Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Dan Peran Bidan Dengan Perilaku Pencegahan Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur
SINOPSIS RENCANA PROPOSAL TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan pendaftaran S2 Kebidanan
DISUSUN OLEH : HARMATUTI
PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia adalah gizi. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Empat masalah gizi utama di Indonesia yang belum teratasi yaitu kurang kalori protein, defisiensi vitaminA, gondok endemik, dan anemi. (Masrizal, 2009) Penyakit anemia terjadi akibat rendahnya kandungan hemoglobin dalam tubuh semasa mengandung. Anemia ini secara sederhana dapat diartikan dengan kurangnya sel-sel darah merah di dalam darah dari pada biasanya. Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% terutama pada trimester I dan trirmester III.(Syaifuddin,2008) Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar didunia terutama bagi kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia pada wanita usia subur (WUS) dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah, penurunan kapasitas/kemampuan atau produktifitas kerja. Penyebab paling umum dari
anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat besi, asam folat, dan perdarahan akut dapat terjadi karena interaksi antara keduanya.(Syafa,2010) Anemia pada ibu hamil dapat bersifat multifaktor, dari yang murni defisiensi besi, folat, B12, dan dapat juga disebabkan karena penyakit malaria / hemolitik atau penyakit sickle cell, dapat juga dipengaruhi oleh kemiskinan, dimana asupan gizi sangat kurang, karena ketimpangan gender dan ketidaktahuan tentang pola makan yang benar.. Bagi ibu hamil, anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, bagi bayi dapat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi, serta BBLR.(Syafa,2010) Anemia pada kehamilan tidak dapat dipisahkan dengan perubahan fisiologis yang terjadi selama proses kehamilan, umur janin, dan kondisi ibu hamil sebelumnya. Pada saat hamil, tubuh akan mengalami perubahan yang signifikan, jumlah darah dalam tubuh meningkat sekitar 20-30 %, sehingga memerlukan peningkatan kebutuhan pasokan besi dan vitamin untuk membuat hemoglobin (Hb). Ketika hamil, tubuh ibu akan membuat lebih banyak darah untuk berbagi dengan bayinya. Tubuh memerlukan darah hingga 30 % lebih banyak dari pada sebelum hamil.(Ai Yeyeh,2019) Beberapa faktor diduga Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2007, 20% dari 515.000 kematian maternal diseluruh dunia disebabkan oleh anemia, dan penderita lebih banyak wanita dibanding pria. Kejadian anemia di dunia menduduki urutan ke tiga dengan prevalensi anemia pada ibu hamil 74%. Prevalensi anemia di Asia bervariasi di antaranya Thailand 39% dan India
85,5%. Menurut WHO 40 % kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan.(Depkes RI,2009) Data dari Direktorat Kesehatan Keluarga menunjukkan bahwa 40% penyebab kematian pada ibu hamil adalah perdarahan, risiko perdarahan ini akan lebih diperberat apabila ibu hamil menderita anemia. Diketahui bahwa 10% 20% ibu hamil di dunia menderita anemia pada kehamilannya. Di dunia 34 % terjadi anemia pada ibu hamil dimana 75 % berada di negara sedang berkembang.(Depkes RI,2008) Di Amerika Serikat prevalensi anemia kehamilan hanya 6 %, sedangkan di Indonesia relative tinggi, yaitu 38 % - 71,5 % dengan rata – rata 63,5 %.(Depkes RI,2008) Prevalensi anemia pada ibu hamil di negara berkembang 43% dan 12 % pada wanita hamil di daerah kaya atau negara maju. Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008).Depkes RI,2010)
Cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil pada tahun 2010 cenderung mengalami penurunan dari 74% pada tahun 2008 menjadi 53% pada tahun 20101. Konsumsi zat besi sangat diperlukan oleh Ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah ibu dan janin dari anemia, dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi tablet Fe lebih dari 90 tablet selama kehamilan. Disparitas menurut provinsi khususnya yang tidak pernah minum tablet Fe yang terendah adalah di DI Yoyakarta (3,6%), dan yang tertinggi di Sumatera Utara (38,0%). (Depkes RI, 2010) Berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional, angka anemia pada ibu hamil sebesar 40,1 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa anemia cukup tinggi di Indonesia, bila diperkirakan pada 2010 prevalensi anemia masih tetap 40 % maka akan terjadi kematian ibu sebanyak 18 ribu per tahun yang disebabkan perdarahan setelah melahirkan. (http://www.Indonesiabcomunity.Multiplay.com, 2014) Anemia pada ibu hamil disamping disebabkan karena status sosial ekonomi masih rendah dimana asupan gizi sangat kurang, juga dapat disebabkan karena ketimpangan gender dan adanya ketidaktahuan tentang pola makan yang benar. Jika ibu kekurangan zat besi selama hamil, maka persedian zat besi pada bayi saat dilahirkan pun tidak akan memadai, padahal zat besi sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak bayi diawal kelahirannya. Kekurangan zat besi sejak
sebelum hamil bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita anemia.(Depkes RI, 2010) Anemia pada masa kehamilan dapat mengakibatkan efek buruk baik pada wanita hamil itu sendiri maupun pada bayi yang akan dilahirkan. Anemia pada ibu hamil akan meningkatkan risiko dan cenderung mendapatkan kelahiran prematur atau Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan saat persalinan yang dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya bila ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Selain dampak tumbuh kembang janin, anemia pada ibu hamil juga mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta seperti hipertrofi, klasifikasi dan infark, sehingga terjadi gangguan fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin.(Wiknyosastro,2008) Berdasarkan penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu adalah 70% untuk ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia, anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu(Sarwono,2008) Beberapa faktor diduga berhubungan erat dengan kejadian anemia pada ibu hamil, salah satunya adalah tingkat pendidikan. Penelitian Mangihut Silalahi (2007) yang dilakukan di Kota Medan, menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian anemia pada kehamilan, yaitu sebanyak 62,8% ibu yang mengalami anemia berpendidikan rendah. (Silalahi,2007)
Selain tingkat pendidikan dan paritas, jarak kehamilan dan tingkat pengetahuan ibu juga berhubungan dengan kejadian anemia dalam kehamilan. Menurut Mangihut Silalahi (2007), terdapat hubungan yang signifikan antara jarak kehamilan dan tingkat pengetahuan dengan kejadian anemia dalam kehamilan. Faktor lain yang juga diduga mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil adalah kepatuhan konsumsi tablet Fe.2 Berdasarkan hasil penelitian Simanjuntak N pada tahun 2009 di Badan Pengelola Rumah Sakit Umum (BPRSU) Rantau Parapat diperoleh prevalensi anemia ibu hamil pada kelompok umur < 20 atau > 35 tahun adalah 65,5% sedangkan pada kelompok umur 20-35 tahun adalah 50,4%. Salah satu program KIA oleh Depkes RI adalah Antenatal care (ANC). Terdapat 10 T dalam pemeriksaan ANC di Puskesmas, yang salah satunya adalah pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan, yang merupakan upaya penting dalam pencegahan dan penanggulangan anemia. Akan tetapi dalam kenyataannya, tidak semua ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe meminumnya secara rutin, hal ini bisa disebabkan oleh faktor ketidaktahuan tentang pentingnya tablet Fe selama kehamilan. (Depkes RI,2007) Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2008 prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 40,1 %. Sedangkan Berdasarkan Profil kesehatan Jawa Barat tahun 2009 jumlah ibu dengan kehamilan beresiko tinggi sebanyak 14,21 %, dimana 6,34 % merupakan
kontribusi anemia dalam kehamilan. Target Program Making Pragnancy Safer tahun 2010 diharapkan dapat menurunkan anemia menjadi 20% dengan sasaran target cakupan pemberian Fe sebesar 90%, namun belum juga tercapai. Prevalensi kasus anemia pada ibu hamil di Provinsi Jawa barat pada tahun 2011 sebesar 18,64 % dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan menjadi 24,63%. (http://Profil.kesehatan.jawa.barat.com) Dari 55 orang ibu hamil yang mermeriksakan di Puskesmas Kalideres Jakarta Barat pada bulan November 2012 ada sebanyak 20 orang yang menderita anemia (http://digilib.esaunggul.ac.id) Dari data yang ada, dapat disimpulkan bahwa anemia dalam kehamilan masih menjadi masalah kesehatan yang harus ditanggulangi, karena merupakan faktor resiko penting terjadinya kondisi ibu hamil dan neonatus yang buruk. Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana “Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Dan Peran Bidan Dengan Perilaku Pencegahan Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah untuk diketahuinya hubungan pengetahuan ibu hamil dan peran bidan dengan perilaku pencegahan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur.
1.3 Pertanyaan Penelitian Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil dan peran bidan dengan perilaku pencegahan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur. 1.4
Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu hamil dan peran bidan dengan perilaku pencegahan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur
1.4.2 Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui distribusi frekuensi tentang perilaku pencegahan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur. b) Untuk mengetahui distribusi frekuensi tentang pengetahuan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur. c) Untuk mengetahui distribusi frekuensi tentang Peran Bidan pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur. d) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu hamil dengan perilaku pencegahan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur.
e) Untuk mengetahui hubungan peran bidan dengan perilaku pencegahan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini di harapkan agar dapat mengaplikasikan teori yang sudah ada. 1.5.2
Manfaat Metodelogi Hasil penelitian ini di harapkan agar dapat mengaplikasikan metodologi yang sudah ada.
1.5.3
Manfaat Praktisi Hasil penelitian ini di harapkan sebagai bukti yang dapat memberikan informasi dan sarana pendidikan pada ibu hamil terutama di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini akan dilakukan pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur, untuk mengetahui adakah hubungan antara pengetahuan ibu hamil dan peran bidan dengan perilaku pencegahan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Pengumpulan data akan dilakukan melalui pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung. Dalam
pengumpulan data primer dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada responden. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekam medik puskesmas yang diteliti untuk mengetahui jumlah ibu hamil yang mengalami anemia.
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Perilaku Pencegahan Anemia Pada Ibu Hamil 2.1.1 Definisi Perilaku Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut.(Wawan,2010) Di Indonesia istilah perilaku kesehatan sudah lama dikenal dalam 15 tahun akhir-akhir ini konsep-konsep dibidang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini sedang berkembang dengan pesatnya, khususnya dibidang antropologi medis dan kesehatan masyarakat. Istilah ini dapat memberikan pengertian bahwa kita hanya berbicara mengenai perilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitanya dengan kesehatan. Kenyataannya banyak sekali perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, bahkan seandainya seseorang tidak mengetahuinya, atau melakukanya dengan alasan yang sama sekali berbeda.(Bandiyah, 2008)
14
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.(Sukidjo,2012) Perilaku adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yan mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang di amati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku adalah aktifitas yang dilakukan oleh organisme atau makhluk hidup. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup juga banyak melakukan berbagai kegiatan mulai dari berjalan, duduk, berdiri, makan, minum, berpikir, berkhayal dan lain sebagainya. Secara singkat aktifitas manusia dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu aktifitas yang dapat diamati (berjalan, menangis, tertawa dan sebagainya) dan aktifitas yang tidak terlihat seperti berfikir, berkhayal dan sebagainya. Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau
perilaku tertentu. perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup. Menurut penulis yang disebut perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. (Sukidjo,2010) 2.1.2 Definisi Anemia Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan.(Tarwoto,2007) Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester II.(Sarwono,2010) Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, dan merupakan jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.
Anemia kehamilan disebut “ potensial danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.(Manuaba,2005) 2.1.3
Haemoglobine Haemoglobine yaitu suatu zat warna yang terdapat dalam darah merah yang berguna untuk mengangkut oxygen dan Co2 dalam tubuh. Haemoglobine adalah ikatan antara protein, garam besi dan zat warna. 60% dari garam besi yang terdapat dalam tubuh terdapat dalam haemoglobine ini. Fungsi dari zat fermen sitokrom, yang penting dalam pernafasan yaitu : 1. Sebagai komponen dalam fermen sitokrom, yang penting dalam pernafasan 2. Sebagai komponen dalam haemoglobin yang penting dalam mengikat oksigen dalam sel darah merah.
2.1.4 Etiologi Anemia Anemia umumnya disebabkan oleh (Marmi,2011) a. Kurang gizi (malnutrisi) b. Kurang zat besi dalam diet c. Malabsorbsi d. Kehilangan darah yang banyak, Persalinan yang lalu, haid,dll
e. Penyakit – penyakit kronis, seperti : TBC, Paru – paru, malaria,dll. Kebutuhan zat besi ibu selama kehamilan ialah 800mg, diantaranya 300 mg untuk janin plasenta dan 500mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari. (Syaifudin,2010) 2.1.5 Patofisiologi Anemia Selama kehamilan terjadi peningkatan volume darah (hypervolemia). Hypervolemia merupakan hasil dari peningkatan volume plasma dan eritrosit (sel darah merah) yang berada dalam tubuh tetapi peningkatan ini tidak seimbang yaitu volume plasma peningkatan jauh lebih besar sehingga beri efek yaitu konsentrasi hemoglobin berkurang dari 12g/100ml. (Syaifudin,2009) Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan peningkatan volume plasma 30 % - 40%, peningkatan sel darah 18 % 30% dan hemoglobin 19 %. Secara fisiologis hemodilusi untuk membantu meringankan kerja jantung. Pengenceran darah (hemodilusi) terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32- 36 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5 – 10 gr%.
2.1.6 Kategori Anemia Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli menurut manuaba, 2010 dapat digolongkan sebagai berikut: a. Hb 11 gr %
: tidak anemia
b. Hb 9-10 gr %
: anemia ringan
c. Hb 7-8 gr %
: anemia sedang
d. Hb < dari 7 gr %
: anemia berat
Untuk menentukan apakah seseorang anemia atau tidak, umumnya digunakan nilai – nilai batas normal yang tercantum dalam SK Menkes RI no.736a/menkes/xi/1989, yaitu : a. Hb laki – laki dewasa : > 13 g/dl b. Hb perempuan dewasa: > 12 g/dl c. Hb anak – anak : > 11 g/dl d. Hb ibu hamil : > 11 g/dl 2.1.7 Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan Klasifikasi anemia dalam kehamilan yaitu : a. Anemia Defisiensi besi Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat kekurangan zat besi, kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan makanan karena gangguan reabsorbsi, gangguan penggunaan atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan.
b. Anemia megaloblastik Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik (pteroyglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12. c. Anemia hypoblastik Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel – sel darah baru, dinamakan anemia hipoblastik dalam kehamilan. d. Anemia Hemolitik Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya,wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemia biasanya menjadi lebih berat. (Wiknjosastro, 2005) 2.1.8
Tanda Dan Gejala Gejala yang seringkali muncul pada penderita anemia diantaranya (Varney,2007) a. Letih, sering mengantuk, malas b. Pusing, lemah c. Kulit pucat d. Membran mukosa pucat (misalnya konjungtiva) e. Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat, keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ – organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan keadaan serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan dan membrane mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat. 2.1.9
Pengaruh Anemia Dalam Kehamilan,Persalinan, Dan Nifas Pengaruh anemia terhadap kehamilan, persalinan, dan nifas dan janin yaitu (Syaifudin,2009) 1. Pengaruh anemia dalam kehamilan a. Resiko terjadi abortus b. Persalinan premature c. Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim d. Mudah terjadi infeksi e. Ancaman dekompensasi kordis (Hb <6gr%) f. Mengancam jiwa dengan kehidupan ibu. 2. Pengaruh anemia dalam persalinan a. Gangguan kekuatan his yang mengakibatkan terjadinya partus lama
b. Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan atonia uteri atau inertia dalam semua kala persalinan dan terjadinya perdarahan post partum c. Dalam persalinan dapat mengakibatkan kematian ibu. 3. Pengaruh anemia dalam nifas a. Perdarahan post partum karena atonia uteri dan involusi uteri b. Memudahkan infeksi puerperium c. Pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang 4. Pengaruh anemia terhadap janin a. Bayi lahir rendah b. Cacat bawaan c. Intelegensia rendah oleh karena kekurangan oksigen dan nutrisi yang menghambat pertumbuhan janin d. Morbiditas dan mortalitas perinatal tinggi jika kadar HB<6gr%. 2.1.10
Definisi Ibu Hamil Ibu Hamil (Gravida) adalah masa dimana seorang wanita membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya. Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terahir dan kelahiran 38 minggu dari pembuahan.(http://ibuhamilku.blogspot.com) Ibu hamil (Gravida) adalah wanita yang sedang hamil. Keadaan kesehatan ibu hamil sangat memepengaruhi kehidupan janin. Untuk
melahirkan bayi yang sehat ibu hamil harus mempunyai kesehatan yang optimal.Kehamilan pada umumnya dapat terjadi selama 40 minggu atau 10 bulan . dalam dunia medis kehamilan disebut gravida sedangkan calon bayi yang diawal kehamilan biasa disebut dengan embrio, dan selanjutnya bisa disebut dengan janin. Untuk seorang perempuan yang sedang hamil pertamakali disebut dengan gravida 1, sedangkan untuk perempuan yang belum hamil sama sekali bisa disebut dengan gravida 0. Proses kehamilan ini akan terjadi jika ada sel sperma pada pria yang bertemu dengan sel telur yang ada pada wanita. Kehamilan adalah saat yang paling dinanti oleh seorang pasangan suami istri karena akan lahir seseorang baru yang meramaikan rumah mereka. Dengan adanya kehamilan seorang ibu akan memperjuangkannya dengan kondisi apapun dan sangat penuh perjuangan karena selama kurang lebih Sembilan bulan membawa berat berat yaitu calon buah hati yang akan lahir. (http://www.infohidupsehat.com/2014).
2.1.11
Indikator Perilaku Pencegahan Pada Anemia Adapun cara untuk pencegahan anemia pada ibu hamil adalah dengan cara (Waryana,2010) 1. Istirahat yang cukup
2. Makan – makanan yang bergizi dan banyak mengandung Fe, misalnya daun pepaya, kangkung, bayem, daging sapi, hati ayam dan susu. 3. Pada ibu hamil dengan rutin memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama hamil untuk mendapatkan tablet Besi (Fe) dan vitamin yang lainnya pada petugas kesehatan, serta makan makanan yang bergizi 3x1 hari, dengan porsi 2 kali lipat lebih banyak. Menurut sebagian psikolog perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan dorongan ini merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia dan dengan adanya dorongan tersebut menimbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang mengarah pada tujuan.(Notoatmojo, 2012) Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. .(Notoatmojo, 2012) Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan cara: meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya.
Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin. (Wiknyosastro,2009) Dari definisi tersebut kemudian dirumuskan bahwa perilaku kesehatan terkait dengan: 1.Perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit, serta pemulihan dari penyakit. 2.Perilaku peningkatan kesehatan. 3.Perilaku gizi (makanan dan minuman). Menurut Becker, membuat perbedaan klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan dan membedakan menjadi tiga, yakni: Perilaku sehat (healthy behavior) adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.
Perilaku sakit (illness behavior) adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah
kesehatan
atau
keluarganya,
untuk
mencari
penyembuhan, atau teratasi masalah kesehatan yang lain. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior) dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Menurut Becker hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran orang sakit (the sick role behavior).
2.1.12
Cara Mengukur Perilaku Pencegahan Pada Anemia Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian
atau
responden.
Pengetahuan
merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.(Notoatmojo,2007) Perilaku Pencegahan pada Anemia mengacu pada ketiga domain perilaku kesehatan yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan atau praktek (practice). Pengukuran perilaku kesehatan ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara
langsung (observasi atau pengamatan secara langsung terhadap perilaku pemeliharaan kesehatan) dan secara tidak langsung (mengunakan metode mengingat kembali atau recall).(Syafrudi, 2009) Menurut Hidayat,2007 teknik skala yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku adalah dengan menggunakan teknik skala Guttman. Skala ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan/pernyataan: ya dan tidak, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Skala guttman ini pada umumnya dibuat seperti cheklist dengan interpretasi penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 dan analisanya dapat dilakukan seperti skala likert.(Aziz,2007)
2.1.13 Teori Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan Pada Anemia Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari promosi atau pendidikan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya. Banyak teori tentang perubahan perilaku ini antara lain akan diuraikan dibawah ini:
1. Teori Stimulus Organisme (SOR) Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku
tergantung
kepada
kualitas
rangsang
(stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kreadibilitas kepemimpinan,
dan
gaya
berbicara
sangat
menentukan
keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat.Perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan perilaku pencegahan. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan perilaku pencegahan pada individu yang terdiri dari: Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. Apabila
stimulus
telah
mendapatkan
perhatian
dari
organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). Akhirnya dengan dukungan keluarga serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan
dari
individu
perilaku).(Notoatmojo,2010).
tersebut
(perubahan
Selanjutnya
teori
ini
mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam menyakinkan organisme faktor reinforcement memegang peranan penting.Proses perubahan
perilaku
berdasarkan
teori
SOR
digambarkan sebagai berikut: ORGANISME STIMULUS
PROMOSI KESEHATAN
₋ Perhatian ₋ Pengertian ₋ Penerimaan
REPONS (Perubahan Sikap)
RESPONS (Perubahan Tindakan)
dapat
Gambar 2.1 2.Teori Festinger (Dissonance Theory) Teori dissonance (cognitive dissonance theory) dianjurkan oleh Festinger (1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial.Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (ketidakseimbangan). Hal ini berarti bahwa keadaan
cognitive
dissonance
merupakan
ketidak-
seimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan). Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu
terdapat
dua
elemen
kognisi
yang
saling
bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda/
bertentangan didalam diri individu itu sendiri, maka terjadilah dissonance. Ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang akan menyebabkan perubahan perilaku dikarenakan adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang dan sama-sama pentingnya. Hal ini menimbulkan konflik pada diri individu tersebut. Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka akan terjadi
keseimbangan
kembali.
Keberhasilan
yang
ditunjukan dengan tercapainya keseimbangan kembali menunjukan adanya perubahan sikap, dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku. 3. Teori Fungsi Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa:
a. Perilaku memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif. b. Perilaku berfungsi sebagai defence mechanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar. c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti dalam
perananannya
dengan
tindakan
itu
seseorang
senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan tindakan
sehari-hari
keputusan-keputusan stimulus
yang
tersebut
seseorang
sehubungan
dengan
dihadapi.
Pengambilan
melakukan objek
atau
keputusan
mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu, yang singkat. d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu, perilaku dapat merupakan
layar dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya. Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya
menurut
kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif. 4.
Teori Kurt Lewin Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatankekuatan pendorong (drifing forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut
didalam
diri
seseorang
sehingga
ada
tiga
kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang yakni: ₋ Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini
berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. ₋ Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya pada contoh diatas. Dengan pemberian pengertian kepada orang tersebut bahwa banyak anak banyak rezeki adalah kepercayaan yang salah, maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang tersebut. ₋ Kekuatan
pendorong
meningkat,
kekuatan
penahan
menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas akan terjadi perubahan perilaku. Menurut batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku
kesehatan
adalah
suatu
respons
seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang memiliki unsur-unsur perilaku dengan sakit dan penyakit, perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour),
perilaku
pencegahan
penyakit
(health
prevention behaviour), perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour), perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, perilaku terhadap
makanan, dan
minuman, serta perilaku terhadap lingkungan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: a. Perilaku terhadap sakit dan penyakit Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respon tertutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk respons terbuka (tindakan nyata). b. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion
behaviour)
Perilaku
seseorang
untuk
memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan. c. Perilaku
pencegahan
penyakit
(health
prevention
behaviour) Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit, misalnya imunisasi pada balita, melakukan 3M dll. d. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour) ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment) sampai mencari bantuan ahli.
e. Perilaku
pemulihan
kesehatan
(health
rehabilitation
behaviour) Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi
hambatan sehingga
individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan social. f. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern dan atau tradisional. g. Perilaku terhadap makanan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan makanan. h. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan. Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya. 2.1.14 Pengaruh Anemia Pada Kehamilan dan Janin 1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan a. Bahaya selama kehamilan: dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi
kordis (Hb < 6 g%), molahidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD). b. Bahaya
saat
persalinan:
Gangguan
His
(Kekuatan
mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri. c. Pada kala nifas : Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae. 2. Bahaya anemia terhadap janin Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi
gangguan dalam bentuk: abortus, kematian intrauterin, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, dan intelegensia rendah. Selama hamil volume darah meningkat 50% dari 4 ke 6 L, volume
plasma
meningkat
sedikit
menyebabkan
penurunan
konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit kedalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua.(Chelnow,2010) Seringnya ibu mengkonsumsi makanan yang mengandung zat yang menghambat penyerapan besi seperti teh, sayuran, buah dan susu. Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin menimbun cadangan besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir.(Sin, 2008) Sedangkan menurut Green menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku adalah : (Notoatmodjo, 2012)
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposising factors), yang terwujud
dalam
pengetahuan,
sikap
kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. b. Fakto-faktor pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari d. perilaku masyarakat.
PREDISPOSISING FACTORS : Pengetahuan, Sikap Kepercayaan, Keyakinan, Nilai-nilai ENABLING FACTORS : Lingkungan fisik, Tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan
BEHAVIOR
REINFORCING FACTORS : Sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain Bagan 1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penyebab lain dari anemia yaitu tingkat pendidikan yang rendah sehingga kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang makanan yang baik untuk ibu hamil, selain itu juga rendahnya masukan makanan yang mengandung zat besi, Faktor ekonomi mempengaruhi rendahnya kesadaran tentang pentingnya makanan bergizi selama masa kehamilan. Anemia juga dipengaruhi oleh faktor – faktor lain seperti status gizi dan pola makan, Fasilitas kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi. Pemenuhan kebutuhan zat besi pada ibu hamil dipengaruhi oleh perilaku dan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi. (Arisman, 2009)
2.1.15 Sintesis Variabel Perilaku Pencegahan Pada Anemia Berdasarkan pengertian Perilaku menurut teori dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadangkadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Semakin sering ibu memeriksakan kehamilannya di tenaga kesehatan maka semakin baik perilaku ibu akan pencegahan anemia pada ibu hamil. 2.2 Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Perilaku Pencegahan Anemia 2.2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa.(Soekidjo, 2010). Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. (Wawan, 2010).
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang.Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu manusia, suatu objek terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahua diperoleh melalui mata dan telinga karena dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. (Soekidjo, 2010). Selanjutnya Parkinson, mengatakan meningkatkan kesadaran, meningkatkan pengetahuan, merubah sikap, mengubah perilaku dan menurunkan resiko merupakan urutan kompleksitas kebutuhan dan tujuan mulai dari sederhana hingga yang paling kompleks dan tidak selalu berhubungan sebab akibat antara yang satu dengan yang lain dan bukan merupakan urutan kejadian. (Udin, 2011). Sedangkan Bloom mengartikan pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi, idea atau fenomena yang belum diperoleh sebelumnya. (Notoatmodjo, 2005) Penelitian Muzayyaroh, 2007 di puskesmas Kebak Kramat Surabaya menunjukan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil masih rendah sebesar 46,7% dan pencegahan anemia selama kehamilan
cukup baik sebesar 43,3%. Sedangkan dari hasil uji korelasi didapatkan hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan perilaku pencegahan anemia selama kehamilan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silalahi, tahun 2006 di Kabupaten Dairi didapatkan hasil proporsi anemia pada pengetahuan baik adalah 51,2% responden mengalami anemia sedangkan pengetahuan kurang adalah 78,9% responden mengalami anemia dengan P value 0,006 (<0,05) berarti ada hubungan bermakna dan Ratio Prevalence 4,386 dengan confidence Interval (CI) =1,475-13,045 artinya responden yang pengetahuan kurang memiliki peluang 1,475 kali untuk mengalami anemia di bandingkan dengan pengetahuan baik. Sesuai dengan teori Lawrence Green yang dikemukakan oleh Notoatmodjo,
2010
bahwa
pengetahuan
adalah
Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Anemia kehamilan disebut “potensial danger to mother and child”, karena itu anemia merupakan perhatian serius dari semua pihak yang terkait
dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan. Angka kejadian anemia pada kehamilan di Indonesia menunjukan nilai yang cukup tinggi yaitu ( 3,8 %) pada trimester I,( 13,6 % ) pada trimester II, (24,8 % ) pada trimester III. 2.2.2 Tingkat pengetahuan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan
seseorang
(ovent
behavior).
Dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Tingkat pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan. b. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya seseorang yang memahami cara
pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras tempat-tempat penampungan air tersebut. c. Aplikasi (application) Aplikasi di artikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau di mana saja. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kkemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan,
atau
memisahkan,
mengelompokkan,
membuat digram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya dapat membedakan antara nyamuk Aedes agepty dengan nyamuk biasa.
e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berkaku di masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, dan sebagainya.(Soekidjo, 2010) 2.2.3 Cara Memperoleh Pengetahuan Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoatmodjo, adalah sebagai berikut: 1. cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
a. cara coba salah (trial dan error) cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan
dengan
menggunakan
kemungkinan
dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. b. cara kekuasaan atau otoritas sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintah,dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai ryang dikemukakan oleh orang lain yang mempunyai ototritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan penalaran sendiri. c. berdasarkan pengalaman pribadi pengalaman
pribadipun
dapat
digunakan
sebagai
upaya
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang
pernah
diperoleh
permasalahan yang dihadapi masa lalu.
dalam
memecahkan
2.
Cara modern dalam memperoleh pengetahuan cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan dalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : (Wawan, 2010) a. Faktor internal 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya halhal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada
umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. (Wawan, 2010). 2. Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu aka mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarganya. 3. Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Menurut Huclok 91998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan mayarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belumtinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.
b. Faktor eksternal 1. Faktor lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku atau kelompok. 2. Faktor budaya Sistem
sosial
budaya
yang
ada
pada
masyarakat
dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi 3. Sumber pengetahuan Nursalam,membagi sumber pengetahuan manusia dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: a) Tradisi Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan dimana setiap orang tidak dianjjurkan untuk memulai mencoba memecahkan masalah b) Autoritas Ketergantungan terhadap sesuatu objek tidak dapat dihindarkan karena kita tidak dapat secara otomatis menjadi dihindarkan karena kita tidak dapat secara otomatis menjadi seorang ahli dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi. Pengalaman seseorang pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu. Wawan, 2010
Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat kesimpulan yang valid tentang situasi dan pengalaman seseorang diwarnai dengan penilaian yang bersifat subjektif. Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh c) Trial dan error Dalam menyelesaikan suatu maslah keberhasilan kita dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui “coba” dan “salah”. Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan enggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. d) Alasan yang logis Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah. Akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena caliditas alasan deduktif tergantung dari informasi e) Metode ilmiah Pendekatan yang paling tepat untuk mencari sesuatu kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang berstruktur dan sistematis.
2.2.5 Indikator Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Perilaku Pencegahan Anemia Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam perilaku pencegahan anemia dilatar belakangi oleh tingkat pengetahuan dimana ibu mengetahui pencegahan anemia. Hal ini peneliti mengambil 3 faktor yang mempengaruhi pengetahuan tentang pencegahan Anemia yaitu : 1. Mengetahui Tentang Penyebab Anemia Ibu mengetahui penyebab anemia dari membaca buku dan akses internet. Ibu juga mendapatkan informasi dari teman dan orang tua. 2. Pemahaman Tentang Pencegahan Anemia Setelah mereka diberi penjelasan ibu memiliki kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang cara pencegahan anemia yang diketahui dan menginterpretasikan tentang pencegahan anemia yang sudah didapat secara benar.
3. Akibat Dari Anemia Ibupun harus tahu penanganan jika terjadi Anemia, hal ini adalah kemampuan ibu untuk mengatasi anemia pada ibu itu sendiri atau temannya yang mengalaminya.(Arikunto, 2006) 2.2.6 Cara Mengukur Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Perilaku Pencegahan Anemia Adapun cara mengukur pengetahuan ibu hamil di tempat penelitian yaitu dengan menggunakan kuesioner yng akan diberikan okepada ibu-ibu hamil yang datang saat itu. Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkatan, sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan scoring yaitu: 1. tingkat pengetahuan baik tingkat pengetahuan baik adalah tingkat pengetahuan dimana seseorang
mampu
mengetahui,
memahami,
mengaplikasi,
menganalisis, mensistensis, dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan dapat dikatakan baik jika seseorang mempunyai pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100% 2. tingkat pengetahuan cukup baik
tingkat pengetahuan cukup baik adalah tingkat pengetahuan dimana seseorang
sedikit
atau
cukup
baik
mengetahui,
memahami,
mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan dapat dikatakan cukup baik jika seseorang mempunyai pengetahuan cukup baik bila skor atau nilai 56-75% 3. tingkat pengetahuan kurang baik tingkat pengetahuan kurang baik adalah tingkat pengetahuan dimana seorang kurang mampu mengetahui, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Tigkat pengetahuan dapat dikatakan kurang jika seseorang mempunyai pengetahuan kurang baik bila skor atau nilai 40-55%. (Arikunto, 2006) 2.2.7 Teori Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Peter Drucker, Begawan manajemen tingkat dunia, khususnya dalam buku post Capitalist Society (1994) Dan Managing in a time of great change (1997) membedakan perubahan pengetahuan manusia dalam empat fase 1. pertama, sampai revolusi industri, pengetahuan manusia diterapkan kepada
“ada”,
being.
Artinya,
pengetahuan
lebih
bersifat
“kontemplatif”, yaitu mencari kebenaran demi kebenaran itu sendiri,
bukan
untuk
tujuan-tujuan
yang
didasarkan
pada
kemanfaatan. Pengetahuan tidak mengandung arti “kemampuan
melakukan sesuatu”. Kemanfaatan atau kegunaan bukanlah pengetahuan, tetapi keterampilan yang dalam bahasa Yunani disebut sebagai “Techne”. Manusia menjadi sempurna dengan memiliki
pengetahuan,
yang
merupakan
perwujudan
dari
kebenaran. 2. Kedua, baru pada saat revolusi industri, pengetahuan menjadi sumber perbuatan (doing). Pengetahuan ditujukan untuk hal yang bermanfaat, yaitu menjadi sumber alat-alat atau teknologi sebagaimana diawali oleh James Watt (1736-1819). “Techne” keterampilan dikombinasikan dengan “logos”, yaitu pengetahuan yang terorganisasi. Sistematik dan memiliki tujuan, sehingga menjadi “teknologi”. Pada fase ini, khususnya pertengahan abad ke 18, di Eropa muncul berbagai lembaga yang mengajarkan ‘keterampilan, antara lain Ecole polytechniqui. 3. Pada fase berikutnya yang ketiga, pengetahuan tidak hanya dikaitkan dengan tindakan, tetapi dikaitkan dengan kajian tentang pekerjaan, analisis pekerjaan, dan rekayasa pekerjaan atau untuk memperbaiki pekerjaan. Ini dirintis oleh Frederick Winslow Taylor (1856-1915) dengan karyanya Scientific Management (1911). Dengan ini rpoduktifitas menjadi meningkat. Dan mulai saat ini “pelatihan” menjadi penting. Frederick Winslow Taylor ini juga
disebut sebagai bapaknya ilmu teknik industri (Industrial Engineering). 4. Fase terakhir, terjadi ketika pengetahuan diterapkan pada pengetahuan (knowledge is applied to knowledge). jika sebelumnya manajemen dimaksudkan sebagai pengetahuan untuk menemukan bagaimana pengetahuan yang ada diterapkan sebaik mungkin untuk memberikan hasil, kini pengetahuan juga diterapkan secara sistematik dan sengaja untuk mendefinisikan pengetahuan baru apa yang dibutuhkan? Apakah itu feasible? Dan apa yang harus dilakukan untuk menjadikan pengetahuan itu efektif? Dengan kata lain, pengetahuan diterapkan pada inovasi sistemik. Dari sini Peter Drucker kemudian muai memperkenalkan istilah knowledge worker, yakni kelompok pekerja yang memiliki pendidikan formal dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan-pengetahuan teoritik dan analitik serta mind set tertentu dan lebih-lebih “kebiasaan untuk belajar terus belajar”. Untuk pertama kalinya sejak revolusi industri, pengetahuan menjadi faktor produksi yang penting seperti halnya tanah, tenaga kerja dan modal, pada masa era kapitalisme. Faktor pengetahuan ini bahkan menjadi yang terpenting karena sacara fundamental berbeda dengan faktor produksi lainnya itu dalam arti ia (pengetahuan) tidak terkait pada
suatu
negara,
tradisional,
dapat
dibawa,
dapat
diciptakan
dimanapun, secara cepat, mudah dan murah. Sedangkan menurut Roger (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan sebelum mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : 1. Kesadaran (awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (0bjek) 2. Merasa tertarik (interest) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus 3. Menimbang-nimbang
(evaluation)
individu
akan
mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bari dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi 4. Trial , dimana individu mulai mencoba perilaku baru 5. Adaptation, dan sikapnya terhadap stimulus Pada penelitian Notoatmodjo (2003), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (ling lasting) namun sebaliknya jika perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran,
maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yakni aspek fisik, psikis, sosial yng secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik da sosial budaya. Menuru Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif yaitu: 1.
baik: hasil presentasi 76%-100%
2.
cukup: hasil presentasi 56%-75%
3.
kurang: hasil presentasi > 56%
2.2.8 Sintesis Variabel Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Perilaku Pencegahan Anemia Berdasarkan pengertian pengetahuan menurut teori dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan
pengindaraan,
pengetahuan
umumnya
datang
dari
penginderaan. pengetahuan seseorang terhadap kesehatan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang, jadi jika ibu memiliki pengetahuan
yang kurang mengenai
pemeriksaan kehamilan ibu hamil tersebut dapat mempengaruhi
persepsi mereka mengenai masalah – masalah pada kehamilan salah satunya adalah terjadinya anemia pada kehamilan tersebut. 2.3
Peran Bidan Dalam Pencegahan Anemia
2.3.1 Definisi Bidan Dalam Bahasa Inggris, kata midwife (bidan) berarti “ with woman “ ( bersama wanita ) – mid= together, wife = a woman. Dalam bahasa perancis , sage femme ( bidan ) berarti “ wanita bijaksana”. Sedangkan dalam bahasa Latin, cum- mater (bidan) berarti “ berkaitan dengan wanita”. Pengertian bidan dan bidang praktiknya secara internasional telah diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM) pada tahun
1972,
International
Federation
of
Gynaecologist
and
Obstetrician (FIGO) pada tahun 1973, WHO, dan badan lainnya. Pada pertemuan Dewan di Kobe tahun 1990, ICM menyempurnakan definisi tersebut yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992). Kemudian pada tanggal 19 Juli 2005, ICM memperbarui kembali definisi bidan. Secara lengkap definisi bidan adalah : seseorang yang telah menjalani program pendidikan bidan, yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait kebidanan serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktik bidan.
Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui oleh pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, jika melakukan praktik yang bersangkutan harus mendaftar untuk mendapatkan ijin praktik dari lembaga yang berwenang dalam melaksanakan praktik bidan harus mampu memberikan asuhan sesuai dengan kebutuhan pada : wanita hamil, bersalin, nifas, BBL, bayi dan Balita. (Asri, 2008) Bidan dikenal sebagai profesional yang bertanggung jawab yang bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan, asuhan dan saran selama kehamilan, periode persalinan, dan postpartum, melakukan pertolongan persalinan di bawah tanggung jawabnya sendiri, serta memberikan perawatan pada bayi baru lahir dan bayi. Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anaknya, akses untuk perawatan medis atau pertolongan lainnya, serta pemberian tindakan kedaruratan. Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tapi juga keluarga dan masyarakat. Tugas ini meliputi pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua dan dapat meluas hingga kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau reproduksi, dan perawatan anak. Bidan dapat
praktik di mana saja termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, atau unit kesehatan. Definisi bidan menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI) adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan diberi izin secara sah untuk melaksanakan praktik. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan kebidanan di masyarakat, bidan diberi wewenang oleh pemerintah sesuai dengan wilayah pelayanan yang diberikan. Wewenang tersebut berdasarkan peraturan Menkes RI. Nomor 900/Menkes ISK/VII/2002 tentang Registrasi dan praktik bidan. (Endang, 2014) Bidan harus memberikan supervise, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Menurut UU Nomor 23 Tahun 1992, Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang
memerlukan
kewenangan
pelayanan kesehatan. (Sugeng, 2011)
dalam
menjalankan
2.3.2 Indikator Bidan Dalam Pencegahan Anemia Pada Ibu Hamil Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti. (Soepardan, 2007) 1. Peran sebagai pelaksana Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan. Tugas – tugas mandiri bidan, yaitu : 1. Menetapkan manajeman kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan, mencangkup : a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien. b. Menentukan diagnosis c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/ tindakan g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan 2. Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan wanita dengan melibatkan mereka sebagai klien, mencangkup :
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pranikah. b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar. c. Menyusun
rencana tindakan /layanan sebagai
prioritas
mendasar bersama klien d. Melaksanakan tindakan/ layanan sesuai dengan rencana. e. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien. f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien. g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan. 3. Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, mencangkup : a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil. b. Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien. c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah. d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun. e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien. g. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien. h. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan. 4. Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien/keluarga, mencangkup : a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan. b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan. c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah. d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun. e. Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien. f. Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan prioritas. g. Membuat asuhan kebidanan. 5. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencangkup :
a. Mengkaji status kesehatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga. b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir. c. Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas. d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan. f. Membuat rencana tindak lanjut. g. Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah diberikan. 6. Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga, mencangkup : a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas. b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas. c. Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah. d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana. e. Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien. 7. Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhakan pelayanan keluarga berencana, mencangkup : a. Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia subur) b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan. c. Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien. d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan. f. Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien. g. Membuat pencatatan dan laporan. 8. Memberi asuhan kebidana pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium serta menopause, mencangkup : a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien. b. Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas,dan kebutuhan asuhan. c. Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien. d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan. f. Membuat rencana tindak lanjut bersama klien. g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan. 9. Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, mencangkup : a.
kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita.
b. Menentukan diagnosis dan prioritas masalah. c.
Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah. e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan. f. Membuat rencana tindak lanjut. g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan. Tugas – tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu : 1.Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencangkup : a) Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b) Menentukan
diagnosis,
prognosis,dan
prioritas
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi. c) Merencanakan
tindakan
sesuai
dengan
prioritas
kegawatdaruratan dan hasil kolaborasi serta bekerjasama dengan klien. d) Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien. e) Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan. f) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien. g) Membuat pencatatan dan pelaporan. 2. Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencangkup : a) Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi. b) Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor resiko serta keadaan kegawatdaruratan pada kasus resiko tinggi. c) Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d) Melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan resiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas. e) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama. f) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien. g) Membuat pencatatan dan pelaporan. 3. Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencangkup : a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi. b. Menentukan diagnosis, prognosis dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan kegawatdaruratan. c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas. d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil dengan resiko tinggi. f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien. g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
4. Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko
tinggi
serta
pertolongan
pertama
dalam
keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencangkup : a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi. b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor resiko serta keadaan kegawatdaruratan. c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas. d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan resiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan rencana. e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama. f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien. g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
5. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencangkup : a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi. b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor resiko serta keadaan kegawatdaruratan. c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas. d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas. e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama. f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien. g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
6. Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencangkup : a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi. b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor resiko serta keadaan kegawatdaruratan. c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas. d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas. e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama. f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien. g. Membuat pencatatan dan pelaporan. Tugas – tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu : 1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga, mencangkup: a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan yang memerlukan tindakan di luar lingkup kewenangan bidan dan memerlukan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumber – sumber dan fasilitas untuk kebutuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga. c. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang dengan dokumentasi yang lengkap. d. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi. 2. Memberi asuhan kebidanan melaui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan resiko tinggi serta kegawatdaruratan, mencangkup : a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan. b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas. c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan. d. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan. e. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang. f. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
3. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga, mencangkup : a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam persalinan yang memerlukan konsultasi dan rujukan. b. Menentukan diagnosis, prognosisis, prioritas. c. Memberi pertolongan pertama kasus yang memerlukan rujukan d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/ institusi pelayanan kesehatan yang berwenang. e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi. 4. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas yang disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan
dengan
melibatkan
klien
dan
keluarga,
mencangkup : a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam masa nifas yang memerlukan konsultasi serta rujukan. b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas. c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan. d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada peugas/ institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta
mendokumentasikan
seluruh kejadian dan intervensi. 5. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan keluarga, mencangkup : a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir yang memerlukan konsultasi serta rujukan. b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas. c. Memeberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang. e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi. 6. Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan klien/ keluarga, mencangkup : a. Mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang memerlukan konsultasi serta rujukan b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas. c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang. e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi. 2. Peran sebagai Pengelola Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar kesehatan dan tugas partisispasi dalam tim. 1. Mengembangkan pelayananan dasar kesehatan Bidan bertugas mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama pelayanan kebidananan untuk individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan masyakat/klien, mencangkup : 1. Mengkaji kesehatan
kebutuhan ibu
dan
terutama anak
yang untuk
berhubungan meningkatkan
dengan serta
mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat. 2. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat.
3. Mengelola kegiatan – kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana (KB) sesuai dengan rencana. 4. Mengkoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau petugas kesehatan lain dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta KB. 5. Mengembangkan
strategi
untuk
meningkatkan
kesehatan
masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anaknya serta KB, termasuk pemanfaatan sumber- sumber yang ada pada program dan sektor terkait. 6. Menggerakkan dan
mengembangkan kemampuan masyarakat
serta memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi – potensi yang ada. 7. Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional melalui pendidikan, pelatihan, magang serta kegiatan – kegiatan dalam kelompok profesi. 8. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan. 2. Berpartisipasi dalam tim Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga kesehatan
lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya, mencangkup : 1. Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut. 2. Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau
petugas
lapangan
keluarga
berencana
(PLKB)
dan
masyarakat. 3. Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain. 4. Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi. 5. Membina kegiatan – kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan dengan kesehatan. 3. Peran Sebagai Pendidik Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader. 1. Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, serta masyarakat) tentang
penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, mencangkup: 1. Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana bersama klien. 2. Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien. 3. Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah disusun. 4. Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai dengan rencana jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur – unsur terkait, termasuk klien. 5. Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien
dan
menggunakannya
untuk
memperbaiki
serta
meningkatkan program di masa yang akan dating. 6. Mendokumentasikan pendidikan/penyuluhan sistematis.
semua kesehatan
kegiatan secara
dan
hasil
lengkap
serta
2. Melatih dan membimbing kader Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan, serta membina dukun di wilayah atau tempat kerjanya, mencangkup : 1. Mengkaji kebutuhan pelatihan dan membimbing bagi kader, dukun bayi, serta peserta didik. 2. Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian 3. Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids,AVA) dan bahan untuk keperluan pelatihan dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun. 4. Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang telah disusun dengan melibatkan unsur – unsur terkait. 5. Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya. 6. Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan. 7. Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.
8. Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta bimbingan secara sistematis dan lengkap. 4. Peran sebagai peneliti/investigator Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun berkelompok mencangkup : 1. Mengindentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan. 2. Menyusun rencana kerja pelatihan. 3. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana. 4. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi. 5. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut. 6. Memanfaatkan
hasil
investigasi
untuk
meningkatkan
dan
mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan. Fungsi Bidan Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah sebagai berikut : Fungsi Pelaksana Fungsi bidan sebagai pelaksana mencangkup : 1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta masyarakat (khususnya kaum remaja) pada masa praperkawinan.
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan kasus patologis tertentu, dan kehamilan dengan resiko tinggi. 3. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu. 4. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan resiko tinggi. 5. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas. 6. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui. 7. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan prasekolah. 8. Memberi pelayanan keluarga berencana sesuai dengan wewenaangnya. 9. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem reproduksi, termasuk wanita pada masa klimakterium internal dan menopause sesuai dengan wewenangnya. Fungsi Pengelola Fungsi bidan sebagai pengelola mencangkup : 1. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu, keluarga, kelompok, masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat. 2. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit kerjanya. 3. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.
4. Melakukan kerjasama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait dengan pelayanan kebidanan. 5. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan.
Fungsi Pendidik Fungsi bidan sebagai pendidik mencangkup : 1. Memberi
penyuluhan
kepada
individu,
keluarga,
dan
kelompok
masyarakat terkait dengan pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana. 2. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesehatan sesuai dengan bidang tanggung jawab bidan. 3. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di klinik dan di masyarakat 4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang keahliannya. Fungsi Peneliti Fungsi bidan sebagai peneliti mencangkup : 1. Melakukan evaluasi, pengkajian, survey, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau berkelompok dalam lingkup pelayanan kebidanan. 2. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana(KB).
2.3.3 Cara Mengukur Peran Bidan Dengan Perilaku Pencegahan Anemia Pengukuran atau cara mengamati adanya peran Bidan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yakni dengan pengamatan (observasi) yaitu mengamati tindakan dari Bidan subyek dalam memberikan dukungannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah didapatkan dari tindakan Bidan. (Siekidjo, 2010) 2.3.4 Teori Yang Berhubungan Dengan Peran Bidan Terhadap Perilaku Pencegahan Anemia Teori adalah seperangkat konsep atau pernyataan yang dapat secara jelas menguraikan fenomena yang penting dalam sebuah disiplin. Teori adalah ide ayng direncanakan dalam pikiran dan dituangkan ke dalam gambaran berupa obyek tentang suatu kejadian atau obyek yang digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan fenomena sosial penalaran yang menarik perhatiannya. Teori berfungsi sebagai jalur logika atau penalaran yang digunakan oleh peneliti untuk menerangkan hubungan pengaruh antar-fenomena yang dikaji. Teori Reva Rubin Reva Rubin merupakan perawat kebidanan yang hasil penelitiannya telah digunakan secara luas di Amerika Serikat. Tujuan penelitian :
Mengidentifikasi bagaimana seorang wanita melaksanakan perannnya sebagai ibu dan hal apa sajakah yang memengaruhinya, baik yang bersifat positif maupun negatif. Metode penelitian : Data dikumpulkan oleh siswa bidan yang merawat wanita di klinik antenatal dan postnatal melalui wawancara seara langsung atau via telepon yang berlangsung selama 1-4 jam pada sekitar 6000 wanita (yang terus dikembangkan selama 20 tahun). Hasil penelitian : Proses pelaksanaan peran ibu terjadi saat kehamilan sampai 6 bulan setelah melahirkan. Dalam proses tersebut terdapat tiga elemen penting dalam proses pelaksanan peran ibu, yaitu: 1. Idea image, sebuah gambaran ideal/positif mengenai wanita yang berhasil melaksanakan perannya sebagai ibu dengan baik. 2. Self image, gambarn mengenai dirinya sendiri yang dihasilkan melalui pengalamannya. 3. Body image, perubahan yang terjadi pada tubuh wanita selama proses kehamilan. Proses pelaksanaan peran seorang ibu, melalui tahap: 1. Mimicry (peniruan). Wanita meniru perilaku wanita lain (yang pernah hamil) dengan melihat, mendengar dan merasakan pengalaman menjadi seorang ibu. Misalnya, apa yang dilakukan saat persalinan, bagaimana pertubuhan bayi pada hari-hari pertama, dan sebagainya.
2. Role play (mencoba bermain peran). Menciptakan kondisi di masa yang akan datang dengan sengaja. Misalnya, berlatih merawat bayi dengan menjadi babysister (pengasuh anak) untuk anak temannya, mencoba menyuapi anak kecil, dan sebagainya. 3. Fantasy (mengkhayal). Wanita mengkhayal dirinya di masa yang akan datang. Misalnya, akan seperti apa proses persalinannya nanti, baju apa yang akan dikenakan bayinya nanti, dan sebagainya. 4. Introjection-projection-rejection (pengolahan pesan). Wanita mencoba mengolah pesan dan membandingkan gambaran ideal tentang seorang ibu dengan keadaan dirinya sendiri. Dalam fase ini dapat terjadi proses penerimaaan dan penolakan. Misalnya, saat ibu memandikan bayinya di rumah berdasarkan apa yang dipelajarinya di rumah sakit atau di tempat lainnya. 5.
Grief work (evaluasi). Wanita tersebut mengevaluasi tindakannya di masa lalu dan menghilangkan tindakan yang ia anggap sudah tidak tepat lagi.
2.3.5 Sintesis Peran Bidan Terhadap Perilaku Pencegahan Anemia Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui oleh pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, jika melakukan praktik yang bersangkutan harus mendaftar untuk mendapatkan ijin praktik dari lembaga yang berwenang dalam melaksanakan praktik bidan harus mampu memberikan
asuhan sesuai dengan kebutuhan pada : wanita hamil, bersalin, nifas, BBL, bayi dan Balita. Berdasarkan pengertian Peran Bidan menurut teori dapat disimpulkan bahwa Peran Bidan adalah keikutsertaan dalam memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada klien (baik individu, keluarga, kelompok, serta masyarakat), tentang penanggulangan masalah kesehatan 2.4 Landasan Teori Menuju Konsep Landasan teori yang memayungi kerangka penelitian ini adalah teori Green (1980) yang diuraikan oleh Notoatmodjo (2010), menjelaskan banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan Anemia, yang berasal dari faktor internal dan eksternal maupun berasal dari tiga faktor, yaitu predisposisi factors, enabling factors, dan reinforcing factors. Ketiga komponen tersebut, didalamnya ada faktor pengetahuan, peran bidan, dan dukungan keluarga. (Notoatmodjo, 2010) Faktors predisposisi, perilaku pencegahan Anemia akan baik bila ibu hamil tersebut memiliki pengetahuan yang cukup tentang anemia, baik berupa makanan, cara pencegahan sehingga ibu hamil menjadi tahu cara mencegahan terjadinya anemia pada ibu hamil tersebut. Pengalaman pribadi atau pengetahuan adalah hasil tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.(Notoatmodjo, 2010) Enabling factor yang merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar, peneliti menghubungkan dengan perilaku, yang mendukung adanya
pengetahuan ibu hamil agar mengetahui cara mencegahan anemia tersebut. Notoatmodjo, 2010) Reinforcing factor yang peneliti gunakan adalah Dukungan keluarga merupakan bagian dari faktor pendorong perilaku. Dalam hal ini dukungan keluarga
yang mempengaruhi
perilaku ibu
dalam
memilih
tempat
pemeriksaan kehamilan. Semakin kuat dukungan maka semakin kecil ibu tersebut terkena anemia yang berhubungan dengan kondisi ibu. Begitupun informasi petugas kesehatan tak kalah penting berperan dalam perilaku ibu memilih lokasi pemeriksaan kehamilannya
BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN KERANGKA ANALISIS
3.1 Kerangka Teori Model Teori 1 Predisposisingfactors : Pengetahuan ,Kepercayaan, Keyakinan, Nilai-nilai
Enablingfactors : Lingkungan fisik, Tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan
BEHAVIOR (Perilaku)
Reinforcingfactors : Perilaku petugas kesehatan atau petugas lain
Bagan 3.1 Faktor-Faktor Yang BerhubunganDenganPerilaku Sumber : Green, W. Lawrence (1990). Health Education Planning. A Diagnostic Approach.Mafield Publishing Company, Palo Alto. California
Model Teori 2
Faktor-Faktor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengetahuan
Perilaku
Pendidikan Pekerjaan Umur Minat Pengalaman Informasi
Bagan 3.2 Faktor YangMempengaruhi Pengetahuan Dan Perilaku Sumber :Notoatmodjo (2007). IlmuKesehatanMasyarakat. RinekeCipta. Jakarta
3.2 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang Hubungan pengetahuan ibu hamil, peran bidan, dukungan keluarga
dengan
perilaku
pencegahan Anemia pada Ibu hamil, adapun kerangka konsep penelitiannya adalah: .(Notoatmojo, 2012)
Pengetahuan Ibu Hamil
Perilaku pencegahan Anemia
Peran Bidan
Bagan 3.5 Kerangka Konsep Penelitian 3.3 Kerangka Analisis / Kerangka Matematis Berdasarkan kerangka konsep dan tujuan dari penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka analisis dapat digambarkan sebagai berikut:
X1
Y
X2
X1 : Variabel Bebas (Independen) Yaitu Pengetahuan X2 : Variabel Bebas (Independen) Yaitu Peran Bidan Y : Variabel Terikat (Dependen) Yaitu Perilaku Pencegahan Anemia
3.4 Definisi Konsep, Definisi Operasional dengan pengukuran Variabel
1. Perilaku pencegahan Anemia
Definisi Konseptuual
Definisi Operasional
Respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak.
Respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Indikatornya adalah: 1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan 2. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi
Ukuran Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Kuesioner
Menjawab pertanyaan
1 = tidak Ordinal mengatasi, jika responden mendapatkan skor < mean(10,86) 2=mengatasi, jika responden mendapatkan skor > mean(10,86)
Skala Ukur
3. Pemberian tablet Fe untuk mencegah anemia dalam kehamilan
2. Pengetahuan tentang Anemia
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Dimana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata atau telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Dimana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata atau telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Adapun indikator dari pengetahuan adalah:
Kuesioner
Menjawab pertanyaan
1 = rendah Ordinal jika responden mendapatkan skor < mean(10,44) 2 = tinggi jika responden mendapatkan skor > mean(10,44)
untuk terbentuknya tindakan seseorang.
3. Peran Bidan
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk
1. Mengetahui Penyebab Anemia 2. Pemahaman tentang Pencegahan Anemia 3. Akibat dari Anemia
Bidan adalah seorang Kuesioner perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk deregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk
Menjawab pertanyaan
1 = tidak berperan, jika tidak melakukan tindakan apapun 2 = berperan, jika membantu mengatasi Anemia
Ordinal
deregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan (IBI).
menjalankan praktik kebidanan (IBI). Indikator peran bidan adalah: 1. Sebagai pelaksana 2. Sebagai pengelola 3. Sebagai pendidik 4. Sebagai peneliti
1.5 Hipotesis Penelitian a. Ada Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Hamil Dengan Perilaku Pencegahan Anemia b. Ada Hubungan Antara Peran Bidan Dengan Perilaku Pencegahan Anemia
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu suatu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi, selanjutnya melakukan
analisis
dinamika
kolerasi
antar
fenomena
tersebut.(
Sulistyaningsih, (2011) Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010), penelitian cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor resiko atau variabel sebab (independen) dengan efek atau variabel akibat (dependen) yang diukur dan diobservasi dalam waktu yang bersamaan. Penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer. ( Notoatmodjo, 2010 ). Variabel (independen) dalam penelitian ini adalah Pengetahuan dan Peran Bidan yang diukur bersamaan dengan Perilaku pencegahan Anemia (variabel dependen) 4.2
Pengembangan Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Menurut Arikunto, Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan
lebih mudah dan hasilnya baik sehingga lebih mudah diolah. (Arikunto, 2010) Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban dengan menggunakan tanda-tanda tertentu. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis pertanyaan tertutup. Responden hanya memberi tanda ceklis (√) pada jawaban yang dipilih. Tabel 4.1 No Variabel
1
2
3
Indikator
Perilaku a. Istirahat yang cukup Pencegahan Anemia
Pengetahuan tentangAnemia
Peran Bidan
Jumlah Soal
Jumlah Butir
5
1,2,3,4,5
b.Makan – makanan yang bergizi
5
6,7,8,9,10
c. Kontrol pemeriksaan kehamilan
5
11,12,13,14,15
a.Penyebab Anemia
5
16,17,18,19,20
b.Pemahaman tentang pencegahan Anemia
5
21,22,23,24,25
c. Akibat dari Anemia
5
26,27,28,29,30
a.Sebagai Pelaksana
5
31,32,33,34,35
b.Sebagai Pengelola
5
36,37,38,39,40
c.Sebagai Pendidik
5
41,42,43,44,45
d. Sebagai Peneliti
5
46,47,48,49,50
. 4.3 Pengumpulan Data 4.3.1 Gambaran Daerah Penelitian Sebelum melakukan penelitian dikumpulkan data dengan cara menggunakan data sekunder yang didapat dari Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur tentang jumlah Bidan, gambaran Puskesmas dan pencarian data-data lain yang relevan dalam mendukung penelitian ini.
4.3.2 Populasi dan Sampel (Unit Analisis) 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.( Notoatmodjo, 2010) Populasi dalam penelitian ini adalah Semua Ibu hamil trimester III yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur Bulan Juni sampai dengan bulan Desember. Populasi ini sesuai tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan peran bidan dengan perilaku pencegahan Anemia Di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur
2. Sampel Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.(Notoatmodjo, 2010). Rumus yang digunakan untuk menghitung sampel sebagai berikut:
=
( )
Keterangan : n
= Besar sample
N = Jumlah populasi d
= Tingkat kepercayaan 95% (0,05)
4.3.3 Tekhnik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
Accidental
sampling
yaitu
teknik
penentuan
sampel
berdasarkan kebetulan, siapa saja dipandang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur oleh peneliti dengan tetap memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. (Sugiyono, 2012)
4.3.4 Cara Pengambilan Sampel Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan tekhnik pengambilan sampel Accidental sampling yaitu pengambilan sampel yang kriterianya memenuhi syarat inklusi dan eksklusi. 4.3.5 Syarat Sampel 4.3.5.1 Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target terjangkau yang akan diteliti. (Nursalam, 2005) Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Semua Ibu hamil Trimester III yang memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur 2. Semua Ibu hamil Trimester III di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur yang bersedia menjadi responden . 4.3.5.2 Kriteria Non Inklusi Kriteria non inklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.(Nursalam, 2005) 1. Ibu hamil Trimester III di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur yang tidak berada di tempat saat pengambilan data. 2. Responden sakit, tidak dapat membaca dan mengerti cara pengisian kuisioner dengan benar.
4.3.5.3 Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah kriteria yang berada diluar dari subjek populasi penelitian. (Soekidjo, 2010). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Ibu hamil yang tidak bersedia menjadi responden 2. Ibu hamil trimester I dan II di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur 4.4.1 Uji Coba Instrumen Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dari subyek penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen dimaksudkan untuk memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel. Sebelum diberikan kepada responden, kuesioner terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap 20 orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden untuk menguji validitas dan realibitasnya. Instrumen yang valid adalah instrumen yang mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali akan menghasilkan data yang konsisten sama. (Sugiyono, 2011)
4.4.2 Pengolahan Uji Coba Dalam
penelitian
ini
pengujian
validitas
instrument
menggunakan alat bantu pengolahan SPSS statistic windows versi 18.
4.4.3 Hasil Uji Coba 4.4.3.1 Uji Validitas Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang ingin diukur.(Notoatmodjo, 2010) Untuk mengetahui kuesioner atau pertanyaan yang telah disusun valid atau tidak, maka terlebih dahulu dilakukan uji validitas dengan karakteristik yang sejenis diluar tempat penelitian. Untuk mengukur validitas dari kuesioner bisa dilakukan deengan menghitung korelasi antara skor masing-masing item dari pertanyaan dengan total skor yang terdapat pada konstruknya sehingga hal tersebut disebut analisis butir/item. Apabila nilai r hitung (dalam output SPSS dinotasikan sebagai corrected item total correlation) hasil positif dan r hitung > r tabel, maka akan dapat dikatakan bahwa item pertanyaan tersebut adalah valid. Demikian juga berlaku sebaliknya, apabila r hitung < r tabel maka dapat dikatakan bahwa item dari pertanyaan tersebut tidak valid. Item pertanyaan yang tidak valid akan dikeluarkan dan tidak dimasukan ke dalam proses analisis selanjutnya, sedangkan untuk pertanyaan yang valid akan diteruskan hingga ke tahap pengujian realibitas.
4.4.3.2 Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen dapat dipercaya atau dapat di andalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama.(Notoatmodjo, 2010) Tingkat reliabilitas diukur dengan metode AlphaChronbach’s diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan ke dalam tabel berikut : (Arikunto, 2006)
Tabel 4.10 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha Nilai Alpha Tingkat Reliabilitas 0,00 s.d 0,20 Kurang reliabel >0,20 s.d 0,40 Agak reliabel >0,40 s.d 0,60 Cukup reliabel >0,60 s.d 0,80 Reliabel >0,80 s.d 1,00 Sangat reliabel
4.4.4 Pengumpulan Data 4.4.4.1 Organisasi Pengumpulan Data Langkah pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara : 1. Membuat surat permohonan izin pengambilan data dan izin penelitian 2. Mengajukan izin penelitian kepada kepala Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur 3. Mengadakan pengkajian data yang relevan yang dapat mendukung penelitian ini. 4. Memberikan penjelasan singkat tentang rencana kegiatan penelitian dan tujuan penelitian kepada responden yang setuju berpartisipasi dalam penelitian ini. 5. Responden diberi lembar persetujuan menjadi responden 6. Responden diberikan kuesioner untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan 7. Mengarahkan respoden untuk mengisi semua item kuesioner yang telah disiapkan dan apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada peneliti. 8. Langkah
terakhir
setelah
kuesioner
dilakukan pengolahan data dan analisa data.
dikumpulkan
4.4.4.2 Input Data Ke Dalam Instrumen Dalam penelitian ini instrumen berupa kuesioner yang dibagikan dan diisi langsung oleh responden tentang pengetahuan, peran bidan, perilaku pencegahan Anemia di Puskesmas Kecamatan Cakung. 4.4.4.3 Data Entri/Input Setelah data yang diperlukan dalam penelitian sudah terkumpul, maka dilakukan tahap input data melalui tahap berikut : 4.4.4.3.1 Coding Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka (pemberian kode).
4.4.4.3.2 Checking Checking merupakan kegiatan pengecekan kuesioner apakah jawaban dalam kuesioner sudah lengkap dan diisi dengan jelas oleh responden. 4.4.4.3.3 Processing Processing data dilakukan dengan cara mengentry data dari kuesioner ke program komputer. 4.4.4.3.4 Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekkan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. 4.4.4.3.5 Data Bersih Setelah di cleaning tidak ada (kuesioner) yang belum terisi, kemudian dengan menggunakan Coding atau pengkodean agar data bisa dimasukan ke dalam SPSS untuk pengolahan data. 4.4.5 Pengolahan Data Data diolah dengan menggunakan software SPSS for Windows versi 18 yang hasilnya meliputi: 4.4.5.1 Deskripsi Data (Univariat) Deskripsi
data
univariat
ini
dilakukan
untuk
mendapatkan karakteristik setiap variabel yang diteliti. Dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi dari setiap variabel. Analisis data yang digunakan adalah univariat terhadap variabel penelitian. Setelah setiap alternatif jawaban diketahui selanjutnya diadakan persentase dengan cara membagi frekuensi setiap jawaban (F) dengan jumlah soal (N) kemudian dikalikan 100. = × 100 % Keterangan : P = persentase %
f = frekuensi setiap kategori N = jumlah soal
4.4.5.2 Bivariat (P-Value atau OR atau RR) Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan terhadap
2
variabel
yang
diduga
berhubungan
atau
berkolerasi. Pada penelitian ini digunakan variabel bebas (Pengetahuan, Peran bidan dan dukungan keluarga) yang merupakan kelompok yang berpengaruh/berhubungan dengan variabel terikat (Perilaku pencegahan Anemia). Untuk mengetahui hubungan variabel independen dan dependen dengan uji Chi Square dengan menggunakan program SPSS for window 20.0, untuk mengetahui kebermaknaan nilai p value apakah H0 diterima atau ditolak. Rumus Chi Square: ² = ∑
( − )²
Keterangan : X² = statistik Chi Square 0 = nilai observed E = nilai ekspektasi ∑ = jumlah
Hasil akhir uji statistik adalah mengetahui apakah keputusan uji H0 ditolak /gagal ditolak. Ketentuan jika p value <α (0,05) maka H0 ditolak. Artinya ada hubungan yang bermakna
antara
variabel
independen
dan
dependen.
(Notoatmodjo, 2010) Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran resiko relative (RR) dan odss ratio (OR). Risiko relative membandingkan risiko pada kelompok ter-ekspose dengan kelompok tidak terkespose. Sedangkan osdd rasio membandingkan odd pada kelompok ter-ekspose. Ukuran RR pada umumnya digunakan pada desain Kohort, sedangkan ukuran OR biasanya digunakan pada desain kasus control atau potong lintang (Cros sectional), dan dalam penelitian ini peneliti menggunakan nilai OR. 4.4.6 Analisis Data Analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian untuk memperoleh suatu kesimpulan. 4.4.6.1 Analisis Data Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean, median, standar deviasi, distribusi frekuensi dan persentase setiap variabel.
4.4.6.2 Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan. Dalam analisis bivariat ini dilakukan beberapa tahap antara lain: 1. Analisis proporsi atau persentase, dengan membandingkan distribusi silang antara dua variabel yang bersangkutan. 2. Analisis dari hasil uji statistik (chi square test) Melihat dari hasil uji statistik ini akan dapat disimpulkan adanya dua variabel memiliki hubungan bermakna atau tidak. 4.4.7 Penyajian Data 1. Narasi Data disajikan dengan cara narasi, dan data yang ditampilkan yaitu data yang menonjol. Apabila narasi melengkapi sebuah tabel, hanya ditekankan pada data yang menjadi point interest, tidak semua data yang akan diuraikan.(Sulistyaningsih, 2011) 2. Tabel Penyajian data secara tabular yaitu memberikan keterangan berbentuk angka. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah master tabel dan tabel distribusi frekuensi. Dimana data disusun dalam baris dan kolom dengan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran.
3. Grafik Selain dapat disajikan ke dalam bentuk tabel sebagaimana dikemukakan di atas, data-data angka juga disajikan dalam bentuk grafik, atau lengkapnya grafik frekuensi. Pembuatan grafik frekuensi pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari pembuatan tabel distribusi frekuensi karena pembuatan grafik itu haruslah didasarkan pada tabel distribusi frekuensi. Dengan kata lain, pembuatan tabel distribusi frekuensi harus tetap dilakukan baik kita bermaksud maupun tidak bermaksud membuat grafik frekuensi. Penyajian data angka ke dalam grafik biasanya di pandang lebih menarik karena data-data itu tersaji dalam bentuk visual. Gambar grafik frekuensi yang banyak dipergunakan dalam metode statistic adalah histogram, polygon, kurve dan garis. 4. Persamaan Matematika Persamaan matematika untuk variabel penelitian ini adalah: Y = XI Y = X2 Y = X1+X2 Keterangan: X1 = variabel bebas yaitu variabel pengetahuan X2 = variabel bebas yaitu variabel peran bidan Y = variabel terikat yaitu variabel perilaku pencegahan anemia
4.4.8 Interpretasi Berdasarkan dari teori yang ada diungkapkan bahwa untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan peran bidan dengan perilaku pencegahan Anemia Ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Cakung Jakarta Timur dengan taraf kepercayaan 95% bisa berlaku pada semua populasi. 4.5
Etika Penelitian Setiap penelitian sebaiknya dimintakan ethical clearance yaitu semacam persetujuan dari komite etik penelitian di suatu institusi bahwa penelitian yang akan dilakukan ini tidak membahayakan responden penelitian. Apabila komite etik penelitian belum dibentuk disuatu institusi, maka peneliti tetap harus memenuhi etika penelitian, yaitu menjamin kerahasiaan responden, menjamin keamanan, adil dan mendapatkan persetujuan dari responden.(Sulistyaningsih, 2011) 1. Menjamin Kerahasiaan Responden Tidak mencatumkan nama responden dalam pengisian instrumen penelitian maupun penyajian hasil peneltian. Nama responden diganti dengan pemberian nomor kode responden. 2. Menjamin Keamanan Responden Keamanan responden harus dipenuhi untuk tindakan invasif pada tubuh manusia maupun tindakan yang dapat menginvasi pemikiran responden. Bila akan melakukan tindakan invasif pada tubuh manusia,
maka tindakan tersebut harus dijamin tidak akan membahayakan atau aman untuk kesehatan dan keselamatan responden. 3. Bertindak Adil Bertindak adil dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan yang sama. 4. Mendapatkan Persetujuan Dari Responden Peneliti perlu meminta persetujuan dari responden dalam keikutsertaan menjadi responden. Sebelum meminta persetujuan dari responden, peneliti harus memberikan informasi tentang tujuan dilakukannya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Ai yeyeh rukiyah,dkk,2010,Asuhan Kebidanan IV, Jakarta: Trans Info, Media. Amiruddin. 2008. Asuhan Kehamilan ibu. Surabaya : Cipta Karsa Anggraini.2011. KehamilanDenganAnemia..(http://anggarini.staff.uns.ac.id/2011/06/19/k ehamilan-dengan-anemia/) Anonymous.
2013.
Makalah
Anemia
Pada
Ibu
Hamil..
http://konsultasi-kehamilan.blogspot.com/2013/01/makalah-anemiapada-ibu-hamil-bab-i.html) Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta. Asri,Hidayat,dkk. Catatan Kuliah Konsep Kebidanan Plus Materi Bidan Delima. Bandiyah dan Z.A Lukluk, 2008.Psikologi Kesehatan, Yogyakarta. Mitra Cendika Pres. Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia http://www.depkes.go.id. Depkes RI., 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, Jakarta : Depkes RI Departemen Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia http://www.depkes.go.id.
Green, W. Lawrence (1980). Health Education Planning. A Diagnostic Hanifa Wiknjosastro.2007, Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Ida Ayu Chandranita Manuaba dkk 2005. Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan, dan KB. Cetakan 2010. EGC: Jakarta, Hal : 237 Kementrian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta. Bakti Husada Manuaba,I.B.G, 2003. Buku Saku Ilmu Kandungan.Cetakan I. Jakarta: Hipokrates. Manggala P Putra, Yudha. 2013. Menkes: Angka Kematian Ibu MelahirkanMasihTinggi.(http://www.republika.co.id/berita/nasional/daer ah/13/02/16/mi9ugy-menkes-angka-kematian-ibu-melahirkan-masihtinggi) Marmi,dkk, 2011. Asuhan Kebidanan Patologi, ,Yogyakarta. Pustaka Pelajar Manuaba, ida chandrawita, et al. 2010. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB untuk pendidikan Bidan . Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Masrizal,2009,Anemia
Defisiensi
ZatBesi,
Jurnal
kesehatan
Masyarakat, from :http://searchinpdf.com Mubarak,Wahit Iqbal. 2012. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan. Jakarta.Salemba:Medika
Notoatmodjo (2007;73). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Rineka Cipta. Nurmawaty,
Eka.
2011.pelayanan
Pemeriksaan
Kehamilan
(Antenatal Care).. Pantikawati, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan I (kehamilan). Yogyakarta: Nuha Medika Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Purwoastuti,Endang
&
Walyani,siwi,Elisabeth.2014.
Konsep
Kebidanan.Jogjakarta : PT.Pustaka Baru Proverawati. 2009. Gizi Untuk kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika Rukiyah,
Ai
yeyeh,
dkk.
2009.
Asuhan
Kebidanan
I
(kehamilan).Jakarta: Trans Info Media Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV (patologi kebidanan). Jakarta: Trans Info Media Rofiq A.2008. Anemia pada ibu hamil. Available from: Http://Rofiq.wordpress.com Saifuddin, A.B,2009.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,Jakarta Saminem. 2009. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Konsep Dan Praktik. Jakarta: EGC. Shafa,2010,Anemia
pada
Ibu
Hamil,
available
http://dshafawordpres.com/2010/16-anemia-pada-ibu-hamil
from:
Simanjuntak, NA.2009 Hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) Di Badan Pengelolaan Rumah Sakit Umum (BPRSU) Rantau parapat Kabupaten Labuhan Batu tahun 2008. (skripsi) FKM U. Silalahi M.Analisis faktor yang berhubungan dengan Anemia ibu hamil di kabupaten Dairi 2006 (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara;2007 Soepardan, Suryani. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC. Soepardan, Suryani. Konsep Kebidanan, Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.Pustaka Sarwono Prawirahardjo. Solihah,Lutfiatus.2007. Panduan lengkap Hamil Sehat. Jogjakarta: Diva press Sulistyoningsih, H. 2010. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Salmah, Rusmiati, Maryanah. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta: NuhaMedika. Tarwoto,Wasnidar. 2007.Buku Saku Anemia pada Ibu hamil. Jakarta.Trans info Media. Tuti,Ari.2013.
MencegahAnemia.
(http://arituti20.wordpress.com/2013/03/21/73/) Varney,S,2007.Buku Kedokteran,EGC.
Saku
Bidan,
Jakarta.
Penerbit
Buku
Varney,H. Jan M.Kriebs,Carolyn L. Gegor. 2004.Varney’s Midwifery (Ed.4). boston: Jones &Bartlett Wenstrom,K.D.2005.Obstetri Williams.Edisi 21.Jakarta : EGC WHO, diakses dari http://www.EurekaIndonesia.com,2014 Widian,Nur Indriyani, 2008. Buku Pintar Kehamilan, Yogyakarta: Nuha Medika Waryana,2010,Gizi Reproduksi,Yogyakarta. Penerbit: Pustaka Rihama. Wawan, Dewi M. 2010 : 48. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Jakarta, Nuha Medika Wiknjosastro Hanifa dkk, 2005, Ilmu Kebidanan. Edisi3, cetakan7 Jakarta.Penerbit:Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo.