Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DENGAN TAKSIRAN BERAT JANIN DI WILAYAH PUSKESMAS BAWEN KABUPATEN SEMARANG Nur Endah Apriliani* Indri Mulyasari** Anggun Trisnasari*** * Program Studi DIV Kebidanan, STIKES Ngudi Waluyo **Program Studi Ilmu Gizi, Program Studi D-IV Kebidanan ***STIKES Ngudi Waluyo E- mail :
[email protected]
ABSTRAK Berat badan janin dalam kandungan akan bertambah dari bulan ke bulan sesuai dengan gizi dan kondisi ibu hamil. Jika ibu hamil tidak mendapatkan gizi yang cukup, maka pertambahan berat badan janin akan berada dibawah garis normal perkembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecukupan energi, protein dan frekuensi kunjungan antenatal care dengan taksiran berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen, Kabupaten Semarang. Metode penelitian ini bersifat korelasi dengan rancangan Cross Sectional. Populasi penelitian adalah ibu hamil trimester III sebanyak 45 oang. Sampel 45 ibu hamil menggunakan teknik total sampling. Dengan analisis Korelasi Spearman Rank (α<0,05). Sebagian besar tingkat kecukupan energi kategori lebih 64,4%, kecukupan protein kategori baik 51,1%, frekuensi kunjungan ANC kategori sesuai standar 62,2%. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan taksiran berat janin (p value 0,002<0,05), ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan taksiran berat janin (p value 0,012<0,05), ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kunjungan antenatal care dengan taksiran berat janin (p value 0,017<0,05) Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan antara tingkat kecukupan energi, protein dan frekuensi kunjungan antenatal care dengan taksiran berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen. Sehingga diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan mengenai asupan gizi ibu hamil terutama kecukupan energi dan protein, sehingga dapat meminimalkan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah.
Kata Kunci
: Taksiran Berat Janin, Kecukupan Energi dan Protein, Antenatal
Care .
Kepustakaan : 42 Pustaka (2001-2011)
1
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin The Correlation between Energy and Protein Adequacy Levels and the Frequency of Antenatal Care and Estimated Fetal Weight at the Region of Bawen Health Center, Semarang Regency Nur Endah Apriliani* Indri Mulyasari** Anggun Trisnasari*** Diploma IV of Midwifery Study Program Ngudi Waluyo School of Health ABSTRACT
The fetal weight in the womb will grow month-by-month according to maternal nutrition intake and condition. If the nutrition intake of pregnant women is not fulfilled adequately, the fetal weight will be below the normal development. This study aims to find the correlation between energy protein adequacy levels, the frequency of antenatal care visits and estimated fetal weight at the Region of Bawen Health Center, Semarang Regency. This was a correlative study with cross sectional approach. The population in this study was the third trimester pregnant women as many as 45 women. The samples were 45 respondents sampled by using total sampling technique. The data analysis used Spearman Rank Correlation test (with α <0.05). The results of this study indicate that the energy adequacy level is in the category of excessive as many as 64.4%, the protein adequacy is in the category of good as many as 51.1%, the frequency of ANC visits is in the category of fit to standard as many as 62.2%. There is a significant correlation between the energy adequacy level and estimated fetal weight (with p-value of 0.002 < 0.05), there is no significant correlation between the protein adequacy level and estimated fetal weight (with p-value of 0.012 <0.05), there is no significant correlation between the frequency of antenatal care visits and estimated fetal weight (with p-value of 0.017 <0.05). It is can be concluded that there is a correlation between the energy and protein adequacy levels, the frequency of antenatal care visits and estimated fetal weight at the Region of Bawen Health Center. The health workers are expected to provide education about the nutritional intake of pregnant women, especially the adequacy of energy and protein to minimize the incidence of low birth weight. Keywords
: Estimated fetal weight, Energy and protein adequacy, Antenatal care 2
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin PENDAHULUAN
Taksiran berat janin (TBJ) dianggap penting pada masa kehamilan karena pertumbuhan janin intrauterine berlangsung tidak konstan, yaitu berlangsung cepat pada awal kehamilan, melambat seiring bertambahnya usia kehamilan dan berhubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya komplikasi selama persalinan pada ibu dan bayi seperti berat lahir rendah atau berat lahir berlebih. Berat badan janin dalam kandungan akan bertambah dari bulan ke bulan sesuai dengan gizi dan kondisi ibu hamil. Jika ibu hamil tidak mendapatkan gizi yang cukup, maka pertambahan berat badan janin akan berada dibawah garis normal perkembangannya (Kusmiyati, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi taksiran berat janin, diantaranya adalah faktor lingkungan internal yang meliputi : usia ibu hamil, jarak kehamilan, paritas, kadar hemoglobin (Hb), status gizi ibu hamil yaitu pola makan ibu selama hamil, dan penyakit saat kehamilan, sedangkan faktor lingkungan eksternal yang meliputi kebersihan, kesehatan, ekonomi, dan sosial (Prawirohardjo, 2008). Kebutuhan gizi wanita hamil akan meningkat dari biasanya, pertukaran dari hampir semua zat gizi itu terjadi sangat aktif, karena peningkatan jumlah konsumsi maka perlu ditambah terutama konsumsi pangan sumber energi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin, maka kurang mengkonsumsi kalori akan menyebabkan malnutrisi yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan janin (Almatsier, 2009). Ibu hamil dengan intake protein yang kurang pada saat hamil akan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa asupan protein ibu berhubungan dengan kenaikan berat badan kehamilan dan taksiran berat janin (Almatsier, 2009). Menurut penelitian Rahmaniar pada tahun 2010, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 33 ibu hamil yang memiliki pola makan kurang, terdapat 16 orang (48,5%) yang menderita kekurangan energi kronik, dan 27 lainnya yang memiliki pola makan cukup terdapat 5 orang (18,5%) menderita kekurangan energi kronik. Kekurangan Energi Kronik dapat menyebabkan pertumbuhan janin lambat, taksiran berat janin pada ibu dengan KEK akan dibawah normal dan beresiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Menurut Depkes RI 2009, salah satu program yang diintegrasikan dalam pelayanan antenatal care adalah antisipasi defisiensi gizi dalam kehamilan, setiap ibu hamil mendapatkan penyuluhan/konseling tentang gizi pada ibu hamil terutama pada kunjungan pertama (K1) yang akan mempengaruhi pola makan ibu selama hamil dan pengetahuan ibu tentang pemenuhan gizi pada ibu hamil. Dengan kunjungan minimal 4 kali dapat diketahui
3
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin secara dini kelainan dan komplikasi ibu hamil, selain itu dengan kunjungan antenatal care yang sesuai standar dapat memantau secara intensif pertumbuhan dan perkembangan janin (Depkes, 2008). Berdasarkan Riskesdas (2010), ibu hamil di Indonesia sekitar 2,8% tidak melakukan pemeriksaan kehamilan. Diketahui sekitar 92,8% ibu hamil mengikuti pelayanan antenatal (K1) dan 61,3% ibu hamil yang melakukan pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4).WHO (2011)menyatakan bahwa ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) lebih banyak didaerah perkotaan dibanding dengan di pedesaan dengan masing-masing presentase 82% dan 52%. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan kepada 6 ibu hamil di kelurahan Bawen, 3 diantara ibu hamil memiliki pola makan yang kurang. Salah satu dari ibu hamil mengatakan tidak mengkonsumsi sumber protein seperti telur dan ikan sejak awal kehamilan, taksiran berat janin pada ibu tersebut berkisar 1750 gram pada umur kehamilan 32 minggu, pada umur kehamilan ini taksiran berat janin seharusnya 1800-2000 gram , sedangkan 2 ibu hamil yang lain mengatakan hanya mengkonsumsi sumber energi seperti nasi pada saat siang hari dan malam hari, serta jarang mengkonsumsi sayuran seperti bayam dan kangkung, taksiran berat janin berkisar 2400 gram pada umur kehamilan 35 minggu, pada umur kehamilan ini taksiran berat janin seharusnya mencapai 2450 gram. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kecukupan energi, protein dan frekuensi kunjungan antenatal care dengan taksiran berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen, Kabupaten Semarang
METODE Jenis penelitian analisis korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil trimester III sejumlah 45 ibu hamil dan menggunakan teknik total sampling. Data diperoleh melalui kuesioner SQ-FFQ dan mencatat jumlah frekuensi kunjungan antenatal care pada setiap ibu hamil. Data yang dikumpulkan meliputi : kecukupan energi, kecukupan protein, frekuensi kunjungan antenatal care dan taksiran berat janin. Pengolahan data dianalisis dengan uji Spearman Rank (Rho) (α=0,05).
4
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Tingkat kecukupan energi pada ibu hamil di Wilayah Puskesmas Bawen Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi pada ibu hamil yang termasuk dalam kategori lebih (>105% AKG), yaitu sebanyak 29 orang (64,4%). Adapun sebagian kecil dalam kategori baik dan kurang, yaitu masing-masing sebanyak 8 orang (17,8%). Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu, pengaliran makanan dari pembuluh darah ibu ke pembuluh darah janin melalui plasenta. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Makanan bergizi harus dipersiapkan sebelum seorang ibu berencana hamil. Sehingga pada saat hamil, badan sudah terkondisikan dengan sangat baik untuk pertumbuhan janin. Minggu-minggu pertama kehamilan adalah masa di mana organ tubuh yang penting terbentuk (Sediaoetama, 2006). Hasil penelitian menunjukkan ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi dalam kategori lebih paling banyak ibu hamil yang berumur 20-35 tahun yaitu 16 ibu hamil, hal ini menunjukkan bahwa usia seorang ibu berkaitan dengan perkembangan alat reproduksinya. Usia reproduksi sehat dan aman adalah usia 20-35 tahun, kehamilan pada umur 20 tahun secara biologi belum optimal, emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilan. Sedangkan kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit (Wibowo, 2006). Selain itu dilihat dari pekerjaan ibu hamil dengan tingkat kecukupan protein dalam kategori lebih paling banyak adalah wiraswasta yaitu 8 ibu hamil, menurut Madanijah, 2004 pekerjaan dapat membantu perekonomian keluarga sehingga hal ini dapat meningkatkan daya beli untuk mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam yang dibutuhkan oleh ibu hamil. Kemudian ketersediaan pangan yang melimpah dan dapat diakses dengan mudah di pasar tradisional dan hal ini tentunya dapat mempengaruhi sebagian besar responden yang mempunyai tingkat kecukupan energi dalam kategori lebih.
5
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecukupan Energi pada Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Bawen Tingkat Kecukupan Energi Lebih(>105% AKG) Baik(100-105% AKG) Kurang(<100% AKG) Jumlah
f 29 8 8 45
% 64,4 17,8 17,8 100,0
2. Tingkat kecukupan protein pada ibu hamil di Wilayah Puskesmas Bawen Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat kecukupan protein pada ibu hamil termasuk dalam kategori baik (80-100% AKG), yaitu sebanyak 23 orang (51,1%). Adapun sebagian kecil dalam kategori kurang, yaitu sebanyak 6 orang (13,3%). Tingkat kecukupan protein merupakan asupan protein ibu hamil dari makanan seharihari dibandingakan dengan AKG. Ibu hamil memerlukan konsumsi protein lebih banyak dari biasanya. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi tahun 2013, selama hamil ibu memerlukan tambahan protein sebesar 17 gram/hari. Pemenuhan protein bersumber hewani lebih besar daripada kebutuhan protein nabati, sehingga ikan, telur, daging, susu perlu lebih banyak dikonsumsi dibandingkan tahu, tempe dan kacang. Hal ini disebebkan karena struktur protein hewani lebih mudah dicerna daripada protein nabati (Almatsier, 2009). Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa tingkat kecukupan protein pada ibu hamil termasuk dalam kategori baik paling banyak pada ibu hamil yang berpendidikan lulus SMA yaitu 15 ibu hamil. Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan mempengaruhi terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lainnya. Sebaliknya, kelompok orang dengan pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain (Haryani, 2011). Hardiansyah (2000), menyatakan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi tidak dapat dipengaruhi oleh praktik tradisional yang merugikan terhadap ibu hamil dan kualitas maupun kuantitas makanan untuk dikonsumsi setiap harinya. Selain itu dalam penelitian ini paling banyak ibu hamil yang tidak bekerja atau hanya menjadi ibu rumah tangga memiliki tingkat kecukupan protein dalam kategori baik yaitu 9 orang, hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan tidak begitu berpengaruh terhadap tingkat kecukupan protein pada ibu hamil, ada
6
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin faktor lain yang mempengaruhi ibu hamil dengan tingkat kecukupan protein yang termasuk dalam kategori baik dapat dilihat dari tingkat pendidikan ibu atau dari umur ibu. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecukupan Protein pada Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Bawen Tingkat Kecukupan Protein Lebih(>100% AKG) Baik(80-100% AKG) Kurang(<80% AKG) Jumlah
f 16 23 6 45
% 51,1 35,6 13,3 100,0
3. Frekuensi kunjungan ANC pada ibu hamil di Wilayah Puskesmas Bawen Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar frekuensi kunjungan ANC pada ibu hamil termasuk dalam kategori sesuai standar (≥ 4x selama kehamilan), yaitu sebanyak 28 orang (62,2%). Adapun sebagian kecil dalam kategori tidak sesuai standar, yaitu sebanyak 17 orang (37,8%). Hasil penelitian didapatkan ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal care sesuai standar paling banyak berumur 20-35 tahun yaitu 26 orang, dalam usia tersebut sudah cukup matang dalam berpikir dan berperilaku yang berhubungan dengan kehamilannya. Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan, juga mengetahui akan pentingnya Antenatal Care. Semakin muda umurnya semakin tidak mengerti tentang pentignya pemeriksaan kehamilan (Padila, 2014). Namun dalam penelitian ini ibu hamil yang berumur > 35 tahun masih ada yang belum melakukan kunjungan antenatal care sesuai standar, dalam usia ini seharusnya kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan. Umur sangat menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan beresiko tinggi apabila ibu hamil berusia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun. Menurut penelitian Triharjanti 2007 seorang wanita sebagai insan biologis sudah memasuki usia reproduksi beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan persalinan dapat berlangsung aman, yaitu 20-35 tahun, setelah itu resiko ibu akan meningkat setiap tahun. Wiknjosastro, 2005 juga menyatakan bahwa dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Selain dilihat dari faktor usia, frekuensi kunjungan antenatal care sudah sesuai standar karena keterjangkauan tempat dari 7
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin rumah menuju fasilitas kesehatan, paling sering ibu melakukan kunjungan antenatal care kepada bidan desa terdekat. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kunjungan ANC pada Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Bawen Frekuensi Kunjungan ANC Sesuai standar Tidak sesuai standar Jumlah
f 28 17 45
% 62,2 37,8 100,0
B. Analisis Bivariat 1.
Hubungan tingkat kecukupan energi pada ibu hamil dengan taksiran berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi pada
ibu hamil dalam kategori lebih dengan taksiran berat janin termasuk dalam kategori normal, yaitu sebanyak 26 orang (57,8%). Adapun sebagian kecil tingkat kecukupan energi pada ibu hamil dalam kategori baik dengan taksiran berat janin termasuk dalam kategori tidak normal, yaitu sebanyak 1 orang (2,2%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,002< 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan energi pada ibu hamil dengan taksiran berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen. Dari hasil analisis diketahui bahwa korelasi tingkat hubungan (koefesien korelasi) antara tingkat kecukupan energi pada ibu hamil dengan taksiran berat janin adalah dalam kategori sedang. Hasil penelitian mendukung hasil penelitian Rukmana (2013) dimana menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan berat bayi lahir (r=0,568 p=0,0001). Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan energi pada ibu hamil dengan taksiran berat janin dapat disebabkan karena kehamilan dapat menyebabkan meningkatnya metabolisme energi sehingga ibu hamil sangat membutuhkan energi untuk pertumbuhan janin dalam kandungan. Kekurangan energi pada ibu hamil dapat menyebabkan pertumbuhan janin menjadi tidak sempurna dan taksiran berat janin menjadi tidak normal. Hal ini sebagaimana pendapat Atikah, dkk. (2009) yang menyatakan bahwa kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi pada ibu hamil dalam kategori lebih, dimana berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi yang lebih masih memiliki taksiran berat janin tidak normal yaitu sebanyak 3 orang (6,7 %), hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena ada 8
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan janin selain gizi dalam hal ini energi seperti aktifitas fisik. Aktifitas fisik yang berat bisa menyebabkan keguguran kandungan, apalagi bila dilakukan pada bulan-bulan awal kehamilan. Aktifitas fisik yang berat bisa mengakibatkan kelelahan, misalnya ibu hamil yang bekerja terlalu berat disebabkan karena terlalu banyak aktifitas yang cukup menyita energi dan konsentrasi, besarnya janin akan menyusut atau berkembangnnya tidak baik (Kusmiyati, Yuni, dkk, 2008 ). Aktivitas ibu di dalam penelitian ini adalah ibu bekerja, dimana berdasarkan hasil penelitian paling banyak ibu bekerja sebagai buruh. Ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, dengan kesibukan yang tidak menentu pada saat bekerja. Sedangkan ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi kategori lebih yang mempunyai taksiran berat janin normal sebanyak 26 orang ( 57,8 %), disebabkan karena dengan tingkat kecukupan energi yang lebih maka ibu tidak akan kekurangan energi yang sangat dibutuhkan pada saat kehamilan sehingga taksiran berat janin menjadi normal. Hal ini sebagaimana dinyatakan Atikah, dkk. (2009) yang menyatakan bahwa kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Tabel 4
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi pada Ibu Hamil dengan Taksiran Berat Janin di Wilayah Puskesmas Bawen Tingkat kecukupan energy Lebih Kurang Baik
Taksiran berat janin Tidak normal Normal f % f % 3 6,7 26 57,8 6 13,3 2 4,4 1 2,2 7 15,6 10 22,2 35 77,8
Jumlah f 29 8 8 45
% 64,4 17,8 17,8 100,0
r = 0,448 p = 0,002
2. Hubungan tingkat kecukupan protein pada ibu hamil dengan taksiran berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen Hasil penelitian menunjukkan bahwa paling banyak tingkat kecukupan protein pada ibu hamil dalam kategori baik dengan taksiran berat janin termasuk dalam kategori normal, yaitu sebanyak 20 orang (44,4%). Adapun paling sedikit tingkat kecukupan protein pada ibu hamil dalam kategori kurang dengan taksiran berat janin termasuk dalam kategori normal, yaitu sebanyak 1 orang (2,2%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,012 < 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan protein pada ibu hamil dengan taksiran 9
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen. Dari hasil analisis diketahui bahwa korelasi tingkat hubungan (koefesien korelasi) antara tingkat kecukupan protein pada ibu hamil dengan taksiran berat janin adalah dalam kategori rendah. Hasil penelitian mendukung hasil penelitian Rukmana (2013) dimana menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kecukupan proteindengan berat bayi lahir (r=0,541 p=0,001). Hal ini relevan dengan pendapat Almatsier (2009) yang menyatakan bahwa hampir 70% protein digunakan untuk pertumbuhan janin yang dikandung. Pertumbuhan dimulai dari pertumbuhan sebesar sel sampai tubuh janin mencapai kurang lebih 3,5 kg, protein juga digunakan untuk pembentukan plasenta. Bila asupan protein tidak mencukupi maka plasenta menjadi kurang sempurna padahal plasenta berfungsi untuk menunjang, memelihara, dan menyalurkan makanan bagi janin. Protein juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak dan myelin selama masa janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan. Selain itu pertumbuhan dan perkembangan janin, protein juga dibutuhkan untuk persiapan persalinan. Sebanyak 300-500 ml darah diperkirakan akan hilang pada persalinan sehingga cadangan darah diperlukan pada periode tersebut dan hal ini tidak terlepas dari peran protein.Ibu hamil memerlukan konsumsi protein lebih banyak dari biasanya. Hasil penelitian yang paling banyak tingkat kecukupan protein pada ibu hamil dalam kategori baik yaitu 23 orang (51,1%) dengan taksiran berat janin termasuk dalam kategori normal dapat disebabkan hampir 70% protein digunakan untuk pertumbuhan janin yang dikandung. Pertumbuhan dimulai dari pertumbuhan sebesar sel sampai tubuh janin mencapai kurang lebih 3,5 kg, protein juga digunakan untuk pembentukan plasenta. Bila asupan protein tidak mencukupi maka plasenta menjadi kurang sempurna padahal plasenta berfungsi untuk menunjang, memelihara, dan menyalurkan makanan bagi janin. Protein juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak dan myelin selama masa janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan. Berdasarkan hasil tabulasi silang, ibu hamil dengan tingkat kecukupan protein kategori kurang sebanyak 5 orang (11,1%) mempunyai taksiran berat janin tidak normal dan sebanyak 1 orang (2,2%) mempunyai taksiran berat janin normal, menurut Hardiansyah (2000) menyatakan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi tidak dapat dipengaruhi oleh praktik tradisional yang merugikan terhadap ibu hamil dan kualitas maupun kuantitas makanan untuk dikonsumsi setiap harinya. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ibu hamil yang berpendidikan SD sebanyak 4 orang (8,9%), SMP sebanyak 7 orang ( 15,6%), dengan pendidikan yang rendah maka
10
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya protein pada masa kehamilan kurang dibandingkan dengan ibu hamil yang berpendidikan tinggi. Pendidikan kurang merupakan salah satu faktor yang mendasari penyebab gizi kurang. Pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini akan menyebabkan rendahnya penghasilan seseorang yang akan berakibat pula terhadap rendahnya seseorang dalam menyiapkan makanan baik secara kualitas maupun kuantitasnya (Supariasa, dkk, 2002). Tabel 5 Hubungan Tingkat Kecukupan Protein pada Ibu Hamil dengan Taksiran Berat Janin di Wilayah Puskesmas Bawen Tingkat kecukupan protein Lebih Baik Kurang .
Taksiran berat janin Tidak normal Normal f % f % 2 4,4 14 31,1 3 6,7 20 44,4 5 11,1 1 2,2 10 22,2 35 77,8
Jumlah f 16 23 6 45
% 35,6 51,1 13,3 100,0
r = 0,371 p = 0,012
3. Hubungan frekuensi kunjungan ANC pada ibu hamil dengan taksiran berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar frekuensi kunjungan ANC pada ibu hamil dalam kategori sesuai standar dengan taksiran berat janin termasuk dalam kategori normal, yaitu sebanyak 25 orang (55,6%). Adapun sebagian kecil frekuensi kunjungan ANC pada ibu hamil dalam kategori sesuai standar dengan taksiran berat janin termasuk dalam kategori tidak normal, yaitu sebanyak 3 orang (6,7%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,017< 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi kunjungan ANC pada ibu hamil dengan taksiran berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen. Dari hasil analisis diketahui bahwa korelasi tingkat hubungan (koefesien korelasi) antara frekuensi kunjungan ANC pada ibu hamil dengan taksiran berat janin adalah dalam kategori rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawirohardjo (2008), yang menyatakan bahwa selama melakukan kunjungan untuk asuhan antenatal, para ibu hamil akan mendapatkan serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya memastikan ada tidaknya kehamilan dan penelusuran berbagai kemungkinan adanya penyulit atau gangguan kesehatan selama kehamilan yang mungkin dapat mengganggu kualitas dan luaran kehamilan. Identifikasi kehamilan diperoleh melalui pengenalan perubahan anatomik dan fisiologik kehamilan seperti yang telah diuraikan
11
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin sebelumnuya, bila diperlukan, dapat dilakukan uji hormonal kehamilan dengan menggunakan berbagai meode yang tersedia. Berdasarkan hasil tabulasi silang, ibu hamil dengan frekuensi kunjungan antenatal care sesuai standar tetapi taksiran berat janinnya tidak normal sebanyak 3 orang (6,7%) dapat disebabkan karena ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan janin selain gizi dalam hal ini energi seperti aktifitas fisik. Aktifitas fisik yang berat bisa menyebabkan keguguran kandungan, apalagi bila dilakukan pada bulan-bulan awal kehamilan. Aktifitas fisik yang berat bisa mengakibatkan kelelahan, misalnya ibu hamil yang bekerja terlalu berat disebabkan karena terlalu banyak aktifitas yang cukup menyita energi dan konsentrasi, besarnya janin akan menyusut atau berkembangnnya tidak baik (Kusmiyati, Yuni, dkk, 2008). Berdasarkan hasil penelitian, dilihat dari pekerjaan ibu hamil paling banyak bekerja sebagai buruh sejumlah 20 ibu hamil (44,4%), aktivitas fisik yang dimaksud adalah aktivitas ibu bekerja di luar rumah dari pagi hari hingga sore hari dengan kesibukan pekerjaan yang tidak menentu. Sedangkan ibu hamil dengan frekuensi kunjungan antenatal care tidak sesuai standar dan mempunyai taksiran berat janin tidak normal sebanyak 7 orang (15,6%), kemungkinan disebabkan oleh faktor umur, dimana berdasarkan hasil penelitian terdapat ibu hamil yang berumur < 20 tahun sebanyak 2 orang (4,4%) dan umur > 35 tahun sebanyak 4 orang (8,9%), dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan, juga mengetahui akan pentingnya Antenatal Care. Semakin muda umurnya semakin tidak mengerti tentang pentignya pemeriksaan kehamilan. Umur sangat menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan beresiko tinggi apabila ibu hamil berusia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun (Alchadi, 2007). Tabel 6
Hubungan Frekuensi Kunjungan ANC pada Ibu Hamil dengan Taksiran Berat Janin di Wilayah Puskesmas Bawen Frekuensi kunjungan ANC Tidak sesuai standar Sesuai standar
Taksiran berat janin Tidak normal Normal f % f % 7 15,6 10 22,2 3 6,7 25 55,6 10 22,2 35 77,8
Jumlah f 17 28 45
% 37,8 62,2 100,0
r = 0,355 p = 0,017
12
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin SIMPULAN Ada hubungan antara tingkat kecukupan energi, protein dan frekuensi kunjungan antenatal care dengan taksiran berat janin di Wilayah Puskesmas Bawen, Kabupaten Semarang.
DAFTAR PUSTAKA 1. Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2. Kusmiyati, dkk. 2008. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya. 3. Miyata, dkk. 2011. Nutrisi Janin & Ibu Hamil (Cara Membuat Otak Janin Cerdas). Yogyakarta : Nuha Medika 4. Padila. 2014. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika 5. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 6. Proverawati, A. 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Nuha Medika: Yogyakarta. 7. Sediaoetama, 2006. Ilmu Gizi Untuk Profesi dan Mahasiswa Jilid I dan II. Dian Rakyat, Jakarta. 8. Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu. 9. Supariasa, IGD., et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. 10. Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
13
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Dengan Taksiran Berat Janin
14