Artikel Penelitian
Hubungan Sikap Tubuh Saat Mengangkat dan Memindahkan Pasien pada Perawat Perempuan dengan Nyeri Punggung Bawah E.C. Lanny Widiyanti,* Endang Basuki,* Jofizal Jannis** *Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, **Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Abstrak: Sebuah penelitian dilakukan untuk mengetahui berbagai faktor determinan terjadinya nyeri punggung bawah (NPB) pada perawat yang bekerja di ruang rawat inap rumah sakit. Penelitian kasus kontrol dengan padanan usia didahului oleh penelitian potong lintang untuk mendapatkan prevalensi NPB dan populasi kasus dan kontrol. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap RS “X” selama bulan Februari s.d. Juni 2007 terhadap 58 perawat yang mengalami NPB (kasus) dan 58 perawat yang tidak mengalami NPB (kontrol). Prevalensi NPB pada perawat perempuan sebesar 23.0%, faktor determinan untuk terjadinya NPB adalah sudut lengkung punggung >45° pada waktu melakukan pekerjaan mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur (p=0,003; OR 4,5; 95%CI 4,4-4,6). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara tinggi badan perawat, indeks massa tubuh, masa kerja perawat, dan jumlah rerata pasien yang diangkat dan dipindahkan dari kursi roda ke tempat tidur per minggu dengan NPB. Disimpulkan bahwa membungkuk dengan sudut lengkung punggung > 45° merupakan faktor risiko NPB pada perawat perempuan yang bekerja di ruang rawat inap dewasa rumah sakit. Kata kunci: nyeri punggung bawah, sudut lengkung punggung, perawat
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 3, Maret 2009
107
Sikap Tubuh Saat Mengangkat dan Memindahkan Pasien pada Perawat Perempuan
Lifting and Transferring Patient as Risk Factors for Low Back Pain among Female Nurses E.C. Lanny Widiyanti,* Endang Basuki,* Jofizal Jannis** *Community Medicine Department, Faculty of Medicine of University of Indonesia, Jakarta, ** Neurology Department, Faculty of Medicine of University of Indonesia, Jakarta
Abstract: The aim of this study was to investigate the determinant factors related to low back pain (LBP) among female nurses working in the ward for adults in the hospital. A case-control study with age frequency matching, was proceeded by a cross-sectional study to obtain the prevalence of LBP and to determine the population of the cases and the controls. This study was done in Hospital “X” between February and June 2007, and consisted of 58 nurses with LBP (cases) and 58 nurses without LBP (controls). The prevalence of LBP was 23.0 %, the determinant factors of LBP was forward bending more than 45° while lifting and transferring patient from wheelchair to bed (p=0.003; OR 4.5; 95%CI 4.4-4.6). No significant association was found between height, working period, body mass index, number of lifting and transferring patient in a week from wheelchair to bed with LBP. In conclusion, bending forward with angle of more than 45° was the risk factor of LBP among female nurses in the ward for adults in the hospital. Key words: low back pain, forward bending of the back spine, nurses.
Pendahuluan Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan salah satu masalah kesehatan okupasi (occupational health problems) yang tertua. Penemu ilmu kedokteran okupasi (occupational medicine), yaitu Ramazzini B (1713), menyatakan bahwa gerakan-gerakan tertentu, yang bersifat kasar dan tidak beraturan, disertai posisi tubuh yang tidak alami dapat menyebabkan kerusakan struktur tubuh.1 Nyeri punggung bawah merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang sering terjadi pada perawat di rumah sakit, terutama di ruang rawat inap; karena sifat pekerjaannya yang banyak mengangkat beban pasien dewasa yang berat, dengan gerakan membungkuk dan memutar tubuh, khususnya sekitar tulang punggung bawah. Rata-rata seorang perawat akan mengangkat 20 pasien dari kursi roda/ usungan ke tempat tidur, dan memindahkan 5 s.d. 10 pasien dari tempat tidur ke kursi roda pada setiap kali giliran jaga. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko utama NPB pada perawat perempuan yang bekerja di ruang rawat inap pasien dewasa di rumah sakit. Metode Sebuah penelitian kasus kontrol dengan age matching didahului dengan penelitian potong lintang untuk mencari prevalensi NPB dan mendapatkan populasi kasus serta kontrol. Penelitian dilakukan di RS “X” yang terletak di wilayah Jakarta Pusat. Pemeriksaan fisik dan wawancara
108
dilakukan di unit rawat inap dari pukul 08.00 sampai pukul 14.00 WIB. Pengumpulan data dilakukan bulan Februari – Juni 2007. Populasi penelitian potong lintang adalah perawat perempuan yang bekerja di ruang rawat inap dewasa sebanyak 422 orang. Diagnosis NPB ditegakkan oleh peneliti sendiri dengan kriteria: (1) Numeric Pain Intensity Scale (NPIS) (+); (2) Lasegue test (-); (3) ada nyeri tekan pada palpasi dan perkusi lumbo-sakral; (4) Tidak memiliki riwayat hernia nukleus pulposus.2 Untuk penelitian kasus-kontrol, dipilih secara acak 58 perawat yang menderita NPB saat penelitian (kasus) dan 58 perawat yang tidak menderita NPB (kontrol) dengan cara padanan (matching) umur. Untuk menghitung indeks massa tubuh (IMT) dilakukan pengukuran tinggi badan dengan pengukur tinggi badan Stature meter 2M No 26 SM dan berat badan dengan timbangan berat badan merk Kris tanpa alas kaki. Sudut lengkung punggung diukur menggunakan flexi – curve sewaktu responden mengangkat serta memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur serta pada saat responden membuka kunci kursi roda. Momen ini diambil karena pada pengamatan video, pada umumnya responden melakukan gerakan membungkuk ke depan yang maksimal pada momen ini. Untuk kepentingan penelitian ini digunakan pasien simulasi yang beratnya 60 kg dan mempunyai kelainan hemiparesis kiri yang flaccid. Pengukuran sudut lengkung punggung hanya dilakukan 1 kali untuk tiap responden.
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 3, Maret 2009
Sikap Tubuh Saat Mengangkat dan Memindahkan Pasien pada Perawat Perempuan Sebelum penelitian dilakukan, diadakan wawancara dengan pimpinan pelatihan perawat untuk menanyakan apakah ada pelatihan cara mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur; apakah ada supervisi berkala waktu perawat melakukan pekerjaan sehari-hari; apakah ada penyediaan APD (misalnya korset) dan alat bantu kerja. Sebelum dilakukan wawancara maka setiap perawat perempuan yang bersedia ikut diminta mengisi formulir kesediaan setelah sebelumnya diberikan penjelasan. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah etika penelitian yang berlaku di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Uji bivariat yang dipakai adalah uji Chi-square. Untuk mencari OR pada desain kasus–kontrol dengan matching dibuat tabel 2x2 dan setiap pasangan kasus–kontrol akan terdapat 4 kemungkinan, yaitu: A = pajanan pada kontrol (+) maupun kasus (+); B = pajanan pada kontrol (-), sedangkan kasus (+); C = pajanan pada kontrol (+), sedangkan pada kasus (-); D = pajanan pada kontrol maupun kasus (-). OR didapatkan dari pembagian B/C.3 Hasil Penelitian Prevalensi Nyeri Punggung Bawah Prevalensi NPB pada perawat perempuan di ruang rawat inap dewasa adalah 23.0% (97 orang dari 422 orang pekerja yang diperiksa). Dari kelompok perawat yang mengalami NPB, ternyata 58 orang mengalami nyeri tekan lokal pada otot sepanjang punggung bawah. Skala nyeri NPIS derajat 1 didapatkan pada 4 orang (6,9%), derajat 2 pada 36 orang (62,1 %), dan derajat 3 pada 18 orang (31,0 %). Tabel 2.
Tabel 1.
Sebaran Responden Kelompok Kasus dan Kontrol Berdasarkan Tinggi Badan, IMT, Masa Kerja, Jumlah Rerata Pasien yang Diangkat, Sudut Lengkung Punggung, dan Cara Mengangkat Pasien Variabel
Kelompok Responden Kasus Kontrol N % N %
Tinggi Badan Perawat >1,55 meter <1,55 meter Indeks Massa Tubuh Gizi Lebih Gizi Normal/Kurang Masa Kerja >5 tahun <5 tahun Rata-rata Angkat Pasien per Minggu >3 orang <3 orang Sudut Lengkung Punggung >45° <45° Cara mengangkat pasien Kurang baik Baik 5 6 96,6 5 5 94,8
2 2 37,9 3 6 62,1
26 32
44,8 55,2
2 0 34,5 3 8 65,5
22 36
37,9 62,1
5 1 12,1 7 87,9
55 3
94,8 5,2
1 5 39,5 4 3 55,1
23 35
60,5 44,9
5 5 94,8 3 5,2
48 10
82,8 17,2
3
5,2
2
3,4
Faktor Risiko NPB Beberapa keadaan merupakan faktor risiko dari NPB, seperti yang telah ditemukan pada beberapa penelitian sebelumnya. Tabel 1 memperlihatkan sebaran responden kelompok kasus dan kontrol berdasarkan tinggi badan, IMT, masa kerja, jumlah rerata pasien yang diangkat dari kursi roda ke tempat tidur, sudut lengkung punggung pada waktu mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke
Hubungan antara Tinggi Badan, IMT, Masa Kerja, Jumlah Rerata Pasien yang Diangkat, Sudut Lengkung Punggung, dan Cara Mengangkat Pasien dengan NPB
Kelompok Responden Kasus Tinggi badan • >1,55 m • <1,55 m Status gizi • Gizi Lebih • Gizi Normal/kurang Masa kerja • >5 tahun • <5 tahun Rerata pasien yang diangkat perminggu • >3 orang • <3 orang Sudut lengkung punggung • > 45° • < 45° Cara mengangkat • Kurang Baik • Baik
Kontrol >1,55 m 8 18 Gizi Lebih 10 12 >5 tahun 48 7 >3 orang 6 17 >45 46 2 Kurang Baik 0 3
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 3, Maret 2009
< 1,55 m 14 18 Gizi Normal/Kurang 10 26 < 5 tahun 3 30 <3 orang 9 26 <45 ° 9 1 Baik 2 53
Nilai p
OR
95% CI
0,371
0,777
0,001 – 1,553
0,527
0,833
0,804 – 0,861
0,113
0,428
0,302 – 0,554
0,078
0,529
0,349 – 0,796
0,030
4,500
4,421 – 4,579
0,371
0,667
0,130 – 3,410
109
Sikap Tubuh Saat Mengangkat dan Memindahkan Pasien pada Perawat Perempuan tempat tidur, dan cara mengangkat pasien. Pada kelompok kasus, dapat dilihat bahwa sebesar 37,9% responden memiliki tinggi badan >1,55 meter, dan sebesar 34,5% responden berada dalam kelompok gizi lebih. Sekitar 12% responden dalam kelompok kasus memiliki masa kerja 5 tahun atau lebih, dan 39,5% mengangkat lebih dari 3 orang pasien dalam seminggu. Sebagian besar responden membentuk sudut lengkung punggung lebih dari 45° pada saat mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur (94,8%), tetapi hanya 3,4% yang mengangkat pasien dengan cara yang kurang baik. Pada kelompok kontrol, dapat dilihat bahwa sebesar 44,8% responden memiliki tinggi badan lebih dari 1,55 meter dan sebesar 37,9% responden berada dalam kelompok gizi lebih. Sebagian besar responden dalam kelompok kontrol memiliki masa kerja 5 tahun atau lebih (94,8%), dan sebagian besar (60,5%) mengangkat lebih dari 3 orang pasien dalam seminggu. Sebanyak 82,8% responden membentuk sudut lengkung punggung >45° pada saat mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur, tetapi hanya 5,2% responden yang mengangkat pasien dengan cara yang kurang baik. Dari tabel 2 dapat disimpulkan bahwa variabel tinggi badan perawat, IMT, masa kerja, rerata jumlah pasien yang diangkat per minggu, dan cara mengangkat pasien, tidak berhubungan secara bermakna dengan NPB. Sudut lengkung punggung yang terbentuk pada waktu perawat mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur memiliki hubungan yang bermakna dengan NPB. Perawat yang membungkuk dengan sudut lengkung punggung >45° pada waktu mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur mempunyai risiko 4,5 kali menderita NPB dibandingkan dengan perawat yang membungkuk dengan sudut lengkung punggung <45°. Dari pengamatan diperoleh hasil tinggi tempat tidur pasien 80 cm dan tinggi dudukan kursi roda 48 cm. Dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan di rumah sakit ini belum pernah dilakukan pelatihan cara bekerja yang sesuai dengan standar ergonomis (misalnya sikap tubuh yang baik saat bekerja), belum ada surveilans laporan kesehatan dan keselamatan kerja, job analysis, job design and redesign, juga belum disediakan alat pelindung diri (APD). Diskusi Prevalensi Nyeri Punggung Bawah Hasil penelitian menunjukkan prevalensi nyeri punggung bawah sebesar 23,0% dari 422 pekerja yang diperiksa. Prevalensi ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh J. Smedley, dan kawan-kawan di Inggris pada 1995, dengan metode cross-sectional menunjukkan NPB banyak terjadi pada perawat. Dari 1616 perawat perempuan yang diteliti, ternyata prevalensi NPB selama hidup (lifetime preva110
lence) 60% dan prevalensi tahunan (annual prevalence) sebesar 45%. Penelitian lain pada perajin pelat logam di Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor oleh Siswarti menunjukkan prevalensi NPB sebesar 76,9%4, sedangkan Ernawati menemukan prevalensi NPB pada pekerja bagian produksi bumbu makanan di pabrik X Purwakarta sebesar 92,2%.5 Lebih rendahnya prevalensi NPB pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian tersebut mungkin karena perbedaan populasi penelitian. Pada penelitian Siswarti yang diteliti pekerja sektor informal laki-laki di bengkel, demikian juga penelitian Ernawati menggunakan populasi pekerja laki-laki di bagian produksi bumbu makanan. Bila dibandingkan dengan penelitian di Iran6, prevalensi NPB yang diperoleh hasil penelitian ini tampaknya hampir sama, tetapi bila dicermati prevalensi NPB pada perawat yang ditemukan pada penelitian di Iran (26%) adalah prevalensi seumur hidup. Dengan demikian dapat dikatakan prevalensi NPB pada perawat yang diperoleh penelitian ini lebih tinggi. Mungkin bila dilakukan penelitian sepanjang hidup, akan diperoleh prevalensi yang jauh lebih tinggi daripada prevalensi di Iran. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena di Iran sudah tersedia alat bantu kerja dan alat pelindung diri yang memadai. Hubungan antara Faktor Risiko dan NPB Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tinggi badan dengan NPB. Tinggi badan sebagai faktor risiko NPB memang masih diperdebatkan. Penelitian Palmer KT dan kawan-kawan (2002) memperlihatkan lebih besarnya prevalensi NPB pada orang yang lebih tinggi3. Berat badan yang berlebih menyebabkan tonus otot abdomen lemah, sehingga pusat gravitasi seseorang akan terdorong ke depan dan menyebabkan lordosis lumbalis akan bertambah yang kemudian menimbulkan kelelahan pada otot paravertebra, hal ini merupakan risiko terjadinya NPB.3 Pada penelitian ini status gizi tidak berhubungan bermakna dengan NPB. Riihimaki berpendapat bahwa hubungan antara postur tubuh dan kelebihan berat badan masih kontradiksi8, namun Fuortes et al (1994)4 menemukan bahwa overweight dan obesitas merupakan faktor risiko NPB dengan OR masingmasing 2,1 dan 3,2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh fakta bahwa 12,1% perawat memiliki masa kerja >5 tahun. Hanne Christensen et al (1995)3 pada pekerja perusahaan kayu dan furniture, menunjukkan bahwa NPB berhubungan dengan umur dan masa kerja yang lebih lama. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara masa kerja perawat dengan NPB. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siswarti,4 yang tidak menemukan hubungan antara masa kerja dengan NPB pada perajin pelat logam. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 39,5% perawat mengangkat pasien dari kursi roda ke tempat tidur sebanyak >3 orang per minggu, dan hanya 3,4% perawat mengangkat Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 3, Maret 2009
Sikap Tubuh Saat Mengangkat dan Memindahkan Pasien pada Perawat Perempuan pasien dengan cara yang kurang baik. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah rerata pasien yang diangkat dari kursi roda ke tempat tidur maupun cara mengangkat pasien dengan NPB. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ernawati yang memperlihatkan bahwa frekuensi mengangkat, dan cara mengangkat beban secara statistik tidak terbukti berhubungan dengan NPB. 5 Sikap tubuh yang diamati dengan mengukur sudut lengkung punggung perawat pada waktu membuka kunci kursi roda dalam proses mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur, ternyata berhubungan bermakna dengan NPB (p=0,03; OR 4,5; 95% CI 4,4-4,6). Hal ini berarti perawat yang melakukan pekerjaan dengan membungkuk dengan sudut lengkung punggung >45° mempunyai risiko 4,5 kali untuk terjadinya NPB dibandingkan dengan perawat yang membungkuk dengan sudut lengkung punggung <45°. Dengan demikian hipotesis yang diajukan pada penelitian ini dapat diterima. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Siswarti4 yang mendapatkan bahwa pekerja dengan sikap tubuh kurang baik mempunyai risiko 3,5 kali untuk terjadinya NPB. Penelitian Insya pada pekerja hotel juga menunjukkan bahwa pekerja dengan sikap tubuh membungkuk berisiko 6,4 kali untuk mengalami NPB dibandingkan dengan mereka yang bekerja tidak dengan membungkuk.7 Penelitian yang dilakukan oleh Keyserling (1986) dan kawan-kawan juga mendukung hasil penelitian ini yakni risiko terkena NPB pada pekerja dengan fleksi punggung sedang (20-45°) sebesar 5 kali dan fleksi punggung kuat (>45°) sebesar 6 kali kontrol.4,8 Perawat pada penelitian ini melakukan gerakan membungkuk dengan sudut lengkung punggung >45° pada waktu membuka kunci kursi roda dalam proses mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur karena tinggi kursi roda yang lebih rendah daripada tinggi badan perawat. Gerakan ini menimbulkan rasa nyeri di punggung bawah. Mengingat bahwa jumlah rerata pasien yang diangkat hanya sekitar 3 orang per minggu, perlu dipikirkan mungkin ada faktor-faktor lain yang menjadi penyebab NPB pada responden, antara lain gerakan-gerakan yang terjadi pada waktu melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan lain sebagai perawat misalnya memandikan pasien dan atau merapikan tempat tidur. Akan tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan terhadap jenis pekerjaan lain tersebut di atas, sehingga masih ada kemungkinan NPB disebabkan juga oleh pekerjaan tersebut. Bila dilihat pada tabel 2, terdapat perbedaan hasil penelitian antara sudut lengkung punggung dengan cara mengangkat pasien: sebanyak 94,8% kasus membungkuk dengan sudut lengkung punggung >45°, sedangkan pada cara mengangkat pasien yang kurang baik diperoleh kasus sebanyak 3,4%. Hasil kedua faktor risiko tersebut tidak sejalan, karena kedua faktor risiko tersebut merupakan dua hal yang berbeda yakni sudut lengkung punggung diukur pada saat perawat membungkuk untuk membuka kunci kursi Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 3, Maret 2009
roda, sedangkan cara mengangkat pasien diukur dengan melihat apa yang dilakukan perawat pada saat mengangkat pasien, dari ketiak dengan menggunakan 2 tangan atau mengangkat dari pinggang dengan 2 atau 1 tangan. Dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan di rumah sakit ini diperoleh hasil belum pernah dilakukan pelatihan cara bekerja yang sesuai dengan standar ergonomi, misalnya sikap tubuh yang baik saat bekerja. Seyogyanya rumah sakit membuat SOP mengenai cara bekerja yang baik dan benar bagi karyawan pada umumnya, khususnya para perawat yang bekerja di rumah sakit ini. Selain itu perlu dilakukan surveilans laporan kesehatan dan keselamatan kerja oleh tim K3 rumah sakit untuk mengidentifikasi pola cedera atau penyakit yang paling sering terjadi agar cedera yang lebih berat dapat dihindari.1,9 Job analysis juga perlu dilakukan untuk mengidentifikasi pekerja yang terpajan faktor-faktor risiko yang menyebabkan sering terjadinya cedera atau penyakit; job design and redesign bila perlu untuk mengurangi atau mengeliminasi faktor-faktor risiko ergonomi. Demikian pula perlu disediakan alat pelindung diri (APD) misalnya korset dan alat bantu kerja, contohnya Hoyer’s lift.1,9 Perawat perlu memelihara sendi dan otot yang fleksibel dan kuat dengan latihan olah raga yang baik dan benar. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh tim K3 rumah sakit untuk mencegah NPB antara lain dengan memberikan pelatihan cara bekerja yang sesuai dengan standar ergonomi, seperti misalnya sikap tubuh yang baik saat bekerja yakni tubuh tegak, dada terangkat, bahu santai.1,9 Pemeriksaan radiologis sebenarnya diperlukan untuk menyingkirkan kelainan anatomis atau penyakit degeneratif pada tulang belakang khususnya vertebra lumbosakral. Namun karena keterbatasan biaya, maka pemeriksaan ini tidak dilakukan. Implikasi terhadap hasil penelitian ini adalah kejadian NPB pada kelompok kasus dapat pula disebabkan oleh penyakit-penyakit tersebut yang belum disingkirkan. Kesimpulan Prevalensi nyeri punggung bawah pada perawat perempuan yang bekerja di ruang rawat inap adalah 23,0%. Sikap tubuh yang salah sewaktu mengangkat dan memindahkan pasien dewasa dari kursi roda ke tempat tidur merupakan faktor risiko utama NPB pada perawat perempuan yang bekerja di ruang rawat inap dewasa di rumah sakit. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Eva Suarthana, PhD dari Laboratorium Analisis Data Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. Daftar Pustaka 1.
Levy BS, Wegman DH. Occupational health, recognizing and preventing work-related disease and injury. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000.
111
Sikap Tubuh Saat Mengangkat dan Memindahkan Pasien pada Perawat Perempuan 2. 3.
4.
5.
6.
112
Hasil konsultasi lisan dengan Dr. Jofizal Jannis, Sp S pada bulan Oktober 2006. Suryanto Dh. Hubungan kejadian nyeri punggung bawah dengan pajanan getaran seluruh tubuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada pengemudi bajaj dan ojek di sekitar Kelurahan Kayu Putih [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2006. Adnan S. Hubungan antara sikap tubuh waktu bekerja dengan nyeri punggung bawah pada perajin pelat logam [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2003. Ernawati. Nyeri pinggang bawah pada pekerja bagian produksi bumbu makanan di pabrik X Purwakarta dan faktor-faktor yang berhubungan, 2001. [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2002. Emami MJ, Abdinejad F, Nazarizadeh H. Epidemiology of low back pain in women. Irn J Med Sci 1998;23 (38.4): 116–119.13/ 01/2007.
7. 8.
9.
Insya Z. Nyeri punggung bawah pada pekerja Hotel “X” di Cikarang [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2005. Haris, Hasan M. Analisis faktor-faktor sikap tubuh pada pekerja laki-laki angkat dan angkut terhadap nyeri punggung bawah [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2007. Dirjen Binkesmas Depkes RI. Pedoman teknologi tepat guna ergonomi bagi pekerja sektor informal. Jakarta; 2001. Available from http://www.depkes.go.id/downloads/nyeri%20tengkuk.pdf;
SS
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 3, Maret 2009