti telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini akan menjelaskan penerapan nilai humanisme dalam berita feature. Dalam hal ini kaitannya dengan berita yang tersaji di Rubrik Kisah Tabloid Nyata edisi Januari-Maret. Setelah dilakukan penelitian, ditemukan hasil bahwa nilai humanisme yang terkandung didominasi oleh nilai kepekaan yaitu sebesar 86,17%. Disusul dengan nilai solidaritas sebesar 7,28% dan nilai historis sebesar 6,55%. Hasil yang diperoleh peneliti sesuai dengan rumusan nilai humanisme secara umum. Rumusan nilai humanisme secara umum bermula dari rasa peka terhadap penderitaan sesama, kemudian muncul rasa solidaritas yang berakar dari rasa simpati dan empati. Dan selanjutnya dilengkapi dengan mengasah budi dan hati dengan berbagai fakta di masa lampau atau disebut aspek historis. Adanya aspek historis di sini adalah sebagai pendukung dan pelengkap dari aspek kepekaan dan solidaritas. Dengan aspek historis, manusia diharapkan bisa belajar dari berbagai fakta yang pernah terjadi sebelumnya.
90
Dari hasil analisis penulis, diharapkan nilai humanisme yang terdapat dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata dapat terurai secara jelas. Sehingga pada akhirnya bisa didapatkan kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. B. Analisis Nilai-Nilai Humanisme yang Terkandung dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata Hasil koding yang telah dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa dari satu kalimat dalam berita yang dikoding dapat memuat lebih dari satu indikator variabel. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya nilai humanisme merupakan elemen penting dalam penulisan berita feature. Sehingga agar dapat menyentuh sisi humanisme pembacanya, Rubrik Kisah Tabloid Nyata pun menyajikan berita dengan gaya bahasa dramatis dan menyentuh. Berdasarkan koding yang telah dilakukan terhadap 13 berita dapat dilihat adanya kecenderungan nilai humanisme yang ditonjolkan dan kurang menonjol. Kecenderungan nilai humanisme yang muncul setiap berita dalam sampel penelitian penulis dapat dilihat lebih lanjut dalam tabel 3.2.
Tabel 3.2 Distribusi Silang Frekuensi Kalimat yang Mengandung Nilai Humanisme dengan Kategori Berita Nilai Human-
Kategori Berita A
B
C
D
Frek
%
91
isme
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Kepekaan
68
151
114
79
62
98
71
160
136
119
176
194
203
1631
86,17%
Solidaritas
5
8
4
4
2
16
2
10
18
3
1
61
4
138
7,28%
Historis
3
15
8
7
12
12
14
9
7
11
7
3
16
124
6,55%
jumlah
76
174
126
90
76
126
87
179
161
133
184
258
223
1893
100%
Sumber : Koding Penulis Keterangan: A.1. Kecelakaan Kerja A.2. Bencana Alam A.3. Kecelakaan Alat Transportasi A.4. Kebakaran B.1. Kisah di balik Kematian Seseorang B.2
Kisah Inspiratif
B.3. Fenomena B.4. Profil C.1
Pembunuhan
C.2
Penipuan
C.3
Penculikan
C.4. Trafficking D.1
Perilaku Seks Menyimpang
Selanjutnya analisis nilai humanisme secara detail akan dilakukan mulai dari nilai budaya dengan frekuensi tertinggi sampai terendah.
92
1. Nilai Kepekaan Dari hasil koding diketahui bahwa nilai humanisme yang paling sering dimuat adalah Kepekaan yang memiliki frekuensi kemunculan sebesar 86,17% dalam semua kategori berita yang telah diteliti oleh penulis. Nilai kepekaan merupakan nilai humanisme yang dianggap paling penting oleh redaksi untuk disampaikan kepada pembaca. Hal ini dibuktikan dengan selalu munculnya nilai humanisme ini di setiap kategori berita dan sub kategori berita yang diteliti oleh penulis. Dari tabel 3.2 di atas, dapat terlihat bahwa 1631 kalimat yang mengandung nilai kepekaan dalam semua kategori berita, 625 kalimat atau sebesar 38,32% diantaranya terdapat dalam kategori berita kejahatan. Hal ini menunjukkan bahwa berita kejahatan merupakan tema yang dianggap penting bagi redaksi Tabloid Nyata dalam menyampaikan nilai humanisme. Dalam kategori berita ini, kisah yang menyentuh kepekaan pembaca paling dominan terdapat dalam berita trafficking. Dari semua indikator nilai kepekaan, paling banyak yang digunakan dalam berita trafficking ini adalah penggunaan gaya penulisan deskriptif. Sebanyak 145 kalimat memuat indikator ini. Beberapa contoh paragraf yang terdapat kalimat yang memuat indikator gaya penulisan deskriptif adalah sebagai berikut: Keesokan harinya, 6 Juni 2008 pukul 06.00 WIB, setelah berpamitan dengan orangtua angkatnya, Mawar berangkat ke sekolah. Udara pagi yang dingin membuat Mawar memakai sweater kuning. Karena jarak rumah dengan sekolah lumayan jauh, Mawar harus menempuhnya dengan angkutan umum. Situasi tempatnya menunggu angkutan umum sangat sepi.
93
(Gadis Lampung Korban Trafficking. Kategori Berita Kejahatan (trafficking). Edisi III Feb 2009)
Kepala naga ada pada pipi kanan Asmad. Elang pada pipi kiri, bola dunia diikat pada jidat, dan naga pada leher. Sedangkan wajah Budi, bertato macan pada pipi kiri, gambar ikan pada sisi kanan, batik bertuliskan Allah dengan huruf arab pada jidat, tulisan Muhammad dengan huruf Arab pada dagu. (Dua Guru Korban Gendam Tato, Diiming-iming Jabatan Intelijen Pariwisata. Kategori Berita Kejahatan (penipuan). Edisi III Feb 2009)
Sedangkan sebanyak 412 kalimat atau sebesar 25,26%
diantaranya
terdapat dalam kategori berita kecelakaan dan bencana. Ini mengindikasikan bahwa dalam mengisahkan berita kategori ini, Tabloid Nyata mengeksplor kepekaan pembaca dengan memuat indikator-indikator dari nilai kepekaan. Dalam berita yang menyajikan tentang kisah kecelakaan dan bencana ini, pembaca diajak untuk mengetahui dan merasakan kejadian yang dialami oleh korban. Hal ini sesuai dengan rumusan humanisme yang berakar pada compassion, yaitu seseorang harus terus-menerus menempatkan diri dalam kenyataan kehidupan. Compassion ini yang mendorong rasa keterharuan dan belas kasihan terhadap penderitaan orang lain. Jadi rasa kepekaan dalam hal ini diperlukan untuk melengkapi nilai humanisme yang harus disampaikan kepada pembaca. Dalam kategori berita kecelakaan dan bencana ini, indikator kepekaan yang terbesar dimuat adalah gaya penulisan naratif. Gaya penulisan ini merupakan
94
gaya penulisan yang menguraikan kisah dengan menceritakan peristiwa secara runtut. Gaya penulisan naratif memungkinkan redaksi untuk menceritakan peristiwa secara detail dan lebih mudah dipahami oleh pembaca. Gaya naratif membuat penulisan berita menjadi lebih sederhana dan “cair”. Beberapa contoh paragraf yang terdapat kalimat yang memuat indikator gaya penulisan naratif adalah sebagai berikut: Saat kecelakaan terjadi, Nuriyanto yang sehari-hari berjualan mainan di depan sekolah dasar-sekolah dasar di Trenggalek sedang tertidur. Tiba-tiba Ia terbangun karena dikagetkan suara benturan. “Saya dengan suara benturan keras tiga kali,” ceritanya sambil meringis kesakitan. “Saya tidak tahu itu suara apa. Tahu-tahu banyak penumpang terlempar dan langsung tumpang tindih. Kalau saya terjepit kursi,” cerita Nuriyanto. (Dokter Gigi Tewas dalam Tabrakan Kereta Api-Bus. “Tolong saya dikubur di samping bapak”. Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana (Kecelakaan Alat Transportasi). Edisi I Maret 2009)
Setelah gaya penulisan, indikator yang memiliki frekuensi kemunculan terbesar ke dua adalah penggunaan kalimat yang mengandung makna konotasi positif. Makna konotasi positif merupakan cara untuk menuturkan fakta secara halus dan sopan. Hal ini berkaitan dengan nilai kepekaan yang berada dalam ranah emosional. Dalam hal ini, emosional berkaitan dengan perasaan dan hati. Dengan menggunakan makna konotasi positif, penyampaian berita menjadi menyentuh dan membuat pembaca merasakan nilai kepekaan itu sendiri. Berikut ini adalah contoh paragraf yang mengandung indikator penggunaan makna konotasi positif:
95
Sulardi memastikan mendiang anaknya masih suci. Pembunuhan ini juga diyakininya bukan karena korban hamil dan pelaku tidak mau bertanggung jawab. “Mustahil anak saya berbuat zina,” tutur Sulardi. (Tragedi Pembunuhan Mahasiswi UNS, SMS Iseng Berujung Maut. Kategori Berita : Kejahatan (Pembunuhan). Edisi IV Maret 2009)
Penggunaan kata “masih suci” merupakan makna konotasi positif dari kata “perawan”. Makna ini menyamarkan maksud yang sebenarnya agar tidak secara ekstrim mengandung ungkapan yang kemungkinan menyakiti hati beberapa pihak. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan rasa kesopanan dan mengurangi kevulgaran dalam penyampaian berita. Nilai kepekaan juga ditemukan sebanyak 391 kalimat atau 23,97% pada kategori berita human interest. Walaupun gaya penulisan deskriptif dan naratif masih mendominasi indikator kepekaan yang terpenuhi, tetapi indikator gaya bahasa digunakan dengan relatif beragam dalam kategori ini. Indikator gaya bahasa yang paling banyak ditemui dalam kategori berita human interest adalah gaya bahasa hiperbolis dan personifikasi. Dari keempat berita dalam kategori ini, sebanyak 30 kalimat memuat kedua gaya bahasa tersebut. Gaya bahasa hiperbolis adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal. Sedangkan gaya bahsa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
96
Penggunaan gaya bahasa ini merupakan salah satu cara menyajikan berita feature dengan tujuan untuk menimbulkan dramatisasi dan menyentuh kepekaan pembaca. Dengan penyampaian berita yang seperti ini, pembaca akan lebih mudah memahami nilai humanisme yang ingin disampaikan oleh redaksi. Contoh paragraf yang terdapat kalimat yang memuat indikator gaya bahasa hiperbolis adalah sebagai berikut: Begitu jenazah Azis tiba di rumah duka di Jalan Eka Rasmi, Gang Pipa Air Bersih, Kecamatan Medan Johor, istri dan anak almarhum langsung meraung-raung, sambil memegang jenazah. Ratapan dan tangisan mereka membuat pelayat ikut menangis. Semua ikut sedih. (Di Balik Kematian Ketua DPRD Sumut. Pesan Almarhum : Jangan Jadi Politisi. Kategori berita : Human Interest (Kisah di Balik Kematian). Edisi: II Feb 2009)
Sedangkan contoh paragraf yang memuat gaya bahasa personifikasi adalah sebagai berikut: Pagi hari, di Kampung Cikoneng, Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor, masih diselimuti kabut. Meski hawa dingin pegunungannya terasa seperti menusuk tubuh, para pemetik teh tetap berbondong-bondong melakukan aktivitasnya. (Rudi MS: Cukup Kaki Saya yang Lumpuh, Jangan Otak Murid Saya. Kategori berita : Human Interest (Profil). Edisi: I Maret 2009)
Selain kedua gaya bahasa di atas, dalam kategori ini juga ditemukan penggunaan gaya bahasa eufimisme. Gaya bahasa eufimisme dimuat dalam kategori berita ini sebanyak 10 kalimat atau sebesar 2,56%. Gaya bahasa
97
eufimisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung
perasaan
orang,
atau
ungkapan-ungkapan
halus
untuk
menggantikan acuan yang dirasakan menghina, menyinggung perasaaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Secara umum dapat diartikan bahwa gaya bahasa ini digunakan untuk memperhalus penyampaian fakta yang buruk kepada pembaca. Contoh paragraf yang terdapat kalimat yang memuat indikator gaya bahasa eufimisme adalah sebagai berikut: Kehidupan rumah tangga Kasmin jauh dari kemapanan. Kesehariannya lelaki ini tak punya pekerjaan tetap. Terkadang dia mencari bekicot ke ladang-ladang sekitar rumahnya dan menjualnya. Sedangkan Mukharomah hanya ibu rumah tangga. (Praktik Ditutup, Ponari Disembunyikan. Air Comberan Pun Jadi Rebutan. Kategori Berita: Human Interest (Fenomena). Edisi: III Feb 2009)
Dalam paragraf tersebut, penggunaan gaya bahasa eufimisme digunakan untuk menggambarkan kemiskinan yang dialami Kamsin, bapak Ponari. Penggunaan gaya bahasa ini setidaknya mempengaruhi pembaca untuk merasakan penderitaan kehidupan yang dialami oleh pelaku peristiwa. Dalam hal ini redaksi telah berupaya untuk menyentuh kepekaan pembaca dengan halus dan menggunakan permainan kata-kata. Dalam kategori berita human interest ini juga ditemukan kalimat yang memuat indikator gaya bahasa simile. Gaya bahasa simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat
98
eksplisit adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Contoh paragraf yang terdapat kalimat yang memuat indikator gaya bahasa simile adalah sebagai berikut: Bila mengingat masa lalu, Habibah tidak percaya bisa mengantarkan kesembilan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi. “Sekarang ini saya tengah menikmati masa tua yang bahagia. Ibaratnya benih yang saya tanam berbuah sangat manis,” canda Habibah ketika ditemui Nyatadi kediamannya beberapa waktu lalu. (Pasangan Buruh Pabrik dan Tukang Jahit. Sukses Antarkan 9 Anak ke Jenjang Pendidikan Tinggi. Kategori Berita: Human Interest (Kisah Inspiratif). Edisi II Feb 2009)
Dari paragraf di atas, terlihat bahwa terdapat perbandingan keadaan yang dialami oleh pelaku peristiwa. Secara eksplisit, masa tua yang bahagia disamakan dengan menanam benih yang pada akhirnya berbuah sangat manis. Dengan upaya dan kerja keras, masa muda yang penuh keterbatasan bisa menghasilkan masa tua yang bahagia. Dalam kategori berita human interest ini, hanya gaya bahasa metafora yang tidak ditemukan. Dari semua sampel penelitian yang diteliti oleh penulis, kalimat yang memuat gaya bahasa metafora hanya ditemukan sebanyak 1 kalimat. Gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Gaya bahasa ini hanya ditemukan dalam kategori berita kecelakaan dan bencana, sub kategori berita kebakaran.
99
Berikut ini adalah contoh paragraf yang mengandung gaya bahasa metafora: Dalam waktu hitungan detik api melalap rumah Heri. Ibu-ibu yang panik seera meminta pertolongan kepada warga ke RW sebelah. Beberapa pemuda yang memadamkan api tak kuasa meredam amukan si jago merah. (Calon Pengantin Tewas Bersama. “Dia Sudah Memesan Gaun Pengantin.” Kategori Berita: Kecelakaan dan Bencana (Kebakaran). Edisi: IV Maret 2009)
Dari paragraf di atas dapat ditemui gaya bahasa metafora pada kata “si jago merah”. Secara implisit, kobaran api dianalogikan sebagai amukan si jago merah. Gaya bahasa ini hanya digunakan untuk menganalogikan suatu keadaan dengan julukan tertentu. Indikator nilai kepekaan yang lain adalah adanya pernyataan korban atau pelaku peristiwa dalam judul, baik judul berita utama maupun berita inset atau pendukung. Penggunaan indikator ini bermaksud untuk menarik rasa penasaran dan simpati pembaca dan kemudian pada akhirnya rasa kepekaan tersebut dapat tersampaikan. Berikut adalah contoh judul berita yang menggunakan pernyataan korban atau pelaku peristiwa dalam judul: 1. Di Balik Kecelakaan Helikopter di Pondok Cabe. “Bu, Aku Pulang.” 2. Banjir Landa Surabaya, Guru Lukis Jadi Korban. “Saya Berharap Ada Mukjizat.” 3. Dokter Gigi Tewas dalam Tabrakan Kereta Api-Bus. “Tolong Saya Dikubur di Samping Bapak.” 4. Calon Pengantin Tewas Bersama. “Dia Sudah Memesan Gaun Pengantin.”
100
Dari analisis di atas, dapat terlihat bahwa nilai kepekaan sebagai nilai humanisme dengan frekuensi kemunculan tertinggi selaras dengan sifat khas dari humanisme yaitu peka terhadap penderitaan sesama. Rubrik Kisah Tabloid Nyata menyajikan berita feature dengan sentuhan nilai humanisme dengan tujuan untuk memberitahukan kepada pembaca tentang rasa sependeritaan dengan orang lain. Rasa kepekaan ini tidak hanya menuntut keterbukaan terhadap dunia dan orang lain, tapi juga kesediaan untuk ikut membawa dan membantu orang lain memperoleh kemanusiaannya juga. Dari nilai kepekaan inilah, muncullah nilai solidaritas dan pengertian yang mendalam tentang nilai historis. Sehingga secara umum nilai humanisme terwakili secara nyata. 2. Nilai Solidaritas Dari hasil koding yang telah dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa nilai solidaritas memiliki frekuensi kemunculan terbesar ke dua setelah nilai kepekaan. Dari semua sampel penelitian, kalimat yang terindikasi mengandung nilai solidaritas adalah sebanyak 138 kalimat atau sebesar 7,28%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai solidaritas selalu muncul setelah nilai kepekaan. Karena pada dasarnya nilai solidaritas muncul berawal dari rasa kepekaan itu sendiri. Dari kesosialan yang dimiliki humanisme, maka mau tak mau humanisme ini menuntut manusia untuk selalu peka terhadap penderitaan sesama dan pada akhirnya bersimpati dan memberikan dukungan moral. Dari simpati dan dukungan inilah nilai humanisme terukur secara nyata.
101
Masih seperti hasil analisis nilai kepekaan, dari 138 kalimat yang memuat nilai solidaritas, sebanyak 83 kalimat atau sebesar 60,14% terdapat dalam kategori berita kejahatan. Untuk nilai solidaritas ini terdapat dua unsur yang diteliti, simpati dan empati. Frekuensi kemunculan dari kedua unsur ini dalam kategori berita kejahatan adalah 51,80% untuk simpati dan sisanya sebesar 48,20% adalah unsur empati. Dari unsur simpati, hanya terdapat 1 indikator yaitu adanya kalimat yang mengandung unsur opini. Penggunaan opini di sini adalah untuk menunjukkan keberpihakan dan simpati kepada para korban atau pelaku dalam berita. Karena pada dasarnya simpati adalah rasa kasih, rasa setuju, rasa suka, keikutsertaan merasakan perasaan orang lain. Dari rasa simpati ini munculah solidaritas terhadap penderitaan sesama. Dari semua sampel berita yang diteliti oleh penulis, indikator penggunaan kalimat yang memuat opini ditemukan sebanyak 98 kalimat atau sebesar 71,01%. Dari temuan tersebut, frekuensi kemunculan terbesar adalah pada berita trafficking yaitu sebanyak 21 kalimat atau 21,43%. Sedangkan frekuensi kemunculan terendah ditemukan pada berita penculikan yaitu sebanyak 1 kalimat atau 1,02%. Berikut adalah contoh paragraf yang memuat indikator kalimat yang mengandung opini: Ini pelajaran berharga bagi siapa pun. Sebaiknya jangan meladeni Short Message Services (SMS) atau telepon dari nomor yang tidak Anda kenal,
102
apalagi sampai mencari cinta sejati. Salah-salah malah bisa jadi korban kekerasan yang berujung kematian. (Tragedi Pembunuhan Mahasiswi UNS. Sms Iseng Berujung Maut. Kategori berita : Kejahatan (pembunuhan). Edisi IV Maret 2009)
Selain unsur simpati, nilai solidaritas juga dapat diukur dari ada tidaknya empati dalam penulisan berita feature. Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasikan dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Dari indikator ini dapat diketahui sejauh mana penulisan berita feature bisa menyentuh sisi kemanusiaan dan menempatkan dirinya pada situasi yang dialami oleh korban atau pelaku peristiwa. Dalam unsur empati, indikator pertama yang digunakan adalah menyamarkan identitas korban tindak asusila. Dalam hal ini tujuannya adalah untuk melindungi hak asasi korban. Karena masa depan korban yang masih panjang harus dilindungi demi kelangsungan hidup secara moral. Kejadian asusila umumnya bersifat traumatik dan membekas bagi para korban. Oleh karena itulah penyamaran nama korban tindak asusila dilakukan dengan dasar pertimbangan kemanusiaan. Dari semua sampel berita yang diteliti oleh penulis, hanya terdapat 1 berita yang memuat kisah tindak asusila yang menimpa korban di bawah umur. Yaitu berita tentang perdagangan manusia yang melibatkan korban pelajar SMP. Perdagangan manusia merupakan isu kemanusiaan yang menyentuh sisi sensivitas bagi keluarga dan korban itu sendiri. Oleh karena itu, hak korban untuk
103
melanjutkan hidup secara normal harus dilindungi dengan cara penulisan berita yang tidak secara tegas menyebut jati diri korban. Berikut adalah contoh paragraf yang memuat indikator penyamaran identitas korban: Sebut saja namanya Mawar. Usianya baru 15 tahun. Namun wajahnya terlihat lebih tua dari umurnya. Sosoknya tak bisa menyembunyikan siksaan batin yang telah ia terima. (Gadis Lampung Korban Trafficking. Kategori Berita Kejahatan (trafficking). Edisi III Feb 2009)
Dari 61 kalimat yang mengandung nilai humanisme dalam berita tersebut terdapat 40 kalimat yang mengandung penyebutan nama samaran korban, sehingga indikator ini terwakili sebesar 65,57%. Untuk meneliti nilai solidaritas ini sebenarnya peneliti juga menyertakan indikator penyamaran nama dan identitas tersangka tindak kriminalitas di bawah umur. Tapi dari semua berita yang diteliti, kisah kriminalitas tidak melibatkan tersangka yang masih di bawah umur. Oleh karena itu indikator ini tidak terpenuhi.
3. Nilai Historis Nilai humanisme yang memiliki frekuensi kemunculan terkecil adalah nilai historis. Dari semua sampel penelitian yang diteliti oleh penulis, nilai historis ditemukan dalam 124 kalimat atau 6,55%. Nilai historis ini merupakan pelengkap
104
dari nilai-nilai humanisme sebelumnya, yaitu nilai kepekaan dan solidaritas. Nilai historis dalam lingkup humanisme adalah pengungkapan sebab dan akibat dari suatu peristiwa dan kejadian serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya “penghakiman” atau vonis atas peristiwa yang terjadi tanpa merunut dan mengurai faktor penyebab dari peristiwa tersebut. Dengan selalu menghadirkan berita yang disertai aspek historisnya, maka pembaca bisa menelaah dan merunut fakta penyebab dan akibat yang terjadi agar dapat memetik pelajaran dan keputusan yang tepat untuk masa sekarang. Nilai historis dalam penelitian ini dilihat dari 2 indikator. Indikator yang pertama adalah terdapat kalimat yang menjelaskan penyebab atau akibat peristiwa. Seperti telah dibahas di atas, penggunaan indikator ini adalah untuk menjelaskan dan menguraikan akar peristiwa agar jelas dan tidak menghakimi. Dari 124 kalimat yang mengandung nilai historis, 114 kalimat atau 91,94% diantaranya adalah memuat penjelasan penyebab atau akibat peristiwa. Sebanyak 15 kalimat diantaranya terdapat dalam kategori berita kecelakaan dan bencana sub kategori berita bencana alam. Berita bencana alam yang diteliti dalam penelitian ini adalah berita bencana banjir yang menimpa Kota Surabaya. Dari berita tersebut, terurai penyebab dan akibat dari peristiwa dan pada akhirnya memberi penjelasan tentang kejadian banjir yang merenggut 1 korban jiwa tersebut. Berikut adalah contoh paragraf yang memuat indikator penjelasan sebab dan akibat peristiwa:
105
Air yang begitu deras dari arah sungai menyerupai air bah meluapkan airnya ke daratan. Air itu turut menghantam dinding di samping warung Sunar hingga hancur. Mereka berempat yang berada di warung Sunar, hanyut terbawa arus air. (Banjir Landa Surabaya, Guru Lukis Jadi Korban. “Saya Berharap Ada Mukjizat.” Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana (Bencana Alam). Edisi III Maret 2009)
Dari contoh di atas terlihat penuturan tentang kronologis penyebab kejadian banjir tersebut. Adanya penjelasan ini mengungkapkan fakta yang terjadi sebelum peristiwa banjir, dan memberikan penjelasan penyebab peristiwa. Ketika peristiwa tersebut terjadi dan menghanyutkan 1 korban jiwa, maka yang terjadi adalah adanya pengungkapan fakta tentang penyebab lambannya proses pencarian korban. Fakta tersebut terungkap dalam paragraf berikut: Begitu tiba di TKP, saat itu juga dilakukan penyisiran sungai. Namun, pencarian tidak bisa maksimal karena banjir yang masih parah, listrik yang padam, dan ketidaktahuan medan pencarian. Meskipun begitu, pencarian tetap dilanjutkan sampai pagi harinya. (Banjir Landa Surabaya, Guru Lukis Jadi Korban. “Saya Berharap Ada Mukjizat.” Kategori Berita Kecelakaan dan Bencana (Bencana Alam). Edisi III Maret 2009)
Selain indikator penjelasan tentang penyebab atau akibat peristiwa, indikator ke dua yang digunakan peneliti untuk mengukur nilai historis adalah adanya kalimat yang menerangkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi sebelumnya. Indikator ini berkaitan tentang pengungkapan fakta serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Bukan untuk menyamakan peristiwa yang terjadi, tapi untuk
106
memberikan gambaran kepada pembaca bahwa peristiwa tersebut telah berulang terjadi dan agar pembaca bisa mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Dari semua sampel penelitian, indikator ini ditemukan dalam sepuluh kalimat atau sebesar 8,06%. Tiga kalimat terdapat di berita Kejahatan sub kategori Penipuan dan tujuh kalimat lainnya terdapat dalam berita Masalah Moral dalam Masyarakat. Berikut paragraf yang memuat indikator ini: Gendam tato yang dialami Budi dan Asmad bukan kali pertama terjadi. Tahun lalu, gendam tato terjadi di Bojonegoro dengan modus sama, diduga pelaku gendam tato tersebut juga sama. Namun polisi belum bisa mengungkap motif apa di balik kejahatan ini. (Dua Guru Korban Gendam Tato. Diiming-iming Jabatan Intelijen Pariwisata. Kategori Berita : Kejahatan (Penipuan). Edisi : III Februari 2009)
Dari paragraf di atas, diterangkan bahwa kejadian penipuan gendam tato tersebut bukan kali pertama terjadi. Itu artinya bahwa kejadian tersebut sudah berulang dan kemungkinan juga masih bisa terulang lagi. Oleh karena itu, sisi historis dalam hal ini bertujuan untuk memberitahukan pembaca tentang peristiwa yang berulang terjadi agar pembaca dapat waspada dan berhati-hati. Nilai humanisme ini menunjukkan kepedulian terhadap orang lain agar tidak mengalami hal yang sama.
107
C. Diagram Nilai-Nilai Humanisme yang Terkandung dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata Dari analisis di atas, dapat digambarkan diagram yang menunjukkan nilai kepekaan, solidaritas, dan historis yang ditemukan dalam sampel penelitian.
Diagram 4.1 Nilai-Nilai Humanisme yang Terkandung dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata
Demikian akhir dari analisis data dalam penelitian ini. Bab selanjutnya adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari keseluruhan penelitian ini.
108
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam penulisan berita feature, nilai humanisme menjadi unsur yang penting. Berita feature memiliki bentuk penyajian yang khas, beralur, dan mengandung sisi humanis. Selain untuk menarik simpati pembaca, pengangkatan nilai humanisme dalam cara penulisan berita feature juga untuk mengajak pembaca agar lebih peka dan peduli terhadap keadaan sekitar. Sesuai dengan kebijakan redaksional Tabloid Nyata, pemberitaan dalam Rubrik Kisah selalu mengangkat tema yang berkaitan dengan kemanusiaan. Bukan hanya sekedar berita kriminalitas atau bencana semata, tetapi juga beritaberita yang dapat menginspirasi pembaca untuk mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Nilai humanisme yang ditemukan dalam pemberitaan Rubrik Kisah Tabloid Nyata adalah nilai kepekaan sebesar 86,17%, nilai solidaritas sebesar 7,28% dan nilai historis sebesar 6,55%. Secara umum dapat terlihat bahwa penerapan nilai humanisme yang paling dominan adalah nilai kepekaan. Walaupun ke dua nilai humanisme yang lain, yaitu nilai solidaritas dan nilai
109
historis, memiliki frekuensi kemunculan yang kecil, tapi ke tiga nilai tersebut saling mendukung dan terkait erat. Hal ini selaras dengan nilai humanisme, dilihat dari aspek kepekaan, solidaritas, dan historis, pemberitaan dalam Rubrik Kisah Tabloid Nyata mengusung nilai humanisme yang sama. Dari ketiga nilai humanisme, nilai kepekaan merupakan nilai yang paling besar termuat dalam berita di Rubrik Kisah Tabloid Nyata. Besarnya nilai kepekaan ini juga sesuai dengan dasar nilai humanisme yang memiliki sifat khas peka terhadap penderitaan sesama. Nilai kepekaan ini pada ujungnya menimbulkan nilai solidaritas, yang dalam penerapannya terwujud dalam bentuk simpati dan empati. Nilai solidaritas ini muncul dalam aspek keprihatinan atas penderitaan atau kondisi yang dialami orang lain. Hal ini sesuai dengan tujuan dari redaksi Tabloid Nyata yang berharap bahwa pembaca bisa peduli dan bisa meresponnya untuk memberikan bantuan. Nilai solidaritas pada intinya akan lebih hidup jika manusia tergerak untuk membantu meringankan penderitaan yang dialami orang lain. Nilai historis melengkapi nilai humanisme yang terdahulu dalam memberikan arahan dan himbauan atas apa yang pernah terjadi. Nilai historis muncul untuk memberikan wacana tentang runtutan kejadian berdasarkan sebab dan akibat peristiwa. Penjelasan ini menghindari kesan menghakimi dan memberikan pandangan secara jelas tentang suatu peristiwa. Jika perisiwa tersebut pernah terjadi di masa lalu, hendaknya pembaca bisa mengambil pelajaran dan tidak mengulangi hal-hal buruk. Tabloid Nyata ingin pembaca bisa mengambil
110
nilai yang bisa dipetik, yaitu bisa memotivasi dan menginspirasi pembaca agar bisa mengambil nilai positif.
B. Saran Melihat kecilnya frekuensi kemunculan nilai solidaritas dan nilai historis, maka alangkah baiknya jika kedua nilai ini mulai diperhatikan untuk diterapkan dalam pemberitaan Rubrik Kisah Tabloid Nyata dengan porsi yang lebih berimbang dengan nilai kepekaan. Hal ini untuk menghindari adanya degradasi nilai humanisme dalam pemberitaan yang sebenarnya berinti pada nilai kepekaan, solidaritas, dan historis. Redaksi Tabloid Nyata harus bisa mengembangkan kemasan berita feature dalam Rubrik Kisah agar memberikan pembelajaran kepada pembaca dengan cara yang lebih lengkap. Pihak redaksi juga harus bisa menyajikan berita yang bisa menginspirasi pembaca dan memotivasi sisi humanisme dengan mengedepankan berita yang dikaji secara positif. Penelitian ini juga dapat dikembangkan dengan metode penelitian dan objek penelitian lain. Misalnya dengan meneliti berita feature pada media yang lain. Dengan hal ini maka akan dapat diketahui kecenderungan penerapan nilai humanisme dalam beberapa media yang berbeda. Sehingga penelitian ini bisa dilengkapi lagi apabila ada penelitian lain yang menggunakan definisi operasional yang bisa diaplikasikan dengan variabel yang lebih rinci.