HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEBUGARAN FISIK PADA SISWA SMAN 1 SUNGAI APIT
YESSY NIARTY
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Tingkat Kecukupan Gizi dan Aktivitas Fisik terhadap Kebugaran Fisik pada Siswa SMAN 1 Sungai Apit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Yessy Niarty NIM I14100122
ABSTRAK YESSY NIARTY. Hubungan Tingkat Kecukupan Gizi dan Aktivitas Fisik terhadap Kebugaran Fisik pada Siswa SMAN 1 Sungai Apit. Dibimbing oleh HADI RIYADI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan gizi dan aktivitas fisik terhadap kebugaran fisik pada siswa SMA Negeri 1 Sungai Apit, Riau. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study dengan jumlah responden 66 siswa berusia 14-17 tahun. Penelitian dilakukan di Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau pada bulan Februari-Maret 2014. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kebugaran (p=0.000, r=-0.752). Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, berat badan, serta tinggi badan terhadap tingkat kebugaran (p>0.05). Terdapat hubungan negatif yang signifikan (p=0.000, r=-0.429) antara status gizi dengan tingkat kebugaran. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, dan vitamin C dengan tingkat kebugaran (p>0.05). Namun, terdapat hubungan positif yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran (p=0.000, r=0.878). Kata kunci: Aktivitas fisik, kebugaran fisik, remaja, tingkat kecukupan gizi.
ABSTRACT YESSY NIARTY. Relation of Nutrient Adequacy Level and Physical Activity on Physical Fitness of Senior High School Students in SMAN 1 Sungai Apit. Supervised by HADI RIYADI. This research, therefore, aimed to analyze a relationship between nutrient adequacy level and physical activity on physical fitness among Senior High School students in SMA Negeri 1 Sungai Apit, Riau. The design used in this research was cross sectional study and the number of respondents were 66 students of 14 – 17 years old. This research was conducted in District of Sungai Apit, Regency of Siak, Province of Riau on February – March 2014. Hence, the finding of research is that there is a significantly negative relation of sex and fitness extent (p=0.000, r=-0.752). However, there is no significance relation between age, weight, and height on the level of fitness (p>0.05). In addition, there is a significant negative correlation (p=0.000, r=-0.429) between nutritional status and the level of fitness. There is no significance correlation between adequacy level of energy, protein, fat, carbohydrate, calcium, zinc, and vitamin C with the level of fitness (p>0.05). Yet, there is a significant positive correlation between physical activity and the extent of fitness (p=0.000, r=0.878). Keywords: Adolescent, nutrient adequacy level, physical activity, physical fitness.
HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEBUGARAN FISIK PADA SISWA SMAN 1 SUNGAI APIT
YESSY NIARTY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Hubungan Tingkat Kecukupan Gizi dan Aktivitas Fisik terhadap Kebugaran Fisik pada Siswa SMAN 1 Sungai Apit dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak saran dan masukan pada skripsi sejak awal penelitian hingga penyelesaian skripsi. 2. Ibu Leily Amalia Furkon, S. TP, M. Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukan pada skripsi 3. Kepala sekolah, guru-guru, staff serta siswa-siswi SMAN 1 Sungai Apit yang telah memberikan kesempatan serta membantu dalam pelaksanaan penelitian. 4. Mama, papa, adik serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. 5. Sahabat selama penulis menempuh ilmu di Departemen Gizi Masyarakat: Widya Lestari, Rizki Ichwansyah, dan Destiara LP. 6. Sahabat dan keluarga selama di Bogor: Aulia Frisca, Kartika Sari Touw, dan Qonita Muhlisa. 7. Teman-teman ID: Rekyan H. Puspadewi, Cahyuning Isnaini, Putu Rossi Tya L, dan I Kadek Agus H. Dinata. 8. Seluruh teman-teman Departemen Gizi Masyarakat 47. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semua.
Bogor, Agustus 2014 Yessy Niarty I14100122
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
KERANGKA PEMIKIRAN
2
METODE
5
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
5
Cara Pengambilan Contoh
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Pengolahan dan Analisis Data
6
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
10
Karakteristik Contoh
11
Status Gizi
13
Intik Energi dan Zat Gizi
14
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
15
Aktivitas Fisik
20
Tingkat Kebugaran
21
Uji Hubungan Antar Variabel
22
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U untuk anak usia 5-18 tahun Kategori aktivitas berdasarkan nilai PAR Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Norma tes Balke Karakteristik contoh Sebaran contoh menurut status gizi (IMT/U) dan jenis kelamin Intik energi dan zat gizi berdasarkan hari konsumsi Intik energi dan zat gizi contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik Sebaran contoh menurut kategori VO2 max Hasil uji hubungan karakteristik contoh dengan tingkat kebugaran Hasil uji hubungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran
7 8 8 9 11 13 14 15 15 16 17 17 18 19 20 21 22 22 24
DAFTAR GAMBAR 1 Skema kerangka pemikiran
4
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner penelitian
29
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan suatu negara dalam kemajuan berbagai aspek kehidupan ditentukan oleh generasi penerus bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Golongan remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena pertumbuhan dan perkembangan tubuh pada usia ini memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak, sehingga harus diperhatikan tingkat kecukupan gizi dan aktivitas fisiknya sebagai pendukung dalam menciptakan penerus bangsa yang berkualitas. Remaja juga perlu memiliki kualitas kebugaran fisik yang baik agar selalu sehat, bugar dan produktif. Konsumsi pangan memiliki peranan dalam menciptakan status gizi yang baik dan seimbang pada remaja. Kebutuhan akan zat gizi makro dan zat gizi mikro akan terpenuhi secara tepat dan seimbang jika seseorang memiliki pola konsumsi yang baik. Menurut Giam (2002), pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin, umur, berat badan, serta aktivitas fisik, sehingga antara asupan dan pengeluaran energinya seimbang. Pencapaian kesehatan dan gizi yang optimal akan memberikan pengaruh terhadap prestasi siswa dalam bidang akademik maupun non akademik. Namun, remaja memiliki kecendurungan melewatkan waktu makan dengan alasan tidak sempat atau sedang melakukan diet ketat, sehingga asupan makanannya kurang. Selain itu, seiring perkembangan zaman dan teknologi, remaja sering terpengaruh dengan iklaniklan dan promosi makanan cepat saji dan snack yang kandungan gizinya kurang lengkap dan seimbang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran kurang terpenuhinya kebutuhan gizi remaja yang secara fisiologis sedang berada pada masa pertumbuhan yang pesat. Kesanggupan individu dalam menjalani kegiatan harian tanpa mengalami kelelahan berat serta masih memiliki tenaga untuk melakukan kegiatan fisik di waktu santai atau melakukan kegiatan fisik lainnya secara dadakan disebut kebugaran fisik, dimana kebugaran tersebut dipengaruhi oleh faktor usia, gender, keturunan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok serta status gizi individu (Fatmah 2011). Salah satu indikator kebugaran fisik individu adalah jumlah rata-rata konsumsi oksigen maksimal oleh tubuh atau VO2 max. Salarkia et al. (2004) menyatakan tingginya aktivitas aerobik dapat meningkatkan konsumsi oksigen maksimum (VO2 max). Semakin tinggi VO2 max maka semakin baik tingkat ketahanan serta adaptasi individu dalam melakukan suatu aktivitas fisik. Kebugaran fisik berperan dalam menentukan kesehatan dan prestasi siswa. Hasil penelitian Grissom (2005) pada siswa tingkat 5, 7, dan 9 di California Public School menunjukkan bahwa kebugaran fisik memiliki hubungan dengan kemampuan akademik siswa. Selain itu hasil penelitian Sallis et al. (2000) menunjukkan kebugaran fisik uga memiliki hubungan dengan aktivitas fisik remaja, dimana remaja dengan aktivitas fisik sedentary atau kurang beraktivitas memiliki kebugaran fisik yang rendah. Kebugaran fisik yang optimal akan tercapai jika kecukupan gizi dan aktivitas fisiknya juga baik. SMAN 1 Sungai Apit berada di Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau dengan jumlah siswa 533 orang. Kecamatan Sungai Apit hanya
2 memiliki satu Puskesmas dan jauh dari pusat perkotaan. Selain itu, sebagian besar siswa membantu orangtua mereka bekerja di kebun sawit atau karet dan membuat batu bata setelah pulang sekolah atau pada hari libur. Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut, bagaimana tingkat aktivitas para siswa dan apakah telah didukung dengan konsumsi pangan yang baik serta apakah berpengaruh terhadap tingkat kebugaran.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kecukupan gizi dan aktivitas fisik terhadap kebugaran fisik siswa SMAN 1 Sungai Apit. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, dan suku) serta antropometri contoh (berat badan, tinggi badan, dan status gizi). 2. Menganalisis intik gizi dan tingkat kecukupan gizi contoh. 3. Menganalisis aktivitas fisik dan kebugaran fisik contoh. 4. Menganalisis hubungan antara karakteristik contoh (umur dan jenis kelamin), status gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta aktivitas fisik terhadap kebugaran fisik contoh.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi bagi siswa, orang tua, guru SMA Negeri 1 Sungai Apit, dan instansi dinas pendidikan terkait mengenai tingkat kecukupan gizi, status gizi, aktivitas fisik dan kebugaran fisik siswa. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan dan kesadaran siswa tentang pentingnya pola konsumsi yang baik dan aktivitas fisik untuk mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal. Penelitian ini bagi pihak sekolah dan dinas pendidikan dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan program pendidikan gizi di sekolah.
KERANGKA PEMIKIRAN Remaja merupakan golongan usia dengan banyak aktivitas dan kegiatan serta berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan fisiologis yang pesat, sehingga perlu diperhatikan asupan makanannya baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Karakteristik setiap individu berbeda-beda baik menurut umur, jenis kelamin, dan suku. Hal ini akan mempengaruhi konsumsi pangan masing-masing siswa. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang baik akan terpenuhi jika konsumsi pangan siswa baik. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dapat
3 dihitung berdasarkan data konsumsi energi dan zat gizi. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang baik akan mendukung aktivitas fisik remaja. Aktivitas fisik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu sejak bangun tidur hingga tidur kembali, dimana terjadi pengeluaran energi. Aktivitas fisik berkaitan erat dengan kebugaran fisik, dimana remaja dengan aktivitas fisik yang baik akan memiliki kebugaran fisik yang baik juga. Kebugaran fisik siswa diukur menggunakan tes Balke. Kebugaran fisik dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat dikonsumsi selama melakukan tes pada kapasitas maksimum. Konsumsi oksigen maksimal berhubungan dengan status gizi karena kebutuhan oksigen dan energi dipengaruhi oleh ukuran tubuh.
4 Karakteristik Contoh: Umur Jenis Kelamin Suku
Konsumsi Pangan
Tingkat Kecukupan: Zat Gizi Makro (Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat) Zat Gizi Mikro (Vitamin C, Kalsium dan Zat Besi)
Status Gizi: IMT/U
Aktivitas Fisik
Tingkat Kebugaran Fisik: Tes Balke Gambar 1 Skema kerangka pemikiran
Keterangan : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
Penyakit Infeksi dan Non Infeksi
5
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di SMAN 1 Sungai Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian serupa di SMAN 1 Sungai Apit serta peneliti memperoleh izin untuk melakukan penelitian di tempat tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Maret 2014.
Cara Pengambilan Contoh Contoh ditentukan secara random sampling dengan kriteria inklusi contoh masih terdaftar sebagai siswa SMAN 1 Sungai Apit selama penelitian ini berlangsung, contoh dapat memahami dan mengisi kuesioner dengan baik, contoh yang dipilih tidak mengalami cidera atau memiliki riwayat penyakit menahun (asma, penyakit jantung, dan lain-lain) dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah serta bersedia dijadikan contoh penelitian. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 383 orang. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 66 orang, karena tidak ditemukan nilai proporsi kasus maka peneliti melakukan asumsi bahwa proporsi sebesar 0,5 (50%) untuk memberikan nilai yang cenderung lebih stabil (Susanto 2004). Berikut rumus Lemeshow (1991).
dengan Z²1-a2 = tingkat kemaknaan 95% = 1,96 P = 50% = 0,5
d²= pendugaan (presisi) 0,1 N= populasi (383 orang)
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh, yaitu umur, jenis kelamin, dan suku diperoleh dengan menggunakan alat kuesioner. Data antropometri contoh, yaitu berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0.1 kg dan kapasitas 150 kg, Sedangkan data tinggi badan diukur dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm dan kapasitas 200 cm. Data status gizi dengan indikator Indeks Massa Tubuh terhadap usia (IMT//U) dihitung dengan menggunakan WHO antrhoplus 2007. Data konsumsi pangan dikumpulkan dengan menggunakan metode recall 2x24 jam, yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Data aktivitas fisik diukur dengan menggunakan metode record 2x24 jam (dibedakan menjadi hari sekolah dan hari libur) dan menggunakan skor physical activity level (PAL). Sedangkan data kebugaran fisik diperoleh dari hasil tes Balke
6 dengan indikator nilai VO2 max. Sedangkan data sekunder meliputi gambaran umum sekolah yang dijadikan lokasi penelitian meliputi sejarah sekolah, jumlah guru dan pegawai sekolah, jumlah serta fasilitas yang terdapat di SMA Negeri 1 Sungai Apit.
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari editing, pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. editing adalah koreksi seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Coding adalah pemberiaan angka atau kode tertentu terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Entry adalah memasukan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Cleaning yaitu melakukan pengecekan terhadap isian data yang di luar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner atau isian data yang diluar kewajaran. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel serta dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 16 for Windows. Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan jumlah zat gizi yang dikonsumsi contoh yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994).
Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: Kgij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j Bj = Berat makanan –j yang dikonsumsi Gij = Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan makanan –j BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j Penentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) contoh digunakan rumus sebagai berikut. AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg) AKG = Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2013). Tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat dihitung dengan membandingkan terhadap kecukupan energi. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh
7 dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus. TKG = (K/AKGI) x 100 Keterangan: TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Konsumsi energi dan zat gizi contoh diperoleh dengan menggunakan metode recall 2x24 jam. Tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); (5) berlebih (≥120% AKG) (Depkes 1996). Tingkat kecukupan lemak terbagi ke dalam 3 kategori, yaitu defisit (<20% AKE), normal (20-30% AKE) dan lebih (>30% AKE), begitu juga dengan tingkat kecukupan karbohidrat. tingkat kecukupan karbohidrat terbagi ke dalam 3 kategori, yaitu defisit (<60% AKE), normal (60-70% AKE) dan lebih (>70% AKE) (Depkes 1996). Menurut Gibson (2005) tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibedakan menjadi dua kategori yaitu: (1) kurang (<77% AKE) dan (2) cukup (≥ 77% AKE). Antropometri contoh yang diukur berupatinggi badan dan berat badan yang digunakan untuk mengukur status gizi dengan menggunakan IMT/U. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0.1 kg. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise dengan skala pengukuran 0.1 cm. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Kategori IMT/U disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U untuk anak usia 5-18 tahun Status gizi Kategori Sangat kurus Z-score < -3 SD Kurus -3 SD ≤ Z-score ≤ -2 SD Normal -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD Gemuk +1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD Obesitas Z-score ≥ +2 SD Sumber: Kemenkes RI 2012 Data aktivitas fisik diperoleh melalui metode record 2x24 jam pada hari sekolah dan hari libur. Selanjutnya hasil diolah dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk beraktivitas. Menurut FAO/WHO/UNU (2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (physical activity level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut. PAL =
8 Keterangan: PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Jenis aktivitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis kategori berdasarkan PAR seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori aktivitas berdasarkan nilai PAR Kategori Keterangan PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam dan membaca PAL3 Duduk sambiil menonton TV PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias PAL5 Makan dan minum PAL6 Jalan santai PAL7 Berbelanja (membawa beban) PAL8 Mengendarai kendaraan PAL9 Menjaga anak PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) PAL11 Setrika pakaian (duduk) PAL12 Kegiatan berkebun PAL13 Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) PAL15 Olahraga (badminton) PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) PAL17 Olahraga (bersepeda) PAL18 Olahraga (aerobik, berenang, sepak bola, dan lain-lain Sumber: FAO/WHO/UNU (2001) Selanjutnya PAL dikategorikan menjadi tiga kategori FAO/WHO/UNU (2001) seperti yang disajikan pada Tabel 3.
PAR 1 1.2 1.72 1.5 1.6 2.5 5 2.4 2.5 2.75 1.7 2.7 1.3 1.6 4.85 6.5 3.6 7.5
menurut
Tabel 3 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Nilai PAL Aktivitas Sangat Ringan < 1.40 Aktivitas Ringan 1.40-1.69 Aktivitas Sedang 1.70-1.99 Aktivitas Berat 2.00-2.40 Sumber: FAO/WHO/UNU (2001) Data tingkat kebugaran fisik diperoleh dari hasil pengukuran nilai VO2 max. Data ini merupakan data primer yang diperoleh dari hasil tes Balke contoh. Hasil perhitungan total konsumsi oksigen maksimum contoh diperoleh dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut (Horwill 1991). Total VO2 maksimum = (Total jarak yang ditempuh / 15) – 133 x 0.172) + 33.3 Nilai VO2 max tes Balke yang digunakan disajikan pada Tabel 4 (Balke 1963).
9
Kategori Baik sekali Baik Sedang Kurang Kurang sekali
Tabel 4 Cut off VO2 max tes Balke Laki-Laki >61.00 60.90 s/d 55.10 55.00 s/d 49.20 49.10 s/d 43.30 <43.20
Perempuan >54.30 54.20 s/d 49.30 49.20 s/d 44.20 44.10 s/d 39.20 <39.10
Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Karakteristik contoh meliputi: umur, jenis kelamin, dan suku menggunakan analisis deskriptif. 2. Intik gizi dan tingkat kecukupan gizi contoh menggunakan analisis deskriptif. 3. Status gizi contoh menggunakan analisis deskriptif. 4. Aktivitas fisik contoh menggunakan analisis deskriptif. 5. Kebugaran fisik contoh menggunakan analisis deskriptif. 6. Hubungan antara umur, berat badan, dan tinggi badan contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson. 7. Hubungan antara jenis kelamin contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Spearman. 8. Hubungan antara status gizi contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Spearman. 9. Hubungan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson. 10. Hubungan antara aktivitas fisik contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson.
Definisi Operasional Contoh adalah Siswa SMA Negeri 1 Sungai Apit, dapat memahami dan mengisi kuesioner dengan baik, contoh yang dipilih tidak mengalami cidera atau memiliki riwayat penyakit menahun (asma, penyakit jantung, dan lainlain) dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah serta bersedia dijadikan contoh penelitian. Karakteristik contoh adalah kondisi contoh yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan, aktivitas fisik dan kebugaran fisik yang meliputi umur, berat badan, tinggi badan, dan jenis kelamin. Zat gizi adalah zat atau unsur kimia yang terkandung dalam makanan yang diperlukan untuk metabolism dalam tubuh secara normal (meliputi energi, karbohidrat, protein, dan lemak). Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi contoh baik yang berasal dari rumah maupun luar rumah dan diperoleh dari hasil food recall 2x24 jam. Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan.
10 Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan jumlah dari zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WNPG (2013) yang dinyatakan dalam persen. Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai manusia. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh yang diakibatkan oleh konsumsi, absorbsi, dan penggunaan zat gizi yang ditentukan melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori: Sangat kurus=Z-score<-3SD, Kurus=-3SD≤Z-score≤-2SD, Normal=-2SD≤Z-score≤+1SD, Gemuk= +1SD≤Z-score≤+2SD, Obesitas= Z-score >+2SD (Kemenkes RI 2012). Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan seseorang mulai dari bangun sampai tidur kembali dan lamanya seseorang melakukan kegiatan fisik tersebut, seperti bersekolah, menonton tv, tidur, aktivitas ringan (duduk dan berdiri), aktivitas sedang (bersepeda dan jogging), dan aktivitas berat (bermain sepak bola dan berenang). Bugar adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental. VO2 max adalah volume maksimal oksigen yang diproses oleh tubuh manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Tes Balke adalah tes yang digunakan untuk mengukur seberapa kuat daya tahan jantung pernapasan seseorang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sungai Apit terletak di Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. SMAN 1 Sungai Apit pada awalnya merupakan sekolah swasta SMA PGRI yang berdiri pada tahun 1983. Selanjutnya sekolah ini menjadi sekolah negeri pada tahun 1987 dengan nama SMAN 1 Sungai Apit. SMAN 1 Sungai Apit memiliki 16 ruang kelas (kelas X terdiri dari enam kelas; kelas XI terdiri dari tiga kelas IPA dan dua kelas IPS; serta kelas XII terdiri dari tiga kelas IPA dan dua kelas IPS), satu ruang perpustakaan, lima ruang laboratorium (laboratorium kimia, fisika, komputer, bahasa, dan biologi), tiga ruang kantor, satu ruang BK (Bimbingan Konseling), satu ruang PMI (Palang Merah Indonesia), satu ruang OSIS, satu ruang sanggar seni, dua gudang, dua kantin, satu lapangan sepak bola, satu lapangan olahraga, sembilan toilet dan ruang parkir. SMAN 1 Sungai Apit memiliki 580 orang siswa, dimana siswa kelas X berjumlah 198 orang, siswa kelas XI berjumlah 185 orang, dan siswa kelas XII berjumlah 197 orang. Sedangkan jumlah guru di SMAN 1 Sungai Apit adalah 31 orang, dimana Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 23 orang dan tenaga honorer sebanyak 8 orang. Pegawai Tata Usaha (TU) berjumlah 8 orang. Visi SMAN 1 Sungai Apit adalah unggul dalam akademik, olahraga, seni, budaya, berlandaskan iman dan taqwa, berakhlakul karimah, berbudaya dan
11 berjiwa nasionalisme. Sedangkan misi SMAN 1 Sungai Apit adalah mengintensifkan kegiatan keagamaan, membaca alquran, zikir, asmaul husna, berdoa sebelum PBM; mengintensifkan kegiatan pengembangan diri bidang kurikuler dan ekstrakurikuler di luar jam wajib (mengoptimalkan pelayanan maksimal); meningkatkan kompetensi warga sekolah dengan melaksanakan kompetisi atau pertandingan antar kelas bidang akademik, agama, bahasa asing (inggris dan arab), olahraga dan seni budaya; melaksanakan proses belajar mengajar yang optimal; mengintensifkan kegiatan imtaq setiap jumat pagi; mengintensifkan senam Riau Sehat setiap pagi sabtu; mengembangkan sistem pendidikan dan pembelajaran berkarakter; membudayakan gemar membaca dan menguasai teknologi informatika; membudayakan budaya jujur, disiplin, dan bertanggung jawab; membudayakan hidup bersih, rapi, dan sehat; membudayakan peduli lingkungan; dan melengkapi sarana dan prasarana sekolah.
Karakteristik Contoh Karakteristik merupakan ciri-ciri yang dimiliki contoh baik secara fisik maupun sosial. Karakteristik contoh yang diidentifikasikan dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan suku. Tabel 5 Karakteristik contoh Karakteristik Usia (Median (Min;Max)) Jenis Kelamin (n(%)) Laki-Laki Perempuan Berat Badan (Rata-rata±Stdev) Tinggi badan (Rata-rata±Stdev) Suku (n(%)) Melayu Jawa Minang Tionghoa
Nilai 15(14;17) 57.6% 43.4% 53.5±12.9 159.1±8.5 83.3% 12.2% 1.5% 3.0%
Usia Kelompok usia dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu remaja (usia<20 tahun), dewasa awal (usia 20-40 tahun), dewasa madya (usia 41-65 tahun), dan dewasa akhir (usia>65 tahun) (Papalia et al. 2007). Kisaran usia contoh pada penelitian ini berada pada kelompok usia remaja (usia<20 tahun). Jumlah contoh terbesar terdapat pada usia 15 tahun (54,6%), sedangkan jumlah contoh terkecil berada pada usia 14 tahun (4.5%) dan 17 tahun (4.5%). Jenis Kelamin Jumlah contoh dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar daripada jenis kelamin perempuan. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 5, jumlah contoh dengan
12 jenis kelamin laki-laki sebanyak 38 orang (57,6%). Sedangkan contoh dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang (43,4%). Berat Badan Berat badan sering dijadikan salah satu alat pengukuran secara antropometri untuk menujukkan gambaran massa tubuh. Menurut Syafiq et al. (2007), berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air dan massa mineral tulang. Selain itu, berat badan juga sangat peka terhadap perubahan mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang turun. Berdasarkan hasil Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2013, standar berat badan untuk laki-laki dan perempuan pada usia 13-15 tahun adalah 46 kg. Sedangkan standar berat badan untuk laki-laki dan perempuan usia 16-18 tahun adalah 56 kg dan 50 kg (Hardinsyah et al. 2013). Rata-rata berat badan contoh secara keseluruhan adalah 53,5±12,9 kg. Jika dibandingkan dengan standar tersebut, rata-rata berat badan contoh usia 13-15 tahun untuk contoh laki-laki (55,1±15,0 kg) dan contoh perempuan (52,3±14,9 kg) telah melebihi standar tersebut. Sedangkan rata-rata berat badan contoh usia 16-18 tahun untuk contoh laki-laki (54,4±7,1 kg) berada dibawah standar dan contoh perempuan (51,0±13,7 kg) melebihi standar. Tinggi Badan Tinggi badan berperan penting dalam pengukuran secara antropometri, dimana tinggi badan yang dihubungkan dengan umur dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu. Tinggi badan juga digunakan dalam menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Syafiq et al. 2007). Jumlah contoh terbanyak berada pada kisaran tinggi badan 140,4-177 cm. Secara keseluruhan, rata-rata tinggi badan contoh adalah 159,1±8,5 cm. Standar tinggi badan menurut hasil Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2013 usia 13-15 tahun untuk laki-laki dan perempuan adalah 158 cm dan 155 cm. Sedangkan standar tinggi badan untuk laki-laki dan perempuan usia 16-18 tahun adalah 165 cm dan 158 cm. Jika dibandingkan dengan standar tersebut, rata-rata tinggi badan contoh usia 13-15 tahun untuk contoh laki-laki (164,3±6,5 cm) telah melebihi standar tersebut sedangkan contoh perempuan (153,3±5,6 cm) berada dibawah standar. Rata-rata tinggi badan contoh usia 16-18 tahun untuk contoh laki-laki (163,9±6,0 cm) dan contoh perempuan (150,6±7,2 cm) berada dibawah standar. Suku Sebagian besar contoh penelitian adalah suku melayu (83,3%) yang merupakan suku dominan di tempat pelaksanaan penelitian. Suku jawa merupakan suku terbanyak kedua pada contoh penelitian yaitu sebesar 12,2%, sedangkan suku tionghoa dan minang masing-masing adalah 3,0% dan 1,5%.
13 Status Gizi Status gizi merupakan gambaran kondisi kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi (Anwar dan Riyadi 2009). Beberapa cara yang digunakan untuk menilai status gizi adalah antropometri, konsumsi pangan, biokimia, dan klinis. Metode antropometri digunakan untuk menilai dua masalah utama gizi, yaitu kurang energi protein (KEP), khususnya anak-anak dan ibu hamil, dan obesitas pada semua kelompok umur (Syafiq et al. 2007). Menurut Riyadi (2003), penilaian status gizi contoh berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U), dapat digunakan untuk menaksir cadangan energi dalam tubuh dengan asumsi bahwa semakin kurus seseorang, semakin sedikit adanya cadangan energi dalam tubuh. Status gizi (IMT/U) diperoleh dari hasil pengukuran berat badan (kg) dan tinggi badan (meter). Berdasarkan Riskesdas (2010), indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Indikator ini memerlukan informasi tentang umur. Selain itu, indikator IMT/U juga telah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil atas dan indikator ini sejalan dengan indikator-indikator yang direkomendasikan untuk orang dewasa. Status gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contoh menurut status gizi (IMT/U) dan jenis kelamin Status Gizi Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan n % n % Sangat kurus 0 0 0 0 Kurus 3 7.9 1 3.6 Normal 29 76.3 22 78.6 Gemuk 4 10.5 2 7.1 Obesitas 2 5.3 3 10.7 Total 38 100 28 100 Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa terdapat contoh yang memiliki status gizi gizi kurus, normal, gemuk, dan obesitas. Namun sebagian besar contoh memiliki status gizi normal dengan persentase 76.3% untuk contoh laki-laki dan 78.6% untuk contoh perempuan. Persentase ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Mustika (2011) pada siswa SMAN 6 Pandeglang, yang menunjukkan bahwa sebanyak 86.4% contoh laki-laki dan 91.3% contoh perempuan memiliki status gizi normal. Sebanyak 7.9% contoh laki-laki dan 3.6% contoh perempuan memiliki status gizi yang tergolong kurus. Sebanyak 10.5% contoh laki-laki dan 7.1% contoh perempuan memiliki status gizi yang tergolong gemuk. Sisanya sebanyak 5.3% contoh laki-laki dan 10.7% contoh perempuan memiliki status gizi yang tergolong obesitas. Status gizi seseorang dapat dipengaruhi banyak faktor, seperti pola konsumsi sehari-hari, aktivitas fisik, dan status kesehatan (Fatmah 2011).
14 Intik Energi dan Zat Gizi Intik energi dan zat gizi contoh dibedakan menjadi intik energi dan zat gizi contoh pada hari sekolah dan hari libur seperti terdapat pada Tabel 7 berikut. Tabel 7 Intik energi dan zat gizi berdasarkan hari konsumsi Rata-Rata Intik Energi Hari Sekolah Hari Libur p Rata-Rata dan Zat Gizi Energi (kkal) 2080±760 2392±547 0.008 2236±561 Protein (g) 52.0±26.4 57.2±22.3 0.229 54.6±20.8 Lemak (g) 61.8±26.1 70.0±18.9 0.000 65.9±18.8 Karbohidrat (g) 455.1±407.6 426.2±153.8 0.591 440.7±229.7 Kalsium (mg) 307.8±283.2 438±404.8 0.032 373.8±273.0 Zat Besi (mg) 12.9±29.6 12.8±4.8 0.960 12.9±4.5 Vitamin C (mg) 41.9±56.0 72.6±96.7 0.008 57.3±61.4 Intik energi contoh berkisar 1363-3935 kkal dengan rata-rata 2236±561 kkal. Rata-rata intik energi contoh pada hari sekolah adalah 2080±760 kkal. Sedangkan rata-rata intik energi contoh pada hari libur adalah 2392±547 kkal. Hasil uji beda Independent sample t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara intik energi pada hari sekolah dan hari libur (p<0.05). Intik protein contoh pada hari sekolah hampir sama dengan intik protein contoh hari libur, dimana rata-rata intik protein hari sekolah adalah 52.0±26.4 g dan hari libur 57.2±22.3 g. Intik protein contoh berkisar antara 26.2-115.0 g dengan rata-rata 54.6±20.8 g. Berdasarkan uji beda Independent sample t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.005) antara intik protein pada hari sekolah dan hari libur. Rata-rata intik lemak contoh adalah 65.9±18.8 g. Rata-rata intik lemak pada hari sekolah adalah 61.8±26.1 g, sedangkan pada hari libur 70.0±18.9 g. Berdasarkan uji beda Independent sample t-test terdapat perbedaan yang nyata antara intik lemak hari sekolah dan hari libur (p<0.05). Rata-rata intik karbohidrat contoh adalah 440.7±229.7 g. Rata-rata intik karbohidrat pada hari sekolah adalah 455.1±407.6 g, sedangkan pada hari libur 426.2±153.8 g. Berdasarkan uji beda Independent sample t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata antara intik karbohidrat hari sekolah dan hari libur (p>0.05). Rata-rata intik kalsium contoh adalah 373.8±273.0 mg. Rata-rata intik kalsium pada hari sekolah adalah 307.8±283.2 mg, sedangkan pada hari libur 438±404.8 g. Berdasarkan uji beda Independent sample t-test terdapat perbedaan yang nyata antara intik kalsium hari sekolah dan hari libur (p<0.05). Rata-rata intik zat besi contoh adalah 12.9±4.5 mg. Rata-rata intik zat besi pada hari sekolah adalah 12.9±29.6 mg, sedangkan pada hari libur 12.8±4.8 g. Berdasarkan uji beda Independent sample t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata antara intik zat besi hari sekolah dan hari libur (p>0.05). Rata-rata intik vitamin C contoh adalah 57.3±61.4 mg. Rata-rata intik vitamin C pada hari sekolah adalah 41.9±56.0 mg/kap/hari, sedangkan pada hari libur 72.6±96.7 g. Berdasarkan uji beda Independent sample t-test terdapat perbedaan yang nyata antara intik vitamin C hari sekolah dan hari libur (p<0.05).
15 Tabel 8 Intik energi dan zat gizi contoh berdasarkan jenis kelamin Rata-Rata Intik Energi dan Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Zat Besi (mg) Vitamin C (mg)
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 2468±565 1922±377 61.0±23.1 45.8±13.0 71.1±21.4 58.8±11.6 510.4±268.8 346.1±330.8 382.5±225.6 362.1±330.8 14.7±4.4 10.4±3.4 63.9±63.5 48.3±58.3
p 0.000 0.001 0.008 0.001 0.767 0.000 0.312
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa rata-rata intik energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, dan vitamin C contoh laki-laki lebih tinggi jika dibandingkan dengan contoh perempuan. Berdasarkan uji beda Independent sample t-test terdapat perbedaan yang nyata antara intik energi, protein, lemak, karbohidrat, zat besi dan vitamin C antara contoh laki-laki dan contoh perempuan (p<0.05). Namun, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) pada intik vitamin C antara contoh laki-laki dan contoh perempuan.
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Menurut Sandjaja et al. (2009), kecukupan gizi merupakan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Penentuan kecukupan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada Recommended Daily Allowances (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) (Arisman 2007). Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi (TKE) terdapat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi Klasifikasi Tingkat Hari Hari Libur laki-laki Perempuan Kecukupan Energi Sekolah n % n % n % n % Defisit tingkat berat 29 43.9 11 16.7 7 18.4 8 28.6 Defisit tingkat sedang 8 12.1 6 9 3 7.9 9 32.1 Defisit tingkat ringan 4 6.1 11 16.7 10 26.3 1 3.6 Normal 15 22.7 27 40.9 12 31.6 8 28.6 Berlebih 10 15.2 11 16.7 6 15.8 2 7.1 Total 66 100 66 100 38 100 28 100 p 0.066 0.043 Energi yang dibutuhkan oleh tubuh terutama berasal dari zat gizi karbohidrat, lemak dan protein. Energi yang berasal dari makanan diperlukan manusia untuk metabolisme basal, aktivitas fisik dan efek makanan (Spesific Dynamic Action/SDA). Keseimbangan energi yang masuk dan keluar perlu diperhatikan untuk memperoleh kondisi fisik yang optimal (Syafiq et al. 2007). Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh pada hari sekolah adalah 85.3±43.0%, sedangkan pada hari libur 97.5±31.7%. Berdasarkan Tabel 9, sebaran tingkat
16 kecukupan energi contoh pada hari sekolah menunjukkan sebesar 43.9% contoh mengalami defisit tingkat berat; 22.7% normal dan 15.2% berlebih. Sedangkan sebaran tingkat kecukupan energi contoh pada hari libur menunjukkan sebesar 18.4% mengalami defisit tingkat berat; 40.9% normal dan 16.7% berlebih. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi contoh pada hari sekolah dan hari libur (p>0.05). Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh laki-laki adalah 98.6±38.3%. Sebanyak 18.4% contoh laki-laki mengalami defisit tingkat berat; 31.6% normal dan 15.8% berlebih. Sedangkan rata-rata tingkat kecukupan energi contoh perempuan adalah 81.6±24.1%. Sebanyak 28.6% contoh perempuan mengalami defisit tingkat berat dan normal; dan 7.1% berlebih. Terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05). Protein merupakan bagian tetap dari enzim, otot serta jaringan ikat dan selalu mengalami perubahan serta pembaruan. Dietary protein terdiri dari asam amino esensial dan tidak esensial (Syafiq et al. 2007). Protein digunakan sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiet ketat atau pada waktu latihan fisik intensif (Fatmah 2011). Tingkat kecukupan konsumsi protein dipengaruhi oleh faktor pengeluaran pangan. Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein Klasifikasi Tingkat Hari Hari Libur laki-laki Perempuan Kecukupan Protein Sekolah n % n % n % n % Defisit tingkat berat 42 63.6 31 47 16 42.1 16 57.1 Defisit tingkat sedang 7 10.6 6 9.1 7 18.4 4 14.3 Defisit tingkat ringan 4 6.1 7 10.6 3 7.9 2 7.2 Normal 4 6.1 14 21.2 5 13.2 5 17.8 Berlebih 9 13.6 8 12.1 7 18.4 1 3.6 Total 66 100 66 100 38 100 28 100 p 0.301 0.095 Rata-rata tingkat kecukupan protein contoh pada hari sekolah adalah 73.8±42.4%, sedangkan pada hari libur 80.6±32.6%. Berdasarkan Tabel 10, sebaran tingkat kecukupan protein contoh pada hari sekolah menunjukkan sebanyak 63.6% contoh mengalami defisit tingkat berat, 6.1% normal dan 13.6% berlebih. Sedangkan sebaran tingkat kecukupan protein contoh pada hari libur menunjukkan sebesar 47% mengalami defisit tingkat berat, 21.2% normal dan 12.1% berlebih. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan protein contoh pada hari sekolah dan hari libur (p>0.05). Rata-rata tingkat kecukupan protein contoh laki-laki adalah 82.9±37.4%. Sebanyak 42.1% contoh laki-laki mengalami defisit tingkat berat; 13.2% normal dan 18.4% berlebih. Sedangkan rata-rata tingkat kecukupan protein contoh perempuan adalah 69.3±23.4%. Sebanyak 57.1% contoh perempuan mengalami defisit tingkat berat; 17.8% normal dan 3.6% berlebih. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan protein pada contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).
17 Lemak merupakan garam yang terbentuk dari penyatuan asam lemak dengan alkohol organik yang disebut gliserol atau gliserin (Irianto 2007). Beberapa fungsi lemak diantaranya sebagai sumber energi menghasilkan kalori 9 kkal setiap gram lemak, sebagai sumber asam lemak esensial asam linoleat dan asam linolenat, sebagai pelarut vitamin serta membantu transportasi dan absorpsi vitamin A, D, E dan K, dan lain-lain (Syafiq et al. 2007). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak Klasifikasi Tingkat Hari Hari Libur laki-laki Perempuan Kecukupan Lemak Sekolah n % n % n % n % Defisit 32 48.5 15 22.7 13 34.2 10 35.7 Normal 18 27.3 37 56.1 17 44.7 14 50 Lebih 16 24.2 14 21.2 8 21.1 4 14.3 Total 66 100 66 100 38 100 28 100 p 0.145 0.196 Rata-rata tingkat kecukupan lemak contoh pada hari sekolah adalah 22.8±12.3%, sedangkan pada hari libur 25.5±9.1%. Berdasarkan Tabel 11, sebaran tingkat kecukupan lemak contoh pada hari sekolah menunjukkan sebanyak 48.5% contoh mengalami defisit; 27.3% normal dan 24.2% berlebih. Sedangkan sebaran tingkat kecukupan lemak contoh pada hari libur menunjukkan sebesar 22.7% mengalami defisit; 56.1% normal dan 21.2% berlebih. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan lemak contoh pada hari sekolah dan hari libur (p>0.05). Rata-rata tingkat kecukupan lemak contoh laki-laki adalah 25.5±11.3%. Sebanyak 34.2% contoh laki-laki mengalami defisit; 44.7% normal dan 21.1% berlebih. Sedangkan rata-rata tingkat kecukupan lemak contoh perempuan adalah 22.4±6.2%. Sebanyak 35.7% contoh perempuan mengalami defisit; 50% normal dan 14.3% berlebih. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan lemak pada contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05). Jenis karbohidrat dalam makanan dikelompokkan menjadi monosakarida, disakarida dan polisakarida. Fungsi karbohidrat dalam tubuh antara lain sebagai sumber energi yang paling murah dibandingkan lemak maupun protein (setiap 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal), sebagai simpanan energi dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen yang mudah dimobilisasi, sebagai penghemat protein dan pengatur metabolisme lemak, dan lain-lain (Syafiq et al. 2007). Sekitar 80% dari karbohidrat ini akan tersimpan sebagai glikogen di dalam otot, 18-22% akan tersimpan sebagai glikogen di dalam hati dan sisanya akan bersirkulasi di dalam aliran darah dalam bentuk glukosa (Irawan 2007). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Klasifikasi Tingkat Kecukupan Karbohidrat Defisit Normal Lebih Total p
Hari Hari Libur Sekolah n % n % 41 62.1 34 51.5 8 12.1 5 7.6 17 25.8 27 40.9 66 100 66 100 0.828
laki-laki n 17 5 16 38
Perempuan
% n 44.7 15 13.2 6 42.1 7 100 28 0.024
% 53.6 21.4 25 100
18 Rata-rata konsumsi karbohidrat contoh pada hari sekolah adalah 72.3±65.0%, sedangkan pada hari libur 70.4±32.0%. Berdasarkan Tabel 12, sebaran tingkat kecukupan karbohidrat contoh pada hari sekolah menunjukkan sebanyak 62.1% contoh mengalami defisit; 12.1% normal dan 25.8% berlebih. Sedangkan sebaran tingkat kecukupan karbohidrat contoh pada hari libur menunjukkan sebesar 51.5% mengalami defisit; 7.6% normal dan 40.9% berlebih. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan karbohidrat contoh pada hari sekolah dan hari libur (p>0.05). Rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat contoh laki-laki adalah 80.1±46.2%. Sebanyak 44.7% contoh laki-laki mengalami defisit; 13.2% normal dan 42.1% berlebih. Sedangkan rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat contoh perempuan adalah 59.5±25.2%. Sebanyak 53.6% contoh perempuan mengalami defisit; 21.4% normal dan 25% berlebih. Terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan karbohidrat pada contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05). Kalsium merupakan mineral dengan jumlah terbesar yang terdapat di dalam tubuh. Kebutuhan kalsium pada masa remaja sangat tinggi karena masa pembentukan tulang terbesar terjadi pada saat ini. Efisiensi penyerapan kalsium pada remaja meningkat dan deposit kalsium meningkat 2 kali lebih besar dari masa-masa sebelum ataupun sesudahnya. Sehingga suplai kalsium yang adekuat dari makanan menjadi sangat penting untuk memaksimalkan peak bone mass (PBM) dan menjaga keseimbangan kalsium tubuh yang optimal (Syafiq et al. 2007). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Klasifikasi Tingkat Hari Hari Libur laki-laki Perempuan Kecukupan Kalsium Sekolah n % n % n % n % Defisit 63 95.4 63 95.4 38 100 26 92.8 Normal 3 4.6 3 4.6 0 0 2 7.2 Total 66 100 66 100 38 100 28 100 p 0.035 0.808 Rata-rata tingkat kecukupan kalsium contoh pada hari sekolah adalah 24.2±23.5%, sedangkan pada hari libur 35.0±34.2%. Berdasarkan Tabel 13, sebaran tingkat kecukupan kalsium contoh pada hari sekolah dan hari libur menunjukkan sebanyak 95.4% contoh mengalami defisit dan 4.6% normal. Terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan kalsium contoh pada hari sekolah dan hari libur (p<0.05). Rata-rata tingkat kecukupan kalsium contoh laki-laki adalah 29.0±17.1%. Sedangkan rata-rata tingkat kecukupan kalsium contoh perempuan adalah 30.4±29.7%. Hal ini berkaitan dengan kurangnya konsumsi makanan sumber kalsium seperti susu, produk olahan susu, dan makanan sumber kalsium lainnya. Sebanyak 100% contoh laki-laki mengalami defisit, sedangkan pada contoh perempuan sebanyak 92.8% mengalami defisit dan 7.2% normal. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan kalsium pada contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05). Besarnya persantase defisit untuk tingkat keccukupan kalsium perlu diperhatikan, karena asupan kalsium yang rendah pada masa remaja berhubungan
19 dengan penurunan isi dan densitas mineral tulang panggul sebesar 3 persen. Dengan demikian, remaja tersebut akan beresiko terkena osteoporosis atau masalah kesehatan lainnya yang berhubungan dengan defisiensi kalsium dan tulang pada saat dewasa nanti. Contoh perlu meningkatkan konsumsi pangan sumber utama Ca, seperti susu dan produk olahannya seperti keju, yogurt, kefir, es krim, serta ikan duri halus. Beberapa sayur seperti brokoli dan bayam juga mengandung Ca, namun absorpsinya tidak setinggi Ca pada susu karena sayur umumnya berserat tinggi (Syafiq et al. 2007). Zat besi atau Fe merupakan bagian penting dari hemoglobin, mioglobin dan enzim, namun zat gizi ini tergolong esensial sehingga harus disuplai dari makanan (Syafiq et al. 2007). Kebutuhan Fe pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada wanita subur lebih banyak Fe yang terbuang dari tubuh karena menstruasi (Sediaoetama 2008). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Klasifikasi Tingkat Hari Hari Libur laki-laki Perempuan Kecukupan Zat Besi Sekolah n % n % n % n % Defisit 49 74.2 47 71.2 22 57.9 24 85.7 Normal 17 25.8 19 28.8 16 42.1 4 14.3 Total 66 100 66 100 38 100 28 100 p 0.911 0.038 Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh pada hari sekolah adalah 61.5±36.5%, sedangkan pada hari libur 62.1±31.8%. Berdasarkan Tabel 14, sebaran tingkat kecukupan zat besi contoh pada hari sekolah menunjukkan sebanyak 74.2% contoh mengalami defisit dan 25.8% normal. Sedangkan sebaran tingkat kecukupan zat besi contoh pada hari libur menunjukkan sebanyak 71.2% contoh mengalami defisit dan 28.8% normal. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan zat besi contoh pada hari sekolah dan hari libur (p>0.05). Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh laki-laki adalah 67.9±30.3%. Sedangkan rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh perempuan adalah 53.5±24.7%. Sebanyak 57.9% contoh laki-laki mengalami defisit dan 42.1% normal, sedangkan pada contoh perempuan sebanyak 85.7% mengalami defisit dan 14.3% normal. Terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan zat besi pada contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05). Tingkat kecukupan zat besi yang defisit ini perlu menjadi perhatian, karena kekurangan Fe dapat menyebabkan anemia mikrositik. Gejala kekurangan Fe akan menyebabkan rendahnya peredaran oksigen dalam tubuh sehingga menyebabkan mudah pusing, lelah, letih, lesu dan turunnya konsentrasi berpikir (Syafiq et al. 2007). Vitamin C adalah antioksidan larut air, dimana bagi manusia bersifat esensial karena tidak dapat disintesis dari tubuh, karena manusia tidak mempunyai enzim L-gulonolakton oksidase. Vitamin C berfungsi dalam pembentukan protein kolagen melalui proses hidroksilasi. Selain itu, fungsi lainnya adalah pada metaloenzim untuk pembentukan nerophineohrine, karnitin, elastin dan nuklesosida. Vitamin C juga berfungsi sebagai agen pereduksi sehingga dapat meningkatkan absorpsi Fe non heme dan pereduksi komponen metal untuk aktivitas katalitik enzim terkait serta menghambat pembentukan nitrosamin
20 (Syafiq et al. 2007). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Klasifikasi Tingkat Hari Hari Libur laki-laki Perempuan Kecukupan Vitamin C Sekolah n % n % n % n % Defisit 50 75.8 48 72.7 26 68.4 20 71.4 Normal 16 24.2 18 27.3 12 31.6 8 28.6 Total 66 100 66 100 38 100 28 100 p 0.043 0.316 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh pada hari sekolah adalah 54.2±73.2%, sedangkan pada hari libur sebesar 93.0±135.1%. Berdasarkan Tabel 15, sebaran tingkat kecukupan vitamin C contoh pada hari sekolah menunjukkan sebanyak 75.8% contoh mengalami defisit dan 24.2% normal. Sedangkan sebaran tingkat kecukupan vitamin C contoh pada hari libur menunjukkan sebanyak 72.7% contoh mengalami defisit dan 27.3% normal. Terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan vitamin C contoh pada hari sekolah dan hari libur (p<0.05). Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh laki-laki adalah 82.6±95.8%. Sedangkan rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh perempuan adalah 60.9±71.1%. Sebanyak 68.4% contoh laki-laki mengalami defisit dan 31.6% normal, sedangkan pada contoh perempuan sebanyak 71.4% mengalami defisit dan 28.6% normal. Defisiensi vitamin C dapat mengakibatkan terjadinya scurvi, perdarahan gusi, serta yang umum terjadi di masyarakat adalah rasa letih, lelah dan melemahnya daya tahan tubuh terhadap infeksi (Syafiq et al. 2007). Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan vitamin C pada contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).
Aktivitas Fisik Segala pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang menagkibatkan pengeluaran energi disebut aktivitas fisik (Fatmah 2011). Selain itu aktivitas fisik merupakan gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya untuk menggerakkan badan (Syafiq et al. 2007). Contoh aktivitas fisik sehari-hari seperti berjalan, berlari, berolahraga, mengangkat dan memindahkan benda, mengayuh sepeda, dan lain-lain (Mahardikawati dan Roosita 2008). Latihan fisik merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk meningkatkan atau memelihara kebugaran tubuh. Salah satu jenis latihan fisik adalah latihan aerobik seperti berjalan dan berlari berpusat pada penambahan daya tahan kardiovaskular. Fatmah (2011) menyatakan bahwa aktivitas fisik yang rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran fisik, yaitu peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jatung; penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung; mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung; peningkatan ketahanan saat melakukan
21 latihan fisik; peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan meningkatkan kemampuan otot; dan mencegah obesitas.
gizi);
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik Kategori PAL Hari Sekolah Hari Libur Laki-Laki Perempuan n % n % n % n % Aktivitas sangat ringan 0 0 7 10.6 0 0 0 0 Aktivitas ringan 23 34.8 24 36.4 12 31.6 15 53.6 Aktivitas sedang 34 51.6 33 50 24 63.1 13 46.4 Aktivitas berat 9 13.6 2 3 2 5.3 0 0 Total 66 100 66 100 38 100 28 100 p 0.021 0.052 Berdasarkan Tabel 16, aktivitas fisik contoh pada hari sekolah tergolong aktivitas ringan sampai aktivitas berat. Aktivitas fisik contoh pada hari sekolah termasuk kategori sedang sebanyak 51.6%, sisanya termasuk aktivitas ringan (34.8%) dan berat (13.6%). Tidak ada contoh yang memiliki aktivitas sangat ringan pada hari sekolah. Sedangkan aktivitas fisik contoh pada hari libur tergolong aktivitas sangat ringan sampai aktivitas berat. Aktivitas fisik contoh pada hari libur termasuk kategori sedang sebanyak 50%, sisanya termasuk aktivitas sangat ringan (10.6%), ringan (36.4%) dan berat (3%). Hal ini dikarenakan pada hari libur aktivitas contoh kebanyakan digunakan untuk tidur, menonton televisi dan bersantai di rumah. Sedangkan pada hari sekolah aktivitas contoh kebanyakan digunakan untuk ekstrakurikuler olahraga seperti sepakbola dan bulu tangkis setelah pulang sekolah. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara aktivitas fisik hari sekolah dan hari libur (p<0.005). Aktivitas fisik pada contoh laki-laki menunjukkan sebanyak 63.1% memiliki aktivitas sedang, 31.6% aktivitasnya ringan dan sisanya 5.3% tergolong aktivitas berat. Sedangkan pada contoh perempuan, sebanyak 53.6% aktivitasnya tergolong ringan dan 46.4% tergolong aktivitas berat. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara aktivitas fisik contoh laki-laki dan contoh perempuan (p>0.05).
Tingkat Kebugaran Kebugaran fisik (physical fitness) adalah kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien dimana kerja tersebut tidak akan menimbulkan kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat melakukan aktivitas fisik lainnya (Irianto 2001). Kebugaran fisik bergantung pada penyediaan oksigen dalam otot-otot yang bekerja sehingga sering disebut kemampuan aerobik dan dapat diukur dengan konsumsi oksigen maksimum (VO2 max) (Lamb et al. 1988). Tingkat kebugaran contoh diukur dengan menggunakan tes Balke. Sebaran contoh menurut kategori VO2 max disajikan pada Tabel 17.
22 Tabel 17 Sebaran contoh menurut kategori VO2 max Kategori VO2 max Laki-Laki Perempuan n % n % Sangat kurang 1 2.6 1 3.6 Kurang 10 26.4 2 7.1 Sedang 26 68.4 23 82.2 Baik 1 2.6 2 7.1 Baik Sekali 0 0 0 0 Total 38 100 28 100
Total n 2 12 49 3 0 66
% 3 18.2 74.3 4.5 0 100
Berdasarkan Tabel 17, diketahui bahwa dari keseluruhan contoh sebanyak 74.3% memiliki VO2 max kategori sedang. VO2 max pada contoh laki-laki sebagian besar termasuk dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 68.4% dan pada contoh perempuan sebagian besar juga termasuk dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 74.3%. VO2 max dipengaruhi oleh faktor genetika, status kebugaran, jenis kelamin, dan usia. Keberhasilan pengukuran VO2 max dipengaruhi berbagai faktor diantaranya waktu tidur, emosi, dan kesungguhan contoh untuk menggunakan usaha maksimal dalam tes (Mackenzie 1997).
Uji Hubungan Antar Variabel Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel pada penelitian ini adalah uji korelasi Pearson dan Spearman. Hubungan antar variabel yang akan dilakukan adalah hubungan antara karakteristik contoh, yaitu usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, hubungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran fisik, hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran fisi, hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran fisik. Hubungan Karakteristik Contoh dengan Tingkat Kebugaran Hubungan antara jenis kelamin terhadap tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Sedangkan hubungan antara umur, berat badan dan tinggi badan terhadap tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil uji tersebut ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil uji hubungan karakteristik contoh dengan tingkat kebugaran Variabel Tingkat Kebugaran p r Jenis Kelamin 0.000 -0.752 Umur 0.599 0.066 Berat Badan 0.504 -0.084 Tinggi Badan 0.151 0.179 Tabel 18 menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan (p<0.005) antara jenis kelamin dengan tingkat kebugaran contoh. Hal ini menunjukkan bahwa contoh laki-laki memiliki tingkat kebugaran yang lebih
23 tinggi jika dibandingkan dengan contoh perempuan. Hasil penelitian Rauner et al. (2013), juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kebugaran. Menurut Riyadi et al. (2007), salah satu faktor yang mempengaruhi kebugaran fisik adalah jenis kelamin. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara umur contoh dengan dengan tingkat kebugaran, karena rata-rata contoh berada dalam kategori kelompok umur yang sama yaitu remaja usia 14-17 tahun. Selain itu, hasil penelitian Bongard et al. (2007) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat kebugaran. Nilai VO2max akan secara normal menurun sejalan dengan bertambahnya usia yang disebabkan karena terjadinya perubahan pada komposisi lemak tubuh (Mcmurray dan Ondrak 2008). Selain itu tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan (p>0.05) antara berat badan contoh dengan tingkat kebugaran. Hal ini menunjukkan bahwa berat badan contoh mempengaruhi tingkat kebugaran. Contoh yang memiliki berat badan yang rendah belum tentu memiliki tingkat kebugaran yang rendah dan sebaliknya. Menurut
Mcmurray dan Ondrak (2008), tingkat kebugaran tidak hanya dipengaruhi oleh berat badan, namun juga dipengaruhi oleh massa otot, dan massa lemak. Tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran (p>0.05). Tinggi badan tidak berpengaruhi terhadap tingkat kebugaran, yang berpengaruh terhadap kebugaran adalah usia, jenis kelamin, keturunan, dan komposisi tubuh (Karim 2002). Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p=0.000, r=-0.429). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) contoh, maka semakin rendah tingkat kebugarannya. Hasil penelitian Nikolai dan Ingebrigtsen (2013) juga menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara IMT dengan tingkat kebugaran pada remaja. Selain itu, hasil penelitian Kiflu, et al. (2012) menunjukkan bahwa subjek dengan status gizi lebih memiliki tingkat kebugaran yang lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang memiliki status gizi normal. Status gizi bergantung kepada Indeks Massa Tubuh (IMT) yang akan menentukan komposisi tubuh individu. Komposisi tubuh erat kaitannya dengan daya tahan kardiorespirasi (Kusumaningrum 2009). Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran Uji korelasi antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi dan vitamin C dengan tingkat kebugaran dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 19.
24 Tabel 19 Hasil uji hubungan tingkat kecukupan zat gizi dengan tingkat kebugaran Variabel Tingkat Kebugaran p r Tingkat Kecukupan Energi 0.636 -0.059 Tingkat Kecukupan Protein 0.969 -0.005 Tingkat Kecukupan Lemak 0.436 -0.098 Tingkat Kecukupan Karbohidrat 0.271 -0.138 Tingkat Kecukupan Kalsium 0.440 -0.097 Tingkat Kecukupan Zat Besi 0.300 0.129 Tingkat Kecukupan Vitamin C 0.235 -0.148 Berdasarkan Tabel 19, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi dan vitamin C dengan tingkat kebugaran. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang berarti antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran. Ketersediaan zat gizi dalam tubuh berpengaruh terhadap kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskular (Fatmah 2011). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tingkat Kebugaran Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran (p=0.000, r=0.878). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tingggi tingkat aktivitas fisik, maka semakin bagus tingkat kebugarannya. Hasil penelitian European Youth Heart Study menunjukkan bahwa remaja yang aktivitas fisiknya tergolong aktif memiliki kapasitas kardiovaskuler yang baik juga (Vizcaino dan Lopez 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan Casperson et al. (1985) bahwa aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dan dilakukan berulang-ulang dapat memperbaiki atau memelihara kebugaran fisik. Fatmah (2011) menyatakan bahwa aktivitas fisik yang rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran fisik, yaitu peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jatung; penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung; mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung; peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik; peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi); meningkatkan kemampuan otot; dan mencegah obesitas.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan hasil uji beda Independent Sample t-test, terdapat perbedaan yang nyata antara intik energi, lemak, kalsium, dan vitamin C pada hari sekolah dan hari libur (p<0.05), namun tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.005) antara intik protein, karbohidrat, dan zat besi pada hari sekolah dan hari libur. Berdasarkan uji beda Independent Sample t-test terdapat perbedaan yang nyata antara intik energi, protein, lemak, karbohidrat, zat besi dan vitamin C antara contoh laki-laki dan contoh perempuan (p<0.05).
25 Namun, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) pada intik vitamin C antara contoh laki-laki dan contoh perempuan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, dan zat besi contoh pada hari sekolah dan hari libur (p>0.05). Namun, terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan kalsium dan vitamin C contoh pada hari sekolah dan hari libur (p<0.05). Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan protein, lemak, kalsium, zat besi dan vitamin C pada contoh (p>0.05). Namun, terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi, karbohidrat, dan zat besi pada contoh lakilaki dan perempuan (p<0.05). Sebagian besar contoh memiliki aktivitas fisik yang tergolong sedang pada hari sekolah (51.6%) dan pada hari libur (50%). Sebagian besar contoh laki-laki memiliki aktivitas fisik yang tergolong sedang (63.1%), sedangkan sebagian besar contoh perempuan memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan (53.6%). Sebanyak 74.3% contoh memiliki tingkat kebugaran yang tergolong sedang. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara VO2 max contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kebugaran contoh (p<0.05). Namun hasil uji Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, berat badan, dan tinggi badan dengan tingkat kebugaran (p>0.05). Hasil uji Spearman menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara status gizi dengan tingkat kebugaran (p<0.05). Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran berdasarkan hasil uji Pearson (p>0.05). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran (p<0.05).
Saran Berdasarkan hasil penelitian, tingkat asupan energi dan zat gizi contoh seperti protein, kalsium, zat besi dan vitamin C masih tergolong defisit. Pihak sekolah perlu bekerja sama dengan dinas terkait untuk melakukan sosialisasi tentang peningkatan konsumsi pangan sumber energi dan zat gizi tersebut. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi tentang pentingnya aktivitas fisik, salah satunya dengan olahraga agar kebugaran fisik semakin baik serta terhindar dari penyakit degeneratif. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebaiknya pelaksanaan tes Balke dilakukan pada saat suhu udara tidak tinggi. Selain itu variabel kebiasaan olahraga dan kebiasaan merokok diteliti juga sebagai beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kebugaran.
26
DAFTAR PUSTAKA Anwar F & Riyadi H. 2009. Status gizi dan status kesehatan suku Baduy. Jurnal Gizi dan Pangan. 4(2):72-82. Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Balke B. 1963. A Simple Field Test fot the Assessment of Physical Fitness. Oklahoma City (US): Federal Aviation Agency. Bongard V, McDermott AY, Dallal GE, & Schaefer EJ. 2007. Effects of age and gender on physical performance. NCBI. 29:77-85. Casperson CJ, Powell KE,Christenson GM. 1985. Physical activity, exercise, and physical fitness: definitions and distinctions for health-related research. Public Health. 100:126-31. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes. FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirements. Roma (IT): FAO. Fatmah. 2011. Gizi Kebugaran dan Olahraga. Bandung (ID): Lubuk Agung. Giam CK & Teh KC. 1988. Sport Medicine Exercise and Fitness Singapore. Singapura (SG): PG Publishing Pte Ltd. Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York (US): Oxford University Press. Grissom JB. 2005. Physical fitness and academic achievement. Journal of Exercise Physiology Online. 8(1):11-25. Hardinsyah & Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan [Diktat]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. __________, Riyadi, H, Napitupulu, V. 2013. Kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat. Jakarta (ID): Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Irawan MA. 2007. Cairan tubuh, elektrolit dan mineral. Polton Sports Science & Performance Lab. Sports Science Brief Vol.1 No.1. Irianto DP. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI. __________. 2001. Panduan Latihan Kebugaran yang Efektif dan Aman. Jakarta (ID): Lukman Offset Karim F. 2002. Panduan kesehatan olahraga bagi petugas kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. http://depkes.go.id [diakses 20 Feb 2014]. Kementrian Kesehatan RI. 2012. Standar antropometri penilaian status gizi anak. Gizinet. http://www.gizi.depkes.go.id [diakses 30 Mar 2014].
27 Kiflu AA, Reddy RC, & Syam BM. 2012. Relationship of body fat percentage and selected physical fitness performance between overweight and normal weight sedentary young male adults. Research Journal of Recent Science. 1(12):15-20. Kusumaningrum, R. 2009. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Ambilan Oksigen Maksimal pada Orang Sehat [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Lamb KL, Brodie DA, & Roberts K. 1988. Physical fitness and health-related fitness as indicators of a positive health state. Health Promotion Oxford University Press. 3(2):171-182. Mackenzie. 1997. VO2 max. Sport Coach. http://www.brianmac.co.uk [dikasess 25 Feb 2014]. Mahardikawati VA dan Roosita K. 2008. Aktivitas fisik, asupan energi dan status gizi wanita pemetik teh di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(2):79-85. McMurray R & Ondrak K. 2008. Energy Expenditure of Athletes. Boca Raton (US): CRC Press. Mustika GL . 2011. Kajian Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi, Status Gizi, Denyut Nadi, dan Tekanan Darah Siswa SMA Negeri 6 Pandeglang [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nikolai PT & Ingebrigtsen J. 2013. The relationship between body mass index and physical fitness in adolescent and adult male team handball players. Indian Journal Physiol Pharmacol. 57 (4):361-371. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. O. 2007. Human Development. New York (US): McGraw-Hill. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2010. Jakarta (ID): Badan Litbangkes, Depkes Republik Indonesia. Riyadi H. 2003. Penilaian status gizi secara antropometri [diktat]. Bogor (ID): Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. _______ et al. 2007. Studi Implementasi Program Gizi. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat IPB. Rauner A, Mess F, & Woll A. 2013. The relationship between physical activity, physical fitness and overweight in adolescents: a systematic review of studiess published in or after 2000. BMC Pediatrics. 13(19):1-9. Salarkia N, Kimiagar M, & Aminpour A. 2004. Food intake, body composition and endurance capacity of national basketball team players in I.R of Iran. Medical Journal of The Islamic Republic of Iran. 18(1):73-77. Sallis JF, Prochaska JJ, & Taylor WC. 2000. A Review of Correlates of Physical Activity of Children and Adolescents. American College of Sport Medicine: 963-975. Sandjaja, et al. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): Kompas.
28 Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Susanto. 2004. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Syafiq, et al. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): PT. Rajagrafindo Persada. Vizcaino VM, & Lopez MS. 2008. Relationship between physical activity and physical fitness in children and adolescents. Revista Espanola De Cardiologia. 61(2):108-111.
29
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner penelitian
HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEBUGARAN FISIK PADA SISWA SMAN 3 SIAK A. Karakteritik Responden A1. Nama Lengkap : A2. Tempat Tanggal Lahir : A3. Umur : A4. Suku Bangsa : A5. Berat Badan : A6. Tinggi Badan : A7. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan A8. Tingkat Pendidikan : B. Recall Konsumsi Pangan 2x24 jam B1. Hari Sekolah B11. Menu Waktu Makan Pagi
B12. Bahan Pangan
B13. URT
B14. Berat (gram)
Keterangan
B22. Bahan Pangan
B23. URT
B24. Berat (gram)
Keterangan
Selingan 1 Siang Selingan 2 Malam
B2. Hari Libur B21. Menu Waktu Makan Pagi Selingan 1 Siang Selingan 2 Malam
30 C. Form Aktivitas Fisik C1. Kode Responden : C2. Nama : C3. Hari/Tanggal : Waktu 24 Jam 04.00 (Pagi) 05.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00
5
10
15
20
Lama Aktivitas (menit) 25 30 35 40 45
50
55
60
31 00.00 01.00 02.00 03.00
D. Form Tes Balke D1. No
D2. Kode Responden
D3. Nama Responden
D4. Jarak Tempuh (meter)
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungai Apit pada tanggal 23 Nopember 1992. Penulis merupakan putri pertama dari Bapak Tukijan dan Ibu Yusmaniar. Awal pendidikan penulis dimulai dari TK Pertiwi Sungai Apit tahun 1997-1998, kemudian melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri 10 Sungai Apit tahun 19982004. Tahun 2004-2007 penulis melanjutkan pendidikan di MTS Negeri 1 Sungai Apit dan tahun 2007-2010 di SMA Negeri 1 Sungai Apit. Tahun 2010 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Selama menjalani pendidikan di IPB, Penulis pernah menjadi anggota Samisaena Fakultas Ekologi Manusia. Penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah IKPMR (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Bojong, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Penulis juga mengikuti Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Kanker Dharmais.