PERSPEKTIF KEADILAN GENDER DALAM FORMALISASI SYARIAT ISLAM DI ACEH T.Saiful Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala E-mail:
[email protected] Abstract The purpose of this article is to discribe gender equality perspective in creating the law (qanun); and to explain Muslim scholar’s view in establising qanun in Aceh. In order to create a policy based on gender perspective have be done by refer to some national regulations and international agreements; According to Muslim scolar’s to understand gender perspective in Islam, it is necessary to understand in deepth about the nature of qoran and hadist to discover the spirit of syariah (philosophiy value) for human benefit Key words: Gender persepektive, Islamic law
Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan perspektif keadilan gender dalam pembuatan undang-undang (qanun) dan untuk menjelaskan pendapat cendikiawan muslim dalam pembentukan qanunnya di Aceh. Untuk membentuk kebijakan yang berperspektif gender dilakukan dengan merujuk pada beberapa peraturan nasional dan kesepakatan internasional; sedangkan menurut pendapat ulama untuk memahami perspektif keadilan gender dalam pembuatan peratutan maka perlu memahami secara mendalam hakikat teks-teks alquran dan hadist untuk mendapatkan ruh syariah (nilai filosofis) yang bermanfaat bagi manusia Kata kunci: perspektif gender, hukum Islam Pendahuluan
syariat Islam dilaksanakan di Aceh,
Secara de jure tidak ada
namun
yang
disebut
dengan
memastikan
“komunitas Islam” telah terbentuk
kapan sebenarnya pertama kali
ketika Islam masuk ke kawasan
pihak
yang
dapat
nusantara, komunitas itu kemudian
lemah menyebabkan budaya dan
menjelma
sebuah
tradisi
dikenal
menonjol.2Sejarah
kesatuan
menjadi politis
dengan
yang
kerajaan-kerajaan
Islam1kerajaan
kerajaan
inilah
keislaman
lebih
membuktikan
bahwa masyarakat Aceh Identik dengan
Islam,
dan
agama
ini
yang berperan secara aktif dalam
merupakan faktor utama identitas
proses
personal orang Aceh.
Islamisasi,
dengan
ini
dilakukan
mengadopsi
dan
dari
pernyataan
Terlepas
C.
Snouck
mengadaptasi Islam yang datang
Hurgronje bahwa dalam kehidupan
dari Timur Tengah. Dengan kata
hukum pada abad ke 19 bahwa
lain ketika Islam yang telah di
masyarakat Aceh lebih mengacu
warnai
kepada adat dari pada Hukum
oleh
budaya
Arab
dan
Persia datang ke Nusantara maka
Islam
terjadi penyesuaian dengan budaya
beberapa bagian saja hukum adat
dan
itu dipengaruhi oleh hukum agama,
tradisi
setempat,
sehingga
terlihat variasi tradisi Islam
di
yakni
(hukom)
yang
karena
berkaitan
dengan
satu tempat dengan tempat yang
kepercayaan
lain.
batiniah, seperti bidang keluarga, Harus
pengaruh
diakui Islam
di
tingkat
dan
hanya
kehidupan
perkawinan dan kewarisan.
Indonesia
Sub-sub hukum ini mudah
terhadap budaya dan tradisi lokal
sekali
cenderung
ini
agama karena berkaitan dengan
Islam
doktrin benar atau salah, sah atau
telah memberikan warna terhadap
tidak sah. Jadi hukum agama baru
budaya setempat atau sebaliknya.
berlaku kalau telah diterima di
Di Aceh karena budaya dan tradisi
dalam
ditentukan
variatif, sejauh
hal mana
dipengaruhi
hukum
oleh
hukum
adat.3Sebuah
pra Islam (Hindu dan Budha) sangat
1
Amirul Hadi , Membumikan Islam di Aceh, kumpulan tulisan dalam buku Aceh Madani Dalam Wacana, Penerbit Aceh Justice Resource Centre (AJRC), Banda Aceh 2009, hlm. 4
2 Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai hlm ini lihat Amirul Hadi, Islam and State in Sumatra, Leiden: E.J. Brill, 2004, hlm. 205-240 3 Yaswiman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Propek Doktrin Islam dan Adat Dalam Masyarakat Matrilineal
kesimpulan dari para sejarawan
ke Aceh pada penghujung abad
tentang masuknya Islam pertama
pertama hijriah, yang di bawa oleh
kali di Nusantara terjadi pada abad
pedagang Arab dan India yang
1 hijriah di Bumi Aceh. Islam
melakukan
dibawa oleh para pedagang Arab
sepanjang
yang
Penyebarannya
diikuti
oleh
orang-orang
perdagangan pesisir
di Aceh.
melalui
metode
Persia dan Gujarat ke Pesisisr
penetrasi
Sumatera (Perlak atau Samudera
membangun dan berbaur dengan
Pasai).
tradisi yang ada.5Masuknya Islam,
Diantara
salah
satu
damai,
toleran,
buktinya dengan adanya makam
membawa
raja Samudera Pasai yang dikenal
masyarakat Aceh. Nilai-nilai Islam
dengan Malik ash-Shaleh (Malikus
mulai diaplikasikan dan diterapkan
Shaleh) (668-1254 H/1289-1326 M).
dalam kehidupan masyarakatnya
Pada
seminar
perubahan
dalam
sejarah
yang sebelumnya beragama Hindu.
masuknya Islam ke Indonesia (di
Penerapan Syari‟at Islam pun mulai
Medan,
Maret
ada
Islam
kerajaan-kerajaan
17-20
1963)4disimpulkan
bahwa
dan
berkembang Aceh,
masuk ke Indonesia pertama kali
puncaknya
abad I hijriah (7/8 M) langsung dari
Iskandar Muda (1607-1636).
Aceh
melalui
pesisir
pada
pada hingga
kesultanan
Sumatera
Pada masa Iskandar Muda
(Samudera Pasai atau Peurelak),
ini, hukum Islam diterapkan secara
setelah terbentuknya masyarakat
kaffah dengan mazhab Syafi‟i yang
Islam maka raja Islam pertama
meliputi bidang ibadah, ahwal al-
berada di Aceh dan penyiaran
syakhshiyyah
agama Islam di Indonesia dilakukan
mu‟amalat
secara damai.Berdasarkan catatan
jinayah (pidana Islam), uqubah
rihlah Ibnu Battutah, Islam masuk
(hukuman),
murafa‟ah,
iqtishadiyah
(peradilan),
Minangkabau, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 16 4 Hasanuddin Yusuf Adan, Tamaddun dan Sejarah (Etnografi Kekerasan di Aceh),Yogyakarta: Prisma Sophie Press, 2003, hlm.45.
5
(hukum
keluarga),
maaliyah
(perdata),
Rusjdi Ali Muhammad, Sejarah Islam di Aceh (makalah dalam Konferensi tahunan 16-20 Desember 2004 di Aceh), hlm 3.
dusturiyah (perundang-undangan),
saat ini tidak serta merta berjalan
akhlaqiyyah
dan
sesuai yang diharapkan. Ini terjadi
„alaqah dauliyah (kenegaraan). Hal
disebabkan belum adanya rujukan
ini
adanya
yang jelas dan formulasi yang
manuskrip-manuskrip karya Ulama
tepat dalam penerapan syari‟at
Aceh,
Syekh
Islam di Provinsi Aceh, meskipun
karya
ada juga beberapa Negara yang
Abdurrauf as-Singkili dan karya-
menerapkan syari‟at Islam bagi
karya ulama lainnya.
penduduknya yang dapat dijadikan
(moralitas),
diketahui
dari
seperti
Nuruddin
karya
Ar-Raniry,
Islam
telah
memainkan
rujukan.
peran penting dalam kehidupan
Pemberlakuan Syari‟at Islam
masyarakat Aceh, sehingga Islam
di Aceh sekarang ini bukanlah hal
menjadi identitas sebagai orang
baru cuma perbedaan waktu dan
Aceh yang tidak bisa di pisahkan
masa
dalam
dalam
segala
aspek
kehidupan
yang
menjadi
proses
pelaksanaannya.
sehingga ada pepatah aceh yang
Ditinjau
mengatakan Hukom ngon adat lage
beberapa
zat ngon sifeut
perjalanan Syari‟at Islam di Aceh.
(hukum Islam
dari
rintangan
historisnya, periode
ada
tentang
dengan adat seperti zat dengan
Rusjdi6mengklasifikasikan
sifatnya), dengan kata lain syariat
periode, yaitu pertama Syari‟at
Islam
Islam di masa kesultanan Aceh,
memang
telah
mengakar
dalam kehidupan masyarakat Aceh.
kedua,
Pelaksanaan syariat Islam di aceh
Belanda, ketiga, di masa awal
saat diberlakukan dan mendapat
kemerdekaan dan keempat di masa
legalitas karena didukung sosio-
orde baru, serta kelima, di masa
kultural
reformasi.
dan
historis
masyarakatnya.Walaupun
Aceh
dulunya dikenal sebagai
pusat
penyebaran
agama
nusantara,namun
Islam
di
demikian,
pelaksanaan syariat Islam di Aceh
di
masa
lima
penjajahan
Sedangkan
Ibrahim7mengklasifikasikan 6
Muslim ada
Rusjdi Ali Muhammad merupakan seorang dosen dan juga mantan Rektor IAIN ArRaniry Banda Aceh 7 Muslim Ibrahim adalah seorang dosen IAIN Ar-Raniry Banda Aceh dan juga menjabat sebagai ketua Majelis
empat, yaitu dimasa penjajahan
Soehartomerubah
Belanda,
pemerintahan
pada
masa
awal
dan
pola menjadikan
kemerdekaan, masa fatamorgana
pancasila
dan Syari‟at Islam di masa Era
juga sebagai azas tunggal.
Reformasi.8Klasifikasi
periode
sebagai dasar
negara
Kebijakan-kebijakan
sejarah Syari‟at Isalm di Aceh
Soeharto
merupakan gambaran perjalanan
masyarakat Islam di Aceh, seperti
demi
dan
adanya
dari
dilancarkan oleh para tokoh Aceh
pemerintah/ penguasa. Semenjak
terhadap pelaksanaan syariat di
runtuhnya kesultanan Aceh dan
Aceh, dijawab dengan pelaksanaan
berganti
kolonialisme
penempatan DOM di Aceh, yang
Belanda Syariat Islam di Aceh bagi
pada akhirnya terjerumus pada
masyarakatnya mengalami masa-
arus politik disintegrasi bangsa. Ini
masa sulit.
menimbulkan dan memicu konflik
sebuah
formalisasi
legalitas hukum
dengan
Setelah
berakhirnya
ini.
berdenyut,
sejarah
harapan
itu
mayoritas
aspirasi-aspirasi
yang
yang berkepanjangan sampai saat
penjajahan, Islam di Aceh mulai namun
merugikan
Ini
merupakan pahit
bagi
lembaran masyarakat
pasca kemerdekaan hanya tinggal
Aceh yang nota bene menginginkan
harapan,
pelaksanaan
adanya
permintaan
secara legislasi yang dijanjikan Soekarno
terhadap
masyarakat
Syari‟at
Islam
di
daerahnya. Beberapa tahun kemudian
Aceh tidak direalisasikan hingga
akhirnya
berganti
ke
Syari‟at Islam di Aceh mendapat
Baru).
angin segar, lengsernya Soeharto
tampuk
tanganSoeharto
penguasa (Orde
usaha
pelaksanaan
yang digantikan Habibie mendapat Permusyawaratan Ulama (MPU; dulunya dikenal dengan MUI) di Aceh. 8 Lihat Rusjdi Ali Muhammad, Sejarah Syari’at Islam di Aceh (makalah diseminarkan pada konferensi tahunan 16-20 Desembser 2004 di Aceh dan Muslim Ibrahim, Syari‟at Islam di Aceh, makalah dalam seminar konferensi tahunan 16-20 Desembaer 2004 di Aceh.
angin segar bagi masyarakat Aceh. Respon Habibie terhadap Aceh ini menimbulkan semangat baru bagi isu-isu pelaksanaan Islam di Aceh dengan keluarnya UU No.44/1999
tentang Pelaksanaan Keistimewaan
pertama
Aceh
dimana ada sebuah wilayah dalam
(bidang
pendidikan Kemudian
agama,
dan
kebudayaan).
dipertegas
No.22/1999,
adat,
oleh
tentang
khusus.9Selanjutnya
setelah
kekuasaan
kemeekaan
hukum
Indonesia
UU
menerapkan sistem hukum relatif
otonomi
berbeda dengan hukum nasional.10
dipertegas
Sebenarnya
pelaksanaan
lagi, pada tanggal 9 Agustus 2001,
ketentuan-ketentuan ajaran Islam
Megawati
dalam
selaku
menandatangani
UU
presiden
keseharian
hidup
orang
No.18/2001
Aceh memang bukan merupakan
yang dikenal dengan UU Nanggroe
keanehan sebagaimana diuraikan
Aceh
sebelumnya
Darussalam.
dijabarkan
dalam
Kemudian
bahwa
adat
Aceh
Perda-Perda
adalah Islam, sebuah adagium yang
yang dikeluarkan oleh pemerintah
amat dihafal oleh masyarakat Aceh
daerah,
tetang aturan hidup mereka yaitu:
hingga
akhirnya
pelaksanaan Syari‟at Islam di Aceh bisa dijalankan dan dikenal dengan penerapan Syari‟at Islam secara kaffah, dengan beberapa qanun yang telah dikeluarkannya. Terlepas
dari
Perjalanan
Syari‟at Islam di Aceh dan adanya legislasi dari pemerintahan pusat. Penerapan Syariat Islam di Aceh merupakan
fenomena
yang
menarik dicermati. Sebagaimana yang dikemukakan Daud Rasyid,
Adat bak po teumeureuhom (Adat budaya diurus oleh raja) Hukom bak Syiah kuala (Hukum syara‟ dikelola oleh ulama (syiah kuala) Kanun bak putroe phang (Kanun diurus oleh permaisuri raja (Puteri Phang) Reusam bak laksamana (Reusam (tata cara kehidupan) dikelola oleh panglima Adat ngon hukom lagee zat ngon sifeut (Adat dengan hukum seperti zat dengan sifat) Ini
bahwa bagi pemerhati hukum di Indonesia, ini merupakan peristiwa
9
Rifyah Ka‟bah, Penegakan Syari’at Islam di Indonesia, Jakarta Selatan:Khirul Bayan, 2004, hlm.17.
dari
merupakan kondisi
gambaran
sosio-kultural
10 Daud Rasyid, Formalisasi Syari‟at di Serambi Mekkah, dalam buku Syari‟at Islam Yes, Syari‟at Islam No, Kurniawan Zein dan Sarifuddin (ed), Jakarta: Paramadina, 2001, hlm.217
masyarakat
telah
nama wali nangroe, mahkamah
tertanam dan terpatri dari zaman
syar‟iyah, Qanun, sagoe, mukim,
ke
imum mukim, keuchik, gampong,
zaman
Aceh, dan
Darussalam
yang
kerajaan
sampai
Aceh
saat
ini.
yang
merupakan
pengesahan
Berpijak dari Adat budaya yang
kembali struktur kepemerintahan
searah dan relevan dengan agama,
Aceh
maka lahirlah untaian-untaian kata
ternyata juga berimbas terhadap
di atas yang popular disebut Hadih
tata pemerintahan di Aceh11.
Maja.Pelaksanaan Syari‟at Islam di Aceh
sekarang
ini
adalah
tempoe
doeloe,
yang
Pengakuan hak daerah Aceh oleh
pemerintah
pusat
untuk
perwujudan dari cita adagium di
memakai nama-nama dan istilah
atas. Islam bukan hanya dipandang
khusus tersebut tentu sangat besar
sebagai
maknanya
pedoman
semata
baik
secara
praktis12,
simbolis
melainkan telah menjadi rutinitas
maupun
dalam
keseharian
hanya sekedar simbolis tentu sustu
masyarakat Aceh, dan tak dapat
saat akan timbul kejenuhan pada
dipungkiri bahwa masuknya budaya
masyarakat sebagai mana kejadian
asing
banyak
pada tahun 1959 silam, ketika
sosio-budaya
simbol-simbol keistimewaan Aceh
realitas
sedikit
mempengaruhi kehidupan
masyarakat
Aceh
nantinya.
pernah
No.44/1999
tentang
legislasi
dari
dalam
tidak
UU No.18/2001 tentang Otonomi
tetapi
Khusus, dengan otonomi khusus ini
panjang
Aceh
juga
diutarakan
nama
khusus
berhak
menyandang
dengan
beberapa
kewenangan yang tidak dimiliki (belum ada) pada provinsi lain di seperti
penggunaan
pemerintah
pusat
terhadap Syari‟at Islam di Aceh,
Keistimewaan Aceh dan dipertegas
Indonesia
direalisir
kalau
kehidupan nyata di Aceh.Karena
Keluarnya UU No.22/1999, UU
tidak
namun
diperoleh
secara
mempunyai
singkat
perjalanan
sebagaimana
telah
sebelumnya.
Proses
perjalanannya ini menuju ke arah 11
Yusny Saby, Pelaksanaan syariat Islam di Aceh Suatu Peluang dan Tantangan, Kanun No.34, edisi Desember 2002, hlm. 565 12 Ibid, hlm.567
politik.13 Dalam rangka merespon
bagi kehidupan manusia di muka
UU tersebut, pemerintah daerah
bumi
mengeluarkan
(peraturan
kehidupan. Tujuan Islam tidak lain
daerah) untuk mengatur proses
agar manusia selamat dan bahagia
awal pelaksanaan Syari‟at Islam
dalam kehidupan dunia menuju
secara kaffah di Provinsi Aceh.
kehidupan akhirat yang kekal dan
Masyarakat
mengharapkan
abadi. Saya sangat percaya Islam
syariat
Islam
menjanjikan harapan hidup yang
Syari‟at
lebih baik kepada semua manusia
agar
Perda
Aceh
Pelaksanaan
secara
Kaffah,
Islam
itu
karena
dilaksanakan
tidak
dalam
tanpa
semua
membedakan
ras,
bidang
suku,
sebatas bidang ibadah saja, tetapi
bangsa, warna kulit, jenis kelamin,
secara
dan
menyeluruh
mencakup
gender:
laki-laki
dan
semua bidang, seperti Mu‟amalah
perempuan. Oleh karena itu, Islam
hingga
paling vokal bicara soal keadilan
persoalan
“Uqubah
(hukuman). Karena Syariat
Islam
dan
persamaan
antar
manusia,
secara kaffah memiliki cakupan
termasuk di dalamnya persamaan
sangat luas sehingga sampai saat
antara
inipun
laki.Perlu diketahui bahwa ajaran
masih
perdebatan
menimbulkan di
dan
laki-
Aceh.
Islam terpola kepada ajaran dasar
Apalagi beberapa jenis qanun yang
dan non-dasar. Ajaran dasar ialah
dikeluarkan dirasa tidak responsif
ajaran yang termaktub dalam Al-
gender dan
Qur`an dan Sunnah mutawatir yang
perlakuan
publik
perempuan
sering memberikan tak
adil
terhadap
kelompok perempuan. Padahal dalam ajaran Islam mencakup semua tuntunan
luhur
diyakini datang dari Allah dan Rasul-Nya.
Sebaliknya,
ajaran
non-dasar
ialah
berupa
hasil
ijtihad
ajaran
manusia dalam
bentuk tafsir, interpretasi atau 13
Lihat Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syari’at Islam (Dari Indonesia hingga Nigeria).(Jakarta;Pustaka Alvabet, 2004), hlm.12-29. Lihat Hasanuddin Yusuf Adan, Tamaddun dan Sejarah (Etnografi Kekerasan di Aceh), Yogyakarta: Prisma Sophie Press, 2003.
pemikiran ulama yang menjelaskan tentang
ajaran
dasar
dan
implementasinya dalam kehidupan nyata. Ajaran dasar selalu bersifat
absolut, abadi, dan tidak berubah.
Al-Qur`an, kitab suci umat
Sebaliknya ajaran kedua bersifat
Islam, sebagaimana halnya kitab-
ijtihadi, relatif, tidak abadi dan
kitab suci agama lain, diturunkan
bisa
dengan
dalam suatu lingkup masyarakat
masyarakat,
yang tidak hampa budaya. Karena
berubah
tuntutan serta
seiring
dinamika
perkembangan
sains
dan
teknologi.
itu,
isinya
memiliki
dimensi
kemanusiaan, di samping dimensi
Perlu
dicatat
keilahian. Diyakini teks-teks Al-
ajaran
Qur`an sarat dengan muatan nilai-
yang menyinggung soal
nilai kemanusiaan yang luhur dan
relasi gender, seperti perkawinan,
ideal. Dalam konteks relasi gender
pewarisan,
keluarga,
Al-Qur‟an berisi seperangkat nilai
kepemimpinan
yang memberikan landasan bagi
bahwa
sebagian
Islam
etika masuk
pula besar
hubungan
berbusana, dalam
kategori
kedua,
kesetaraan dan kesederajatan laki-
ajaran non-dasar, sehingga lebih
laki
banyak bersifat ijtihadi Untuk itu,
kemanusiaan
diperlukan pembacaan ulang dan
perempuan
upaya-upaya
Perbedaan
rekonstruksi
atas
dan
perempuan.
Nilai
laki-laki adalah di
dan sama.
antara
manusia
pada
kualitas
hasil ijtihad atau penafsiran lama
hanya
yang dinilai bias gender dan bias
takwanya, dan soal takwa, Tuhan
nilai-nilai
belaka yang berhak menilai, bukan
patriarki.
Penafsiran
baru atas teks-teks keagamaan mendesak
dilakukan
terletak
manusia.
untuk
Secara normatif Al-Qur`an
menemukan kembali pesan-pesan
melukiskan
keislaman
perempuan sebagai pribadi yang
universal, persamaan, kebebasan,
yang
hakiki
seperti
dan
figur
ideal
pesan
memiliki
kemandirian
persaudaraan,
berbagai
bidang
terutama
kemandirian
kesetaraan
dan
politik
seorang dalam
kehidupan, dalam
keadilan, termasuk di dalamnya
bidang
kesetaraan dan keadilan gender.
siyasah), seperti figur Ratu Bulqis. Al-Qur`an
(al-istiqlal
menyebutnya
al-
sebagai
pemimpin ('arsyun
kerajaan 'azhim)
superpower
yang
dikenal
ajaran agama yang sangat tekstual sehingga
mengabaikan
aspek
dengan kerajaan Saba'. Bahkan, Al-
kontekstualnya; karena perbedaan
Qur'an
menghimbau
tingkat
agar
berani
kebenaran, menentang public
perempuan
menyampaikan sekalipun
pendapat
opinion),
melakukan
harus
publik
dan
gerakan
(
berani "oposisi"
intelektualitas
manusia
yang menafsirkannya; dan karena pengaruh
latar
belakang
sosio-
kultural dan sosio-historis manusia yang
menafsirkannya.Dalam
konteks
ajaran
tentang
posisi
disimpulkan
paling
terhadap pemerintah yang tiranik.
perempuan,
Perempuan harus mandiri dalam
tidak
menentukan pilihan pribadi (al-
menyebabkan
istiqlal al-syakhshi) yang diyakini
pemahaman keagamaan yang tidak
kebenarannya sekalipun berbeda
ramah
dengan
gender14.
pandangan
Ringkasnya,
dalam
suami.
jaminan
Al-
ada
Pertama, umat
memasuki semua sektor kehidupan
memahami
di ranah publik, seperti
dogmatis,
ekonomi, dan sosial.
alasan
Islam
yang
munculnya
perempuan
Qur'an, perempuan dengan leluasa politik,
tiga
atau
pada lebih agama
bukan
bias
umumnya banyak secara
berdasarkan
penalaran yang kritis dan rasional,
Hanya saja ketika ajaran
khususnya pengetahuan
yang ideal dan suci itu turun ke
yang
bumi dan berinteraksi
dan
dengan
menjelaskan
agama peranan
kedudukan perempuan.
beragam budaya manusia, tidak
Tidak heran jika pemahaman yang
mustahil
dalam
muncul adalah sangat ahistoris.
penafsirannya. Demikianlah yang
Relasi gender dipandang sebagai
terjadi dengan ajaran Islam yang
sesuatu yang given, bukan socially
terjadi distorsi
berbicara Pemahaman
soal
relasi
yang
gender.
distortif
itu
muncul, karena beberapa faktor. Di antaranya: karena pemaknaan
14 Mohamad Ikrom, Syariat Islam dalam Perspektif Gender dan Hak Asasi Mansia (HAM), Jurnal Supremasi Hukum, Vol.2, no‟1, Juni 2013, hlm. 170
constructed. umumnya
Kedua,
pada
7 M. Rasul mengajarkan keharusan
masyarakat
Islam
merayakan
memperoleh
kelahiran
bayi
pengetahuan
perempuan di tengah tradisi Arab
keagamaan melalui ceramah dari
yang memandang aib kelahiran
para ulama yang umumnya sangat
bayi
bias gender dan bias nilai-nilai
memperkenalkan hak waris bagi
patriarkhal-bukan
perempuan
kajian
kritis
berdasarkan dan
perempuan. di
saat
Rasul perempuan
mendalam
diperlakukan hanya sebagai obyek
terhadap sumber-sumber aslinya
atau bagian dari komoditas yang
(Al-Qur`an dan Sunnah). Ketiga,
diwariskan.
pemahaman tentang relasi laki-laki
pemilikan
dan
penuh
perempuan
lebih
banyak
pemahaman teks-teks
di
masyarakat
mengacu tekstual
suci,
kepada terhadap
Rasul mahar
menetapkan sebagai
perempuan
hak dalam
perkawinan pada saat masyarakat memandang
kepemilikan
mahar
mengabaikan
adalah hak monopoli orang tua dan
pemahaman kontekstualnya yang
wali perempuan. Rasul melakukan
lebih
koreksi
mengedepankan
prinsip
total
terhadap
praktek
egaliter dan akomodatif terhadap
poligami yang biadab dan sudah
nilai-nilai
mentradisi dengan mencontohkan
kemanusiaan.
Agama
bukan hanya sekedar tumpukan
perkawinan
teks,
bahagia
melainkan
seperangkat
monogami bersama
yang
Khadijah,
pedoman ilahiah yang diturunkan
perempuan
demi
dihormatinya.Bahkan sebagai ayah,
kebahagiaan
kemaslahatan
dan
seluruh
manusia:
perempuan dan laki-laki. Sejarah
Islam
menunjukkan
secara
betapa
telah
Rasul
yang
Rasul
sangat
melarang
anak
perempuannya, awal konkret
melakukan
dipoligami. kesempatan menjadi
Fatimah Rasul
memberi
kepada
perempuan
imam
shalat,
dikala
memandang
posisi
perubahan radikal terhadap posisi
masyarakat
dan kedudukan perempuan dalam
pemimpin ritual adalah hak mutlak
masyarakat Arab jahiliyah abad ke-
laki-laki.
Rasul
mempromosikan
posisi
ibu
yang
sangat
tinggi,
bumi),
dan
juga
sama-sama
bahkan derajatnya lebih tinggi tiga
berpotensi menjadi fasad fi al-ardh
kali
(perusak di muka bumi). Nilai
dari
ayah,
di
tengah
masyarakat hanya memandang ibu
kemanusiaan
sebagai
perempuan
mesin
produksi.
Rasul
laki-laki sama,
dan
tidak
ada
menempatkan isteri sebagai mitra
perbedaan sedikit pun. Karena itu,
sejajar suami di saat masyarakat
tugas
memandangnya
berfastabiqul khairat (berlomba-
sebagai obyek
seksual belaka. Fakta melukiskan
manusia
lomba historis
tersebut
secara
terang-
berbuat
hanyalah
terbaik)
demi
mengharapkan ridha Allah Swt. Sayangnya,
ajaran
luhur
benderang bahwa Rasul melakukan
yang diperkenalkan Rasul itu tidak
perubahan radikal, bahkan sangat
bertahan
radikal
sepeninggal
terhadap
posisi
dan
lama.
Rasul
kedudukan kaum perempuan. Rasul
mempraktekkan
mengubah posisi dan kedudukan
sebelumnya,
perempuan
kemudian
dari
obyek
yang
Umat
kembali
tradisi
di
Islam jahiliyah
samping
mengadopsi
juga budaya
dihinakan dan dilecehkan menjadi
feodal dan nilai-nilai patriarki yang
subyek
hidup di wilayah-wilayah di mana
yang
dihormati
diindahkan.
Mengubah
perempuan
yang
marjinal
dan
dan posisi
subordinat,
inferior
umat
Islam
kekuasaan
mengembangkan
politiknya,
seperti
menjadi
Persia, Byzantium, India, Mesir
mitra yang setara dan sederajat
sampai ke Asia Tenggara, termasuk
dengan
Indonesia.
laki-laki.
memproklamirkan
Rasul keutuhan
Untuk Provinsi Aceh, sejak
kemanusiaan perempuan setingkat
pemberian otonomi khusus tahun
dengan
2001,
laki-laki.
Keduanya
Propinsi
Aceh
sama-sama ciptaan Tuhan, sama-
melahirkan
sama
sama-sama
Syariat Islam yang disebut Qanun,
berpotensi menjadi khalifah fi al-
di antaranya: Qanun nomor 12
ardh
tahun
manusia, (pengelola
kehidupan
di
2003
sejumlah
telah
tentang
peraturan
Minuman
Khamar dan Sejenisnya; Qanun
waris; fikih mu‟amalah, seperti
nomor 13 tahun 2003 tentang
hukum
ekonomi;
Larangan Maisir (Perjudian); Qanun
seperti
hukum
nomor 14 tahun 2003 tentang
dan
Khalwat. Selain itu, yang menonjol
mencakup hal-hal di luar fikih,
di Aceh pasca Otonomi Khusus yang
seperti peraturan tentang jilbab,
memberikan
keistimewaan
peraturan tentang baca-tulis Al-
untuk
Qur‟an, peraturan tentang infaq
hak
kepada
Aceh
menyelenggarakan beragama
kehidupan
dalam
bentuk
dan
judi.
zina,
jinayat, khamar,
Selain
sadakah,
malam
fikih
itu,
juga
larangan
bagi
keluar
perempuan,
pelaksanaan syariat Islam adalah
larangan
pemaksaan penggunaan jilbab bagi
beraktivitas ketika waktu
salat
perempuan;
Jumat.
pengekangan
kebebasan
beraktivitas
perempuan
di
bagi
masyarakat
Peraturan
ini
lebih
moral
(akhlaq)
dan
bernuansa
publik;
ibadah sunah atau kebajikan, tidak
pemasangan tulisan-tulisan Arab di
relevan untuk dijadikan materi
instansi pemerintah dan swasta
hukum.
dan
lainnya;
Jelas terlihat bahwa upaya
pemasangan tulisan Al-Qur‟an di
implementasi syariat Islam di Aceh
sepanjang jalan-jalan protokol dan
dan
pemasangan
Indonesia selalu dimulai dengan
berisi
fasilitas
ranah
bagi
dan
publik
papan
iklan
peringatan
yang supaya
menjalankan ibadah ritual. Memperhatikan perwujudan
beberapa
mengontrol membatasi
daerah
tubuh gerak
perempuan;
dan
lain
di
perempuan; dan
aktivitas
merumahkan
hukum Islam tersebut, khususnya
kembali kaum perempuan. Para
dalam peraturan daerah terlihat
pemerhati
bahwa kategori syariat di sini
menyimpulkan bahwa perempuan
mencakup fikih ibadah, seperti
diperebutkan
hukum tentang zakat dan haji;
tubuhnya merupakan perwujudan
fikih ahwal al-Syahsiyah (hukum
dari
keluarga), seperti perkawinan dan
kehidupan;
perempuan tidak lain
berbagai
simbol:
simbol
sepakat karena simbol
kekuasaan,
simbol
kebenaran,
simbol
otentik
moralitas, dan simbol kemurnian
adalah
ajaran
inklusif,
agama.
Perempuan
Islam
yang
cirinya
dinamis, kritis, rasional, mengapresiasi
menjadi sasaran pertama dalam
keniscayaan
setiap gerakan formalisasi syariat
(kemajemukan)
Islam.
menaklukkan
mengakomodasikan perubahan dan
menguasai
pembaruan demi kesejahteraan,
Sebab,
perempuan
berarti
kehidupan,
mengontrol
keadilan
kekuasaan, membela kebenaran,
manusia.
menjaga
moralitas,
dan
pluralitas serta
dan
Menarik
kemaslahatan dicatat
sini
mengembalikan kemurnian ajaran
bahwa
agama.
perempuan selalu terjadi dalam
Pemaknaan terakhir itulah, yakni
pemurnian
ajaran
menjadi alasan utama revivalisme
Islam
agama
kelompok membatasi
kebebasan dasar perempuan
dan
peneguhan
di
subordinasi
bidang hukum. Perempuan dan hukum
memang
bersahabat dalam
selalu
seperti
tidak
terungkap
sejumlah
penelitian
mengenai perempuan dan hukum
memasung hak-hak asasi mereka
di
sebagai manusia. Gagasan kembali
membuktikan secara nyata bahwa
ke
ketimpangan gender dalam relasi
Islam
yang
kelompok
diperjuangkan
revivalis
selalu
Indonesia.
laki-laki
Indikasi
dan
perempuan
bermakna kembali kepada Islam
Indonesia
tekstualis, yakni ajaran Islam yang
Ketimpangan
bertumpu semata-mata pada teks
merupakan masalah
dan
konteks
harus
kepada
integratif
mengabaikan
historisnya; karakter
kembali
ideologis
yang
statis,
ini
masih
sangat gender sosial
diselesaikan
di kuat. jelas yang
secara
dengan menganalisis
berbagai faktor yang turut serta
ahistoris, sangat eksklusif, bias
melanggengkannya,
termasuk
gender
dan
nilai-nilai
patriaki.
dalamnya
hukum
Tentu
saja,
gagasan
demikian
kerapkali
sangat berseberangan dengan visi
faktor
pembenaran agama.
di
yang
mendapatkan
Analisis
terhadap
kasus
hukum
bahwa
ketimpangan
dalam
bidang
kasus-
mengungkapkan gender
hukum
dijumpai
implementasinya
di
lapangan
15
antara lain : Pertama,
hal
dipengaruhi
itu
sangat
oleh
pandangan perempuan
pada tiga aspek hukum sekaligus
stereotip
tentang
yaitu pada materi hukum (content
sebagai
penyangga
of law), budaya hukum (culture of
sehingga upaya-upaya penegakan
law)
moralitas
dan
struktur
hukumnya
di
moral
masyarakat
harus
(structure of law). Pada aspek
dimulai
struktur,
gender
Pandangan ini menyalahi ajaran
rendahnya
Islam yang menekankan bahwa
ketimpangan
ditandai
oleh
masih
dari
perempuan.
sensitivitas gender di lingkungan
penegakan
penegak
di
tanggung jawab atau kewajiban
kalangan polisi, jaksa dan hakim.
manusia mukallaf (dewasa dan
Lalu, pada aspek budaya hukumnya
waras), tanpa membedakan laki-
juga
laki dan perempuan. Semuanya
hukum,
masih
terutama
sangat
dipengaruhi
moral
nilai- nilai patriarki yang kemudian
diperintahkan
mendapat
sungguh
legitimasi
kuat
interpretasi agama. Tidak jika selanjutnya agama sebagai
salah
dari heran
dituduh
satu unsur
yang
menjadi
agar
sungguh-
menjadi
bermoral.
manusia
Bukankah
manusia
beragama
membangun
tujuan adalah
moralitas,
dalam
melanggengkan budaya patriarki
terminologi Islam disebut akhlak
dan
mengekalkan ketimpangan
karimah? Konsekuensi logis dari
relasi
gender
ajaran
dalam
bidang
hukum.
laki-laki
Alasan perda menyasar
tersebut
dan
mengapa qanun perempuan
perdatersebut dalam
adalah
bahwa
dan perempuan harus
sama-sama
menjadi
penyangga
moral di masyarakat. Tidak akan terbangun
masyarakat
yang
bermoral, jika kewajiban menjaga
15
Ibid, hlm. 178
nilai-nilai moral hanya dibebankan atau
diwajibkan
kepada
Untuk banyak
selama ini di masyarakat.
Islam
masyarakat masih
memandang
respons
penolakan terhadap Syariat Islam
perempuan, sebagaimana terjadi Kedua, budaya hukum di
itulah,
muncul sendiri.
dari
kelompok
Aktivis
pembela
hak-hak perempuan sampai saat ini masih meneliti dan melakukan
perempuan sebagai obyek hukum,
advokasi
bukan subyek. Oleh karena itu,
dan qanun berdimensi agama ini.
perempuan
Kritik banyak
harus
diatur,
terhadap
Perda-Perda
pihak
terhadap
dikekang dan dibatasi geraknya di
Perda-Perda tersebut kini mulai
ruang publik. Dalam kaitan dengan
menampakkan hasil. Pemerintah
perda
Pusat melalui Departemen Dalam
larangan
prostitusi,
perempuan mengalami korban dua
Negeri
kali. Sebab, di masyarakat istilah
seluruh
pelacur
hampir
menginventarisir perda-perda
kepada
wilayah
dan
selalu
prostitusi
diarahkan
mengirimkan
surat
gubernur
ke guna
masing-masing
dan
perempuan, muncullah istilah WTS
akan
(wanita tuna susila), bukan PTS
terhadapnya.
(pria
pemerintah pusat maupun daerah
tuna
susila).
Sejatinya,
melakukan
di
evaluasi Seharusnya
perempuan dan laki-laki pelacur
juga
kedua-duanya
tegas kepada kelompok sipil yang
sama-sama
tuna
konsisten
susila, dan sama-sama berdosa di
menggunakan
hadapan
termasuk
stereotip
Tuhan.
Pandangan
masyarakat
terhadap
kepada
bukan saja, materi, melainkan
berbeda.
moralis
sikap
kelompok
Selayaknya,
juga bentuk implementasi perda-
bersikap
kekerasan,
kaum
memaksakan
perempuan sangat mempengaruhi
untuk
yang
moralnya lain
yang
penyusunan
perda tersebut. Akibatnya, sudah
kebijakan publik yang berkaitan
dapat
dengan kepentingan perempuan
diduga,
diskriminasi,
menimbulkan
kekerasan
dan
eksploitasi terhadap perempuan.
dalam
bentuk
mempertimbangkan
apa
pun
masalah-
masalah sosial kontemporer di
negara sudah menaruh perhatian
masyarakat.
besar terhadap kepentingan kaum
Di
antaranya,
meningkatnya kasus-kasus kawin
perempuan
kontrak dengan resiko perempuan
kebijakan
dan anak dirugikan. Meluasnya
ratifikasi
kasus poligami yang sangat sering
Perempuan (CEDAW), amandemen
membuat
berantakan.
UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999
Demikian pula merebaknya kasus-
tentang HAM, UU No. 23 tahun
kasus
keluarga
perkawinan
tercatat,
seperti
perkawinan
melalui publik.
berbagai Mulai
Konvensi
dari
Hak-hak
yang
tidak
2003 tentang Perlindungan Anak
nikah
siri,
hingga UU Penghapusan Kekerasan
beda
agama.
dalam
Rumah
Tangga
Meningkatnya kasus perkawinan
Semangat
anak perempuan di bawah umur,
perhatian tersebut adalah bahwa
dan
memperjuangkan
jumlah
perkawinan.
anak
di
Tingginya
luar angka
yang
(KDRT).
mendasari Hak-hak
Asasi
Manusia berarti memperjuangkan
kematian ibu melahirkan. Kasus
hak-hak
perdagangan manusia, terutama
belakangan
anak perempuan melalui modus
kalangan komunitas agama yang
operandi
aktif
perkawinan.
perempuan. sudah
Dan banyak
memperjuangkan
hak-hak
Bertambahnya
kasus-kasus
perempuan. Baik dari kalangan
kekerasan
perempuan
pesantren
terhadap
maupun
organisasi
dan anak dalam rumah tangga.
agama. Perempuan Muslimah kini
Penularan HIV/AIDS yang sangat
sudah
cepat
terlibat
di
masyarakat.
Meningkatnya
gejala
konsumeristik dan hedonistik. juga
terpelajar, aktif
sadar
dalam
memajukan
kepentingan
perempuan.
Lalu,
dan
gerakan kaum apakah
Penyusunan kebijakan itu
kemudian kebijakan publik dan
hendaknya
perundang-undangan
menyesuaikan
yang
dengan perundang-undangan yang
muncul tak acuh dengan segenap
sudah ada yang sangat melindungi
kasus-kasus
kepentingan
saat ini.
perempuan.
Kini,
dan
perkembangan
(gender). Berdasarkan
pada
latar
Perbedaan
gender
dan peran kodrat ini
belakang di atas, maka penulisan
sangat membantu
ini difokuskan pada:
memikirkan
1. Bagaimanakah keadilan
perspektif
gender
pembentukan
peran
pembagian
kita
kembali peran
untuk tentang
yang
selama
dalam
ini dianggap telah melekat pada
peraturan
manusia perempuan dan laki-laki
perundang-undangan?
untuk membangun gambaran relasi
2. Bagaimanakah pendapat ulama
gender yang dinamis dan tepat
dan cendekiawan muslim dalam
serta cocok dengan kenyataan yang
rangka
ada dalam masyarakat.
perbaikan
qanun
di
Aceh?
Perbedaan secara
sosial
konsep
telah
gender
melahirkan
perbedaan peran perempuan
Pembahasan 1. Perspektif dalam peraturan undangan
keadilan gender pembentukan perundang-
laki-laki Secara
dalam umum
dan
masyarakatnya. adanya
gender
telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan
Gender adalah istilah yang
ruang
tempat
dimana
manusia
diperkenalkan oleh para ilmuwan
beraktivitas. Sedemikian rupanya
sosial
perbedaan
untuk
menjelaskan
gender
ini
melekat
perbedaan antara perempuan dan
pada cara pandang kita, sehingga
laki-laki
bawaan
kita sering lupa seakan-akan hal itu
sebagai ciptaan Tuhan dan yang
merupakan sesuatu yang permanen
bersifat
yang
dan abadi sebagaimana permanen
disosialisasikan
dan abadinya ciri biologis yang
yang
bersifat
bentukan
dipelajari
dan
budaya
sejak kecil. Pembedaan ini dinilai
secara
penting, karena selama ini sering
perempuan dan laki-laki.
kodrati
dimiliki
oleh
sekali mencampur adukan ciri-ciri
Kata gender dapat diartikan
manusia yang bersifat kodrati dan
sebagai perbedaan peran, fungsi,
yang
status dan tanggungjawab pada
bersifat
bukan
kodrati
laki-laki dan perempuan sebagai
dipertukarkan
hasil dari bentukan (konstruksi)
sepanjang zaman.
sosial budaya yang tertanam lewat
dan
berlaku
Namun
demikian,
proses sosialisasi dari satu generasi
kebudayaan yang dimotori oleh
ke generasi berikutnya. Dengan
budaya
demikian
perbedaan
gender
adalah
hasil
patriarki
menafsirkan
biologis ini
menjadi
kepantasan
dalam
kesepakatan antar manusia yang
indikator
tidak
berperilaku yang akhirnya berujung
bersifat
kodrati.
Oleh
karenanya gender bervariasi dari
pada
satu tempat ke tempat lain dan
partisipasi, kontrol dan menikmati
dari
manfaat
satu
waktu
ke
waktu
pembatasan dari
hak,
akses,
sumberdaya
dan
berikutnya. Gender tidak bersifat
informasi. Akhirnya ada tuntutan
kodrati, dapat berubah dan dapat
peran,
dipertukarkan pada manusia satu
kewajiban yang pantas dilakukan
ke
oleh laki-laki atau perempuan dan
manusia
lainnya
tergantung
waktu dan budaya setempat. Dengan menyangkut
demikian
dan
yang tidak pantas dilakukan oleh
gender
laki-laki atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke
berkaitan dengan jenis kelamin
masyarakat lainnya. Ada sebagian
manusia laki-laki dan perempuan.
masyarakat
yang
Perbedaan biologis dalam hal alat
membatasi
peran
reproduksi
dilakukan
antara
sosial
kedudukan
yang
perempuan
aturan
tugas,
laki-laki
baik
yang
kaku pantas
oleh
laki-laki
membawa
maupun perempuan, misalnya tabu
konsekuensi fungsi reproduksi yang
bagi seorang laki-laki masuk ke
berbeda (perempuan mengalami
dapur atau mengendong anaknya di
menstruasi, hamil, melahirkan dan
depan
menyusui;
seorang perempuan untuk sering
dengan
memang
dan
sangat
laki-laki
membuahi
spermatozoa).
umum rumah
dan
tabu
untuk
bagi
Jenis
keluar
kelamin biologis inilah merupakan
namun
ciptaan Tuhan, bersifat kodrat,
sebagian masyarakat yang fleksibel
tidak dapat berubah, tidak dapat
dalam memperbolehkan laki-laki
demikian,
bekerja,
ada
juga
dan
perempuan
melakukan
menentukan berdasarkan apa yang
misalnya
mereka anggap sebagai keharusan,
perempuan diperbolehkan bekerja
untuk membedakan antara laki-laki
sebagai kuli bangunan sampai naik
dan
ke atap rumah atau memanjat
pembagian
pohon kelapa, sedangkan laki-laki
diwariskan dari satu generasi ke
melakukan pekerjaan dapur dan
generasi
mengurus anak.
dengan proses, negosiasi, restensi
aktivitas
sehari-hari,
Sejarah pembedaan antara
perempuan.
Keyakinan
itu
selanjutnya
selanjutnya,
penuh
maupun dominasi. Akhirnya lama
laki-laki dan perempuan terjadi
kelamaan
melalui
sosialisasi,
gender tersebut dianggap alamiah,
penguatan dan konstruksi sosial
normal dan kodrat sehingga bagi
kultural,
mereka
proses keagamaan,
bahkan
pembagian
yang
melalui kekuasaan negara. Melalui
dianggap
proses
melanggar
yang
panjang,
gender
keyakinan
mulai
tidak
melanggar
normal
kodrat.
dan
Akibatnya,
lambat laun menjadi seolah-olah
gender mempengaruhi keyakinan
kodrat
manusia serta budaya masyarakat
Tuhan
atau
ketentuan
biologis yang tidak dapat diubah
tentang
lagi.
perempuan berpikir dan bertindak
Akibatnya,
gender
bagaimana
mempengaruhi keyakinan manusia
sesuai
serta budaya masyarakat tentang
tersebut.
bagaimana lelaki dan perempuan berpikir
dan
bertindak
sesuai
dengan
Pembedaan yang dilakukan oleh
apabila
aturan
ekonomi,
bukan
kedudukan
sebagai ketentuan Tuhan.
berada
kelompoklah
yang
sebagai menciptakan
perilaku pembagian gender untuk
sosial
mengenai
teoritis,
ditilik
perbedaan biologis itu dianggap Masyarakat
dan
perspektif gender ini mengalami perdebatan
dan
ketentuan
Pandangan
dengan ketentuan sosial tersebut. masyarakat
lelaki
dikatakan
dari
dimana perspektif
sub perempuan di
ordinasi yang
bawah
laki-laki
berakar
pada
ketergantungan ekonomi. Menurut perspektif
politis,
karena
perempuan tidak memiliki kendali
berupa16:
atas properti dan alat produksi,
Kekerasan
maka perempuan tidak
memiliki
Marjinalisasi
untuk berpartisipasi dalam
Sub ordinasi
akses ranah
politik.
Berbeda
pula
menurut perspektif budaya bahwa
Pelebelan Beban ganda
budaya secara kental dipengaruhi oleh
etika
agama,
mengakibatkan peran
kedudukan
perempuan
juga
Ketidakadilan gender dapat
yang
menimpa kaum perempuan dan
dan
laki-laki, hanya saja, berdasarkan
turut
data
statistik,
dari
beberapa
ketidakadilan
tersebut
terbentuk dengan mengacu pada
bentuk
nilai- nilai yang terkandung dalam
lebih didominasi oleh perempuan
ajaran
sebagai korban, sehingga kemudian
agama
dalam
sebuah
negara.
memunculkan
Persoalan gender bukanlah
untuk
membela
persoalan baru dalam kajian-kajian
perempuan
sosial,
hukum,
keadilan,
maupun
yang
keagamaan,
lainnya,
namun
demikian, kajian tentang gender
gerakan-gerakan untuk
yang
hak-hak memperoleh
biasa
disebut
dengan gerakan feminis Rosemarie
Putnam
Tong
17
masih tetap aktual dan menarik,
dalam Arivia, mengemukakan tiga
mengingat
gelombang
masih
banyaknya
feminisme.
Menurut
masyarakat khususnya di Indonesia
Tong, gelombang pertama dimulai
yang belum memahami persoalan
pada sekitar tahun 1800-an, dan
ini
merupakan dasar bagi gerakan-
dan
berbagai
masih
banyak
ketimpangan
penerapan
gender
memunculkan
terjadi dalam sehingga
perempuan berikutnya.
Pada fase ini, para perempuan
terjadinya
ketidakadilan gender yang dapat menimpa
gerakan
laki-laki
atau
perempuan. Ketidakadilan gender dapat
16
Saiful, Modul Pelatihan Konsep geGender, Dinas Pendidikan Aceh, Banda Aceh, 2012, hlm. 12 17 GadisArivia, Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2003, hlm. 84,
sibuk
sebagai
aktifis
perempuan.
Gelombang
berkembang
di
yang
tahun
gerakan kedua 1960-an,
ditandai dengan pencarian
melibatkan
perempuan
dianggap
lebih
yang
mengetahui
kebutuhannya. Periode selanjutnya dikenal
dengan
representasi citra perempuan dan
pengarusutamaan
kedudukan perempuan oleh kaum
mainstreaming).
feminis. Pada masa inilah teori
strategi
gender(gender
Pengarusutamaan
gender
mengenai kesetaraan perempuan
(PUG) merupakan suatu strategi
mulai tumbuh. Gelombang ketiga
yang
ditengarai
mengintegrasikan gender menjadi
dengan
dibangun
pengkolaborasian teori mengenai
suatu
kesetaraan
perempuan
kebijakan
pemikiran
kontemporer,
dengan yang
dimensi
untuk
integral dan
pembangunan
dalam program
nasional
untuk
kemudian melahirkan teori feminis
mengembangkan
yang beraneka ragam.
kelembagaan
dalam
rangka
menciptakan
kesetaraan
gender
Tujuan utama dari gerakan tersebut adalah untuk mewujudkan
mulai
kesetaraan dan keadilan gender
keputusan,
diberbagai bidang kehidupan dan
penyusunan
pembangunan,
dengan
melihat
sejarah
dari
kapasitas
proses
pengambilan perencanaan,
program,
pelaksanaan
sampai
tugas
pelibatan perempuan dalam bidang
fungsi
kehidupan dan pembangunan di
dapat mencapai hasil dan dampak
Indonesia
kesetaraan
telah
melahirkan
masing-masing,
dan
gender
sehingga dalam
beberapa kebijakan yaitu: Women
pengelolalaan dan pembangunan
And Development (WAD), Women
sektoral18. PUG merupakan sebuah
In
perspektif pembangunan Nasional
Development
kemudian berhasil
dirasakan
di
kebijakan
karena jadikan
yang kurang
meningkatkan
perempuan hanya
(WID)
kualitas
perempuan objek
pembangunan
dari tanpa
yang
menekankan
pada
proses
demokratisasi untuk mewujudkan 18
Departemen Kehutanan, Laporan Tahunan Kegiatan Pengarusutamaan Gender Tahun 2005, Departemen Kehutanan Jakarta, hlm. 2
kesempatan dan perlakuan yang
parameter
sama
yaitu:
bagi
segmen
masyarakat
minoritas.
kesetaraan
1. Ketetapan
Dinamika
permasalahan
majelis
permusyawaratan
Rakyat Nomor
dalam
masyarakat
diantaranya
Republik
adalah
terjadinya
kesenjangan
XVII/MPR/1998
gender,
langkah
strategis
praktis
untuk
dan
menciptakan
kesetaraan dan keadilan gender adalah
dengan
peraturan
gender
Indonesia
Tentang
Hak
Asasi Manusia yang ditetapkan Tanggal 13 November 1998 2. Undang-undang Dasar Negara
mewujudkan
Republik Indonesia tahun 1945
perundang-undangan
yang didalamnya terdapat 14
yang materi muatannya sensitif
rumpun
dan responsif gender agar segala
dalam 40 hak konstitusional
masalah dan keinginan masyarakat
setiap warga negara Indonesia
dapat
terpenuhi
dalam
kebijakan
yang
juga
gender,
sehingga
perundang-undangan
bentuk
hak
dan
dijabarkan
3. Undang-Undang
Republik
responsif
Indonesia Nomor 7 tahun 1984
peraturan
tentang pengesahan konvensi
bukan
saja
penghapusan
dapat dijadikan sebagai alat untuk
diskriminasi
menciptakan kesejahteran, tetapi
perempuan
juga untuk mewujudkan keadilan
4. Undang-Undang
segala
bentuk terhadap Republik
dan kemanfaatan bagi masyarakat
Indonesia Nomor 39 tahun 1999
baik laiki-laki maupun perempuan.
tentang Hak asasi manusia
Pancasila
sebagai
dasar
5. Undang-Undang
Republik
negara dapat dijadikan salah satu
Indonesia Nomor 11 tahun 2005
parameter
gender
tentang pengesahan konvensi
peraturan
internasional mengenai hak-hak
disamping
ekonomi, sosial dan budaya
dalam
kesetaraan
pembentukan
perundang-undangan,
itu ada beberapa ketentuan lain yang
juga
dapat
dijadikan
6. Undang-Undang
Republik
Indonesia Nomor 12 tahun 2005 tentang
pengesahan
konvesi
internasional mengenai hak-hak
Aceh
sipil dan dan politik
hendaknya juga perlu mendapat
7. Undang-Undang
Republik
nilai-nilai
kajian
khusus
keislaman dalamupaya
Indonesia Nomor 19 tahun 2011
formalisasi
tentang pengesahan konvensi
berperspektif keadilan gender
mengenai
yang
penyandang
disabilitas 8. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
qanun
1990
tentang
pengesahan konvensi mengenai
2. Pendapat Ulama dan Cendekiawan Muslim Dalam Rangka Perbaikan Qanun di Aceh yang berperpektif gender Perlu
hak-hak anak
diketahui
bahwa
9. Hasil konferensi Dunia ke IV
ajaran Islam terpola kepada ajaran
tahun 1995 tentang perempuan
dasar dan non-dasar. Ajaran dasar
mengenai
ialah ajaran yang termaktub dalam
deklarasi
dan
Al-Qur`an dan Sunnah mutawatir
rencana aksi beijing tujuan
yang diyakini datang dari Allah dan
pembangunan Millinium (MDG‟s)
Rasul-Nya. Sebaliknya, ajaran non-
200019
dasar ialah ajaran berupa
10. Deklarasi
dan
Beberapa ketentuan diatas
ijtihad
manusia
dalam
hasil bentuk
dapat dijadikan parameter dalam
tafsir, interpretasi atau pemikiran
memahami perspektif kesetaraan
ulama yang menjelaskan tentang
gender
pembentukan
ajaran dasar dan implementasinya
perundang-undangan
dalam kehidupan nyata. Ajaran
dalam
peraturan
maupun kebijakan-kebijakan yang
dasar
diharapkan dapat memenuhi hak
abadi,dan
konstitusional
dan
berubah.Sebaliknya ajaran kedua
mencapai keadilan gender, untuk
bersif atijtihadi,relatif,tidak abadi
perempuan
selalu
bersifat
absolut, tidak
dan bisa berubah seiring dengan 19
Direktoran jenderal perundangundangan, “parameter Kesetaraan Gender‟ Http://www.djjp.depkumham.go.id, diakses 10 Desember 2015
tuntutan
dinamika
masyarakat,
serta
perkembangan
sains
dan
20
teknologi
Ibnu
Al-Qur‟an dan Hadis meski mempunyai aturan yang bersifat hukum, namun jumlahnya amat sedikit dibandingkan dengan begitu banyaknya
persoalan
manusia
yang
sosial
memerlukan
ketentuan hukum. Oleh karena itu, pembaruan penafsiran merupakan keniscayaan.
Akan
tetapi,
pembaruan penafsiran harus tetap mengacu kepada sumber-sumber Islam utama, yakni Al-Qur`an dan Sunnah. Hanya saja pemahaman terhadap kedua sumber tadi tidak semata
didasarkan
kepada
pemaknaan literal teks, melainkan lebih
kepada
pemaknaan
non-
literal
atau
kontekstual
teks
dengan mengacu kepada tujuan hakiki
syariat
(maqashid
al-
syari`ah). Konsep membawa
ini
selanjutnya
kepada
pentingnya
melihat manusia sebagai sasaran sekaligus
syariat Islam. Tidak berlebihan jika
subyek
hukum
dalam
20Mohamad Ikrom, Syariat Islam dalam Perspektif Gender dan Hak Asasi Mansia (HAM), Jurnal Supremasi Hukum, Vol.2, no‟1, Juni 2013, hlm. 170
al-Qayyim
ahlifiqh
al-Jawziyah,
dari
Mazhab
Hanbali,merumuskan berikut:
sebagai
Syariat
sesungguhnya
Islam
dibangun
untuk
kepentingan manusia dan tujuantujuan
kemanusiaan
universal,
seperti kemashlahatan, keadilan, kerahmatan,
kebijaksanaan.
Prinsip-prinsip inilah yang harus menjadi acuan dalam pembuatan hukum dan juga harus menjadi inspirasi hukum.
bagi
setiap
pembuat
Penyimpangan
terhadap
prinsip-prinsip
ini
berarti
menyalahi cita-cita hukum Islam itu sendiri. Pernyataan yang tidak kurang tegasnya dilontarkan oleh Ibnu Rusyd: bahwa kemashlahatan merupakan
akar
dari
berbagai
syariat yang ditetapkan Tuhan. Bahkan, Izzuddin ibn Abdissalam sampai kepada kesimpulan bahwa seluruh diarahkan
ketentuan
agama
sepenuhnya
untuk
memenuhi kemaslahatan manusia. Berangkat Maqashid
dari
al-Syari`ah
ini,
teori Ibnu
Muqaffa` mengklasifikasikan ayatayat
Al-Qur`an
ke dalam
dua
kategori:
ayat
bersifat
ushuliyah
universal
menerangkan
masa lalu21.
yang karena
nilai-nilai
2. Konsep syariat Islam belum
utama
baku.
dalam Islam dan ayat furu`iyah
Hal ini terlihat
yang bersifat partikular karena
sejarah Islam dan pengalaman di
menjelaskan hal-hal yang spesifik.
beberapa negara yang berupaya
Contoh kategori pertama adalah
menerapkan syariat Islam, namun
ayat-ayat
belum terwujud sebagai sebuah
yang
keadilan, kedua
berbicara
sedangkan
adalah
mengulas bentuk
soal
kategori
ayat-ayat
yang
soal uqubat (bentukhukuman),
dan
hudud
tatanan
dari lintasan
Islam
berdasarkan
damai
syariat
bersumber
dari
ayat
memahami syariat22
ketentuan
perkawinan,waris, transaksisosial.
dan
Sayangnya
umat
3.
sering
berbeda
Perangkat
perangkat
hukum
penegakan
Islam lebih banyak terjebak pada
yang
implementasi ayat-ayat partikular,
diindikasikan
dan
kasus, antara lain:
mengabaikan
ayat-ayat
universal.
lemah.
a. Benturan
Berangkat
dari
hasil
beberapa penelitian menunjukkan bahwa terkait pelaksanaan syariat
Hal
ini
dikarenakan banyaknya penafsiran yang
berisi
yang
Allah.
(bentuk-bentuksanksi), serta ayatyang
yang
positif
dalam dan
syariat
Hal
ini
dari berbagai posisi
nasional
hukum (KUHAP)
dengan Qanun Aceh. b. Kewenangan Polisi Syariat
Islam, publik Aceh termasuk ulama dan
para
cendikia
memperbincangkan antara lain: 1. Syariat identitas
Islam
merupakan
bagi Aceh dan
kilas balik kejayaan Aceh di
21 Syariat Islam harus Jalan di Aceh” (Harian serambi Indonesia, Sabtu, 8 November 2014) 22 Sumanto Al Qurtuby “ Aplikasi Syariat dan Pelanggaran HAM: Refleksi Pemberlakuan Konstitusi Islam di Sejumlah Negara Islam” dalam Edy Sumtaki,dkk (ed), Syariat Islam, Urgensi dan Konsekuensinya Sebuah Bunga Rampai. (Jakarta : Komunitas Nisita, 2003), hlm. 42
(Wilayat al- Hisbah) yang terbatas. c. Spesialisasi Penyidik (polisi) dan
penuntut
(Kejaksaan) vonis
Syar‟iyah 4.
persetujuan
Majlis
Adat
Aceh
dapat
gampong (desa), sehingga syariat
mulus
Islam berada di
tangan
rakyat
berbeda
dalam proses eksekusi
daerah
Tidak
lainnya23.
prioritas
jelas
penegakan sebagai
dalam
hak
yang
antara dengan
satu daerah
8. Kekhawatiran implementasi
,
syariat
Islam
akan
dan akhlaq
muncul
masalah
baru,
perorangan,
seperti
syariat
antara ibadah
(MAA)
terbatas
tidak
yang
demokratisasi
mu‟amalah yang mengatur
akan mandeg, diskriminasi
hak bersama, dan dakwah,
terhadap
perempuan dan
tarbiyah dan syiar Islam.
kelompok
minoritas,
Hak
Asasi Manusia (HAM)
dan
5. Sudut
pandang
yang
terbatas terhadap syariat.
kebebasan
Pemahamana
terbelenggu,
penerapan
syariat
Islam hanya
persoalan
pidana
Islam
yakni hudud, jinayat dan
akan dan
pemasukan keuangan bagi daerah
dan
masyarakat
akan menurun24.
ta‟zir,
sehingga
syariat
Pelaksanaan Syari‟at Islam
Islam
terkesan
sangat
di Aceh bagi pemerhati hukum
kejam. 6.
atas
diselesaikan pada tingkat
Mahkamah
memiliki
Islam
umum
masalah syariat . d. Hasil
7. Pelanggar syariat
Jumlah Manusia syariat minim.
Sumber yang
Daya
nasional
menyebutnya
sebagai
peristiwa
pertama
setelah
memahami
Islam
masih
23 Afriansyah “Mengapa Syariat Islam di Aceh Tidak berjalan Mulus ?” artikel yang dimuatdalam Institut Global Aceh tanggal 29 Desember 2012 24 Ibid, hlm. 36
kemerdekaan, dimana ada sebuah
salah).26Jadi
wilayah dalam kekuasaan Indonesia
masukan-masukan
menerapkan sistem hukum yang
pihak dalam proses pelaksanaan
relatif
Syari‟at Islam di Aceh ini.
berbeda
dengan
hukum
Nasional. Konsekuensinya adalah klaim untuk menentukan
masih
diperlukan
dari
berbagai
Menyangkut ini Azra dalam
suatu
tulisannya menyebutkan salah satu
dengan
problem pelaksanaan syari‟at Islam
formalisasi Syari‟at sebagai hukum
di Aceh karena belum adanya
positif adalah sebuah kontradiksi.25
negara sebagai acuan pelaksanaan
kawasan
wilayah
Islam
Munculnya kontradiksi dan
Islam.27Terlepas
Syari‟at
kontroversi menyangkut formalisasi
perdebatan
Syari‟at
Islam
kawasan
menyangkut pelaksanaan Syari‟at
hukum
positif
lumrah
Islam di Aceh. Pemerintah daerah
dalam adalah
terjadi, menanggapi sinyalmen ini,
Aceh
Al-Yasa‟
penerapan
sebagai
kepala
dinas
dan
dari
telah
kontroversi
mensosialisasikan
Syari‟at
Islam
ke
syari‟at Islam menyikapi bahwa
berbagai pelosok dan masyarakat
Syari‟at Islam yang akan dijalankan
menanggapinya dengan berbagai
di
cara. Masyarakat berharap dengan
Aceh
tetap
kerangka-kerangka berlaku
di
berada hukum
Indonesia.
dalam yang
adanya
penerapan
Syari‟at
Dalam
tersebut mampu mengatasi semua
kesempatan yang lain pada sebuah
problem yang sedang berkecamuk
seminar dalam rangka konferensi
di Aceh.Menyelesaikan kasus Aceh
Tahunan PPs IAIN/UIN/STAIN di
secara
Indonesia yang diselenggarakan di
bermartabat
Banda Aceh pada Desember 2004 lalu,
mengatakan
bahwa
pelaksanaan Syari‟at Islam di Aceh masih Trial and Error (coba-coba 25
Munawar A Djalil, Menjawab Mitos Syari’at Islam di Aceh (Artikel), www. Serambi News. Com.
berkeadilan
26
dengan
dan
melakukan
Lihat tulisan Al Yasa‟ Abu Bakar, Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh (Sejarah dan Prospek) dalam buku Syariat di Wilayah Syari‟at, 2002, Dinas syari‟at Islam, hlm. 45. 27 Azyumardi Azra, Belum Ada Negara Sebagai Acuan Pelaksanaan Syari’at Islam, dalam buku Syari’at Islam Yes, Syari’at Islam No, Kurniatun dkk (ed), Jakarta, Paramadina, 2001, hlm.183-191.
pengusutan dan pengadilan yang
alasan diantaranya tidak sesuai
jujur bagi pelanggar HAM, baik
dengan
selama
pemberlakuan
lainnya.Disamping
Operasi
Militer
Daerah
(DOM)
maupun
pasca DOM.28
HAM
atau itu
semua,
pelakasanaan Syari‟at Islam secara kaffah di Aceh masih mencari
Pasca tsunami 26 Desember
format
yang
tepat
dalam
2004, Petugas wilayatul hisbahpun
penerapannya.Ini
disebabkan
sering melakukan operasi di kamp-
berbagai kendala/hambatan yang
kamp pengungsian dan tempat-
tidak bisa ditutupi begitu saja,
tempat lainnya. Di daerah yang
seperti konflik dan lainnya.
agak normal, seperti di Bireun
Muslim Ibrahim menyatakan
pelaksanaan tugas petugas ini lebih
pelaksanaan syari‟at secara kaffah
optimal,
pasti
mereka
menangkap
akan
berhadapan
beberapa orang yang melanggar
sejumlah
qanun Aceh, seperti menyangkut
tersebut, antara lain:
kasus hukum pidana Islam dengan jalan
melakukan
terhadap
mereka
dengan
hambatan,
Situasi
Aceh
faktor
yang
masih
pencambukan
belum kondusif, namun demikian
(penjudi
agaknya
dan
upaya
kearah
pemabuk yang ditangkap dan telah
penerapannya
diproses)
dilaksanakan, karena pelaksanaan
yang
dilakukan
oleh
wajib
petugas syari‟at dan disaksikan
syari‟at
masyarakat
dilaksanakan dengan ikhlas mudah-
umum.Proses
penghukuman sejarah
ini
pertama
di
merupakan
mudahan
Indonesia.
sekelumit
itu
terus
sendiri,
dapat
dijadikan
penawar
bagi
Dalam peristiwa ini kontroversi dan
kondisifitas
bahkan kecaman pun berdatangan
Perangkat lunak berupa materi dan
menyikapi pelaksanaan hukuman
panduan
cambuk
yang
semuanya mungkin sampai ratusan
melanggar syari‟at Islam dengan
qanun terumus secara amat rinci.29
bagi
mereka
29
28 Rifyah Ka‟bah, op.cit, hlm.18
keadaan
bila
penerapan
di
Aceh. belum
Muslim Ibrahim, Syari‟at Islam di Aceh, (artikel dalam seminar tahunan
Selain hambatan di atas ini,
masyarakat
dan
pelaksanaan
rekontruksi Aceh pasca tsunami
syari‟at itu mudah diterima dalam
juga merupakan suatu hambatan
semua
lain,
dimana
banyaknya
orang
berjalan
asing
yang
berbaur
dalam
perkembangan
masyarakat
Aceh
dengan
dimensi
kehidupan
seiring
dan
dengan
masyarakat
Aceh
hari ini serta esok.
budayanya menjadi satu hambatan
Sebagai satu-satunya daerah
yang tidak bisa dihiraukan begitu
yang menerapkan syariat Islam di
saja, apalagi adanya misi-misi lain
Indonesia,
yang diemban oleh organisasi asing
contoh bagi daerah lain tentang
yang
“kepantasan”
datang
kristenisasi, sesat,
ke
Aceh,
seperti
Penyebaran
aliran
penistaan
lainnya.Ditinjau sudut,
agama
syari‟at
Islam
di
akan
menjadi
Islam
yang
menjadi
mangatur
sistem
atau
kehidupan sosial dan pemerintahan
berbagai
di daerah. Keberhasilan Aceh akan
pelaksanaan
menjadi stimulus bagi daerah lain
dari
sebenarnya
bagian
Aceh
Aceh
secara
di Indonesia dalam merencanakan
kaffah merupakan satu persoalan
dan
yang
syariat Islam di daerah mereka.
tidak
telapak
semudah
tangan.
membalik
Untuk
itu
memprogramkan
Namun
bisa
diperlukan masukan-masukan dan
sebaliknya,
tahapan-tahapan dijalankan, menyesuaikan
penerapan
juga
jika
berlaku
Aceh
yang
harus
menunjukkan
disamping
harus
sosialnya dengan kehidupan sosial
dengan
kondisi
masyarakat
relevansi
gagal
dan
aspek
perkembanagn
sosio-kultural masyarakat Aceh itu
zaman, daerah lain di Indonesia
sendiri. Bagaimana bentuk yang
juga akan belajar dari kegagalan
harus dilakukan dan bagaimana
Aceh tersebut dan menjadikannya
konsep yang sesuai dilaksanakan
alasan
bahwa
dalam realitasnya hingga saat ini
pilihan
yang
masih
diterapkan
dicari
formatnya.Agar
Islam tepat dalam
bukanlah untuk konteks
masyarakat modern saat ini, oleh UIN/STAIN seIndonesia 12 Desember , 2004, di Aceh), hlm 8.
sebab
itu,
diperlukan
sebuah
formula yang dapat menjadikan
disesuaikan
Islam yang diterapkan di Aceh
perkembangan
menjadi sebuah model bagi daerah
sekarang.
lain di Indonesia dan dunia Islam lainnya.
dengan
kondisi masyarakat
Prinsip di atas dimaksudkan untuk menjadikan Islam sebagai
Formula
ini
tidak
dengan
sendirinya,
diperlukan
sebuah
lahir namun
tidak
melanggar
kebajikan
yang
universal yang telah diyakini oleh
dilatari oleh berbagai pemahaman
manusia di berbagai negara di
keilmuan
dan
dunia. Hal ini bisa saja dilakukan
menyeluruh. Pemahaman ini akan
mengingat apa yang ada dalam
diperoleh
Islam
yang
ijtihad
agama yang dipraktikkan dengan
mendalam
dengan
sebuah
sesungguhnya
juga
tidak
pendekatan yang luas bukan hanya
bertentangan dengan HAM, gender,
pada
bidang
sebagaimana
ilmu
keagamaan
demokrasi, dan lain sebagainya.
yang
dipahami
Islam memiliki celah yang dapat
selama ini, namun juga pada ilmu
dipakai
umum yang tampak tidak memiliki
prinsip yang dapat dibawa kepada
relevansi dengan amalan hukum
pemahaman yang lebih luas dan
Islam,
egaliter serta menjamin adanya
padahal
sesungguhnya
untuk
menarik
berkaitan erat bahkan menentukan
kebebasan,
kemakmuran
kesejahteraan
kesetaraan antarmanusia baik laki-
Islam.perlunya
laki maupun perempuan
dan
masyarakat pelaksanaan
pemahaman
fiqh
keadilan
sebuah
Karenanya
pembangunan
dalam konteks lokal Aceh, bahwa
materi
apa yang telah dikembangkan oleh
yang
ulama klasik adalah ajaran yang
terhadap
sesuai untuk masa itu. Sedangkan
memperhatikan hal-hal berikut:30
pemahaman
agama
dan
pengamalan
Islam
yang
dilaksanakan saat ini merupakan pemahaman
baru
yang
perlu
qanun
dan
responsif
merupakan teks
hasil syariat
gender ijtihad perlu
30 Syahrizal Abbas, Membangun Materi Qanun Aceh yang Responsif, merupakan kumpulan tulisan dalam buku Aceh madani dalam Wacana, Aceh justice Resource Centre (AJRC), 2009, hlm. 64
1. Setiap
materi
dirumuskan
qanun bukan
yang
penting mengingat pada era
hanya
mereka wahyu sudah terputus
memiliki akses terhadap teks
dengan
eksplisit
Saw,
al
Quran
dan
as
Sunnah, namun perlu diselami
wafatnya
Rasulullah
sedangkan
Persoalan
hukum terus bermunculan
secara lebih mendalam hakikat
4. Semangat
keberdaan teks tersebut bagi
dibangun
manusia. Pemahaman terhadap
hukum-hukumnya
hakikat keberadaan teks akan
mendapat
menemukan ruh syariah ( nilai
masyarakat
filosofis)
banyak
2. Penemuan ruh syariah bukan hanya
membutuhkan
yang
Quran
dalam
al
Aceh,
sekali
(living
law)
juga
memberikan
terhadap
kondisi
dan
tradisi hukum di Aceh telah
filsafat hukum Islam, tetapi sosiologis dimana pemahaman
karena
praktek
hukum
kajian
perlu perenungan
menjadi
membutuhkan
kajian
sosiologis
yang
hidup
dan rasa
dapat keadilan
ditengah-tengah masyarakat,
masyarakat
Kerangka
kerja
atas
bermakna
bila
ketika teks itu lahir akan sangat
tentunya
penting artinya, karena kasus-
tingkat pendidikan masyarakat dan
kasus yang muncul disekitar
sosialisasi
kelahiran
dapat
berperspektif
dalam
dapat ditingkatkan ke arah yang
dijadikan
teks
akan
referensi
akan
di
qanun
keadilan sehingga
yang gender
marumuskan materi qanun pada
lebih
masa sekarang
qanun syariat Islam di daerah yang
3. Pendekatan tematis (maudhui),
baik
materi
keberdaan
telah diberi otonomi khusus dapat
bukan hanya tertumpu pada
dirasakan
ayat atau hadis yang berbicara
‘alamin oleh seluruh masyarakat
tentang tema yang sama, tetapi
baik muslim maupun non muslim,
perlu juga dilihat pemahaman
baik
tema tersebutmenurut sahabat,
perempuan.
pemahaman sahabat menjadi
bagi
nilai
rahmatan
laki-laki
lil
maupun
Daftar Pustaka 1. Buku Amirul Hadi , Membumikan Islam di Aceh, kumpulan tulisan dalam buku Aceh Madani Dalam Wacana, PenerbitAceh Justice Resource Centre (AJRC), Banda Aceh 2009 Azyumardi Azra, Belum Ada Negara Sebagai Acuan Pelaksanaan Syari’at Islam, dalam buku Syari’at Islam Yes, Syari’at Islam No, Kurniatun dkk (ed), Jakarta, Paramadina, 2001 Daud Rasyid, Formalisasi Syari’at di Serambi Mekkah, dalam buku Syari’at Islam Yes, Syari’at Islam No, Kurniawan Zein dan Sarifuddin (ed), Jakarta: Paramadina, 2001 Departemen Kehutanan, Laporan Tahunan Kegiatan Pengarusutamaan Gender Tahun 2005, Departemen Kehutanan Jakarta Edy Sumtaki,dkk (ed), Syariat Islam, Urgensi dan Konsekuensinya Sebuah Bunga Rampai, Komunitas Nisita, Jakarta, 2003 Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2003
Hasanuddin Yusuf Adan, Tamaddun dan Sejarah (Etnografi Kekerasan di Aceh), Yogyakarta: Prisma Sophie Press, 2003 Rifyah Ka‟bah, Penegakan Syari’at Islam di Indonesia, Jakarta Selatan, Khairul Bayan, 2004 Saiful,
Modul Pelatihan Konsep Gender, Dinas Pendidikan Aceh, Banda Aceh, 2012
Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syari’at Islam (Dari Indonesia hingga Nigeria), Jakarta, Pustaka Alvabet, 2004 Yaswiman, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Propek Doktrin Islam dan Adat Dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001 2. jurnal, Artikel internet
koran
,
Afriansyah “Mengapa Syariat Islam di Aceh Tidak berjalan Mulus ?” artikel yang dimuat dalam Institut Global Aceh tanggal 29 Desember 2012 Al Yasa‟ Abu Bakar, Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh (Sejarah dan Prospek) dalam buku Syariat di
Wilayah Syari‟at, 2002, Dinas syari‟at Islam. Mohamad Ikrom, Syariat Islam dalam Perspektif Gender dan Hak Asasi Mansia (HAM), Jurnal Supremasi Hukum, Vol.2, no‟1, Juni 2013 Munawar A Djalil, Menjawab Mitos Syari’at Islam di Aceh (Artikel), www. Serambi News. Com. Muslim Ibrahim, Syari‟at Islam di Aceh, (artikel dalam seminar tahunan UIN/STAIN seIndonesia 12 Desember , 2004, di Aceh) Rusjdi
Ali Muhammad, Sejarah Syari’at Islam di Aceh (makalah diseminarkan pada konferensi tahunan 16-20 Desembser 2004 di Aceh dan Muslim Ibrahim, Syari‟at Islam di Aceh,
makalah dalam seminar konferensi tahunan 16-20 Desembaer 2004 di Aceh. Syahrizal Abbas, Membangun Materi Qanun Aceh yang Responsif, merupakan kumpulan tulisan dalam buku Aceh madani dalam Wacana, Aceh justice Resource Centre (AJRC), 2009. Syariat Islam harus Jalan di Aceh” (Harian serambi Indonesia, Sabtu, 8 November 2014. Yusny Saby, Pelaksanaan syariat Islam di Aceh Suatu Peluang dan Tantangan, Kanun No.34, edisi Desember 2002 Direktoran jenderal perundangundangan, “parameter Kesetaraan Gender‟ Http://www.djjp.depkumham.go.i d, diakses 10 Desember 2015