HUBUNGAN STATUS IMUNISASI TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIR PUTIH SAMPIT KALIMANTAN TENGAH Lisdianti* Mona Saparwati ** Zumrotul Choiriyah *** Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi Keperawatan Email:
[email protected]
ABSTRAK Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. ISPA menyebabkan 4 dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya. Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya ISPA, antara lain, faktor agent (bibit penyakit), faktor host (umur, jenis kelamin, pengetahuan, status gizi, berat bayi lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi dan faktor lingkungan (environment). Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan status imunisasi terhadap kejadian ISPA pada anak usia balita di wilayah kerja Puskesmas Pasir Putih Kabupaten Kotawaringin Timur. Jenis penelitian analitik korelasional yang menganalisis tentang hubungan status imunisasi terhadap kejadian ISPA pada anak usia balita, dengan sampel 73 anak. Pengambilan data menggunakan lembar cheklist. Hasil Penelitian: status imunisasi lengkap sebanyak 53 anak (72,6%), kejadian ISPA pada anak usia balita sebanyak 29 anak (39,7 %). Ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015 (p=0,001). Selanjutnya disarankan bagi ibu untuk meningkatkan pengetahuan tentang ISPA dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta pencegahannya, dengan cara meminta informasi dari petugas Puskesmas atau informasi melalui media cetak, media massa, atau internet. Kata kunci:status imunisasi, kejadian ISPA, balita. ________________________________________________________________________________
THE CORRELATION BETWEEN IMMUNIZATION STATUS TOWARD THE INCIDENCE OF ACUTE RESPIRATORY INFECTION ON CHILDREN UNDER 5 YEARS OLD AT PASIR PUTIH HEALTH CENTRE WORKING AREA SAMPIT CENTRAL KALIMANTAN Lisdianti* Mona Saparwati ** Zumrotul Choiriyah *** Ngudi Waluyo School of Health Ungaran Nursing Study Program
ABSTRACT Acute Respiratory Infection (ARI) is one of health problems in developing countries. acute respiratory infection leads to 4 of the 15 million deaths in children under 5 years old every year. Factors that affect the incidence of respiratory infections, among others, the factors agent (germs), host factors (age, sex, knowledge, nutritional status, birth weight, status of exclusive breastfeeding, immunization status and environmental factors. The purpose of the study is to know the correlation between immunization status toward the incidence of acute respiratory infection on children under 5 years old at Pasir Putih Health,East Kotawaringin Regency. 1
The type of research was analytic correlational which analyze the correlation between immunization status toward the incidence of acute respiratory infection on children under 5 years old, with a sample of 73 children. Data retreival used checklist sheet. Results: The complete immunization status as many as 53 children (72.6%), the incidence of respiratory infection in children aged under five as many as 29 children (39.7%). There is a correlataion between immunization status with acute respiratory infection in children aged under five in Pasir Putih Health 2015 (p = 0.001). Furthermore, it is suggested for mother to improve knowledge of acute respiratory infection and influence and prevention factors, by asking information from health worker or information through print media, mass media, or the internet. Keywords : immunization status, ARI, children under 5 years old.
________________________________________________________________________________ 1. Pendahuluan a. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita. ISPA menyebabkan 4 dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya. Pada negara sedang berkembang angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup yakni 15-20% per tahunnya, serta pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak balita (WHO, 2007). ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan. Faktor penyebab penyakit ISPA adalah bakteri seperti Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan virus seperti Mikrovirus, Adenovirus. Bakteri itu muncul dari lingkungan yang kotor, udara yang cenderung berubahubah dan polusi udara yang meninggi (Depkes RI, 2005). Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya ISPA, antara lain, faktor agent (bibit penyakit), faktor host (umur, jenis kelamin, pengetahuan, status gizi, berat bayi lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi dan faktor lingkungan (environment). Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan,oleh karena itu maka penyakit ISPA termasuk dalam golongan airborne disease. Dampak penyakit ISPA sangat besar sekali, dimana ISPA merupakan penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita (Depkes RI, 2005). Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab 32,1% kematian bayi pada tahun 2009, serta penyebab 18,2% kematian pada balita pada tahun 2010 dan 38,8% tahun 2011. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun 2009 cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang di peroleh 18.749 kasus sementara target yang ditetapkan hanya 16.534 kasus. Survey mortalitas yang dilakukan di subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Kemenkes RI, 2012). Hasil Survei Kesehatan Nasional di Indonesia tahun 2009 menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA masih 28% artinya bahwa dari 100 bayi meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA dan terutama 80% kasus kematian ISPA pada balita adalah akibat Pneumonia. Angka kematian balita akibat pneumonia pada akhir tahun 2008 di perkirakan sekitar 4,9/1000 balita, berarti terdapat 140.000 balita yang meninggal setiap tahunnya akibat pneumonia, atau rata-rata 1 anak balita Indonesia
2
meninggal akibat pneumonia setiap 5 menit (Kemenkes RI, 2012). Salah satu pencegahan penyakit ISPA antara lain dengan imunisasi. Pemberian imunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus/bakteri. Imunisasi bermafaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit infeksi seperti polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan Campak. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakitpenyakit tersebut. Penyakit yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri dan batuk rejan (Depkes RI, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agussalim (2012), tentang hubungan status imunisasi dan keberadaan perokok dalam rumah dengan penyakit infeksi saluran pernapasan akut pada balita di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar menyatakan bahwa status imunisasi dan keberadaan perokok dalam rumah memiliki hubungan dengan penyakit infeksi saluran pernapasan akut pada balita. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2014), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status imunisasi dasar lengkap dengan kejadian ISPA pada balita. Berdasarkan data di Puskesmas Pasir Putih Kabupaten Kotawaringin Timur, didapatkan data bahwa status imunisasi balita lengkap tahun 2014 sebanyak 164 orang (41,6%) dari 394 batita. didapatkan juga data penderita ISPA sekitar 701 orang pada tahun 2012, 1057 orang tahun 2013 dan sebanyak 921 orang tahun 2014. Sekitar 30 % dari penderita tersebut adalah anak-anak dan bayi, 1% telah dirujuk ke Rumah Sakit karena mengalami gejala ISPA sedang. Hasil wawancara dengan orang tua yang membawa anaknya berobat ke Puskemas Pasir Putih Kabupaten Kotawaringin Timur, 7 anak karena sakit batuk, pilek dan demam, 1 anak dengan sakit mencret, 1 anak dengan sakit muntah, dan 1 anak lagi dengan sakit panas. Dari 7 anak yang
sakit batuk, pilek dan demam tersebut, 5 orang status imunisasinya tidak lengkap dan 2 orang status imunisasinya lengkap. Berdasarkan dari penelitian terkait dan data di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mengetahui lebih lanjut tentang hubungan status imunisasi terhadap kejadian ISPA pada anak usia balita di wilayah kerja Puskesmas Pasir Putih Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2015. b. Teori ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat (Depkes RI, 2012 dalam Suparyanto, 2014). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Menurut Kemenkes RI. (2012), pencegahan ISPA antara lain: 1)Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik, 2) ImunisasI, 3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan, 4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu (Proverawati, 2010).
3
Tujuan Imunisasi: 1) Memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Proverawati, 2010), 2) Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Hidayat, 2009). 2. Metode Penelitian Jenis dan desain penelitian ini adalah analitik korelasional yang menganalisis tentang hubungan status imunisasi terhadap kejadian ISPA pada anak usia balita di wilayah kerja Puskesmas Pasir Putih Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2015 dengan menggunakan pendekatan penelitian Cross Sectional, yaitu mengumpulkan data penelitian antara varibel independen status imunisasi dengan variabel dependen kejadian ISPA pada anak usia balita, dikumpulkan secara bersamaan dalam satu waktu penelitian (Arikunto, 2006). Populasi merupakan seluruh subjek yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik yang ditentukan (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia balita di wilayah kerja Puskesmas Pasir Putih Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2015 sebanyak 276 balita. . Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat mewakili atau representatif populasi (Riyanto, 2011). sampel pada penelitian ini berjumlah 73 balita. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik aksidental sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu (Hidayat, 2009). 3. Hasil Penelitian a. Karakteristik Responden Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur ibu di Puskesmas Pasir Putih. No.
Umur
Frekuensi
1.
< 20 tahun
5
Persentase (%) 6,9
2.
20-35 tahun
56
76,7
3.
> 35 tahun
12
16,4
Total
73
100
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa umur ibu yang mempunyai anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih, sebagian besar berumur 20-35 tahun sebanyak 56 orang (76,7%). Tabel 2 Karakteristik
responden berdasarkan pendidikan ibu di Puskesmas Pasir Putih No. 1. 2. 3. 4.
4 21 38
Persentase (%) 5,5 28,8 52
10
13,7
73
100
Pendidikan Frekuensi SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa pendidikan ibu yang mempunyai anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih, sebagian besar SMA sebanyak 38 orang (52 %). Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu di Puskesmas Pasir Putih No.
Pekerjaan Frekuensi
Persentase (%)
3.
Tidak bekerja/ IRT Karyawan Swasta Petani
4.
Wiraswasta
13
17,8
5.
PNS
11
15,1
Total
73
100
1. 2.
36
49,3
10
13,7
3
4,1
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa pekerjaan ibu yang mempunyai anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih, sebagian besar tidak bekerja/ IRT sebanyak 36 orang (49,3%).
4
b. Analisa Univariat Tabel 4 Distribusi frekuensi status imunisasi anak balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015 No.
Kategori
Frekuensi
1.
Lengkap Tidak lengkap Total
53
Persentase (%) 72.6
20
27.4
73
100
2.
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa status imunisasi pada anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015, sebagian besar lengkap sebanyak 53 anak (72,6%). Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015 Frekuensi
Persentase (%)
1. Tidak ISPA
44
60.3
2.
ISPA
29
39.7
Total
73
100
No.
Kategori
Berdasarkan tabel 5 diatas diketahui bahwa kejadian ISPA anak usia balita di Puskesmas Putih tahun 2015, sebagian besar ISPA sebanyak 44 anak (60,3 %).
dapat pada Pasir tidak
c. Analisa Bivariat Tabel 6 Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015
Status Imunisasi
Kejadian_ISPA Total Tidak ISPA
lengkap
39
Tidak lengkap
5
Total
44
ISPA
73,6% 14 25%
26,4 %
53 100%
15 75% 20 100%
60,3% 29 p = 0,001
39,7 %
73 100%
Berdasarkan tabel 6 di atas, menunjukkan bahwa anak usia balita dengan status imunisasi lengkap berjumlah 53 balita, sebagian besar tidak ISPA berjumlah 39 balita (73,6%). Sedangkan anak usia balita dengan status imunisasi tidak lengkap berjumlah 20 orang, sebagian besar mengalami ISPA berjumlah 15 balita (75%). Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel, yaitu hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak usia balita, dianalisis dengan menggunakan uji statistik chi square, yang diperoleh nilai p = 0,001 < 0,05 yang berarti secara statistik Ha diterima atau H0 ditolak, yaitu ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015. . 4. Pembahasan a. Status imunisasi Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa status imunisasi pada anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015, sebagian besar lengkap sebanyak 53 anak (72,6%). Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia balita telah mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap seperti BCG, DPT, polio, Hepatitis B dan campak. Ibu menyadari akan manfaat dan pentingnya imunisasi bagi anaknya agar anaknya mendapatkan perlindungan terhadap penyakit-penyakit seperti TB paru, difteri, pertusis, tetanus, polio, hepatitis B dan campak. Hasil penelitian ini bisa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu dimana sebagian besar adalah SMA. Dengan pendidikan tersebut ibu telah banyak terpapar informasi tentang pentingnya imunisasi bagi anaknya baik dari tempat sekolahnya dulu maupun informasi dari media televisi, cetak dan internet. Notoatmodjo (2007), menyebutkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan
5
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang di perkenalkan. Dari segi pekerjaan ibu yang sebagian besar tidak bekerja, ibu mempunyai banyak waktu untuk membawa bayinya ke Puskesmas dan posyandu agar bayinya mendapatkan imunisasi yang diperlukan. Dari segi umur ibu yang sebagian besar usia produktif dimana menurut Notoatmodjo (2007), menyebutkan bahwa semakin cukup usia seseorang, tingkat kemampuan atau kematangan akan lebih mudah untuk berpikir, dan mudah menerima informasi-informasi tentang imunisasi dan manfaatnya. Dengan memberikan 5 imunisasi dasar pada bayinya, ibu mengharapkan Imunisasi tersebut dapat memberikan manfaat dalam memberikan perlindungan terhadap beberapa jenis penyakit infeksi seperti polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan Campak. Kemenkes RI. dalam Suparyanto (2014), menyebutkan bahwa Imunisasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu penyakit dengan cara memberikan mikroorganisme bibit penyakit berbahaya yang telah dilemahkan (vaksin) kedalam tubuh sehingga merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap jenis antigen itu dimasa yang akan datang. Hasil penelitian ini juga menyebutkan terdapat 27,4% yang tidak lengkap imunisasinya, 5 anak tidak mendapatkan imunisasi BCG, 3 anak tidak mendapatkan imunisasi DPT, dan 8 anak tidak mendapatkan imunisasi Campak. Ketiga vaksin tersebut dapat memberikan perlindungan dari 5 penyakit menular seperti TB paru, difteri, pertusis, tetanus dan campak. Gejala awalnya dari penyakit TB paru, difteri, pertusis, dan campak, anak bisa menampakkan gejala seperti batuk, pilek, suara parau bahkan demam. b. Kejadian ISPA Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa kejadian ISPA pada anak usia balita di Puskesmas Pasir
Putih tahun 2015, sebagian besar tidak ISPA sebanyak 44 anak (60,3 %). Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa dari 73 anak yang berkunjung ke Puskesmas Pasir Putih hanya sebagian kecilnya saja anak usia balita yang mengalami ISPA sebanyak 39,7%. Hasil penelitian ini disebabkan karena selama masa penelitian, anak usia balita yang berkunjung lebih banyak yang mengeluh gejala muntah, demam, gatal-gatal, dan diare, muntah. Selama masa penelitian ada anak usia balita yang dirujuk ke Rumah Sakit karena mengalami gejala demam berdarah 2 orang, diare dehidrasi ringan sedang 1 orang. Anak usia balita yang mengalami ISPA Puskesmas Pasir Putih sebanyak 39,7 %, merupakan persentase yang besar jika dibandingkan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan prevalensi nasional ISPA sebanyak 25,5% (Kemenkes, 2012). Menurut ibu bahwa penyakit batuk pilek yang dialami anaknya tersebut disebabkan oleh cuaca musim penghujan ini. Balita sering keluar bermain di halaman rumah, menuju tempat playgroup saat cuaca dingin, juga kadang dibawa pergi berbelanja ke pasar karena tidak ada pengasuh di rumah. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2014), yang menyebutkan bahwa kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Cempaka Banjarbaru Tahun 2014 menunjukkan sebagian besar ISPA sebanyak 50,3%. Dan pada penelitian Agussalim (2012), yang menyebutkan bahwa kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar tahun 2012 menunjukkan sebagian besar ISPA sebanyak 62,3%. c. Hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak usia balita Berdasarkan tabel 4.6 di atas, menunjukkan bahwa anak usia balita dengan status imunisasi lengkap berjumlah 53 balita, sebagian besar tidak
6
ISPA berjumlah 39 balita (73,6%). Sedangkan anak usia balita dengan status imunisasi tidak lengkap berjumlah 20 orang, sebagian besar mengalami ISPA berjumlah 15 balita (75%). Hasil uji statistik chi square, yang diperoleh nilai p = 0,001 < 0,05 yang berarti secara statistik Ha diterima atau H0 ditolak, yaitu ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa dengan status imunisasi dasar yang lengkap pada balita, maka akan semakin banyak anak yang tidak mengalami ISPA, atau semakin sedikit yang mengalami ISPA Upaya untuk menurunkan resiko penyakit ISPA perlu dilakukan, yaitu dengan pemberian Imunisasi dasar lengkap. Program pemerintah setiap balita harus mendapatkan Lima Imunisasi dasar Lengkap (LIL) yang mencakup 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B dan 1 dosis Campak. Penyakit ISPA akan menyerang apabila kekebalan tubuh (immunitas) menurun. Bayi dan anak di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih sangat rentan terhadap berbagai penyakit termasuk penyakit ISPA baik golongan pneumonia ataupun golongan bukan pneumonia (Presylia, 2014). Imunisasi merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan atau diminum (oral). Setelah vaksin masuk ke dalam tubuh, sistem pertahanan tubuh akan bereaksi membentuk antibodi. Antibodi selanjutnya akan membentuk imunitas terhadap jenis virus atau bakteri tersebut.
Menurut Agussalim (2012), bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Berdasarkan hasil penelitian, didapat 14 balita (26,4%) yang memiliki status imunisasi dasar lengkap tetapi mengalami kejadian ISPA. Menurut Utami (2013), meskipun balita telah menerima imunisasi dasar lengkap balita masih beresiko mengalami ISPA karena disamping faktor penyebab ISPA seperti bakteri, virus dan jamur. ISPA juga dipengaruhi oleh bibit penyakit, umur, jenis kelamin, pengetahuan, status gizi, berat bayi lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi dan faktor lingkungan. Kejadian penyakit ISPA pada balita dapat juga diakibatkan karena pengetahuan ibu mengenai penyakit, pencegahan penyakit dan cara pemeliharaan kesehatan yang masih kurang (Notoatmodjo, 2007). Apabila pengetahuan mengenai penyebab penyakit, pengobatan serta pencegahannya baik tentunya orang tua dapat mengontrol kesehatan anak sehingga tidak terjadi ISPA. Menurut Layuk (2012), ISPA dapat disebabkan oleh karena adanya paparan dari virus maupun bakteri misalnya bakteri dari genus streptococcus, haemophylus, staphylococcus, dan pneumococcu, dan jenis virus influenza, parainfluena, dan rhinovirus. ISPA yang terjadi pada balita tidak langsung dipengaruhi oleh imunisasi dasar
7
lengkap walaupun tujuan pemberian imunisasi adalah untuk memberikan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Kebanyakan kasus ISPA yang terjadi didahului oleh penyakit campak yang merupakan salah satu faktor resiko penyebab ISPA. Penyakit campak inilah yang dapat dicegah melalui imunisasi dasar lengkap. Masih tingginya ISPA pada balita, walaupun telah menerima imunisasi lengkap diakibatkan karena belum ada vaksin yang dapat mencegah ISPA secara langsung. Daya tahan tubuh anak yang rendah dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada balita yang telah memiliki imunisasi lengkap. Menurut Delpia (2013), terdapat hubungan antara keradaan perokok di dalam rumah dengan penyakit ISPA pada balita. Balita yang mempunyai anggota keluarga perokok di dalam rumah memiliki risiko 3,544 kali lebih besar dibandingkan balita yang tidak mempunyai anggota keluarga perokok didalam rumah. Merokok diketahui mengganggu efektivitas sebagai mekanisme pertahanan respirasi. Produk asap rokok diketahui merangsang produksi mukus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demikian terjadi akumulasi mukus yang kental dan terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan napas, yang dapat menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan resiko pertumbuhan mikroorganisme. ISPA lebih sering terjadi pada mereka yang perokok pasif terutama bayi dan anak balita (Corwin, 2009). Asap rokok dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan juga 15 balita (75%) dengan pemberian imunisasi dasar tidak lengkap telah mengalami kejadian ISPA. Imunisasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif dan bertujuan untuk mencegah penyakit menular (Mulyani & Rinawata, 2013). Tidak lengkapnya imunisasi menyebabkan imunitas balita lemah, sehingga mudah untuk terserang ISPA. Menurut Hasan (2012), faktor
lingkungan tempat tinggal anak dapat berpengaruh pada kejadian ISPA, dibutuhkan kualitas rumah tinggal yang baik serta memenuhi syarat kesehatan untuk menjaga lingkungan tetap sehat. Kualitas rumah tinggal yang baik ditentukan oleh jenis bahan bangunan yang digunakan, dan cukup luas untuk satu keluarga. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan juga 5 balita (25%) dengan pemberian imunisasi dasar tidak lengkap, tetapi tidak mengalami kejadian ISPA. Hasil ini menunjukkan bahwa imunisasi dasar tidak mempengaruhi secara langsung dan muthlak terhadap ISPA pada balita. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ISPA, antara lain, faktor agent (bibit penyakit), faktor host (umur, jenis kelamin, pengetahuan, status gizi, berat bayi lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi, dan faktor lingkungan (environment). Pemberian ASI eksklusif akan memberikan manfaat terhadap daya tahan tubuh balita. Sewaktu lahir sampai berusia beberapa bulan bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi dan alergi serta merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi itu sendiri. Dengan adanya zat anti infeksi pada ASI maka bayi dengan ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Pada penelitian ini terdapat pemberian imunisasi Hib yang kemungkinan sudah diberikan pada balita, yang tidak termasuk dalam variabel penelitian, yang bisa mempengaruhi dari hasil penelitian. Pemberian imunisasi Hib ini dapat memberikan tubuh kekebalan terhadap bakteri Haemophylus Influenza Type B. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit yang tergolong berat seperti pneumonia dan meningitis. Bakteri Haemophylus Influenza B paling sering terpapar pada anak yang berusia dibawah lima tahun, bakteri Haemophylus Influenza B ini biasanya hidup pada jalur pernafasan bagian atas (Mulyani & Rinawata, 2013).
8
Masih tingginya angka kejadian ISPA pada balita, meskipun telah menerima imunisasi dasar lengkap diakibatkan karena belum adanya vaksin yang dapat mencegah ISPA secara langsung. Status gizi, pemberian vitamin A dapat mempengaruhi daya tahan tubuh balita sehingga balita tidak mampu untuk menangkal suatu penyakit terutama ISPA. Jadi, walaupun seorang anak telah menerima imunisasi lengkap, kemungkinan untuk menderita ISPA tetap ada. 5. Kesimpulan Status imunisasi pada anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015, sebagian besar lengkap sebanyak 53 anak (72,6%). kejadian ISPA pada anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015, sebagian besar tidak ISPA sebanyak 44 anak (60,3 %) Ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak usia balita di Puskesmas Pasir Putih tahun 2015, dengan nilai p = 0,001. Anak yang mendapatkan imunisasi lengkap lebih rendah mengalami kejadian ISPA daripada yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap 6. Saran Bagi Puskesmas Pasir Putih, diharapkan khususnya petugas KIA untuk memberikan informasi atau penyuluhan tentang ISPA dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta pencegahannya. Menganjurkan untuk segera membawa ke Puskesmas bila anak terkena ISPA lebih dari 1 hari untuk mendapat pemeriksaan dan pengobatan dari petugas yang berkompeten. Bagi Ibu, diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan tentang ISPA dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta pencegahannya, dengan cara meminta informasi dari petugas Puskesmas atau informasi melalui media cetak, media massa, atau internet. menjadi kooperatif dalam setiap prosedur tindakan perawatan. Daftar Rujukan Anonim. (2014). Register Puskesmas Pasir Putih. Sampit: tidak dipublikasikan Agussalim. (2012). Hubungan Pengetahuan, Status Imunisasi dan Keberadaan Perokok dalam Rumah dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut pada Balita di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besa._____ Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian. PT. Rineka Cipta: Jakarta Corwin. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Buku Kedokteran: Jakarta Dahlan MS. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan edisi 3. Salemba Medika: Jakarta Darmayanti. (2014). Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Cempaka Banjarbaru Tahun 2014. (online) http://journal.stikes-mb.ac.id Delpia S. ( 2013). Hubungan Status Imunisasi dan Keberadaan Perokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. _____ Depkes. RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan, Depkes RI, Jakarta. Hasan, N.R. (2012). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Luwuk Timur Kab. Banggai, Prov. Sulawesi Tengah Tahun 2012.___ Hidayat, A. (2009). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat. A. A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika: Jakarta IDAI. (2008). Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Satgas Imunisasi: Jakarta Kemenkes RI. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia. Depkes RI.: Jakarta. Kristiyanasari. (2009). ASI, menyusui dan SADARI. Nuha medika: Yogyakarta Layuk R. (2011). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura’ Makassar.____ Mulyani & Rinawata. (2013). Imunisasi Untuk Anak. Nuha Medika: Yogyakarta Nastiti Rahajoe, dkk. (2008). Buku Ajar Respirologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Notoatmodjo. S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta: Jakarta Notoatmodjo. S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT. Rineka Cipta: Jakarta Prawiroharjo. S. (2009). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta
9
Presilya
S. (2014). Hubungan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap dengan Kejadian Penyakit ISPA Berulang pada Balita di Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado.____ Proverawati. (2010). Imunisasi dan Vaksinasi. Nuha Offset: Yogyakarta Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Nuha Medika: Yogyakarta Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Alfabeta: Bandung Suparyanto. (2014). Faktor Resiko ISPA (online) http://drsuparyanto.blogspot.co.id/2014/03/fakt or-resiko-penyakit-ispa.html Suparyanto. (2014). Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) (online) http://drsuparyanto.blogspot.co.id/2014/03/pen yakit-infeksi-saluran-pernafasan.html Utami, S. (2013). Studi Deskriptif Pemetaan Faktor Resiko ISPA Pada Balita Usia 0-5 Tahun Yang Tinggal Di Rumah Hunian Akibat Bencana Lahar Dingin Merapi Di Kecamatan Salam Kabupaten Magelang.____ WHO. (2007). Epidemic-prone & pandemicprone acute respiratory diseases: Infection prevention & control in health-care facilities. Summary guidance 2007
*Lisdianti, Staf Perawat Puskesmas Pasir Putih Sampit Kabupaten Kowaringin Timur Kalimantan Tengah **Mona Saparwati,S.Kp.,Ns.,M.Kep., STIKES Ngudi Waluyo
Dosen
***Zumrotul Choiriyah,S.Kep,Ns.,M.Kes., Dosen STIKES Ngudi Waluyo
10