HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA PRASEKOLAH (3 - 6 TAHUN) DI TK PUSPA RITA NGIPIK KECAMATAN PRINGSURAT Fitriyati Kartika Sari*, Mona Saparwati S.Kp.,Ns., M.Kep** * Mahasiswa Keperawatan ** Dosen Pembimbing Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Temper tantrum merupakan bentuk perilaku yang digunakan oleh anak untuk menampilkan rasa tidak senangnya. Perwujudan tantrum pada anak dapat menimbulkan resiko cedera dari tindakan tantrumnya. Cara orangtua mengasuh anak juga berperan menyebabkan tantrum. Orangtua yang mengasuh anak secara tidak konsisten dapat menyebabkan anak tantrum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan temper tantrum pada anak usia prasekolah di TK Puspa Rita Ngipik. Jenis desain penelitian dalam penelitian ini berbentuk desain deskriptif korelasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh orang tua dan anak usia prasekolah di TK Puspa Rita Ngipik dengan sampel yang diteliti 43 responden, menggunakan teknik total sampling serta alat pengambilan data menggunakan kuesioner. Uji analisis data menggunakan analisa kendall tau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pola asuh dominan di TK Puspa Rita ialah pola asuh demokratis 41 responden dan dominan temper tantrum pada anak ialah temper tantrum sedang 36 anak, hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan temper tantrum pada anak usia prasekolah di TK Puspa Rita Ngipik, α (0,05) dan p value sebesar 0,129. Hendaknya orang tua dapat menerapkan pola asuh yang benar dalam mendidik anak sehingga perkembangan emosional anak tidak terganggu dan akan menimbulkan temper tantrum pada anak. Orang tua harus memahami dan mencari informasi tentang perkembangan emosi anak lebih mendalam. Kata Kunci : pola asuh orang tua, temper tantrum, anak usia pra sekolah Kepustakaan : 19 (2000-2013)
PENDAHULUAN Anak merupakan makhluk yang membutuhkan perhatian, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang baik., Tugas - tugas perkembangan pada masa usia pra sekolah usia 3 sampai 6 tahun berpusat pada kemampuan anak untuk melakukan beberapa aktivitas misalnya : mempelajari ketrampilan fisik yang di perlukan untuk permainan yang umum, membangun sikap yang sehat, mengenal diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh, belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya, mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat (Hastuti, 2012). Perkembangan emosi anak usia prasekolah di mulai dari anak usia 3 tahun, anak sudah memiliki rasa takut karena anak sudah dapat mampu untuk berpura-pura, sebagai contoh anak akan merasa takut terhadap gelap karena imajinasinya berjalan-jalan dan membayangkan hal yang mengerikan. Memasuki usia 4 tahun, anak sudah dapat mandiri dan bersikap keras kepala. Memiliki determinasi diri, yaitu mampu untuk membantah dan berdebat serta menunjukkan sikap agresif ( Meggitt, 2013) Ekspresi emosi pada anak mudah berubah dengan cepat dari satu bentuk ekspresi ke bentuk ekspresi emosi yang lain. Anak dalam keadaan gembira secara tibatiba dapat langsung berubah menjadi marah karena ada sesuatu yang
dirasakan tidak menyenangkan, sebaliknya apabila anak dalam keadaan marah, melalui bujukan dengan sesuatu yang menyenangkan bisa berubah menjadi riang (Raufi, 2006). Bentuk awal dari temper tantrum pada saat anak sudah mampu mengekspresikan rasa frustasinya. Perwujudan tantrum pada anak yang dapat menimbulkan resiko cedera tersebut dapat berupa menjatuhkan badan ke lantai, memukul kepala, atau melempar barang. Usia anak bertambah serta semakin besar anak, tenaga juga semakin kuat dan akan semakin sulit bagi orang tua untuk mengendalikan atau mencegah tingkah lakunya yang tak terkendali. (Rulie, 2011). Anak yang melampiaskan temperamentalnya dapat menyakiti dirinya sendiri, meyakiti orang lain atau merusak benda yang ada disekitarnya. Benda benda yang ada disekitar anak merupakan benda keras maka akan sangat berbahaya karena anak dapat tersakiti dan mengalami cedera akibat dari tindakan tantrumnya. Perubahan perilaku tidak akan menjadi masalah bagi orang tua apabila anak tidak menunjukkan tanda penyimpangan. Akan tetapi, apabila anak telah menunjukkan tanda yang mengarah ke hal negatif akan membuat cemas bagi sebagian orang tua. Penyimpangan penyimpangan perilaku pada anak tersebut dapat terjadi karena pemilihan bentuk pola asuh yang kurang tepat. Proses pengasuhan anak bagi orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuh kembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002).
Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Mengasuh anak merupakan situasi yang interaktif, orang tua dan anak adalah individu yang tidak mudah untuk di kategorikan, namun seiring berjalannya waktu biasanya satu gaya pengasuhan yang menonjol dan bertahan. (Meggitt, 2012). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak menjadi dewasa. Pola asuh orangtua dalam hal ini sebenarnya lebih pada bagaimana orangtua dapat memberikan contoh atau teladan kepada anak dalam setiap bertingkah laku karena anak akan selalu meniru setiap tingkah laku orangtua. Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapat apa yang ia inginkan, bisa tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dan didominasi oleh orantuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku tantrum. Orangtua yang mengasuh anak secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak tantrum (Zaviera, 2008). Bentuk dari pola asuh orang tua yang dapat menimbulkan temper tantrum pada anak usia prasekolah akan mempengaruhi dan sangat berkaitan erat dengan perkembangan emosi dari anak tersebut. Pola asuh Otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma dan berkepribadian lemah. Anak usia
pra sekolah sudah mampu mengekspresikan emosi dengan katakata, namun bila pola asuh orang tua yang bersikap memaksa dengan selalu menuntut kepatuhan anak, Agar bertingkah laku seperti yang dikehendaki maka akan terjadi hambatan pada perkembangan emosi anak. Pola asuh Permisif akan menghasilkan karakteristik anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial. Anak seharusnya sudah mulai sadar terhadap aturan- aturan perilaku disituasi tertentu dan keadaan yang berbeda tetapi pada anak dengan pola asuh permisif akan memiliki kecenderungan untuk mendapatkan sesuatu menjadi suatu keharusan. orang tua tidak menanamkan sebuah disiplin dan minimnya sebuah komunikasi dari orang tua kepada anak, sehingga apabila tidak terpenuhi maka anak akan menunjukkan marahnya dengan temper tantrum. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karekteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru. Pola asuh demokratis ini membantu anak untuk untuk dapat mengembangkan diri berdasarkan kemampuannya, sehingga adanya kontrol diri yang bagus pada anak sehingga dapat mengurangi temper tantrumnya (Drey, 2006) . Survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di TK Puspa Rita Ngipik dengan jumlah siswa 43 anak dengan usia antara 4 dan 5 tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di sekolah tersebut dapat diketahui bahwa seluruh anak
didiknya pernah mengalami tindakan yang mengarah pada temper tantrum seperti rewel, merengek, ngambek, bahkan tidakan agresif seperti memukul teman atau merebut sesuatu milik temannya. Tindakan yang lebih sering di lakukan anak ialah merengek atau rewel dengan jumlah 55%, ngambek atau tidak melakukan aktivitas atau kegiatan sebanyak 25% dan sisanya sebanyak 20% melakukan tindakan agresif seperti memukul dan merebut barang milik temannya. Pada anak usia pra sekolah kejadian ini memang sudah jauh berkurang dibandingkan pada anak usia di bawahnya, namun demikian apabila kejadian ini tetap berlanjut dan dibiarkan maka dikhawatirkan terjadi perkembangan yang negatif pada diri anak. Berkaitan dengan fenomena di atas maka dalam penelitian ini peneliti mengambil judul “Pola Asuh Orangtua dengan Temper Tantrum pada Anak Prasekolah (3 – 5 Tahun ) di TK Puspa Rita Ngipik”.
METODE Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian diskriptif korelasi untuk mengetahui hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orang tua terutama ibu dan anak di TK Puspa Rita Ngipik yang berjumlah 43 anak. Teknik pengambilan sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teknik total sampling. Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel dari seluruh anak usia pra sekolah di TK Puspa Rita Ngipik.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 43 anak. Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi, yang kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Keeratan hubungan pengetahuan dengan dukungan masyarakat diuji dengan menggunakan uji statistik kendall tau.
HASIL PENELITIAN Gambaran Pola Asuh Orang Tua pada Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) Gambaran pola asuh orang tua pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) dapat di lihat dari tabel berikut : Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Asuh pada Anak Usia Pra Sekolah (3-6 Tahun) di TK Puspa Rita Ngipik Pola Asuh Persentase (%) Demokratis 41 95,3 Otoriter 2 4,7 Total 43 100,0 Tabel 5.1 menunjukkan bahwa hampir semua pola asuh dalam kategori demokratis yaitu sebanyak 41 responden (95,3%), hanya 2 responden (4,7%) kategori pola asuh otoriter. Gambaran Temper Tantrum pada Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) Gambaran temper tantrum pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) dapat dilihat dari Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Temper Tantrum pada Anak Usia Pra Sekolah (3-6 Tahun) di TK Puspa Rita Ngipik
Temper Tantrum Frekuensi Persentase (%) Ringan 36 83,7 Sedang 7 16,3 Total 43 100,0 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian responden mengalami temper tantrum ringan yaitu sebanyak 36 responden (83,7%), dan responden yang mengalami temper tantrum sedang sebanyak 7 responden (16,3%). Analisa Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Temper Tantrum pada Anak Usia Pra Sekolah (3-6 Tahun) di TK Puspa Rita Ngipik Tabel 5.3 Tabulasi Silang Pola Asuh Orang Tua dengan Temper Tantrum pada Anak Usia Pra Sekolah (3-6 Tahun) di TK Puspa Rita Ngipik Pola Temper Total p Asu Tantrum va h lu Ring Seda e an ng f % f % f % Dem 3 8 5 12 4 10 0, okrat 6 7, ,2 1 0, 12 is 8 0 9 Otor 0 0, 2 10 2 10 iter 0 0, 0, 0 0 Tota 3 8 7 16 4 10 l 6 3, ,3 3 0, 7 0 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa persentase responden yang mengalami temper tantrum ringan semuanya terjadi pada responden dengan pola asuh demokratis (87,8%). Persentase responden yang mengalami temper tantrum sedang dengan pola asuh otoriter (100,0%) lebih besar dibandingkan dengan
responden yang mengalami temper tantrum sedang dengan pola asuh demokratis (12,2%) Uji statistik dengan Kendall Tau didapatkan p value=0,129>0,05 sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan temper tantrum pada anak usia pra sekolah (3-6 tahun) di TK Puspa Rita Ngipik PEMBAHASAN Gambaran Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Usia Pra sekolah (3-6 tahun) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang digunakan di TK Puspa Rita Ngipik dalam kategori pola asuh demokratis yaitu sebanyak 41 responden (95,3%), yang di tunjukkan dengan Orang tua yang bersikap rasional seperti memberikan perhatian kepada anak ketika anak mengalami permasalahan, menghadapi anak yang bersikap kurang baik dengan cara yang bijak, menghargai sikap baik anak, mampu mengkomunikasikan peraturan dengan baik dan jelas kepada anak. Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua antara lain pendidikan dan pengalaman mengasuh orang tua. Pendidikan dan pengalaman mengasuh orangtua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak
dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak, dan pengalaman orang tua dalam merawat anak sebelumnya (Edwards, 2006). Latar belakang pendidikan orangtua, pengalaman orang tua serta informasi yang didapat oleh orangtua tentang cara mengasuh anak, kultur budaya, kondisi lingkungan sosial, ekonomi akan mempengaruhi bagaimana orangtua memberikan pengasuhan pada anak-anak mereka (Winengan, 2007). Orangtua yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orangtua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Supartini, 2004). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setyono (2009), tentang pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman mengasuh orang tua terhadap pola asuh anak. Hasil perhitungan korelasi sebesar 0,820 berarti terdapat hubungan yang sangat kuat antara tingkat pendidikan orang tua dan prngalaman mengasuh dengan pola asuh anak. Kesimpulan penelitian terdapat hubungan yang sangat kuat antara tingkat pendidikan dan pengalaman mengasuh orang tua dengan pola asuh anak. Terdapat pengaruh yang kuat dan signifikan antara tingkat pendidikan dan pengalaman mengasuh orang tua terhadap pola asuh anak. Orang tua dengan tingkat pendidikan dan pengalaman mengasuh yang cenderung rendah lebih memilih pola asuh tipe Laissez Faire atau pola asuh otoriter. Sedangkan orang tua dengan tingkat pendidikan dan pengalaman mengasuh yang cenderung tinggi lebih memilih pola asuh tipe demokratis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang digunakan di TK Puspa Rita Ngipik dalam kategori pola asuh otoriter yaitu sebanyak 2 responden (4,7%), yang di tunjukkan dengan orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman– ancaman. Orang tua cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tidak seggan menghukum anaknya. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. Pola asuh otoriter dapat di pengaruhi oleh faktor lingkungan serta budaya yang ada di masyarakat. Faktor sosial, ekonomi, lingkungan, budaya dan pendidikan memberikan kontribusi pada kualitas pengasuhan orangtua (Zevalkinki, 2007). Pengasuhan merupakan proses yang panjang, maka proses pengasuhan akan mencakup 1) interaksi antara anak, orang tua, dan masyarakat lingkungannya, 2) penyesuaian kebutuhan hidup dan temperamen anak dengan orang tuanya, 3) pemenuhan tanggung jawab untuk membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak, 4) proses mendukung dan menolak keberadaan anak dan orang tua, serta 5) proses mengurangi resiko dan perlindungan tehadap individu dan lingkungan sosialnya. Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orangtua terhadap anaknya (Edwards, 2006).
Orangtua sering kali mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak,kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak, karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan (Edwards, 2006). Orangtua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orangtua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya (Anwar,2000). Gambaran Temper Tantrum Pada Anak Usia Pra Sekolah (3-6 tahun) Hasil penelitian menunjukkan bahwa temper tantrum pada anak usia pra sekolah di TK Puspa Rita Ngipik dalam kategori temper tantrum ringan yaitu sebanyak 36 responden (83,7%), Yang ditunjukkan dengan ekspresi emosi anak ketika tidak terpenuhi keinginan nya, jika tidak mampu melakukan sesuatu, bila perjalanan jauh, orang tua terlalu mengekang anak akan menunjukkan ekspresi emosi nya dengan menangis, merengek, dan berteriak-teriak tetapi tidak sampai melukai atau membahayakan anak tersebut, orang yang di sekitar maupun lingkungan nya. Faktor yang mempengaruhi temper tantrum anak dalam kategori ringan antara lain anak merasa lelah, lapar, sakit atau merasa tidak nyaman dan stress. Kondisi sakit, lelah serta lapar dapat menyebabkan anak menjadi rewel. Anak yang tidak pandai mengungkapkan apa yang
dirasakan maka kecenderungan yang timbul adalah rewel, menangis serta bertindak agresif. Anak yang merasa terancam, tidak nyaman dan stress apalagi bila tidak dapat memecahkan permasalahannya sendiri ditambah lagi lingkungan sekitar yang tidak mendukung menjadi pemicu anak menjadi temper tantrum (Zaviera, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa temper tantrum pada anak usia pra sekolah di TK Puspa Rita Ngipik dalam kategori temper tantrum sedang yaitu sebanyak 7 responden (16,3%), yang ditunjukkan dengan ekspresi yang lebih untuk mengeluarkan semua perasaan yang menumpuk, seperti cara anak menghadapi situasi ketika anak tersebut menolak untuk dinasehati, menolak untuk melakukan tindakan rutinitas, melalukan aktivitas bermain, atau hanya untuk mencari perhatian dari orang tua nya, tetapi anak mengekspresikannya dengan tidak terlalu membahayakan dan melukai dirinya sendiri, orang maupun lingkungan disekitarnya seperti marah serta melempar barang yang di gunakan untuk bermain anak. Faktor yang mempengaruhi temper tantrum antara lain pola asuh orang tua. Orangtua dalam hal ini sebenarnya lebih pada bagaimana orangtua dapat memberikan contoh atau teladan kepada anak dalam setiap bertingkah laku karena anak akan selalu meniru setiap tingkah laku orangtua. Jika anak melihat orangtua meluapkan kemarahan atau meneriakkan rasa frustasi karena hal kecil, maka anak akan kesulitan untuk mengendalikan diri. Seorang anak perlu melihat bahwa orang dewasa dapat mengatasi frustasi dan
kekecewaan tanpa harus lepas kendali, dengan demikian anak dapat belajar untuk mengendalikan diri. Orangtua jangan menghadapkan anak dapat menunjukkan sikap yang tenang jika selalu memberikan contoh yang buruk. Gejala yang muncul dapat dilihat dari mengukur seberapa berat atau ringan dampak dari temper tantrum yang di alami oleh anak. Hasil menunjukkan bahwa anak di TK Puspa Rita lebih dominan temper tantrum ringan, hanya sebagian anak yang mengalami temper tantrum sedang fdan tidak adaanak yang mengalami temper tantrum berat. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temper Tantrum Pada Anak Usia Pra Sekolah (3-6 tahun) Hasil analisis hubungan antara pola asuh orang tua dengan temper tantrum di TK Puspa Rita diperoleh orang tua yang mempunyai menerapkan pola asuh demokratis dengan anak temper tantrum ringan dengan orang tua yang sebanyak 36 responden. Hal ini di tunjukkan dengan cara yang masih normal untuk mengeluarkan semua perasaan yang menumpuk atau keinginan untuk anak untuk mandiri akan lebih banyak menuntut dan menunjukkan tingkah laku yang membangkang, anak berganti-ganti perilaku antara kemandirian dan bertingkah manja seperti menangis, merengek dan berteriak-teriak tidak sampai melukai dirinya, orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. Responden yang memiliki cara pengasuhan dengan pola asuh demokratis dengan anak temper tantrum ringan di dukung oleh pendidikan dan pengalaman orang tua yang baik. Pendidikan dan
pengalaman orangtua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak (Edwards, 2006). Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pola asuh orang tua dengan temper tantrum di TK Puspa Rita Ngipik diperoleh orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis dengan anak yang mempunyai temper tantrum sedang sebanyak 5 anak. Hal ini ditunjukkan dengan ekspresi yang lebih untuk mengeluarkan semua perasaan yang menumpuk, tetapi tidak terlalu membahayakan dan melukai dirinya sendiri, orang maupun lingkungan disekitarnya seperti marah serta melempar barang yang di gunakan untuk bermain anak dengan orang tua yang menerapkan pola asuh yang bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pemikiran - pemikiran dan bersikap realitis terhadap kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya pada anak bersifat hangat. Hasil analisis hubungan antara pola asuh orang tua dengan temper tantrum di TK Puspa Rita diperoleh orang tua yang mempunyai menerapkan pola asuh otoriter dengan anak temper tantrum ringan tidak ada. Hasil analisis hubungan antara pola asuh orang tua dengan
temper tantrum di TK Puspa Rita diperoleh orang tua yang mempunyai menerapkan pola asuh otoriter dengan anak temper tantrum sedang sebanyak 2 responden. Hal ini di tunjukkan dengan ekspresi yang lebih untuk mengeluarkan semua perasaan yang menumpuk, tetapi tidak terlalu membahayakan dan melukai dirinya sendiri, orang maupun lingkungan disekitarnya seperti marah serta melempar barang yang di gunakan untuk bermain anak. Pada penelitian ini tidak ada nya hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengantemper tantrum pada anak di karenakan faktor yang menyebabkan temper tantrum pada anak tidak hanya faktordari pola asuh orang tua, tetapi ada faktor lain yang mempengaruhi sehingga temper tantrum bisa muncul pada anak usia pra sekolah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah di lakukan, kesimpulan penelitian ini adalah Pola asuh orang tua pada anak usia pra sekolah (3-6 tahun) di TK Puspa Rita Ngipik dalam kategori pola asuh demokratis yaitu sebanyak 41 responden (95,3%), pola asuh otoriter yaitu sebanyak 2 responden (4,7%), pola asuh permisif yaitu tidak ada. Temper tantrum pada anak usia pra sekolah di TK Puspa Rita Ngipik dalam kategori temper tantrum ringan yaitu sebanyak 36 responden (83,7%), temper tantrum sedang yaitu sebanyak 7 responden (16,3%), temper tantrum berat yaitu tidak ada. Tidak ada hubungan pola asuh orang tua dengan temper tantrum pada anak
usia pra sekolah di TK Puspa Rita Ngipik, dengan nilai p-value sebesar 0,129 > α (0,05).
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat di berikan antara lain : Hendaknya orang tua dapat menerapkan pola asuh yang benar dalam mendidik anak sehingga perkembangan emosional anak tidak terganggu, sepertiakan terjadi temper tantrum yang berat pada anak dengan menggali pengetahuan dan informasi lebih mendalam baik melalui buku perkembangan anak maupun dari psikolog anak. Hendaknya bagi institusi pendidikan dapat memanfaatkan hasil ini yaitu sebagai tambahan referensi khususnya dalam menangani anak dengan temper tantrum, sehingga dapat mengarahkan orang tua anak untuk mengarahkan emosional anak kearah yang lebih baik. Hendaknya bagi peneliti selanjutnya meningkatkan hasil penelitian dengan mengendalikan variabel lain yang mempengaruhi penelitian ini yaitu menambahkan variabel independen sehingga di peroleh hasil penelitian yang lebih lengkap misalnya pendidikan orang tua,ekonomi dan sosial.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, M. (2000). Peranan gizi dan pola asuh dalam meningkatkan kualitas tumbang http://anak.ad.co.id/berita baru/berita.id.169.
anak,
Arikunto (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Drey, C. (2006). Ketika anak sulit diatus : panduan orangtua mengubah masalah perilaku anak. Bandung : PT. Mizan Pustaka. Psikologi Hastuti (2012). perkembangan anak. Jakarta : Tugu Publisher. Hurlock, E. B. (2000). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga. Jas & Rahmadiana. (2004). Mengkomunikasikan moral pada anak. Jakarta : PT Elex Komputindo. Kartono. K (2007). Psikologi anak. Jakarta : Erlangga. Meggitt, C (2013). Memahami perkembangan anak. Jakarta : Indeks. Notoatmodjo, S (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metode penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Patmonodewo, S. (2003). Pendekatan anak prasekolah. Cetakan kedua. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Radiyah, N (2010). Hubungan pola asuh orang tua terhadap intensitas temper tantrum pada anak autis di SLB Bakti Luhur, Malang. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Riyanto. T (2002) Pembelajaran sebagai proses bimbingan pribadi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Setiadi. 2008. Keperawatan keluarga. EGC, Jakarta. Soetjiningsih. 2007. Tumbuh kembang anak. Jakarta : EGC. Sugiyono. 2007. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Tandry, N (2008). Bad behaviour, tantrums and tempers. Jakarta : PT Elex Komputindo. Wong, L (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC. Zaviera, F (2008). Mengenali dan memahami tumbuh kembang anak. Jogjakarta : Kata Hati.