25
HUKUM DAN KEADILAN SERTA KELANGSUNGAN HIDUP MANUSIA Perspektif Islam Usman1 Fakultas Hukum Universitas Mataram
ABSTRACT The title of article is The Law and Justice with the Life of Human in Islamic Perspective with the aim is to give the description about the rule of law in regualating the human life, so that created the properity, safety, peacefulness in social life. The analysis which is used in this article is descriptive analysis that conducted by library studi, it means that the author use the main data is secondary data that obtained from the relevant references,then it is analyzed an described. According to the result of analysis indicate that, the performance of human life is needed the existence of norms of law to regulate the human life in the social function in order to be created the safety and peacefulnees in society. For attaining that condition is needed the fairness,than the fairness can be obtained if there is equality,between rights and obligation on each person and the full responsibility. Keywords : Justice Law, Performance Human of Life
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram
26
I. PENDAHULUAN Masalah hukum dan keadilan merupakan masalah yang fundamental dan selalu menenyertai hidup dan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial. Selain itu masalah hukum dan keadilan menjadi penting untuk dibicarakan dan difahami karena terkait dengan fungsinya sebagai rambu-rambu dan pedoman yang mengatur hidup dan kehidupan manusia.Manusia dalam hidup dan kehidupannya memerlukan keadilan,kebenaran dan hukum, karena selain merupakan nilai dan kebutuhan azasi bagi masyarakat manusia beradab, juga terkait dengan fungsinya sebagai rambu-rambu yang mengatur kehidupan manusia agar tercipta suasana tertib, harmonis, dan sejahtera. Keadilan hukum adalah milik dan untuk semua orang serta segenap masyarakat, dengan tidak adanya keadilan akan menimbulkan kehancuran dan kekacauan keberadaan serta existensi 2masyarakat itu sendiri ( Alkotsar (1999) dalam Soejadi, 2003:1).Sebagai mahluk sosial, setiap individu atau kelompok akan selalu berinteraksi dengan individu lainnya atau kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Dalam kehidupan bersama tersebut adakalanya melahirkan sesuatu yang positif dalam arti menyenangkan atau menguntungkan, tetapi sebaliknya dapat juga menimbulkan hal-hal yang negatif, seperti pertentangan atau konflik di antara mereka. Untuk mencegah timbulnya berbagai gangguan ketentraman dan ketertiban serta konflik dalam hidup bersama tersebut, diperlukan adanya tatanan yang berfungsi sebagai pedoman untuk berprilaku secara pantas, sehingga tidak merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Pedoman atau ukuran untuk berprilaku dalam kehidupan bersama inilah yang disebut norma atau kaidah sosial (Martokusumo,1985:4). Norma atau kaidah tersebut terdiri dari; norma agama, norma kesusilaan, norma hukum dan norma kesopanan (Soerjono Soekanto,1983:2).Nilai-nilai yang melekat dalam norma-norma tersebut pada dasarnya mengatur hidup dan kehidupan 2
27
manusia dalam memenuhi dan mewujudkan eksistensinya,baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta warganegara agar tercipta suasana kehidupan yang seimbang ,dinamis dan harmonis,dan sebaliknya terhindar dari halhal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Sejak bergulirnya era reformasi yang oleh para penggagas dan pendukungnya bertekad dan berjanji untuk menegakkan hukum sebagai salah satu agenda utamanya, sesungguhnya masyarakat menaruh banyak harapan bahwa pada era reformasi inilah saatnya hukum harus diberdayakan dan dekembalikan pada fungsinya, yakni memberi jaminan perlindungan bagi masyarakat selaku warganegara akan hakhaknya dan menjamin terciptanya suasana kehidupan yang berkeadilan. Namun tekad dan janji tersebut belum terealisir sebagaimana yang diharapkan. Sampai saat sekarang ini ,baik proses maupun produk dari gerakan reformasi tersebut masih belum banyak memenuhi harapan masyarakat dan belum memperlihatkan hasil yang maksimal terutama terkait dengan pemberdayaan fungsi hukum dan keadilan. Justru yang muncul adalah gejala-gejala negatif dan kontra produktif dalam berbagai bentuk insiden yang bertentangan dan menyimpang dari ketentuan hukum, etika dan moral serta nilai-nilai umum yang berlaku di masyarakat. Mencermati dinamika kehidupan yang semakin kompleks dengan berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya,memperlihatkan bahwa selain hukum belum berfungsi dan keadilan belum ditegakkan sebagaimana mestinya, ada indikasi terjadinya krisis nilai, moral dan krisis budaya dalam kehidupan bersama.. Memfungsikan hukum sebagaimana mestinya tidak hanya terbatas pada makna upaya penegakan hukum dan keadilan,tetapi juga sebagai upaya melindungi hak-hak dasar masyarakat,sehingga mereka dapat melangsungkan kehidupannya. Dalam kondisi yang demikian,dimana hukum dan keadilan dihadapkan kepada perkembangan masyarakat yang semakin kompleks dan dengan perannya sebagai tatanan yang operasional, maka diperlukan kerja sinergi secara harmoni norma-norma yang ada dan berlaku dalam hidup bermasyarakat, yaitu norma agama, norma kesusilaan , norma kesopanan,dan norma hukum. Sebagai salah satu norma dan
28
sistem nilai yang bersifat universal, Agama( Islam) selain mengatur bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan Tuhan, juga sebagai sumber etika, moral, spiritual dan nilai-nilai fundamental yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dalam hidup bermasyarakat. Dari paparan di atas,maka permasalahan yang ingin dikedepankan dalam kajian ini adalah bagaimana memberdayakan fungsi hukum dan keadilan terhadap kelangsungan hidup manusia dalam perspektif Islam.
II. PEMBAHASAN A.
Hukum dan Masyarakat Hukum merupakan fenomena sosial yang selalu ada dan tidak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat (Satjipto Rahardjo,1986:14). Hukum dibutuhkan guna mengatur kehidupan bersama di dalam masyarakat.Tanpa adanya hukum,kehidupan yang teratur dan tertib tidak mungkin terwujud. Aristoteles sebagaimana dikutip Soejadi (2003:7), mengemukakan bahwa manusia sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari hukum, hanya dengan dan di dalam hukum itulah manusia dapat mencapai puncak perkembangan yang tertinggi dari kemanusiaannya, tetapi apabila manusia terpisah dari hukum, maka ia akan berubah menjadi yang terburuk diantara segala mahluk. Budiono Kusumohamijoyo (1999:211 ) mengemukakan adanya empat momen yang menandai hukum,yaitu:(1) momen formal-normatif,yakni hukum sebagai tatanan formal yang bertujuan menegakkan perdamaian, ketertiban, harmoni, dan kepastian hukum.(2) momen formal-faktual, yakni yang mencerminkan sebagai gejala kekuasaan yang mempengaruhi sikap dan prilaku manusia.(3) momen material-normatif,yakni bahwa hukum semestinya memuat aspek etis,dan(4) momen material faktual,yakni terkait dengan keperluan-keperluan manusia. Sebagai salah satu subsistem sosial, hukum selain mengemban fungsinya yang konvensional sebagai sarana memelihara ketertiban, ketentraman dan keamanan
29
dalam masyarakat, hukum juga mengemban fungsinya yang kontemporer sebagai sarana untuk mendorong dan mengarahkan perubahan dalam masyarakat. Pada tataran ideal, kombinasi kedua fungsi hukum tersebut, masyarakat diharapkan dapat berkembang kearah suatu kondisi terpeliharanya suasana kehidupan yang dinamis dan demokratis (Natangsa Surbakti , dalam Akademika, No.02/ Th.XVI/ 1998:61). Namun dalam realitas sosial memperlihatkan,bahwa kedua fungsi hukum tersebut seringkali menyimpang dari semestinya. Dalam kenyataannya yang tampak adalah
fenomena
fungsionalisasi
hukum
kearah
menjaga
ketertiban
dan
mengamankan kepentingan penguasa, serta mengoptimalkan fungsi hukum pada upaya melindungi dan menguntungkan bagi sekelompok elit yang berkuasa dengan mengorbankan ketentraman dan kepentingan sebagian terbesar warga masyarakat. Hukum bukan lagi dijadikan sarana untuk membela atau menegakkan kebenaran dan keadilan, melainkan hukum sudah dijadikan komoditi untuk dipertukarkan sebagai alat pembayaran guna membeli hal-hal yang justru untuk menentang kebenaran dan keadilan itu sendiri(Siswomihardjo, 2000:6). Dalam kaitannya dengan penyimpangan fungsi hukum, bahwa ketidakberdayaan hukum dalam menangani persoalan sesuai dengan proporsi hukum, memang tidak bisa dilihat dari substansi hukum itu sendiri,melainkan juga proses hukum yang terjadi seringkali tidak diimbangi prinsip moralitas pelaku hukum. Akibatnya keputusan hukum yang muncul lebih banyak didasari interpretasi subyektif yang cendrung menguntungkan pihak-pihak tertentu Memberdayakan dan memfungsikan hukum tentunya tidak bisa hanya sepotongsepotong,akan tetapi harus dilakukan secara komprehensif meliputi seluruh komponen sistem hukum, baik itu substansi hukum, kelembagaan hukum,maupun budaya hukum. Upaya memberdayakan dan memfungsikan hukum dalam arti menempatkan hukum sebagai norma pengendalian sosial yang bersumber pada rasa keadilan dan moralitas masyarakat.Hal ini hanya dapat dilakukan apabila lembagalembaga penegak hukum dapat melakukan fungsinya sebagaimana mestinya dan di
30
dalam masyarakat sendiri dapat ditumbuhkan kultur hukum yang menekankan pada sikap untuk tetap berpegang pada hukum. Namun dalam kenyataannya di lapangan komponen-komponen penegakan hukum seperti tersebut di atas belum dapat diwujudkan secara maksimal. Dari sisi substansi hukum seringkali terdapat celah-celah hukum yang memberi peluang bagi pelanggar hukum untuk menghindari jeratan hukum. Lembaga-lembaga penegak hukum dan para penegak hukum seringkali terperangkap di dalam jaringan kolusi sehingga di dalam penerapan hukum menjadi tidak efektiff dan cendrung bersikap diskriminatif.Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan keadilan hukum.Seringkali demi memenuhi kebutuhan ekonominya, aparat penegak hukum secara terangterangan melakukan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan yang ada. premanisme,suap dan perilaku buruk lainnya merupakan hal yang biasa dilakukan oleh mereka yang semestinya menjadi garda terdepan dalam upaya menegakkan hukum. Perilaku buruk dari aparat penegak hukum semacam itu masih banyak disaksikan dan dirasakan masyarakat sehingga menimbulkan ketidak-percayaan masyarakat, yang pada gilirannya memicu terjadinya erosi kesadaran hukum masyarakat (kultur hukum). Akibat dari lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang dianggap sudah kehilangan integritas dan kredibilitasnya, masyarakat seringkali secara emosional menghakimi sendiri kasuskasus yang dirasakan sebagai pengganggu atas rasa kebenaran dan keadilannya. Pengerusakan, pembakaran dan bahkan pembunuhan, pada dasarnya merupakan pelecehan terhadap supremasi hukum dan menggantikannya dengan supremasi massa yang menggejala sebagai terorisme sosial. Ketidak-seriusan
pemerintah
untuk
menegakkan
dan
memfungsikan
hukum,serta ketiadaan perlindungan hukum, keadilan dan keamananan bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya merupakan penyebab lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan sewaktu-waktu menjadi amunisi bagi alasan terjadinya kerusuhan dan konflik. Dan dalam kondisi seperti itu
31
juga, mengakibatkan masyarakat cendrung untuk memilih jalan pintas walaupun itu bertentangan dengan aturan hukum atau norma-norma yang ada dan hidup disekitarnya. Dalam pandangan Islam, menegakkan hukum dalam arti memfungsikan hukum sebagaimana mestinya sehingga terciptanya suatu keadilan yang merupakan amanat Tuhan yang harus dilaksanakan,dan di dalam menegakkan keadilan itu hendaknya berlaku obyektif,tidak membeda-bedakan antara satu orang dengan lainnya,dan jangan sampai dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya subyektif. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasa’i,Nabi Bersabda; “ Orang-orang sebelum kamu dahulu hancur telah dibinasakan oleh Allah, karena mereka menghukum orang biasa dan rakyat jelata atas pencurian yang mereka lakukan,akan tetapi membiarkan golongan bangsawan dan ber-kedudukan tinggi tanpa dihukum atas pencurian yang mereka lakukan. Demi Allah yang jiwaku ditangan-Nya,andaikan Fatimah putriku sendiri yang mencuri,maka aku akan memotong tangannya”( dalam Khalid M.Ishaque, 1974:2).
Dari Sabda Nabi tersebut, dapat difahami bahwa Islam menekankan pentingnya obyektifitas, dan asas persamaan dalam memberdayakan dan memfungsikan hukum, terlebih lagi bagi penguasa wajib menegakkan keadilan serta menempatkan manusia pada martabatnya.
A. Keadilan Hukum Manusia
dalam
hidup
dan
kehidupannya
selalu
memerlukan
keadilan,kebenaran dan hukum, karena hal itu merupakan nilai dan kebutuhan asasi bagi manusia beradab. Keadilan adalah milik dan untuk semua orang,dan bila keadilan tidak ada maka dapat menimbulkan kekacauan dan eksistensi masyarakat itu sendiri.Hukum yang pada dasar-nya bertujuan untuk menciptakan ketertiban,
32
kesejahteraan dan kedamaian ummat manusia akan dapat tercipta bila disangga oleh pilar keadilan, sedang keadilan itu sendiri akan terwujud bila terdapat keseimbangan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dalam mengadakan hubungan hukum, baik dalam hal kewajiban maupun hak masing-masing. Keadilan sebagai asas tegaknya fungsi hukum, bersifat impersonal dan tidak pandang bulu. Keadilan tidak membedakan orang perorang, keadilan adalah hak yang melekat pada kehidupan masyarakat. Dalam pandangan Islam ,tegak dan berfungsinya hukum,akan terwujud bilamana keadilan telah ditempatkan menjadi fondasi dan sufra struktur sekaligus, dan pada gilirannya ia sanggup mengatasi kepentingan politik atau kekuasaan perorangan maupun kelompok tertentu. Bagi masyarakat bangsa Indonesia yang menyatakan dirinya hidup dalam negara hukum, maka menghianati hukum adalah menghianati keadilan, menghianati keadilan berarti menghianati hati nurani, dan pada spektrum sosial penghianatan itu berarti menghianati martabat manusia dan masyarakat dengan segala hak asasinya. Keadilan hukum dalam konsep Islam,bukan saja merupakan tujuan,tetapi merupakan sifat yang melekat sejak kaidah-kaidah hukum di tetapkan oleh Allah. Keadilan hukum terkait erat dengan nilai-nilai moral,kebenaran dan prinsip persamaan Marcel A. Boisard (1980: 135-142), mengemukakan bahwa; 1. Keadilan hukum merupakan pusat gerak dari nilai-nilai moral yang pokok. 2. Keadilan hukum adalah sesuatu yang legal dan lurus, sesuai dengan hukum yang diwahyukan.Tercakup dalam pengertian ini, bahwa keadilan hukum adalah sama dengan kebenaran. 3. Didalam pengertian keadilan hukum, terdapat konsep persamaan. Dari apa yang dikemukakan Boisard di atas, maka dapat dipahami bahwa taqwa menekankan terciptanya budaya dimana seseorang,baik dalam skala individual maupun sosial mampu mengembangkan rasa tanggung-jawab dalam rangka moralitas hukum demi masyarakat yang berkeadilan, yang pada gilirannya kondisi ini mengikis
33
kecendrungan perilaku menyimpang dari tingkat perorangan sampai pada entitas suatu masyarakat. Keadilan dapat dikatakan sebagai pemandu atau asas dan sendisendi sekaligus dari ideasi dan pengelolaan urusan publik (masyarakat) yang diatasnya dimungkinkan dibangunnya kaidah-kaidah sosial,norma-norma dan moralitas hukum. Selain itu, dalam pengertian keadilan hukum terdapat konsep persamaan. Islam menekankan tentang persamaan seluruh ummat manusia dihadapan Tuhan, yang telah menciptakan manusia dari asal yang sama. Superior manusia tidak dibenarkan dalam Islam, artinya Islam tidak mengakui adanya hak istimewa yang didasarkan atas kelahiran, kebangsaan maupun halangan lainnya yang diadakan oleh manusia sendiri. Islam juga menjamin adanya persamaan hak di muka umum dan perlindungan hukum yang sama kepada seluruh ummat manusia. Masalah keadilan berkaitan erat dengan pelaksanaan kaidah-kaidah hukum secara konsekwen dan tidak membeda-bedakan antara satu orang dengan lainnya, antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.Dalam hal ini Allah mengingatkan; “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian untuk menyampaikan amanat itu kepada yang berhak, dan memerintahkan pula agar dalam menerapkan hukum itu secara adil.Sesungguhnya Allah memberikan pelajaran yang sebaik-baiknya bagi kamu sekalian. Sesungguhnya Allah maha mendengar dan maha melihat. ( Q.S. 4:58). “Hai orang-orang yang beriman,hendaknya kamu menjadi manusia yang lurus karena Allah,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah karena kebencianmu terhadap suatu kelompok menyebabkan kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih mendekatkan kamu kepada taqwa dan takutlah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat mengetahui apa yang kamu kerjakan”( Q.S. 5: 8). Oleh karena hukum yang sebenarnya itu harus adil, maka hukum yang tidak adil bukan hukum. Dalam hubungan hukum,masing-masing pihak mempunyai kedudukan yang sederajat,dimana masing-masing pihak merupakan subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang,sehingga dengan hukum
34
itu dapat diletakkan nilai dan martabat manusia dalam tempatnya yang wajar,dimana mereka memperoleh hak bagi kelangsungan hidupnya.
A. Pemenuhan Hak Asasi Manusia. Sejak disyahkannya Deklarasi Universal Tentang Hak-hak Asasi Manusia (10 Desember 1948) umat manusia didunia dapat berharap bahwa akan terjamin hak-hak asasinya sebagaimana tertuang dalam pasal 1,3,dan 5 DUHAM, yang menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai martabat dan hak yang sama,dan hidup dalam semangat persaudaran ( pasal 1). Bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan individu(pasal 3). Bahwa tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam,dihukum secara tidak manusiawi atau dihina( pasal 5 ). Dari cuplikan tiga pasal itu saja sebenarnya umat manusia dapat merasa aman dan tentram karena merasa dijamin hak hak asasinya. Namun dalam kenyataannya ternyata
pelanggaran terhadap hak asasi manusia masih terjadi diberbagai
belahan dunia termasuk di Indonesia. Pada masa pemerintaahan orde baru, pelanggaran dan pengabaian terhadap hak asasi manusia(rakyat)pada umumnya dilakukan oleh Negara/pemerintah. Sementara pada era reformasi sekarang ini, pelanggaran dan pengabaian terhadap hak asasi manusia tidak hanya dilakukan oleh Negara/aparat penegak hukum,tetapi juga oleh masyarakat/rakyat itu sendiri.Misalnya,aksi-aksi yang ditampilkan dalam penuntutan hak-hak asasi mereka justru tidak dibarengi dengan pemahaaman yang benar dan komprehensif tentang hak-hak asasi manusia, akibatnya mereka berbuat semau-maunya tanpa mempedulikan hak-hak orang lain yang semestinya dihormati. Hak asasi manusa seringkali dipahami sebagai kebebasan tanpa adanya batasan-batasan aturan main yang harus dipatuhi (hukum yang berlaku).Padahal jika proses dalam penuntutan hak-hak asasinya sampai melanggar
35
ha-hak asasinya orang lain,atau merugikan kepentingan umum,sudah dapat dikategorikan juga sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Begitu
juga
halnya
dengan
upaya
penegakan
hukum,
yang
dalam
pelaksanaannya ternyata masih belum memadai sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Lembaga-lembaga penegak hukum dan para penegak hukum seringkali terperangkap di dalam jaringan kolusi sehingga di dalam penerapan hukum menjadi tidak efektiff dan cendrung bersikap diskriminatif. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan keadilan hukum.Hukum bukan lagi dijadikan sarana untuk membela atau menegakkan kebenaran dan keadilan, melainkan hukum sudah dijadikan komoditi untuk dipertukarkan sebagai alat pembayaran guna membeli halhal yang justru untuk menentang kebenaran dan keadilan itu sendiri .Kesemuanya ini menggambarkan betapa lemahnya upaya penegakan hak asasi manusia oleh aparat negara(penegak hukum). yang
semestinya menjadi garda terdepan dalam upaya
menegakkan dan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Perilaku buruk dari aparat penegak hukum semacam itu masih banyak disaksikan dan dirasakan masyarakat sehingga menimbulkan ketidak-percayaan masyarakat, yang pada gilirannya memicu terjadinya erosi kesadaran hukum masyarakat (kultur hukum). Akibat dari lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang dianggap sudah kehilangan integritas dan kredibilitasnya, masyarakat seringkali melakukan pelanggaran hak asasi manusia dengan secara emosional dan sentimental menghakimi sendiri kasus-kasus yang dirasakan sebagai pengganggu atas rasa kebenaran dan keadilannya. Pengerusakan, pembakaran dan bahkan pembunuhan, pada dasarnya merupakan pelecehan terhadap supremasi hukum dan menggantikannya dengan supremasi massa yang menggejala sebagai terorisme sosial. Ketidak-seriusan pemerintah menegakkan hukum,dan ketiadaan perlindungan terhadap hak asasi manusia ,keadilan dan kemananan bagi warga masyarakat untuk mengembangkan dirinya merupakan penyebab lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sewaktu-waktu menjadi amunisi bagi alasan terjadinya
36
kerusuhan dan konflik yang dapat mengganggu kelangsungan hidup dan kehidupan manusia. Dan dalam kondisi seperti itu juga, mengakibatkan masyarakat cendrung untuk memilih jalan pintas walaupun itu bertentangan dengan aturan hukum atau nilai-nilai hak asasi manusia yang ada disekitarnya. Sebagai karunia Tuhan yang melekat pada dan tidak terpisakan dari manusia, hak asasi itu harus dihormati dan ditegakkan demi peningkatan martabat manusia. Namun demikian,bukan berarti manusia dengan hak-haknya dapat berbuat semaunya,sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan memperkosa
hak
orang
lain,
maka
ia
harus
mempertanggung-jawabkan
perbuatannya(Baharuddin Lopa,1996:1 ). Adanya keharusan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan tersebut, maka fungsi hukum selain melindungi, juga berfungsi sebagai pembatasan agar hak asasi manusia dapat ditegakkan atau pembatasan terhadap pelanggaran hak asasi orang lain. Oleh karena itu hak asasi bersifat relatif, tidak mutlak. Dalam bahasa lain, bahwa di dalam menuntut hak tersebut, maka disitu ada kewajiban untuk menghormati hak orang lain. Hak asasi individu tetap diakui dan dihormati sepanjang tidak bertentangan dengan norma-norma hukum maupun norma lainnya yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian pemenuhan hak tersebut dalam pelaksanaannya dipertanggung-jawabkan secara moral, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama manusia dalam hidup bersama. Dalam Islam, pendekatan untuk menegakkan hak asasi manusia dimulai dari penyadaran dari dalam, dalam arti kesadaran keagamaan yang dinyatakannya tertanam dan terbina di dalam hati, pikiran dan jiwa penganut-penganutnya. Dengan kata lain basis legitimasi dari pendekatan agama adalah ketaqwaan kepada Tuhan,sedangkan basis kekuatan dari pendekatan sekuler adalah daya paksa dari Negara.Selain perbedaan dalam pendekatan tersebut, hak asasi manusia dalam pandangan sekuler semata-mata bersifat ”antrposentris”, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, hak-hak manusia sangat dipentingkan/diutamakan.
37
Sebaliknya dalam pandangan Islam hak-hak asasi manusia itu bersifat “Teosentris”, artinya segala sesuatu berpusat pada Tuhan. (Masdar F.Masudi,2000:1). Dari penjelasan tersebut di atas dipahami bahwa hak asasi manusia dalam pandangan Islam,tidak hanya menekankan pada hak manusia, akan tetapi hak itu dilandasi kewajiban asasi manusia.Oleh sebab itu pengakuan dan penghormatan seseorang terhadap hak-hak orang lain, adalah merupakan kewajiban yang dibebankan oleh hukum agama untuk mematuhi perintah Allah. Dalam totalitas Islam, kewajiban manusia kepada Allah mencakup juga kewajiban kepada setiap individu yang lain. Ajaran Islam menempatkan kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat sebagai sesuatu yang integral tidak terpisahkan, terkait satu dengan lainnya secara berimbang dengan mendahulukan dan mengutamakan kewajiban -kewajiban dari pada hak-haknya. Setiap individu sebagai anggota masyarakat berkewajiban memperhatikan dan melayani kepentingan masyarakat sesuai dengan bakat dan keahliannya,dan menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk tidak membenarkan setiap individu mengabaikan tugasnya terhadap masyarakat( A.Zaki Yamani,1978:39 ). Dalam konsep Islam, bahwa setiap individu dalam menjalankan fungsi kemasyarakatannya tidak hanya menekankan kepada penuntutan haknya, tetapi lebih ditekankan agar masing-masing pihak memenuhi haknya pihak lain, karena tanpa adanya kesadaran seperti itu akan menimbulkan kesewenang -wenangan dan dapat memicu timbulnya pertentangan. Dari pandangan Islam terhadap hak-hak asasi yang ada dalam diri manusia tersebut hendaknya diseimbangkan dengan kewajiban-kewajiban asasinya. Dengan kata lain Islam menekankan agar manusia dalam menjalani hidup dan kehidupnnya, mencapai suatu keseimbangan dan harmoni antara kewajiban dan hak-haknya, keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.Tanpa adanya keseimbangan tersebut akan memicu berbagai konflik dan permasalahan sosial yang dapat mengganggu kelangsungan hidupnya. Kewajiban yang dilaksanakn oleh seseorang dengan penuh kesadaran bahwa ia berada di bawah kekuasaan Allah, akan mencegah timbulnya kekuasan manusia atas
38
manusia lainnya yang seringkali menjadi sebab terjadinya pelanggaran terhadap hakhak asasi manusia. Setiap orang,termasuk mereka yang bertanggung-jawab dalam urusan-urusan kolektif manusia(Pemerintah) akan bertanggung-jawab di hadapan Allah atas pelanggaran terhadap ketetapan-ketetapan-Nya. Konsep inilah yang semestinya dipegang oleh setiap orang dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak yang telah diberikan Allah.
III. SIMPULAN
1. Sebagai salah satu subsistem sosial,hukum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Hukum selain berfungsi sebagai sarana memelihara ketertiban dan ketenraman dalam masyarakat,hukum juga berfungsi sebagai sarana mendorong dan mengarahkan adanya perubahan dalam masyarakat. 2. Dalam pandangan Islam, menegakkan hukum adalah amanat Tuhan yang harus dilaksanakan,dan di dalam menegakkan keadilan itu hendaknya berlaku obyektif, tidak membeda-bedakan antara satu orang dengan lainnya, dan jangan sampai dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya subyektif. 3.
Keadilan merupakan dasar tegaknya fungsi hukum. Memfungsikan hukum yang berkeadilan tidak terbatas pada upaya penegakan hukum,tetapi juga bagaimana menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia demi kelangsungan hidup manusia.
4.
Dalam pandangan Islam, antara Moralitas (nilai-nilai agama) Hukum dan Keadilan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, terjalin korelasi yang sangat erat tak terpisahkan satu dengan lainnya.
39
DAFTAR PUSTAKA
Boisard,Marcel A, Humanisme Dalam Islam,Terejemahan H.M. Rasyidi,Bulan Bintang, Jakarta, 1980. Departemen Agama RI,Al-Qur’an Dan Terjemahnya , Jakarta, 1986. Hussain,Syekh Syaukat, Hak Asasi Manusia Dalam Islam ,Terjemahan Abdul Rochim, Gema Insani Press, 1996. Ishaque,Khalid M, Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Islam,Terjemahan A.Rahman Zainuddin ,1974. Yamani,Ahmad Zaki , Syari’at Islam Yang Kekal Dan Persoalan Masa Kini, Jakarta, 1978 Kusumohamidjojo,Budiono, Ketertiban Yang Adil, Grassindo,Jakarta,1999. Lopa, Baharudin, Al-Qur’an Dan Hak Asasi Manusia, PT.Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1999. Rahardjo, Syacipto , Hukum dan Masyarakat, Angkasa ,Bandung, 1986. Soekanto,Soerjono,Faktor-Faktor yang Mempengarhi Penegakan Hukum,Rajawali, Jakarta ,1983. Soejadi,H.R.,Refleksi Mengenai Hukum dan Keadilan,Aktualisasinya di Indonesia, Jurnal Ketahanan Nasional,VIII(2),Agustus 2003.
HUKUM DAN KEADILAN SERTA KELANGSUNGAN HIDUP MANUSIA Perspektif Islam Usman* Fakultas Hukum Universitas Mataram
ABSTRACT The title of article is The Law and Justice with the Life of Human in Islamic Perspective with the aim is to give the description about the rule of law in
40
regualating the human life, so that created the properity,safety, peacefulness in social life. The analysis which is used in this article is descriptive analysis that conducted by library studi, it means that the author use the main data is secondary data that obtained from the relevant references,then it is analyzed an described. According to the result of analysis indicate that, the performance of human life is needed the existence of norms of law to regulate the human life in the social function in order to be created the safety and peacefulnees in society. For attaining that condition is needed the fairness,than the fairness can be obtained if there is equality,between rights and obligation on each person and the full responsibility. Keywords : Law,Justice , Performance Human of Life
ABSTRACT Artikel ini berjudul “ Hukum dan Keadilan serta Kelangsungan hidup Manusia dalam Perspektif Islam”. Tujuannya adalah untuk memaparkan rule of law dalam pengaturan kehidupan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan ,keamanan, dan kedamaian dalam kehidupan sosial. Analisis dalam artikel ini adalah diskriptip analisis, dengan data utama berupa data sekunder (secondary data) yang ddiperolah dari kepustkaan dengan menelaah bahan-bahan hukum yang relevan,yang selanjutnya dianalisis dan dipaparkan.Hasilnya menunjukkan bahwa dalam kehidupan manusia diperlukan norma-norma hukum dalam mengatur kehidupan mereka dalam melaksanakan fungsi sosialnya untuk mencipatakan keamanan dan kedamaian di dalam masyarakat. Untuk mewujud -kan keadaan tersebut diperlukan adanya keadilan dan keadilan akan diperoleh jika persamaan antara hak dan kewajiban masing-masing orang dilaksanakan dengan penuh tanggung -jawab. Keywords : Hukum,Keadilan, Kelangsungan Hidup Manusia
*Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram II. PENDAHULUAN Masalah hukum dan keadilan merupakan masalah yang fundamental dan selalu menenyertai hidup dan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial. Selain itu masalah hukum dan keadilan menjadi penting untuk dibicarakan dan difahami karena terkait dengan fungsinya sebagai rambu-rambu dan
41
pedoman yang mengatur hidup dan kehidupan manusia. Manusia dalam hidup dan kehidupannya memerlukan hukum, keadilan, dan kebenaran karena selain merupakan nilai- nilai dan kebutuhan azasi bagi masyarakat manusia beradab, juga terkait dengan fungsinya sebagai rambu-rambu yang mengatur kehidupan manusia agar tercipta suasana tertib, sejahtera dan harmonis. Sebagai mahluk sosial, setiap individu atau kelompok akan selalu berinteraksi dengan individu lainnya atau kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Dalam kehidupan bersama tersebut adakalanya melahirkan sesuatu yang positif dalam arti menyenangkan atau menguntungkan, tetapi sebaliknya dapat juga menimbulkan halhal yang negatif, seperti pertentangan atau konflik di antara mereka. Untuk mencegah timbulnya berbagai gangguan ketentraman dan ketertiban serta konflik dalam hidup bersama tersebut, diperlukan adanya tatanan yang berfungsi sebagai pedoman untuk berprilaku secara pantas, sehingga tidak merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Pedoman atau ukuran untuk berprilaku dalam kehidupan bersama inilah yang disebut norma atau kaidah sosial . Norma atau kaidah tersebut terdiri dari; norma agama,norma kesusilaan,norma hukum dan norma kesopanan.3 Nilai-nilai yang melekat dalam norma-norma tersebut pada dasarnya mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam memenuhi dan mewujudkan eksistensinya,baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta warganegara agar tercipta suasana kehidupan yang seimbang, danamis dan harmonis, dan sebaliknya terhindar dari hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. 1.
Sejak bergulirnya era reformasi yang oleh para penggagas dan pendukungnya bertekad dan berjanji untuk menegakkan hukum ,demokrasi dan hak asasi manusia 3
Soerjono Soekamto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,(Jakarta: Rajawali, 1983),hlm.2.
42
sebagai agenda utamanya, sesungguhnya masyarakat
menaruh banyak harapan
bahwa pada era reformasi inilah saatnya hukum harus diberdayakan dan dekembalikan pada fungsinya,yakni memberi jaminan perlindungan bagi masyarakat selaku warganegara akan hak-haknya dan menjamin terciptanya suasana kehidupan yang berkeadilan. Namun tekad dan janji tersebut belum terealisir sebagaimana yang diharapkan. Sampai saat sekarang ini ,baik proses maupun produk dari gerakan reformasi tersebut masih belum banyak memenuhi harapan masyarakat dan belum memperlihatkan hasil yang maksimal terutama terkait dengan pemberdayaan fungsi hukum , keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Justru yang muncul adalah gejala-gejala negatif dan kontra produktif dalam berbagai bentuk penyimpangan dan insiden yang bertentangan dengan ketentuan hukum, etika dan moral serta nilai-nilai umum yang berlaku di masyarakat. Berbagai bentuk pelanggaran hukum dan prilaku menyimpang tersebut, selain dilakukan oleh masyarakat, justru juga terjadi di dalam lembaga dan aparat penegak hukum itu sendiri. Seringkali para aparat penegak hukum secara terang-terangan melakukan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan yang ada, yang semestinya mereka menjadi garda terdepan dalam upaya menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah masyarakat. Sementara penyimpangan yang sering terjadi dan dilakukan oleh masyarakat nampak dari beberapa gejala sosial yang terjadi, seperti merebaknya aktivitas politik jalanan,dan pelecehan terhadap hukum serta institusi negara. Berkembangnya budaya anarkisme sosial dalam masyarakat, tindakan main hakim sendiri secara sadis, perusakan fasilitas umum,dan berbagai perilaku menyimpang lainnya. Mencermati dinamika kehidupan yang semakin kompleks dengan berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya, memperlihatkan bahwa hukum belum berfungsi dan keadilan belum ditegakkan sebagaimana mestinya, sebaliknya justru mencerminkan betapa rapuhnya sendi-sendi kehidupan masyarakat,bangsa dan negara serta terjadinya krisis nilai, moral dan krisis budaya dalam kehidupan bersama.
43
Memfungsikan hukum sebagaimana mestinya tidak hanya terbatas pada makna upaya penegakan hukum dan keadilan, tetapi juga sebagai upaya melindungi hak-hak dasar masyarakat, sehingga mereka dapat melangsungkan kehidupannya. Dalam kondisi yang demikian,dimana hukum dan keadilan dihadapkan kepada perkembangan masyarakat yang semakin kompleks dan dengan perannya sebagai tatanan yang operasional, maka diperlukan kerja sinergi secara harmoni norma-norma yang ada dan hidup serta berlaku dalam hidup bermasyarakat, seperti; norma agama, norma kesusilaan ,norma kesopanan, dan norma hukum. Sebagai salah satu norma dan sistem nilai yang bersifat universal, Agama ( Islam) sangat memperhatikan masalah-masalah sosial,selain mengatur bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan Tuhan,juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya termasuk tentang hak-hak dan kewajibannya dalam hidup bermasyarakat. Dari paparan di atas, maka
permasalahan yang ingin dikedepankan dalam
kajian tulisan ini adalah bagaimana memberdayakan fungsi hukum dan keadilan terhadap kelangsungan hidup manusia dalam perspektif Islam.
II. PEMBAHASAN A. Hukum dan Masyarakat Hukum merupakan fenomena sosial yang selalu ada dan tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Hukum dibutuhkan guna mengatur kehidupan bersama di dalam masyarakat.Tanpa adanya hukum, kehidupan yang teratur dan tertib tidak mungkin terwujud. Aristoteles sebagaimana dikutip Soejadi (2003), mengemukakan bahwa manusia sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari hukum, hanya dengan dan di dalam hukum itulah manusia dapat mencapai puncak perkembangan yang tertinggi dari kemanusiaannya, tetapi apabila manusia terpisah dari hukum, maka ia akan berubah menjadi yang terburuk diantara segala mahluk.4
44
44
Budiono Kusumohamijoyo (1999 ) mengemukakan adanya empat momen yang menandai hukum, yaitu : (1) momen formal-normatif, yakni hukum sebagai tatanan 2. H.R.Soejadi,Refleksi Mengenai Hukum dan Keadilan Aktualisasinya di Indonesia, (Jurnal Ketahanan Nasional,Nomor VIII(2) Agustus,2003),hlm.7
formal yang bertujuan menegakkan perdamaian, ketertiban, harmoni, dan kepastian hukum.(2)momen formal-faktual,yakni yang mencerminkan sebagai gejala kekuasaan yang mempengaruhi sikap dan prilaku manusia. (3) momen material-normatif, yakni bahwa hukum semestinya memuat aspek etis,dan(4) momen material faktual,yakni terkait dengan keperluan-keperluan manusia.5 Sebagai salah satu subsistem sosial, hukum selain mengemban fungsinya yang konvensional sebagai sarana memelihara ketertiban, ketentraman dan keamanan dalam masyarakat, hukum juga mengemban fungsinya yang kontemporer sebagai sarana untuk mendorong dan mengarahkan perubahan dalam masyarakat. Pada tataran ideal, kombinasi kedua fungsi hukum tersebut, masyarakat diharapkan dapat berkembang kearah suatu kondisi terpeliharanya suasana kehidupan yang dinamis dan demokratis.6 Namun dalam realitas sosial memperlihatkan,bahwa kedua fungsi hukum tersebut seringkali menyimpang dari semestinya. Dalam kenyataannya yang terjadi adalah fenomena fungsionalisasi hukum kearah menjaga ketertiban dan mengamankan kepentingan penguasa, serta mengoptimalkan fungsi hukum pada upaya melindungi dan menguntungkan bagi sekelompok elit yang berkuasa dengan mengorbankan ketentraman dan kepentingan sebagian terbesar warga masyarakat. Hukum bukan lagi dijadikan sarana untuk membela atau menegakkan kebenaran dan keadilan, justru sebaliknya menentang kebenaran dan keadilan itu sendiri. Dalam kaitannya dengan penyimpangan fungsi hukum,bahwa ketidak-berdayaan hukum dalam menangani persoalan sesuai dengan proporsi hukum memang tidak bisa dilihat dari substansi hukum itu sendiri, melainkan juga proses hukum yang terjadi 5 6
45
seringkali tidak diimbangi prinsip moralitas pelaku hukum. Akibatnya keputusan hukum yang muncul lebih banyak didasari interpretasi subyektif yang cendrung menguntungkan pihak-pihak tertentu.
3. Budiono Kusumohamidjoyo, Ketertiban Yang Adil,( Jakarta;Grassindo,1999), hlm.211.
4. Natangsa Surbakti,Demokratisasi Hukum Era Reformasi,(Akademika,No.02/ Th.XVI / 1998),hlm:61 Upaya memberdayakan dan memfungsikan hukum tentunya tidak bisa hanya sepotong-sepotong, akan tetapi harus dilakukan secara komprehensif meliputi seluruh komponen sistem hukum,baik itu substansi hukum,kelembagaan hukum,maupun budaya hukum. Memberdayakan dan memfungsikan hukum dalam arti menempatkan hukum sebagai norma pengendalian sosial yang bersumber pada rasa keadilan dan moralitas masyarakat,akan dapat dilakukan apabila lembaga-lembaga penegak hukum dapat melakukan fungsinya sebagaimana mestinya dan di dalam masyarakat sendiri dapat ditumbuhkan kultur hukum yang menekankan pada sikap dan kemauan untuk tetap berpegang pada aturan hukum. Namun dalam kenyataannya, bahwa komponen-komponen penegakan hukum seperti tersebut di atas belum dapat diwujudkan secara maksimal. Dari sisi substansi hukum seringkali terdapat celah-celah hukum yang memberi peluang bagi pelanggar hukum untuk menghindari jeratan hukum. Lembaga-lembaga penegak hukum dan para penegak hukum seringkali terperangkap di dalam jaringan kolusi sehingga di dalam penerapan hukum menjadi tidak efektiff dan cendrung bersikap diskriminatif dan pada gilirannya menimbulkan ketidakpastian dan keadilan hukum. Terkait dengan peluang bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk berbuat tidak adil dan menyelewengkan kekuasaannya,Duverger(1982) menggunakan istilah dua wajah kekuasaan. Dua kemungkinan yang dapat muncul dalam setiap kekuasaan yang pada hakekatnya bertentangan tapi dapat dimainkan secara bergantian. Pada suatu saat pemerintah dapat menciptakan kesejahtraan dan
46
ketentraman masyarakatnya, namun pada kesempatan lain pemerintah juga dapat menimbulkan kesengsaraan dan penindasan terhadap masyarakat sebagai akibat dari penyelewengan kekuasaan yang dilakukan untuk kepentingan diri dan kelompoknya. 7 Perilaku buruk dari pemerintah/aparat penegak hukum semacam itu masih banyak disaksikan dan dirasakan masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat, yang pada gilirannya memicu terjadinya erosi kesadaran hukum masyarakat (cultur hukum). Akibat dari lemahnya kepercayaan masyarakat
5. Maurice Duverger, Sosiologi Politik, (Jakarta, Rajawali, 1982),hlm.197.
terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang dianggap sudah kehilangan integritas dan kredibilitasnya, masyarakat seringkali secara emosional menghakimi sendiri kasus-kasus yang dirasakan sebagai pengganggu atas rasa kebenaran dan keadilannya. Pengerusakan, pembakaran dan bahkan pembunuhan, pada dasarnya merupakan pelecehan terhadap supremasi hukum dan menggantikannya dengan supremasi massa yang menggejala sebagai terorisme sosial. Ketidak-seriusan pemerintah untuk menegakkan dan memfungsikan hukum, serta ketiadaan perlindungan hukum,keadilan dan keamananan bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya merupakan penyebab lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan sewaktu-waktu menjadi amunisi bagi alasan terjadinya kerusuhan dan konflik sosial. Dalam kondisi seperti itu juga,dapat memicu dan mengakibatkan masyarakat cendrung untuk memilih jalan pintas walaupun itu bertentangan dengan aturan hukum atau norma-norma yang ada dan hidup disekitarnya. Dalam pandangan Islam, bahwa menegakkan hukum dalam arti memfungsikan hukum sebagaimana mestinya sehingga terciptanya suatu keadilan, adalah merupakan amanat Tuhan yang harus dilaksanakan dan ditegakkan. Oleh karena itu di dalam 7
47
menegakkan hukum dan keadilan itu hendaknya para aparat penegak hokum berlaku jujur dan obyektif, tidak membeda-bedakan antara satu orang dengan lainnya, tanpa melihat kedudukan dan status sosialnya serta jangan sampai dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya subyektif. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasa’i,Nabi Bersabda; “ Orang-orang sebelum kamu dahulu hancur telah dibinasakan oleh Allah, karena mereka menghukum orang biasa dan rakyat jelata atas pencurian yang mereka lakukan,akan tetapi membiarkan golongan bangsawan dan berkedudukan tinggi tanpa dihukum atas pencurian yang mereka lakukan. Demi Allah yang jiwaku ditangan-Nya,andaikan Fatimah putriku sendiri yang mencuri,maka aku akan memotong tangannya”( dalam Khalid M.Ishaque, 1974:2).8 Dari Sabda Nabi tersebut, dapat difahami bahwa Islam menekankan pentingnya obyektifitas, dan asas persamaan dalam memberdayakan dan memfungsikan hukum, terlebih lagi bagi penguasa wajib menegakkan keadilan serta menempatkan manusia pada martabatnya.
A. Keadilan Hukum Manusia dalam hidup dan kehidupannya selalu mendambakan suasana yang penuh dengan rasa keadilan, kebenaran dan hukum, karena hal itu merupakan nilai dan kebutuhan asasi bagi manusia beradab. Keadilan hukum adalah milik dan untuk semua orang, golongan serta segenap masyarakat, dengan tidak adanya keadilan akan menimbulkan kehancuran dan kekacauan keberadaan serta existensi masyarakat itu sendiri. Bila keadilan tidak ada maka dapat menimbulkan kekacauan dan eksistensi masyarakat itu sendiri. Hukum yang pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan 8
. Khalid M.Ishaque, Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Islam,(Terjemahan A.Rahman Zainuddin,Jakarta,1974) hlm.2
48
ketertiban, kesejahteraan dan kedamaian ummat manusia akan dapat tercipta bila disangga oleh pilar keadilan, sedang keadilan itu sendiri akan terwujud bila terdapat keseimbangan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dalam mengadakan hubungan hukum, baik dalam hal kewajiban maupun hak masing-masing individu. Keadilan sebagai asas tegaknya fungsi hukum, bersifat impersonal dan tidak pandang bulu. Keadilan tidak membedakan orang perorang, keadilan adalah hak yang melekat pada kehidupan masyarakat. Dalam pandangan Islam ,tegak dan berfungsinya hukum, akan terwujud bilamana keadilan telah ditempatkan menjadi fondasi dan sufra struktur sekaligus, dan pada gilirannya keadilan sanggup mengatasi kepentingan politik atau kekuasaan perorangan maupun kelompok tertentu. Selain itu, keadilan berkaitan erat dengan pelaksanaan kaidah-kaidah hukum secara konsekwen dan tidak membeda-bedakan antara satu orang dengan lainnya, antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian untuk menyampaikan amanat itu kepada yang berhak, dan memerintahkan pula agar dalam menerapkan hukum itu secara adil.Sesungguhnya Allah memberikan pelajaran yang sebaik-baiknya bagi kamu sekalian.Sesungguhnya Allah maha mendengar dan maha melihat. ( Q.S. 4:58).9 “Hai orang-orang yang beriman,hendaknya kamu menjadi manusia yang lurus karena Allah,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah karena kebencianmu terhadap suatu kelompok menyebabkan kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih mendekatkan kamu kepada taqwa dan takutlah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat mengetahui apa yang kamu kerjakan”( Q.S. 5: 8). 10 Dalam hubungan hukum, masing-masing pihak mempunyai kedudukan yang sederajat, dimana masing-masing pihak merupakan subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang,sehingga dengan hukum itu dapat diletakkan
Al Quran, 10
,4:58. .Al Quran,5:8
49
nilai-nilai dan martabat manusia dalam tempatnya yang wajar, dimana mereka memperoleh hak bagi kelangsungan hidupnya. Keadilan hukum dalam konsep Islam, bukan saja merupakan tujuan, tetapi merupakan sifat yang melekat sejak kaidah-kaidah hukum di tetapkan oleh Allah. Keadilan hukum terkait erat dengan nilai-nilai moral, kebenaran dan prinsip persamaan Marcel A. Boisard (1980: 135-142), mengemukakan bahwa; 4. Keadilan hukum merupakan pusat gerak dari nilai-nilai moral yang pokok. 5. Keadilan hukum adalah sesuatu yang legal dan lurus, sesuai dengan hukum yang diwahyukan.Tercakup dalam pengertian ini, bahwa keadilan hukum adalah sama dengan kebenaran. 6. Didalam pengertian keadilan hukum, terdapat konsep persamaan. Dari apa yang dikemukakan Boisard di atas, maka dapat dipahami bahwa taqwa menekankan terciptanya budaya dimana seseorang, baik dalam skala individual maupun sosial mampu mengembangkan rasa tanggung-jawab dalam rangka moralitas hukum demi masyarakat yang berkeadilan, yang pada gilirannya kondisi ini mengikis kecendrungan perilaku menyimpang dari tingkat perorangan sampai pada entitas suatu masyarakat. Keadilan dapat dikatakan sebagai pemandu atau asas dan sendisendi sekaligus dari ideasi dan pengelolaan urusan publik(masyarakat) yang diatasnya dimungkinkan dibangunnya kaidah-kaidah sosial,norma-norma dan moralitas hukum. Selain itu, dalam pengertian keadilan hukum terdapat konsep persamaan. Islam menekankan tentang persamaan seluruh ummat manusia dihadapan Tuhan, yang telah menciptakan manusia dari asal yang sama. Superior manusia tidak dibenarkan dalam Islam, artinya Islam tidak mengakui adanya hak istimewa yang didasarkan atas kelahiran, kebangsaan maupun halangan lainnya yang diadakan oleh manusia sendiri. Islam juga menjamin adanya persamaan hak di muka umum dan perlindungan hukum yang sama kepada seluruh ummat manusia. Dalam kaitannya dengan persamaan dalam pelaksanaan dan perlindungan hukum tersebut, Nabi Muhammad Rasulullah menegaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasaa’i ;
50
“ Orang-orang sebelum kamu dulu,hancur telah dibinasakan oleh Allah, karena mereka menghukum orang-orang biasa dan rakyat jelata atas pencurian yang mereka lakukan,sementara membiarkan golongan bangsawan dan berkedudukan tinggi tanpa dihukum atas pencurian yang mereka lakukan.Demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, andaikan Fatimah putriku sendiri yang mencuri, maka aku akan memotong tangannya “ (Khalid M. Ishaque, 1974:2). 11 Dari hadits tersebut dapat dipahami,bahwa persamaan dihadapan hukum adalah hak setiap orang dan untuk melaksanakan persamaan dihadapan hukum tersebut adalah kewajiban penguasa /pemerintah. Untuk itu pemerintah dan aparat penegak hukum dalam melaksanakan asas persamaan ini,harus berlaku adil dan menempatkan manusia pada martabatnya dalam memenuhi hak-haknya. Bagi masyarakat bangsa Indonesia yang menyatakan dirinya hidup dalam negara hukum, maka menghianati hukum adalah menghianati keadilan, menghianati keadilan berarti menghianati hati nurani, dan pada spektrum sosial penghianatan itu berarti menghianati martabat manusia dan masyarakat dengan segala hak asasinya. A. Pemenuhan Hak Asasi Manusia. Sejak disyahkannya Deklarasi Universal Tentang Hak-hak Asasi Manusia (10 Desember 1948) umat manusia didunia dapat berharap bahwa akan terjamin hak-hak asasinya sebagaimana tertuang dalam pasal 1,3,dan 5 DUHAM, yang menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai martabat dan hak yang sama,dan hidup dalam semangat persaudaran(pasal 1).Bahwa setiap orang berhak atas kehidupan,kebebasan, dan keselamatan individu(pasal 3).Bahwa tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam,dihukum secara tidak manusiawi atau dihina(pasal 5 ). Dari apa yang tertuang dalam tiga pasal itu saja sebenarnya umat manusia dapat merasa aman dan tentram karena merasa dijamin hak hak asasinya. Namun dalam kenyataannya ternyata pelanggaran terhadap hak asasi manusia masih terjadi diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Pada masa pemerintaahan orde baru, 1111
Khalid M Ishaque, Op Cit,Hal.2
51
pelanggaran dan pengabaian terhadap hak asasi manusia(rakyat)pada umumnya dilakukan oleh Negara/pemerintah. Pada era reformasi sekarang ini, pelanggaran dan pengabaian terhadap hak asasi manusia tidak hanya dilakukan oleh Negara/aparat penegak hukum,tetapi juga oleh masyarakat/rakyat itu sendiri.Misalnya aksi-aksi yang ditampilkan dalam penuntutan hak-hak asasi mereka justru tidak dibarengi dengan pemahaaman yang benar dan komprehensif tentang hak-hak asasi manusia, akibatnya mereka berbuat semaumaunya tanpa mempedulikan hak-hak orang lain yang semestinya dihormati. Hak asasi manusa seringkali dipahami sebagai kebebasan tanpa adanya batasan-batasan aturan main yang harus dipatuhi (hukum yang berlaku).Padahal jika proses dalam penuntutan hak-hak asasinya sampai melanggar ha-hak asasinya orang lain,atau merugikan kepentingan umum,sudah dapat dikategorikan juga sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Begitu juga halnya dengan upaya dalam penegakan hukum, ternyata di dalam pelaksanaannya masih belum memadai sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Hukum bukan lagi dijadikan sarana untuk membela atau menegakkan kebenaran dan keadilan, melainkan hukum sudah dijadikan komoditi untuk dipertukarkan sebagai alat pembayaran guna membeli hal-hal yang justru untuk menentang kebenaran dan keadilan itu sendiri. Kesemuanya ini menggambarkan betapa lemahnya upaya penegakan hak asasi manusia oleh aparat negara(penegak hukum).yang semestinya menjadi garda terdepan dalam upaya menegakkan dan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Perilaku buruk dari aparat penegak hukum semacam itu masih banyak disaksikan dan dirasakan masyarakat sehingga menimbulkan ketidak-percayaan masyarakat, yang pada gilirannya memicu terjadinya erosi kesadaran hukum masyarakat (kultur hukum). Akibat dari lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang dianggap sudah kehilangan integritas dan kredibilitasnya, masyarakat seringkali melakukan pelanggaran hak asasi manusia dengan secara emosional dan sentimental menghakimi sendiri kasus-kasus yang
52
dirasakan sebagai pengganggu atas rasa kebenaran dan keadilannya. Pengerusakan, pembakaran dan bahkan pembunuhan, pada dasarnya merupakan pelecehan terhadap supremasi hukum dan menggantikannya dengan supremasi massa yang menggejala sebagai terorisme sosial. Ketidak-seriusan pemerintah menegakkan hukum,dan ketiadaan perlindungan terhadap hak asasi manusia , keadilan dan kemananan bagi warga masyarakat untuk mengembangkan dirinya merupakan penyebab lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sewaktu-waktu menjadi amunisi bagi alasan terjadinya kerusuhan dan konflik yang dapat mengganggu kelangsungan hidup dan kehidupan manusia. Dan dalam kondisi seperti itu juga, mengakibatkan masyarakat cendrung untuk memilih jalan pintas walaupun itu bertentangan dengan aturan hukum atau nilai-nilai hak asasi manusia yang ada disekitarnya. Sebagai karunia Tuhan yang melekat pada dan tidak terpisakan dari manusia, hak asasi itu harus dihormati dan ditegakkan demi peningkatan martabat manusia. Namun demikian,bukan berarti manusia dengan hak-haknya dapat berbuat semaunya, sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan memperkosa hak orang lain, maka ia harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya .12 Adanya keharusan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan tersebut,maka fungsi hukum selain melindungi, juga berfungsi sebagai pembatasan agar hak asasi manusia dapat ditegakkan atau pembatasan terhadap pelanggaran hak asasi orang lain. Oleh karena itu hak asasi bersifat relatif, tidak mutlak. Dalam bahasa lain, bahwa di dalam menuntut hak tersebut, maka disitu ada kewajiban untuk menghormati hak orang lain. Hak asasi individu tetap diakui dan dihormati sepanjang tidak bertentangan dengan norma-norma hukum maupun norma lainnya yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian pemenuhan hak tersebut dalam pelaksanaannya dipertanggung-jawabkan secara moral, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama manusia dalam hidup bersama. 12
. Baharuddin Lopa, Al Quran Dan Hak Asasi Manusia,Jakarta, PT Dana Bhakti Prima Yasa,1999) hlm.1
53
Dalam Islam, pendekatan untuk menegakkan hak asasi manusia dimulai dari penyadaran dari dalam, dalam arti kesadaran keagamaan yang dinyatakannya tertanam dan terbina di dalam hati, pikiran dan jiwa penganut-penganutnya. Dengan kata lain basis legitimasi dari pendekatan agama adalah ketaqwaan kepada Tuhan, sedangkan basis kekuatan dari pendekatan sekuler adalah daya paksa dari Negara. Selain perbedaan dalam pendekatan tersebut, hak asasi manusia dalam pandangan sekuler semata-mata bersifat ”antrposentris”, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, hak-hak manusia sangat dipentingkan/diutamakan. Sebaliknya dalam pandangan Islam hak-hak asasi manusia itu bersifat “Teosentris”, artinya segala sesuatu berpusat pada Tuhan. Dari penjelasan tersebut di atas dipahami bahwa hak asasi manusia dalam pandangan Islam,tidak hanya menekankan pada hak manusia, akan tetapi hak itu dilandasi kewajiban asasi manusia.Oleh sebab itu pengakuan dan penghormatan seseorang terhadap hak-hak orang lain, adalah merupakan kewajiban yang dibebankan oleh hukum agama untuk mematuhi perintah Allah. Dalam totalitas Islam, kewajiban manusia kepada Allah mencakup juga kewajiban kepada setiap individu yang lain. Ajaran Islam menempatkan kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat sebagai sesuatu yang integral tidak terpisahkan, terkait satu dengan lainnya secara berimbang dengan mendahulukan dan mengutamakan kewajiban kewajiban dari pada hak-haknya. Setiap individu sebagai anggota masyarakat berkewajiban memperhatikan dan melayani kepentingan masyarakat sesuai dengan bakat dan keahliannya,dan menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk tidak membenarkan setiap individu mengabaikan tugasnya terhadap masyarakat( A.Zaki Yamani,1978:39 ). Dalam konsep Islam, bahwa setiap individu dalam menjalankan fungsi kemasyarakatannya tidak hanya menekan-kan kepada penuntutan haknya,tetapi lebih ditekankan agar masing-masing pihak memenuhi haknya pihak lain, karena tanpa adanya kesadaran seperti itu akan menimbulkan kesewenang -wenangan dan dapat memicu timbulnya pertentangan.
54
Dari pandangan Islam terhadap hak-hak asasi yang ada dalam diri manusia tersebut hendaknya diseimbangkan dengan kewajiban-kewajiban asasinya. Dengan kata lain Islam menekankan agar manusia dalam menjalani hidup dan kehidupnnya, mencapai suatu keseimbangan dan harmoni antara kewajiban dan hak-haknya, keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.Tanpa adanya keseimbangan tersebut akan memicu berbagai konflik dan permasalahan sosial yang dapat mengganggu kelangsungan hidupnya. Aspek khas konsep Islam terkait hak asasi manusia adalah tidak adanya orang lain yang dapat memaafkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Negara berkewajiban memberi hukuman kepada pelanggar hak asasi manusia dan memberi bantuan kepada pihak yang dilanggar haknya, kecuali pihak yang dilanggar hak-haknya telah memaafkan pelanggar hak asasi manusia tersebut. Dalam Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama ajaran Islam, banyak ditemukan prinsip-prinsip Hak hak Asasi Manusia ; antara lain ; a). Hak Hidup ; Hak yang pertama kali dianugerahkan Allah kepada manusia adalah hak untuk hidup dan ini berlaku universal. Oleh karena itu dalam konsep Islam setiap orang hendaknya menghormati hak hidup orang lain, bahkan terhadap bayi yang masih dalam kandungan sekalipun.Rasulullah Muhammad pernah menunda hukuman mati terhadap seorang wanita karena untuk melindungi hak hidup si bayi yang ada dalam kandungannya ( Syekh Syaukat Hussain, 1996:60-61). Dalam konsep Islam, bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat yang tinggi. Kemuliaan martabat yang dimiliki manusia itu tidak ada pada mahluk lain. Ketinggian martabat yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia,pada hakekatnya merupakan fitrah yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia. Oleh karena Allah telah memberikan dan menjamin kemuliaan martabat manusia ,maka manusia mempunyai hak perlindungan untuk hidup dan nyawanya tidak dapat dihilangkan tanpa suatu alasan yang sah dan adil.
55
“ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak Adam(manusia) kami tebarkan mereka di darat dan di laut,dan Kami berikan mereka rezeki yang baik-baik dan Kami berikan mereka kelebihan-kelebihan dari mahluk lain yang Kami ciptakan ” (Q.S.17:70). “Dan
janganlah
kamu
membunuh
jiwa
yang
diharamkan
Allah
membunuhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar “ (Q.S.17:33).
Dalam hukum Islam memang memberlakukan hukum Qisas atau hukuman mati. Hal ini bukan berarti Islam tidak menghormati hak asasi atau hak hidup seseorang, tetapi Islam melihat manusia sebagai komunitas, bukan hanya melihatnya sebagai individual. Dengan kata lain hokum Qisas dalam hukum Islam telah menjamin dan menyelamatkan kelangsungan hidup suatu masyarakat.Disinilah nampak dari salah satu ciri khas dari hukum Islam yang selalu mengutamakan keselamatan dan kepentingan umum ( Masalih Al Mursalah) dari pada kepentingan individual. b). Prinsip Persamaan; Pada dasarnya semua manusia sama, karena semua manusia adalah hamba Allah. Islam tidak mengakui adanya hak istimewa yang berdasarkan kelahiran, kebangsaan ataupun halangan lainnya yang dibuat oleh manusia sendiri. Hanya satu kriteria (ukuran) yang dapat membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain,yakni ketakwaannya.Islam juga menjamin persamaan hak dimuka umum dan perlindungan hukum yang sederajat kepada seluruh ummat manusia tanpa memandang kasta,kepercayaan,perbedaan warna kulit dan agama. “ ……Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling Taqwa”(Al-Hujurat:13). “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang mereka telah kerjakan…”(Al-Ahqaaf: 19). c). Prinsip Kebebasan Menyatakan Pendapat; Ajaran Islam sangat menghargai akal pikiran, oleh karena itu setiap manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya sebagai mahluk yang berfikir, mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas,
56
namun kebebasan disini bukan bersifat mutlak. Kebebasan menyatakan pendapat hendaknya disertai dengan tanggung-jawab dan diartikan sebagai perwujudan perintah Allah agar manusia mau dan selalu menggunakan akal fikirannya. c). Prinsip Kebebasan Beragama; Prinsip kebebasan beragama ini secara jelas ditegaskan di dalam Al-Qur’an“Tidak boleh ada paksaan dalam agama”(Q.S.2:256). Prinsip ini mengandung makna, bahwa manusia sepenuhnya mempunyai kebebasan untuk menganut suatu agama yang diyakininya. Selain prinsip larangan memaksakan keyakinan agama kepada seseorang, Islam juga melarang diskriminasi terhadap seseorang atas dasar agama, melarang merendahkan atau menghina agama dan kepercayaan orang lain, serta larangan menghambat dan menghalangi pengembangan dan penyebaran agama orang lain. Dalam konsep Islam, makna kebebasan beragama adalah kebebasan bagi seseorang untuk menganut agama atau kepercayaan yang diyakininya dengan sukarela, penuh kesadaran dan keinsyafan. Seseorang yang telah menyatakan diri sebagai pemeluk suatu agama,maka dia harus konsisten untuk melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.Jadi bukan berarti bahwa setiap saat seseorang itu bebas memilih dan mengganti-ganti agama sesukanya. e. Hak Atas Harta; Dalam hal pemilikan harta, Islam sangat menghargai dan melindungi hak milik seseorang Islam memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak milik seseorang. Oleh karena itu siapapun juga termasuk penguasa tidak diperbolehkan merampas hak milik seseorang, kecuali untuk kepentingan umum. Bahkan sebaliknya, justru merupakan kewajiban penguasa untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak milik rakyat. Pemerintah dibenarkan mengambil alih harta seseorang, tetapi wajib memberi ganti kerugian yang layak dan adil. Hak ini mencakup hak-hak untuk dapat mengkonsumsi harta, investasi dalam berbagai bidang usaha,serta hak perlindungan rakyat untuk mendiami tanah hak miliknya. Dalam konsep Islam,walaupun seseorang berhak atas harta yang dimilikinya, namun dalam harta itu terdpat juga fungsi sosialnya. Artinya orang yang memiliki
57
harta kekayaan yang telah dijamin dan dilindungi hak-haknya oleh hukum,maka dia berkewajiban untuk memberikan / mengeluarkan sebagiannya untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya, seperti dalam bentuk zakat. Fungsi sosial dalam zakat tersebut, bertujuan untuk mengatasi kemiskinan dan menciptakan pemerataan dalam kehidupan masyarakat serta mempersempit kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Selain prinsip-prinsip tentang hak-hak asasi yang dipaparkan di atas, Islam juga memperhatikan hak-hak lainnya, seperti hak untuk mendapat pendidikan, hak untuk mendapat perlindungan atas penyalahgunaan kekuasaan, hak-hak bagi wanita dalam rumah tangga, hak atas jaminan sosial, hak untuk mendapat perlindungan dari penyiksaan dan lain sebagainya. Dari pengakuan Islam terhadap hak-hak asasi yang ada dalam diri manusia tersebut hendaknya diseimbangkan dengan kewajibankewajiban asasinya.Dengan kata lain Islam menekankan agar manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya, baik sebagai peribadi maupun sebagai anggota masyarakat dapat mencapai suatu keseimbangan dan harmoni antara kewajiban dan hak-haknya, keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat. Dengan tidak adanya keseimbangan tersebut akan memicu berbagai konflik dan permasalahan sosial dalam masyarakat. Kewajiban yang dilaksanakn seseorang dengan penuh kesadaran bahwa ia berada di bawah kekuasaan Allah, akan mencegah timbulnya kekuasaan manusia atas manusia lainnya yang seringkali menjadi sebab terjadinya pelanggaran terhadap hakhak asasi manusia. Setiap orang, termasuk mereka yang bertanggung-jawab dalam urusan-urusan kolektif manusia ( Pemerintah ), akan bertanggung-jawab di hadapan Allah atas pelanggaran terhadap ketetapan-ketetapan-Nya. Konsep inilh yang semestinya dipegang Pemerintah khususnya aparat penegak hukum dan juga oleh setiap orang dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya agar tidak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak yang telah diberikan Allah.
III.
SIMPULAN
58
5. Sebagai salah satu subsistem sosial, hukum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Hukum selain berfungsi sebagai sarana memelihara ketertiban dan ketenraman dalam masyarakat, hukum juga berfungsi sebagai sarana mendorong dan mengarahkan adanya perubahan dalam masyarakat. 6. Dalam pandangan Islam, menegakkan hukum adalah amanat Tuhan yang harus dilaksanakan,dan di dalam menegakkan keadilan itu hendaknya berlaku obyektif, tidak membeda-bedakan antara satu orang dengan lainnya, dan jangan sampai dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya subyektif. 7. Keadilan merupakan dasar tegaknya fungsi hukum. Memfungsikan hukum yang berkeadilan tidak terbatas pada upaya penegakan hukum,tetapi juga bagaimana menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia demi kelangsungan hidup manusia. 8. Dalam pandangan Islam,antara Moralitas (nilai-nilai agama)Hukum dan Keadilan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, terjalin korelasi yang sangat erat tak terpisahkan satu dengan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Boisard, Marcel A, Humanisme Dalam Islam, Terejemahan H.M. Rasyidi,Bulan Bintang, Jakarta, 1980. Departemen Agama RI,Al-Qur’an Dan Terjemahnya , Jakarta, 1986. Hussain, Syekh Syaukat, Hak Asasi Manusia Dalam Islam ,Terjemahan Abdul Rochim, Gema Insani Press, 1996. Ishaque,Khalid M, Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Islam,Terjemahan A.Rahman Zainuddin ,1974. Yamani,Ahmad Zaki, Syari’at Islam Yang Kekal Dan Persoalan Masa Kini, Jakarta,1978
59
Kusumohamidjojo,Budiono, Ketertiban Yang Adil, Grassindo,Jakarta,1999. Lopa, Baharudin, Al-Qur’an Dan Hak Asasi Manusia, PT.Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1999. Rahardjo, Syacipto , Hukum dan Masyarakat, Angkasa ,Bandung, 1986. Soekanto,Soerjono ,Faktor-Faktor yang Mempengarhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta ,1983. Soejadi,H.R.,Refleksi Mengenai Hukum dan Keadilan,Aktualisasinya di Indonesia, Jurnal Ketahanan Nasional,VIII(2),Agustus 2003.
60
sebagaimna dikutip Fanani (1998) Nasikun mengemukakan, .(Zainuddin Fanani, dalam Akademika,No. 02/Th.XVI/1998:13).
Kewajiban yang dilaksanakn oleh seseorang dengan penuh kesadaran bahwa ia berada di bawah kekuasaan Allah, akan mencegah timbulnya kekuasan manusia atas manusia lainnya yang seringkali menjadi sebab terjadinya pelanggaran terhadap hakhak asasi manusia. Setiap orang,termasuk mereka yang bertanggung-jawab dalam urusan-urusan kolektif manusia ( Pemerintah ) akan bertanggung-jawab di hadapan Allah atas pelanggaran terhadap ketetapan-ketetapan-Nya. Konsep inilah yang semestinya dipegang oleh setiap orang dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain yang telah diberikan Allah.
61
Salah satu azas yang mempunyai peranan penting dalam mewujudkan pemerintahan yang baik adalah supremasi hukum, selain prinsip-prinsip lainnya, seperti akuntabilitas, transparansi,partisipasi,keadalian dan lain-lainnya.Supremasi hukum haruslah dilakukan secara komprehensif meliputi seluruh komponen sitem hukum, baik itu substansi hukum, kelembagaan hukum, maupun budaya hukum itu sendiri. Namun dalam kenyataannya di lapangan, dari sisi substansi hukum seringkali terdapat celah-celah hukum yang memberi peluang bagi pelanggar hukum untuk menghindarkan diri dari jeratan hukum.
62
63
Satjipto Rahardjo (2004), mengemukakan, hukum adalah institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera, dan membuat manusia bahagia. Tujuan hukum tersebut akan dapat dirasakan bilamana disangga oleh pilar keadilan, sedang keadilan itu sendiri akan terwujud bila ada keseimbangan antara para pihak dalam melaksanakan dan memperoleh kewajiban serta haknya. Dalam bahasa lain, dengan keadilan hukum itu dapat diletakkan nilai dan martabat manusia pada tempatnya yang wajar, melaksanakan kewajiban dan memperoleh haknya secara seimbang.
64
Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, PT.Raj Grafindo Persada,Jakarta, 1999. Azhary,M. Tahir dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum,Sosial dan Politik, Bulan Bintang,Jakarta, 1988. Espito,Jhon L dan Jhon O Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim,Terjemahan Rahmani Astuti, Mizan, Bandung, 1999. Hamidullah M, Pengantar Studi Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1974. Haryono,Anwar , Hukum Islam, Kekuasaan dan KeadilanNya, Bulan Bintang, Jakarta, 1968. Rauf,Maswadi,Konsensus Politik,Sebuah Penjajagan Teoritis, Dirjen Dikti Depdiknas , 2000. Ridha,M.Rasyid, Wahyu Ilahi kepada Muhammad, Jakarta, 1982. Iqbal, Muhammad, The Reconstruction of Relegious Thought in Islam, 1968. Jhon J.Donohue dan Jhon L Esposito(Eds), Islam dan Pembaharuan, Terjemahan Mahnun Husein, Rajawali, Jakarta, 1984 Kutub,Syed,Social Justice in Islam,diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Jhon B. Hardie , New York, 1970. Yafie, Ali.KH , Menggagas Fiqih Sosial , Mizan, Bandung,1994
65
Masalah keadilan, sikap santun, mencegah kekejian dan kemungkaran mengandung makna bathiniyah dan lahiriyah. Makna bathiniyah, dalam tingkat individual akan melahirkan akhlak tinggi, dan dalam tingkat masyarakat dan negara akan melahirkan moralitas hukum.Sedangkan makna lahiriyah, akan melahirkan law enforcement, legalisme dan aspek-aspek positivistik lainnya (Imam Addaruqutni, 1997: 37).
9. Tegak dan berfungsinya hukum dalam pandangan Islam akan terwujud bila keadilan telah ditempatkan sebagai fondasi dan sufra struktur sekaligus. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat tegaknya demokrasi adalah adanya penegakan dan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Demokrasi akan menjadi rapuh apabila hak asasi manusia setiap warga negara tidak terpenuhi. Sementara itu, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia akan terwujud apabila fungsi hukum dapat ditegakkan. Dengan demikian,nampak bahwa antara moralitas, hukum yang berkeadilan, hak asasi manusia dan demokrasi,dalam arti bahwa moralitas yang tidak didukung oleh penegakan hukum dan keadilan,hak asasi manusia dan demokrasi yang tidak berjalan dengan baik akan melahirkan subyektifitas, satu sama lain akan saling berbenturan. Sebaliknya penegakan hukum, hak asasi manusia dan pelaksanaan demokrasi yang tidak disertai dengan dasar dan alasan moral, akan melahirkan sikap dan prilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang menjadi tujuan essensial dari hukum dalam menegakkan dan menghormati hak asasi manusia dan menciptakan kehidupan yang demokratis.
66
10. Dalam konteks sosial(kehidupan bersama),hukum dalam pandangan Islam memiliki beberapa fungsi,yaitu: Fungsi kontrol sosial, agar manusia tidak melakukan sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri,orang lain,dan lingkungannya.Fungsi sanksi hukum sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman
serta perbuatan yang
membahayakan hidup dan kehidupannya. Fungsi mengatur dan memperlancar proses interaksi sosial,sehingga terwujud masyarakat yang harmonis,seimbang, aman, dan sejahtera. 11. Dari pengakuan Islam terhadap hak-hak asasi yang ada dalam diri manusia tersebut hendaknya diseimbangkan dengan kewajiban-kewajiban asasinya. Dengan kata lain Islam menekankan agar manusia dalam menjalani hidup dan kehidupnnya mencapai suatu keseimbangan dan harmoni antara kewajiban dan hak-haknya, keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.Tanpa adanya keseimbangan tersebut akan memicu berbagai konflik dan permasalahan sosial dalam masyarakat. 12.
Kewajiban yang dilaksanakn oleh seseorang dengan penuh kesadaran bahwa ia berada di bawah kekuasaan Allah, akan mencegah timbulnya kekuasan manusia atas manusia lainnya yang seringkali menjadi sebab terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Setiap orang, termasuk mereka yang bertanggung-jawab dalam urusan-urusan kolektif manusia(Pemerintah)akan bertanggung-jawab di hadapan Allah atas pelanggaran terhadap ketetapanketetapan-Nya.Konsep inilah yang semestinya dipegang oleh setiap orang dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak yang telah diberikan Allah.
Dalam kaitannya dengan persamaan dalam pelaksanaan dan perlindungan hukum tersebut, Nabi Muhammad Rasulullah menegaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasaa’i ;
67
“ Orang-orang sebelum kamu dulu,hancur telah dibinasakan oleh Allah, karena mereka menghukum orang-orang biasa dan rakyat jelata atas pencurian yang mereka lakukansementara membiarkan golongan bangsawan dan ber-kedudukan tinggi tanpa dihukum atas pencurian yang mereka lakukan. Demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, andaikan Fatimah putriku sendiri yang mencuri, maka aku akan memotong tangannya “ (Khalid M. Ishaque, 1974:2). Dari hadits tersebut dapat dipahami, bahwa persamaan dihadapan hukum adalah hak setiap orang dan untuk melaksanakan persamaan dihadapan hukum tersebut adalah kewajiban penguasa/pemerintah. Untuk itu pemerintah dan aparat penegak hukum dalam melaksanakan asas persamaan ini, harus berlaku adil dan menempatkan manusia pada martabatnya dalam memenuhi hak-haknya.
“ Mereka akan diliputi kehinaan(kekacauan dan kesengsaraan , dimana saja dan kapan saja mereka berada,kecuali jika mereka semua berpegang pada tali agama(aturan hukum)yang telah ditetapkan oleh Allah,dan juga berpegang pada tali(aturan perundang -undangan) yang telah mereka sepakati bersama sesama manusia” ( Q.S.3:112 ).
68
kewajiban masyarakat untuk memenuhi tugas-tugas tersebutdinamakan “Fardu Kifaayah”,yaitu suatu kewajiban kolektif yang apabila dilakukan oleh sebagian atau sejumlah anggota masyarakat, maka anggota masyarakat lainnya yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut
dianggap telah ikut melaksanakan
kewajibannya. Sebaliknya kewajiban individual masing-masing anggota masyarakat disebut dengan ”Fardu‘Ain“, yaitu kewajiban yang sepenuhnya menjadi
tanggung-jawab
setiap
individu.
Anggota
masyarakat
lainnya
terbebaskan dari pertanggung-jawaban, apabila kewajiban itu tidak dilaksanakan oleh seseorang dari anggota masyarakat yang bersangkutan.
Begitu juga halnya dengan upaya
supremasi hukum,yang dalam
pelaksanaannya ternyata masih belum memadai sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Salah satu azas yang mempunyai peranan penting dalam mewujudkan pemerintahan yang baik adalah supremasi hukum, selain prinsip-
69
prinsip lainnya, seperti akuntabilitas, transparansi,partisipasi, keadalian dan lainlainnya.
Azar(1986) seperti yang dikutip Miall dkk(2002:115) mengatakan, meratanya konlik umumnya terjadi di dalam pemerintahan yang lemah dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Dalam konteks ini dia melihat posisi atau peran kritis bagi pemerintah.Lebih lanjut Azar mengemukakan, bahwa pada saat
penguasa/pemerintah
telah
diberi
otoritas
untuk
memerintah
dan
menggunakan kekuasaan untuk mengatur dan melindungi warga negara serta menyediakan
barang-barang
kebutuhan
mereka
secara
kolektif,
penguasa/pemerintah mampu memenuhi dan memuaskan masyarakat, atau sebaliknya dapat juga mengecewakan keinginan-keinginan masyarakat.
h. Keadilan hukum terkait erat dengan nilai-nilai moral,kebenaran dan prinsip persamaan.Marcel A. Boisard (1980: 135-142),mengemuka -kan bahwa; 1. Keadilan hukum merupakan pusat gerak dari nilai-nilai moral yang pokok. 2. Keadilan hukum adalah sesuatu yang legal dan lurus, sesuai dengan hukum yang diwahyukan. Tercakup dalam pengertian ini, bahwa keadilan hukum adalah sama dengan kebenaran. 3. Didalam pengertian keadilan hukum, terdapat konsep persamaan.
70
Dari apa yang dikemukakan Boisard di atas, maka dapat dipahami bahwa taqwa menekankan terciptanya budaya dimana seseorang, baik dalam skala individual maupun sosial mampu mengembangkan rasa tanggungjawab dalam rangka moralitas hukum agar terciptanya masyarakat yang berkeadilan,yang pada gilirannya kondisi ini mengikis kecendrungan perilaku menyimpang dari tingkat perorangan sampai pada entitas suatu masyarakat. Keadilan dapat dikatakan sebagai pemandu atau asas dan sendi-sendi sekaligus dari ideasi dan pengelolaan urusan publik (masyarakat) yang diatasnya dimungkinkan dibangunnya kaidah-kaidah sosial, norma-norma dan moralitas hukum.
Soekanto,1983:2).Norma
atau
kaidah-kaidah
tersebut,terdiri
dari
norma
agama,norma kesusilaan,norma kesopanan,dan norma hukum. Nilai-nilai yang yang melekat di dalam norma-norma atau kaidah-kaidah tersebut akan selalu menyertai manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Dalam
pandangan
Islam
yang
ajarannya
bersumber
dari
Al-
Qur’an,memberikan pandangannya tentang pentingnya berpegang dan sekaligus memfungsikan
hukum
atau
aturan-aturan
yang
telah
digariskan
oleh
Tuhan,maupun aturan-aturan hukum yang dibuat dan disepakati bersama dalam hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an;
71
maka hal itu merupakan salah satu makna dari demokrasi. Hakekat demokrasi adalah kebebasan yang bertanggungjawab yang diwujudkan dengan mem-perhatikan rambu-rambu etika dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu, dalam kehidupan demokrasi, setiap orang diposisikan sama di depan hukum tanpa terkecuali.Begitu juga dalam pengambilan berbagai kebijakan dan keputusan, didasarkan pada keterbukaan melalui musyawarah untuk mufakat demi kepentingan bangsa dan negara.
IV.PEMBAHASAN A. Konsep Islam Tentang Hukum Dan Keadilan 1 . Hukum Dalam Konsep Islam 1.1Pengertian Masalah hukum merupakan bagian dari ajaran agama Islam. Hukum dalam konsepsi Islam, dasar dan kerangkanya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan,tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat. Perkataan hukum yang sering diguna-kan dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata“hukm”dalam bahasa Arab. Artinya norma atau kaidah,yakni ukuran, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda (Mohammad Daud Ali, 1999: 39). Dalam pandangan Islam, hukum tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang di-pengaruhi oleh kebudayaan manusia pada suatu saat di suatu masa, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam AlQur’an dan dijelas-kan oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dalam kitab-kitab hadits.Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan hukum-hukum lainnya
72
yang semata-mata lahir dari kebiasaan dan hasil pemikiran atau buatan manusia belaka. Dalam masyarakat Indonesia,umumnya dikenal beberapa Istilah,seperti syari’at Islam sering digunakan istilah hukum syara’ ,untuk fiqih Islam digunakan hukum fiqih atau kadang disebut hukum Islam.Hal ini dapat dipahami karena antara syari’at dan fiqih merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.Syari’at merupakan landasan fiqih,dan fiqih merupakan pemahaman orang yang memenuhi syarat tentang syari’at. Syari’at adalah ketentuan-ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang terdapat dalam kitab-kitab Hadits. Syari’at bersifat fundamental dan menunjukkan kesatuan dalam Islam. Sedangkan fiqih yang merupakan pemahaman manusia yang sekarang terdapat dalam kitab-kitab fiqih, bersifat instrumental dan ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya disebut sebagai perbuatan hukum. Karena fiqih adalah hasil karya manusia, maka ia tidak berlaku abadi dalam arti dapat berubah dari masa ke masa, dan dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain. Hal ini nampak pada aliran- aliran hukum yang disebut dengan istilah Mazahib (mazhab-mazhab). Oleh karena itu fiqih menunjukkan adanya keragaman dalam hukum Islam (Mohammad Daud Ali,1999:45-46). 1.2.Tujuan Hukum Dalam Islam, Dalam kaitannya dengan tujuan hukum dalam Islam, Abu Ishaq al-Satibi (dalam Anwar Haryono (1968:140), merumuskan adanya lima tujuan utama dalam
hukum
Islam,
yaitu
memelihara:
(1)Agama,
(2)Jiwa,
(3)Akal,
(4)Keturunan, dan (5) Harta. (“Maqashid al- Khamsah”) . (1).Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap orang, karena dengan beragama martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dari martabat mahluk lainnya, dan memenuhi hajat jiwanya atau dapat menyentuh nuraninya.Dalam kehidupan beragama,Islam memberi perlindungan kepada pemeluk agama lain.Islam melarang untuk memaksa pemeluk agama lain untuk meninggalkan agamanya agar memeluk agama Islam( Q.S.2: 256).
73
(2).Jiwa manusia harus dilindungi,untuk itu hukum Islam wajib memelihara hak seseorang untuk hidup dan mempertahankan hidupnya.Islam melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dibutuhkan oleh manusia untuk mempertahankan kelangsungan dan kemaslahatan hidupnya(Q.S.4:29). (3). Akal mempunyai peranan sangat penting dalam keidupan manusia. Dengan akalnya manusia dapat memahami wahyu Allah, baik wahyu yang terdapat dalam kitab suci maupun yang terdapat dalam alam ciptaan-Nya.Dan dengan akalnya pula manusia dapat mengembang-kan ilmu pengethuan. Oleh karena itu pemeliharaan akal merupakan salah satu tujuan hukum Islam,dan melarang seseorang untuk melakukan perbuatn yang dapat merusak akal ,seperti meminum/memakan sesuatu yang dapat merusak akal ( Q.S.5: 90). (4).Dalam Islam,memelihara keturunan adalah hal yang sangat penting.Hukumhukum yang berkenaan dengan masalah perkawinan dan kewarisan merupakan hukum yang erat kaitannya dengan pemurnian dan pemeliharaan keturunan. Islam memerintah-kan untuk meneruskan keturunan melalui perkawinan yang sah, dan melarang per-buatan zina, karena dapat merusak kemurnian perkawinan dan keturunan manusia (Q.S. 17:32). (5).Sebagai khalifah yang diberi amanah untuk mengelola alam sesuai kemampuan yang dimikinya, manusia berhak untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal atau sah menurut hukum. Islam tidak mengakui hak milik seseorang secara mutlak, namun demikian,karena diperlukan adanya kepastian hukum dalam masyarakat, untuk menjamin kedamaian dan ketertiban dalam hidup bersama, maka hak milik seseorang atas sesuatu benda diakui selama itu diperoleh dengan cara halal dan berfungsi sosial. 1.3. Fungsi Hukum Dalam Islam Dalam ajaran Islam, secara umum hukum bertujuan untuk mencegah kerusakan
pada
manusia
dan
mendatangkan
kemaslahatan
bagi
mereka,mengarahkan mereka kepada kebenaran untuk mencapai kebahagian hidup. Peranan atau fungsi hukum Islam dalam hidup bermasyarakat, di antaranya ; a. Fungsi Ibadah; Fungsi utama dan pertama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah. Sebagai hukum yang bersumber dari Allah, maka ia wajib dipatuhi, dan kepatuhan di dalam berpegang dan melaksanakannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
74
b. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Hukum Islam yang dimaksudkan untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia, agar dapat mendatangkan kemaslahatan dan menghindari kemudaratan.Dengan kata lain, fungsi kontrol sosial dalam hukum Islam adalah agar manusia tidak melakukan atau berbuat sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri, orang lain,dan juga lingkungannya. Sebaliknya hukum Islam mengatur kehidupan manusia agar tercipta susana kehidupan yang harmonis dan dinamis dalam hidup bermasyarakat. c. Fungsi Zawajir. Fungsi ini terkait dengan adanya sangsi hukum. Dengan adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan hidup dan kehidupannya. d. Fungsi Tanzim Wa Islah Ummah; Fungsi hukum Islam sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memprlancar proses interksi sosial, sehingga ter-wujud masyarakat yang harmonis, seimbang, aman, dan sejahtera. Dalam hal-hal tertentu, hukum Islam menetapkan aturan yang mendetail dan rinci, juga ada yang sifatnya hanya menetapkan aturan pokok dan nilai dasarnya. Dalam hal ini diberikan peluang bagi para ahli dan mereka yang berkompeten pada bidang masing-masing, dengan tetap berpegang pada aturan pokok dan nilai dasar tersebut (Ibrahim Husen(1996),dalam Uswatun Hasanah, 2003: 8-9).
II. Keadilan Hukum
75
B. Hak Asasi Manusia Dan Demokrasi Dalam Islam. 1. Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah melahirkan suatu piagam tentang hak asasi manusia yang bersifat universal yang dikenal dengan“The Universal Declaration of Human Rights” yang disahkan oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Secara umum apa yang terdapat dalam Deklarasi Umum Tentang HAM yang disyahkan PBB tersebut, pada dasarnya tidak ada yang bertentangan dengan pandangan Islam, bahkan dapat dikatakan bahwa HAM yang terdapat dalam DUHAM tersebut sebagaian besar, kalau tidak seluruhnya merupakan doktrin yang diajarkan Islam dan dipraktekkan dalam berbagai aspek kehidupan.Namun
demikian,
bila
dilihat
dari
pendekatan
yang
digunakan,ditemukan adanya perbedaan antara pandangan Islam dan pandangan Barat yang sekuler.
Aspek khas dalam konsep HAM Islami adalah tidak adanya orang lain yang dapat memaafkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Negara berkewajiban memberi hukuman kepada pelanggar HAM dan memberi bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM-nya, kecuali pihak yang dilanggar HAM- nya telah memaafkan pelanggar HAM tersebut. Dalam Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama ajaran Islam, banyak ditemukan prinsip-prinsip human rights sebagaimana tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights, antara lain ;
76
a). Hak Hidup ; Dalam Al-Qur’an disebutkan, bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat yang tinggi. Kemuliaan martabat yang dimiliki manusia itu tidak ada pada mahluk lain.Martabat yang tinggi yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia, pada hakekatnya merupakan fitrah yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia ; “ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak Adam(manusia) kami tebarkan mereka di darat dan di laut, dan Kami berikan mereka rezeki yang baik-baik dan Kami berikan mereka kelebihan-kelebihan dari mahluk lain yang Kami ciptakan ” (Q.S.17:70). “Danjanganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar “ (Q.S.17:33). Prinsip-prinsip Islam yang telah menempatkan manusia pada martabat yang tinggi dan mulia tersebut,dapat dibandingkn dengan prinsip -prinsip yang terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights,antara lain;Pasal 1:“Semua manusia dilahirkan merdeka dan berkesamaan dalam kehormatan dan hak-haknya” Pasal 3: “Setiap orang mempunyai hak untuk hidup,keamanan dan kemerdekaan” . b). Prinsip Persamaan; Pada dasarnya semua manusia sama,karena semua manusia adalah hamba Allah.Islam tidak mengakui adanya hak istimewa yang berdasarkan kelahiran, kebangsaan ataupun halangan lainnya yang dibuat oleh manusia sendiri. Hanya satu kriteria (ukuran) yang dapat membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain, yakni ketakwaannya. (Q.S.49:13 ; Q.S.46:19). “ ……Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling Taqwa”(Al-Hujurat:13). “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang mereka telah kerjakan…. ” (Al-Ahqaaf: 19). c). Prinsip Kebebasan Menyatkn Pendapat Ajaran Islam sangat menghargai akal pikiran, oleh karena itu setiap manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya
77
sebagai mahluk yang berfikir,mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, namun kebebasan disini bukan bersifat mutlak. Kebebasan menyatakan pendpat hendaknya diartikan sebagai perwujudan perintah Allah agar manusia mau dan selalu menggunakan akal fikirannya. d).Prinsip Kebebasan Beragama;Prinsip kebebasan beragama ini secara jelas ditegaskan di dalam Al-Qur’an “Tidak boleh ada paksaan dalam agama…”( Q.S.2:256). Prinsip ini mengandung makna, bahwa manusia sepenuhnya mempunyai kebebasan untuk menganut suatu agama yang diyakininya. Selain prinsip larangan memaksakan keyakinan agama kepada seseorang, Islam juga melarang diskriminasi terhadap seseorang atas dasar agama, melarang merendahkan atau menghina agama dan kepercayaan orang lain,serta larangan menghambat dan menghalang-halangi pengembangan dan penyebran agama orang
lain.Dalam
Universal
Declaration
of
Human
Rights,Pasal
18
menyebutkan;“Setiap orang berhak memiliki kebebasan berfikir,keinsyafan bathin (nurani) dan beragama”. Dalam konsep Islam, makna kebebasan beragama adalah kebebasan bagi seseorang untuk menganut agama atau akidah yang diyakininya dengan sukarela, penuh kesadaran dan keinsyafan. Seseorang yang telah menyatakan diri sebagai pemeluk suatu agama, maka dia harus konsisten untuk melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.Jadi bukan berarti bahwa setiap saat seseorang itu bebas memeilih dan mengganti-ganti agama sesukanya. e. Hak Atas Harta;Dalam hal pemilikan harta, Islam sangat menghargai dan melindungi hak milik seseorang. Islam memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak milik seseorang. Oleh karena itu siapapun juga termasuk penguasa tidak diperbolehkan merampas hak milik seseorang, kecuali untuk kepentingan umum.Bahkan sebaliknya, justru merupakan kewajiban penguasa untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak milik rakyat. Pemerintah dibenarkan mengambil alih harta seseorang, tetapi wajib memberi ganti kerugian yang layak dan adil.Hak ini mencakup hak-hak untuk dapat
78
mengkonsumsi harta, investasi dalam berbgai usaha,serta hak perlindung-an rakyat untuk mendiami tanah miliknya. Selain prinsip-prinsip tentang hak-hak asasi yang dipaparkan di atas, Islam juga memperhatikan hak-hak lainnya, seperti hak untnk mendapat pendidikan, hak untuk mendapat perlindungan atas penyalahgunaan kekuasaan, hak-hak bagi wanita dalam rumah tangga,hak atas jaminan sosial,hak untuk mendapat perlindungan dari penyiksaan dan lain sebagainya.
2. Demokrasi Dalam konsep Islam,masalah demokrasi lebih banyak memberikan perhatian pada aspek sosial dan politik yang memang sudah lama mengakar,seperti musyawarah (syura’), konsensus (Ijma’) dan penilaian interpretative yang mandiri ( Ijtihad). Musyawarah merupakan konsekwensi politik kekhalifahan manusia di muka bumi. Tugas pemerintah atau pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka (rakyat) yang dipimpinnya dengan cara bermusyawarah. Dalam Al-Qur’an dijelaskan; “ …sedang urusan mereka diputuskan dengan cara musyawarah di antara mereka…..” (Q.S.42: 38). Dalam konsep Islam, tidak membenarkan adanya kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinnya.Oleh karena itu dalam konsep Islam, masalah politik, ummat (rakyat) mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam
menangani
L.Esposito,1991:149).
masalah
negara
(
Jhon
J.Donohue
dan
Jhon
79
Selain musyawarah, konsensus (ijma’) merupakan masalah penting dalam demokrasi. Konsensus adalah kesepakatan dalam hal tertentu antara paling tidak dua orang atau kelompok, dimana semua pihak yang terlibat di dalamnya berhasil men-capai pendapat yang sama (Maswadi Rauf,2000:1-2). Konsensus ini memainkan peranan penting dan menentukan dalam perkembangan hukum Islam serta memberi-kan sumbangan besar dalam tafsir hukum. Memang diakui bahwa dalam perjalanan sejarah Islam, konsensus sebagai salah satu sumber hukum Islam masih terbatas pada konsensus para cendekiawan (Ulama’) ,sementara konsensus pada tataran rakyat, kebanyakan mempunyai makna yang kurang penting dalam kehidupan ummat Islam. Namun demikian dalam pemikiran modern (kalangan ummat Islam), potensi fleksibilitas yang terkandung dalam konsep konsensus akhirnya mendapat peluang untuk mengembangkan hukum Islam dan menyesuaikannya dengan kondisi yang terus berubah ( Hamidullah, 1970:130). Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus (Ijma’) dan musyawarah (syura’) sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas. Oleh karena tidak adanya rumusan yang pasti mengenai struktur negara dalam Al-Qur’an, legitimasi negara bergantung pada sejauhmana organisasi dan kekuasaan negara mencerminkan kehendak rakyat. Sebab legitimasi pranata-pranata negara tidak berasal dari sumber tektual, tetapi terutama didasarkan pada prinsip konsensus (Ijma’). Atas dasar inilah konsensus dapat menjadi legitimasi sekaligus prosedur dalam suatu demokrasi Islam ( Jhon L. Esposito dan Jhon O Voll, 1999:34). Selain syura dan ijma’,Ijtihad yang merupakan penilaian interpretative mandiri ,juga sangat penting dalam proses demokrasi dalam Islam. Ijtihad ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi manusia kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah
80
yang sesuai dengan semangat dan keadaan zamannya(Khursid Ahmad (1967), dalam Uswatun Hasanah, 2003:14). Muhammad
Iqbal
(1968:173-174)
menegaskan
hubungan
antara
musyawarah, konsensus(ijma’)dan ijtihad,bahwa tumbuhnya semangat republik dan
pembentukan
majelis-majelis
legislatif
merupakan
awal
yang
besar.Pengalihan wewenang ijtihad dari individu-individu kepada majelis legislatif,dimana dalam kondisi kemajemukan mazhab merupakan satu-satunya bentuk ijma’ yang dapat diterima di zaman modern sekarang ini yang pada gilirannya akan menjamin kontribusi dalam pembahasan hukum dari kalangan rakyat yang memang memiliki wawasan yang luas dan tajam. Lebih lanjut Iqbal mengemukakan , bahwa bentuk pemerintahan republik tidak hanya sesuai dengan semangat Islam, tetapi merupakan keharusan mengingat munculnya kekuatan-kekuatan baru yang menyerukan kebebasan di kalangan dunia Islam. Musyawarah,konsensus,dan ijtihad merupakan kosep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban -kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi, dan sekaligus memberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan Islam dan demokrasi di dunia kontemporer sekarang ini. Dalam konteks Indonesia, dimana kehidupan demokrasinya didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945,yang pada dasarnya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan bagian dari nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Oleh karena itu tidak-lah keliru kalau ummat Islam Indonesia dapat menyetujui Pancasila sebagai falsafah, ideologi dan pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara (aspek horizontal). Hal ini didasarkan pada dua pertimbangan,yaitu; nilai-nilai Pancasila dibenarkan oleh ajaran Islam,dan fungsinya sebagai bentuk kesepakatan berbagai golongan dalam upaya mewujudkan kesatuan politik bersama.
81
82
* Makalah disampaikan dalam diskusi Bagian Hukum Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Mataram, 19 Agustus 2009 ** Dosen pada Bagian Hukum Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Mataram
**
Dengan demikian manusia sebagai khalifah di muka bumi akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar apabila ia berpegang pada aturan-aturan hukum yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan juga aturan-aturan yang telah disepakati bersama dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. baik itu dalam kaitan -nya dengan penegakan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat rakyat sebagai manusia dengan segala haknya, maupun sebagai rambu-rambu dalam menciptakan suasana kehidupan yang demokratis.
Islam juga menjamin persamaan hak di muka umum dan perlindungan hukum yang sederajat kepada seluruh ummat manusia tanpa memandang kasta, kepercayaan,
perbedaan
warna
kulit
dan
agama.Prinsip
persamaan
tersebut,dalam Universal Declaration of Human Rights terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 7. Pasal 6 menyebutkan,“Setiap orang berhak dimana saja untuk diakui sebagai manusia di depan hukum”.Pasal 7 menyebutkan,“ Semua orang
83
adalah sama di depan hukum dan berwenang memperoleh perlindungan yang sama dari hukum tanpa diskriminasi apapun “.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan mengkaji berbagai literatur/bahan kepustakaan,baik berupa buku-buku hasil karya para ahli maupun berbagai jurnal hasil penelitian dan makalah-makalah yang disampaikan dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, yang terkait dengan pokok kajian dalam penelitian ini.Adapun pendekatan yang digunakan dalam kajianj ini adalah pendekatan konsep dan normatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu dengan mengkaji data kepustakaan yang terkait dengan obyek penelitian. Selanjutnya setelah data terkumpul dilakukan analisa secara deskriptif kualitatif, sehingga pada gilirannya diperoleh kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang dikaji. Oleh karena Allah telah memberikan dan menjamin kemuliaan martabat manusia, mk manusia mempnyai hak perlindungan untuk hidup dan nyawanya tidak dapat dihilangkan tanpa suatu alasan yang sah dan adil. Dalam hukum Islam memang memberlakukan hukum Qisas atau hukuman mati.Hal ini bukan berarti Islam tidak menghormati hak asasi atau hak hidup seseorang, tetapi Islam melihat manusia sebagai komunitas dan bukan hanya melihatnya sebagai individual. Dengan kata lain Qisas dalam hukum Islam telah menjamin dan menyelamatkan kelangsungan hidup suatu masyarakat. Disinilah nampak ciri khas dari hukum Islam yang selalu mengutamakan keselamatan dan kepentingan umum( Masalih Al Mursalah)dari pada kepentingan individual. sehingga menjadikan kita masyarakat bangsa ini hidup dalam suasana kejam dan kasar, gersang dalam kekeringan spiritual dan kemiskinan budaya
84
Dalam ajaran Islam, manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada Nya (Q.S.51:56). Hal
ini mengandung konsekwensi, bahwa manusia
berkewajiban mengikuti ketentuan-keentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang diperintahkan kepada manusia, dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu huququllah (hak-hak Allah) dan huququl ‘ibad (hak-hak manusia). Hak-hak Allah adalah kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah, sedangkan hak-hak manusia merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap mahluk-mahluk Allah lainnya. Hak-hak Allah bukanlah berarti bahwa hak-hak yang diminta oleh Allah karena bermanfaat bagi- Nya, tetapi karena hak-hak Allah bersesuaian atau sejalan dengan hak-hak mahluk- Nya (Syekh Syaukat Hussain, 1996: 54).
Asal mula konsep modern tentang hak asasi manusia(HAM) dikaitkan dengan “Piagam Magna Carta“ yang lahir di Inggeris pada awal abad 13 (Tahun 1215) , yang pada dasarnya merupakan sebuah perjanjian antara raja dengan para baron (bangsawan) yang isinya,raja memberikan perlindungan terhadap hak-hak istimewa para baron. Namun dalam perkembangan selanjutnya piagam Magna Carta ini akhirnya ditafsirkan ke dalam konteks HAM dan pada akhirnya disetujui oleh Parlemen Inggeris pada Tahun 1355 dan melahirkan suatu hukum,dimana seseorang tidak dapat dirampas hak hidup,kebebasan maupun tanahnya tanpa melalui proses hukum yg telah ditentukn. Dalam konsep Islam, walaupun seseorang berhak atas harta yg dimilikinya,namun dalam harta itu terdpat juga fungsi sosialnya. Artinya orang yang memiliki harta kekayaan yang telah dijamin dan dilindungi hak-haknya,berkewajiban untuk memberikan/ mengeluar-kan sebagiannya untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya, seperti dalam bentuk zakat. “ Dan di dalam harta benda mereka(orang-orang kaya) terdapat hak fakir miskin/ orang-orang yg membutuhkannya, baik yg
85
diminta maupun tidak” (Q.S.51: 19). Fungsi sosial dalm bentuk zakat tersebut, bertujuan untuk mengatasi kemiskinan dan menciptakan pemerataan dlm kehidupan masyarakat serta mempersempit kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Dalam bentuknya yang lebih konkrit seperti yang ada sekarang,HAM ini dimulai dengan dicantumknnya dalam“Declaration of Independence”Amerika Serikat pada Tahun 1776. Begitu juga dalam“Deklarasi Hak-hak Manusia dan Warga Negara” di Perancis pada Tahun 1789, dengan selogannya yang sangat populer; kebebasan, persamaan dan persaudara -an.Berkembangnya perjuangan untuk menegakkan hak asasi manusia dengan munculnya berbagai bentuk dan versinya, mendorong HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM • Awal mula konsep modern ttg HAM di-kaitkan dgn“PIAGAM MAGNA CARTA” (Abad 13/Th 1215)di Inggeris yg pd dsr -nya mrpkn sbh perjanjian antara Raja dgn para baron(bangsawan).Isi perjan- -jian tsb,Raja memberikan perlindung- an trhdp hak-hak istimewa para baron. • Dlm perkembngn selanjutnya,piagam tsb akhirnya ditafsirkn ke dlm konteks HAM dan pd akhirnya disetujui oleh Parlemen Inggeris(Th 1335),dan mela-hirkan suatu ketentuan hukum,dimana Seseorang tdk dpt dirampas hak hdp, kebebasan & tanahnya tanpa melalui proses hukum yg tlh ditentukan. • Kemdn dlm btknya yg lebh konkrit sep yg ada skrg,HAM ini dimulai dgn dican –tumkannya dlm”Declaration of Inde- pendence”Amerika Serikat pd Th.1776 ISLAM,KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT MADANI Drs. Usman, M.Si Agama adalah suatu sistem nilai yang diakui dan diyakini kebenarannya dan merupakan jalan ke arah keselamatan hidup. Sebagai suatu sistem nilai yang juga berisi seperangkat norma,ajaran agama akan menghantarkan ummat manusia pada suatu peradaban masyarakat madani. Dengan demikian eksistensi agama merupakan kebutuhan primer bagi manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya di dunia ini. Memahami agama sebagai kebutuhan primer maka secara akal sehat kita sepakat bahwa agama perlu ditanamkan dan diajarkan serta dipahami oleh setiap orang dan warga masyarakat, khususnya para peserta didik sebagai komunitas
86
masyarakat dan generasi penerus bangsa dan negara. Menanamkan nilai-nilai agama kepada peserta didik merupakan tugas para orang tua selaku guru pertama dan utama di lingkungan rumah dan keluarga, dan juga merupakan tugas para guru di sekolah. Sebagai agama , Islam adalah aturan dan wahyu Tuhan yang sengaja diturunkan agar manusia hidup teratur, damai, sejahtera,bermartabat,dan bahagia di dunia maupun di akhirat kelak. Fakultas Hukum Universitas Mataram Jln. Majapahit No.62 Telp.(0370)633035, Fax.(0370)64019 Mataram ABSTRACT Penelitian ini ingin mengkaji pandangan Islam tentang fungsi hukum dan keadilan dalam menegakkan hak-hak asasi manusia dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk dapat memahami bagaimana pandangan Islam tentang hukum dan keadilan dalam kaitannya dengan hak-hak asasi manusia dan demokrasi, maka metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data yang sudah terkumpul dan diperoleh dari berbagai literatur dan dokumen yang terkait dengan fokus masalah dalam kajian ini , kemudian dianalisis secara mendalam dan ditarik kesimpulan. Dari hasil penelitian diperoeh, bahwa dalam pandangan Islam antara moralitas(nilai-nilai Islam),hukum yang berkeadilan, hak asasi manusia ,dan demokrasi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, dan semuanya tertuang secara jelas dalam Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam. Penegakan hukum dan keadilan, hak asasi manusia,dan demokrasi yang tidak disertai dengan dasar dan alasan moral, akan melahirkan sikap dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang menjadi tujuan essensial dari hukum dalam menegakkan dan menghormati hak asasi manusia serta menciptakan kehidupan yang demokratis dalam hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Kata Kunci: pandangan Islam, hukum dan keadilan, hak-hak asasi manusia dan demokrasi.