PENGARUH SUHU UDARA TERHADAP PERKEMBANGAN PRADEWASA LALAT RUMAH (Musca domestica)
IIF MIFTAHUL IHSAN
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh suhu udara terhadap perkembangan pradewasa lalat rumah (Musca domestica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013
Iif Miftahul Ihsan NIM G24090056
ABSTRAK IIF MIFTAHUL IHSAN. Pengaruh Suhu Udara terhadap Perkembangan Pradewasa Lalat Rumah (Musca domestica). Dibimbing oleh RINI HIDAYATI dan UPIK KESUMAWATI HADI. Lalat rumah merupakan serangga yang sering kita jumpai di sekitar pemukiman manusia yang dapat berperan sebagai penyebar penyakit. Pengamatan ini merupakan pengamatan laboratorium yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara suhu udara dan daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah. Daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah diamati pada suhu 16 ºC, 27 ºC, 31 ºC, 39 ºC dan suhu lingkungan sebagai suhu kontrol. Hasil pengamatan menunjukan daya tahan hidup pradewasa terendah terjadi pada suhu 16 ºC dan tertinggi pada suhu lingkungan (26.53 ºC). Pola hubungan antara suhu dan daya tahan hidup dan laju perkembangan pradewasa membentuk persamaan kuadratik. Hasil analisis data menunjukan suhu optimum daya tahan hidup dan laju perkembangan pradewasa adalah 28 ºC. Pola hubungan pengaruh perubahan suhu terhadap periode perkembangan pradewasa berbeda dengan pola pengaruh suhu terhadap daya tahan hidup. Semakin meningkatnya suhu menyebabkan semakin singkatnya periode perkembangan pradewasa membentuk persamaan eksponensial. Kata kunci: Lalat rumah, perkembangan pradewasa, suhu
ABSTRACT IIF MIFTAHUL IHSAN. Effect of Temperature on Immature Development of House Fly (Musca domestica). Supervised by RINI HIDAYATI and UPIK KESUMAWATI HADI The house fly (Musca domestica) is an insect that often be found in human habitat and acts as a transmitter of disease. This study is laboratory observatory that aimed to analyze the relationship between temperature and the survival rate and developmental period of immature house flies. The survival rate and developmental period of immature house flies were observed at temperatures of 16 ºC, 27 ºC, 31 ºC, 39 ºC and the environmental temperature as a control temperature. The results of observation showed the lowest immature survival rates occur at 16 ºC and the highest at the environmental temperature (26.53 ºC). The relationship pattern of temperature and survival rate and the rate of immature developmental form a quadratic equation. The results of data analysis showed the optimum temperature for the immature survival rate and the rate of immature developmental are 28 ºC. The pattern of temperature changes effect on immature developmental period differ from those on survival rate. The increasing of temperature caused the decreasing of immature developmental period form an exponential equation Keywords: House fly, temperature, the immature development
PENGARUH SUHU UDARA TERHADAP PERKEMBANGAN PRADEWASA LALAT RUMAH (Musca domestica)
IIF MIFTAHUL IHSAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh suhu udara terhadap perkembangan pradewasa lalat rumah (Musca domestica) Nama : Iif Miftahul Ihsan NIM : G24090056
Disetujui oleh
Dr Ir Rini Hidayati, MS Pembimbing I
Dr drh Upik Kesumawati Hadi, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Rini Hidayati, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Pengaruh suhu udara terhadap perkembangan pradewasa lalat rumah (Musca domestica). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Rini Hidayati, MS dan Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS selaku pembimbing dan Bapak Prof Dr Ir Yonni Koesmaryono, MS selaku penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Taufik dari Fakultas Kedokteran Hewan yang telah membantu selama pelatihan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, seluruh keluarga, staf pengajar GFM serta sahabat-sahabat GFM 46 atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Iif Miftahul Ihsan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Lalat Rumah (Musca domestica)
2
Suhu Udara
3
METODE
4
Bahan
4
Alat
4
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Udara terhadap Daya Tahan Hidup Pradewasa Lalat Rumah (Musca domestica)
5 5
Pengaruh Suhu Udara terhadap Periode Perkembangan Pradewasa Lalat Rumah (Musca domestica) 9 SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
18
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Persentase perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu Modus waktu perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu Periode perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu Laju perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu
5 9 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Siklus hidup lalat rumah (Musca domestica) Daya tetas telur lalat rumah pada berbagai suhu Daya tahan hidup larva lalat rumah pada berbagai suhu Daya tahan hidup pupa lalat rumah pada berbagai suhu Daya tahan telur (T) – dewasa (D) lalat rumah pada berbagai suhu Hubungan antara suhu dan modus waktu perkembangan pradewasa lalat rumah 7 Hubungan antara suhu dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah 8 Laju perkembangan lalat rumah pada berbagai suhu
3 6 7 8 8 10 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Modus waktu berbagai suhu 2 Modus waktu berbagai suhu 3 Modus waktu berbagai suhu 4 Modus waktu berbagai suhu
dan persentase perkembangan telur lalat rumah pada 17 dan persentase perkembangan larva lalat rumah pada 17 dan persentase perkembangan pupa lalat rumah pada 17 dan persentase perkembangan T-D lalat rumah pada 17
PENDAHULUAN Latar Belakang Cuaca merupakan satu di antara faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan makhluk hidup. Makhluk hidup tersebut akan berkembang sesuai dengan kemampuan adaptasi, sehingga suatu lingkungan yang mempunyai unsur cuaca berbeda akan mempunyai jenis dan laju perkembangan makhluk hidup yang berbeda. Lalat rumah (Musca domestica) merupakan jenis serangga berordo Diptera yang sering kita jumpai di sekitar permukiman manusia sehingga bersifat kosmopolitan. Serangga ini sering berpindah-pindah ke tempat yang kotor seperti tumpukan sampah, kotoran hewan, ataupun kotoran lainnya. Tersebar pada populasi padat di seluruh dunia dan dapat berperan sebagai polinator serta dapat bertindak sebagai vektor pada banyak organisme patogen (Malik et al. 2007). Peran lalat rumah dalam penyebaran penyakit seperti demam tifoid dan paratifoid yaitu sebagai pembawa kotoran ke makanan, minuman, sayuran maupun buah-buahan. Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting yang dapat menular dan menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Menurut WHO (2005), di Republik Kongo dari tanggal 27 September 2004 – 11 Januari 2005, terdapat sekitar 42 564 kasus dan sekitar 214 penderitanya meninggal dunia. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia, pada tahun 2009 demam tifoid dan paratifoid menempati urutan ketiga dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit sebanyak 80 850 kasus dan yang meninggal 1 013 kasus (Kementrian Kesehatan RI 2010). Selain menjadi vektor berbagai penyakit, lalat juga dapat mengganggu kenyamanan manusia. Hal ini dikarenakan populasi lalat yang tinggi dapat menganggu manusia yang sedang bekerja dan istirahat. Lalat dapat memberikan efek psikologis negatif, karena keberadaanya sebagai tanda kondisi lingkungan yang kurang sehat. Spesies lalat rumah menunjukan keragaman genetika dan morfologi yang besar (Marquez dan Krafsur 2002). Keragaman ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang berbeda seperi pola cuaca atau iklim (salah satunya suhu udara). Suhu merupakan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul (Handoko 1994). Suhu udara tersebut menunjukkan panas atau dinginnya udara pada suatu lingkungan dan waktu tertentu yang akan berfluktuasi dengan nyata setiap periode 24 jam. Speight et al. (1999) menyatakan suhu akan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas serangga. Di daerah tropika, perkembangan lalat rumah berlangsung dalam waktu yang singkat. Dalam satu kali siklus hidup, dari telur hingga dewasa membutuhkan waktu 8 sampai 10 hari pada suhu 30 ºC (Hadi dan Koesharto 2006). Kejadian ini perlu mendapat perhatian masyarakat daerah tropis, karena singkatnya waktu perkembangan lalat rumah. Indonesia merupakan Negara tropis sehingga menjadikan Indonesia sebagai Negara yang cocok untuk perkembangan lalat rumah.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suhu udara terhadap daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah (Musca domestica).
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sistem kewaspadaan dini (Early warning system) untuk mengurangi atau menghambat daya tahan hidup lalat rumah dengan lebih memperhatikan kebersihan lingkungan pada saat suhu udara optimal untuk perkembangan lalat rumah, sehingga peran lalat rumah dalam penyebaran penyakit dan penyebab efek psikologis negatif dapat dikurangi.
TINJAUAN PUSTAKA Lalat Rumah (Musca domestica) Lalat rumah merupakan jenis lalat yang termasuk famili Muscidae yang hidupnya bersifat kosmopolitan. Lalat rumah mempunyai ukuran tubuh 6 mm sampai 8 mm. Pada lalat betina, matanya mempunyai celah yang lebih lebar sedangkan lalat jantan lebih sempit. Antenanya terdiri dari tiga ruas, ruas terakhir paling besar, berbentuk silinder dan dilengkapi dengan arista yang memiliki bulu pada bagian atas dan bawah. Bagian mulut atau probosis lalat disesuaikan dengan fungsinya untuk menyerap dan menjilat makanan berupa cairan atau sedikit lembek. Bagian ujung probosis terdiri atas sepasang labella berbentuk oval yang dilengkapi dengan saluran halus yang disebut pseudotrakhea tempat cairan makanan diserap. Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain. Sayapnya mempunyai vena 4 yang melengkung tajam ke arah kosta mendekati vena 3. Vena tersebut mencirikan karakter yang berbeda antara lalat rumah dengan jenis lalat lainnya. Ketiga pasang kaki lalat ini ujungnya mempunyai sepasang kuku dan sepasang bantalan yang disebut pulvilus yang berisi kelenjar rambut. Bantalan rambut lengket ini yang membuat lalat dapat menempel pada permukaan halus dan mengambil kotoran dan patogen ketika mengunjungi sampah dan tempat kotoran lainnya (Hadi dan Koesharto 2006). Selama hidupnya, lalat rumah mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembangannya. Proses metamorfosis lalat rumah diawali dari telur, larva, pupa dan dewasa. Telur lalat rumah berbentuk seperti pisang, berwarna putih kekuningan dan panjangnya sekitar 1 mmm. Telur tersebut diletakkan dalam media yang lembab dan banyak mengandung zat organik seperti sampah ataupun bahan-bahan busuk lainnya. Larva mempunyai tiga bentuk instar dan mengalami dua kali pergantian kulit. Larva I dan II berwarna putih, sedangkan larva III putih kekuningan. Untuk berubah ke tahap pupa, larva instar 3 akan bermigrasi ke tempat yang lebih kering dan dingin. Ketika terjadi pupasi, kult larva mengkerut dan membentuk puparium seperti peluru dengan menggelembungkan kantong berisi darah (ptilinium) ke depan kepala. Dengan kontraksi kantong memanjang,
3 lalat muda akan keluar dan mengangkat terbang badannya keluar dari tempat perindukannya (Hadi dan Koesharto 2006).
Gambar 1 Siklus hidup lalat rumah (Musca domestica) (Hadi dan Koesharto 2006) Lalat betina bunting terbang ke arah tempat perindukan karena tertarik bau CO2, ammonia, dan bau dari bahan yang sedang membusuk. Telurnya diletakkan jauh dari permukaan untuk menghindari proses kekeringan (Hadi dan Koesharto 2006).
Suhu Udara Perubahan penerimaan energi secara serentak dapat menyebabkan perubahan seluruh unsur cuaca yang secara integratif mudah terlihat pada perubahan suhu lingkungan. Perubahan tersebut akan direspon oleh tubuh makhluk hidup seperti lalat rumah secara langsung dengan berbagai proses pengaturan suhu tubuh atau termoregulasi (Nasir 2008). Lalat rumah mengalami empat stadium dalam siklus hidupnya, diawali dari telur, larva, pupa dan lalat dewasa. Stadium pertama, lalat akan menghasilkan telur sebanyak ± 75 – 150 telur. Telur-telur tersebut biasanya diletakkan di dalam retak-retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena sinar matahari. Pada suhu 30 ºC telur-telur ini menetas menjadi larva dalam waktu 10 sampai 12 jam. Untuk menetas menjadi larva tergantung pada suhu di sekitar telur, semakin tinggi suhu semakin cepat waktu menetas menjadi larva. Larva tumbuh dari 1 mm hingga menjadi 12 mm sampai 13 mm setelah 4 sampai 5 hari pada suhu 30 ºC, melewati tiga kali fase instar. Pupa berbentuk lonjong ±7 mm yang biasanya stadium pupa berlangsung beberapa minggu pada suhu rendah. Lalat muda mulai mencari makan setelah sayapnya mengembang dalam waktu 2 sampai 24 jam setelah muncul dari pupa. Perkawinan terjadi di antara lalat setelah 24 jam pada lalat jantan, dan 30 jam pada lalat betina. Di laboratorium, lalat betina mampu menghasilkan lebih dari 10 kelompok telur dengan interval setiap 2 hari atau lebih. Dalam kondisi alam, lalat rumah hidup hanya sekitar satu minggu, meletakkan telur hanya 2 atau 3 kelompok telur (Hadi dan Koesharto 2006).
4
METODE Penelitian ini berupa percobaan laboratorium yang dilakukan melalui dua tahap. Tahap persiapan meliputi rearing (pemeliharaan lalat dewasa) dan penyediaan alat serta bahan penelitian. Tahap pemeliharaan pradewasa lalat rumah meliputi pemindahan 80 telur ke empat media yang telah dicampur makanan ayam. Media tersebut akan dimasukan ke growth chamber dengan empat suhu perlakuan yang berbeda yaitu suhu 16 ºC, 27 ºC, 31 ºC dan 39 ºC serta di tempat terbuka dengan suhu lingkungan sebagai suhu kontrol. Ketika stadium pupa, akan dilakukan pemindahan media ke media baru (kandang lalat) yang akan dimasukkan kembali ke growth chamber dengan empat suhu perlakuan yang berbeda yaitu suhu 16 ºC, 27 ºC, 31 ºC dan 39 ºC kecuali suhu lingkungan (kontrol). Pengamatan selama perkembangan pradewasa dilakukan setiap pukul 06.00 dan 18.00 WIB.
Bahan Telur lalat rumah dari hasil rearing lalat rumah dengan klasifikasi (West 1951) sebagai berikut : Kingdom Phylum Kelas Ordo Subordo Famili Subfamili Genus Spesies
: Animalia : Arthropoda : Insekta : Diptera : Cylorrhapha : Muscidae : Muscinae : Musca : Musca domestica
Makanan ayam (pellet), air dan air gula.
Alat Growth Chamber model GC-300/1000, kandang lalat, wadah, kelambu, cawan petri, lup, pipet, sendok dan termometer.
Prosedur Analisis Data Analisis data pada penelitian ini berupa perhitungan persentase telur menetas menjadi larva (instar 1), persentase daya tahan larva (instar 1) menjadi pupa, pupa menjadi lalat dewasa serta persentase daya tahan hidup telur sampai lalat dewasa. Selain itu akan dihitung modus waktu perkembangan yaitu waktu dimana jumlah lalat terbanyak mengalami perkembangan pada tiap stadium, di antaranya modus waktu tetas telur menjadi larva instar 1 (hari), modus waktu
5 perkembangan larva instar 1 menjadi pupa (hari), modus waktu perkembangan pupa menjadi lalat dewasa (hari) dan periode perkembangan (hari) dari telur sampai lalat dewasa serta laju perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu. Daya tahan hidup pradewasa, periode perkembangan pradewasa dan laju perkembangan pradewasa dianalisis menggunakan persamaan regresi. Nilai satuan panas (HU) dan suhu dasar (Tb) diperoleh berdasarkan persamaan (WMO 1981) : HU = n (Ta – Tb) Keterangan HU n Tb Ta
: Heat unit atau satuan panas (Derajat Hari) : Jumlah hari yang diperlukan untuk satu kali perkembangan : Suhu dasar (ºC) : Suhu lingkungan (ºC)
Penentuan Tb dan HU dilakukan dengan proses simulasi iterasi dengan mengasumsikan berbagai suhu dasar yang memungkinkan sehingga memperoleh nilai HU dengan koefisien variasi satuan panas terkecil.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Udara terhadap Daya Tahan Hidup Pradewasa Lalat Rumah (Musca domestica) Dalam perkembangannya, lalat rumah mengalami empat stadium selama siklus hidupnya, di antaranya telur, larva, pupa dan lalat dewasa. Tiap stadium akan dipengaruhi oleh lingkungan seperti faktor suhu yang akan mempengaruhi daya tahan hidup dan modus waktu perkembangan pradewasa. Daya tahan hidup tiap stadium merupakan persentase keberhasilan tiap stadium untuk berkembang menjadi stadium selanjutnya (telur sampai dewasa). Tabel 1 Persentase perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu Suhu ( ºC ) T-L1 (%) L-P (%) P-D (%) T-D (%) 16 33.8 48.1 46.2 7.5 27 86.3 84.1 67.2 48.8 31 76.3 67.2 70.7 36.3 39 60.0 25.0 75.0 11.3 Lingkungan 81.3 84.6 87.3 60.0 T: telur; L1: Larva (instar 1); P: Pupa; D(n): Jumlah lalat dewasa
D (n) 6 39 29 9 48
Tabel 1 menunjukan bahwa suhu mempengaruhi tingkat perkembangan pradewasa. Persentase keberhasilan telur menetas menunjukan kemampuan telur untuk berkembang menjadi larva (instar 1). Berdasarkan hasil pengamatan pada lima suhu yang berbeda diperoleh persentase telur yang menetas tertinggi terjadi
6 pada suhu 27 ºC (86.3 %) dan masih tinggi hingga pada suhu 31 ºC (76.3 %), sedangkan persentase telur menetas terendah terjadi pada suhu 16 ºC (33.8 %). Daya tetas telur yang rendah tersebut terjadi karena telur mengalami kekeringan (Sutherst 2004). Selain itu, telur yang tidak menetas tersebut dapat terjadi karena telur steril atau tidak terbentuk embrio.
Gambar 2 Daya tetas telur lalat rumah pada berbagai suhu Bentuk persamaan hubungan antara suhu (x) dan daya tetas telur (y) adalah y = -0,2644x2 + 15,599x - 147,4 dengan koefisien determinasi (R2) 95.99 % yang menunjukan suhu mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap daya tetas telur lalat rumah menjadi larva (instar 1). Berdasarkan persamaan tersebut diketahui bahwa suhu optimum untuk daya tetas telur sebesar 29 ºC. Dari persamaan tersebut juga dapat diketahui suhu letal rendah daya tetas telur sebesar 12 ºC dan suhu letal tinggi sebesar 47 ºC (Gambar 2). Daya tahan hidup dari stadium larva dan pupa ditunjukan dari persentase keberhasilan yang terjadi ketika proses molting pada larva dan pupa. Pada stadium larva, usia larva dapat diperkirakan dengan pemeriksaan bentuk maupun ukurannya. Dalam perkembangannya pada stadium larva terdapat tiga bentuk instar. Instar 1 dan 2 tembus cahaya dan masing-masing mempunyai panjang 2 - 3 mm dan 4 - 5 mm. Instar 3 berwarna putih kekuningan dengan panjang 8 - 10 mm. Daya tahan hidup larva sangat bervariasi yang akan dipengaruhi faktor lingkungan seperti suhu. Berdasarkan hasil pengamatan, persentase daya tahan hidup larva menjadi pupa tertinggi terjadi pada suhu lingkungan / kontrol (84.6 %) dan suhu 27 ºC (84.1 %), sedangkan persentase terendah terjadi pada suhu 39 ºC (25 %). Pada suhu 39 ºC larva mengalami kekeringan dan berubah warna menjadi warna hitam. Selain suhu, menurut Barnard dan Geden (1993) daya tahan hidup larva dipengaruhi oleh kepadatan larva pada suatu media.
7
Gambar 3 Daya tahan hidup larva lalat rumah pada berbagai suhu Bentuk persamaan hubungan antara suhu (x) dan daya tahan hidup larva menjadi pupa (y) adalah y = -0,3261x2 + 16,859x - 137,56 dengan koefisien determinasi sebesar 98.00 % yang menunjukan suhu berpengaruh sangat nyata terhadap daya tahan hidup larva menjadi pupa. Bentuk persamaan tersebut menunjukan suhu optimum daya tahan hidup larva menjadi pupa sebesar 26 ºC. Selain itu, persamaan tersebut menunjukan suhu letal rendah daya tahan hidup larva lalat rumah sebesar 10 ºC dan suhu letal tinggi sebesar 41 ºC (Gambar 3). Miller et al. (1974) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perkembangan larva akan optimum pada suhu 27 ºC dengan kelembaban 60 % sampai 75 %. Sementara itu, Chapman dan Goulson (2000) menyatakan bahwa daya tahan hidup larva tertinggi terjadi pada suhu 25 ºC daripada suhu yang lebih rendah ataupun lebih tinggi. Sebelum menjadi pupa, larva akan bermigrasi ke tempat yang lebih kering dan dingin. Apabila pada stadium larva kekurangan makanan, lalat dewasa akan berukuran kecil dan sebaliknya apabila makanan tercukupi, ukuran lalat dewasa akan besar. Perkembangan pupa merupakan stadium yang tidak memerlukan makanan (puasa). Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1), persentase daya tahan hidup pupa menjadi lalat dewasa terendah terjadi pada suhu 16 ºC (46.2 %), sedangkan persentase tertinggi terjadi pada suhu lingkungan / perlakuan kontrol (26.53 ºC) sebesar 87.3 %. Miller et al. (1974) menyatakan bahwa untuk berkembang menjadi pupa, stadium awal (telur) membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum untuk berkembang menjadi pupa. Demikian juga dengan persentase perkembangan pradewasa (telur sampai dewasa) tertinggi terjadi pada suhu lingkungan (kontrol) (Tabel 1). Hal ini dikarenakan ketika melakukan penelitian, perlakuan kontrol dipengaruhi oleh adanya fluktuasi suhu, kelembaban, radiasi, oksigen dan sebagainya sehingga daya tahan hidup larva dan pupa pun tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol. Kelembaban relatif pada perlakuan kontrol (suhu lingkungan) berkisar antara 77 % - 90 %.
8
Gambar 4 Daya tahan hidup pupa lalat rumah pada berbagai suhu Bentuk persamaan hubungan antara suhu (x) dan daya tahan hidup pupa menjadi dewasa (y) adalah y = -0,0522x2 + 4,1196x - 6,3333 dengan koefisien determinasi sebesar 99.9 % (Gambar 4). Suhu letal daya tahan hidup pupa berdasarkan persamaan kuadratik tersebut tidak dapat ditunjukkan karena terlalu tinggi / rendah (ekstrapolasi terlalu jauh). Perlu ada penelitian pada suhu selang tinggi dan selang rendah untuk mendapatkan titik-titik suhu letal daya tahan hidup pupa. Selain dipengaruhi suhu, perkembangan pupa juga dipengaruhi oleh substrat (manur) (Koesharto et al. 2000). Apabila ketika stadium larva kekurangan makanan, daya tahan hidup dan ukuran pupa yang dihasilkan akan kecil. Apabila makanan tercukupi, daya tahan hidup dan ukuran pupa yang dihasilkan akan besar.
Gambar 5 Daya tahan hidup telur (T) – dewasa (D) lalat rumah pada berbagai suhu
9 Hubungan antara suhu dan daya tahan hidup telur sampai dewasa mempunyai bentuk persamaan y = -0,2655x2 + 14,69x - 158,94 dengan koefisien determinasi sebesar 95.91 % (Gambar 5). Berdasarkan bentuk persamaan tersebut dapat dinyatakan bahwa suhu optimal untuk perkembangan telur sampai dewasa terjadi pada suhu 28 ºC. Berdasarkan ekstrapolasi dari persamaan yang diperoleh, suhu letal rendah dan tinggi untuk perkembangan pradewasa (telur - dewasa) masing-masing sebesar 15 ºC dan 41 ºC. Hasil perhitungan tersebut menunjukan apabila suhu lebih rendah dari 15 ºC dan lebih tinggi dari 41 ºC, perkembangan pradewasa lalat rumah akan berhenti. Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1) dapat dinyatakan bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap daya tahan hidup (perkembangan) pradewasa lalat rumah (Musca domestica).
Pengaruh Suhu Udara terhadap Periode Perkembangan Pradewasa Lalat Rumah (Musca domestica) Selama perkembangannya, lalat rumah akan bermetamorfosis sempurna dengan periode perkembangan yang beragam. Keragaman periode perkembangan tersebut diakibatkan oleh faktor lingkungan yang berbeda seperti faktor cuaca (salah satunya suhu udara). Tabel 2 Modus waktu perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu Suhu ( ºC) T –L1 L1-P 16 1.5 6.5 27 1.2 6.5 31 0.5 3.5 39 0.4 3.0 Lingkungan 1.3 5.0 T: Telur; L1: Larva instar 1; P:Pupa; D: Dewasa.
P-D 13.5 5.0 5.0 4.5 4.5
Berdasarkan hasil pengamatan, modus waktu perkembangan tiap stadium beragam. Keragaman ini diakibatkan oleh pengaruh suhu seperti pendapat Speight et al. (1999) bahwa suhu akan mempengaruhi perkembangan serangga (lalat rumah). Berdasarkan hasil pengamatan, modus waktu tetas telur berbeda pada berbagai suhu. Modus waktu tetas telur terpendek terjadi pada suhu 39 ºC (0.40 hari), sedangkan modus waktu tetas telur terpanjang terjadi pada suhu 16 ºC (1.50 hari) (Tabel 2). Elvin dan Krafsur (1984) menyatakan bahwa perkembangan telur pada perlakuan suhu laboratorium dengan lingkungan akan berbeda. Perkembangan pada suhu laboratorium akan lebih cepat bila dibandingkan pada suhu lingkungan. Hal ini dikarenakan kemampuan adaptasi daya tahan telur lalat rumah pada suhu laboratorium yang relatif konstan lebih tinggi daripada kemampuan adaptasi pada suhu lingkungan yang berubah-ubah. Modus waktu perkembangan larva (instar 1) menjadi pupa terpendek terjadi pada suhu 39 ºC (3,0 hari) dan modus waktu perkembangan terpanjang terjadi pada suhu 16 ºC dan 27 ºC (6.5 hari). Selain dipengaruhi suhu, jenis kelamin dapat mempengaruhi modus waktu perkembangan pradewasa lalat rumah.
10 Menurut Lysyk (2000), perkembangan jantan lebih cepat daripada perkembangan betina, sehingga ada kemungkinan jumlah jantan pada suhu 16 ºC lebih banyak daripada jumlah jantan pada suhu 27 ºC yang mengakibatkan suhu 16 ºC dan 27 ºC mempunyai modus waktu perkembangan yang relatif sama. Modus waktu perkembangan pupa menjadi dewasa terpendek terjadi pada suhu 39 ºC dan suhu lingkungan (4.5 hari) dan modus waktu perkembangan terpanjang terjadi pada suhu 16 ºC (13.5 hari).
Gambar 6 Hubungan antara suhu dan modus waktu perkembangan pradewasa lalat rumah Hubungan antara suhu dan modus waktu perkembangan pradewasa, terdiri atas modus waktu perkembangan telur menjadi larva, larva menjadi pupa dan pupa menjadi dewasa, menunjukan semakin tinggi suhu maka modus waktu perkembangan tiap stadium akan semakin cepat, mengikuti persamaan garis exponensial (Y = a.expbx). Bentuk persamaan hubungan antara suhu dan modus waktu tetas telur adalah y = 4,6811e-0,065x dengan koefisien determinasi sebesar 85.67 %. Hubungan antara suhu dan modus waktu perkembangan larva menjadi pupa mempunyai bentuk persamaan y = 12,851e-0,036x dengan koefisien determinasi sebesar 73.52 % dan bentuk persamaan hubungan antara suhu dan modus waktu perkembangan pupa adalah y = 24,506e-0,048x dengan koefisien determinasi sebesar 80.42 % (Gambar 6). Tabel 3 Periode perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu Suhu (ºC) 16 27 31 39 Lingkungan
Jumlah hari 20.0 10.2 7.5 6.4 9.5
11 Berdasarkan hasil pengamatan, periode perkembangan pradewasa lalat rumah terpendek terjadi pada suhu 39 ºC (6.4 hari) dan terpanjang terjadi pada suhu 16 ºC (20 hari). Semakin tinggi suhu, periode perkembangan pradewasa semakin cepat, semakin rendah suhu semakin lama tiap stadium dalam menyelesaikan proses perkembangannya. Pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimum, laju metabolisme dan aktivitasnya rendah sehingga perkembangannya akan lambat. Adanya pengaruh suhu pada kecepatan perkembangan dapat menentukan jumlah populasi lalat rumah sehingga suhu tinggi yang sesuai dapat meningkatkan wabah penyakit yang diakibatkan oleh lalat rumah.
Gambar 7 Hubungan antara suhu dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah Bentuk persamaan hubungan antara suhu (x) dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah (y) adalah y = 42,418e-0,051x dengan koefisien determinasi sebesar 94.94 %. Dari koefisien determinasi tersebut dapat dinyatakan bahwa suhu berpengaruh sangat nyata terhadap periode perkembangan pradewasa lalat rumah. Semakin meningkat suhu, periode perkembangan pradewasa lalat rumah akan semakin cepat. Tabel 4 Laju perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu Suhu (ºC) 16 27 31 39 Lingkungan
D (n) 6 39 29 9 48
Jumlah hari 20 10.2 7.5 6.4 9.5
Laju perkembangan (ekor/hari) 0.30 3.82 3,87 1,41 5.05
Berdasarkan hasil pengamatan, suhu 16 ºC mendukung laju perkembangan sebesar 0.30 ekor / hari. Pada suhu 39 ºC, laju perkembangan sebesar 1.41 ekor / hari. Laju perkembangan terbesar terjadi pada suhu lingkungan (kontrol) sebesar
12 5.05 ekor / hari. Kondisi kontrol mempunyai karakterisitk suhu yang tidak tetap, radiasi, kelembaban, oksigen dan sebagainya, mengikuti kondisi udara bebas. Kondisi ini diperkirakan lebih cocok untuk perkembangan pradewasa lalat rumah.
Gambar 8 Laju perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu Bentuk persamaan laju perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu adalah y = -0,0231x2 + 1,3204x - 14,917 dengan koefisien determinasi sebesar 99.9 % (Gambar 8). Koefisien determinasi tersebut menunjukan laju perkembangan lalat rumah sangat dipengaruhi oleh suhu. Bentuk persamaan tersebut menunjukan laju perkembangan optimum terjadi pada suhu 28 ºC. Berdasarkan ekstrapolasi dari persamaan yang diperoleh, laju perkembangan pradewasa lalat rumah akan berhenti pada suhu di bawah 15 ºC dan di atas 41 ºC. Pada suhu yang lebih rendah dari 15 ºC, perkembangan lalat rumah akan berhenti karena enzim-enzim tidak aktif bekerja sehingga proses metabolisme lalat rumah berhenti. Selain melakukan analisis tren (regresi), suhu dasar dan kebutuhan energi untuk perkembangan lalat juga dianalisis dengan menggunakan metode perhitungan Heat unit (satuan panas). Dengan menggunakan konsep satuan panas, satuan panas dapat dihitung dari jumlah hari yang diperlukan untuk menyelesaikan satu tahapan perkembangan yang dikalikan dengan selisih antara suhu udara (pengamatan) dan suhu dasar (Tb). Dari hasil perhitungan berdasarkan empat suhu perlakuan, didapatkan nilai Tb dan heat unit (HU) yang bervariasi. Berdasarkan hasil perhitungan Tb yang bervariasi tersebut, HU dihitung kembali dengan berbagai nilai Tb sehingga didapatkan koefisien variasi dari nilai HU pada berbagai suhu percobaan pada setiap nilai Tb yang dicobakan. Dengan asumsi bahwa HU tetap pada berbagai suhu lingkungan, maka penetapan HU dan Tb didasarkan pada nilai koefisien variasi terkecil. Simpangan dan variasi HU terkecil didapatkan dari analisis dengan menggunakan suhu dasar 5.5 ºC dengan rataan satuan panas 209 DH dan koefisien variasi 5.9 %. Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa energi akumulasi yang dibutuhkan lalat rumah untuk mencapai satu tahapan perkembangan (telur - dewasa) sebesar 209 DH. Dengan
13 Tb sebesar 5.5 ºC yang berarti bahwa lalat rumah dapat hidup mulai pada suhu 5.5 ºC. Hal ini menunjukan bahwa apabila suhu lingkungan di bawah suhu 5.5 ºC, maka tingkat perkembangan lalat rumah akan berhenti atau mati. Nilai Tb yang didapatkan ini berbeda dengan yang didapat dari analisis persamaan regresi yang sudah dibahas sebelumnya. Karena beragamnya nilai Tb, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan dilakukan pada suhu rendah (15 - 5 ºC). Pengaruh suhu udara terhadap daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah perlu diperhatikan oleh masyarakat, terutama adanya kenaikan suhu akibat variabilitas dan perubahan iklim. Dampak dari variabilitas dan perubahan iklim terhadap perkembangan pradewasa lalat rumah dapat menjadikan daerah yang pada periode tertentu tidak berpotensi terhadap perkembangan lalat rumah pada periode lain, sebagai contoh musim peralihan dari kemarau ke musim hujan, atau apabila suhu global meningkat, maka daerah tersebut akan dapat berubah menjadi berpotensi terhadap perkembangan lalat rumah. Ketika suatu daerah mengalami kenaikan suhu, ancaman serangan lalat rumah akan meningkat karena kenaikan suhu mengakibatkan periode perkembangan lalat rumah semakin cepat. Suhu tinggi perlu diwaspadai, terutama pada stadium pupa menjadi dewasa. Hingga pada suhu 39 ºC, daya tahan hidup pupa menjadi dewasa semakin meningkat dengan meningkatnya suhu. Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi ancaman oleh karena adanya variabilitas dan perubahan iklim tersebut. Informasi ini dapat dijadikan sebagai sistem kewaspadaan dini untuk mengurangi atau menghambat perkembangan pradewasa lalat rumah dengan melakukan adaptasi seperti lebih memperhatikan kebersihan lingkungan ketika suhu udara berada pada suhu optimum untuk perkembangan pradewasa lalat rumah, sehingga peran lalat rumah dalam penyebaran penyakit dan penyebab efek psikologis negatif dapat dikurangi. Kebersihan lingkungan pada wilayah dengan suhu tinggi (dataran rendah) perlu lebih sering dilakukan daripada wilayah yang lebih rendah suhunya. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghambat perkembangan pradewasa lalat rumah di antaranya adalah mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan / perkembangbiakan lalat rumah seperti sampah basah organik dan anorganik, mengurangi sumber yang menarik lalat rumah, dan mencegah kontak antara lalat dengan kotoran yang mengandung kuman penyakit. Dalam kaitannya dengan pembuangan sampah, tempat sampah juga harus dibersihkan dan harus tetap dalam keadaan kering. Membungkus sampah dalam kantong khusus sebelum dibuang ke tempat sampah, dan pembersihan yang teratur dapat mencegah perkembangbiakan serta membuat tempat sampah tidak menarik bagi lalat rumah untuk datang. Karena tempat sampah sangat menarik bagi lalat, maka penempatannya harus jauh dari pintu masuk rumah atau suatu gedung. Pada tempat-tempat yang banyak menghasilkan sampah seperti restoran atau pabrik makanan, pembuangan sampah harus lebih sering dilakukan (Hadi dan Koesharto 2006). Perkembangan pradewasa lalat rumah yang meliputi daya tahan hidup dan laju perkembangan pradewasa terjadi pada suhu optimum sebesar 28 ºC yang merupakan suhu Negara tropis. Bogor yang mempunyai suhu rata-rata tiap bulan sebesar 23.8 ºC sampai 27.4 ºC (IPB 2010, 2011), menjadikan Bogor sebagai daerah yang masih cocok untuk perkembangan pradewasa lalat rumah apabila suhu meningkat hingga 28 ºC.
14
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dalam perkembangannya, suhu mempengaruhi daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah. Suhu yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat mengakibatkan daya tahan hidup lalat rumah rendah. Suhu optimum untuk daya tahan hidup dan laju perkembangan pradewasa (perkembangan telur sampai dewasa) lalat rumah sebesar 28 ºC dengan suhu letal rendah dan tinggi masing-masing sebesar 15 ºC dan 41 ºC. Pola hubungan antara suhu dan daya tahan hidup serta laju perkembangan pradewasa membentuk persamaan kuadratik. Pola hubungan pengaruh perubahan suhu terhadap periode perkembangan pradewasa berbeda dengan pola pengaruh suhu terhadap daya tahan hidup. Suhu tinggi dapat mempercepat periode perkembangan pradewasa, dan suhu rendah dapat memperlambat periode perkembangan pradewasa membentuk persamaan eksponensial, sehingga adanya pengaruh suhu pada kecepatan perkembangan menyebabkan suhu lingkungan ikut menentukan jumlah populasi lalat rumah yang dapat meningkatkan potensi wabah penyakit yang diakibatkan oleh lalat rumah (Musca domestica). Pada wilayah dengan suhu tinggi (dataran rendah), maka upaya membersihkan tempat perkembangbiakan pradewasa lalat rumah (sampah) harus lebih sering dilakukan daripada wilayah dengan suhu rendah (dataran tinggi).
Saran Selama siklus hidup lalat rumah ada banyak faktor cuaca yang dapat mempengaruhi daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa, seperti kelembaban, dan radiasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang menghubungkan RH dan radiasi dengan daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah. Selain itu perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap suhu yang lebih kecil (< 15 ºC) untuk mengetahui suhu dasar perkembangan pradewasa lalat rumah.
15
DAFTAR PUSTAKA Barnard DR, Geden CJ. 1993. Influence of larval density and temperature in poultry manure on development of the house fly (Diptera : Muscidae). Environmental Entomology. 22(5):971-977(7). Chapman JW, Goulson D. 2000. Environmental versus genetic influences on fluctuating asymmetry in the house fly, Musca domestica. Biological Journal of the Linnean Society. 70(3):403–413. doi:10.1111/j.10958312.2000.tb01231.x. Elvin MK, Krafsur ES. 1984. Relationship between temperature and rate of ovarian development in the house fly, Musca domestica L. (Diptera: Muscidae). Annals of the Entomological Society of America. 77(1):50-55(6). Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Lalat. Di dalam: Sigit SH, Hadi UK, editor. Hama permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor (ID): hlm 52-69. UKPHP FKH IPB. Handoko. 1994. Suhu udara. Di dalam: Handoko, editor. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): hlm 41-56. Pustaka Jaya [IPB] Institut Pertanian Bogor. 2010. Data Iklim Stasiun Cuaca Klimatologi Baranangsiang Bogor. Bogor (ID): IPB. __________________________. 2011. Data Iklim Stasiun Cuaca Klimatologi Baranangsiang Bogor. Bogor (ID): IPB. Kementrian Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI. Koesharto FX, Soviana S, Sudarnika E. 2000. Fluktuasi populasi parasitoid Spalangia endius (Hymenoptera: Pteromalidae) dari lalat pengganggu (Diptera : Muscidae) dalam peternakan ayam di kabupaten Bogor [Population fluctuation of parasitoid Spalangia endius (Hymenoptera:Pteromalidae) of filth flies (Diptera: Muscidae) at poultry farms in Bogor] . Media Veteriner. 7(1): 1-4. Lysyk TJ. 2000. Relationships between temperature and life history parameters of Muscidifurax raptor (Hymenoptera: Pteromalidae). Environmental Entomology. 29(3): 596 – 605. doi:10.1603/0046-225x-29.3.596. Malik A, Singh N, Satya S. 2007. House fly (Musca domestica): A review of control strategies for a challenging pest. Journal of Environmental Science and Health, Part B: Pesticides, Food Contaminants, and Agricultural Wastes. 42(4):453-469. doi:10.1080/03601230701316481. Marquez JG, Krafsur ES. 2002. Gene flow among geographically diverse house fly populations (Musca domestica L.): a worldwide survey of mitochondrial diversity. The Journal of Heredity. 93: 254-259. Miller BF, Teotia JS, Thatcher TO. 1974. Digestion of poultry manure by Musca domestica. British Poultry Science. 15(2):231-234. doi: 10.1080/00071667408416100. Nasir AA. 2008. Biometeorologi Umum. Bogor (ID): IPB. Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insects Concepts and Applications. Oxford (GB): Blackwell Science. Sutherst RW. 2004. Global change and human vulnerability to vector- borne disease. Clinical Microbiology Reviews. 17(1):136-173. doi:10.1128/CMR.17.1.136-173.2004.
16 West LS. 1951. The House Fly Its Natural History, Medical History, Medical Importance and Control. London (GB): Constable & Co. [WHO] World Health Organization. 2005. Typhoid fever in the Democratic Republic of the Congo [internet]. [diacu 2013 Mar 27]. Tersedia dari: http://www.who.int/csr/don/2005_01_19/en/index.html. [WMO] World Meteorological Organization. 1981. Guide to Agricultural Meteorology Practices (WMO-No: 134). Geneva (CH): WMO.
17 Lampiran 1 Modus waktu dan persentase perkembangan telur lalat rumah pada berbagai suhu Suhu (ºC)
Telur (n)
16
80
Modus waktu (hari) 1.5
27
80
31
% Menetas
% Kematian
33.8
66.2
1.2
86.3
13.7
80
0.5
76.3
23.7
39
80
0.4
60.0
40.0
Lingkungan
80
1.3
81.3
18.7
Lampiran 2 Modus waktu dan persentase perkembangan larva lalat rumah pada berbagai suhu Suhu (ºC)
Larva (n)
16 27 31 39 Lingkungan
27 69 61 48 65
Modus waktu (hari) 6.5 6.5 3.5 3.0 5.0
% perkembangan 48.1 84.1 67.2 25.0 84.6
% Kematian 51.9 15.9 32.8 75 15.4
Lampiran 3 Modus waktu dan persentase perkembangan pupa lalat rumah pada berbagai suhu Suhu (ºC)
Pupa (n)
16 27 31 39 Lingkungan
13 58 41 12 55
Modus waktu (hari) 13.5 5.0 5.0 4.5 4.5
% perkembangan 46.2 67.2 70.7 75.0 87.3
% Kematian 53.8 32.8 29.3 25.0 12.7
Lampiran 4 Modus waktu dan persentase perkembangan T-D lalat rumah pada berbagai suhu Suhu (ºC) 16 27 31 39 Lingkungan
Dewasa (n) 6 39 29 9 48
Modus waktu (hari) 20.0 10.2 7.5 6.4 9.5
% perkembangan 7.5 48.8 36.3 11.3 60.0
% Kematian 92.5 51.2 63.7 88.7 40.0
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten pada tanggal 05 Januari 1992, anak terakhir dari lima bersaudara dari Bapak E. Suparman (Alm) dan Ibu Suherni. Pada tahun tahun 2009 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar Pusat Menes dan diterima menjadi mahasiswa di Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Kementrian Agama (BUD Kemenag). Selama kuliah penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan di antaranya sebagai Kepala Departemen Internal Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA (BEM FMIPA), Divisi Kegiatan Khusus Himpunan Mahasiswa Meteorologi Indonesia (HMMI), Divisi Minat dan Bakat serta Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA IPB). Prestasi akademik yang pernah diraih penulis salah satunya diterimanya proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) oleh DIKTI.