Hubungan Paparan Debu Kayu dan TMSH
9
Hubungan Paparan Debu Kayu dengan Waktu Transport Mukosiliar Hidung (TMSH) pada Karyawan Perusahaan Mebel CV. Citra Jepara Furniture, Semarang The Relationship between Timber Dust Exposure and TMSH of Furniture Workers of CV. Citra Jepara Furniture, Semarang Rochmat Soemadi1, Yuslam Samihardja2, Riece Haryati2 ABSTRACT Background: Nose is the main gate for pollutant (particle) from the air. Timber dust produced by furniture manufacture is one of the inert pollutants. Long term exposure to it may lead to irritation and inflammation, methaplacia and dysphasia. This study was conducted to find out the correlation between timber dust exposures to morphological feature of nose. Design and Method: In this cross sectional study, the subjects were divided into two groups: controlled and treated groups. The nose mucociliar transport time (TMSH) measured with the difference time when the subjects taste a sweet sensation in his tongue after putting saccharin powder to conca inferior. Result: Temperature and humidity in the work place between groups was not different significantly, with p=0.071 and p=0.332 respectively. There was significant difference in TMSH between the two groups (p=0,000). There was significant correlation (Spearman’s rho=0.774; p=0.000) between TMSH and working period. Conclusion: There was significant difference in TMSH between furniture workers group and non workers group. The level of TMSH is correlated with period of working, (Sains Medika, 1 (1) : 9-15). Keywords: furniture workers, sacharine, timber dust, TMSH ABSTRAK Pendahuluan: Hidung merupakan pintu masuk polutan (partikel) yang terdapat di dalam lingkungan udara luar. Debu kayu pada perusahaan mebel merupakan suatu polutan yang bersifat inert. Paparan pada hidung yang lama dapat menimbulkan iritasi, inflamasi, metaplasia dan displasia. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paparan debu kayu dengan perubahan morfologi dari hidung. Metode Penelitian: Pada penelitian cross sectional ini, sampel dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Dilakukan penghitungan waktu transport mukosiliar, yaitu waktu antara menaruh sakarin powder di konka inferior dengan waktu saat subjek merasakan manis di lidahnya. Hasil Penelitian: Suhu dan kelembaban udara tempat bekerja kedua kelompok perlakuan tidak berbeda secara bermakna, dengan nilai signifikansi masing-masing p=0,07 dan p=0,332. Tingkat TMSH antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,000). TMSH berkorelasi dengan lama kerja (Spearman’s rho=0,774; p=0,000). Kesimpulan: Waktu TMSH pada kelompok karyawan mebel kayu lebih lama dibandingkan dengan waktu TMSH pada karyawan yang bukan mebel kayu. Waktu TMSH dipengaruhi oleh lama masa kerja, semakin lama masa kerja karyawan tersebut maka semakin tinggi waktu TMSH, (Sains Medika, 1 (1) : 9-15). Kata kunci: karyawan mebel, sakarin, debu kayu, TMSH
PENDAHULUAN Hidung mempunyai beragam fungsi yang dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu kosmetik, alat penghidu, alat pembantu fonasi, dan fungsi yang berkaitan dengan respirasi. Fungsi hidung terkait proses respirasi, antara lain: (1) sebagai jalan nafas (airway), 1 2
Bagian Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro SMF Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang
10
Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009
(2) mengatur volume atau banyaknya udara nafas (quantity control), (3) penyesuaian (conditioning) udara yang di inspirasi yang berupa penghangatan (heating) dan pelembaban (humidification) udara nafas, (4) pembersihan (cleaning) udara nafas, dan (5) perlindungan (protection) terhadap saluran atau alat nafas yang lebih bawah (Ballenger, 2001). Sebagai gerbang pertama dan utama masuknya udara nafas, hidung rentan terhadap udara sekitar. Telah terbukti bahwa suhu yang terlalu tinggi, kelembaban yang terlalu rendah serta kandungan debu atau partikel yang terlalu banyak pada udara yang dihirup melalui hidung dapat menyebabkan kerusakan mukosa hidung. Proses penggergajian dan pengampelasan pada perusahaan mebel kayu menghasilkan debu atau partikel kayu yang terhambur di udara dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga udara di lingkungan tersebut tidak bersih lagi. Hal ini sangat berpengaruh pada kesehatan hidung orang-orang yang berada di lingkungan tersebut, utamanya para karyawan, mengingat para karyawan ini berada di lingkungan tersebut sekitar 9 jam per hari dan minimal 6 hari per minggu, ditambah lagi mereka umumnya tidak memakai masker. Apabila endapan debu/partikel ini berlebihan dan berlangsung lama/terusmenerus dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa hidung tersebut. Mulai dari gangguan ringan (terganggunya fungsi silia) hingga yang lebih berat berupa kerusakan/ perubahan struktur (hiperplasi kelenjar mukus, peningkatan sel piala) maupun gangguan yang benar-benar patologik (metaplasia sel skuamosa sampai karsinoma in situ) (Watelet et al., 2002; Irawan, 2004). Pada umumnya gangguan yang pertama muncul pada mukosa hidung akibat paparan partikel/debu yang berlebihan ini adalah terganggunya fungsi silia akibat “overwork”. Di sini gerak silia mukosa hidung atau yang lazim disebut transport mukosiliar hidung (TMSH) akan melambat, sehingga waktu yang diperlukan untuk mengevakuasi partikel atau debu dari limen nasi hingga koana menjadi lebih lama. Penelitian tentang waktu TMSH telah banyak dilakukan, terutama di luar negeri, baik terhadap orang yang dikategorikan normal (tidak terpapar) maupun terpapar partikel/debu dalam kesehariannya. Angka yang diperoleh para peneliti ini ternyata berbeda-beda, baik pada orang-orang normal apalagi pada orang-orang yang terpapar. Di Indonesia, penelitian tentang waktu TMSH pada karyawan perusahaan mebel kayu belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu diketahui apakah paparan partikel/debu kayu yang terkandung
Hubungan Paparan Debu Kayu dan TMSH
11
pada udara inspirasi berpengaruh pada fungsi silia, utamanya pada kecepatan gerak silia hidung karyawan pada perusahaan mebel kayu. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah paparan partikel/debu kayu yang terkandung pada udara inspirasi berpengaruh pada fungsi silia, utamanya gerak silia hidung, karyawan perusahaan mebel kayu. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk membuktikan apakah waktu TMSH pada karyawan perusahaan mebel kayu lebih lama dibanding pada bukan karyawan dan membuktikan apakah waktu TMSH karyawan perusahaan mebel kayu dipengaruhi masa kerjanya.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah studi deskriptif analitik tentang sistem transport mukosiliar hidung pada para karyawan perusahaan mebel kayu (kayu jati) pada berbagai tahun lama bekerja dengan rancangan penelitian cross sectional. Kecepatan sistem transport mukosiliar hidung para karyawan dibandingkan dengan rata-rata kecepatan transportasi mukosiliar hidung non karyawan/tidak terpapar debu kayu (dianggap normal). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari mukosiliar yang dipapari debu kayu dan sakarin untuk tes gerak mukosiliar hidung. Populasi sasaran, target atau acuan dari penelitian ini adalah semua karyawan mebel kayu bagian penggergajian dan pengampelasan (penghalusan), sedangkan populasi terjangkau adalah semua karyawan dari perusahaan mebel kayu berusia 20 – 40 tahun yang sudah bekerja lebih dari 3 tahun. Populasi sasaran tersebut dibandingkan dengan kontrol (bukan karyawan perusahaan mebel dan atau yang terpapar debu kayu) dengan rentang usia dan jenis kelamin yang sesuai. Subjek tidak diberitahukan bahan yang diletakkan di hidungnya. Teknik Pengukuran TMSH dilakukan seperti pada pemeriksaan THT. Subjek duduk tenang, kemudian dengan bantuan spekulum hidung, partikel sakarin yang sudah disiapkan diletakkan di konka inferior tepatnya di permukaan superior, 1 cm di belakang ujung depan konka, pada saat itu waktu dicatat. Subjek tetap duduk dengan tenang, bernafas seperti biasa dan tidak banyak bergerak. Subjek diminta menelan ludah setiap 1 menit, apabila subjek merasakan manis di lidahnya maka tes berakhir dan waktu dicatat lagi. Lamanya waktu antara dua saat tersebut adalah waktu transport mukosiliar hidung. Apabila pada waktu tes, subjek bersin maka tes diulangi lagi setelah menunggu beberapa saat (satu jam).
12
Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009
Data umur, jenis kelamin, lama bekerja, temperatur, dan kelembaban ruangan tempat bekerja disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel. Data waktu pengukuran TMSH disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel. Selanjutnya dilakukan normalitas data menggunakan uji Kolmogorov – Smirnov. Apabila didapatkan distribusi data yang normal dilanjutkan dengan uji t antara kelompok karyawan (terpapar) pada tahun bekerja yang berbeda (3, 5, dan 7 tahun). Apabila distribusi data tidak normal dilakukan uji Mann Whitney. Pengolahan data dilakukan dengan software SPSS 10.00.
HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan secara acak dan didapatkan 82 sampel yang terdiri dari 41 sampel pada kelompok kontrol dan 41 sampel pada kelompok perlakuan. Pada penelitian ini didapatkan rata-rata waktu TMSH pada kelompok kontrol sebesar 10 menit 55 detik, sedangkan waktu TMSH pada kelompok terpapar debu kayu rata-rata sebesar 17 menit 24 detik, sehingga terdapat perbedaan waktu sebesar 6 menit 29 detik, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Suhu tempat bekerja antara kelompok kontrol dan kelompok terpapar debu kayu menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu jauh. Rata-rata suhu ruangan pada kelompok kontrol sebesar 26,61ºC, sedangkan pada kelompok terpapar sebesar 30 ºC. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengaruh suhu terhadap waktu TMSH pada karyawan mebel kayu (Gambar 1.). Hubungan ini juga berlaku pada kelembaban udara ruangan tempat bekerja dengan waktu TMSH. Rata-rata kelembaban udara ruangan bekerja pada masing-masing kelompok tidak berbeda secara signifikan, sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Perbedaan lama waktu bekerja pada masing-masing kelompok 0 tahun (kontrol), 3 tahun, 5 tahun, dan 7 tahun mempengaruhi waktu TMSH. Akan tetapi, tidak ditemukan perbedaan waktu TMSH yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok terpapar debu kayu 3 tahun. Waktu TMSH pada kelompok yang terpapar debu kayu tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kelompok terpapar itu sendiri. Hal ini terlihat pada perbandingan kelompok 3 tahun dengan 5 tahun dan 7 tahun, serta perbandingan kelompok 5 tahun dengan 7 tahun, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Hubungan Paparan Debu Kayu dan TMSH
13
Tabel 1.
Distribusi tingkat TMSH berdasarkan kelompok kontrol dan perlakuan
Tabel 2.
Nilai Signifikansi Uji Lanjut Mann-Whitney U waktu TMSH pada masing-masing kelompok dengan perbedaan lama kerja
Gambar 1.
Korelasi antara waktu TMSH dan suhu ruangan tempat bekerja (Spearman rho = 0.143; p = 0.201).
Gambar 2.
Korelasi antara waktu TMSH dan kelembaban udara uangan tempat bekerja (Spearman rho = 0.143; p = 0.201).
14
Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009
PEMBAHASAN Pengukuran waktu TMSH pada penelitian ini menggunakan tes sakarin karena mudah dilakukan dan tidak membutuhkan peralatan yang rumit, serta tidak menimbulkan rasa tidak nyaman pada subjek. Akan tetapi, tes sakarin ini dipengaruhi faktor subjektif, sehingga pada penelitian ini subjek tidak diberitahu bahan apa yang dipergunakan. Perbedaan waktu TMSH antara kedua kelompok tersebut berbeda secara bermakna dengan nilai signifikansi sebesar p<0,005, Hal ini berarti, waktu transport mukosilier hidung pada kelompok terpapar lebih 6 menit 29 detik. Suhu dan kelembaban udara tempat bekerja antara kelompok kontrol dan kelompok terpapar debu kayu tidak mempenagruhi waktu TMSH. Lama bekerja mempengaruhi waktu TMSH pada karyawan mebel yang terpapar debu kayu. Waktu TMSH pada para karyawan mengalami perubahan yang bermakna setelah mereka bekerja selama minimal 3 tahun, dan perubahan tersebut semakin bermakna seiring dengan bertambahnya lama bekerja. Kenaikan waktu TMSH pada karyawan mebel kayu tersebut berawal dari mekanisme pengendapan dari partikel debu kayu yang kemudian menyebabkan gangguan pada transport mukosilier. Terganggunya transport mukosilier menyebabkan terganggunya pembersihan partikel, sehingga kontak partikel dengan mukosa hidung menjadi lebih lama. Kondisi ini menyebabkan timbulnya peradangan maupun ulserasi pada mukosa hidung secara langsung. Epitel cenderung kehilangan silia dan jumlah sel goblet meningkat.
KESIMPULAN Waktu TMSH pada kelompok karyawan mebel kayu lebih lama dibandingkan dengan waktu TMSH pada karyawan yang bukan mebel kayu. Waktu TMSH dipengaruhi oleh lama masa kerja, semakin lama masa kerja karyawan tersebut maka semakin tinggi waktu TMSH.
SARAN Upaya pencegahan paparan debu kayu bagi para karyawan mebel kayu perlu dikelola denga baik, mengingat kemungkinan terjadinya komplikasi akibat penurunan
Hubungan Paparan Debu Kayu dan TMSH
15
transport mukosilier hidung, meskipun gejala-gejalanya belum dirasakan berat bagi penderita. Penelitian lebih lanjut tentang perubahan patologis sistem mukosilia hidung pada para karyawan mebel kayu perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Al-Rawi MM, Edelstein DR, and Erlandson RA., 1998, Changes in Nasal Epithelium in Patients with Severe Chronic Sinusitis: A Clinicopathologic and Elektron Microscopy Study, Laryngoscope 108: 1816 – 23. American Conference of Govermental Industrial Hygienist, 2003, Appendix: Particle Airborne Particulate Matter, In: Threshold Limit Values and Biological Exposure Indices, Cincinnati: 74-7. Ballenger J.J., 2001, Clinical Anatomy and Physiology of The Nose and Paranasales Sinuses. In: Ballenger JJ, Snow JB, editors. Otolaringology Head and Neck Surgery, 15th ed, Baltimore. Baramuk J.N., 1997, Patogenesis of Allergic Rinitis, Allergy Clin Immunol Feb, 99 (2): 763 – 72. Irawan P., 2004, Pengaruh Rinosinusitis Terhadap Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Kartiko S., 1990, Penelitian Akhir Mukosilia Hidung pada Penderita Rinitis Alergi Perennial. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Slavin, 2001, Rhinosinusitis: Is The Nose Really Blocked? Am. J. Rhinol 15: 169-173. Watelet, J.B., Bachert, C., Gevaert P., and Cauwenberge P.V., 2002, Wound Healing of The Nasal and Paranasal Mucosa; A Review, Am J Rhinol 16: 77– 84.