HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR Correlation between Basic Home Sanitation and Housewives’ Behavior with Diarrhea Incidence on Toddler at Bena Village, Nusa Tenggara Timur Stefen Anyerdy Taosu dan R. Azizah Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
[email protected] Abstract: The diarrhea percentage at Bena Village in 2008 was 29.99%. Sanitation and behavior in maintaining and using clean water were not adequate in health. This research objective was to study the condition of basic home sanitation and people’s behavior with diarrhea incidence on toddler at Bena Village District South Amanuban of South Central Timor Regency in Nusa Tenggara Timur Province. This research was done by observation and using crosssectional approach. The independent variable was diarrhea incidence on toddler at Bena village during last 3 months and the dependent variables were basic home sanitation and housewives’ behavior. Population in 2009 was 359 housewives who have toddler under five years old. Samples were 78 respondents and were taken from random sampling with systematic sampling. The collection data were primary and secondary. The result showed the p value < 0.05 meant that there were correlation between basic home sanitation and housewives’ behavior. The most dominant factor in diarrhea incidence was the family’s closet (p = 0.003) with (α = 0.05). It is suggested that it is necessary to cooperate with government, not only in private but also in society to improve a clean and healthy live. Communication, information, and education about diarrhea are required. Keywords: basic sanitation, housewives, behaviors, diarrhea incidence Abstrak: Desa Bena memiliki angka kejadian diare yang tertinggi dengan prevalensi 29,99% pada tahun 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kondisi sarana sanitasi dasar rumah dan perilaku masyarakat yang memengaruhi kejadian diare pada balita di Desa Bena Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Rancangan penelitian berupa cross sectional, yang berusaha melakukan pengamatan atau observasi tentang hubungan sanitasi dasar rumah dan perilaku ibu rumah tangga dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas yaitu kejadian diare pada balita di Desa Bena selama 3 bulan terakhir dan variabel terikat yaitu sarana sanitasi dasar rumah dan perilaku ibu rumah tangga. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan teknik systematic random sampling, sebesar 78 responden dari 359 populasi ibu rumah tangga yang memiliki anak balita di Desa Bena pada tahun 2009. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara sarana sanitasi dasar rumah dan perilaku ibu rumah tangga dengan kejadian diare di Desa Bena dan hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan terhadap kejadian diare adalah jamban keluarga (p = 0,003) dengan (α = 0,05). Dari hasil penelitian ini disarankan dalam upaya penanggulangan penyakit diare yang terjadi di Desa Bena, perlu adanya kerja sama antara pihak pemerintah, swasta dan masyarakat guna meningkatkan pola hidup bersih dan sehat. Komunikasi, informasi dan pendidikan tentang diare perlu digalakkan secara terus-menerus guna meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama dalam upaya peningkatan pola hidup bersih dan sehat. Pendidikan kesehatan harus diberikan secara tepat dan terpadu. Kata kunci: sanitasi dasar, ibu rumah tangga, perilaku, diare
PENDAHULUAN
menjadi salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah kesehatan dalam masyarakat. Ko n d i s i s e p e r t i i n i t e n t u n y a a k a n memengaruhi tingkat kejadian penyakit terutama berbagai penyakit berbasis lingkungan seperti diare, ISPA, malaria, cacingan, dan lain-lain. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan menunjukkan bahwa sepuluh penyakit
Dewasa ini pembangunan di bidang kesehatan yang sering mendapat sorotan adalah masalah lingkungan, karena keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia belum mencapai kondisi yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena belum terpenuhinya kebutuhan sanitasi dasar sehingga
1
2 terbesar yang terdapat di wilayah Puskesmas yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan didominasi oleh penyakit yang berhubungan dengan masalah lingkungan, salah satunya adalah penyakit diare. Jumlah kasus penyakit diare di Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2008 sebanyak 19.566 kasus dengan proportional rate sebesar 4,2% (Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan, 2008). Meningkatnya kejadian penyakit berbasis lingkungan harus dicegah, sehingga dapat terwujud kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat seperti yang dicita-citakan. Ketersediaan sarana sanitasi dasar seperti air bersih, pemanfaatan jamban, pembuangan air limbah, pembuangan sampah, rumah dan lingkungan yang sehat serta membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari mutlak diperlukan. Timbulnya penyakit diare dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain status gizi, sosial ekonomi, sosial budaya, transportasi, kepadatan penduduk dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Desa Bena merupakan salah satu wilayah kerja Puskesmas Panite Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan di mana kejadian penyakit diarenya tertinggi dan meningkat dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Pada tahun 2006 terdapat 527 kasus (33,52%) dengan angka kematian 7 orang (1,33%), tahun 2007 terdapat 607 kasus (37,56%) dengan angka kematian 5 orang (0,83%) dan tahun 2008 terdapat 632 kasus (29,99%) dengan angka kematian 2 orang (0,32%). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit diare pada kurun waktu 2007–2008 tersebut perlu mendapatkan perhatian karena merupakan salah satu penyebab kematian penduduk (Laporan tahunan Puskesmas Panite, 2008). Upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit diare terus dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan melalui penetapan program maupun strategi penanggulangan penyakit diare dengan sasaran pada kelompok masyarakat yang berisiko tinggi dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya penyakit diare antara lain keadaan sanitasi dasar rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan (sarana air bersih, pemilikan jamban, saluran pembuangan air limbah, sistem pengolahan sampah), pemanfaatan dan pemeliharaan sarana kesehatan lingkungan yang
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 1–6
kurang baik serta perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat yang kurang higienis. Sehingga penelitian tentang hubungan sanitasi dasar rumah dan perilaku ibu rumah tangga dengan tingginya kejadian penyakit diare pada anak balita di Desa Bena perlu dilakukan. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian ini adalah cross sectional dan bersifat deskriptif. Dilakukan pengamatan terhadap sarana sanitasi dasar rumah dan perilaku ibu rumah tangga yang memiliki hubungan dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Sebagai instrument penelitian digunakan form penilaian dan lembar kuesioner. Populasi penelitian adalah semua ibu rumah tangga yang memiliki balita di Desa Bena Kecamatan Manuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan jumlah sampel sebanyak 78 responden. Data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara diolah secara manual, disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dianalisis dengan menggunakan uji chi square. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Bena berada di wilayah kerja Puskesmas Bena, memiliki luas wilayah 12,5 Ha. Desa Bena mempunyai jumlah penduduk 2283 jiwa dan terdiri dari 694 kepala keluarga. Jenis rumah yang paling banyak dimiliki oleh penduduk adalah rumah darurat yaitu sebanyak 453 rumah (65,28%). Untuk kepemilikan jamban, yang memiliki jamban pribadi sebanyak 639 rumah (92,08%) dan yang tidak memiliki jamban 55 rumah (7,92%). Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang memiliki hanya 138 rumah (19,9%) dan yang tidak memiliki sarana pembuangan air limbah sebanyak 556 rumah (80,1%). Sedangkan untuk sarana air bersih yang terdapat di Desa Bena adalah sumur gali (SGL). Karakteristik Responden Usia responden dalam penelitian ini terbanyak adalah 26–30 tahun (37,18%). Responden yang memiliki pendidikan yang baik (tamat SMU, D3, Perguruan Tinggi) sebesar 39,74% sedangkan responden yang berpendidikan rendah (di bawah SMU) adalah 60,26%. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan
S A Taosu dan R Azizah, Sanitasi Dasar Rumah dan Perilaku Ibu
penelitian terdahulu terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Responden yang anak balitanya pernah menderita diare dalam 3 bulan terakhir sebanyak 51 orang (65,4%), sedangkan responden yang anak balitanya tidak menderita diare dalam 3 bulan terakhir sebanyak 27 orang (34,6%). Analisis Hubungan Sanitasi Dasar Rumah dengan Kejadian Diare Responden yang menggunakan sarana air bersih yang memenuhi syarat kesehatan, untuk kebutuhan air bersih sehari-hari adalah 23 orang (29,5%), sedang sisanya yaitu sebanyak 55 orang (70,5%) tidak menggunakan sarana air bersih yang memenuhi syarat kesehatan. Sarana air bersih yang digunakan oleh masyarakat Desa Bena masih banyak yang belum memenuhi syarat kesehatan. Syarat sarana air bersih, dalam hal ini adalah sumur gali, ditinjau dari lokasi dan konstruksinya. Persyaratan lokasi sumur gali antara lain adalah memiliki jarak minimal 11 meter dari sumber pencemar bakteriologis, pada daerah yang miring lokasi sumur harus berada di atas sumber pencemar, terletak pada lapisan tanah yang mengandung air sepanjang musim, dan diupayakan terletak di daerah bebas banjir. Konstruksi sumur sesuai dengan syarat kesehatan adalah dinding sumur kedap air sedalam 3 (tiga) meter dari permukaan tanah untuk menghindari rembesan air kotor dari permukaan tanah, dilengkapi bibir sumur setinggi 7 (tujuh) meter dari permukaan tanah yang berfungsi mencegah masuknya air bekas pakai ke dalam sumur, cara pengambilan air sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pencemaran ke dalam sumur, tebal dinding sumur sesuai dengan diameter sumur, lantai sumur biasanya berbentuk persegi atau lingkaran dengan ukuran 1 meter dari bibir sumur dan kedap air, dibuat saluran pembuangan air bekas di sekitar lantai sumur (Waluyo, 1997). Angka kejadian diare pada responden yang menggunakan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan menderita diare sebanyak 48 orang (94,1%), sedangkan yang menggunakan sarana air bersih yang memenuhi syarat kesehatan menderita diare 3 orang (5,9%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan antara sanitasi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena.
3 Kualitas sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memengaruhi kualitas air yang dihasilkan oleh sarana air bersih tersebut. Dengan demikian risiko kejadian penyakit diare akan lebih besar terjadi pada keluarga yang menggunakan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Responden pengguna jamban yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 23 orang (29,5%), sedangkan yang tidak menggunakan jamban atau memiliki jamban tapi tidak memenuhi syarat kesehatan sebanyak 55 orang (70,5%). Masih banyak masyarakat di Desa Bena yang membuang air besar tidak menggunakan jamban yang memenuhi syarat. Pembuangan tinja yang terinfeksi dan dilakukan secara tidak sehat atau tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran pada sumber air. Dengan demikian untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran manusia seharusnya dilakukan di suatu tempat atau di dalam jamban yang sehat (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan dilihat dari angka kejadian diare di Desa Bena sebanyak 51 orang (65,4%), nampak bahwa yang menderita diare lebih banyak terjadi pada responden yang tidak menggunakan jamban atau jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan 50 orang (98%) dibandingkan dengan responden yang menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan 1 orang (2%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan suatu masalah yang pokok, sehingga perlu untuk diatasi sedini mungkin karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran penyakit. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia dapat melalui berbagai cara seperti melalui air, tangan, serangga dan tanah. Upaya perbaikan sanitasi lingkungan melalui penggunaan jamban yang memenuhi syarat kesehatan dapat menurunkan kejadian diare. Responden pengguna SPAL yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 18 orang (23%), sedangkan yang tidak menggunakan SPAL atau memiliki SPAL tapi tidak memenuhi syarat kesehatan sebanyak 60 orang (77%). Masih banyak masyarakat di Desa Bena yang tidak
4 memiliki saluran pembuangan air limbah atau menggunakan saluran yang tidak memenuhi syarat. Pembuangan air limbah yang dilakukan secara tidak sehat atau tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran pada permukaan tanah dan sumber air. Dengan demikian untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi air limbah terhadap lingkungan, maka limbah harus dikelola dengan baik, sehingga air limbah tidak menjadi tempat berbiaknya bibit penyakit seperti lalat, tidak mengotori sumber air, tanah dan tidak menimbulkan bau (Depkes RI, 1997). Sedangkan dilihat dari angka kejadian diare di Desa Bena yaitu sebanyak 51 orang (65,4%), nampak bahwa yang menderita diare lebih banyak terjadi pada responden yang tidak menggunakan saluran pembuangan air limbah atau memiliki saluran yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 47 orang (92,2%) dibandingkan dengan responden yang menggunakan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 4 orang (7,8%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Pembuangan air limbah yang tidak tepat merupakan suatu masalah kesehatan, sehingga perlu untuk diatasi sedini mungkin Air limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur, dan WC mengandung berbagai zat yang membahayakan manusia dan makhluk hidup di sekitarnya. Upaya perbaikan sanitasi lingkungan melalui penggunaan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan dapat menurunkan kejadian diare (Depkes RI, 1997). Responden pemilik sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 15 orang (19,2%), sedangkan yang tidak memiliki sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 63 orang (80,8%). Masih banyak masyarakat di Desa Bena yang membuang sampah di halaman sekitar rumah. Pembuangan sampah yang dilakukan secara tidak sehat atau tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan terjadinya bau tidak sedap. Dengan demikian untuk mencegah atau mengurangi pencemaran lingkungan, maka pembuangan sampah harus dikelola dengan baik, antara lain dengan menyiapkan tempat khusus untuk membuang sampah. Sedangkan dilihat dari angka kejadian diare di Desa Bena sebanyak 51 orang (65,4%),
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 1–6
nampak bahwa yang menderita diare lebih banyak terjadi pada responden menggunakan sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 49 orang (96%) dibandingkan dengan responden yang menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 2 orang (4%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare pada Pembuangan sampah merupakan suatu masalah yang pokok, sehingga perlu untuk diatasi sedini mungkin. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi tempat berbiaknya serangga pembawa penyakit, menimbulkan bau tidak sedap dan memengaruhi estetika (Depkes RI, 1997). Analisis Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tangga dengan Kejadian Diare Responden yang mengerti tentang diare dan selalu menjaga kebersihan rumah dan kebersihan diri sebanyak 35 orang (44,9%) dan responden yang kurang mengerti tentang diare atau tidak biasa menjaga kebersihan rumah dan kebersihan diri sebanyak 43 orang (55,1%). Menjaga kebersihan rumah dan kebersihan diri penting karena dapat mencegah penularan penyakit. Kuman penyakit seperti bakteri, virus, parasit dan jamur tak terlihat oleh kasatmata dan indera penciuman. Akibat dari ketidakbiasaan menjaga kebersihan dapat mempermudah penularan suatu penyakit melalui pakaian yang dipakai, makanan yang tercemar kuman, tangan yang kotor, peralatan perabot rumah tangga dan kuman dari berbagai tempat yang terbawa oleh tangan. Responden yang mengerti tentang diare dan selalu menjaga kebersihan yang menderita diare lebih rendah yaitu 12 orang (23,6%) dibandingkan dengan yang mengerti tentang diare dan tidak menjaga kebersihan yaitu sebesar 39 orang (76,4%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Dengan demikian penularan penyakit dapat dihindari dengan kebiasaan menjaga kebersihan rumah dan kebersihan diri. Responden yang biasa mencuci tangan sebelum makan sebanyak 27 orang (34,6%) dan responden yang kadang-kadang atau tidak biasa mencuci tangan sebelum makan sebanyak 51 orang (65,4%). Responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang menderita diare lebih rendah yaitu
5
S A Taosu dan R Azizah, Sanitasi Dasar Rumah dan Perilaku Ibu
12 orang (23,6%) dibandingkan dengan yang kadang-kadang atau tidak pernah mencuci tangan sebelum makan yaitu sebesar 39 orang (76,4%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Sedangkan responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar sebanyak 23 orang (29,4%) lebih rendah dibandingkan dengan yang kadang-kadang atau tidak pernah mencuci tangan setelah buang air besar yaitu sebesar 55 orang (70,6%). Bila dilihat dari angka kejadian diare, responden yang mencuci tangan setelah buang air besar lebih rendah yaitu 1 orang (2%) dibandingkan dengan yang tidak pernah mencuci tangan setelah buang air besar yaitu sebesar 50 orang (98%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Mencuci tangan menjadi kebiasaan penting yang dapat mencegah penularan penyakit. Kuman penyakit seperti bakteri, virus, parasit dan jamur tak terlihat oleh kasatmata dan indera penciuman. Akibat dari ketidakbiasaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dapat mempermudah penularan suatu penyakit melalui air, makanan yang tercemar kuman, tangan yang kotor, peralatan perabot rumah tangga dan kuman dari berbagai tempat yang terbawa oleh tangan. Dengan demikian penularan penyakit dapat dihindari dengan kebiasaan mencuci tangan menggunakan air bersih dan menggunakan sabun seperti pada penyakit infeksi saluran pencernaan, khususnya penyakit diare. Responden yang memiliki kebiasaan minum air yang telah dimasak dan menderita diare sebanyak 29 orang (56,9%), sedangkan yang memiliki kebiasaan minum air yang tidak dimasak dan menderita diare sebanyak 22 orang (43,1%). Hasil uji statistika menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan minum air dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Kontak antara agent dan host bisa terjadi melalui air, yang sering terjadi adalah melalui air minum yang tidak dimasak. Upaya menghindari kontak dapat berupa penyediaan dan pemakaian air bersih untuk kepentingan sehari-hari (mandi, masak, minum dan sebagainya) yang tidak tercemar atau telah diolah sehingga terbebas dari kuman pathogen. Perilaku hidup bersih seperti
mencuci tangan sebelum makan, mencuci tangan setelah buang air besar dan kebiasaan minum air yang telah dimasak merupakan upaya penting dalam mencegah terjadinya penyakit diare. Responden yang memiliki kebiasaan mencuci dan sterilisasi botol susu sebelum menyiapkan susu untuk balita dan menderita diare sebanyak 16 orang (31,3%), sedangkan yang tidak mencuci atau sterilisasi botol susu sebelum menyiapkan susu untuk balita dan menderita diare sebanyak 35 orang (68,7%). Hasil uji statistik didapatkan hasil yang signifikan artinya kebiasaan dan sterilisasi botol susu berhubungan dengan kejadian diare di Desa Bena. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tingginya prevalensi penyakit diare di Desa Bena disebabkan oleh banyaknya ibu rumah tangga menggunakan botol susu sebagai tempat minum balita namun masih banyak yang belum terbiasa mencuci dan sterilisasi botol susu tersebut sebelum digunakan. Dengan demikian mencuci botol susu dengan air bersih dan sabun serta sterilisasi dengan air panas sebelum menyiapkan susu bagi anak balita akan dapat mencegah terjadinya diare pada balita. Responden yang memberikan ASI ekslusif pada anak yang sesuai saran kesehatan dan menderita diare sebanyak 41 orang (80,3%), sedangkan yang tidak mendapatkan ASI ekslusif dan menderita sebanyak 10 orang (19,7%). Hasil uji statistik yang dilakukan diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare di Desa Bena. Dengan memberi ASI sampai 2 tahun sejak lahir, Air Susu Ibu mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti: Shigella spp dan Vibrio cholera. KESIMPULAN DAN SARAN Ada hubungan yang bermakna antara sarana sanitasi dasar rumah (sarana air bersih, jamban keluarga, saluran pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah) dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena tetapi yang paling dominan menyebabkan kejadian diare pada balita adalah penggunaan jamban keluarga. Begitu juga dengan perilaku responden yaitu tindakan untuk mencegah diare, kebisaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah BAB, masak air sebelum diminum, mencuci dan sterilisasi botol
6 susu mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Dalam upaya penanggulangan penyakit diare pada balita yang terjadi di Desa Bena, perlu adanya kerja sama antara pihak pemerintah, swasta dan masyarakat guna meningkatkan pola hidup bersih dan sehat. Komunikasi, informasi dan pendidikan tentang diare juga perlu digalakkan secara terus-menerus guna meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam upaya peningkatan pola hidup bersih dan sehat. Penyuluhan dan pendidikan kesehatan lingkungan harus diberikan secara tepat dan terpadu sehingga dapat memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 1–6
DAFTAR PUSTAKA Depkes RI., 1997. Pedoman Upaya Penyehatan Air bagi Petugas Sanitas Puskesmas, Jakarta: Ditjen PPM dan PLP. Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan. 2008. Profil Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta. Puskesmas Panite. 2008. Laporan Tahunan Puskesmas Panite. Waluyo, 1997. Pengaruh Sumber dan Jarak Pencemar terhadap Kualitas Mikrobiologik Air Sumur Gali di Beberapa Tempat Kotamadya Bandung, Tesis, Universitas Padjadjaran, Bandung.