HUKUM PIDANA ADAT SEBAGAI SUMBER PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL
Fery Kurniawan, SH., MH*
[email protected] *Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas Pamulang
ABTRAK Dalam hukum adat tersebut ada hukum yang mengatur masalah harta benda dan kekeluargaan dan terdapat juga hukum dellik adat yang dapat juga disebut sebgai Hukum pidana adat, atau hukum pelanggaran adat.Hukum delik adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur peristiwa atau perbuatan kesalahan yang berakibat terganggunya keseimbangan masyarakat, sehingga perlu diselesaikan agar keseimbangan masayarakat tidak terganggu.
Keberadaan hukum pidana adat pada masyarakat merupakan pencerminan kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki hukum pidana adat yang berbeda-beda sesuai dengan adat istiadat yang ada di daerah tersebut dengan ciri khas tidak tertulis dan terkodifikasi. 1 Beberapa daerah mempunyai system hukum adat yang sudah di legal formalkan
Kata Kunci: Pidana Adat, Hukum Pidana Nasional
1
Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Menuju Hukum Adat Minangkabau, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hlm. 11.
10
A. PENDAHULUAN Dalam
kehidupan
sosial,
suatu
tercantum
dalam
undang-undang,
masyarakat khususnya masyarakat
yang kadang-kadang tidak diakui
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
oleh
hukum, sebagaimana adagium yang
diungkapkan. Norma yang mengatur
sering kita dengar yakni ibi ius ibi
perilaku
societas (dimana ada masyarakat
hukum.Norma tersebut hidup dalam
disitu
pergaulan
terdapat
hukum)
oleh
hukum
dan
manusia
dan
bahkan
adalah
lama
tidak
norma
kelamaan
karenanya Indonesia menjadi suatu
menjadi aturan dan hukum yang
negara yang berdasarkan hukum
mengikat tingkah laku masyarakat
(rechts staat).Dalam sistem hukum
pemeluknya dan dibanyak tempat
Indonesia, dikenal tiga sistem hukum
disebut sebagai hukum adat.
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan
satu
dengan
Dalam hukum adat tersebut ada
yang
hukum yang mengatur masalah harta
lainnya, yakni hukum adat, hukum
benda dan kekeluargaan dan terdapat
Islam, dan hukum barat.
juga hukum dellik adat yang dapat
Disamping itu Etika dan Norma
juga disebut sebgai Hukum pidana
sejak lama menjadi standar bagi
adat,
pergaulan
tengah
adat.Hukum delik adat adalah aturan-
masyarakat yang beradab.etika dan
aturan hukum adat yang mengatur
norma
peristiwa atau perbuatan kesalahan
hidup
menjadi
menentukan
di
aturan
apakah
yang perilaku
yang
atau
hukum
berakibat
pelanggaran
terganggunya
manusia tertentu patut atau tidak.
keseimbangan masyarakat, sehingga
Berdasarkan hal itu orang dapat
perlu
mengetahui apa yang dia dapat
keseimbangan
harapkan dari orang lain. Untuk
terganggu. Adat bangsa Indonesia
suatu kehidupan bersama aturan
yang “Bhinneka Tunggal Ika” ini
demikian mutlak perlu. Perilaku kita
tidak
sehari-hari dipengaruhi oleh banyak
berkembang,
etika dan normanorma yang tidak
serta berdasarkan keharusan selalu 11
diselesaikan
mati,
agar
masayarakat
melainkan senantiasa
tidak
selalu bergerak
dalam keadaan evolusi mengikuti
mendapat sanksi untuk mewujudkan
proses dan perkembangan peradaban
keadilan,
bangsanya. Ketika
2
pelanggar, keadilan bagi seseorang
dilihat
masyarakat bercorak
dari
adat
yang
kearifan
Indonesia
religios-magis,
adat
secara
termasuk
seutuhnya.
Rasa
ingin
mewujudkan keadilan ini yang oleh
hukum masyarakat lokal, yang dalam ancangan antropologi hukum disebut kebiasaan
dilanggar,
mewujudkan keadilan masyarakat
yang
konkrit terkristalisasi dalam produk
hukum
baik keadilan bagi si
para pakar
hukum pidana adat
dikatakan
sebagai
pemulihan
keseimbangan yang telah terganggu,
(customary),
sehingga
hukum rakyat (folk law), hukum
menjadi
penduduk asli (indigenous law),
kemudian sumber
adat
hukum
dapat pidana
nasional.
hukum tidak tertulis (unwritten law), atau hukum tidak resmi (unofficial
Sumber hukum sebenarnya adalah
law), atau dalam konteks Indonesia
kesadaran masyarakat tentang apa
disebut
yang dirasakan adil dalam mengatur
hukum
adat
(adat
3
law/adatrecht).
hidup kemasyarakatan yang tertib dan damai. Jadi, sumber hukum
Ada semacam kesepakatan hukum
tersebut harus mengalirkan aturan-
yang disepakati oleh masyarakat adat tertentu
secara
kontinyu,
aturan (norma-norma) hidup yang
dari
adil dan sesuai dengan perasaan dan
generasi ke generasi, tentang suatu yang
dilarang
atau
suatu
kesadaran
yang
apabila
dilanggar
(nilai-nilai)
masyarakat, yang dapat menciptakan
diperbolehkan. Suatu yang dilarang inilah
hukum
suasana damai dan teratur karena
akan
selalu memperhatikan kepentingan masyarakat.Oleh
2
Surojo Wignjodipuro, Pengantar AsasAsas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung Anggota IKAPI, 1982), hlm. 13. 3 I Nyoman Nurjaya, Menuju Pengakuan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam: Perspektif Antropologi Hukum, dalam Rachmad Syafa’at, dkk, Negara, Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal, (Malang: In-Trans Publishing, 2008), hlm. 8.
karenanya,
pembaharuan hukum pidana di sini haruslah
dilakukan
secara
menyeluruh dan sistematis dengan memperhatikan
12
nilai-nilai
yang
berkembang ukuran
dimasyarakat.
untuk
Jadi,
keseimbangan masyarakat tidak lagi merasa terganggu.
mengkriminalisasi
suatu perbuatan bergantung pada
B. PERMASALAHAN
nilai-nilai dan pandangan kolektif yang
terdapat
di
1. Posisi hukum pidana adat dalam
masyarakat
hukum nasional
mengenai apa yang benar, baik, bermanfaat atau sebaliknya. “Das
2. Cara penyelesaian hukum pidana adat
rechts wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem volke” yang berati
C. PEMBAHASAN
hukum itu tidak dibuat, tetapi berada 1. Pengertian hukum pidana adat
dan berkembang dengan jiwa bangsa seperti pendapatnya Von Savigny. 4
Konsep pidana merupakan teori yang
Dengan demikian yang diuraikan
selalu berkembang sesuai tempat dan
dalam hukum adat delik adalah
waktu.Sehingga
tentang peristiwa dan perbuatan yang
atau masyarakat adat mempunyai
merupakan delik adat dan bagaimana
persepsi sendiri mengenai delik atau
cara
hukum
menyelesaikan
sehingga
setiap
pidana.
komunitas
Beberapa
ahli
berpendapat mengenai hukum adat 4
antara lain:
Dalam teori Von Savigny disebutkan bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya masingmasing yang disebut Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa.Dari sini kiranya jelas bahwa hukum pada hakekatnya adalah manifestasi nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, sehingga dengan demikian hukum tumbuh dan berkembang seiring perkembangan masyarakat karena hukum adalah bagian dari masyarakat, cerminan dari jiwa masyarakat, cerminan dari rasa keadilan rakyat. Sehingga, jika suatu hukum hendak dibuat dalam bentuk formal oleh negara maka hal yang seharusnya dijadikan sebagai sumber pembentuk substansi hukum tersebut tidak lain adalah nilai-nilai yang hidup di masyarakat, dengan demikian hukum positif tidak lain adalah formulasi formal dari value consciousness masyarakat dengan nalar keadilan berdasarkan rasa keadilan rakyat.
a. Ter Haar berpendapat bahwa yang
dimaksud
pelanggaran
delik
adalah
atau adanya
perbuatan sepihak yang oleh pihak lain dengan tegas atau secara sebagai
diam-diam
dinyatakan
perbuatan
mengganggu keseimbangan. 5
yang 5
Lihat Ter Har Bzn, Mr.B., Beginselen en stelsel van het adatrecht, JB. WoltersGroningen, Djakarta, 4e druk, 1950, hal. 219.
13
Dari
pernyataan
tersebut,
Hilman
berpendapat
Ter
Haar
barang-barang atau uang).Untuk
Hadikusuma
dapat disebut tindak pidana adat,
bahwa
hukum
perbuatan
itu
pidana adat adalah hukum yang
mengakibatkan
menunjukkan
peristiwa
dalam
perbuatan
yang
dan harus
harus kegoncangan
neraca
keseimbangan
masyarakat.Kegoncangan
diselesaikan (dihukum) karena
tidak
peristiwa dan perbuatan itu telah
peraturan hukum dalam suatu
mengganggu
masyarakat dilanggar, tetapi juga
keseimbangan
masyarakat.6Jadi
terdapat
apabila
Haar
apabila norma-norma kesusilaan,
berasumsi bahwa yang dianggap
keagamaan, dan sopan santun
suatu pelanggaran (delict) ialah
dalam masyarakat dilanggar.
setiapgangguan
Ter
hanya
itu
segi
(eenzijding)
satu
Berbeda dengan hukum pidana
terhadap
keseimbangan
dan
positif yang berlaku di Indonesia
setiap
sekarang
penubrukan dari segi satu pada barang-barang materiil
dan
adanya
orang
dalam
kesatuan (gerombolan).Tindakan
yang
peristiwa
undang-undang,
maka
ini disebut dengan asas legalitas yang tertuang dalam pasal 1 ayat
besar kecilnya ditetapkan oleh
(1)
hukum adat (adat reactie), karena
Kitab
Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), yang
reaksi mana keseimbangan dapat
berbunyi: “Suatu perbuatan tidak
dan harus dipulihkan kembali dengan
tertulis
tidak dapat dikatakan delik. Hal
menimbulkan
suatu reaksi yang sifatnya dan
(kebanyakan
dan
dan perbuatan itu tidak diatur
banyak yang merupakan suatu
itu
hukum
mengaturnya.Selama
seorang atau dari orang-orang
sedemikian
peristiwa
perbuatan itu dihukum karena
kehidupan imateriil
ini,
dapat
jalan
dipidana,
kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan
pembayaran pelanggaran berupa 6
Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, Penerbit Alumni, Bandung, 1989, hal. 8.
14
perundang-undangan yang telah ada.”
pidana
yang
7
sudah
mapan,
maka
perbuatan itu dapat dikatakan melanggar hukum.
Sementara hukum pidana adat menitikberatkan
pada
b. Soepomo menjabarkan lebih rinci
“keseimbangan yang terganggu”.
bahwa antara perbuatan yang
Selama
suatu
dapat dipidana dan perbuatan
masyarakat adat itu terganggu,
yang hanya mempunyai akibat di
maka
wilayah
keseimbangan
akanmendapat
Hukum
pidana
mengenal
adat
asas
sebagaimana karena hukumnya
hukum
mengenal
antara
struktur.8
“hukum
ada
Artinya,
pidana”
strukturnya
sederhana,
kodifikasi.
tidak
dan
“hukum perdata” yang perbedaan
positif
adat
perdata
perbedaan
ketentuan
masih pidana
tidak legalitas
selain
hukum
sanksi.
dibedakan
wilayahnya dalam hukum positif,
tidak
dalam hukum pidana adat tidak
Dengan
membedakan
struktur
itu.
kata lain, hukum pidana adat
Apakah itu masuk dalam wilayah
tidak
pidana
mengenal hukum tertulis
atau
perdata,
meskipun beberapa masyarakat
“mengganggu
adat
masyarakat,
di
Indonesia
sudah
selama
keseimbangan” maka
ia
mengenal kodifikasi hukum adat.
dikategorikan sebagai delik atau
Misalnya kitab Kuntara Raja Niti
tindak pidana.
(Lampung),
Manawa
Dharmasastra,
Catur
c. Sementera
Agama,
Van
berpendapat
Vollenhoven
bahwa
hukum
Awig-Awig (Bali), kitab Babad
pidana adat adalah perbuatan
Jawa (Jawa kuno), dan lain
yang
sebagainya.Jadi,
meskipun dalam kenyataannya
perbuatan
itu
selama menyebabkan
tidak
peristiwa
boleh
atau
dilakukan,
perbuatan
itu
kegoncangan pada keseimbangan dalam suatu masyarakat adat 7
8
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2007, hal. 7.
Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, penerbitan Universitas, 1967, hal. 98
15
hanya
merupakan
perbuatan
sumbang yang kecil saja.
keseimbangan
9
kosmis
masyarakat. Karenanya, bagi si
d. Hukum pidana adat atau delik
pelanggar diberikan reaksi adat,
adat adalah mengatur mengenai
koreksi adat atau sanksi adat oleh
tindakan yang melanggar rasa
masyarakat dengan musyawarah
keadilan dan kepatutan yang
bersama pemimpin atau pengurus
hidup
adat.11
ditengah
sehingga
masyarakat, menyebabkan
f. Hilman
Hadikusuma
terganggunya ketentraman serta
menyebutkan hukum pidana adat
keseimbangan masyarakat. Untuk
adalah hukum yang hidup (living
memulihkan
dan
law) dan akan terus hidup selama
maka
ada manusia budaya, ia tidak
ketentraman
keseimbangan
tersebut,
terjadi reaksi adat.10
akan dapat dihapus
dengan
e. I Made Madyana mengatakan
perundang-undangan. Andaikata
bahwa hukum pidana adat adalah
diadakan juga undang-undang
hukum yang hidup (living law),
yang
diikuti
oleh
percuma juga. Malahan, hukum
masyarakat adat secara terus-
pidana perundang-undangan akan
menerus, dari satu generasi ke
kehilangan sumber kekayaannya
generasi berikutnya. Pelanggaran
oleh karena hukum pidana adat
terhadap
tertib
itu
dapat
dengan antropologi dan sosiologi
kegoncangan
dari pada perundang-undangan. 12
tersebut
dan
aturan
dianggap
tata
dipandang
menimbulkan dalam
ditaati
masyarakat
karena
menghapuskannya,
g. Didik
lebih
mengganggu
erat
Mulyadi
akan
hubungannya
memberi
kesimpulan bahwa hukum pidana adalah perbuatan yang melanggar
9
Van Vollenhoven dalam bukunya En Adatwetboekje voor heel Indie Pasal 92 menyebutkan bahwa pengertian delik adat itu sebagai perbuatan yang tidak dibolehkan. (Topo Santoso, Pluralisme Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT Ersesco, 1990). hlm. 228. 10 Topo Santoso, Pluralisme Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT Ersesco, 1990), hlm. 9.
perasaan keadilan dan kepatutan
11
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT Eresco, Bandung, 1993, hal. 3. 12 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, CV Rajawali, Jakarta, 1961, hlm. 307
16
yang hidup dalam masyarakat,
dengan antropologi dan sosiologi
sehingga menimbulkan adanya
dari pada perundang-undangan. I
gangguan
dan
Made Widnyana menyebutkan
keseimbangan masyarakat yang
hukum pidana adat adalah hukum
bersangkutan. Oleh karena itu,
yang hidup (the living law),
untuk memulihkan ketentraman
diikuti
dan
tersebut
masyarakat adat secara terus
terjadi reaksi-reaksi adat sebagai
menerus, dari satu generasi ke
bentuk wujud mengembalikan
generasi berikutnya. Pelanggaran
ketentraman
yang
terhadap
maksud
tersebut
ketentraman
keseimbangan
magis
terganggu
dengan
dan
aturan
menimbulkan
menetralisir suatu keadaan sial
dalam
akibat suatu pelanggaran adat.
dianggap
delik adat yang
oleh
tertib dapat
kegoncangan
masyarakat
karena
mengganggu
keseimbangan
sebagai perbuatan
tidak
tata
dipandang
sebagai bentuk meniadakan atau
h. Van Vollenhoven menyebutkan
ditaati
kosmis
masyarakat, oleh sebab itu, bagi
diperbolehkan.
si pelanggar diberikan reaksi
Hadikusuma
adat, koreksi adat atau sanksi
menyebutkan hukum pidana adat
adat oleh masyarakat melalui
adalah hukum yang hidup (living
pengurus adatnya.
Hilman
law) dan akan terus hidup selama
Konklusi dasar dari apa yang
ada manusia budaya, ia tidak akan
dapat
dihapus
telah diterangkan konteks di atas
dengan
dapat disebutkan bahwa hukum
perundang-undangan. Andaikata
pidana adat adalah perbuatan
diadakan juga undang-undang yang
menghapuskannya,
yang
akan
hidup
pidana perundang-undangan akan
gangguan
oleh karena hukum pidana adat erat
dalam
masyarakat
sehingga menimbulkan adanya
kehilangan sumber kekayaannya
lebih
perasaan
keadilan dan kepatutan yang
percuma juga. Malahan, hukum
itu
melanggar
ketentraman
keseimbangan
hubungannya
17
dan
masyarakat
bersangkutan. Oleh karena itu,
Sebagai dasar problematika
untuk memulihkan ketentraman
substantif hukum pidana adat dan
dan
tersebut
hukum pidana nasional, dengan
terjadi reaksi-reaksi adat sebagai
sendirinya akan teratasi karena
bentuk wujud mengembalikan
hukum
ketentraman
terbangun adalah hukum yang
keseimbangan
magis
terganggu
dengan
yang maksud
yang
benar-benar
nantinya
akan
berasal
dari
sebagai bentuk meniadakan atau
masyarakat dan hukum tersebut
menetralisir suatu keadaan sial
memang
akibat suatu pelanggaran adat.
langsung dari nilai-nilai yang
bersubstansikan
hidup di masyarakat. Dengan
2.Posisi hukum Pidana adat dalam
demikian hukum akan selalu linier
Hukum Nasional.
dengan tuntutan keadilan bagi
Hukum adat dapat menjadi
seluruh masyarakat, serta hukum
sumber hukum positif dalam arti
pidana adat di masa yang datang
hukum pidana adat dapat menjadi
akan menjadi sumber hukum dan
dasar
menjadi dasar dalam pembentukan
hukum
Pengadilan sumber
dan
hukum
pemeriksaan juga negatif
di
sebagai
hukum pidana nasional.
yaitu 3. Dasar
ketentuan-ketentuan hukum adat
hukum
berlakunya
hukum pidana adat.
dapat menjadi alasan pembenar, alasan memperingan pidana atau
Ada beberapa dasar hukum yang
memperberat pidana.Apabila kita
dapat
memperhatikan
berlakunya
bahwa
hukum
masyarakat, maka ada alasan pula
Hukum
dalam
Adat
di
1) Ketentuan UUD 1945. Dalam
untuk mengatakan bahwa sumber
pasal 18 B ayat (2) Undang
hukum dalam kaitan ini adalah
Undang
hukum pidana adat maka sumber tersebut
dasar
Indonesia pada saat ini antara lain :
tidak dapat dipisahkan dengan
hukum
dijadikan
Dasar
Negara
Republik Indonesia 1945 :
adalah
masyarakat.
18
a. “Negara mengakui dan menghormati kesatuan
untuk
kesatuan-
kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan sipil. 15
masyarakat
hukum adat beserta hakhak
3) UU No. 5 tahun 1960
tradisionalnya
tentang UUPA Pasal 2
sepanjang masih hidup
ayat (4) UUPA mengatur
dan
tentang
sesuai
dengan
pelimpahan
perkembangan
wewenang
masyarakat dan prinsip
kepada masyrakat hukum
Negara
Kesatuan
adat untuk melaksanakan
Republik Indonesia, yang
hak menguasai atas tanah,
diatur
sehingga
dalam
undang-
undang”. 13
kembali
masyrakat
Hukum Adat merupakan
2) UU Drt. No. 1 tahun 1951 14
menyelenggarakan
aparat pelaksana dari hak
tentang tindakan sementara
Akan tetapi, untuk tindak pidana adat yang berat ancaman pidana paling lama 10 tahun , sebagai pengganti dari hukuman adat yang tidak dijalani oleh terdakwa. 2. Tindak pidana adat yang bandingannya dalam KUHP maka ancaman pidananya sama dengan ancaman pidana yang ada dalam KUHP seperti misalnya tindak pidana adat Drati Kerama di Bali atau Mapangaddi (Bugis) Zina (Makassar) yang sebanding dengan tindak pidana zinah sebagaimana ketentuan Pasal 284 KUHP. 3. Sanksi adat sebagaimana ketentuan konteks di atas dapat dijadikan pidana pokok dan atau pidana utama oleh hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perbuatan yang menurut hukum yang hidup (living law) dianggap sebagai tindak pidana yang tiada bandingnya dalam KUHP sedangkan tindak pidana yang ada bandingnya dalam KUHP harus dijatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan KUHP. 15 Lihat juga : Pasal 1 ayat 3 UU Drt. No. 1 tahun 1951 hakim desa tetap dipertahankan.
13
Dalam pasal ini sudah jelas dituliskan bahwa mayarakat adat diakui dan dihormati kesatuan-kesatuannya berserta hak-hak tradisionalnya, karena oleh sebab itu lah perlu adanya hukum adat dan hukum pidana adat 14 Pasal 5 ayat (3) sub b Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1952 tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara PengadilanPengadilan Sipil. 1. bahwa tindak pidana adat yang tiada bandingan atau padanan dalam KUHP dimana sifatnya tidak berat atau dianggap tindak pidana adat yang ringan ancaman pidananya adalah pidana penjara dengan ancaman paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak lima ratus rupiah (setara dengan kejahatan ringan), minimumnya sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 12 KUHP yaitu 1 hari untuk pidana penjara dan pidana denda minimal 25 sen sesuai dengan ketentuan Pasal 30 KUHP.
19
menguasai
negara
atas
dibilang
sebagai
untuk mengelola tanah
operasionalisasi
yang ada di wilayahnya. 16
MPR
4) UU No. 4 tahun 2004 yang
XVII/1998
masyarakat
tahun
sebagai
Ketentuan-ketentuan
TAP yang
menegaskan bahwa hak-hak
menggantikan UU No. 14 1970
dari
tentang
hukum
bagian
adat
dari
Hak
Asazi Manusia. 18
Pokok
Kekuasaan Kehakiman. 17
6) UU No. 32/2004 tentang
5) Undang-Undang No.39 tahun
Pemerintahan
1999 tentang HAM ini, boleh
lebih
tertuju
penegasan
Daerah, pada hak-hak
16
Lihat JUga : 1. Pasal 3 UUPA bahwa pelaksanaan hak ulayat masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut kenyataannya harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, berdasarkan persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan UU atau peraturan yang lebih tinggi. 2. Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, udara dan ruang angkasa adalah Hukum Adat sepanjang (dengan pembatasan) tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, negara, sosialisme dan undang-undang. Pasal 22 terjadinya hak milik berdasarkan ketentuan Hukum Adat akan diatur dengan PP 17 Lihat Juga : 1. Pasal 25 ayat (1) yang isinya segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar putusan, juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. 2. Pasal 28 ayat (1) yang isinya tentang hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
18
Lihat juga : Pasal 6 UU No.39/1999, menyebutkan: Dalam rangka penegakkan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah.Indentitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan jaman. Penjelasan pasal 6 ayat (1) UU ini menyatakan bahwa “hak adat” yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakakan Hak Asasi Manusia dalam masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan perundangan-undangan. Sedangkan penjelasan untuk ayat (2) dinyatakan bahwa dalam rangka penegakkan hak asasi manusia, identitas budaya nasional masyarakat hukum adat, hak-hak adat yang masih secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat tetap dihormati dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas hukum negara yang berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
20
tertulis
untuk mengelola sistem
Beberapa
politik
system hukum adat yang sudah di
dan
pemerintahannya dengan ketentuan
sesuai
legal
ketentuanhukum
adat
pencerminan
Perda No.
merupakan
di
adat
13 Tahun 1983,
tentang Nagari sebagai Kesatuan
kehidupan
Masyarakat Hukum Adat (baik di kabupaten maupun kota) dan Perda
yang
No.
9
Tahun
2000
Tergugat Pemerintahan Nagari
berbeda-beda sesuai dengan adat istiadat
misalnya
dibentuk dan disusun melalui
masing-masing daerah memiliki pidana
formalkan
mempunyai
kerapatan Adat Nagari (KAN)
masyarakat tersebut dan pada
hukum
daerah
Masalahnya di Sumatera Barat
Keberadaan hukum pidana adat masyarakat
dan
Aceh dan di Sumatera Barat.
setempat. 19
pada
terkodifikasi. 20
masyarakat hukum adat
(nagari sebagai pengganti desa)
yang ada di daerah
dan Perda No. 2 Tahun 2007
tersebut dengan ciri khas tidak
tentang
Pemerintahan
Nagari
(baik di kabupaten termasuk Mentawai maupun kota), maka sesuai dengan Pasal 1 angka 2
19
Pasal 203 ayat (3), umpamanya menyebutkan: “Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Pasal ini sekaligus memberi makna bahwa masyarakat hukum adat sesuai perkembangannya dapat mengembangkan bentuk persekutuannya menjadi pemerintahan setingkat desa sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 202 ayat (1): “Desa yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku”.
UU No.5/1986 Kerapatan Adat Nagari merupakan badan dan Pengurus Pejabat
KAN Tata
merupakan
Usaha
Negara.
Keputusan KAN akan merupakan Putusan Tata Usaha Negara, sehingga jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan KAN 20
21
itu,
yang
mempunyai
Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Menuju Hukum Adat Minangkabau, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hlm. 11.
kompetensi
absolut
untuk
hukum
pidana
pada
mengadilinya adalah Peradilan
hakikatnya merupakan bagian
Tata
dari
Usaha
Negara,
bukan
Peradilan Pidana.” RUU
sebagai
proses
perkembangan
hukum
yang
penanggulangan kejahatan). 3) Sebagai bagian dari kebijakan penegakan
sedang berlangsung sampai saat
pada hakikatnya merupakan
pembaharuan
bagian
hukum nasional dengan tujuan
hukum
sudut pendekatan kebijakan maka hukum
dalam
nasional
pada
lebih penegakan
yang sudah dibahas di DPR sejak
hakikatnya
lebih dari 30 tahun maka hukum
merupakan bagian dari upaya mengatasi
masalah-
sosial
(termasuk
adat dan Pidana adat menempati posisi strategis dimana pasal 2 RUU
masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai/menunjang tujuan
nasional
(kesejahteraan
KUHP
tersebut
menyatakan
hakim
mengambil
landasan
KUHP
masyarakat
tersebut
disamping hukum
dapat
pula
mengambil dasar hukum hukum
dan sebagainya).
adat untuk menjatuhkan pidana
2) Sebagai bagian dari kebijakan kriminal,
rangka
Dalam RUU KUHP nasional
sosial, pembaharuan hukum
masalah
substance)
hukum. 1) Sebagai bagian dari kebijakan
untuk
upaya substansi
(legal
mengefektifkan
dapat dilihat :21
pidana
dari
memperbaharui
Due prosees of law. Dilihat dari
pembaharuan
hukum,
pembaharuan hukum pidana
ini mempunyai fungsi strategis bagian
perlindungan
masyarakat (khususnya upaya
KUHP
sebagai
upaya
pada
pembaharuan
seseorang.
Sehingga
eksistensi Hukum adat di RUU
21
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana (Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia), (Semarang: Universitas Diponegoro, 2007), hlm. 50.
KUHP tersebut formalnya diakui Negara.
22
Secara umum pembaharuan
legalitas
tidak
mutlak.Dalam
hukum pidana harus dilakukan
RUU juga dimuat sanksi delik
dengan pendekatan kebijakan,
adat
karena memang pada hakikatnya
kewajiban
ia merupakan bagian dari suatu
menetapkan kewajiban setempat
langkah kebijakan atau policy
yang harus dilakukan terpidana”,
(yaitu
politik
jika keadaan menghendaki untuk
hukum/penegakan hukum, politik
memulihkan keseimbangan dan
hukum pidana, politik kriminal,
mendatangkan rasa damai dalam
dan politik sosial). Di dalam
masyarakat.Tujuan
setiap
(policy)
bukan semata-mata menghukum
terkandung pula pertimbangan
pelaku, tetapi juga mendatangkan
nilai.Oleh
karena
itu,
rasa
pembaharuan
hukum
pidana
harus
bagian
dari
kebijakan
pula
berupa
pemenuhan
adat.“Hakim
damai
dapat
pemidanaan
dan
memulihkan
keseimbangkan
dalam
masyarakat.
berorientasi pada
pendekatan nilai. 22
Harkristuti
Misalnya dalam Pasal 1 ayat
selaku
Harkrisnowo23
Direktur
Jenderal
(3) RUU KUHP menyebutkan
Perlindungan Hak Asasi Manusia
asas
boleh
Kementerian Hukum dan HAM,
mengurai
meminta para penyusun RUU
berlakunya hukum yang hidup
KUHP memperhatikan implikasi
yang menentukan bahwa adat
masuknya delik adat ke dalam
setempat
rancangan.Sebab,
legalitas
ditafsirkan
tidak
sebagai
seseorang
patut
masih
ada
dipidana bilamana perbuatan itu
sejumlah pertanyaan yang harus
tidak
dalam
dijawab agar perumusan undang-
perundang-
undang itu jelas.“Bagi orang,
ada
peraturan undangan.Ini
persamaan
berarti
asas 23
Harkristuti menyampaikankritik tersebut saat jadi pembicara dalam dialog mengenai Akses Perempuan Pada Keadilan: Mekanisme Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Formal dan Non Formal, di Jakarta, Rabu (22/12).
22
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Edisi Kedua Cetakan ke-3, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 29.
23
pidana
harus
jelas,”
alasan sosiologis, hal ini dapat
ujarnya.’Guru Besar Universitas
menyangkut
Indonesia itu menyinggung RUU
ideologis maupun hal-hal yang
KUHP ketika berbicara tentang
berkaitan
sistem peradilan pidana terpadu
manusia,
(integrated
Indonesia sepanjang tetap dalam
criminal
justice
system).
bersifat
dengan alam
kondisi
dan
tradisi
kerangka bagian budaya bangsa
Pemantauan
(subsulture)
Komnas
merupakan
Perempuan di Sumatera Selatan dan
yang
Sulawesi
sebagian
Sekretaris
jalur
Masyarakat
formal,
budaya
tandingan
Sejalan dengan hal tersebut
perempuan masih menggunakan non
bukan
(counter culture).24
Tengah
menunjukkan
dan
terutama
Jenderal
Aliansi
Adat
Nusantara
Abdon
Nababan,
mekanisme hukum adat, untuk
(AMAN),
menyelesaikan kasus.Dalam hal
mengatakan Aliansi memang ikut
tertentu, mekanisme hukum adat
mendorong agar RUU KUHP
dianggap
mengakomodir
lebih
cepat
menyelesaikan ketimbang
masalah jalur
hukum
Fokusnya adalah memungkinkan
formal
penyelesaian
kasus
pengadilan.Ternyata, di beberapa
hukum
daerah,
penegasan tentang itu,"25
hukum
adat
masih
berlaku.“Aturan adat yang tidak tertulis
justru
hidup,”
"Harus
menuturkan
ada
RUU
menjelaskan bagaimana definis dan sistem peradilan hukum adat.
KUHP Nasional di masa-
Jadi,
masa datang dapat menyesuaikan dengan
sepanjang
melalui
KUHP harus menjamin dengan
Sri Nurherwati.
perkembangan
adat.
Abdon
kata
komisioner Komnas Perempuan,
diri
adat.
setempat
perkembanganbaru.
yang
perangkat
24
hukum
didahulukan
adat dalam
Muladi, Proyeksi Hukum Pidana Materil Indonesia di Masa Datang, Pidato Pengukuhan Guru Besar, (Semarang, FH UNDIP, TT), hlm. 3. 25 Hukum online.com
Khusus
menyangkut
24
penyelesaian perkara pidana yang
3) Membeda-bedakan
terkait langsung dengan adat
permasalahan
masyarakat
setempat.Setelah
terjadi peristiwa pelanggaran
perkara diputuskan hukum adat,
yang dilihat bukan semata-
dibuatlah semacam berita acara
mata perbuatan dan akibatnya
untuk
tetapi
didaftarkan
pada
Pengadilan
dimana
dilihat
apa
bila
yang
Negeri
menjadi latar belakang dan
setempat.Fungsi pengadilan kata
siapa pelakunya. Oleh karena
Abdon lebih diutamakan untuk
itu,
menjaga agar penegakan hukum
demikian
adat berjalan.
mencari penyelesaian dalam suatu
4. Sifat sifat hukum pidana adat
dijiwai
kosmis
oleh
yang
berhubungan
dimana
yang
pidana dan
bersifat
besar
tidak
pelanggaran
yang
karena
didasarkan
ketidakmampuan apa
yang
akan
dari pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil.
terbuka
5) Tindakan reaksi atau koreksi
atas
tidak hanya dapat dikenakan
meramal
pada si pelaku tetapi dapat
terjadi
juga
dikenakan
pada
kerabatnya atau keluarganya
sehingga ketentuannya selalu untuk
adanya
adanya tuntutan atau gugatan
sehingga tidak bersifat pasti
terbuka
berdasarkan
sebagian
permintaan atau pengaduan,
perdata. 2) Ketentuan
menjadi
menyelesaikan
pelanggaran adat
sehingga
membedakan
peristiwa
dalam
4) Peradilan dengan permintaan
sifat saling
hukum pidana adat
maka
pikiran
berbeda-beda.
1) Menyeluruh dan menyatukan karena
dengan alam
bahkan
segala
peristiwa atau pebuatan yang mungkin terjadi.
juga
dibebankan
kepada
masyarakat
bersangkutan
untuk
25
mungkin
mengembalikan
keseimbangan
yang
masyarakat,
terganggu. Hukum adat
adakalanya perkaranya sampai tidak
ditangani oleh alat negara, dapat
mengenal
ditempuh dengan cara melalui
sistem “prae-existente regels”,
pribadi dan atau keluarga yang
artinya tidak mengenal sistem pelanggaran
hukum
ditetapkan
bersangkutan,
yang
terlebih
sebagaimana
kepala
dahulu
dalam
Berdasarkan
atas
selalu
untuk
peristiwa
segala
konflik dalam masyarakat di
sehingga
ketentuannya
Indonesia,
terbuka
musyawarah
yang
di Indonesia mempunyaibudaya
tidak
penyelesaian
mempunyai sistem pelanggaran
damai,
yang tertutup.
konflik
misalnya
secara
masyarakat
Jawa, Lampung,Bali, Sumatra
5. Cara penyelesaian hukum adat
Selatan,
Papua,
Sulawesi Selatan.
terganggunya keluarga
Lombok,
Sulawesi Barat, dan masyarakat
Penyelesaian delik adat yang
keseimbangan
nilai
Indonesia. Berbagai suku bangsa
berlainan dengan hukum kriminal
berakibat
konsiliasi
banyakdianut oleh masyarakat di
ialah Hukum adat ini sendiri
Adat
dasarnya
atau
merupakan
Yang harus kita pahami disini
hukum
pada
budayauntuk penyelesaian secara
atau
pebuatan yang mungkin terjadi.
Barat,
yang
akademisiterhadap penyelesaian
yang akan terjadi sehingga tidak pasti
penelitian
dilakukan oleh berbagai kalangan
ketidakmampuan meramal apa
bersifat
adat,
Hukum Pidana Adat
menyatakan,
didasarkan
kepala
Mediasi Pidanadalam Ketentuan
Hukum Pidana. Dalam hal ini I
karena
kerabat,
ditangani
organisasi dan alat negara 26.
Pasal 1 Kitab Undang-undang
Widnyana
atau
kepala desa, ketua perkumpulan
“asas
legalitas” yang tertuang dalam
Made
walaupun
26
Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV Manda Maju, Bandung, 1992 hlm.242
atau
26
Jenis
hukum
rakyat
ini
kepala
kerabat,
adat,
merupakan sistem norma yang
kepala desa, ketua perkumpulan
mengejawantahkan
organisasi
asas,
struktur,
mekanisme,
nilai-nilai, kelembagaan,
dan
religi
dan
alat
Negara.Penyelesaian
yang
konflik
secara musyawarah itu secepat
tumbuh, berkembang, dan dianut
mungkin
mesyarakat
perdamaian berkembang sebagai
lokal,
fungsinya untuk
dalam
sebagai menjaga
interaksi
instrumen
diadakanproses
hukum
keteraturan
antara
adat.
Perkembangan
selanjutnya darihukum adat pada
warga
suku
bangsa
di
Indonesia
masyarakat
(social
order),
khususnya terhadap penyelesaian
keteraturan
hubungan
dengan
konflikmelalui
sang pencipta dan roh-roh yang
memiliki
dipercaya
yaitu
memiliki
kekuatan
musyawarah
berbagai
kesamaan
konflik
diarahkan
supranatural (spiritual order), dan
padaharmonisasi atau kerukunan
menjaga
dalam masyarakat serta tidak
keteraturan
masyarakat
perilaku
dengan
lingkungannya
alam
memperuncing
(ecological
sedapat
27
keadaan,dengan
mungkin
menjaga
order).
suasana perdamaian.
Penyelesaian delik adat yang
Penyelesaian-
berakibat
konflik yang dilakukan melalui
terganggunya
keseimbangan masyarakat,
keluarga yang
perkara tersebut
atau
mekanisme
penyelesaian
hukumadat
baik
adakalanya
untuk perkara perdata maupun
sampai harus
perkara pidana. Berbeda dengan
ditangani oleh alat Negara (polisi
hukumpidana
dan Jaksa) , sebenarnya dapat
hukum
ditempuh dengan cara melalui
memulihkan
pribadi dan atau keluarga yang
hukumyang
bersangkutan,
segala reaksi atau koreksi adat
atau
ditangani
pidana
sedangkan 27
kepala
Op cit - I Nyoman Nurjaya, hlm. 9.
27
barat,
tujuan
adat
adalah
keseimbangan menjadi
tujuan
tujuan
untukmemperbaiki orang yang
banyak memperoleh pengaruh
salah, orang yang melanggar
dari hukum Islam.
hukum, sebagai salah satudasar
Konflik-konflik
yang terdapat pada sistem hukum
dalam
masyarakat banyak dimintakan
pidana barat, tidak terdapat pada
penyelesaiannya
system hukum adat.
kepadatokoh
masyarakat, dan umumnya pada
Pada dasarnya hukum pidana
daerah-daerah
adat adalah hukum yang hidup
hukumIslamnya kuat, seperti di
dan akan terus hidup, selama ada
Aceh, Sumatra Barat, dan Jawa
manusia dan budaya, ia tidak
maka para tokoh masyarakatatau
akan dihapus dengan perundang-
adat di dalamnya termasuk para
undangan. Andaikata diadakan
tokoh-tokoh agama. Penyelesaian
juga undang-undang yang akan
konflik
menghapuskannya, maka akan
tokoh-tokoh
percuma saja, malahan hukum
umumnya
pidana perundang-undangan akan
pendekatan
kehilangan sumber kekayaannya,
yang
pengaruh
yangdiselesaikan
oleh
agama
Islam
dilakukan
dengan
D. KESIMPULAN
oleh karena hukum pidana adat
Hukum pidana adat adalah
lebih dekat dengan hubungannya dengan antropologi dan sosiologi
perbuatan
daripada
perasaan keadilan dan kepatutan
hukum
perundang-
undangan. 28
yang
melanggar
yang hidup dalam masyarakat
Penyelesaian
konflik
musyawarah
guna
sehingga menimbulkan adanya
secara
gangguan
mencapai
ketentraman
keseimbangan
penyelesaian antarapelaku dan
dan
masyarakat
bersangkutan. Hukum adat secara
korban tindak pidana sebagian
structural dan fungsional masih
besar masyarakat di Indonesia
berlaku dalam hukum nasional
yangumumnya beragama Islam,
dibuktikan praktek
28
Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, (Bandung: Alumni, 1984), hlm. 20.
28
dengan hukum
adanya ditengah
masyarakat yang didukung oleh
Indonesia akan mencerminkan
undang undang yang disebutkan
nilai-nilai
diatas. Mengenai pidana adat
masyarakat dan sesuai dengan
sendiri
kebudayaan bangsa yang berasal
terdapat
praktek
prakteknya di masyarakat adat
dari
Indonesia
bangsa.
dan
dalam
RUU diakui
KUHP
pidana
adat
sebagai
pijakan
hukum
hakim
dalam
yang
jiwa
hidup
serta
di
kepribadian
Sebagi sumber hukum
kesadaran
masyarakat
tentang
bagi
apa yang dirasakan adil dalam
memutuskan
mengatur hidup kemasyarakatan
perkara , dan saat ini RUU
yang tertib dan damai tersebut
KUHP tersebut masih dibahas di
akan mengalirkan aturan-aturan
DPR.
(norma-norma) hidup yang adil dan sesuai dengan perasaan dan
Dengan demikian maka di dalam
kesadaran
hukum Adat, suatu perbuatan
masyarakat,
yang tadinya tidak merupakan
teratur
dapat dianggap oleh hakim atau kepala
adat
masyarakat
yang
karena
memperhatikan
sebagai
dapat
selalu kepentingan
masyarakat.
perbuatan yang menentang tata tertib
(nilai-nilai)
menciptakan suasana damai dan
delik adat, pada suatu waktu
oleh
hukum
sedemikian
Selanjutnya kami sadar makalah
rupa, sehingga dianggap perlu
ini masih banyak kekurangan
diambil upaya adat (adatreaksi)
baik
guna memperbaiki hukum.
meterinya dan lain sebaginya,
pidana
carapenulisan,
oleh karena itu kami sangat
E. PENUTUP Hukum
dalam
mengharapkan saran dan kritik adat
sangat
yang
membangun,
relevan untuk dijadikan bahan
pembenahan kedepannya
untuk
lebih baik bagi kita semua.
penyusunan Rancangan
KUHP yang akan berlaku secara
DAFTAR PUSTAKA
efektif. Sehingga KUHP Baru
29
guna agar
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai
Kebijakan
Hukum
Pidana
Hilman
Alumni, 1984). H. Hilman Hadikusuma, SH,
Konsep
KUHP
Baru),
Edisi
Kedua
Cetakan
ke-3,
Pengantar Ilmu Hukum Adat
I
Pengembangan Hukum
Hukum
Indonesia),
Nyoman
Nurjaya,
Pengakuan
Pidana
Sumber
Pidana
Daya
Alam:
Antropologi
Hukum, dalam Rachmad
Universitas Diponegoro,
Syafa’at, dkk, Negara,
2007).
Masyarakat
B. Ter Haar Bzn, Asas-asas dan
Adat
dan
Kearifan Lokal, (Malang:
Susunan Hukum Adat,
In-Trans
PT
2008)
Paramita,
Jakarta, 2001
Publishing,
Muladi, Proyeksi Hukum Pidana
Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia
Materil
Menuju
Hukum Minangkabau,
Kearifan
Perspektif
(Semarang:
Pradnya
Menuju
Lokal dalam Pengelolaan
(Menyongsong Generasi Baru
CV
1992
Barda Nawawi Arief, Beberapa
Ilmu
Indonesia,
Manda Maju, Bandung,
(Jakarta: Kencana, 2011)
Aspek
Hukum
Pidana Adat, (Bandung:
(Perkembangan Penyusunan
Hadikusuma,
Masa
Indonesia Datang,
di
Pidato
Adat
Pengukuhan Guru Besar,
(Jakarta:
(Semarang, FH UNDIP,
Rineka Cipta, 1997)
TT)
D. Schaffmeister, N. Keijzer, dan
Surojo Wignjodipuro, Pengantar
E. PH. Sutorius, Hukum
Asas-Asas Hukum Adat,
Pidana,
(Jakarta: Gunung Agung
Liberty,
Yogyakarta, 1995
Anggota IKAPI, 1982)
30
Topo
Santoso,
Pluralisme
Hukum Indonesia,
Pidana (Jakarta: PT
Ersesco, 1990).
31