HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA TERHADAP DAYA TARIK VEKTOR MUSCA DOMESTICA (LALAT RUMAH) DENGAN RISIKO DIARE PADA BADUTA DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014
SKRIPSI
Disusun Oleh : Kotrun Nida 1110101000025
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 1435 H/2014 M
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Agustus 2014 KOTRUN NIDA, NIM:1110101000025 HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA TERHADAP DAYA TARIK VEKTOR MUSCA DOMESTICA (LALAT RUMAH) DENGAN RISIKO DIARE PADA BADUTA DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014 (xix + 118 halaman, 17 tabel, 4 gambar, 4 bagan, 4 diagram, 5 lampiran)
ABSTRAK Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Diare masih menempati 10 besar penyakit terbanyak di Kecamatan Ciputat dari data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Timbunan sampah yang terdapat di Kecamatan Ciputat berada di urutan ketiga tinggi bila dibandingkan dengan kecamatan lain. Volume sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia seperti di rumah tangga dapat meningkat terus sehingga terjadi penumpukan sampah. Penumpukkan sampah perlu diteliti untuk melihat hubungan daya tarik vektor Musca domestica dengan risiko diare. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan sejak bulan Juni tahun 2014 di Kelurahan Ciputat. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik stratified random sampling dengan jumlah sampel 90 baduta dan menggunakan analisis univariat, dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 25 baduta (28 %) yang mengalami risiko diare dan terdapat hubungan antara pengumpulan sampah dengan resiko diare pada baduta (p value 0,035). Variabel lain yang berhubungan dengan resiko diare adalah hubungan penyimpanan sampah dengan risiko diare pada baduta (p value 0,010). Sedangkan dalam penelitian ini tidak dapat dibuktikan hubungan antara jarak tempat sampah dengan risiko diare dan daya tarik vektor Musca domestica dengan risiko diare. Untuk mengurangi risiko diare dapat dilakukan dengan membuat dan menjalankan program bank sampah. Hal ini sebagai upaya mengurangi volume penumpukkan sampah sehingga sampah dapat di kelola dengan baik dan memberi manfaat bagi masyarakat. Kata Kunci : Diare, Musca domestica (lalat rumah) dan sampah. Referensi : 49 (1983-2013)
i
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Under Graduated Thesis, August 2014 Kotrun Nida, NIM 1110101000025 THE RELATIONSHIP HOUSEHOLD WASTE MANAGEMENT OF VECTOR ATTRACTION MUSCA DOMESTICA (FLY HOUSE) WITH RISK OF DIARRHEA IN CHILDREN IN WARD CIPUTAT 2014 (xix + 118 pages, 17 tables, 4 pictures, 4 charts, 4 diagrams, 5 attachments) ABSTRACT According to data from the World Health Organization (WHO), diarrhea is the number one cause of infant mortality in the world. Diarrhea still occupies the top 10 most prevalent diseases in the Ciputat Sub-district based on the data from Health Office of South Tangerang Municipality. The contained waste in the Ciputat Sub-district was the third high rank compared with other sub-district. The volume of waste generated from human activities such as household are increasing and resulting in the accumulation of garbage. Waste dump needs to be examined to know the relationship Musca domestica vector fascination with the risk of diarrhea. This research was a quantitative study using cross-sectional design. It was conducted in June 2014 in Ciputat Village. The sampling method was stratified random sampling with a sample size of 90 infants. The data was analyzed using univariate and bivariate analysis. The results showed that there were 25 infants (28%) who had the risk of diarrhea. There was a relationship between garbage collection with the risk of diarrhea in infants (p value 0.035). Other variable associated with the risk of diarrhea was garbage storage relationship (p value 0.010). This study could not prove a relationship between the distance bins and vector Musca domestica fascination with the risk of diarrhea. The risk of diarrhea can be decreased by initiate and implement the gabarge bank program. It can reduce and manage the garbage volume. Also, the garbage bank program can give some benefit for people. Keyword : Diarrhea, Musca domestica (fly house) and garbage Reference : 49 (1983-2013)
ii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS PERSONAL Nama
: Kotrun Nida
Alamat
: Jl.H. Ipin No.40 RT 006/01 Pondok Labu Jakarta Selatan
TTL
: Jakarta, 14 Juli 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
No.HP
: 085717073084
E-mail
:
[email protected] RIWAYAT PENDIDIKAN
2010-sekarang
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007-2010
: MAN 4 Jakarta
2004-2007
: MTs Miftahul Umam
1998-2004
: MI Miftahul Umam PENGALAMAN ORGANISASI
2011-2012
2012-2013
2012-2013 2012-2013 2013-2014
Anggota Departemen Humas Dan Media Pengurus Daerah PAMI Jakarta Raya Anggota Divisi Pengembangan Masyarakat UIN Jakarta
Masyarakat
BEM
Kesehatan
Sekretaris Departemen Pengembangan Masyarakat Pengurus Daerah PAMI Jakarta Raya Ketua Tari saman FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Anggota Envihsa (Environmental Health Student Association) UIN Jakarta PENGALAMAN PRAKTEK KERJA
2012
Tim survey AMDAL proyek SUTT PLN di Bandung bersama PT Arthayu Rali Perdana
2012-2013
Pengalaman Belajar Lapangan Wilayah Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Jurang Mangu, Tangerang Selatan
2013
Orientasi Kerja di HSE PT. Mitra Adi Sesama
2014
Kerja Praktek di bagian QHSE PT Imeco Inter Sarana
v
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmannirrahiim Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Terhadap Daya Tarik Musca Domestica (lalat Rumah) Dengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014”. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapatkan syafa’at nya. Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan jenjang pendidikan S-1 pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini bayak kesulitan yang dihadapi, tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapakan banyak terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua penulis tercinta, papa dan mama yaitu H.Muhammad Zainal Arifin dan Iklimah yang tak pernah lelah selalu mendoakan penulis dan memberikan bantuan moril dan materil saat penyusunan skripsi ini. 2. Kakak penulis tersayang, kak Maria Ulfa, S.S dan kak Hunaini, S.E atas doa, semangat, bimbingan dan perhatian yang telah diberikan selama vi
penulis menyusun skripsi ini. Dan untuk kedua kakak ipar penulis Kak Mochammad Taufik, S.Pd, M.Pd dan Kak Ahmad Fadli, S.Kom terima kasih atas semangat dan bantuannya untuk penulis. 3. Bapak Prof. Dr (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And ; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku Ketua Program Studi kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku dosen penasihat akademik sekaligus penanggung jawab peminatan kesehatan lingkungan terima kasih bapak atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi dan saran-saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, terima kasih atas ilmu, kesempatan dan pengalaman yang penuis dapatkan bersama teman-teman di luar kompetensi akademik melalui kegiatan yang bapak berikan. 6. Ibu Dr. Ela Laelasari, S.KM., M.Kes dan Ibu Narila Mutia Nasir, S.KM., M.KM, Ph.D selaku pembimbing I dan pembimbing II terima kasih ibu atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan dan menyempatkan waktu di kesibukkannya untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. 7. Pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatann dan Puskesmas Ciputat yang mengizinkan dan medukung penelitian ini berjalan. 8. Untuk teman-teman seperjuangan keslingers 2010 (dillah, annis, fitri, rizka, tuti, alya, yuni, reka, ifa, miska, elfira, fuad, ilham, febri, angger dan vii
akbar) yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi terima kasih atas semngat dan keceriaan yang telah diberikan selama di bangku perkuliahaan. 9. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2010 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat dan berjuang di masa depan yang lebih baik !!! 10. Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan. Thanks for everythings !!! Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amiin Ya Rabbal A’lamiin
Ciputat, Agustus 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK .............................................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiv DAFTAR DIAGRAM ......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ............................................................................................ 6
1.3
Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 8
1.4
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................................... 8 1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................................... 9 1.5
Manfaat Penelitian ............................................................................................ 10
1.5.1
Bagi Peneliti .............................................................................................. 10
1.5.2
Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ............................................ 10
1.5.3
Bagi Masyarakat ....................................................................................... 10
1.6
Ruang Lingkup.................................................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 12 2.1 Diare........................................................................................................................ 12 2.1.1 Pengertian Diare............................................................................................... 12 2.1.2 Klasifikasi Diare .............................................................................................. 13 2.1.3 Penyebab Diare ................................................................................................ 14 2.1.4 Gejala dan Tanda Diare.................................................................................... 15 2.1.5 Penularan Diare ................................................................................................ 16 ix
2.1.6 Epidemiologi Diare .......................................................................................... 17 2.1.7 Pencegahan Diare............................................................................................. 18 2.2
Sampah .............................................................................................................. 21
2.2.1
Pengertian Sampah.................................................................................... 21
2.2.2
Sumber-Sumber Sampah........................................................................... 22
2.2.3
Jenis Sampah ............................................................................................. 24
2.2.4
Sampah Rumah Tangga ............................................................................ 25
2.2.5
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ........................................................ 28
2.2.5.1
Tahap Pemisahan dan Penyimpanan di Tempat Sumber ...................... 29
2.2.5.2
Tahap Pengangkutan ............................................................................. 30
2.2.5.3
Tahap Pemusnahan ............................................................................... 30
2.2.6
Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan... 33
2.2.6.1
Pengaruh Positif .................................................................................... 33
2.2.6.2
Pengaruh Negatif................................................................................... 34
2.3
Lalat .................................................................................................................. 35
2.3.1
Lalat Rumah .............................................................................................. 35
2.3.2
Klasifikasi Lalat Rumah: .......................................................................... 36
2.3.3
Morfologi Lalat Rumah ............................................................................ 36
2.3.4
Siklus Hidup Lalat Rumah ........................................................................ 38
2.3.5
Tempat Perindukan ................................................................................... 39
2.3.6
Pemberantasan Lalat Rumah ..................................................................... 40
2.3.7
Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Grill................................... 41
2.3.8
Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Trap................................... 43
2.4
Kerangka Teori ................................................................................................. 44
BAB III KERANGKA KONSEP ...................................................................... 46 3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................... 46 3.2 Definisi Operasional ............................................................................................... 48 3.2.1 Variabel Dependent dan Independent .............................................................. 48 3.3 Hipotesis ................................................................................................................. 51
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 52 4.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 52 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................. 52 4.2.1 Lokasi Penelitian .............................................................................................. 52 x
4.2.2 Waktu Penelitian .............................................................................................. 52 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................................. 52 4.3.1 Kriteria Inklusi ................................................................................................. 53 4.3.2 Kriteria Eksklusi .............................................................................................. 53 4.4 Sampel Penelitian................................................................................................... 53 4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................................... 60 4.6.1 Rencana Uji Fungsi Fly Grill ........................................................................... 61 4.6.2 Rencana Uji Fungsi Fly Trap ........................................................................... 62 4.7
Pengolahan Data ............................................................................................... 62
4.8 Analisis Data ........................................................................................................... 63 4.8.1 Analisa Data Univariat ..................................................................................... 63 4.8.2 Analisa Data Bivariat ....................................................................................... 64
BAB V HASIL PENELITIAN .......................................................................... 65 5.1 Analisis Univariat ................................................................................................... 65 5.1.1 Gambaran Risiko Diare Pada Balita ................................................................ 65 5.1.2 Distribusi Faktor Pengelolaan Sampah ............................................................ 66 5.1.3 Distribusi Jarak Tempat Sampah Dengan Pantry Rumah ................................ 67 5.1.4 Distribusi Frekuensi Kunjungan Daya Tarik Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) ...................................................................................................................... 68 5.1.5 Distribusi Frekuensi Populasi Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Di Pantry ........................................................................................................................ 69 5.1.6 Distribusi Frekuensi Kunjungan Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Di Tempat Sampah ........................................................................................................ 70 5.2 Analisis Bivariat...................................................................................................... 71 5.2.1 Hubungan Antara Pengelolaan Sampah dengan Rsiko Diare Pada Baduta ..... 71 5.2.2 Hubungan Antara Jarak Tempat Sampah Terhadap Risiko Diare Pada Baduta .................................................................................................................................. 73 5.2.3 Hubungan Antara Daya Tarik Vektor Musca Domestica (Lalat Rumah) Terhadap Risiko Diare Pada Baduta ......................................................................... 74
BAB VI PEMBAHASAN................................................................................... 76 6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................... 76 6.2 Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat .................................................... 76 6.3 Analisis Bivariat...................................................................................................... 79 6.3.1 Hubungan Pemisahan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta ................. 79 xi
6.3.2 Hubungan Penyimpanan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta ............. 81 6.3.3 Hubungan Jarak Tempat Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta ............. 84 6.3.4 Hubungan Daya Tarik Vektor Musca domestica Dengan Risiko Diare Pada Baduta ....................................................................................................................... 85
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 90 7.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 90 7.2 Saran ....................................................................................................................... 91 7.2.1 Saran Bagi Masyarakat .................................................................................... 91 7.2.2 Saran Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Ciputat) ........................................... 92 7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ...................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 93
xii
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Halaman
3.1 Variabel Dependent dan Independent
48
4.1 Sampling Frame
59
5.1 Distribusi Pemisahan Sampah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
66
5.2 Distribusi Penyimpanan Sampah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
67
5.3 Distribusi Jarak Tempat Sampah Di Pantry Rumah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
68
5.4 Distribusi Frekuensi Kunjungan Vektor Musca domestica (lalat rumah) Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
68
5.5 Distribusi Frekuensi Kunjungan Vektor Musca domestica 70 (lalat rumah) Di Tempat Sampah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 5.6 Distribusi Baduta Menurut Pemisahan Sampah Dengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
72
5.7 Distribusi Baduta Menurut Penyimpanan Sampah Dengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
73
5.8 Distribusi Baduta Menurut Jarak Tempat SampahDengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
74
5.9 Distribusi Baduta Menurut Daya Tarik Vektor Musca domestica (lalat rumah) Dengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
75
xiii
DAFTAR BAGAN No. Bagan
Halaman
2.1 Kerangka Teori
45
3.1 Kerangka Konsep
47
4.1 Langkah Penentuan Sampel
55
4.2 Sampling Frame
56
xiv
DAFTAR DIAGRAM No. Diagram
Halaman
5.1 Proporsi Gambaran Frekuensi Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat tahun 2014
65
5.2 Proporsi Gambaran Frekuensi Populasi Vektor Musca domestica (lalat rumah) di Pantry
69
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Surat Izin Pelaksanaan Penelitian
Lampiran II
Kuesioner Penelitian
Lampiran III
Lembar Observasi
Lampiran IV
Output Analisis Data
Lampiran V
Foto
xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penyakit diare masih menjadi masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan juga sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya di dunia dimana sekitar 20% meninggal karena infeksi diare (Magdarina, 2010). Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, sementara menurut United Nation Children (UNICEF) memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena diare (WHO, 2002). Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (Depkes, 2005). Penyakit diare pada bayi dan anak dapat menimbulkan dampak yang negatif, yaitu dapat menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. Gejala diare biasanya timbul yang di awali dengan gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang/tidak ada, dan kemudian timbul diare, tinjanya cair dan di sertai lendir/lender dan darah. Pada orang yang terkena diare dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi (ringan, berat, sedang), 1
2
hipoglikemi, intoleransi sekunder akibat kerusakan villi mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa (Ngastiyah, 2005). Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan (Wulandari, 2010). Distribusi Penyakit Diare Berdasarkan Orang (umur) Sekitar 80% kematian diare tersebut terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Data terakhir menunjukkan bahwa dari sekitar 125 juta anak usia 0- 11 bulan, dan 450 juta anak usia 1-4 tahun yang tinggal di negara berkembang, total episode diare pada balita sekitar 1,4 milyar kali pertahun. dari jumlah tersebut total episode diare pada bayi usia di bawah 0-11 bulan sebanyak 475 juta kali dan anak usia 1-4 tahun sekitar 925 juta kali pertahun (Marto, 2008). Berdasarkan hasil survey Program Pemberantasan (P2) diare di Indonesia menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,01,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini meningkat menjadi 374 per 100 penduduk. Hasil survey Departemen Kesehatan (2003), penyakit diare menjadi penyebab kematian pada balita. Kejadian diare pada balita secara proporsional lebih banyak di bandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar 55 %.
3
Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2012) jumlah penderita diare berdasarkan 10 penyakit terbanyak rawat jalan Puskesmas se-Tangerang Selatan berada di posisi ke-9 dengan jumlah 9071 kasus, dengan Case Fatality Rate sebesar 0,03% dari jumlah 3 kasus kematian. Hal tersebut menjadikan jumlah kematian bayi akibat penyakit diare di Kota Tangerang Selatan tahun 2012 menempati urutan kedua tertinggi. Jumlah penduduk di Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan saat ini berjumlah 210,295 jiwa. Kecamatan Ciputat berada di posisi ke 3 terbanyak jumlah penduduk per Kecamatan di Kota Tangerang Selatan. Sedangkan dalam hal kasus diare di wilayah tersebut berada pada posisi ke-6 jumlah kasus terbanyak pada tahun 2012 (Dinkes, 2012). Jumlah penderita diare di Kecamatan Ciputat termasuk cukup tinggi yakni terdapat 6763 kasus. Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Ciputat (2010) jumlah kasus diare untuk semua umur ditemukan 1413 kasus. Selain itu, berdasarkan laporan bulanan Puskesmas Ciputat (2012) terhitung dari bulan Februari sampai Desember menunjukan bahwa kasus diare cukup tinggi yakni sebesar 1704 kasus baru. Dari hasil data tersebut kasus diare paling banyak dialami dari golongan umur kurang dari 2 tahun yaitu golongan umur untuk baduta. Salah satu risiko diare yakni berasal dari keberadaan sampah. Sampah merupakan suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau benda-benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo, 2007). Keberadaan sampah
4
dapat juga mengganggu kesehatan masyarakat karena sampah merupakan salah satu sumber penularan penyakit. Sampah juga menjadi tempat yang ideal untuk sarang dan tempat berkembangbiaknya vektor penyakit. Kecamatan Ciputat sebagai salah satu kecamatan yang berkembang juga tak luput dari permasalahan penanganan sampah. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (2010), timbulan sampah yang terdapat di Kecamatan Ciputat berada di urutan ketiga tinggi bila dibandingkan dengan Kecamatan lain yang ada di Kota Tangerang Selatan yaitu sebesar 603 m3/hari. Pengelolaan sampah dapat mempengaruhi frekuensi keberadaan lalat rumah. Ada tiga tahapan dalam pengelolaan sampah, dalam hal ini adalah sampah padat. Pengelolaan sampah yang baik melalui tiga tahapan, yaitu pengumpulan
dan
penyimpanan,
pengangkutan
dan
pemusnahan
(Chandra,2007). Pada tahap pengumpulan dan penyimpanan dapat disebut dengan Tempat Pembuangan Sementara (TPS), sedangkan tahap pengangkutan dan pemusnahan dapat dikatakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di tahap pengumpulan
dan
penyimpanan
terkait
dengan
risiko
diare
maka
kemungkinan output secara langsung dari pengelolaan sampah yakni akibat vektor, salah satunya yaitu dari lalat rumah (Musca domestica). Volume sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia seperti di rumah tangga dapat meningkat terus sehingga terjadi penumpukan sampah.
5
Penumpukan sampah dapat memburuk bila pengelolaan di masing-masing rumah tangga masih kurang efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan. Selain itu bila penumpukkan sampah terus dibiarkan maka akan berpengaruh kepada daya tarik vektor lalat rumah (Musca domestica) sehingga kemungkinan penularan penyakit dapat terjadi karena secara mekanis bulubulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat rumah merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah. Bila Musca domestica tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akan timbul gejala sakit pada bagian perut atau mules. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat adalah diare, disentri, kolera, dan typhus (Depkes RI, 2001). Salah satu penyebab diare adalah tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat rumah (Musca domestica). Lalat ini dianggap mengganggu karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti sampah. Selain hinggap, lalat rumah juga menghisap bahan-bahan kotor dan memuntahkan kembali dari mulutnya ketika hinggap di tempat berbeda. Jika makanan yang dihinggapi lalat rumah akan tercemar oleh mikroorganisme baik bakteri, protozoa, telur/larva cacing atau bahkan virus yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat-lalat dan bila dimakan oleh manusia, maka dapat menyebabkan penyakit diare (Andriani, 2007). Pada pola hidup lalat rumah (Musca domestica), tempat yang disenangi adalah tempat yang basah, benda-benda organik, tinja, kotoran
6
binatang. Selain itu, tempat yang disenangi adalah sampah yang sebagai tempat untuk bersarang dan berkembang biak (Dwiyatmo, 2007). Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan pengelolaan sampah rumah tangga dengan daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta (bayi dua tahun) di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 1.2
Perumusan Masalah Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare adalah penyebab
nomor satu kematian balita di seluruh dunia, hal tersebut juga di perkuat dengan pernyataan UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) yang
memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak yang
meninggal dunia karena diare. Di negara Indonesia angka kesakitan penyakit diare meningkat. Hal ini diketahui berdasarkan
hasil survey Program
Pemberantasan diare (2000) yang menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia sebesar 301 per 1000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0- 1,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini meningkat menjadi 374 per 1000 penduduk. Hasil survey Departemen Kesehatan (2003), penyakit diare menjadi penyebab kematian pada balita. Kejadian diare pada balita secara proporsional lebih banyak di bandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar 55 %. Di Kota Tangerang Selatan jumlah penderita diare berada dalam urutan ke-9 untuk penyakit terbanyak rawat jalan puskesmas se-Tangerang Selatan. Pernyataan tersebut di dapatkan berdasarkan data profil Dinas
7
Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2012). Untuk wilayah Kelurahan Ciputat berdasarkan hasil laporan bulanan Puskesmas Ciputat (2012), kasus diare cukup tinggi yakni sebesar 1704 kasus baru. Dalam kasus baru ini paling banyak dialami oleh golongan umur baduta yakni umur yang kurang dari 2 tahun. Salah satu penyebab diare yaitu tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat rumah (Musca domestica). Lalat ini dianggap mengganggu karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti sampah. Volume sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia seperti di rumah tangga dapat meningkat terus sehingga terjadi penumpukan sampah. Penumpukan sampah dapat memburuk bila pengelolaan di masing-masing rumah tangga masih kurang efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan. Selain itu bila penumpukkan sampah terus dibiarkan maka akan berpengaruh kepada daya tarik vektor lalat rumah (Musca domestica) sehingga di asumsikan penularan penyakit yang ditularkan oleh lalat salah satunya adalah diare (Depkes RI, 2001). Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan pengelolaan sampah dengan daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta (bayi dua tahun) di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.
8
1.3
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014? 2. Bagaimana gambaran pengelolaan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpanan) di Kelurahan Ciputat Tahun 2014? 3. Bagaimana gambaran jarak antara tempat sampah dengan pantry rumah di Kelurahan Ciputat Tahun 2014? 4. Bagaimana gambaran populasi vektor Musca domestica (lalat rumah) di pantry rumah tangga di Kelurahan Ciputat Tahun 2014? 5. Bagaimana gambaran frekuensi kunjungan lalat rumah di tempat sampah di Kelurahan Ciputat Tahun 2014? 6. Adakah hubungan antara pengelolan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpanan) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014? 7. Adakah hubungan antara jarak tempat sampah terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014? 8. Adakah hubungan antara daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?
1.4
Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengelolaan sampah rumah tangga terhadap daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.
9
1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 2. Untuk mengetahui gambaran pengelolaan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpanan) di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 3. Untuk mengetahui gambaran jarak antara tempat sampah dengan pantry rumah di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 4. Untuk mengetahui gambaran populasi vektor Musca domestica (lalat rumah) di pantry rumah tangga di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 5. Untuk mengetahui gambaran frekuensi kunjungan lalat rumah di tempat sampah di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 6. Untuk mengetahui hubungan antara pengelolan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpanan) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 7. Adakah hubungan antara jarak tempat sampah terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014? 8. Untuk mengetahui hubungan antara daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.
10
1.5
Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat pada saat perkuliahan dan menambah wawasan mengenai hubungan pengelolaan sampah rumah tangga dengan daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat. 1.5.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian tentang pengelolaan sampah rumah tangga dengan daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) dengan risiko diare terutama pada baduta. 1.5.3 Bagi Masyarakat Memberikan masukan
kepada
masyarakat
khususnya
yang
mempunyai baduta agar memperhatikan pengelolaan sampah di rumah agar tidak tercemar oleh vektor penyakit terutama lalat rumah (Musca domestica) sehingga bayi memiliki resiko yang rendah untuk terkena diare. 1.6
Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengelolaan sampah rumah tangga dengan daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) dengan risiko diare pada bayi usia 0-24 bulan (baduta) di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014 dengan sampel penelitian yaitu bayi usia 0-24 bulan di Kelurahan Ciputat. Peneliti hanya ingin meneliti
11
pengolahan sampah rumah tangga pada tahap pemisahan dan penyimpanan karena mengingat keterbatasan dari waktu penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014. Metode yang digunakan ialah pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada bayi usia 0-24 bulan di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Data yang digunakan yaitu data primer melalui wawancara kepada responden dengan kuesioner serta pengukuran frekuensi keberadaan lalat rumah (Musca domestica) dengan menggunakan Fly Grill untuk di tempat sampah dan pengukuran populasi lalat rumah (Musca domestica) di pantry dengan meggunakan Fly Trap.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Pengertian Diare Berdasarkan Kepmenkes
RI
No.1216/Menkes/SK/XI/2001
menyebutkan bahwa batasan diare akut secara operasional adalah buang air besar lembek, cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. (Depkes RI, 2007). Diare adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi proses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Penyakit diare merupakan penyakit menular berbahaya karena dapat menyebabkan kematian apabila tidak segera mendapatkan pertolongan. Kematian terjadi akibat penyakit diare yaitu karena banyaknya cairan dalam tubuh penderita yang keluar dan tidak segera diganti dengan cairan lain. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO tahun 2000), Diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Sementara UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak
13
yang meninggal dunia karena Diare. Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal karena Diare. Kematian-kematian karena diare merupakan bagian kematian balita yang besar dari sebab-sebab kematian di Indonesia, 40% kematian-kematian dalam dua tahun pertama kehidupan disebabkan karena diare. Penelitian di Negara berkembang lainnya menunjukkan kematian-kematian dengan diare mencapai puncaknya sesudah anak mencapai umur lebih dari satu tahun (30-40 kematian-kematian per seribu penduduk) dan agak menurun sesudah berumur 2-3 tahun dan menjadi berkurang sesudah 5 tahun. 2.1.2 Klasifikasi Diare Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu: a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah
dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare. b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa. c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
14
d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya. Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu: a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut. 2.1.3 Penyebab Diare Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi: a. Virus: Rotavirus. b. Bakteri: Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae. c. Parasit:
Entamoeba
histolytica,
Giardia
lamblia
dan
Cryptosporidium. d. Makanan
(makanan
yang
tercemar
oleh
pertumbuhan
bakteri/virus, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan kurang matang).
15
e. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein. f. Alergi: makanan, susu sapi. g. Imunodefisiensi. 2.1.4 Gejala dan Tanda Diare Kejadian diare dapat dilihat dari beberapa gejala dan tanda diare, antara lain (Widoyono, 2011): 1. Gejala umum a. Berak cair atau lembek dan sering, merupakan gejala khas diare. b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut. c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare. d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan gelisah. 2. Gejala spesifik a. Vibrio cholera, ditandai dengan diare hebat, warna tinja sepertian cucian beras dan berbau amis. b. Disenteriform, ditandai dengan tinja yang berlendir dan berdarah.
16
2.1.5 Penularan Diare Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare karena virus dan bakteri melalui jalur fekal oral yang terjadi karena : a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya (Widoyono, 2008). Sedangkan menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu: tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar, tidak
17
mencuci tangan sesudah membuang tinja anak, tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk tinja bayi dengan benar. 2.1.6 Epidemiologi Diare Epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005): a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa
perilaku
yang
dapat
menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan
makanan
masak
pada
suhu
kamar,
menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
18
Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare. 2.1.7 Pencegahan Diare
Menurut Kementerian Kesehatan (2011), cara melakukan pencegahan diare yang benar dan efektif adalah : a. Perilaku Sehat Pencegahan pada Bayi Perilaku yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya diare pada bayi adalah sebagai berikut: 1. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun, ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. ASI bersifat steril sehingga menghindarkan anak dari bahaya dan bakteri lain yang akan menyebabkan diare. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya
dikandungnya. terhadap diare.
antibodi ASI
turut
dan
zat-zat
memberikan
lain
yang
perlindungan
19
2. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur, makanan tambahan yang bergizi dan bersih, dimulai ketika anak berumur 4-6 bulan. 3. Memberikan imunisasi campak, anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan. Pencegahan pada Anak-Anak dan Orang Dewasa 1. Mencuci tangan, kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%. 2. Menggunakan jamban, keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga yaitu, keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga, bersihkan jamban secara teratur, dan gunakan alas kaki bila akan buang air besar. b. Penyehatan Lingkungan Selain berperilaku yang sehat, kejadian diare juga dapat dicegah dengan menjaga lingkungan agar selalu bersih dan sehat, sebagai berikut:
20
a. Penyediaan air bersih, penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Sumber air juga harus dijaga dari pencemaran oleh hewan dan sumber air terletak < 10m dari septic tank. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, dan lainnya. b. Sarana pembuangan air limbah, Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola dengan baik agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus. c. Pengelolaan sampah, pengelolaan sampah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit yang penularannya melalui vektor penyakit seperti lalat, tikus, dan lainnya . Oleh karena itu, tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
21
sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar. 2.2 Sampah 2.2.1
Pengertian Sampah Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk
menyatakan limbah padat. Sedangkan limbah itu sendiri pada dasarnya berarti suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Sampah dikatakan mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, disamping juga dapat mencemari lingkungan (Najmulmunir, 2000). Sampah dalam pengertian ilmu kesehatan lingkungan, sebenarnya hanya sebagian dari benda yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup (Azrul, 1983). Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Para Ahli Kesehatan Masyarakat Amerika, membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.
22
Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil suatu kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna sehingga bukan semua benda padat yang tidak digunakan dan dibuang disebut sampah. Dengan demikian sampah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Adanya sesuatu benda atau benda padat. b. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia. c. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik (UU no. 18 tahun 2008). 2.2.2
Sumber-Sumber Sampah a.
Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes) Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
b.
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempattempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.
23
c.
Sampah yang berasal dari perkantoran Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertaskertas, plastik, karbon, klip dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat anorganik, dan mudah terbakar (rubbish).
d.
Sampah yang berasal dari jalan raya Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari: kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.
e.
Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes) Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya : sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.
f.
Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah, dan sebagainya.
g.
Sampah yang berasal dari pertambangan
24
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, maisalnya: batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya. h.
Sampah yang berasal dari petenakan dan perikanan Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa : kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2.2.3
Jenis Sampah Sampah padat dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu (Chandra,
2007): 1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi: a. Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya. b. Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya, sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya. 2. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar a. Sampah yang mudah terbakar, misalnya, kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas, dan sebagainya.
25
b. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas, besi/ logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya. Menurut Widyadmoko (2002), sampah rumah tangga yaitu sampah yang
berasal dari kegiatan rumah tangga yang dapat dikelompokkan
sebagai berikut: 1. Sampah basah yang terdiri dari bahan organik yang mudah membusuk, sebagian besar adalah sisa makanan, potongan hewan, sayuran, dan lainnya. 2. Sampah kering yaitu sampah yang terdiri dari logam, besi tua, kaleng bekas, dan sampah non logam seperti kertas, kaca, keramik, dan sisa kain. 3. Sampah lembut, yaitu seperti debu yang berasal dari penyapuan lantai rumah, gedung, dan penggergajian kayu. 4. Sampah besar atau sampah yang terdiri dari bangunan rumah tangga yang besar seperti, meja, kursi, kulkas, radio,dan peralatan dapur. 2.2.4
Sampah Rumah Tangga Sampah dari rumah tangga merupakan sampah yang dihasilkan
dari kegiatan atau lingkungan rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik, kertas, karton / dos, kain, kayu,
26
kaca, daun, logam, dan kadang-kadang sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV bekas, kasur dll. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterei, lampu TL, sisa obat-obatan, oli bekas, dan lain-lain. Sampah rumah tangga akan ditumpuk di tempat sampah atau buangan sampah sementara (TPS). Dan kalau terangkut akan habis tidak menimbulkan masalah, namun pengangkutan hanya dilakukan beberapa kali dalam seminggu dikarenakan terbatasnya angkutan, sehingga sampah yang telah tecampur antara organik dan anorganik akan terdekomposisi,
dan
menimbulkan
bau
yang
menyengat.
cepat Selain
menimbulkan bau, sampah yang terdekomposisi akan mengundang kedatangan lalat sebagai vector penyakit menular, selain itu lindi yang berasal dari bahan organik yang terdekomposisi akan masuk ke dalam tanah dan system saluran air sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran tanah dan air (Wahab, 2011). Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan sampah, di antaranya (Damanhuri, 2010):
27
a. Sampah yang terdiri atas berbagai bahan organik dan anorganik apabila telah tercampur maka mempengaruhi proses pembusukkan dan merupakan sarang atau tempat berkumpulnya berbagai binatang yang dapat menjadi vektor penyakit, seperti lalat, tikus, kecoa, kucing, anjing liar, dan sebagainya. Juga merupakan sumber dari berbagai organisme patogen, sehingga akumulasi sampah merupakan sumber penyakit yang akan membahayakan kesehatan masyarakat, terutama yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi pembuangan sampah b. Masalah estetika (keindahan) dan kenyamanan yang merupakan gangguan bagi pandangan mata. Adanya sampah yang berserakan dan kotor, atau adanya tumpukan sampah yang terbengkelai adalah pemandangan yang tidak disukai oleh sebagaian besar masyarakat. a) Sampah yang berbentuk debu atau bahan membusuk dapat mencemari udara. Bau yang timbul akibat adanya dekomposisi materi organik dan debu yang beterbangan akan mengganggu saluran pernafasan, serta penyakit lainnya. b) Timbulan lindi (leachate), sebagai efek dekomposisi biologis dari sampah memiliki potensi yang besar dalam mencemari badan air sekelilingnya, terutama air tanah di bawahnya. Pencemaran air tanah oleh lindi merupakan
28
masalah terberat yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan sampah. c) Sampah yang kering akan mudah beterbangan dan mudah terbakar. Misalnya tumpukan sampah kertas kering akan mudah terbakar hanya karena puntung rokok yang masih membara. Kondisi seperti ini akan menimbulkan bahaya kebakaran. d)
Sampah yang dibuang sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air buangan dan drainase. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan bahaya banjir akibat terhambatnya pengaliran air buangan dan air hujan.
2.2.5
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Menurut Najmulmunir (2000) pengelolaan
sampah
adalah
perlakuan atau tindakan yang dilakukan terhadap sampah yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, penyimpangan dan pengolahan serta pemusnahan. Sedangkan menurut Hadiwiyoto (1983), pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah guna memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Komponen sampah padat mayoritas terdiri dari bahan organik seperti terjadi pada TPA Bantargebang, proporsi bahan organik untuk adalah 65 ,05 %. Sedangkan komponen sampah di Amerika mayoritas bukan bahan organik (Corson, 1990).
29
Sampah harus dikelola dengan baik, pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit serta tidak menjadi media perantara penyebaran luas suatu penyakit (Azwar, 1996). Ada tiga tahapan dalam pengelolaan sampah, dalam hal ini adalah sampah padat. Pengelolaan sampah yang baik melalui tiga tahapan, yaitu sebagai berikut (Chandra, 2007): 2.2.5.1 Tahap Pemisahan dan Penyimpanan di Tempat Sumber Sampah yang berasal dari rumah tangga terdiri atas sampah organik dan anorganik. Sampah organik dan anorganik yang dihasilkan sebaiknya dipisahkan dan dikumpulkan pada tempat sampah yang berbeda (Dwiyatmo, 2007). Adapun tempat sampah yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Azwar, 1983): a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor untuk mencegah berserakannya sampah. b. Memiliki tutup, untuk mencegah bau busuk dan menjadi tempat hinggap lalat serta mudah dibuka tanpa mengotori tangan. c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh orang.
satu
30
Dari tempat penyimpanan sementara, kemudian sampah dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam rumah sampah yang berbentuk bak besar. Pengelolaan rumah sampah dapat diserahkan pada pemerintah setempat atau masyarakat secara bergotongroyong. 2.2.5.2 Tahap Pengangkutan Dari rumah sampah,
sampah
diangkut
ke
tempat
pembuangan akhir (TPA) Tahap Pengangkutan atau tempat pemusnahan sampah dengan diangkut oleh truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota, untuk selanjutnya dilakukan pemusnahan terhadap sampah tersebut. 2.2.5.3 Tahap Pemusnahan Sampah yang telah dikumpulkan, selanjutnya perlu dibuang dan dimusnahkan. Pembuangan atau pemusnahan sampah biasanya dilakukan di daerah tertentu sehingga tidak menganggu kesehatan manusia. Lazimnya syarat yang harus dipenuhi dalam membangun tempat pembuangan sampah akhir, yaitu (Azwar, 1983): a. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi, dan lainnya). b. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir. c. Di tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.
31
Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2 km dari perumahan penduduk, sekitar 15 km dari laut serta sekitar 200 m dari sumber air. Dalam tahap pembuangan atau pemusnahan sampah, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan antara lain (Chandra, 2007): a) Sanitary landfill Pembuangan sampah dengan cara menimbun dengan tanah lapis demi lapis, sehingga sampah tidak berada di alam terbuka, jadi tidak sampai menimbulkan bau serta tidak menjadi tempat bersarangnya vektor penyakit. b) Composting Pemusnahan sampah dengan cara memanfaatkan proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman pembusuk, menjadi
pupuk.
Kompos
dapat
dibuat
untuk
meminimalisasi efek negatif yang ditimbulkan sampah dengan membuatnya menjadi lebih bermanfaat secara ekologis. c) Hot feeding Sampah yang dapat digunakan untuk makanan ternak adalah sampah organik, seperti sisa sayuran, buah-buahan, dan sisa makanan. Sampah tersebut harus diolah (dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing dan trchionosis ke hewan ternak. Metode pemusnahan
32
sampah jenis ini umumnya dilakukan pada lingkup rumah tangga. d) Dumping Cara Pembuangannya dengan diletakkan begitu saja di tanah. Cara ini banyak dilakukan di negara-negara yang masih berkembang. Hal ini tentu saja banyak segi negatifnya. e) Dumping in Water Cara pembuangannya sama dengan dumping tetapi dibuang ke dalam air (sungai atau laut). Hal ini akan menimbulkan banyak kerugian, misalnya dapat mengotori permukaan air, memudahkan berjangkitnya penyakit, dan lain sebagainya. f) Individual inceneration Pembakaran sampah yang dilakukan perorangan di rumah tangga. g) Recycling Pengolahan sampah dengan cara ini bertujuan memakai kembali sampah yang masih bisa dipakai, misalnya kaleng, kaca, dan sebagainya.
33
2.2.6
Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan Pengelolaan sampah mempunyai pengaruh terhadap masyarakat dan lingkungan, yaitu sebagai berikut (Mukono, 2006): 2.2.6.1 Pengaruh Positif Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif, sebagai berikut (Chandra, 2007): a. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah. b. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk. c. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah terhadap ternak. d. Pengelolaan
sampah
menyebabkan
berkurangnya
tempat untuk berkembang biak serangga atau binatang pengerat. e. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah
34
2.2.6.2 Pengaruh Negatif Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial masyarakat, sebagai berikut : 1. Pengaruh terhadap kesehatan Sampah dapat menjadi tempat tinggal bagi vektor penyakit seperti lalat yang dapat menyebabkan kejadian diare. Insidensi penyakit demam berdarah dengue akan meningkat karena vektor penyakit hidup berkembang biak dalam sampah kaleng ataupun ban bekas yang berisi air hujan. 2. Pengaruh terhadap lingkungan a. Estetika lingkungan b. Penurunan kualitas udara c. Pembuangan sampah ke badan air akan menyebabkan pencemaran air 3. Pengaruh terhadap Sosial Masyarakat a. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan sosial budaya masyarakat setempat.
35
b. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok akan menurunkan minat dan hasrat orang lain (turis) untuk berkunjung ke daerah tersebut. 2.3
Lalat Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap (terbang)
yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh karenanya daerah jajahan lalat cukup luas. Pada saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000-100.000 spesies (Maryantuti, 2007). Jenis lalat yang banyak merugikan manusia diantaranya adalah lalat rumah (Musca domestica) dan lalat hijau (Chrysomya megacephala). Lalat ini tersebar secara cosmopolitan dan memiliki ketergantungan yang tinggi dengan manusia karena zat-zat makanan yang dibutuhkan lalat seperti glukosa dan sedikit protein bagi pertumbuhannya sebagian besar ada pada makanan manusia (Sitanggang, 2001).
2.3.1
Lalat Rumah Lalat rumah termasuk ordo Dipteria dan famili Muscidae.
Penyebarannya sangat luas, yaitu di semua tempat. (Bambang, 1992). Lalat rumah yang menyebarkan penyakit dengan berjalan di atas kotoran berisi kuman dan kemudian memindahkan kuman tersebut pada makanan atau tangan manusia. (Andriani, 2007). Lalat rumah yang terkenal yaitu Musca domestica vicina. Musca domestica vicina mempunyai panjang badan 5,0-8,0 mm, berbntuk padat dan berwarna hitam kelabu. Pada bagian kepala memiliki banyak reseptor yang berguna sebagai indra perasa yang paling senitif.terhadap bau daging busuk yang berjarak jauh dan dapat terbang dengan cepat. Musca
36
domestica vicina menyukai tempat yang kumuh dan kotor sehingga patogen yang berasal dari sana masuk kedalam badan melalui mulut. Apabila lalat ini mencemari makanan manusia maka kemungkinan menyebabkan gangguan pencernaan. 2.3.2
Klasifikasi Lalat Rumah: Kingdom : Animalia Phylum : arthoropoda Kelas : Hexapoda Ordo : Dipteria Family : Muscidae Genus : Musca Spesies :Musca domestica
2.3.3
Morfologi Lalat Rumah Lalat ini berukuran sedang, panjang 6-8 mm. Berwarna hitam
keabu-abuan dengan empat gari memanjang gelap pada bagian dorsal toraks dan satu garis hitam medial pada abdomen dorsal. Mata pada betina memiliki celah yang lebih lebar dari pada lalat jantan. Antenanya terdiri dari tiga ruas, ruas terakhir paling besar berbentuk silinder dan dilengkapi dengan arista yang memiliki bulu pada bagian atas dan bawah. Bagian proboscis lalat disesuaikan dengan fungsinya untuk menyerap dan menjilat makanan berupa cairan tidak bisa untuk menusuk atau menggigit. Ketika
37
lalat tidak makan, sebagian mulutnya ditarik masuk ke dalam selubung, tetapi ketika sedang makan akan dijulurkan ke arah bawah. Bagian ujung proboscis terdiri atas sepasang labella berbentuk oval yang dilengkaoi dengan saluran halus disebut pseudotrakhea tempat cairan makanan diserap. Sayapnya memiliki vena 4 yang melengkung tajam ke arah kosta mendekati vena 3. Ketiga pasang kaki lalat ini ujungnya mempunyai sepasang kuku dan sepasang bantalan disebut pulvilus yang berisi kelenjar rambut. Bantalan rambut lengket ini yang membuat lalat dapat menempel pada permukaan halus dan mengambil kotoran dan patogen ketika mengunjungi sampah dan tempat kotor lainnya. (Maryantuti, 2007).
Gambar 2.1 Musca Domestica (Lalat Rumah) Keterangan gambar: A. Tarsus B. Antena C. Torax D. Mata E. Sayap
38
2.3.4
Siklus Hidup Lalat Rumah
Gambar 2.2 Siklus Hidup Musca Domestica (lalat rumah) Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120–130 telur dan menetas dalam waktu 8–16 jam. Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 –13 º C). Telur yang menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, Setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C, Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900 meter, Siklus
39
hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari. Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer. (Wijayanti, 2009). 2.3.5
Tempat Perindukan Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah
basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif (dikandang). a. Kotoran Hewan Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang lembab dan masih baru (normal nya lebih kurang satu minggu). b. Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan Disamping lalat suka hinggap juga berkembang baik pada sampah, sisa makanan, buah-buahan yang ada didalam rumah maupun dipasar. c. Kotoran Organik
40
Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia. Sampah dan makanan ikan adalah merupakan tempat yang cocok untuk berkembang biaknya lalat. d. Air Kotor Lalat Rumah berkembang biak pada pemukaan air kotor yang terbuka (Ermawan, 2008). 2.3.6
Pemberantasan Lalat Rumah Untuk pemberantasan secara langsung melalui fisik dapat
dilakukan dengan: Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi kurang efektif apabila lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya cocok untuk digunakan pada skala kecil seperti di rumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, tempat produksi makanan, sayuran, serta buah-buahan (Manalu, 2012). 1. Perangkap Lalat (Fly Trap) Fly trap adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menangkap lalat dalam jumlah yang cukup besar atau padat. 2. Umpan kertas lengket berbentuk lembaran (Sticky tapes) Di pasaran tersedia alat ini, biasanya di gantung di atap, menarik lalat karena kandungan gulanya. Lalat hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh lem. Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup sepenuhnya oleh debu atau lalat yang terperangkap.
41
3. Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor) Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji yang bermuatan listrik yang menutupi. Sinar bias dan ultraviolet menarik lalat hijau (blow flies) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah. Metode ini harus diuji dibawah kondisi setempat sebelum investasi selanjutnya dibuat. Alat ini kadang digunakan di dapur rumah sakit dan restoran. 4. Pemasangan kawat kasa pada pintu dan jendela atau ventilasi. Pemasangan kawat kasa dapat menangkap lalat yang akan masuk melalui pintu dan jendela. Hal ini mudah dilakukan dan dapat berguna untuk waktu yang lama. 5. Fly grill atau sering disebut blok grill oleh sebagian orang, fly grill adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di suatu tempat. 2.3.7
Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Grill Fly grill atau yang sering disebut blok grill oleh sebagian
orang, adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di suatu tempat. Alat ini dipergunakan di dunia kesehatan,
khususnya
kesehatan lingkungan. Alat
ini
sering
dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di tempat umum, misalnya pasar, tempat sampah umum, warung makan, terminal, stasiun. Cara membuat fly grill sangat mudah dan tidak diperlukan
42
keahlian khusus untuk membuatnya, bahan untuk membuat fly grill mudah untuk didapatkan, fly grill kuat dan mudah disimpan, permukaan fly grill luas sehingga dapak menangkap lalat lebih banyak dan dapat digunakan untuk jangka panjang. Fly grill diletakkan pada titik yang akan diukur dan jumlah lalat yang hinggap dihitung selama 30 menit, tiap titik diadakan 10 kali perhitungan, kemudian diambil 5 angka perhitungan tertinggi dan dibuat rata-rata. Angka ini merupakan indek populasi lalat pada satu titik perhitungan. Pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan dari pada pengukuran populasi larva lalat. Sebagai interpretasi hasil pengukuran indek populasi lalat juga berguna untuk menentukan tindakan pengendalian yang akan dilakukan. Indek populasi lalat terbagi menjadi : a. 0-2 ekor : rendah atau tidak menjadi masalah. b. 3-5 ekor : sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap tempat perkembangbiakan lalat. c. 6-20 ekor : tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan terhadap tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian. d. 21 ekor : sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat (Wijayanti, 2009).
43
2.3.8
Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Trap Fly trap adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menangkap
lalat dalam jumlah yang cukup besar besar atau padat. Tempat yang menarik lalat untuk berkembangbiak dan mencari makan adalah perangkap yang gelap. Bila lalat mencoba makan dan terbang akan tertangkap dalam perangkap yang diletakkan di mulut fly trap yang terbuka itu. Sebuah model perangkap akan terdiri dari kawat kasa sebagai penutup dan beralaskan kayu untuk menempatkan umpan, tutup kayu dengan celah kecil dan sangkar di atas penutup. Celah berdiameter 2 cm antara penutup yang berbentuk kerucut dengan puncak terbuka. Hal tersebut untuk memberi kelonggaran kepada lalat untuk bergerak menuju penutup. Perangkap harus ditempatkan diudara terbuka di bawah sinar cerah matahari, jauh dari keteduhan pepohonan. Indek populasi lalat terbagi menjadi : a. 0-2 ekor : rendah atau tidak menjadi masalah. b. 3-5 ekor : sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap tempat perkembangbiakan lalat. c. 6-20 ekor : tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan terhadap tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian. d. 21 ekor : sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat.(Wijayanti, 2009).
44
2.4
Kerangka Teori Pengelolaan sampah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit
yang salah satu penularannya melalui vektor Musca domestica (lalat rumah). Bila lalat menghinggap di makanan manusia maka kotoran yang dibawa dari sampah yang menempel di bulu atau kakinya dapat mencemari makanan yang akan di makan manusia slah satunya balita, sehingga akan timbul penyakit diare. Berikut kerangka teori penelitian ini :
45
TPS (Tempat Pembuangan Sementara)
Penyimpanan
Pengelolaan sampah
Pemisahan
TPSK
Pembuangan
(Tempat Pembuangan Sampah Kolektif)
- Pendidikan Timbunan sampah
- Pengetahuan - Sosial Ekonomi Perilaku ibu : - Mencuci tangan - Menutup makanan - Merebus Sumber air air
Karakteristik Balita :
Bau/Pembusukan Daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah)
Jarak
-
Umur
-
Pemberian ASI Eksklusif
-
Status gizi
-
Daya tahan tubuh
-
Diare Penyakit lain
Tinja
Makanan
Bagan 2.1 Kerangka teori Sumber : Modifikasi dari Wijayanti dan Depkes RI Tahun 2009
Keterangan : : Tidak di bahas lebih lanjut dalam penelitian ini : Di bahas lebih lanjut dalam penelitian ini
46
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teoritis di atas, untuk penelitian ini dibuat kerangka konsep penelitian yang dibatasi hanya pada beberapa faktor seperti tampak pada gambar 3.1 dibawah ini. Beberapa variabel tidak diteliti yaitu tahap pembuangan, karena peneliti memfokuskan kepada pengelolaan sampah rumah tangga bukan di TPSK (Tempat Pembuangan Sementara Kolektif). Selain itu pada karakterisitik balita dan karakteristik ibu tidak di teliti karena dalam penelitian ini lebih di tekankan kepada variabel pengelolaan sampah dan vektor Musca domestica. Variabel merebus air tidak diteliti karena secara garis besar warga melakukan perebusan air, sehingga diperkirakan data akan menjadi homogen. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel bebas adalah variabel
pengelolaan
sampah
(yang
meliputi
variabel:
pemisahan
dan
penyimpanan); variabel jarak tempat sampah; variabel daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) (yang meliputi: populasi vektor lalat rumah di pantry dan frekuensi kunjungan lalat di tempat sampah). Adapun sebagai variabel terikat adalah risiko diare. Kerangka konsep hubungan pengelolaan sampah rumah tangga terhadap daya tarik vektor Musca domestica dengan risiko diare pada baduta dapat dilihat pada bagan berikut :
47
Pengelolaan sampah : -
Pemisahan
-
Penyimpanan
Jarak Tempat Sampah -
Jarak
tempat
sampah
dengan pantry
Diare Pada
Daya tarik vektor Musca
Baduta (Bayi
domestica (lalat rumah) :
Dua Tahun)
-
Populasi
vektor
Musca
domestica di pantry -
Frekuensi
vektor
Musca
domestica
kunjungan
di
tempat sampah
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
48
3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Variabel Dependent dan Independent Tabel 3.1 Variabel Dependent dan Independent No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
1.
Diare
Buang air besar lembek, cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Interview
Kuesioner
Nominal 1 =Risiko Diare, jika balita mengalami buag air besar dengan frekuensi >3 kali atau lebih dalam sehari dengan kondisi tinja cair pada perode 2 minggu yang lalu sampai saat dilakukan wawancara 2 = Tidak risiko diare jika balita tidak mengalami buag air besar dengan frekuensi >3 kali atau lebih dalam sehari dengan kondisi tinja cair pada perode 2 minggu yang lalu sampai saat dilakukan wawancara
49
Variabel Independent No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur
Pemisahan sampah adalah pemisahan sampah organik dan anorganik yang dilakukan oleh keluarga di Kelurahan Ciputat
Interview mengisi kuesioner dan observasi
Skala Ukur
Hasil Ukur
Faktor Pengelolaan Sampah 1.
2.
Pemisahan Sampah
Penyimpanan Penyimpanan Sampah sampah yaitu adanya tempat penyimpanan sampah di rumah tangga yang memenuhi syarat seperti pondasi kuat, memiliki tutup dan kedap air.
Kuesioner Ordinal Dan lembar observasi
1= Tidak, jika tidak melakukan pemisahan sampah organik dan anorganik 2 =Ya, jika melakukan pemisahan sampah organik dan anorganik.
Observasi
Lembar observasi
Ordinal
1 = tidak kuat (wadah yang terbuat dari plastik), tidak tertutup dan tidak kedap air. 2 = kuat (wadah yang terbuat dari semen, dan kayu), memiliki tutup dan kedap air
50
No. Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
Seberapa jauh tempat sampah diletakkan dengan pantry atau tempat akhir meletakkan makanan
Observasi
Ordinal
1 = < 1 meter
Ada atau tidaknya vektor Musca domestica (lalat rumah) di lokasi setelah dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan di dalam rumah (pantry)
Pengukuran Fly Trap frekuensi kunjungan lalat dan observasi
Jarak Tempat Sampah 1.
Jarak tempat sampah dengan pantry
Lembar observasi
2 = > 1 meter (Junias, 2008).
Daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) 1.
Populasi vektor Musca domestica di pantry
Ordinal
1 = tinggi, jika angka frekuensi kunjungan lalat ≥ 6 ekor 2= rendah, jika frekuensi kunjungan lalat 0-5 ekor. (Depkes, 2005)
51
No. Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
2.
Frekuensi kunjungan lalat adalah jumlah vektor Musca domestica (lalat rumah) di lokasi setelah dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan di luar rumah (tempat sampah)
Pengukuran Fly grill frekuensi dan Hand kunjungan counter lalat dan observasi
Ordinal
1 = tinggi, jika angka frekuensi kunjungan lalat ≥ 6 ekor
Frekuensi kunjungan lalat
2= rendah, jika frekuensi kunjungan lalat 0-5 ekor. (Depkes, 2005)
3.3 Hipotesis 1. Ada hubungan antara pengelolan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpaanan) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 2. Ada hubungan antara jarak tempat sampah dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 3. Ada hubungan antara daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.
52
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunankan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional di mana pengukuran variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang bersamaan. Penelitian ini adalah sebuah penelitian observasional studi yang bersifat deskriptif-analitik. Deskriptif yaitu menggambarkan distribusi frekuensi pengelolaan sampah (pemisahan dan penyimpanan) dan daya tarik vektor Musca domestica (populasi vektor Musca domestica dan frekuensi kunjungan vektor Musca domestica) di Kelurahan Ciputat tahun 2014. Sedangkan analitik yaitu untuk melihat secara analitik hubungan berbagai variabel dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Ciputat wilayah kerja Puskesmas Ciputat. 4.2.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilakukan bulan Juni 2014. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah bayi usia 0-24 bulan di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. Sampel penelitian ini adalah bayi usia 0-24 bulan, sedangkan responden adalah ibu dari bayi.
53
4.3.1 Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah responden penelitian ini yaitu ibu dari bayi berumur 0-24 bulan yang memiliki tempat sampah yang berada di luar rumah dan memiliki pantry (tempat terakhir menaruh makanan) dan bersedia untuk di wawancarai. 4.3.2 Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusif adalah responden penelitian yaitu ibu dari bayi berumur 0-24 bulan yang tidak memiliki tempat sampah atau tempat sampah berada dalam rumah, tidak memiliki pantry, dan tidak bersedia untuk di wawancarai. 4.4 Sampel Penelitian Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus (Dahlan, M.Sopiyudin, 2010)
[
1
2
√2PQ
√P1Q1 P1 P2 1
P2Q2 ]
2
Keterangan: n P1
: Jumlah sampel minimal yang diperlukan : Proporsi kejadian pada salah satu kelompok tertentu sebesar 0,683
(Variabel mencuci tangan terhadap
kejadian diare pada balita) dari penelitian terdahulu (Manalu, dkk 2012).
54
P2
: Proporsi kejadian pada salah satu kelompok tertentu sebesar 0,3846 dari penelitian terdahulu.
Q1
: 1 – P1
Q2
: 1 – P2
P
: Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2))
Q
:1–P
Z1-
/2
: Derajat kemaknaan,
pada dua sisi (two tail) yaitu
sebesar %= 1,96 : Kekuatan uji 1- , yaitu sebesar 95%= 0, 84
Z1-
Perhitungan:
[
[
1 96 √2
1
05
2
√2PQ
05
1 3859 0 5702 2 [ ] 0 28
1 9369 2 [ ] 0 366
28 28 = 68,3% x n’
P2Q2 ]
0 84 √0 683 0 317 0 683 0 317
[5 3]2 28 09
√P1Q1 P1 P2 1
2
0 317
0 683
2
]
55
n’ = 40,99
41 x 2 = 82
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode stratified random sampling. Berdasarkan perhitungan sampel secara uji beda dua proporsi maka didapatkan jumlah sampel yang diambil sebanyak 82 baduta. Untuk mengantisipasi adanya kesalahan dan kekurangan sampel maka besar sampel ditambah 10% dari minimal sampel, sehingga besar sampel (n) = 82 + 8,2 = 90 orang. Adapun langkah-langkah penentuan sampelnya adalah sebagai berikut:
Puskesmas Ciputat Kelurahan Ciputat
Posyandu
RW 13
RW 4
RW 11
RW 9 6 sampel
6 sampel 4 sampel
RW 7
RW 6
12 sampel
RW 14 5 sampel
RW 2 RW 3
RW 10 7 sampel
4 sampel
RW 1 RW 5 9 sampel
5 sampel 8 sampel
RW 2
4 sampel
Bagan 4.1 Langkah-langkah Penentuan Sampel
8 sampel
RW 12 7 sampel 5 sampel
56
Posyandu di Wilayah Kelurahan Ciputat
Nangka
Apel
Belimbing
Manggis Jambu
Aspol
Durian
Jeruk Pisang
Sawo Alpukat
Rw
Duku
Rw
01
02
Melon Anggur
Rw
03
Rw
Rw
04
05
Rw
Rw
06
07
Rw
Rw
Rw
08
09
Rw
10
Rw
Rw
Rw
12
13
11
Rw
275 balita
104 balita 100 balita 202 balita
234 balita 188 balita
7 balita
4 balita
217 balita
382 balita 253 balita
8 balita 8 balita
7 balita
145 balita
4 balita
6 balita
12 balita
105 balita
7 balita 6 balita
313 balita
143 balita
118 balita 9 balita
15
14
5 balita
4 balita
Bagan 4.2 Sampling Frame Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, terdapat 15 RW di Kelurahan Ciputat. Pemilihan RW terpilih berdasarkan jumlah balita dengan kasus diare terbanyak. Terdapat 2 RW yakni RW 08 dan RW 14 yang tidak masuk dalam sampel karena masalah perizinan yang tidak di dapatkan, hal ini termasuk dalam keterbatasan penelitian. Jadi sampel penelitian ini ada 8 posyandu yang masing
57
masing diketahui jumlah balitanya. Berikut di bawah ini adalah nama posyandu yang ada di Kelurahan Ciputat beserta jumlah balita di tiap posyandu tersebut : 1. Posyandu Nangka = 275 balita 2. Posyandu Belimbing = 202 balita 3. Posyandu Jambu = 118 balita 4. Posyandu Durian = 188 balita 5. Posyandu Pisang = 234 balita 6. Posyandu Alpukat = 143 balita 7. Posyandu Duku = 217 balita 8. Posyandu Sawo = 100 balita 9. Posyandu Anggur= 105 balita 10. Posyandu Melon = 253 balita 11. Posyandu Jeruk = 382 balita 12. Posyandu Aspol = 145 balita 13. Posyandu Manggis = 313 balita 14. Posyandu Apel = 104 balita
58
Penentuan balita di masing-masing posyandu yang akan dijadikan sampel dipilih secara proporsional dari balita di masing-masing posyandu, uraiannya sebagai berikut. 1) Posyandu Nangka = 275/2779 x 90 = 9 balita 2) Posyandu Belimbing = 202/2779 x 90 = 7 balita 3) Posyandu Jambu = 118/2779 x 90 = 4 balita 4) Posyandu Durian = 188/2779 x 90 = 6 balita 5) Posyandu Pisang = 234/2779 x 90 = 8 balita 6) Posyandu Alpukat = 143/2779 x 90 = 5 balita 7) Posyandu Duku = 217/2779 x 90 = 7 balita 8) Posyandu Anggur= 105/2779 x 90 = 4 balita 9) Posyandu Melon = 253/2779 x 90 = 8 balita 10) Posyandu Jeruk = 382/2779 x 90 = 12 balita 11) Posyandu Aspol = 145/2779 x 90 = 5 balita 12) Posyandu Manggis = 313/2779 x 90 = 10 balita 13) Posyandu Apel = 104/2779 x 90 = 4 balita Setelah diketahui masing-masing sampel di tiap posyandu, maka penentuan nomor sampel balita dipilih secara random dengan menggunakan
59
rumus randbetween yang ada di microsoft excel. Berikut adalah hasi sampel terpilih : Tabel 4.1 Sampling Frame No. Nama Posyandu
Jumlah balita
Sampel Terpilih
Nomor Sampel
1
382
12
307, 102, 113, 242,
Posyandu Jeruk
212, 19, 138, 80, 45, 142, 319, 373 2
Posyandu Manggis
313
10
52, 82, 126, 132, 183, 195, 209, 221, 242, 300
3
Posyandu Nangka
275
9
19, 134, 137, 162, 189, 228, 48, 64, 139
4
Posyandu Melon
253
8
2, 19, 47, 49, 159, 210, 233, 249
5
Posyandu Pisang
234
8
31, 32, 62, 120, 173, 199, 200, 204
6
Posyandu Duku
217
7
4, 32, 74, 82, 90, 148, 180
7
Posyandu Belimbing
202
7
26, 36, 62, 64, 83, 87, 200
8
Posyandu Durian
188
6
4, 7, 23, 32, 41, 57
9
Posyandu Aspol
145
5
8, 37, 55, 64, 72
10
Posyandu Alpukat
143
5
4, 8, 21, 31, 32
11
Posyandu Jambu
118
4
4, 7, 25, 45, 58, 69
12
Posyandu Anggur
105
4
2, 11, 16, 39
13
Posyandu Apel
104
4
36, 39, 47, 54
60
4.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan melalui data primer dan data sekunder yang diuraikan sebagai berikut : 1. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan menggunakan alat ukur kuesioner melalui wawancara dengan ibu dari bayi, observasi dan uji daya tarik vektor Musca domestica dengan menggunakan fly grill dan fly trap. Variabel yang dapat diketahui dari kuesioner ialah variabel pengelolaan sampah (pemisahan dan penyimpanan). Variabel yang dapat diketahui dengan melakukan obeservasi adalah variabel populasi vektor Musca domestica dan variabel frekuensi kunjungan daya tarik vektor Musca domestica. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 dan profil Kesehatan Puskesmas Ciputat tahun 2010 dan laporan bulanan Puskesmas Ciputat tahun 2012. 4.6 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup yang disebarkan ke ibu-ibu yang bayinya menjadi sampel. Kuesioner terdiri dari beberapa item pertanyaan. Kuesioner dalam penelitian ini mencakup pertanyaan
mengenai
variabel
pengelolaan
sampah
(pemisahan
dan
61
penyimpanan). Untuk mengetahui risiko diare pada variabel daya tarik vektor Musca domestica mengetahuinnya dengan menggunakan fly grill dan fly trap. Berikut adalah gambar fly grill dan fly trap:
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Fly Grill
Fly Trap
4.6.1 Rencana Uji Fungsi Fly Grill 1. Menentukan lokasi penghitungan kepadatan lalat 2.
Mengeluarkan fly grill
3.
Meletakkan fly grill rekayasa pada titik sampling yang telah ditentukan
4.
Menghitung kepadatan lalat di titik tersebut dengan durasi setiap 30 detik ada berapa lalat yang menempel. Kemudian tiap titik diulang 10 kali.
5.
Menghitung rata-rata kepadatan lalat setiap titik dari 5 penghitungan tertinggi kemudian dibagi 5.
6.
Hasil dari setiap titik kemudian dijumlahkan dan dicari rataratanya
7.
Hasil kepadatan lalat tersebut lalu dibandingkan dengan interpretasi untuk merencanakan tindakan selanjutnya.
62
4.6.2 Rencana Uji Fungsi Fly Trap 1. Menentukan lokasi penghitungan kepadatan lalat 2.
Mengeluarkan fly trap
3.
Meletakkan fly trap rekayasa pada titik sampling yang telah ditentukan
4.
Menghitung kepadatan lalat di titik tersebut dengan durasi setiap 15 menit ada berapa lalat yang menempel. Kemudian tiap titik diulang 5 kali.
5.
Menghitung rata-rata kepadatan lalat dari 5 penghitungan tertinggi kemudian dibagi 5.
6.
Hasil dari setiap titik kemudian dijumlahkan dan dicari rataratanya
7.
Hasil kepadatan lalat tersebut lalu dibandingkan dengan interpretasi untuk merencanakan tindakan selanjutnya.
4.7
Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program komputer berupa software. Variabel yang dilakukan dengan menggunakan komputer yaitu variabel pengelolaan sampah (pemisahan dan penyimpanan), variabel daya tarik vektor Musca domestica (populasi vektor lalat dan frekuensi kunjungan lalat. Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer dari variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:
63
1. Editing data, yaitu kuisioner yang telah diisi dilihat kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam komputer. 2. Coding data yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode pada jawaban dari setiap pertanyaan dalam kuisioner. 3. Editing Data, yaitu dilakukan untuk memeriksa kebenaran dan kelengkapan data, seperti konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner, kelengkapan pengisisan dan kesalahan pengisian. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian. 4. Entry data, yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam template yang telah dibuat. 5. Cleaning data, yaitu data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian diharapkan data tersebut benarbenar siap untuk dianalisis. 4.8 Analisis Data Analisa data dalam penelitian ini berupa analisis univariat dan analisis bivariat. 4.8.1 Analisa Data Univariat Analisa data univariat pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis variabel dependen yaitu risiko diare pada baduta maupun variabel independen yaitu gambaran pemisahan sampah, gambaran penyimpanan sampah, gambaran jarak tempat sampah dengan rumah,
64
gambaran populasi vektor Musca domestica di pantry dan gambaran frekuensi kunjungan lalat rumah di tempat sampah. 4.8.2 Analisa Data Bivariat Analisa data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen yaitu risiko diare dengan pengelolaan sampah (pemisahan dan penyimpanan), risiko diare dengan jarak tempat sampah dan risiko diare dengan daya tarik vektor Musca domestica (populasi vektor Musca domestica dan frekuensi kunjungan Musca domestica), Pada analisa ini digunakan uji chi square dengan rumus: X2 = Σ (O – E)2 E Keterangan: X2 = Chi square O = Nilai observasi E = Nilai Ekspektasi (Nilai Harapan) Secara statistik dalam penelitian ini disebut ada hubungan yang bermakna atau signifikan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu apabila nilai P value ≤ 0,05. Namun apabila nilai P value > 0,05 maka berarti antara variabel dependen dan variabel independen tidak ada hubungan yang bermakna.
65
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat Analisis univariat mendeskripsikan risiko diare pada baduta, pengumpulan sampah, penyimpanan sampah, jarak tempat sampah dengan pantry rumah, frekuensi kunjungan daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah), populasi vektor Musca domestica (lalat rumah) di pantry dan frekuensi kunjungan vektor Musca domestica (lalat rumah) di tempat sampah. 5.1.1 Gambaran Risiko Diare Pada Balita Adapun hasil yang dapat diperoleh mengenai risiko diare pada baduta dapat dilihat ada diagram 5.1 berikut.
Distribusi Frekuensi Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 Risiko Diare
Tidak Risiko Diare
28% 72%
Diagram 5.1 Proporsi Gambaran Frekuensi Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 Berdasarkan
diagram 5.1 dari hasil analisis gambaran
risiko diare pada baduta, diperoleh bahwa 27,8% baduta berisiko diare dan 72,2% baduta tidak berisiko diare. Dari diagram tersebut
66
terlihat bahwa lebih banyak responden baduta yang tidak berisiko diare. 5.1.2 Distribusi Faktor Pengelolaan Sampah Faktor pengelolaan sampah dalam penelitian ini meliputi pemisahan sampah dan penyimpanan sampah. Di bawah ini akan dijelaskan distribusi pemisahan sampah yang dilakukan responden di Kelurahan Ciputat. a. Distribusi Pemisahan Sampah Berikut ini adalah gambaran pemisahan sampah yang dilakukan responden di Kelurahan Ciputat. Tabel 5.1 Distribusi Pemisahan Sampah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
Pemisahan Sampah Tidak Ya Jumlah
Frekuensi 74 16 90
Persentase (%) 82,2 17,8 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1, diketahui bahwa sebagian besar responden tidak melakukan pemisahan sampah yakni pemisahan sampah organik dan anorganik sebanyak 82,2% responden. Sedangkan yang melakukan pemisahan sampah sebanyak 17,8% responden.
67
b. Distribusi Penyimpanan Sampah Berdasarkan
hasil
penelitian
distribusi
penyimpanan
sampah pada tempat tinggal responden diperoleh 33,3% memiliki tempat penyimpanan sampah yang tidak kuat dan 66,7% memiliki tempat penyimpanan sampah yang kuat.
Dari hasil tersebut
menyatakan bahwa lebih banyak responden yang memiliki tempat penyimpanan sampah yang kuat. Hal ini tersajikan pada tabel distribusi penyimpanan sampah pada tabel 5.2 di bawah ini: Tabel 5.2 Distribusi Penyimpanan Sampah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 Penyimpanan Sampah Tidak Kuat Kuat Jumlah
Frekuensi 30 60 90
Persentase 33,3 66,7 100
5.1.3 Distribusi Jarak Tempat Sampah Dengan Pantry Rumah Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebesar 24,4% tempat tinggal responden memiliki jarak tempat sampah kurang dari 1 meter dari pantry, sedangkan 75,6% responden memiliki jarak tempat sampah lebih dari 1 meter dari pantry. sebesar sebagian besar responden memiliki jarak tempat sampah lebih dari 1 meter dari pantry. Hal tersebut tersajikan pada tabel distribusi jarak tempat sampah dengan pantry rumah pada tabel 5.3 dibawah ini:
68
Tabel 5.3 Distribusi Jarak Tempat Sampah Dengan Pantry Rumah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 Jarak Tempat Sampah Dengan Pantry
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang Dari 1 Meter
22
24,4
Lebih Dari 1 Meter
68
75,6
Jumlah
90
100
5.1.4 Distribusi Frekuensi Kunjungan Daya Tarik Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Dalam penelitian ini frekuensi kunjungan daya tarik vektor Musca domestica (Lalat Rumah) di peroleh dengan menggunakan Fly Griil (untuk di tempat sampah) dan untuk populasi vektor Musca domestica (Lalat Rumah) di pantry menggunakan Fly Trap . Hasil dari penelitian dibagi menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. Adapun distribusi frekuensi kunjungan vektor Musca domestica dapat dilihat pada tabel 5.4 dibawah ini: Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kunjungan Daya Tarik Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
Kunjungan Daya Tarik Vektor Musca domestica (Lalat Rumah)
B e
Frekuensi
Persentase (%)
Tinggi
16
17,8
Rendah
74
82,2
Jumlah
90
100
rdasarkan tabel 5.4 dari hasil analisis gambaran kunjungan daya
69
tarik vektor Musca domestica (Lalat Rumah), diperoleh sebesar 17,8% rumah responden memiliki kunjungan daya tarik vektor Musca domestica (Lalat Rumah) yang tinggi dan 82,2% rumah responden memiliki kunjungan daya tarik vektor Musca domestica (Lalat Rumah) yang rendah. Dari hasil tersebut terlihat bahwa lebih banyak responden yang memiliki kunjungan daya tarik vektor Musca domestica (Lalat Rumah) yang rendah. 5.1.5 Distribusi Frekuensi Populasi Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Di Pantry Frekuensi populasi vektor Musca domestica dalam penelitian ini menggunakan alat Fly Trap. Hasil dari penelitian di kategorikan menjadi dua yakni rendah dan tinggi. Adapun distribusi frekuensi populasi vektor Musca domestica (lalat rumah) di pantry dapat dilihat pada diagram 5.2 dibawah ini.
Frekuensi Populasi Vektor Musca Domestica (Lalat Rumah) Di Pantry Kelurahan Ciputat Tahun 2014 Tinggi
Rendah
16% 84%
Diagram 5.2 Proporsi Gambaran Frekuensi Populasi Daya Tarik Vektor Musca Domestica (lalat rumah) Di Pantry Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
70
Berdasarkan diagram 5.2 diketahui bahwa sebagaian besar responden yakni 84,4% responden memiliki frekuensi populasi vektor Musca domestica (Lalat Rumah) di pantry yang rendah. Sedangkan 15,6% responden memiliki populasi vektor Musca domestica (Lalat Rumah) di pantry yang tinggi. 5.1.6 Distribusi Frekuensi Kunjungan Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Di Tempat Sampah Dalam penelitian ini frekuensi kunjungan vektor Musca domestica menggunakan alat Fly Griil. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 74,4% rumah responden memiliki frekuensi kunjungan vektor Musca domestica di tempat sampah yang rendah. Sedangkan 25,6% rumah responden memiliki frekuensi kunjungan vektor Musca domestica (Lalat Rumah) di tempat sampah yang tinggi. Hal ini tersajikan pada tabel distribusi frekuensi kunjungan vektor Musca domestica (Lalat Rumah) di tempat sampah pada tabel 5.5 dibawah ini: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kunjungan Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Di Tempat Sampah Kelurahan Ciputat Tahun 2014
Kunjungan Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Di Tempat Sampah Tinggi Rendah Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
23 67 90
25,6 74,4 100
71
5.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependent. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara pengelolaan sampah (pemisahan dan penyimpanan) dengan risiko diare pada baduta, hubungan jarak tempat sampah dengan risiko diare pada baduta dan hubungan antara daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta menggunkana uji Chi Square yang hasilnya kan dijelaskan di bawah ini. 5.2.1 Hubungan Antara Pengelolaan Sampah dengan Rsiko Diare Pada Baduta Uji Chi Square digunakan untuk variabel pemisahan sampah dan penyimpanan sampah. Hasil penelitian mengenai hubungan pengelolaan sampah (pemisahan dan penyimpanan) dengan risiko diare pada baduta sebagai berikut. a) Hubungan Pemisahan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta Hasil penelitian mengenai hubungan antara pemisahan sampah dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut.
72
Tabel 5.6 Distribusi Baduta Menurut Hubungan Pemisahan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat tahun 2014
Pemisahan sampah
Risiko Diare Risiko Diare
Tidak
Tidak Total PR Risiko Diare N % N % N % 5,189 24 32,9 50 67,6 74 100
Ya
1
Total
25 27,8 65 72,2 90 100
6,2
P Value 0,035
15 93,8 16 100
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa sebesar 32,9% responden yang tidak melakukan pemisahan sampah dan berisiko diare sedangkan responden yang memisahkan sampah hanya 6,2% yang berisiko diare. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P value sebesar 0,035, yang artinya pada signifikan
5% ada hubungan yang
antara pemisahan sampah dengan risiko diare pada
baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden yang tidak melakukan pemisahan sampah, maka badutanya akan memiliki peluang 5,189 kali berisiko diare. b) Hubungan Penyimpanan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta Hasil penelitian mengenai hubungan penyimpanan sampah dengan risiko diare pada baduta sebagai berikut.
73
Tabel 5.7 Distribusi Baduta Menurut Hubungan Penyimpanan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014
Penyimpanan sampah
Tidak Kuat Kuat Total
Risiko Diare Risiko Tidak Diare Risiko Diare N % N % 14 46,7 16 53,3 11 18,3 49 81,7 25 27,8 65 72,2
Total
PR
P Value
N 30 60 90
2,545
0,010
% 100 100 100
Dari tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki tempat penyimpanan yang tidak kuat lebih banyak berisiko diare pada baduta (46,7%) dibandingkan dengan responden yang memiliki tempat penyimpanan sampah yang kuat (18,3%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penyimpanan sampah dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014, karena nilai P value 0,010 pada
5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden
yang tidak menggunakan tempat penyimpanan sampah yang kuat 2,545 kali lebih berisiko diare pada baduta. 5.2.2 Hubungan Antara Jarak Tempat Sampah Terhadap Risiko Diare Pada Baduta Hasil penelitian mengenai hubungan antara jarak tempat sampah dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut.
74
Tabel 5.8 Distribusi Baduta Menurut Hubungan Antara Jarak Tempat Sampah Terhadap Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.
Jarak Tempat Risiko Diare Sampah Risiko Tidak Diare Risiko Diare N % N Kurang dari 1 7 31,8 15 meter Lebih dari 1 18 26,5 50 meter Total 25 27,8 65
Total
PR
% N 68,2 22
% 1,202 100
73,5 68
100
72,2 90
100
P Value 0,831
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa sebesar 31,8% responden yang memilki jarak tempat sampah dengan pantry kurang dari 1 meter dan berisiko diare sedangkan responden yang memiliki jarak antara tempat samah dengan pantry lebih dari 1 meter hanya 26,5% yang berisiko diare. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P value sebesar 0,831, yang artinya pada
5% tidak ada hubungan yang signifikan antara jarak tempat
sampah dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 5.2.3 Hubungan Antara Daya Tarik Vektor Musca Domestica (Lalat Rumah) Terhadap Risiko Diare Pada Baduta Hasil pengujian statistik antara variabel daya tarik vektor Musca domestica dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat tahun 2014 sebagai berikut.
75
Tabel 5.9 Distribusi Baduta Menurut Hubungan Antara Daya Tarik Vektor Musca Domestica (Lalat Rumah Terhadap Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. Vektor Musca domestica
Risiko Diare Risiko Diare
Tinggi
N 6
Tidak Total PR Risiko Diare % N % N % 1,461 37,5 10 62,5 16 100
Rendah
19
25,7 55
74,3 74
100
Total
25
27,8 65
72,2 90
100
P Value 0,365
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa sebesar 37,5% responden yang memiliki daya tarik vektor Musca domestica tinggi dan berisko diare pada badutanya sedangkan untuk responden yang memiliki daya tarik vektor Musca domestica yang rendah dan berisiko diare pada baduta yaitu sebesar 25,7%. Berdasarkan hasil uji statstik didapatkan nilai P value sebesar 0,365 yang artinya pada
5% tidak ada hubungan yang signifikan antara
daya tarik vektor musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.
76
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian diantaranya yaitu : 1. Penentuan variabel dependen yaitu risiko diare tidak dilakukan dengan tenaga medis sehingga hanya didasarkan dari informasi dari responden melalui wawancara dengan kuesioner yang berisi pertanyaan dari definisi penyakit diare. Walaupun begitu, kuesioner ini telah digunakan pada penelitian sebelumnya yang telah diuji secara statistik. 2. Pada variabel frekuensi daya tarik kunjungan vektor Musca domestica, kemungkinan kesalahan pengukuran sehingga bias informasi dapat terjadi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terdapat vektor Musca domestica yang keluar dari perangkap dan tidak terhitung dalam pengukuran. 3. Beberapa jawaban pertanyaan kuesioner yaitu pertanyaan mengenai gejala diare sangat tergantung kemampuan daya ingat responden sehingga adanya kemungkinan bias informasi. Akan tetapi jangka waktu yang di pertanyakan dalam kuesioner hanya jangka waktu dua minggu terakhir. 6.2 Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Dari hasil penelitian yang terdapat pada diagram 5.1 diketahui bahwa sebagian besar baduta di Kelurahan Ciputat tidak berisiko diare (72,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Irnawati (2012) yang menemukan kejadian diare pada 60 balita dalam kurun waktu 3 bulan terakhir
77
yang tidak mengalami diare 38 orang (63,3%) dan mengalami diare 22 orang (36,7%). Risiko diare dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan definisi penyakit diare. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi proses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005).
Berdasarkan
Kepmenkes
RI
No.1216/Menkes/SK/XI/2001
menyebutkan bahwa batasan diare akut secara operasional adalah buang air besar lembek, cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Lebih lanjut, Andriani (2007), menjelaskan salah satu penyebab diare adalah tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat rumah (Musca domestica). Lalat ini dianggap mengganggu karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti sampah. Jika makanan yang dihinggapi lalat rumah akan tercemar oleh mikroorganisme baik bakteri, protozoa, telur/larva cacing atau bahkan virus yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat-lalat dan bila dimakan oleh manusia, maka dapat menyebabkan penyakit diare. Risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat hanya 27,8% hal ini kemungkinan disebabkan populasi dan frekuensi kunjungan vektor Musca
78
domestica (lalat rumah) cenderung rendah. Sebagian responden mengurangi risiko diare dengan menurunkan frekuensi daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) dengan cara menutup makanan agar tidak terkontaminasi dengan menggunakan tudung saji ataupun diletakkan dalam etalase. Pencegahan risiko diare dari vektor Musca domestica dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya seperti perilaku ibu menutup makanan. Hal lain yang dapat dilakukan yaitu dengan cara jendela dan tempat-tempat terbuka dipasang kawat kasa, pintu masuk dilengkapi dengan gorden anti lalat atau dengan cara menghilangkan tempat perindukkannya. Dalam penelitian ini tempat perindukkan Musca domestica adalah tempat sampah. Tempat sampah yang baik yakni berkaitan dengan cara pengelolaan sampahnya. Pengelolaan sampah yang tidak benar mempengaruhi frekuensi keberadaan lalat rumah sehingga kemungkinan dapat meningkatkan risiko diare. Ada tiga tahapan pengelolaan sampah rumah, yakni pemisahan, penyimpanan dan pemusnahan. Namun dalam penelitian ini yang lebih di perdalam hanyalah tahap pemisahan dan penyimpanan. Cara lain untuk menurunkan risiko diare dapat di kurangi dengan melakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik serta mempunyai tempat penyimpanan sampah yang kuat dan tertutup. Selain itu dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap vektor Musca domestica (lalat rumah) dengan menggunakan Fly Trap yaitu alat perangkap penangkap lalat yang mudah di buat dan harga terjangkau. Atau jika memiliki budget lebih, dapat menggunakan Fly Catcher System yaitu alat penangkap lalat dengan
79
menggunakan cahaya sinar lampu UV (Ultra Violet) untuk menjebak lalat yang hinggap di lampu tersebut. 6.3 Analisis Bivariat 6.3.1 Hubungan Pemisahan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih banyak responden yang tidak melakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 5.1 yang menunjukkan bahwa sebesar 82,2% responden tidak melakukan tahap pemisahan sampah yaitu pemisahan sampah organik dan anorganik. Sedangkan 17,8% responden melakukan pemisahan sampah organik dan anorganik. Berdasarkan hasil analisis dari tabel 5.6 menunjukkan bahwa responden yang tidak melakukan pemisahan sampah lebih banyak berisiko diare (32,9%) dibandingkan dengan responden yang melakukan pemisahan sampah yaitu sebesar 6,2% beresiko daiare. Hasil uji chi squre menunjukkan nilai P value sebesar 0,035 (p ≤ 0,05) yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pemisahan sampah dengan risiko diare pada baduta. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprina (2013) di Medan yang menyatakan bahwa ada hubugan antara pemisahan sampah dengan kejadian diare pada balita dengan nilai P value 0,023. Menurut Suprapto (2005), lalat biasa hidup di tempat-tempat yang kotor dan tertarik akan bau yang busuk. Benda-benda yang bau busuk juga
80
merupakan makanan lalat. Sampah terutama sampah basah, cepat berbau busuk, sehingga merupakan tempat berkembang biak dan tempat makanan lalat. Dalam penelitian ini ada hubungan antara pemisahan sampah dengan risiko diare pada baduta. Dari hasil studi ditemukan ada beberapa diantara responden yang membuang sampah basah seperti sampah-sampah potongan-potongan ikan atau ayam ke tempat sampah yang terpisah. Namun kebiasaan responden lebih banyak membuang sampah organik dan anorganik pada tempat pembuangan yang sama. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan ada hubungan antara pemisahan sampah dengan risiko diare pada baduta. Lalat menyukai tempat yang lembab dan berbau busuk seperti tempat penyimpanan sampah. Bau busuk yang berada di tempat sampah kemungkinan disebabkan karena sampah organik yaitu seperti potongan ikan atau ayam dan sampah anorganik dikumpul dalam tempat pembuangan yang sama. Untuk mengurangi risiko diare dapat dilakukan dengan menurunkan frekuensi daya tarik vektor Musca domestica di tempat sampah dengan cara pemisahan sampah organik dan anorganik. Hal ini dikarenakan sampah organik lebih cepat mengalami kebusukkan sehingga membuat daya tarik vektor Musca domestica menjadi tinggi. Selain itu, tempat sampah harus kuat yakni terbuat dari semen, memiliki penutup dan di bersihkan dari sisa bahan cair minimal seminggu dua kali.
81
6.3.2 Hubungan Penyimpanan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa 46,7% responden yang tidak memiliki tempat penyimpanan sampah yang tidak kuat atau buruk dapat berisiko diare pada badutanya.
Hasil
penelitian ini dengan menggunakan uji chi squre diperoleh nilai P value 0,010 (p ≤ 0,05) yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tempat penyimpanan sampah dengan risiko diare pada baduta. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Junias dan Balelay (2008) di Kupang dengan hasil penelitian ada hubungan antara kondisi tempat penyimpanan sampah dengan kejadian diare. Dalam penelitiannya, faktor musim kemarau menjadi salah satu pendukung karena tekanan udara yang tidak menentu dengan angin kencang membuat sampah-sampah yang sudah dikumpulkan kembali beterbangan. Bahkan sebagaian berserakan karena dikoyak-koyak oleh binatang peliharaan seperti anjing. Hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya kejadian diare pada responden. Lebih lanjut, penelitian lain yang dilakukan oleh Budiman, (2011) menunjukkan
bahwa
terdapat
hubungan
antara
kondisi
tempat
penyimpanan sampah dengan kejadian diare pada balita dengan nilai P value 0,001. Menurut Apriadji (1992), tempat penyimpanan sampah yang baik adalah yang mudah dibersihkan, kuat dan awet, tertutup dan ditempatkan jauh dari rumah. Karena kondisi tempat penyimpanan sampah yang buruk akan mendukung penyebaran penyakit lewat vektor penyakit.
82
Kondisi tempat penyimpanan sampah dengan keadaan terbuka sangat mendukung akan terjadinya penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan diare pada anak balita. Tempat penyimpanan sampah yang dalam keadaan terbuka banyak dihinggapi lalat yang berterbangan bebas masuk ke rumah untuk menghinggapi makanan yang ada di rumah. Pada umumnya kondisi tempat penyimpanan sampah di rumah penduduk di Kelurahan Ciputat cukup baik yakni kuat dan tetutup. Namun tidak sedikit pula yang memiliki tempat penyimpanan sampah yang tidak kuat dan tidak tertutup, hal ini dapat menyebabkan banyak lalat yang akan hinggap di tempat penyimpanan sampah tersebut. Menurut Dwiyatmo (2007) bahwa pemberian tutup bertujuan agar sampah tidak menjadi sarang lalat. Pada beberapa tempat penyimpanan sampah terdapat sisa bahan cair, hal ini mungkin menjadi faktor yang dapat mengundang datangnya vektor seperti lalat. Dari hasil penelitian di lihat pada diagram 5.2 menunjukkan bahwa populasi vektor Musca domestica di pantry dengan frekuensi tinggi terdapat 15,6% sedangkan untuk frekuensi rendah terdapat 84,4%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan kunjungan Musca domestica yang ada di tempat penyimpanan sampah. Berdasarkan tabel 5.5 terlihat bahwa frekuensi kunjungan Musca domestica yang tinggi sebesar 25,6% dan frekuensi kunjungan rendah 74,4%.
83
Lalat dapat menjadi vektor dalam penyebaran penyakit diantaranya adalah diare. Hal ini kemungkinan besar lalat dapat berkembang biak dan menyebarkan kuman-kuman yang terdapat dalam sampah tersebut kepada manusia melalui makanan dan media penularan lainnya. Ditegaskan oleh Junias (2008) lalat adalah salah satu makhluk yang berperan dalam penyebaran kejadian diare, bertindak sebagai agen atau vektor mekanis yang hanya bertindak sebagai alat pemindah pasif. Pada pola hidup Musca domestica (lalat rumah) tempat uyang disenangi yaitu tempat yang lembab dan kotor seperti sampah yang sebagai tempat ntuk bersarang dan berkembang biak. menyukai tempat yang lembab seperti tempat penyimpanan sampah. Dalam hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara penyimpanan sampah dengan risiko diare pada balita. Hal ini kemungkinan terjadi karena penumpukkan sampah yang dibiarkan maka akan berpengaruh kepada daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) sehingga memungkinkan mencemari makanan yang akan di makan baduta dan risiko diare menjadi tinggi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko diare yakni tidak membiarkan penumpukkan sampah terjadi dengan cara pembuangan sampah secara teratur minimal seminggu dua kali. Hal ini juga dapat mencegah agar tempat penyimpanan sampah tidak terdapat sisa bahan cair yang dapat membuat mengundang daya tarik vektor Musca domestica. (lalat rumah). Atau dapat membuat program bank sampah dimana tujuan dari program ini mengurangi volume penumpukkan sampah sehingga
84
sampah dapat dikelola dengan baik dan memberi manfaat bagi masyarakat selain itu dengan hal ini dapat menurunkan frekuensi kunjungan vektor Musca domestica.. 6.3.3 Hubungan Jarak Tempat Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih banyak responden yang memiliki jarak tempat sampah kurang dari 1 meter dari pantry. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa sebesar 75,6% responden memiliki jarak tempat sampah lebih dari 1 meter dan 24,4% responden memiiki jarak tempat sampah dengan pantry lebih dari 1 meter. Berdasarkan hasil analisis dari tabel 5.8 menunjukkan bahwa responden yang meiliki jarak kurang dari 1 meter lebih banyak berisiko diare (31,8%) dibandingkan dengan responden yang mempunyai jarak tempat sampah lebih dari 1 meter yaitu sebesar 26,5% beresiko diare. Hasil uji chi squre menunjukkan nilai P value sebesar 0,831 (p ≥ 0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara jarak tempat sampah dengan risiko diare pada baduta. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junias (2008) di Kupang yang menyatakan bahwa tidak ada hubugan antara letak TPSS dengan kejadian diare dengan nilai P value 0,92. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kondisi jarak tempat sampah di Kelurahan Ciputat cenderung lebih banyak pada jarak lebih dari 1
85
meter. Hal ini dapat menurunkan risiko diare seperti Menurut Apriadji (1994) mengemukakan bahwa sebaiknya letak tempat sampah di tempatkan di luar rumah atau jauh dari rumah dengan tujuan agar kebersihan rumah terjaga dan mudah diangkut oleh petugas sampah/truk sampah. Diharapkan dengan hal tersebut dapat mengurangi risiko pencemaran dan penyebaran vektor penyakit akibat sampah-sampah yang ada. Selain itu, jika jarak tempat sampah dekat dengan Sarana Air Bersih (SAB) turut mendukung pencemaran lingkungan terutama pencemaran air permukaan. Apabila air pada SAB di gunakan oleh keluarga maka bukan tidak mungkin akan terserang diare (Soemirat, 2005). Oleh karena itu sebaiknya tempat sampah diletakkan di luar rumah dengan menggunakan tempat penyimpanan yang kuat dan tertutup sehingga mengurangi aroma dari tempat dan karenanya menurunkan frekuensi kunjungan vektor Musca domestica. Selain itu, letak tempat sampah juga jauh dari Sarana Air bersih (SAB) agar tidak terjadi pencemaran air permukaan. 6.3.4 Hubungan Daya Tarik Vektor Musca domestica Dengan Risiko Diare Pada Baduta Berdasarkan hasil analisis yang terdapat di tabel 5.10 memperlihatkan bahwa hasil pengukuran daya tarik vektor Musca domestica di rumah responden terdapat 6 baduta (37,5%) berisiko diare dengan kondisi daya tarik vektor Musca domestica tinggi sedangkan untuk
86
kondisi daya tarik vektor Musca domestica yang rendah terdapat 19 baduta (25,7%) berisiko diare. Hasil uji chi square meunjukkan nilai P value sebesar 0,365 (p ≥ 0,05), hal ini menjelaskan tidak ada hubungan yang signifakan antara daya tarik vektor Musca domestica dengan risiko diare pada baduta. Penelitian ini sejalan dengan Dharma (2012) yang menyatakan bahwa dari hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p>0,05, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare pada anak. Hal ini mungkin disebabkan karena kepadatan lalat yang diukur di pantry (dapur) tidak memiliki hubungan signifikan dengan kejadian diare karena kemungkinan lalat tidak mencemari makanan yang sudah tertutup dengan baik, sehingga kemungkinan menderita diare kecil. Berbeda halnya dengan penelitian Wijayanti (2009) di Bantar Gebang. Dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa proporsi angka kepadatan lalat yang tinggi lebih banyak menimbulkan balita sakit diare dibandingkan angka kepadatan lalat rendah. Secara bivariat ditemukan hasilnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara angka kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita. Menurut Manalu (2012) lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan yang dapat memindahkan kuman/patogen penyakit dari tempat-tempat yang lembab dan kotor, misalnya sampah dan tinja,
87
kemudian hinggap pada makanan dan minuman manusia yang akhirnya akan dapat menyebabkan penyakit diare. Pemerintah melalui Ditjen P2PL (2007) menyarankan masyarakat untuk mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat, dapat dilakukan upaya perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan rumah atau meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan akan lingkungan yang bersih, penataan hunian rumah yang sehat. Dalam penelitian ini, tidak ada hubungan antara daya tarik vektor Musca domestica dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat. Hal ini kemungkinan terjadi akibat populasi vektor Musca domestica (lalat rumah) di pantry cenderung rendah sehingga vektor Musca domestica (lalat rumah) tidak mencemari makanan yang berada di pantry. Diare bisa terjadi karena infeksi yang berasal dari makanan yang terkontaminasi oleh lalat atau dapat pula terjadi akibat faktor higienitas ibu yang tidak terjaga, seperti perilaku mencuci tangan sebelum dan sesudah makan atau perilaku mencuci tangan setelah BAB. Upaya pencegahan untuk mengurangi risiko diare pada baduta antara lain dapat dilakukan dengan cara menggunakan tudung saji agar makanan tidak terkontaminasi oleh lalat, lalu meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam hal mengasuh baduta. Terutama perilaku mencuci tangan sebelum atau sesuadah makan, mencuci tangan sebelum dan sesudah BAB, mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan untuk
88
baduta dan sebelum menyuapi baduta. Hal ini sejalan dengan hasil Studi oleh Marlini (2004) tentang manfaat membasuh tangan dengan sabun sesudah buang air besar, sebelum makan dan sebelum menyiapkan makanan, perilaku tersebut merupakan cara yang efektif untuk menurunkan insiden penyakit diare. Cuci tangan yang benar adalah pakai sabun dengan air bersih yang mengalir melalui kran, pancuran, gayung pembilas yang dilakukan setelah BAB,
sebelum
(Muhadjir,2005).
makan WHO
dan
sebelum
sebagai
badan
menyiapkan kesehatan
makanan.
dunia
telah
merekomendasikan tentang pentingnya bercuci tangan WHO pada tahun 2005 mengeluarkan pesan kesehatan untuk mencuci tangan dengan 7 langkah. Dan dalam pelaksanaannya di bidang kesehatan ada yang mengembangkan menjadi 10 langkah namun intinya adalah pada tahapan proses yang di lakukan. Sedangkan bagi kalangan medis mencuci tangan harus lebih disiplin dan mengikuti standar yang berlaku di tiap – tiap rumah sakit sesuai kebijakan prosedur yang berlaku.Untuk melakukan tindakan medis operatif wajib mencuci tangan sampai ke siku (WHO, 2005). Berikut ini adalah langkah mencuci tangan sesuai anjuran WHO 2005 yakni 7 lagkah yang di kembangkan menjadi 10 langkah :
1. Basuh tangan dengan air mengalir 2. Ratakan sabun dengan kedua telapak tangan
89
3. Gosok punggung tangan dan sela – sela jari tangan kiri dan tangan kanan, begitu pula sebaliknya. 4. Gosok kedua telapak dan sela – sela jari tangan 5. Jari – jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci. 6. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya. 7. Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya 8. Gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan lakukan sebaliknya. 9. Bilas kedua tangan dengan air. 10. Keringkan dengan lap tangan atau tissue
90
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada baduta di Kelurahan Ciputat, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran baduta yang berisiko diare sebesar 27,8% dan baduta yang tidak berisiko diare sebesar 72,2%. 2. Gambaran pengelolaan sampah meliputi : 2.1 Gambaran pemisahan sampah yaitu 82,2% responden tidak melakukan pemisahan sampah dan 17,8% responden melakukan pemisahan sampah. 2.2 Gambaran penyimpanan sampah yaitu 33,3% responden memiliki tempat penyimpanan sampah tidak kuat dan 66,7% responden memiliki tempat penyimpanan sampah yang kuat. 3. Gambaran jarak tempat sampah dengan pantry rumah responden yaitu 24,4% kurang dari 1 meter dan 75,6% lebih dari 1 meter. 4. Gambaran frekuensi kunjungan vektor Musca domestica (lalat rumah) meliputi: 4.1 Populasi vektor Musca domestica (lalat rumah) di pantry yaitu 15,6% tinggi kunjungan vektor Musca domestica (lalat rumah) di pantry dan 84,4% rendah.
91
4.2 Frekuensi kunjungan vektor Musca domestica (lalat rumah) di tempat sampah antara lain 25,6% tinggi kunjungan vektor Musca domestica (lalat rumah) di tempat sampah dan 74,4% rendah. 5. Terdapat hubungan antara pemisahan sampah dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 dengan P value sebesar 0,035. 6. Terdapat hubungan antara penyimpanan sampah dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 dengan P value sebesar 0,010 . 7. Tidak terdapat hubungan antara jarak tempat sampah dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 dengan P value sebesar 0,831. 8. Tidak terdapat hubungan antara daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap rsiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 dengan P value sebesar 0,365. 7.2 Saran 7.2.1 Saran Bagi Masyarakat 1. Membuat dan menjalankan program bank sampah sebagai upaya dalam mengurangi volume penumpukkan sampah sehingga sampah dapat di kelola dengan baik dan memberi manfaat bagi masyarakat. 2. Memisahkan sampah organik dan anorganik serta menggunakan tempat penyimpanan sampah yang kuat yaitu terbuat dari semen sehingga kokoh dan memiliki tutup.
92
3. Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang telah tersedia misalnya Puskesmas apabila baduta mengalami gejala diare sehingga penyakitnya tidak bertambah parah. 7.2.2 Saran Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Ciputat) Dalam upaya pencegahan diare pada baduta, maka perlu peningkatan kegiatan promosi kesehatan bagi masyarakat terkait diare mengenai tanda dan gejalanya serta mencegah penyakit diare dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) khususnya mengenai perilku mencuci tangan, pemberian ASI eksklusif pada baduta, dan perilaku menutup makanan/minuman untuk menghindari kontaminasi. 7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya 1. Hendaknya bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk membuat penelitian lebih lanjut dalam bentuk lebih kompleks dan rinci tentang risiko diare pada baduta serta dengan jumlah sampel yang lebih banyak lagi. 2. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan bantuan tenaga medis untuk menentukan penyakit diare pada baduta.
93
DAFTAR PUSTAKA Andriani. 2007. Pemberantasan Serangga dan Penyebab Penyakit Tanaman Liar dan Penggunaan Pestisida. Proyek Pembangunan Pendidikan Sanitasi Pusat. Pusdiknas Depkes RI. Apriadji, WH. 1992. Memproses Sampah. Jakarta: Penebar Swadaya. Aprina, Marina. 2013. Hubungan Kualitas Mikrobiologis Air Sumur Gali Dan Pengelolaan Sampah Di Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Pada Keluarga Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2013. Skripsi: Universitas Sumatera Utara Azwar, Azrul. 1983. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Bambang I. C. 1992. The Physiologis of Domestic Animal. A Division of Cornell. University Press, Ithaca New York Budiman, Juju Juhaeriah, Asep D. Abdila dan Besti Yuliana. 2011. Hubungan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara. Jurnal ISSN: 2089-3582. Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta Corson, Walter H (Editor). 1990. The Global Ecology Handbook, What You Can Do about the Environmental Crisis. Boston: Beacon Press. Dahlan, M. Sopiyudin. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Salemba Medika. Damanhuri, Enri. 2010. Pengelolaan Sampah. Bandung: Diktat Kuliah Teknik Lingkungan-3104. Depkes, RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI.
94
Depkes RI. 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 1215/Menkes/SK/XI/2001. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral PPM dan PL. 14 Januari 2014 http://www.depkes.go.id Depkes. 2003. Data Surveilans 200-2003. Jakarta : Ditjen & PL. Depkes, RI. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2007. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi Ketiga. Ditjen PPM & PL. Jakarta Destri, Magdarina. 2010. Morbiditas dan Mortalitas Diare Pada Balita di Indonesia Tahun 2000-2007. Dharma, Surya, Fiesta Octorina, Irnawati Marsaulina. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan Perumahan Dengan Kejadian Diare Di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012. Skripsi: Universitas Sumatera Utara. Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman. 2010. Profil Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemaaman Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan Dinkes. 2012. Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan Dunia Pengetahuan Ensiklopedis. 2014. Di akses dari http://id.swewe.net/. Pada Tanggal 7 Sepetember 2014. Dwiyatmo, K. 2007. Pencemaran Lingkungan dan Penanganannya. Yogyakarta: Citra Aji Pratama. Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta: Yayasan Indayu. Hastono, Sutarito Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. FKM UI.
95
Junias, M & Balelay, E. 2008. Hubungan Antara Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Dare Pada Penduduk Di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Jurnal MKM Desember 2008, Vol.3, No.2. PDII LIPI. Kadim M, Soenarto Y, Hegar B, Firmansyah A. 2011. Epidemiology OF Rotavirus Diarrhea In Children Under Five: A Hospital Based Surverillance In Jakarta. Paediatr Indones. Marto S., Subijanto., Reza Gunadi R., Alpha Farda Aniyah. 2008. Diare. Dalam buku Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1, Edisi III. RSUD Dokter Soetomo. Surabaya; hal : 2-14. Maryantuti. 2007. Bakteri Patogen yang Disebabkan oleh Lalat Rumah (Musca domestica, L) di rumah Sakit Kota Pekan Baru. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekan Baru. Diakses dari http ://one. Indoskripsi.com. Pada Tanggal 30 Desember 2013. Mukono. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Airlangga University Press. Najmulmunir, Nandang. 2000. Model Pendugaan Umur Pemanfaatan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantargebang Kota Bekasi. Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Perinasia. 2004. Manajemen Laktasi: Menuju Persalinan Aman Dan Bayi Lahir Sehat. Jakarta: Poerwanti Puskesmas, Ciputat. 2010. Laporan Bulanan 1. Ciputat Puskesmas, Ciputat. 2012. Laporan Bulanan 1. Ciputat Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1985. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.
96
Sitanggang, Totianto. 2001. Skripsi: Studi Potensi Lalat Sebagai Vektor Mekanik Cacing Parasit Melalui Pemeriksaan Eksternal. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. 42 Halaman (Dipublikasikan). Soemirat, Juli, 2005, Epidemiologi Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Suprapto, 2005. Dampak Masalah Terhadap Kesehatan Masyarakat. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia, vol.1 no.2. Universitas Sumatera Utara. Suraatmaja, S. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto. Undang-Undang Nomer 18 Tahun 2008. Wahab, Abdul. 2011. Pengelolaan dan rekayasa biosistem untuk efisiensi bioindustri.
Dari
http://rekayasahayati.blogspot.com/2011/12/perlu-
rekayasa-untuk-mengatasi-masalah.html. Di akses pada Tanggal 27 Agustus 2014 WHO (Unicef). 2002. Pelaksanaan Diare dan Peggunaan Rehidrasi Oral. Jakarta: EGC. Wijayanti, Putri Dianing. 2009. Hubungan Tingkat Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare ada Balita Yang Bermukim Di Sekitar Tenpat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang Kota Bekasi. Skripsi: Universitas Indonesia. Widowati T, Mulyani SN, Nirwati H, Soenarto Y. 2012. Diare Rotavirus Pada Anak Usia Balita. Sari Pediatri Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga. Widyadmoko, H & Moerdjoko, S. 2002. Menghndari Mengeloh dan Menyngkirkan Sampah. Jakarta: Abd Tandur. Wulandari Atik Sri. 2010. Hubungan Kasus Diare Dengan Faktot Sosial Ekonomi Dan Perilaku. Fakultas Kedokteran. Wijaya Kusuma. Yeri, Kurniawan, dkk. 2008. Laporan Penelitian: Faktor-faktor Sanitasi Yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Penyakit Diare Di Desa Klopo Sepuluh Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoardjo. Fakultas Kedokteran. Wijaya Kusuma. 79 Halaman (Dipublikasikan)
97
Lampiran 1
98
Lampiran 2 LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN DAYA TARIK VEKTOR MUSCA DOMESTICA (LALAT RUMAH) TERHADAP RISIKO DIARE PADA BADUTA DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014 Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Dengan hormat, saya Kotrun Nida mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud mengadakan penelitian mengenai Hubungan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dengan Daya Tarik Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Terhadap Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan beberapa item pertanyaan, saya mohon kesediaan saudara untuk menjawab pertanyaan yang ada dengan lengkap dan jelas. Jawaban saudara akan dirahasiakan. Peneliti sangat menghargai hak-hak responden dengan menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan. Atas kesedian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Wassalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jakarta, Juni 2014
Peneliti,
Kotrun Nida
Responden,
(..........................)
99
No. Responden Petunjuk Pengisian: a. Isilah terlebih dahulu biodata anda pada tempat yang telah disediakan! b. Bacalah dengan seksama setiap pertanyaan, sebelum anda menjawabnya! c. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap benar! Kode
Pertanyaan
Jawaban
A. Data Responden Nama A1 RT/RW A2 Umur A3 No. Telepon/Hp A4 B. Karakteristik Baduta Nama Baduta B1 Jenis Kelamin B2
1. Laki-laki 2. Perempuan (..............) Bulan
Umur Balita C. Pemisahan Sampah Apakah ibu memisahkan C1 B3
antara
sampah organik (sampah yang dapat membusuk,
misalnya,
Diisi oleh peneliti
1. Ya 2. Tidak
[
]
1. Diangkut oleh
[
]
[
]
sisa-sisa
makanan, daun-daunan, buah-buahan) dengan sampah anorganik (sampah yang tidak dapat membusuk, misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya)? C2
Bagaimana cara ibu melakukan pemusnahan sampah ?
petugas 2.
Dibakar
3. Dibuang sembarangan C3
Jika sampah diangkut oleh petugas,
1. < 2 kali 2. > 2 kali
100
berapa kali dalam sebulan diangkut oleh petugas kebersihan? C4
[
]
1. Ya 2. Tidak
[
]
Jika sampah tidak diangkut dan
1. Halaman rumah
[
]
dibakar, sampah dibuang ke mana?
2. Dibuang ke
1. Ya 2. Tidak
[
]
1. Ya
[
]
[
]
[
]
Jika sampah dibakar, berapa kali?
1. Setiap hari 2. Sekali dalam seminggu 3. Jika sudah menumpuk
C5
Apakah pembakaran sampah dilakukan disekitar rumah?
C6
sungai C7
Apakah pemusnahan sampah dilakukan di sekitar rumah?
D. Gejala Diare Apakah anak ibu sedang mengalami E1 sakit berak-berak?
2. Tidak (bila tidak langsung ke kode E4)
E2
Bila ya, berapa kali sehari?
1. Lebih dari 3 kali 2. 3 kali 3. Kurang dari 3 kali
E3
Bagaimana bentuk kotoran anak ibu?
1. Lembek dan cair 2.
Seperti biasa/padat
101
E4
Apakah 2 minggu terakhir anak ibu
1. Ya
mengalami berak-berak?
2. Tidak (bila tidak
[
]
[
]
[
]
langsung ke kode F1) E5
Bila ya, berapa kali sehari?
1. Lebih dari 3 kali 2. 3 kali 3. Kurang dari 3 kali
E6
Bagaimana bentuk kotoran anak ibu?
1. Lembek dan cair 2.
Seperti biasa/padat
H. Hasil pengukuran lalat Rata-rata Lokasi
Hasil pengamatan
hasil pengukuran
Di luar rumah (tempat sampah) Di dalam rumah (pantry)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
102
Lampiran 3 LEMBAR OBSERVASI HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN DAYA TARIK VEKTOR MUSCA DOMESTICA (LALAT RUMAH) TERHADAP RISIKO DIARE PADA BADUTA DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014 I. a. b. c. II.
a. b.
Komponen Kuat Memiliki tutup Kedap air Kebersihan tempat penyimpanan sampah Membersihkan tempat sampah Waktu membersihkan tempat penyimpanan sampah
c. Terdapat sisa bahan cair yang bersal dari sampah d. Jarak tempat sampah
Ya
Tidak
Frekuensi
Keterangan
*setiap hari/sekali dalam seminggu/dua kali dalam seminggu
Ya = Lebih dari 1 meter Tidak = Kurang dari 1 meter
103
Lampiran 4 A. HASIL ANALISIS SPSS UNIVARIAT 1. Risiko Diare Diare Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
risiko diare
25
27.8
27.8
27.8
tidak risiko diare
65
72.2
72.2
100.0
Total
90
100.0
100.0
2. Faktor Pengelolaan Sampah a. Pemisahan Sampah pisah_smpah Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
tidak
74
82.2
82.2
82.2
ya
16
17.8
17.8
100.0
Total
90
100.0
100.0
b. Penyimpanan Sampah simpan_smpah Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak kuat
30
33.3
33.3
33.3
kuat
60
66.7
66.7
100.0
Total
90
100.0
100.0
3. Jarak Tempat Sampah Dengan Pantry Jarak Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<1 meter
22
24.4
24.4
24.4
>1 meter
68
75.6
75.6
100.0
Total
90
100.0
100.0
104
4. Daya Tarik Vektor Musca domestica (lalat rumah) a. Kunjungan Vektor Musca domestica (lalat rumah) frekuensi kunjungan lalat pantry dan sampah Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tinggi
16
17.8
17.8
17.8
rendah
74
82.2
82.2
100.0
Total
90
100.0
100.0
b. Populasi Vektor Musca domestica (lalat rumah) di Pantry rata_LatPan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tinggi
14
15.6
15.6
15.6
rendah
76
84.4
84.4
100.0
Total
90
100.0
100.0
c. Kunjungan Vektor Musca domestica (lalat rumah) di Tempat Sampah rata_LatSam Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tinggi
23
25.6
25.6
25.6
rendah
67
74.4
74.4
100.0
Total
90
100.0
100.0
105
B. OUTPUT SPSS BIVARIAT 1. Pengelolaan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta a. Pemisahan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta pisah_smpah * diare Crosstabulation diare risiko diare pisah_smpah
tidak
Count % within pisah_smpah
Ya Total
24
50
74
67.6%
100.0%
1
15
16
6.2%
93.8%
100.0%
Count % within pisah_smpah
Total
32.4%
Count % within pisah_smpah
tidak risiko diare
25
65
90
27.8%
72.2%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
4.495a
1
.034
3.285
1
.070
5.618
1
.018
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.035
Linear-by-Linear Association
4.445
N of Valid Casesb
1
.035
90
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,44. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval
Odds Ratio for kumpul_smpah (tidak / ya) For cohort diare = risiko diare For cohort diare = tidak risiko diare N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
7.200
.898
57.744
5.189
.756
35.609
.721
.589
.882
90
Exact Sig. (1sided)
.027
106
b. Penyimpanan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta simpan_smpah * diare Crosstabulation diare risiko diare simpan_smpah
tidak kuat
Count % within simpan_smpah
Kuat
16
30
46.7%
53.3%
100.0%
11
49
60
18.3%
81.7%
100.0%
25
65
90
27.8%
72.2%
100.0%
Count % within simpan_smpah
Total
14
Count % within simpan_smpah
Total
tidak risiko diare
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Exact Sig. (2sided)
8.003a
1
.005
6.653
1
.010
7.727
1
.005
Fisher's Exact Test
.006
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
7.914
1
.005
90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,33. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for simpan_smpah (tidak kuat / kuat) For cohort diare = risiko diare For cohort diare = tidak risiko diare N of Valid Cases
Lower
Upper
3.898
1.477
10.288
2.545
1.320
4.910
.653
.458
.932
90
Exact Sig. (1sided)
.006
107
2. Jarak Tempat Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta jarak * diare Crosstabulation diare risiko diare Jarak
<1 meter
Count Expected Count % within jarak
>1 meter
Count Expected Count % within jarak
Total
Count Expected Count % within jarak
tidak risiko diare
Total
7
15
22
6.1
15.9
22.0
31.8%
68.2%
100.0%
18
50
68
18.9
49.1
68.0
26.5%
73.5%
100.0%
25
65
90
25.0
65.0
90.0
27.8%
72.2%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
.237a
1
.626
.045
1
.831
.233
1
.630
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.785 .234
1
.628
90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,11. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for jarak (<1 meter / >1 meter) For cohort diare = risiko diare For cohort diare = tidak risiko diare N of Valid Cases
Lower
Upper
1.296
.455
3.691
1.202
.580
2.491
.927
.674
1.276
90
Exact Sig. (1sided)
.408
108
3. Daya Tarik Vektor Musca domestica (lalat rumah) Dengan Risiko Diare Pada Baduta frekuensi kunjungan lalat pantry dan sampah * diare Crosstabulation Diare risiko diare frekuensi kunjungan lalat pantry Tinggi dan sampah
rendah
Count % within frekuensi kunjungan lalat pantry dan sampah Count % within frekuensi kunjungan lalat pantry dan sampah
Total
tidak risiko diare
Count % within frekuensi kunjungan lalat pantry dan sampah
Total
6
10
16
37.5%
62.5%
100.0%
19
55
74
25.7%
74.3%
100.0%
25
65
90
27.8%
72.2%
100.0%
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
.917a
1
.338
.422
1
.516
.875
1
.349
Fisher's Exact Test
.365
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.907
1
.341
90
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,44. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for frekuensi kunjungan lalat pantry dan sampah (tinggi / rendah) For cohort diare = risiko diare For cohort diare = tidak risiko diare N of Valid Cases
Lower
Upper
1.737
.556
5.423
1.461
.696
3.067
.841
.562
1.258
90
.253
109
Lampiran 5 DOKUMENTASI PENELITIAN Foto 1. Kondisi Tempat Penyimpanan Sampah
Foto 2. Pengukuran Daya Tarik Vektor Musca domestica (lalat rumah) di Tempat Penyimpanan Sampah Dengan Fly Grill
Foto 4. Pengukuran Daya Tarik Vektor Musca domestica (lalat rumah) di Tempat Pantry Dengan Fly Trap
110