HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL PERSONAL ANAK USIA PRASEKOLAH THE RELATIONSHIP BETWEEN PARENTING WITH PERSONAL SOCIAL DEVELOPMENT IN PRESCHOOLER Sukma Amperiana, Akademi Kebidanan Pamenang, Pare, Kediri ABSTRAK Orang tua adalah pembinaan pribadi yang pertama dalam hidup anak. Hubungan orang tua dengan sesama mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan anak. Diperkirakan 2-3% anak di dunia mengalami ADHD. Di Amerika Serikat, ADHD menimpa sekitar 2 juta anak. Sementara di Jakarta, prevalensinya sekitar 26,2% (Arnita (2006), www.majalah-farmacia.com). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial personal anak usia prasekolah. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasional dengan metode Cross Sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 68,57 % responden yang mempunyai pola asuh demokratis mempunyai anak dengan perkembangan sosial personal yang cukup sebanyak 37,14% dan yang mempunyai anak dengan perkembangan sosial personal yang baik sebanyak 28,57%. Setelah data diuji dengan menggunakan uji koefisien kontingensi, maka nilai koefisien kontingensi adalah 0,636, sedangkan nilai Approx. sig. menunjukkan angka 0,01. Pada α = 0,05, maka nilai approx.sig < α (0,001< 0,05). Data tersebut membuktikan bahwa nilai approx.sig. lebih kecil dari pada 0,05 sehingga menolak H0 dan menerima H1. Kesimpulan pada penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial personal anak usia prasekolah. Pemberian pola asuh yang baik dari orang tua merupakan suatu metode yang paling baik dalam mengoptimalkan perkembangan sosial personal anak usia prasekolah. Kata Kunci : Pola Asuh, Perkembangan Sosial Personal, Usia Prasekolah
ABSTRACT Parents are the first educator in children's lives. The relationship between parents and child give influence in their growth. About 2-3% childs in the world that got ADHD. In Jakarta, the prevalence about 26,2% (Arnita (2006), www.majalah-farmacia.com). The purpose of this research is to know the relationship between parenting and personal social development in preschooler. This research using analytic-correlational design with cross sectional. The result are about 68,57% respondent that have democratic parenting have some child with medium personal social developmentabout 37,14% and that have some child with good personal social development about 28,57%. After using coefficient contingency test, the value of coefficient contingency is 0,636, and approx.sig. value is 0,01. When α = 0,05, so the value of approx.sig < α (0,001< 0,05). The data show that the value of approx.sig less than 0,05, so it receive H1. The conclusion of this research is there is a relationship between parenting with personal social development in preschooler. Good parenting from parent is the best method to optimalize personal social development in preschooler. Keywords : Parenting, Personal Social Development, Preschooler
PENDAHULUAN Orang tua adalah pembinaan pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Hubungan orang tua dengan sesama mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang akan membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang terbuka dan mudah dididik, karena ia mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk tumbuh dan berkembang (Munir (2010), zaldym.wordpress.com). Usia prasekolah memberikan kesempatan luas kepada anak untuk mengembangkan ketrampilan sosialnya. Di usia inilah anak mulai melihat dunia luar, belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok, moral, dan tradisi (iini (2010), www.iini08.student.ipb.ac.id). Permasalahan yang muncul di tempat penelitian adalah kurangnya kemampuan anak dalam berinteraksi dengan teman sebayanya dan mereka cenderung bergaul dengan orang tuanya masing-masing. Penelitian yang dilakukan di Amerika oleh Cooper (2009, www.nccp.org) menyatakan bahwa masalah sosial emosional sering terjadi pada anak, sekitar 9,5-14,2% anak usia 0-5 tahun mengalami gangguan sosial emosional yang nantinya akan berdampak negatif pada pertumbuhan, perkembangan dan kesiapannya untuk bersekolah. Prevalensi terjadinya masalah sosial emosional lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Pada saat ini, kasus gangguan pemusatan perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD) juga banyak dijumpai. Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi, maupun komunikasi. Diperkirakan 2-3% anak di dunia mengalami ADHD. Di Amerika Serikat, ADHD menimpa sekitar 2 juta anak. Sementara di Jakarta, prevalensinya sekitar 26,2%, biasanya laki-laki lebih sering mengalami ADHD dari pada perempuan (Arnita (2006), www.majalah-
farmacia.com). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan bahwa di Kota Kediri mempunyai jumlah balita dan anak usia prasekolah sebanyak 24.523, yang dilakukan deteksi dini hanya 7.622 balita dan anak prasekolah, sedangkan di Kabupaten Kediri yang memiliki balita dan anak prasekolah sebanyak 125.728, yang dilakukan deteksi dini hanya 50.689 balita dan anak prasekolah. Hal ini menunjukkan bahwa belum dilakukan deteksi dengan tepat sehingga tidak bisa diketahui jumlah anak dengan kelainan tumbuh kembang yang sesungguhnya (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2004). Berdasarkan studi pendahuluan dengan cara melakukan wawancara terhadap 7 orang responden di TK Kusuma Mulia Desa Pakis pada tanggal 20 oktober 2011 didapatkan data sebagai berikut : 3 orang responden cenderung menuruti semua keinginan anak, dan 4 orang lainnya tidak memanjakan anak dan cenderung mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum menuruti keinginan anak. 2 dari 3 orang anak yang cenderung dituruti keinginannya menunjukkan kurangnya kemampuan dalam berinteraksi dengan teman sebayanya dan 3 dari 4 orang anak yang tidak dimanjakan oleh orang tuanya menunjukkan adanya kemauan untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Kesalahan dalam memberikan pola asuh maupun menyikapi pertumbuhan anak dengan melarang anaknya untuk beraktivitas, sering memarahi ketika anak membuat kesalahan, akan mengakibatkan anak menjadi murung karena peran sosial dan tanggung jawab sosial yang rendah dalam mengintrogasikan anaknya, sehingga anak menunjukkan kekakuan dan penurunan komunikasi verbal, yang akhirnya perkembangan anak terganggu. Untuk mengatasi masalah perkembangan sosial pada anak usia prasekolah adalah dengan memberikan Health Education tentang pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas yang diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang anak yang dilakukan pada masa kritis. Untuk menciptakan kondisi yang
demikian, penulis membutuhkan dukungan dan keterlibatan aktif semua pihak terkait utamanya orang tua, pendidik, dan masyarakat. Kesungguhan dan perhatian semua pihak terkait dalam menyelenggarakan kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak akan membuahkan hasil yang diharapkan yaitu terwujudnya generasi penerus yang tangguh dan berkualitas di masa depan.
Dari gambar 4.1 di atas dapat diketahui bahwa usia responden yang terbanyak adalah usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 51,42% (18 orang), sedangkan usia responden yang paling sedikit yaitu usia di atas 40 tahun yaitu sebanyak 20% (7 orang). b. Pendidikan
MATERI DAN METODE Dalam penelitian Analitik ini menggunakan pendekatan penelitian Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua yang mempunyai anak usia prasekolah di TK Dharma Wanita Desa Pakis Kecamatan Kunjang Kabupaten Kediri sebanyak 35 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah semua orang tua yang mempunyai anak usia prasekolah di TK Dharma Wanita Desa Pakis Kecamatan Kunjang Kabupaten Kediri sebanyak 35 orang. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling atau sampling jenuh. Instrument penelitian yang digunakan untuk menilai pola asuh orang tua adalah dengan menggunakan kuesioner yang terdiri atas 10 pertanyaan. Sedangkan untuk menilai perkembangan sosial personal anak usia prasekolah dengan menggunakan kuesioner sebanyak 15 pertanyaan yang diadopsi dari Kuesioner Perilaku Anak Prasekolah (KPAP). HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Data Umum
a.
Umur
Gambar 4.2 Diagram Pie Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan responden di TK Dharma Wanita Desa Pakis
Dari gambar 4.2 di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SD dan SLTP yaitu sebesar 42,86% (15 orang). c. Pekerjaan
Gambar 4.3 Diagram Pie Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan responden di TK Dharma Wanita Desa Pakis
Dari gambar 4.3 di atas dapat diketahui bahwa pekerjaan responden yang paling banyak adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebesar 80% (28 orang), sedangkan pekerjaan yang paling sedikit adalah sebagai swasta yaitu sebesar 5,72% (2 orang). d.
Gambar 4.1 Diagram Pie Distribusi frekuensi berdasarkan umur responden di TK Dharma Wanita Desa Pakis
Usia Anak
Gambar 4.4 Diagram Pie Distribusi frekuensi berdasarkan usia anak di TK Dharma Wanita Desa Pakis Kecamatan Kunjang
Dari gambar 4.4 di atas dapat diketahui bahwa anak yang berusia antara usia 5-6 tahun adalah yang paling banyak yaitu sebesar 80% (28 orang), sedangkan yang berusia lebih dari 6 tahun sebanyak 8,57% (3 orang). e.
Jenis Kelamin Anak
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar perkembangan sosial personal anak usia prasekolah adalah cukup yaitu sebesar 42,86% (15 orang), sedangkan anak dengan perkembangan sosial personal yang baik dan yang kurang mempunyai angka yang sama yaitu sebesar 28,57% (10 orang). c. Tabulasi Silang Hubungan Antara Pola Asuh dengan Perkembangan Sosial Personal Anak Usia Prasekolah
Gambar 4.5 Diagram Pie Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin anak di TK Dharma Wanita Desa Pakis
Tabel 4.11 Tabulasi silang hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial personal anak usia prasekolah di TK Dharma Wanita Desa Pakis Kecamatan Kunjang
Dari gambar 4.5 di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin anak yang paling banyak adalah perempuan yaitu sebesar 51,43% (18 orang). 2. Data Khusus a.
Pola Asuh Orang Tua
Tabel 4.1 Tabel Distribusi frekuensi berdasarkan pola asuh orang tua di TK Dharma Wanita Desa Pakis Kecamatan Kunjang
Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa sebanyak 68,57 % (24 orang) responden yang mempunyai pola asuh demokratis mempunyai anak dengan perkembangan sosial personal yang cukup sebanyak 37,14% (13 orang) dan yang mempunyai anak dengan perkembangan sosial personal yang baik sebanyak 28,57% (10 orang). d.
Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa pola asuh yang paling banyak digunakan oleh responden adalah demokratis yaitu sebesar 68,57% (24 orang), sedangkan yang paling sedikit adalah permisif dan otoriter yaitu sebesar 8,57% (3 orang). b. Perkembangan Sosial Personal Anak Usia Prasekolah Tabel 4.2 Tabel Distribusi frekuensi berdasarkan perkembangan sosial personal anak usia prasekolah di TK Dharma Wanita Pakis
Analisa Data
Dari hasil analisa data dapat diketahui bahwa nilai koefisien kontingensi adalah 0,636, sedangkan nilai pendekatan menunjukkan angka 0,01. Data tersebut dapat ditarik kesimpulkan bahwa menolak H0 dan menerima H1. Pembahasan 1.
Pola Asuh Orang Tua
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa orang tua yang mempunyai pola asuh demokratis adalah sebanyak 68,57%, yang mempunyai pola asuh situasional sebanyak 14,29%, yang mempunyai pola asuh permisif sebanyak 8,57%, dan yang mempunyai pola asuh otoriter sebanyak
8,57%. Data yang mendukung tipe pola asuh orang tua adalah orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 42,86%, dan sebanyak 24,70% mempunyai pola asuh demokratis. Jika ditinjau dari segi usia, responden yang paling banyak adalah yang berusia 31-40 tahun yaitu sebanyak 51,42%, dan sebanyak 29,58% mempunyai pola asuh demokratis. Menurut Prasetya (2004 : 94), Orang tua yang mendapat pendidikan yang baik, cenderung menetapkan pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya terbatas. Sedangkan menurut Supartini (2004 :23), rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran pengasuhan. Apabila terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat menjalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial. Dari fakta dan teori di atas dapat dikatakan bahwa semakin dewasa usia seseorang maka mereka akan lebih bijaksana dalam bertindak dan mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena semakin dewasa usia seseorang maka pengalaman hidup yang diperoleh akan semakin banyak. Begitu pula dengan pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka berbagai macam informasi yang diperoleh juga semakin banyak. Bukan berarti yang memiliki tingkat pendidikan rendah tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh informasi, pengetahuan yang memadai tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pengalaman dan informasi dari media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, dan TV. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi, usia yang semakin dewasa, maupun informasi yang semakin memadai dapat dijadikan sebagai pedoman bagi orang tua untuk menerapkan suatu pola asuh yang dianggap paling bagi untuk diterapkan pada anaknya yaitu pola asuh demokratis. 2. Perkembangan Sosial Personal Anak Usia Prasekolah Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa anak yang mempunyai perkembangan sosial personal yang baik
sebanyak 28,57%, yang mempunyai perkembangan sosial personal yang cukup sebanyak 42,86%, dan yang mempunyai perkembangan sosial personal yang kurang sebanyak 28,57%. Orang tua yang mempunyai pendidikan SD dan mempunyai anak dengan perkembangan sosial personal baik sebanyak 8,57%, sedangkan orang tua yang mempunyai pendidikan SLTP dan mempunyai anak dengan perkembangan sosial personal kurang sebanyak 11,43%. Menurut Syamsu Yusuf (2007 : 59), faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan sosial personal anak prasekolah antara lain faktor keluarga dan kematangan anak. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Begitu juga dengan usia, semakin meningkat usia seseorang maka kematangannya juga semakin meningkat. Dari fakta dan teori di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling utama dalam mempengaruhi perkembangan sosial personal anak adalah keluarga. Ketika orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk banyak bergaul dengan teman sebayanya maka mereka akan lebih terbuka untuk menerima dunia luar, lebih mandiri, dan mempunyai perkembangan sosial yang lebih baik. Di samping pola asuh, tingkat pendidikan orang tua juga mempunyai peran terhadap perkembangan sosial personal anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka nilai-nilai moral yang diajarkan kepada anak juga semakin berkualitas. Nilai-nilai moral yang telah mereka pelajari dari orang tua akan berdampak pada peningkatan kemampuan anak dalam melakukan hubungan sosial dengan orang lain. 3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Sosial Personal Anak Usia Prasekolah Di antara 68,57% yang mendapatkan pola asuh demokratis, sebanyak 28,57% mempunyai tingkat perkembangan sosial personal baik, 37,14% mempunyai perkembangan sosial personal cukup, dan 2,86% mempunyai perkembangan sosial personal kurang. Sedangkan 14,29% yang mendapatkan pola
asuh situasional, 2,86% mempunyai perkembangan sosial personal cukup dan yang lainnya mempunyai perkembangan sosial personal yang kurang. Dari hasil analisa data yang ditunjukkan pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai chi hitung lebih besar dari pada α dan nilai approx.sig. lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa menolak H0 dan menerima H1. Kesimpulan yang dapat diambil dari data tersebut adalah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial personal anak usia prasekolah di TK Dharma Wanita Desa Pakis Kecamatan Kunjang Kabupaten Kediri dengan arah hubungan positif dan memiliki kekuatan hubungan yang kuat. Menurut Thoha (2006 : 87), faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua tidak hanya pendidikan dan usia orang tua saja, tetapi juga usia dan kepribadian anak. Anak yang ekstrovert akan bersifat lebih terbuka terhadap rangsangan-rangsangan yang datang pada dirinya dibandingkan dengan anak yang introvert. Orang tua yang memberikan dukungan dan dapat menerima sikap tergantung pada usia anak. Orang tua akan lebih memberikan kelonggaran pada anak usia pra sekolah dari pada usia sekolah. Dari data dan teori di atas dapat dikatakan bahwa dibandingkan dengan pola asuh otoriter, permisif, dan situasional, pola asuh yang paling baik adalah pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis lebih banyak dipilih oleh responden karena mereka menyadari bahwa pengajaran yang terbaik untuk anak pada saat ini adalah memberikan kesempatan yang luas kepada anak untuk menunjukkan kreatifitasnya dan mengambil keputusannya sendiri dengan tetap memberikan pengawasan. Dengan pola asuh yang seperti itu, anak diajarkan untuk banyak mengambil pelajaran dari lingkungan sekitar, lebih terbuka dan mudah menerima dengan orang lain. Dengan demikian mereka juga akan mudah diterima oleh orang lain. Anak yang diberikan pengasuhan demokratis akan lebih mudah dalam menata emosi sehingga lebih mudah diterima dalam lingkungan sosialnya. Pada saat ini, Pola asuh yang cenderung mengekang anak atau terlalu memanjakan
anak mulai ditinggalkan oleh orang tua karena mereka sudah mulai menyedari bahwa pemberian pola asuh yang seperti itu justru akan menjerumuskan anak dan mengarahkan perkembangan mereka ke arah negatif. KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini antara lain : 1. Pola asuh orang tua pada anak usia prasekolah adalah demokratis yaitu sebesar 68,57%. 2. Perkembangan sosial personal anak usia prasekolah adalah cukup yaitu sebesar 42,86%. 3. Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial personal anak usia prasekolah dengan arah hubungan positif dan memiliki hubungan yang kuat (c = 0,636, p ≤ 0,05). DAFTAR PUSTAKA Arnita. (2006). Kontroversi Seputar Terapi ADHD. www.majalah-farmacia.com. (download : 5 Oktober 2011). Bahiyatun. (2011). Buku Ajar Bidan : Psikologi Ibu dan Anak. Jakarta : EGC. Cooper, Janice L. (2009). The Needs of Young Child. www.nccp.org. (download : 05 Okteber 2011). Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hidayat, Aziz A. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Iini. (2010). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah. www.iini08.student.ipb.ac.id. (download : 05 Oktober 2011). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Data Penduduk Sasaran Program. www.depkes.co.id. (download : 13 Nopember 2011) Munir, Zaldi. (2010). Peran dan Fungsi Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. www.zaldym.wordpress.com. (download : 05 Oktober 2011).
Nisa. (2009). Menjadi Orang Tua yang Baik untuk Perkembangan Anak. www.idshvoong.com. (download : 5 Oktober 2011).
Thomas & Vijayakumar. (2007). Parenting children under three years of age in south Indian setting. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed.com. (Download : 9 Desember 2011).
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Wikipedia. (2011). Parenting style. www.wikipedia.org. (download : 03 Nopember 2011)
Prasetya, Tembong. (2004). Pola Pengasuhan Ideal. Jakarta : Elex Media Computindo.
Wong, Donna L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.
--------------------. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed.6. Vol.1. Jakarta : EGC. Yasin. (2001). Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Surabaya : Cipta Karya. Yusuf, Syamsu. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT. Remaja.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Dasar
Thoha, Chabib. (2006). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar (IKAPI).