Hubungan Pemakaian Metode Kontrasepsi Dengan Perubahan Siklus Menstruasi pada Ibu Usia Produktif di Puskesmas Pakis Surabaya Septia Nur Pratiwi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan HangTuah Surabaya ABSTRAK Latar belakang: Masalah pertambahan penduduk yang tidak terkendali banyak dialami oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berusaha mengatasi pertambahan penduduk melalui program keluarga berencana. Salah satu faktor yang mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi yaitu, faktor kesehatan meliputi status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, dan pemeriksaan fisik dan panggul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemakaian metode kontrasepsi dengan perubahan siklus menstruasi pada Ibu usia prodoktif di Puskesmas Pakis Surabaya. Metode: Metode yang digunakan adalah observasi analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini seluruh ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya, sampel menggunakan teknik Random Sampling dengan uji statistik Chi-square. Hasil: Menghasilkan data hubungan yang bermakna antara pemakaian metode kontrasepsi dengan perubahan siklus menstruasi dengan ρ-value = 0,000 ≤ ρ-value = 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara pemakaian metode kontrasepsi dengan perubahan siklus menstruasi pada Ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya. Kesimpulan: Didapatkan bahwa perubahan siklus yang dialami seseorang disebabkan oleh perubahan hormon, hal ini dikarenakan pemakaian kontrasepsi dalam jangka waktu yang lama. Beradasarkan penelitian tersebut, disarankan untuk petugas kesehatan agar lebih giat dalam memberikan konseling kontrasepsi terhadap masyarakat untuk mengetahui alat kontrasepsi yang paling cocok untuk akseptor dengan minimal efek samping. Kata Kunci: Metode kontrasepsi, Siklus menstruasi ABSTRACT Background: Problem of resident accretion that not in control frequently experienced by developing country, entered Indonesia. In consequence, government tried overcame resident accretion pass by family planning program. One of factor that influence acceptor in selecting contraception method that is, health factor covers health status, menstruation history, family history, and physical examination and flank. This Research bent on to know relation/link of contraception method usage with cycle change menstruates at productive age mother in Puskesmas Pakis Surabaya. Methods: Method that used by is analytic observation with approach cross sectional. This research Population all productive age mothers in Puskesmas Pakis Surabaya, sample uses technique Random Sampling by statistic test Chi-square. Result: produce relation/link data that have a meaning between usage of contraception method and cycle change menstruate and (ρ-value = 0.000 ≤ ρ-value = 0.05) that mean existed relation between usage of contraception method and cycle change menstruate at
productive age mother in Puskesmas Pakis Surabaya. Conclusion: In this research there is relation/link of contraception method usage with cycle change menstruate at productive age mother in Puskesmas Pakis Surabaya. Base that research is referred, suggested for health officer in order to more impetuous in giving contraception counseling to society to know contraception device the most suited for acceptor by minimize side effects. Keyword: Contraception Method, Cycle menstruates Pendahuluan Masalah pertambahan penduduk yang tidak terkendali banyak dialami oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berusaha mengatasi pertambahan penduduk melalui program keluarga berencana. Menurut UU RI No 10 tahun 1992 program KB Nasional diartikan sebagai upaya peningkatan kependudukan, peran masyarakat melalui pengendalian ketahanan keluarga dan peningkatan kesejaterahan keluarga dalam rangka melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Menurut Proverawati (2010) jenis kontrasepsi dapat diklasifikasikan menjadi folk methods, traditional methods, modern methods, dan permanent operative methods. Salah satu faktor yang mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi yaitu, faktor kesehatan meliputi status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, dan pemeriksaan fisik dan panggul (Proverawati, 2010). Siklus haid terjadi karena suatu interaksi yang kompleks antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Proses yang berlangsung siklik ini memerlukan komunikasi nyata antara berbagai organ target yang terlibat, yang diregulasi oleh fluktuasi kadar keempat hormon utama reproduksi : FSH (Follicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone), estradiol dan progesteron. Smith (1989) berpendapat bahwa bila terjadi sedikit saja menyimpangan pada kadar normal siklik hormon-hormon diatas, akan timbul perubahan respon dari jaringan target yang besar (Suparman, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan peneliti di Puskesmas Pakis Surabaya terhadap ibu usia produktif. Pada 10 ibu usia produktif mengalami perubahan siklus menstruasi setelah menggunakan kontrasepsi. Data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) mengalami peningkatan dari 57,4% pada tahun 1997 menjadi 60,3% pada tahun 2003. Pada 2015 jumlah penduduk Indonesia hanya mencapai 255,5 juta jiwa. Namun, kalau terjadi penurunan angka satu persen saja, jumlah penduduk mencapai 264,4 juta jiwa atau lebih. Jika pelayanan KB dapat ditingkatkan dengan kenaikan CPR 1%, penduduk negeri ini sekitar 237,8 juta jiwa. Sedangkan menurut SDKI pada tahun 2003, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah metode suntikan (49,1 %), pil (23,3%), IUD/spiral (10,9%), implant (7,6%), MOW (6,5%), kondom (1,6%) dan MOP (0,7%). Menurut Manuaba (2009), metode keluarga berencana dengan hormonal berdasarkan pemikiran ibu hamil tidak mengalami menstruasi karena terjadi perubahan hormonal. Ternyata kehamilan menimbulkan perubahan hormonal sehingga menekan pertumbuuhan dan perkembangan folikel primer yang selanjutnya tidak menimbulkan menstruasi. Penggunaan kontrasepsi kombinasi
estrogen dosis rendah dapat memicu terjadinya perdarahan abnormal karena estrogen dosis rendah tidak dapat mempertahankan integritas endometrium, sementara progestin akan menyebabkan endometrium mengalami atropi. Kedua kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan bercak. Pada penggunaan kontrasepsi kombinasi, perdarahan yang terjadi tergantung jenis, kadar estrogen (E2) dan proesteron endogen dan respon endometrium yang abnormal. Perubahan struktural dan kerapuhan pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dan perdarahan, yang terlihat terutama pada awal (bulan) penggunaan kontrasepsi kombinasi dosis rendah atau yang mengandung progestin saja. Pola pendarahan terkait pengguna kontrasepsi hormon mungkin terkait dengan jenis progesteron yang digunakan, dosis dan konsentrasi estradiol endogen dalam sirkulasi. Terjadinya ovulasi dan konsentrasi progesteron endogen dapat mempengaruhi pola pendarahan yang terjadi (Pinem, 2009). Setiap program kontrasepsi harus menggunakan strategi IEK (Informasi, Edukasi, Komunikasi) yang sesuai dengan budaya setempat untuk mendidik klien mengenai berbagai pilihan kontrasepsi yang tersedia dalam program. Penyedia layanan keluarga berencana dan pelayanan kontrasepsi tidak boleh bersifat bias dan harus membahas keperluan dan keinginan klien. Apabila tidak yakin dengan suatu pilihan kontrasepsi, penyedia layanan dapat menggunakan bagan alur untuk membantu mengidentifikasi metode yang sesuai. Pelaksana program dapat memberikan dampak yang positif pada pendidikan klien. Tinjauan Pustaka Tujuan Kontrasepsi Menurut Pinem (2009) Pelayanan kontrasepsi mempunyai 2 tujuan yaitu : 1) Tujuan umum : Pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu dihayatinya NKKBS 2) Tujuan pokok : Penurunan angka kelahiran yang bermakna. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi Faktor –faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metoda kontrasepsi adalah: ( Pinem, 2009 ) 1. Faktor pasangan : usia, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan, sikap kepriaan. 2. Faktor kesehatan; kontraindikasi absolute atau relative : status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul 3. Faktor metoda kontrasepsi; penerimaan dan pemakaian berkesinambungan dipandang dari pihak calon akseptor dan pihak medis (petugas KB), efektifitaas, efek samping minor, kerugian, biaya dan komplikasi potensial. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal 1.
Terhadap Siklus Haid Pemberian kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan perubahan terhadap sekresi steroid seks dan ovarium sehingga keluhan-keluhan yang timbul sebelum atau selama haid seperti nyeri haid (dismenorea), dan sindroma premenstrual (PMS), dan mastodini (nyeri payudara) dapat diobati dengan
2.
3.
pemberian kontrasepsi hormonal. Pada akhir pemberian pil kontrasepsi umumnya akan terjadi perdarahan. Perdarahan yang terjadi ini tidak dapat dianggap sebagai darah haid dalam arti yang sebenarnya, yaitu yang terjadi dari suatu endometrium yang normal (fase sekretorik). Pada pemberian pil kombinasi terjadi perdarahan lucut, tetapi perdarahan yang terjadi bukan berasal dari suatu endometrium yang normal karena gestagen sudah ada sejak awal pada fase proliferasi. Seperti diketahui, bahwa haid yang normal terjadi akibat kadar progesterone yang turun, sedangkan pada penggunaan pil kombinasi, haid yang terjadi akibat turunnya kadar hormon sintetik. Haid yang terjadi setelah penggunaan pil kombinasi atau pil sekuensial lebih tepat kalau dikatakan sebagai pseudo haid. Hal yang positif pada penggunaan pil kontrasepsi adalah haid menjadi teratur, jumlah darah haid yang keluar normal, dan nyeri haid hilang atau berkurang. Terhadap Jumlah darah Haid Jumlah darah haid yang keluar selama penggunaan pil kontrasepsi akan berkurang hingga 50-70% terutama pada hari pertama dan kedua. Khasiat ini sangat jelas terlihat pada pengguna pil yang mengandung gestoden/progesteron. Setelah penggunaan jangka lama, jumlah darah yang keluar juga makin sedikit dan bahkan kadang-kadang sampai terjadi amenorea. Banyaknya darah yang keluar sangat bergantung pada dosis kontrasepsi hormonal yang digunakan. Makin kecil dosis esterogen dan progesteron, makin sedikit pula darah yang keluar, dan makin besar dosis esterogen dan progesteron, makin banyak pula darah yang keluar. Terhadap Lamanya Perdarahan Dengan berkurangnya jumlah darah yang keluar, biasanya lamanya perdarahan juga akan berubah pula. Pada penggunaan pil bertingkat lamanya perdarahan berkisar antara 3-5 hari. Perubahan terhadap lamanya perubahan perdarahan umumnya disebabkan oleh komponen gestagen dalam sediaan kontrasepsi hormonal tersebut. Pada wanita-wanita tertentu, perubahan terhadap lama perdarahan selama penggunaan pil kontrasepsi merupakan suatu gangguan, sehingga mereka sering meminta untuk dilakukan pengobatan. Kepada mereka perlu dijelaskan, bahwa hal tersebut bukan suatu kelainan sehingga tidak perlu dilakukan tindakan apapun, apalagi menukarnya dengan pil jenis lain.
Gangguan Menstruasi Menurut Wiknjosastro (2007) gangguan menstruasi dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam : 1.
Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan menstruasi : a. Hipermenorea Hiperminore adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari jumlah normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrim, gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan gangguan pelepasannya pada haid.
b.
Hipomenorea Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek atau kurang dari biasanya. Sebab kelainan ini terletak pada konstitusi penderita, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi), pada gangguan endokrin dan lain-lain. Adanya hipomenorea tidak mengganggu fertilitas. 2. Kelainan siklus a. Polimenorea Pada polimenorea siklus haid lebih pendek dari biasa ( kurang dari 21 hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dai haid biasa. Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi. b. Oligomenorea Siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Apabila panjang siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah dinamakan amenorea. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu dan fertilitas cukup baik. c. Amenorea Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Aminore dibedakan menjadi 2 yaitu aminorea primer dan sekunder. Aminorea primer adalah seorang wanita berusia 18 tahun keatas tidak pernah dapat haid biasanya disebabkan karena kelainankelainan kongenital dan kelainan genetik dan aminorea sekunder adlah pernah haid tetapi kemudian tidak dapat haid lagi biasanya disebabkan karena gangguan gizi, gangguan metabolisme, penyakit infeksi dan lainlain. 3. Perdarahan di luar menstruasi Perdarahan bukan haid digolongkan sebagai perdarahan yang tidak ada hubungan dengan haid dan dapat disebabkan kelainan organik dan kelainan hormonal. Bentuk perdarahan bukan haid dapat berubah kontak berdarah, spotting diluar haid, atau perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional adalah perdarahan tanpa terdapat kelainan organik alat genitalia, tetapi gangguan mata rantai hormonal aksis hipotalamus-hipofisis dan ovarium. Peradarahan ini terdapat dua bentuk, yaitu (Manuaba, 2009) : a. Perdarahan disfungsional dengan ovulasi b. Perdarahan disfungsional tanpa ovulasi. 4. Gangguan lain yang ada hubungannya dengan menstruasi a. Premenstrual tension Premenstrual tension atau ketegangan prahaid merupakan keluhankeluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid datang dan terkadang berlangsung terus-menerus sampai haid berhenti. Gejala ini banyak dijumpai pada wanita yang berumur 30 dan 40 tahun . b. Mastalgia Gejala mastalgia adalah rasa nyeri dan oembesar mamma sebelum haid. Sebabnya edema dan hiperemi karena peningkatan relative dari kadar estoren.
c. Mittelschmerz Mittelschmerz atau rasa nyeri pada ovulasi adalah nyeri antara haid terjadi kira-kia sekitar pertengahan siklus haid pada saat ovulasi. Lamanya mungkin hanya beberapa jam, tetapi pada beberapa kasus sampai 2-3 hari. Rasa nyeri dapat disertai dengan perdarahan, yang kadang-kadang sangat sedikit berupa getah berwarna coklat, yang kadang-kadang sangat sedikit berupa getah berwarnra, sedang pada kasus lain dapat merupakan perdarahan seperti haid biasa. d. Dismemorea Dismeorea adalah nyeri haid yang menyebakan wanita mengalami yang mengalami rasa tidak enak dibawah perut bawah sebelum dan sesudah haid dan sering kali rasa muaal maka istilah dismenorea hanya dipakai a\jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakteraturan Siklus Menstruasi Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakteraturan siklus menstruasi sebagai berikut : 1. Perubahan hormonal Perubahan hormonal adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium yang biasa ditandai dengan memendeknya siklus menstruasi dan menyebabkan menstruasi menjadi tidak teratur (Laila, 2011). 2. Usia Menurut Smart (2010) mengungkapkan bahwa pada usia 45-55 tahun kebanyakan mengalami masa menstruasi yang lebih pendek atau lebih lama dan lebih sedikit atau justru lebih banyak dari biasanya. Dalam kehidupan wanita pada usia 45-55 tahun merupakan fase terakhir atau berakhirnya masa reproduksi yang menyebabkan menstruasi menjadi tidak teratur sampai timbulnya tanda-tanda menopause. 3. Stress, merupakan penyebab paling umum menstruasi tak tratur. Hormon stress, kortisol berdampak pada jumlah esterogen dan progesteron dalam tubuh. Jumlah hormon yang terlalu banyak dalam darah bias menyebabkan perubahan siklus menstruasi. 4. Kelelahan 5. Penggunaan Kontrasepsi Penggunaan kontrasepsi dapat menyebabkan siklus menstruasi menjadi tidak teratur karena terjadinya penurunan kadar hormone untuk mengatur siklus menstruasi (Kasdu, 2002). Metode Penelitian Desain penelitian adalah merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Setiadi, 2007). Desain yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi dari variabel independen dan dependen hanya pada satu kali pada suatu saat jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2011)
Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya sebanyak 36 orang. Sampel Penelitian Sampel dalam penilitian ini adalah sebagian ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya sebanyak 33 orang, yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1.
Kriteria inklusi a. Ibu usia produktif b. Bersedia menjadi responden c. kooperatif 2. Kriteria eksklusi a. Lansia b. Menopause c. Tidak bersedia menjadi responden Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam peneitian ini adalah simple random sampling berarti pengambilan anggota sampel dan populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu, cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen (Sujarweni, 2012). Pengelolaan data (processing) Memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam tabel atau data base komputer dengan menggunakan aplikasi SPSS 16,0 dengan uji statistik chisquare. Rumus chi-square adalah sebagai berikut : 0 Keterangan : x2 = Nilai chi-square O = Frekuensi yang diamati (Observeb) E = Frekuensi yang diharapkan (Expected) Keputusan untuk menguji kemaknaan digunakan batas kemaknaan 5 % (α=0,05) adalah : 1. Bila P valaue < 0,05 maka H0 ditolak artinya data sampel mendukung adanya perbendaan bermakna (signifikan) 2. Bila P value > 0,05 maka H0 diterima artinya data sampel tidak mendukung adanya perbedaan bermakna. Hasil dan Pembahasan 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur No Karakteristik Jumlah < 20 tahun 2 1 20-29 tahun 13 2 30-39 tahun 13 3 40-49 tahun 4 4 >50 tahun 1 5 Total 33
Presentase (%) 6,1 % 39,4 % 39,4 % 12,1 % 3,0 % 100 %
Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa responden yang berusia < 20 tahun sebanyak 2 orang (6,1%), usia 20-29 tahun sebanyak 13 orang (39,4%), usia 3039 tahun sebanyak 13 orang (39,4%), usia 40-49 tahun sebanyak 4 orang (12,1%), usia > 50 tahun sebanyak 1 orang (3,0%). 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan No Karakteristik Jumlah Presentase SMP 8 24,2 % 1 SMA 22 66,7 % 2 PT 2 6,1 % 3 Lain-lain (D1) 1 3,0 % 4 Total 33 100 % Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa responden berpendidikan SMP sebanyak 8 orang (24,2%), SMA sebanyak 22 (66,7%), PT (Perguruan Tinggi) 2 orang (6,1%), sedangkan lain-lain (D1) 1 orang (3,0%). 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama No Karakteristik Jumlah Presentase 1 Islam 29 87,9 % 3 9,1 % Katolik 2 Protestan 1 3,0 % 3 Total 33 100 % Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa responden yang beragama Islam 29 orang (87,9%), Katolik 3 orang (9,1%), Protestan 1 (3,0%). 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan No Karakteristik Jumlah Presentase (%) < Rp 500.000 2 6,1% 1 Rp 500.000 – 1.000.000 7 21,2 % 2 > Rp 1.000.000 24 72,7 % 3 Total 33 100 % Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa responden yang berpenghasilan > Rp 500.000,- sebanyak 2 orang (2,1%), Rp 500.000,- sebanyak 7 orang (21,2%), sedangkan > Rp 1.000.000,- sebanyak 24 orang (72,7%). 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak No Karakteristik Jumlah Presentase 1 anak 13 39,4 % 1 2 anak 17 51,5 % 2 > 2 anak 3 9,1 % 3 Total 33 100 % Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa responden yang memiliki 1 anak sebanyak 13 orang (39,4%), 2 anak 17 orang (51,5%), >2 anak 3 orang (9,1%). 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pemakaian Kontrasepsi No Karakteristik Jumlah Presentase Pil KB 6 18,2 % 1 Suntik KB 17 51,5 % 2 IUD/AKDR 10 30,3 % 3 Total 33 100 %
Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa responden yang memakai kontrasepsi Pil KB sebanyak 6 orang (18,2%), Suntik KB 17 orang (51,5%), IUD/AKDR sebanyak 10 orang (30,3%). 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pemakaian No Karakteristik Jumlah Presentase 1 bulan 1 3,0 % 1 3 bulan 11 33,3 % 2 1 tahun 9 27,3 % 3 > 5 tahun 7 21,2 % 4 Lain-lain 5 15,2 % 5 Total 33 100 Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa responden yang memakai kontrasepsi selama 1 bulan sebanyak 1 orang (3,0%), 3 bulan sebanyak 11 orang (33,3%), 1 tahun sebanyak 9 orang (27,3%), >5 tahun 7 orang (21,2%), sedangkan lain-lain (2 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 2 tahun, 3 tahun) sebanyak 5 orang (15,2%). Data Khusus 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Pemakaian Metode Kontrasepsi pada Ibu Usia Produktif di Puskesmas Pakis Surabaya. No Pemakaian Metode Kontrasepsi Frekuensi Presentase (%) Hormonal 23 69,7 % 1 Non Hormonal 10 30,3 % 2 Total 33 100 % Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa dari 33 responden, 23 responden (69,7%) memakai metode kontrasepsi hormonal, sedangkan non hormonal sebanyak 10 orang (30,3%). 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Perubahan Siklus Menstruasi pada Ibu Usia Produktif di Puskesmas Pakis. No Perubahan Siklus Menstruasi Frekuensi Presentase (%) Berubah 19 57,6% 1 2 Tidak Berubah 14 42,4% Total 33 100% Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa dari 33 responden yang mengalami perubahan siklus menstruasi sebanyak 19 orang (57,6%), sedangkan yang tidak mengalami perubahan siklus menstruasi sebanyak 14 orang (42,4%). 3. Hubungan Pemakaian Metode Kontrasepsi dengan Perubahan Siklus Menstruasi pada Ibu Usia Produkti di Puskesmas Pakis Surabaya Pemakaian Metode Kontrasepsi Hormonal Non hormonal Total
Perubahan Siklus Menstruasi Berubah Tidak berubah 18 1 19
54,5% 5 15,2% 3% 9 27,3% 57,5% 14 42,5% Pearson chi-square ρ = 0,000
Total 23 (69,7%) 10 (30,3%) 33 (100%)
Pada tabel dapat dilihat pemakaian metode kontrasepsi dengan perubahan siklus menstruasi pada Ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya, dari 33 responden yang memakai metode kontrasepsi, terdapat 18 orang (54,5%) pemakai metode kontrasepsi hormonal yang mengalami perubahan siklus menstruasi, sedangkan 5 orang (15,2%) pemakai kontrasepsi hormonal yang tidak mengalami perubahan siklus menstruasi. Pada pemakaian metode kontrasepsi non hormonal didapatkan 1 orang (3%) yang mengalami perubahan siklus menstruasi, sedangkan pada 9 orang (27,3%) tidak mengalami perubahan siklus menstruasi. Hasil uji statistik menggunakan uji Pearson chi-square untuk mengetahui apakah terdapat hubungan diantara kedua variabel yaitu pemakaian metode kontrasepsi dengan perubahan siklus menstruasi pada Ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya didapatkan ρ = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ρ ≤ 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara pemakaian metode kontrasepsi dengan perubahan siklus menstruasi pada Ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya. Pembahasan Pemakaian Metode Kontrasepsi pada Ibu Usia Produktif di Puskesmas Pakis Surabaya Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pemakaian metode kontrasepsi pada Ibu usia Produktif di Puskesmas Pakis Surabaya terdistribusikan secara merata. Hal ini dapat dilihat dari pemakaian metode kontrasepsi hormonal sebanyak 23 orang (69,7%) dan pada metode kontrasepsi non hormonal sebanyak 10 orang (30,3%). Berdasarkan hasil pengolahan data dari 33 responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa responden yang berusia < 20 tahun sebanyak 2 orang (6,1%), usia 20-29 tahun sebanyak 13 orang (39,4%), usia 30-39 tahun sebanyak 13 orang (39,4%), usia 40-49 tahun sebanyak 4 orang (12,1%), usia > 50 tahun sebanyak 1 orang (3,0%). Hal ini dapat dilihat bahwa usia 20-29 tahun dan 30-39 tahun sama rata sebanyak 13 orang (39,4%). Sebagian besar responden banyak menggunakan kontrasepsi hormonal, dikarenakan pada usia 20-39 tahun merupakan usia yang rentan mempunyai banyak anak. Pada hakikatnya usia 20-29 serta 30-39 tahun merupakan sasaran utama program KB, ini dikarenakan ibu usia muda dianjurkan untuk memakai kontrasepsi yang aman untuk mereka. Dan kebanyakan ibu usia produktif mempunyai motivasi yang lebih besar dibandingkan umur yang tua untuk mengatur jarak kehamilannya dengan menggunakan alat kontrasepsi yang baik untuk ibu itu sendiri. Sesuai teori yang dikemukakan oleh Suratun (2008) bahwa pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15-49 tahun, karena kelompok ini merupakan pasangan aktif yang melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. Pasangan sia subur (PUS) diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif sehingga memberi efek langsung pada penurunan fertilisasi. Sedangkan hal yang dapat mempengaruhi pemakaian metode kontrasepsi selain usia adalah lama pemakaian metode yang sedang dipakai saat ini karena hal ini dapat mempengaruhi kecocokan aseptor terhadap pemilihan kontrasepsi yang telah dipilihnya. Berdasarkan karakteristik lama pemakaian dari 33 responden menunjukkan bahwa
yang memakai kontrasepsi selama 1 bulan sebanyak 1 orang (3,0%), 3 bulan sebanyak 11 orang (33,3%), 1 tahun sebanyak 9 orang (27,3%), >5 tahun 7 orang (21,2%), sedangkan lain-lain (2 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 2 tahun, 3 tahun) sebanyak 5 orang (15,2%). Dalam pengamatan yang dilakukan peneliti ditemukan bahwa kebanyakan responden sudah terbiasa menggunakan kontrasepsi hormonal dikarenakan responden sudah menggunakannya dari awal dan takut untuk mengganti kontrasepsi jenis lain. Menurut Saifuddin (2006) dalam penggunaan jangka panjang kontrasepsi suntik (sekurang-kurangnya 2 tahun) perlu dipertimbangkan untuk mengganti cara metode kontrasepsi yang lain, kemudian bila berhenti menggunakan kontrasepsi suntik dan ingin berganti cara lain missal pil kombinasi atau IUD dapat diberikan segera tanpa perlu menunggu haid dengan tujuan kontrasepsi tersebut adalah menjarangkan kelahiran dan menjadikan haid normal. Sedangkan menurut hasil penelitian berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa responden berpendidikan SMP sebanyak 8 orang (24,2%), SMA sebanyak 22 (66,7%), PT (Perguruan Tinggi) 2 orang (6,1%), sedangkan lain-lain (D1) 1 orang (3,0%). Dapat dilihat bahwa tingkat SMA jauh lebih tinggi sebanyak 22 orang (66,7%) dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan pengamatan peneliti didapatkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang wanita maka semakin banyak pula mereka mendapatkan pengetahuan tentang KB modern, sedangkan wanita yang mempunyai pendidikan rendah akan lebih cenderung kurang mendapatkan informasi tentang kontrasepsi dibanding dengan wanita yang mempunyai pendidikan lebih tinggi. Dalam hal ini pendidikan merupakan proses pengubahan sikap seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Sedangkan menurut Notoadmojo (2005) pendidikan itu adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakantindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi) masalah-masalah meningkatkan kesehatannya. Hal ini dibuktikan oleh BKKBN (2000) bahwa pemakaian alat kontrasepsi modern akan meningkat seiring dengan tingkat pendidikan wanita. Dalam pemakaian metode kontrasepsi selain usia, pendidikan, agama, dan penghasilan yang perlu diperhitungkan kembali adalah jumlah anak (paritas). Pada penelitian ini pada 33 responden menunjukkan bahwa, responden yang memiliki 1 anak sebanyak 13 orang (39,4%), 2 anak 17 orang (51,5%), >2 anak 3 orang (9,1%). Dalam hal ini dapat dijadikan tolak ukur dalam pencapaian keberhasilan program berencana ataupun pemilihan metoda kontrasepsi. Karena tujuan dari program KB adalah untuk mengurangi jumlah kelahiran serta membatasi jumlah anak. Dalam penelitian ini ibu yang mempunyai jumlah anak 2 menunjukan lebih dari 50% sehingga dapat dikatakan pemilihan metode kontrasepsi di Puskesmas Pakis Surabaya berhasil. Hal yang sama dikemukakan oleh DepDikNas (2008) yang menyebutkan, paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang yang dimiliki oleh seorang wanita. Sedangkan menurut penelitian terdahulu Fitri (2012) paritas merupakan faktor penting dalam pelaksanaan program keluarga berencana. (KB).
Perubahan Siklus Menstruasi pada Ibu Usia Produktif di Puskesmas Pakis Surabaya Dari hasil penelitian diperoleh Ibu usia produktif yang mengalami perubahan siklus menstruasi sebanyak 19 orang (57,6%) sedangkan yang tidak mengalami perubahan siklus sebanyak 14 orang (42,4%). Pada penelitian ini didapatkan 33 responden yang berusia berusia < 20 tahun sebanyak 2 orang (6,1%), usia 20-29 tahun sebanyak 13 orang (39,4%), usia 30-39 tahun sebanyak 13 orang (39,4%), usia 40-49 tahun sebanyak 4 orang (12,1%), usia > 50 tahun sebanyak 1 orang (3,0%). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan siklus mentruasi pada ibu usia produktif dikarenakan siklus menstruasi pada wanita tidak sama akan tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang berusia sama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, perubahan hormonal, stress, kelelahan, dan penggunaan kontrasepsi. Hal ini didukung oleh Jones (2002) yang mengungkapkan bahwa gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa reproduktif yaitu dibawah usia 19 tahun dan diatas 39 tahun. Gangguan ini mungkin berkaitan dengan lamanya siklus haid, atau jumlah dan lamanya menstruasi. Seseorang wanita dapat mengalami kedua gangguan itu. Menurut Smart (2010) mengungkapkan bahwa pada usia 45-55 tahun kebanyakan mengalami masa menstruasi yang lebih pendek atau lebih lama dan lebih sedikit atau justru lebih banyak dari biasanya. Dalam kehidupan wanita pada usia 45-55 tahun merupakan fase terakhir atau berakhirnya masa reproduksi yang menyebabkan menstruasi menjadi tidak teratur sampai timbulnya tanda-tanda menopause. Sedangkan hal yang paling berpengaruh dalam perubahan siklus menstruasi adalah pemakaian kontrasepsi serta lama pemakaiannya. Dalam penelitian ini didapatkan data sebanyak 33 responden dengan karakteristik responden yang memakai kontrasepsi Pil KB sebanyak 6 orang (18,2%), Suntik KB 17 orang (51,5%), IUD/AKDR sebanyak 10 orang (30,3%). Jika pada lama pemakaiannya menunjukkan bahwa responden yang memakai kontrasepsi selama 1 bulan sebanyak 1 orang (3,0%), 3 bulan sebanyak 11 orang (33,3%), 1 tahun sebanyak 9 orang (27,3%), >5 tahun 7 orang (21,2%), sedangkan lain-lain (2 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 2 tahun, 3 tahun) sebanyak 5 orang (15,2%). Pada dasarnya kontrasepsi yang banyak digunakan pada ibu usia produktif di Puskesmas Pakis adalah suntik KB (51,5%) dengan lama pemakaian yang bervariasi. Dari hasil yang didapatkan oleh peneliti ibu mengalami gangguan pada siklus menstruasi selama pemakaian kontrasepsi tersebut. Hal yang sama diungkapkan oleh Kasdu (2002) penggunaan kontrasepsi dapat menyebabkan siklus menstruasi menjadi tidak teratur karena terjadinya penurunan kadar hormon untuk mengatur siklus menstruasi. Hal ini sangat terkait dengan perubahan hormon dalam tubuh, dikemukakan oleh Laila (2011) perubahan hormonal adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium yang biasa ditandai dengan memendeknya siklus menstruasi dan menyebabkan menstruasi menjadi tidak teratur. Menurut BKKBN (2006) jenis kontrasepsi yang mengandung progestin terdapat 2 jenis, yaitu Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera) yang mengandung 150 mg DMPA yang kemudian diberikan setiap 3 bulan dengan cara
disuntik intramuscular. Untuk jenis yang kedua adalah Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg Noretidron Enantat diberikan setiap 2 bulan dengan cara yang sama suntik intramuscular. Pada dasarnya jenis kontrasepsi suntik mempunyai cara kerja sepert pil. Untuk suntikan diberikan 3 bulan sekali, memiliki keuntungan mengurangi resiko lupa minum pil dan dapat bekerja efektif selama 3 bulan, namun efek samping biasanya terjadi pada wanita yang menderita diabetes atau hipertensi. Suntik KB ini efektif bagi wanita yang tidak mempunyai masalah penyakit metabolik seperti diabetes, hipertensi, trombosis atau gangguan pembekuan darah serta riwayat stroke, serta tidak cocok bagi wanita perokok oleh karena rokok dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Kontrasepsi ini mempunyai cara kerja sebagai berikut : menekan ovulasi, membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi terganggu, perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu, serta menghambat transportasi gamet oleh tuba. Hubungan Pemakaian Metode Kontrasepsi dengan Perubahan Siklus Menstruasi Dari hasil analisa data yang dilakukan peneliti dengan menggunakan Pearson Chi-Square diperoleh ρ = 0,000 dimana nilai ρ ≤ 0,05 yang berarti bahwa H0 ditolak, sehingga terdapat hubungan antara pemakaian metode kontrasepsi dengan perubahan siklus menstruasi pada Ibu usia subur di Puskesmas Pakis Surabaya. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 33 responden yang memakai kontrasepi hormonal sebanyak 23 orang (69,7%) dan yang mengalami perubahan siklus menstruasi sebanyak 18 orang (54,5%) sedangkan yang tidak mengalami perubahan 5 orang (15,2%). Sedangkan pada kontrasepsi non hormonal didapatkan 10 orang (30,3%), yang terdiri dari 1 orang (3%) yang mengalami perubahan siklus menstruasi dan 9 orang (27,3%) tidak mengalami perubahan siklus. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dari masingmasing siklus menstruasi dan karakteristik haid yang dialami oleh ibu-ibu yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal dan non hormonal. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu pengguna alat kontrasepsi suntik sering mengalami terlambat menstruasi > 3 bulan (amenorea) atau tidak menstruasi sama sekali selama penggunaan alta kontrasepsi tersebut. Siklus ini berubah dikarenakan pengaruh kerja hormon progresteron dan esterogen. Cara kerja dari alat kontrasepsi suntik adalah ; pertama, mencegah sel telur dari indung telur. Kedua, mengentalkan lendir mulut rahim, sehingga sperma sulit masuk kedalam rongga rahim. Ketiga, menipiskan selaput lendir agar tidak siap hamil (Ritonga, 2008). Menurut Sarwono (2002) pengaruh kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan perubahan terhadap sekresi steroid seks dan ovarium sehingga keluhan-keluhan yang timbul sebelum atau selama haid seperti nyeri haid (dismenorea), dan sindroma premenstrual (PMS), dan mastodini (nyeri payudara) dapat diobati dengan pemberian kontrasepsi hormonal. Seperti diketahui, bahwa haid yang normal terjadi akibat kadar progesteron yang turun, sedangkan pada penggunaan pil kombinasi, haid yang terjadi akibat turunnya kadar hormon sintetik. Haid yang terjadi setelah penggunaan pil kombinasi atau pil sekuensial lebih tepat kalau dikatakan sebagai pseudo haid.
Penutup Simpulan 1. Pemakaian metode kontrasepsi pada ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya terdistribusikan secara merata. 2. Sebagian dari ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya mengalami perubahan siklus menstruasi. 3. Ada hubungan pemakaian metode kontrasepsi dengan perubahan siklus menstruasi pada Ibu usia produktif di Puskesmas Pakis Surabaya. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran yang dapat disampaikan kepada pihak yang terkait adalah sebagai berikut : 1. Bagi profesi Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan wawasan mengenai hubungan pemakaian metode kontrasepsi dengan perubahan siklus menstruasi khususnya pada ibu usia produktif. 2. Bagi tempat penelitian Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan serta referensi khususnya pada ibu usisa produktif untuk pemakaian metode kontrasepsi serta perubahan terhadap siklus menstruasi.
Daftar Pustaka Baziad, Ali. (2002). Kontrasepsi Hormonal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Fitri, Rahmi. (2012). Hubungan Faktor Presdisposisi, Faktor Pemungkin Dan Faktor Penguat Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagaran Tapah Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau. Depok : FKM UI Hartanto, Heruwati. (2006). Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta : EGC Hartono, Bambang. (2010). Promosi Kesehatan Di Puskesmas Dan Rumah Sakit. Jakarta : Rineka Cipta Manuaba, Chandranita. (2009). Memhami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC Manuaba, Suryasaputra, Et Al. (2009). Buku Ajar Ginekologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : EGC Nursalam. (2011). Konsep Dan Penerapan Metodologi Peneletian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Pinem, Saroha. (2009). Kesehatan Reproduksi Dan Kontrasepsi. Jakarta : TIM
Proverawati, Atika, Et Al. (2010). Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta : Nuha Medika Saiffudin, Abdul Bari. (2003). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sibagariang, Ellya, Et Al. (2010). Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Trans Info Media Suparman, Eddy. (2010). Premenstrual Syndrome. Jakarta : EGC Widyanto, Candra. (2014). Keperawatan Komunitas Dengan Pendekatan Praktis. Yogyakarta : Nuha Medika Wirakusumah, F. (2010). Obsetri Fisiologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC