Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK USIA PRASEKOLAH DITINJAU DARI ASPEK BUDAYA LAMPUNG Nita Fitria Prodi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung email:
[email protected] Abstract Culture values have big effort toward individual mind set. In family life, there is a culture in educate their children that need their parents’ thoughtfulness and control in childhood development stages. Individual character building started from parenting that implemented on their children by their parents. The objective of this research explained about parenting profile of lampungnese in educate pre-school children. Method of this research was qualitative descriptive. The data were taken by interview included observation and document data (triangulation). The result shown that Lampungnese parents had authoritative parenting character. This fact is relevant to Lampungnese character such as firm and dominant. Keywords: Pola Asuh, Anak Prasekolah, Budaya.
yang
1. PENDAHULUAN Setiap anak yang dilahirkan ke
lahir
seperti
memberi
ternilai
(Sardiman, A.M, 2003).
Anak
merupakan
sumber kebahagiaan dan dambaan bagi
putih
(tabularasa), lingkunganlah yang akan
dunia adalah anugrah dari Tuhan yang tak harganya.
kertas
coretan-coretan
di
atasnya
Kaum behavioris juga sependapat
dua orang yang sudah menikah. Setiap
dengan
anak lahir membawa karakteristik dan
pandangan
potensi masing-masing. Rasulullah SAW
manusia tidak ada yang turun-temurun.
bersabda
yang
Semua aspek individu bisa dibentuk dan
fitrah,
dikondisikan, yaitu menurut kebiasaan-
dilahirkan
“tidaklah dalam
seorang keadaan
teori
tabularasa.
behaviorisme
kebiasaan
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
lingkungan seorang anak (Salahudin,
Majusi” (Muttafaq „Alaih, n.d.). Hal
2011).
senada juga diamini oleh Jhon Locke
menekankan pentingnya lingkungan bagi
yang
empirisme
pembentukan karakter anak. Lingkungan
menyatakan bahwa setiap anak manusia
mencakup di dalamnya peran orangtua,
aliran
Ketiga
berlaku
sifat-sifat
kemudian kedua orang tuanyalah yang
menganut
yang
Menurut
di
pernyataan
dalam
tersebut
99 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
pendidikan
dan
berfungsi
sebagai
membawa
anak
pengalaman
yang
kekuatan
yang
menjadi
manusia
seutuhnya.
Keluarga merupakan sistem tatanan sosial
pertama
bagi
anak
dalam
membangun hubungan dengan orang lain. Sistem dalam sebuah keluarga dimotori
Bagi
anak-anak
belum
oleh orangtua sebagai pusat penggerak
bersekolah (usia prasekolah) keluarga
kemana arah yang akan dituju. Melalui
adalah
orang
lingkungan
memberikan kehidupan
pertama
fondasi yang
yang
awal
yang menuju
anak
beradaptasi
dengan
lingkungan
dan
mengenal
dunia
Usia
sekitarnya serta pola pergaulan hidup
prasekolah dalam tahapan perkembangan
yang berlaku di lingkungannya. Ini
dikenal
perkembangan
disebabkan karena orang tua merupakan
kanak-kanak awal yaitu dimulai ketika
dasar pertama bagi pembentukan pribadi
anak
anak. Bentuk-bentuk pola asuh orang tua
dengan
sesungguhnya.
tua
fase
sudah
melewati
masa
ketergantungan dengan orangtua (mulai
sangat
mandiri) sampai anak memasuki usia
kepribadian anak setelah menjadi dewasa.
sekolah dasar (Hurlock, 2009). Pada masa
Pengasuhan
ini
bentuknya di setiap keluarga dan setiap
anak-anak
belajar
keterampilan tertentu
menguasai
melalui
kontak
sosial dengan lingkungannya sehingga
erat
hubungannya
anak
tidak
akan
dengan
sama
suku. Pola
pengasuhan
ini
sangat
pola hubungan anak dengan orang-orang
dipengaruhi oleh faktor kebudayaan yang
di sekitarnya sangat berpengaruh pada
didukung pula oleh faktor pendidikan,
perkembangan
fase
faktor stratifikasi sosial, faktor ekonomi,
menambahkan
dan faktor kebiasaan hidup orangtua
Hubungan yang hangat dan harmonis
dalam keluarga tersebut. Selain itu faktor
antara
lingkungan
selanjutnya.
anak
anak Hurlock
dan
pada
keluarga
sangat
misalnya
tempat
tinggal
diperlukan. Melalui keluarga anak belajar
ataupun sistem kekerabatan pada suatu
memainkan perannya sebagai mahluk
masayarakat
individu sekaligus mahluk sosial dan
mempengaruhi pola pengasuhan yang
belajar mengenai nilai, peran sosial
diterapkan dalam suatu keluarga.
norma,
serta
adat
istiadat
ditanamkan oleh orang tuanya.
yang
sekitarnya
juga
turut
Penerapan pola asuh dipengaruhi oleh standar etis dan persepsi-persepsi 100
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
yang terbentuk dalam pandangan orang
Misalnya kanjang untuk anak pertama,
tua.
anak
kiyai untuk anak kedua, daying untuk
(parenting), budaya merupakan bagian
anak ketiga, batin untuk anak keempat
integral karena memiliki nilai-nilai yang
dan seterusnya.
Dalam
hal
pengasuhan
digunakan sebagai
yang
Identitas kasta ini juga berlaku
menentukan baik-buruk, boleh-jangan,
untuk tanggungjawab yang ditanamkan.
ya-tidak, atau benar-salah dalam ekspresi
Sebagai kanjang (anak sulung) umumnya
perilaku
dapat
akan diberikan tanggungjawab sebagai
dipengaruhi oleh budaya, etnisitas, dan
pemimpin, pengatur, tumpuan kesalahan,
status sosial ekonomi (Santrock, 2012).
pemegang keputusan. Lain halnya dengan
anak.
tolok ukur
Pengasuhan
Di seluruh dunia, orang melewati
kiyai atau daying, umumnya sebagai
masa anak-anak dengan harapan bisa
pengikut,
penyeimbang,
pelaksana
menjadi orang dewasa yang bahagia dan
perintah. Sejak kecil, anak-anak dalam
produktif (Matsumoto, 2008). Makna
sistem kebudayaan Lampung ditanamkan
bahagia dan produktif akan berbeda-beda
tanggungjawab sesuai dengan identitas
dari satu budaya ke budaya lainnya. Ogbu
kastanya. Sementara di budaya yang lain,
(dalam David Matsumoto) menyetujui hal
tanggungjawab setiap anak bisa saja tidak
ini bahwa kompetensi orang dewasa yang
menyesuaikan dengan identitas kastanya.
dibutuhkan agar bisa berfungsi secara
Sajian contoh di atas menerangkan
memadai berbeda-beda antarbudaya dan
bahwa nuansa budaya memiliki porsi
lingkungan, dan anak-anak tersosialisasi
dalam
dalam ekologi-ekologi yang mendorong
mendidik anak-anaknya. Seperti yang
berkembangnya
diungkapkan oleh Darling dalam bukunya
kompetensi
tertentu.
pola
asuh
dalam
Pepadun.
belakang budaya menciptakan perbedaan
Bejuluk beadok adalah identitas kasta
dalam pola asuh anak (Darling, N, 1999).
(gelar kebangsawanan) yang diperoleh
Hal ini juga berkaitan dengan perbedaan
secara
begawi
peran dan tuntutan pada laki-laki dan
tahta).
perempuan dalam suatu budaya. Berakar
Julukan/adok (gelar) diberikan kepada
dari nilai-nilai budaya yang diserap dan
anak
dijadikan standar perilaku bagi individu
keturunan
(mengadakan
dilihat
acara
dari
atau naik
urutan
lahirnya.
Corelates
dalam
Pareting
Lampung
and
tua
Misalnya konsep tentang bejuluk beadok budaya
Style
orang
latar
101 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
(dalam hal ini orang tua) kemudian
anak dan memberitahu anak apa yang
dijadikan tolok ukur perilaku anak. Child
harus mereka lakukan, di mana, kapan,
dalam (Dayakisni & Yuniardi, 2010)
dan bagaimana melakukan suatu tugas.
menamakan
Supportive
proses
tersebut
sebagai
Behavior
melibatkan
sosialisasi, dimana orang tua sebagai agen
komunikasi dua arah di mana orang tua
sosialisasi. Manusia lahir dengan potensi
mendengarkan
perilaku
dorongan,
membesarkan
mengarahkan pada pembatasan perilaku
memberikan
teguran
nyata dalam sebuah cakupan yang lebih
membantu mengarahkan perilaku anak
sempit yaitu suatu cakupan dari apa yang
(Shochib, 2003).
yang
sangat
menjadi kebiasaan
luas,
yang
dan dapat diterima
anak,
memberikan hati,
positif
dan
Sedangkan menurut Balson ada dua
dengan merujuk pada standar dan nilai-
dimensi
nilai
Kelompok
pengasuhan anak yang membentuk empat
tersebut bisa berasal dari latar belakang
bentuk dasar pengasuhan yaitu saling
kebudayaannya, agama yang dianutnya,
memberi dan saling menerima. Memberi
lingkungan, organisasi atau paham-paham
dalam
yang menjadi karakteristik identitasnya.
responsif
dari
Pola
kelompoknya.
asuh
secara
umum
secara
artian
garis
besar
mendukung terhadap
anak
dalam
dan
pemenuhan
kebutuhan,keinginan dan harapan anak.
didefinisikan sebagai tingkah laku orang
Sementara
tua dalam membesarkan anak (Thomas G.
menuntut adanya kedisiplinan dari anak
Power, etc., 2013). Pola asuh orang tua
untuk mengikuti segala bentuk aturan dan
adalah pola perilaku yang diterapkan pada
batasan yang diberikan/ditentukan orang
anak dan bersifat relatif konsisten dari
tua. Balson membagikan empat bentuk
waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat
pola asuh dari dimensi arahan atau
dirasakan oleh anak dari segi negatif
disiplin di dalam keluarga, yaitu pola asuh
maupun positif (Rusdijana, 2006).
authoritarian
(otoritatif),
pola
asuh
authoritative
(demokratis),
pola
asuh
Tipe pola asuh terdiri dari dua
menerima
dalam
artian
dimensi perilaku yaitu Directive Behavior
permisif (serba membolehkan), dan pola
dan
asuh penelantar (Balson, 1999). Berikut
Supportive
Behavior.
Directive
Behavior melibatkan komunikasi searah
penjelasannya:
di mana orangtua menguraikan peran 102 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
a.Pola asuh otoritatif Pola
asuh
menghukum, anak dipaksa untuk patuh ini
cenderung
terhadap aturan-aturan yang diberikan
menetapkan standar yang mutlak yang
oleh
orangtua
tanpa
merasa
harus dituruti biasanya disertai dengan
menjelaskan kepada anak apa guna dan
ancaman-ancaman dan ditandai dengan
alasan dibalik aturan tersebut, serta
adanya aturan-aturan yang kaku dari
cenderung
orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi
anaknya.
mengekang
perlu
keinginan
dan orang tua memaksa anak untuk
Pola asuh otoriter dapat berdampak
berperilaku seperti yang diinginkan. Hal
buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak
ini dapat menyebabkan si anak akan
bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk
kehilangan kepercayaan diri dan tidak
berinisiatif (kurang berinisiatif), selalu
mampu untuk mengambil keputusan serta
tegang, cenderung ragu, tidak mampu
cenderung
menyelesaikan
sulit
untuk
mempercayai
orang-orang disekitarnya.
masalah
(kemampuan
problem solvingnya buruk), kemampuan
Adapun ciri-ciri dari pengasuhan
komunikasinya buruk serta mudah gugup,
otoritatif ini seperti cenderung akan
akibat seringnya mendapat hukuman dari
menetapkan peraturan dan tata tertib yang
orangtua. Anak menjadi tidak disiplin dan
kaku dan dibuat hanya sepihak orang tua,
nakal,
memperlakukan
diharuskan
anak
dengan
kasar,
pola
asuh untuk
seperti
ini
berdisiplin
anak karena
komunikasi dengan anak serta anggota
keputusan dan peraturan ada ditangan
keluarga yang bersifat searah, menjaga
orangtua.
jarak dengan anak dan tidak adanya
b. Pola asuh demokrasi
keramahan dalam keluarga. Sehingga
Pola asuh demokratis adalah pola
anak-anak tidak mampu dalam proses
asuh yang bercirikan adanya hak dan
pemupukan/pembentukan pengekspresian
kewajiban orangtua dan anak adalah sama
dan kepercayaan diri si anak dalam
dalam arti saling melengkapi, anak dilatih
lingkungan
tidak
untuk bertanggung jawab dan menentukan
keluarga.
anak
memperoleh
kesempatan
untuk
perilakunya sendiri agar dapat berdiplin.
mengendalikan
perbutan-perbuatannya.
Orangtua yang menerapkan pola asuh
Perilaku orangtua dalam berinteraksi
demokratis
dengan
kesempatan kepada anak untuk berbuat
anak
bercirikan
tegas,
suka
banyak
memberikan
103 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
keputusan secara bebas, berkomunikasi
seperti pendidikan, mendapatkan kasih
dengan lebih baik, mendukung anak
sayang dan kebutuhan dasarnya. Orang
untuk memiliki kebebasan sehingga anak
tua yang mendidik anak dengan pola
mempunyai
pengasuhan
kepuasan
sedikit
ini
juga
memberikan
menggunakan hukuman badan untuk
kebebasan kepada anak untuk memilih
mengembangkan
dan melakukan suatu tindakan, dan
disiplin.
Orangtua
menggunakan diskusi, penjelasan, dan
pendekatannya
alasan-alasan yang membantu anak agar
hangat.
mengerti mengapa ia diminta untuk
c. Pola asuh permisif
mematuhi semua aturan.
Pola
ini
kepada
anak
ditandai
bersifat
oleh
sikap
Orangtua lebih menekankan aspek
orangtua yang membiarkan anak mencari
penididikan ketimbang aspek hukuman.
dan menemukan sendiri tata cara yang
Hukuman hanya diberikan ketika anak-
memberikan batasan-batasan dari tingkah
anak menolak perbuatan yang harus
lakunya. Pada saat terjadi hal yang
dilakukan secara sengaja namun tidak
berlebihan barulah orangtua bertindak.
menggunakan kekerasan dan ketika anak
Orangtua
melakukan perbuatan sesuai dengan apa
mengizinkan setiap tingkah laku anak,
yang patut ia laksanakan maka anak
dan tidak memberikan hukuman kepada
tersebut akan memperoleh pujian dari
anak. Pada pola asuh ini pengawasan
orangtua. Orangtua demokratis adalah
menjadi sangat longgar.Pola pengasuhan
orangtua
permisif
yang
berusaha
untuk
bersikap
ini
membiarkan
sangat
atau
bertolakbelakang
menumbuhkan kontrol dari dalam diri
sekali dengan pola pengasuhan otoritatif
sendiri.
(authoritarian).
Pola
asuh
demokratis
dihubungkan dengan tingkah laku anak-
Dalam pola pengasuhan permisif,
anak yang memperlihatkan emosional
anak diberikan kebebasan sepenuhnya
positif,
untuk
sosial,
dan
pengembangan
melakukan
apapun
yang
dia
kognitif. Orang tua dengan tipe ini akan
inginkan dimana orang tua cenderung
lebih
terhadap
untuk mendukung tindakan si anak serta
kemampuan anak, tidak berharap yang
memanjakannya secara berlebihan. Orang
berlebihan yang melampaui kemampuan
tua
anak, dan akan menghargai hak-hak anak
cenderung takut menasehati anak jika
bersikap
realistis
dengan
pola
pengasuhan
ini
104 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
melakukan
kesalahan
sehingga
lingkungan pergaulan anak akan sangat
membentuk anak menjadi pribadi yang
mempengaruhi
manja, tidak disiplin, malas dan egois.
signifikan. Pada saat itulah pengawasan
d. Pola asuh penelantar
terhadap lingkungan pergaulan anak dan
Pola pengasuhan ini mempunyai indikator
bahwasanya
orang
diri
si
anak
secara
pendekatan pada anak secara intensif serta
tua
bersahabat sangatlah diperluka agar anak
cenderung kurang memberikan perhatian
tetap bisa terbuka pada orang tua dan
kepada anaknya, sibuk dengan pekerjaan
tidak terbawa arus pergaulan terutama
masing-masing dan menganggap anak
dalam
sebagai beban dalam hidupnya. Pola
Adanya keterbukaan dan hubungan yang
pengasuhan ini lebih mengarahkan kepada
lebih bersifat bersahabat antara anak dan
tidak mempedulikan anak sama sekali,
orangtua akan memudahkan bagi orangtua
dimana orangtua sudah pada taraf apatis
untuk dapat berkomunikasi dengan anak
terhadap
terutama pada anak usia remaja muda
tanggungjawabnya
sebagai
orangtua. Pola pengasuhan orangtua pada
hal
penyalahgunaan
narkoba.
secara terbuka.
anak akan sangat menentukan bentuk
Berbicara pola asuh, tipe pola asuh
kepribadian si anak. Namun, ada masa
menurut Hersey dan Blanchard (Garliah
dimana lingkungan pergaulan anak akan
& Nasution, 2005), ada empat tipe yaitu:
sangat mempengaruhi diri si anak secara
a. Telling
signifikan. Pada saat itulah pengawasan
Perilaku orang tua yang directive-
terhadap lingkungan masing-masing dan
nya tinggi dan supportive rendah disebut
menganggap anak sebagai beban dalam
dengan telling, karena dikarakteristikkan
hidupnya.
dengan komunikasi satu arah antara
Pola
pengasuhan
lebih
orangtua dengan anak. Di mana orang tua
mengarahkan kepada tidak mempedulikan
menentukan peran anak dan mengatakan
anak sama sekali, dimana orangtua sudah
apa, bagaimana, kapan dan di mana anak
pada
harus melakukan berbagai tugas.
taraf
ini
apatis
terhadap
tanggungjawabnya sebagai orangtua. Pola
b. Selling
pengasuhan orangtua pada anak akan
Perilaku orang tua yang directive
sangat menentukan bentuk kepribadian si
dan supportive tinggi disebut dengan
anak.
selling, karena sebahagian besar arahan
Namun,
ada
masa
dimana
105 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
yang ada diberikan oleh orang tua. Orang
demokrasi,
dan
permessive,
tua juga berusaha melalui komunikasi dua
neglectful oleh Maccoby dan Martin
arah yang membolehkan anak untuk
(dalam
mengajukan pertanyaan dan memberikan
Dibutuhkan pola asuh yang tepat untuk
dukungan serta dorongan.
mendidik anak agar harapan dan tujuan
c. Participating
dari orang tua terhadap anak tercapai.
Garliah
dan
serta
Nasution).
Perilaku orangtua yang directive-
Dalam pandangan Hurlock (2009)
nya rendah dan supportive tinggi disebut
anak usia prasekolah masuk dalam fase
participating, karena orangtua dan anak
kanak-kanak awal yaitu dimulai setelah
saling berbagi dalam membuat keputusan
melewati
melalui komunikasi dua arah. Anak
ketergantungan (kira-kira usia dua tahun)
memiliki kemampuan dan pengetahuan
dan berakhir setelah anak masuk sekolah
untuk berbagi ide tentang bagaimana
dasar usia enam tahun). Namun ketika
suatu
dan
bicara prasekolah akan merujuk pada usia
membuat kesepakatan dengan orangtua
persiapan masuk ke sekolah dasar yaitu
apa yang harus dilakukan.
pendidikan usia dini (PAUD). Sebagai
d. Delegating
persiapan masuk sekolah maka fase ini
masalah
itu
dipecahkan
masa
bayi
yang
penuh
Perilaku orangtua yang directive
adalah masa ideal untuk mempelajari
dan supportive rendah disebut dengan
keterampilan tertentu. Karena pada masa
delegating, karena meskipun orang tua
ini,
tetap
menetapkan
dilakukan
dalam
apa
anak
senang
yang
harus
sehingga
menghadapi
suatu
dilakukan dengan aktivitas mengulang
masalah,
namun
anak
untuk
menjalankan
diperbolehkan apa
suatu
mengulang-ulang
keterampilan
akan
sampai terampil.
yang
Selain itu, pada masa ini anak-anak
diinginkannya dan memutuskan kapan, di
bersifat pemberani sehingga tidak takut
mana dan bagaimana mereka melakukan
terhambat oleh perasaan-perasaan takut
satu hal.
mengalami sakit. Sehingga fase kanak-
Konsep dari keempat pola ini
kanak awal dapat dianggap sebagai „masa
mempunyai arti yang sama dengan ketiga
belajar‟ keterampilan. Apabila anak-anak
pola
tidak diberi kesempatan mempelajari
asuh
Baumrind
yang yaitu
dikemukakan pola
asuh
oleh
otoriter,
keterampilan
tertentu,
padahal
pada 106
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
perkembangannya
anak
sudah
Karena lingkungan anak prasekolah
memungkinkan dan ingin melakukan
masih terbatas pada rumah dan anggota
karena berkembangnya keinginan untuk
keluarga, tidaklah mengherankan bahwa
mandiri, maka anak akan kurang memiliki
banyak kondisi dalam keluarga yang turut
dasar keterampilan yang telah dipelajari
membentuk konsep diri anak. Hubungan
oleh teman-teman sebayanya dan kurang
anak dengan keluarga terutama sikap
memiliki motivasi untuk mempelajari
orang
berbagai keterampilan pada saat diberi
Bagaimana
kesempatan.
mengenai penampilan, kemampuan dan
Menurut Erikson (Santrock, 2012),
tua
menjadi
aspek
pandangan
penting.
orang
tua
prestasinya sangat mempengaruhi cara
masa kanak-kanak awal merupakan suatu
anak
periode
(Hurlock, 2009). Oleh sebab itu, penting
di
berlangsung
mana
perkembangan
melibatkan
penyelesaian
bagi
memandang
orang
tua
dirinya
dalam
sendiri
memberikan
konflik inisiatif versus rasa bersalah.
pandangan yang tepat bagi anak sebagai
Pemahaman diri yang sederhana dari bayi
awal pembentukan konsep diri. Hurlock
yang baru belajar berjalan berkembang
menambahkan
menjadi
usia
konsep diri yang kurang baik merupakan
prasekolah dalam hal gambaran tubuh,
bahaya kepribadian yang paling serius.
kepemilikan material dan aktivitas fisik.
Aspek pola kepribadian bisa berubah pada
representasi
diri
anak
bahwa
perkembangan
Anak usia prasekolah sering disebut
masa kanak-kanak awal sebagai akibat
tahap bermain karena hampir semua
dari pematangan, pengalaman, lingkungan
permainan menggunakan mainan. Pada
sosial dan lingkungan budaya dalam
masa ini anak-anak mulai bermain di luar
kehidupan anak.
rumah, tetapi keluarga masih merupakan
Keluarga sosial
merupakan yang
sebuah
pengaruh sosialisasi terpenting (Hurlock:
konteks
penting
2009). Bukan hanya mengenai lebih
perkembangan
banyak interaksi dengan anggota keluarga
demikian, perkembangan anak-anak juga
daripada orang lain tetapi juga mengenai
dipengaruhi
hubungan yang lebih erat, lebih hangat
berlangsung di konteks sosial lain, seperti
dan keterikatan emosional yang tinggi.
di dalam kelompok kawan sebaya dan
anak-anak.
oleh
bagi
Meskipun
hal-hal
yang
ketika anak-anak bermain dan menonton 107 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
televisi. Orang tua dapat mempengaruhi
normatif untuk berperilaku, dalam hal ini
relasi anak-anak dengan kawan sebayanya
fokus kajian pada budaya Lampung.
melalui berbagai cara. Keputusan daya
Pada prinsipnya, Lampung memiliki
hidup mendasar yang dibuat orang tua
falsafah hidup yang dikenal dengan lima
seperti pilihan lingkungan tempat tinggal,
aspek yaitu pi‟il pesenggiri, bejuluk
tempat ibadah, sekolah dan teman-teman
beadok, nemui nyimah, nengah nyampur
sangat menentukan kumpulan orang yang
dan sakai sembayan. Pi‟il pesenggiri
akan dipilih oleh anak-anak sebagai
adalah rasa punya harga diri. Kemudian
temannya (Santrock, 2012).
bejuluk-beadok (gelar adat) merupakan
Budaya tatanan
menghasilkan
nilai
dalam
sebuah
identitas
utama
yang
melekat
pada
kehidupan
pribadi. Bejuluk-beadok merupakan asas
masyarakat, yang dapat berpengaruh pada
identitas dan sebagai sumber motivasi
perilaku individu.
bagi anggota masyarakat Lampung untuk
Menurut Porter dan
Samovar (Mulyana & Rakhmat, 2006)
dapat
nilai-nilai
menegaskan
kewajibannya, kata dan perbuatannya
perilaku mana yang penting dan perilaku
dalam setiap perilaku dan karyanya.
mana yang harus dihindari.
Falsafah yang ketiga yaitu nemui-nyimah
budaya
akan
menempatkan
hak
dan
Taylor (Pidarta, 2009) menjelaskan
merupakan ungkapan asas kekeluargaan
kebudayaan sebagai totalitas kompleks
untuk menciptakan suatu sikap keakraban
yang
pengetahuan,
dan kerukunan serta silaturahmi. Bentuk
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat,
konkrit nemui nyimah dalam konteks
dan
kehidupan masyarakat dewasa ini lebih
mencakup
kemampuan-kemampuan
serta
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang
tepat
diterjemahkan
sebagai anggota masyarakat. Sedangkan
kepedulian sosial dan rasa setiakawan. keluarga
sebagai
yang
sikap
(Koentjaraningrat, 2009) menyebutkan
Suatu
bahwa kebudayaan adalah keseluruhan
kepedulian
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
kemanusiaan, tentunya berpandangan luas
manusia dalam kehidupan masyarakat
ke depan dengan motivasi kerja keras,
yang dijadikan milik diri manusia dengan
jujur dan tidak merugikan orang lain.
belajar. Nilai-nilai budaya yang dimiliki
Falsafah yang keempat yaitu nengah
suatu suku bangsa akan menjadi standar
nyampur merupakan sikap suka bergaul,
terhadap
memiliki nilai-nilai
108 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
suka bersahabat dan toleran antar sesama.
hidup
Nengah-nyampur menggambarkan bahwa
masyarakat setempat agar survive secara
anggota
Lampung
wajar dalam membina kehidupan dan
mengutamakan rasa kekeluargaan dan
penghidupannya yang tercermin dalam
didukung dengan sikap suka bergaul dan
tata kelakuan sehari-hari, baik secara
bersahabat dengan siapa saja, tidak
pribadi ataupun bersama dengan anggota
membedakan suku, agama, tingkatan, asal
kelompok
usul dan golongan. Falsafah yang terakhir
bermasyarakat secara luas.
masyarakat
yaitu sakai sembayan bermakna tolong
dasar
bagi
seluruh
anggota
masyarakat
maupun
Dalam membina kehidupan dan
menolong dan gotong royong, artinya
penghidupan
memahami
rambu-rambu normatif sebagai pedoman
makna kebersamaan atau
guyub.
yang
wajar
diperlukan
untuk berperilaku. Rambu-rambu dan
Sakai-sambayan pada hakekatnya
pedoman
itu
berwujud
ketentuan-
adalah menunjukkan rasa partisipasi serta
ketentuan, yang berisi larangan (cepalo)
solidaritas yang tinggi terhadap berbagai
dan keharusan (adat) untuk diamalkan
kegiatan
oleh
pribadi
dan
sosial
setiap
anggota
masyarakat
kemasyarakatan pada umumnya. Sebagai
pendukungnya. Sudah menjadi kenyataan
masyarakat Lampung akan merasa kurang
bahwa
terpandang
bila
berpartisipasi
pedoman
hidup
tersebut
ia
tidak
mampu
merupakan sarana untuk pembentukkan
dalam
suatu
kegiatan
sikap dan perilaku. Masyarakat Lampung
kemasyarakatan. menggambarkan
Perilaku sikap
ini toleransi
juga
mempunyai
kehidupan,
baik
strata
(tingkatan)
berdasarkan
status
kebersamaan, sehingga seseorang akan
genealogis (keturunan, Umur), maupun
memberikan apa saja secara suka rela
status sosial dalam adat (penyimbang
apabila pemberian itu memiliki nilai
buwai, tiyuh, dan suku). Dalam sistem
manfaat
anggota
strata kehidupan masyarakat adat sehari-
membutuhkan
hari terjadi interaksi antara anggota
bagi
masyarakat
lain
orang
atau
yang
(Sarbini & Khalik, 2010) Tata
nilai
budaya
kelompok intern satu keturunan adat dan masyarakat
Lampung sebagaimana diuraikan di atas,
antar kelompok masyarakat yang berbeda keturunan adatnya.
pada dasarnya merupakan kebutuhan 109 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
Dalam realitasnya konsepsi kultural
dialami
oleh
subjek
peneliti
secara
senantiasa terjadi perampasan makna
holistic dengan cara deskriptif dalam
sesuai persepsi masyarakat sekitarnya.
kata-kata dan bahasa dalam kata-kata dan
Pada akhirnya konsep budaya lebih
bahasa pada konteks khusus yang alamiah
merupakan sebagai pedoman penilaian
dan dengan menggunakan metode ilmiah
terhadap gejala-gejala yang dipahami oleh
(Moleong, 2010). Penelitian deskiptif
si pelaku kebudayaan tersebut. Makna
memberikan gambaran atau uraian atas
berisi penilaian-penilaian pelaku yang ada
suatu masalah secara rinci, tanpa ada
dalam
perlakuan terhadap obyek yang ditelit
kebudayaan
kebudayaan,
makna
tersebut.
Dalam
tidak
bersifat
(Syaodih, 2010).
individual tetapi publik, ketika sistem
Lokasi penelitian di Desa Rantau
makna kemudian menjadi milik kolektif
Tijang Kecamatan Pugung Kabupaten
dari suatu kelompok (Ridwan, 2010).
Tanggamus dengan unit analisis keluarga
Pola kemasyarakatan di kalangan
yang
kedua
orangtuanya
bersuku
masyaarakat asli Lampung yang sangat
Lampung dan mempunyai anak usia
menonjol
pada
prasekolah. Teknik pengumpulan data
umumnya orang Lampung sangat fanatik
dilakukan dengan wawancara mendalam
dengan solidaritas anggota keluarga atau
dan
yang dinggap keluarga atau dalam teori
Sedangkan untuk data sekunder melalui
sosiologi disebutnya “klik”. Sarbini dan
studi
Khalik (2010) menegaskan bahwa sikap
dokumen, yaitu dengan mengumpulkan
gotong royong di kalangan internal
data dan mengambil informasi dari buku-
maupun eksternal “klik” sangat kental
buku referensi, dokumen, majalah, jurnal,
baik dalam kehidupan sehari-hari, tradisi
dan bahan dari situs-situs internet yang
atau adat istiadat.
dianggap relevan dengan masalah dalam
2. METODE PENELITIAN
penelitian ini yaitu pola asuh orangtua.
ialah
kekerabatan.
observasi
untuk
kepustakaan
data
dan
primer.
pencatatan
Jenis penelitian yang digunakan
Interpretasi data adalah analisis
dalam penelitian ini adalah pendekatan
keseluruhan data yang telah diperoleh
kualitatif dengan metode studi deskriptif.
melalui
Penelitian kualitatif adalah metode yang
mendalam
bermaksud untuk memahami apa yang
penting
observasi lalu lalu
dan
wawancara
menyaring
data-data
disajikan
kembali 110
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
membentuk data yang sederhana. Data-
mengaku menjadikannya sebagai standar
data
perilaku disamping tolok ukur agama.
yang
terkumpul
dan
telah
disederhanakan lalu dikembangkan lagi dengan
dukungan-dukungan
konsep
dalam
kajian
konsep-
pustaka
dan
Dalam
hal
pengasuhan
anak,
penulis menemukan fakta bahwa budaya yang diterapkan dalam pola asuh adalah
kemudian akan disajikan sebagai laporan
budaya
yang
dipandang
sebagai
dari penelitian.
kebiasaan, sikap atau perilaku. Sesuai dengan pengertian yang dikemukakan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh Matsumoto (2008) budaya adalah
Mayoritas penduduk di Desa Rantau Tijang merupakan masyarakat bersuku Lampung. Meskipun begitu, desa ini bertetangga langsung dengan desa yang bersuku
Sunda
mengambil
dan
sebelas
Jawa.
Penulis
keluarga
sebagai
subjek penelitian sesuai dengan syarat unit analisis yaitu kedua orangtuanya bersuku Lampung dan mempunyai anak usia prasekolah. Dari sebelas pasang orang tua, hanya tigas orang yang paham secara pasti mengenai nilai-nilai budaya Lampung
secara
konsep.
Sedangkan
sisanya mengetahui secara konten dan masih
menginternalisasi
ke
dalam
kehidupan sehari-hari baik budaya dalam bertutur kata maupun ke dalam bentuk perilaku namun tidak mengenal istilahistilah dalam falsafah budaya Lampung secara konsep. Dalam menerapkan nilainilai budaya tersebut, para orang tua
sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku
yg
dimiliki
bersama
oleh
sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari suatu generasi ke generasi berikutnya melalui bahasa atau sarana komunikasi lain.
Hal
ini
tampak
pada
pola
komunikasi. Dari sebelas pasang orang tua, ada tujuh ayah yang mengaku tegas dalam
bersikap,
langsung
kalau
salah
diberikan
anak
punishment
(hukuman) baik verbal berupa aramah, atau nonverbal dengan mengunci di kamar misalnya. Jika dikaitkan dengan tipe pola asuh maka sikap orang tua ini masuk
dalam
Sedangkan
pola
empat
asuh
ayah
otoriter.
yang
lain
mengaku tidak tega akan memberikan hukuman karena masih terlalu kecil. Dari hasil wawancara dengan para ibu, tipe hukuman yang diberikan semua sepakat dengan hukuman verbal (mengomel).
111 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
Ketika pola asuh para orang tua ini
menuruti permintaan si anak. Maka dalam
dikaitkan dengan aspek budaya, ada suatu
hal ini, orang tua mengaku sering kalah
kebiasan dari orang Lampung yang ketika
dengan si anak ketika menangis di
berbicara dengan nada yang tinggi, tegas
khalayak ramai.
dan
dominan
(cenderung
berkuasa)
Dari hasil pengamatan penulis, pola
terbawa saat menerapkan pola asuh
komunikasi antara orang tua dengan anak
kepada anak.
dibangun dengan bahasa yang lebih luwes
Untuk memutuskan sesuatu perkara
(tidak kaku) dimana anak tetap dianggap
yang berkenaan dengan kepentingan anak,
sopan
ketika
misalnya membelikan baju, orang tua
dengan sebutan “niku” (kamu) baik secara
tidak menawarkan pilihan model atau
langsung ataupun tidak. Walaupun ada
warna kepada anak terlebih dahulu. Dari
istila
sebelas orang tua yang sering membelikan
kedudukannya ketika menyebutkan kata
baju untuk anaknya adalah ibu, sembilan
ganti orang kedua yaitu “pusekam”.
ibu mengakui bahwa ketika membelikan
Namun ketika berhadapan dengan orang
baju untuk anaknya, ibu yang menentukan
yang berbeda suku misalnya suku Jawa,
warna, model dan ukurannya.
anak yang lazim menggunakan kata ganti
yang
menyapa
lebih
orangtuanya
dianggap
tinggi
Terkadang ukuran baju memang
“niku” dan menerjemahkan ke dalam
sengaja dinaikkan satu agar bisa dipakai
Bahasa Indonesia sebagai kamu sering
lebih lama karena pertumbuhan anak-anak
terbawa dalam berkomunikasi. Dimana
berlangsung cepat di usia prasekolah.
kata ganti kamu untuk menyapa orang
Berkenaan dengan hal tersebut, orang tua
yang lebih tua (contohnya guru) dianggap
tidak memberikan ruang kepada anak
kurang etis.
untuk bermusyawarah mufakat, berbagi
Dalam hal pemisahan tempat tidur,
ide, ataupun mengekspresikan keinginan
lima orang tua mengaku anak mulai
sang
anak
diberikan tempat tidur sendiri sejak usia
menginginkan sesuatu di depan khalayak
tiga tahun. Dua orang tua lagi akan
ramai misalnya ketika dibawa ke tempat
memisahkan tempat tidur anak ketika
hajatan tiba-tiba si anak menginginkan
memasuki usia sekolah. Empat orang tua
balon yang dijual oleh penjaja mainan
lagi akan memisahkan anak tidak tidur
keliling,
bersama orang tua lagi ketika anak
anak.
Namun,
orang
tua
ketika
akan
langsung
112 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
berhenti “mengompol”. Hal ini akan
generasi atau lebih masih dianggap
berpengaruh
keluarga
pada
kemandirian
anak
membuat
anak-anak
sering
dalam mengelola kamar tidurnya dan
mengikuti acara-acara yang membuat
melatih tanggungjawab sejak dini.
mereka bergaul dan bersosialisasi. Hal ini
Dalam hal bersosialisasi, sejak dini anak-anak
dikenalkan
dengan
para
sesuai dengan falsafah nengah nyampur yaitu berbaur dan bergaul di khalayak.
saudara agar hubungan pertalian tetap
Dari sebelas keluarga, ada dua
terjalin meskipun hubungan darah sudah
keluarga yang anaknya tidak hanya di usia
jauh karena yang bersaudara langsung
prasekolah tetapi memiliki kakak yang
adalah para buyut atau di atasnya lagi.
sudah
anak-anak sering diajak orang tuanya
mengaku, memperlakukan anaknya yang
ketika pergi ke suatu acara keluarga
sudah bersekolah berbeda dengan yang
(buhajat/hajatan). Suku Lampung terkenal
masih dalam usia prasekolah. Orangtua
dengan berbagai macam perayaan yang
menjadi
dilakukan secara adat mulai dari cukuran
memberikan pilihan misalnya ketika akan
bayi, khitanan anak, pernikahan, dan lain
memasuki SMP anak diberikan kebebasan
sebagainya. Umumnya para keluarga akan
memilih mendaftar di sekolah mana.
berkumpul untuk membantu menyiapkan
Selain alasan usia, perbedaan pola asuh
segala keperluan hajat (dalam bahasa
juga didasarkan pada gender.
bersekolah.
agak
Dua
lebih
orang
longgar
tua
dalam
Jawa dikenal dengan rewang). Hal ini
Di dalam masyarakat Lampung
dilakukan bergantian suatu saat yang
perlakuan kepada anak laki-laki lebih
datang membantu mempunyai hajat, juga
bebas dibandingkan anak perempuan.
akan dibantu oleh yang pernah berhajat.
Sehingga
Namun jika seseorang suka ditolong
egosentrisme merasa lebih disayang dan
tetapi enggan menolong, hal ini akan
diistimewakan
dapat menurunkan nilai/harga dirinya
keleluasaan yang lebih dibanding anak
dalam masyarakat. Pada akhirnya dia
perempuan. Anak perempuan dibatasi
akan terisolir baik secara sengaja ataupun
tidak boleh bermain jauh dan terlalu lama
tidak sengaja. Sistem kekerabatan yang
di luar rumah. Perilaku anak laki-laki
masih kental dimana suatu kelompok
yang salah lebih sering dibiarkan daripada
orang-orang satu keturunan sampai lima
anak perempuan di usia yang sama. jika
anak
laki-laki
karena
cenderung
mendapat
113 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
budaya,
yang bersangkutan dengan kepentingan
masyarakat suku Lampung menganut
anak. namun memasuki usia sekolah
prinsip garis keturunan Bapak (patri
anak-anak mulai diberikan kebebasan.
lineal), dimana anak laki-laki tertua begitu
Adanya pengaruh budaya Lampung yang
dihormati
menganut prinsip patri lineal terhadap
dirunut
dalam
dan
merupakan
konteks
istimewa
pusat
karena
pemerintahan
kekerabatan. Ini mendorong anak untuk lebih memikirkan dirinya sendiri daripada orang lain. Di dalam kelompok keluarga, anak sulung, anak tunggal, atau anak
perbedaan perlakuan kepada anak lakilaki
dan
perempuan
menyebabkan
egosentris anak laki-laki lebih tinggi dibanding anak perempuan. Setelah menyelesaikan penelitian ini, penulis menyarankan kepada para
bungsu di dalam keluarga besar lebih
orang tua untuk memberikan ruang
didorong untuk bersikap egosentrisme
kepada anak agar bisa menikmati masa
melalui
yang
kanak-kanak dengan caranya sendiri.
hal
Selain itu, anak-anak diajak untuk tetap
biasanya
anak
terlibat dalam menentukan pilihannya,
banyak
pernak-
supaya anak terbiasa menuangkan ide-ide
perlakuan-perlakuan
diterima.
Namun,
perkakas/mainan perempuan
dalam
lebih
kreatifnya tanpa didoktrin oleh orang lain
perniknya daripada anak laki-laki.
terutama orang tua. Bentuk intervensi 4. KESIMPULAN
orang tua terhadap pilihan anak jangan
Berdasarkan bebarapa keterangan di
sampai
membuat
anak
bingung
atas, dapat disimpulkan tipe pola asuh
menentukan keputusan yang akan diambil
yang diterapkan oleh para orang tua
sehingga
dapat
cenderung terkategori otoriter atau disebut
rendahnya
inisiatif anak. selain itu,
telling
masukan kepada orang tua yang memiliki
oleh
Dimana
Hersey
orang
dan
tua
mengarahkan
si
menganggap
anak-anak
Blanchard.
lebih
anak.
banyak
orang
tua
pada
usia
berpengaruh
pada
anak dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebaiknya jangan tendensius terhadap
gender
tertentu.
Karena
prasekolah belum mengerti untuk diminta
dampaknya anak akan mengembangkan
pendapat
wewenang
sikap egosentris yang menyebabkan anak
sepenuhnya masih berada ditangan orang
menjadi individualis, sedangkan anak lain
tua. Anak-anak kurang dilibatkan dalam
merasa rendah diri.
sendiri.
Segala
pemilihan atau pengambilan keputusan 114 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
5. DAFTAR PUSTAKA Balson, M. (1999). Bagaimana Menjadi Orang Tua yang Baik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Darling, N. (1999). Parenting Style and its Correlates. Diambil dari http://www.athealth.com/Practitio ner/ceduc/parentingstyles.html
Ridwan, M. (2010). Struktur Sosial Masyarakat Jawa. UIN Malang, Malang. Diambil dari uinmalang.ac.id/muhtadiridwan/2010/ 06/16/struktur-sosial-masyarakatjawa/ Rusdijana. (2006). Rasa Percaya Diri Anak adalah Pantulan Pola Asuh Orang Tuanya. Diambil dari http://www.e-psikologi.com
Dayakisni, T., & Yuniardi, S. (2010). Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press.
Salahudin, A. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Garliah, L., & Nasution, F. K. S. (2005). Pola Asuh Orang Tua dalam Motivasi Berprestasi. Jurnal Psikologi, 1(1), 38–47.
Santrock, J. W. (2012). Life-Sfan Development; Perkembangan Masa Hidup (edisi Ketigabelas). Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. (2009). Perkembangan Anak. Jakarta: PT Erlangga.
Sarbini, A., & Khalik, A. . (2010). Budaya Lampung Versi Adat Megou Pa‟ Tulangbawang. Yogyakarta: Badan Penerbitan Filsafat UGM.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Matsumoto, D. (2008). Pengantar Psikologi Lintas Budaya (2 ed.). Yogyakarta: Pustaka Belajar. Moleong, L. J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Mulyana, D., & Rakhmat, J. (Ed.). (2006). Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muttafaq „Alaih. (n.d.). Diambil dari alsofwah.or.id Pidarta, M. (2009). Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sardiman, A.M. (2003). Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Shochib, M. (2003). Pola Asuh Orang Tua Untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Syaodih, N. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Thomas G. Power, etc. (2013). Contemporary Research on Parenting: Conceptual, Methodological, and Translational Issues, 9(Childhood Obesity), 87– 94.
115 Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung