HUBUNGAN NYERI SENDI DENGAN KECEMASAN PADA LANSIA DI PERUMAHAN KINI JAYA RW IV KELURAHAN KEDUNGMUNDU KECAMATAN TEMBALANG SEMARANG
Manuscript
OLEH : LA ODE JUFRI BUTON G2A006053
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2012
i
HUBUNGAN NYERI SENDI DENGAN KECEMASAN PADA LANSIA DI PERUMAHAN KINI JAYA RW IV KELURAHAN KEDUNGMUNDU KECAMATAN TEMBALANG SEMARANG La Ode Jufri Buton1
M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes 2 H. Edy Soesanto, S.Kp. M.Kes 3
Abstrak Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif. Salah satu keluhan masa tua adalah berbentuk nyeri sendi. Timbulnya rasa nyeri yang menyerang secara tibatiba pada penderita sangat mengganggu, dimana akan timbul rasa cemas dan was-was apabila sewaktu-waktu penyakit ini menyerang dengan rasa nyeri yang sangat sakit. Adanya keluhan tersebut dapat membuat penderita merasa cemas jika keluhan kambuh kembali. Mengetahui hubungan antara kejadian nyeri sendi dengan tingkat kecemasan pada lansia di Perumahan Kini Jaya RW IV Kelurahan Kedungmundu Kecamatan Tembalang Semarang. Metode penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini semua lansia yang berusia 60 tahun ke atas yang tinggal di Perumahan Kini Jaya RW IV Kelurahan Kedungmundu yang berjumlah 261 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah proporsional random sampling dengan jumlah 158 lanjut usia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara nyeri sendi dengan tingkat kecemasan Lansia di Perumahan Kini Jaya Semarang. Berdasarkan hasil tersebut maka diharapkan kepada masyarakat terutama lanjut usia dapat memahami bahwa kecemasan akibat adanya nyeri yang sering muncul secara berulang dapat dikurangi dengan cara penanganan yang teratur terhadap nyeri dengan salah satu cara melakukan relaksasi untuk mengurangi nyeri
Kata Kunci : Nyeri sendi, Kecemasan, Lanjut Usia
1
THE CORRELATIONS OF JOINT PAIN IN ELDERLY WITH ANXIETY IN PERUMAHAN KINI JAYA RW IV KEDUNGMUNDU TEMBALANG SEMARANG La Ode Jufri Buton1
M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes 2 H. Edy Soesanto, S.Kp. M.Kes 3
Abstract Elderly dependency caused many elderly conditions deteriorated physically and psychologically, that they had been developed in the form of changes that lead to negative changes. One of the complaints of old age was the form of joint pain. Onset of pain that strikes suddenly in people was very disturbing, where there will be anxiety and anxiety at any time if the disease was attacking with a very sore pain. The existence of the complaint may make people feel anxious when complaints recurred. The objective of this research was for knowing the correlations between the incidences of joint pain in older adults with anxiety level in Perumahan Kini Jaya RW IV Kedungmundu Tembalang Semarang. Descriptive research method with the approach of cross sectional correlation. The population in this study all the elderly aged 60 years and over who live in Perumahan Kini Jaya Kedungmundu RW IV, amounting to 261 people. Sampling technique used was proportional random sampling to the amount 158 elderly. The results showed that there was a significant correlation between joint pain with anxiety level in the Elderly Perubahan Kini Jaya Semarang. Based on these results are expected to feed mainly elderly people can understand the anxiety caused by the pain that often appear over and over can be reduced by regular treatment of pain by relaxation to decrease of pain
Keywords: Joint pain, anxiety, elderly
2
PENDAHULUAN Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa implikasi bertambahnya jumlah lanjut usia. Bahkan ada yang menyatakan abad 21 ini merupakan abad lanjut usia (era of population aging). Dengan demikian lanjut usia perlu mendapatkan perhatian dalam pembangunan nasional. Disisi lain, lanjut usia menjadi sumber daya manusia yang mempunyai pengalaman luas (Kemala Sari, 2010). Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma dan Anwar (1994) memperkirakan angka ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 meningkat menjadi 9 orang usia lanjut. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif. Kemunduran kemampuan fisik ini diakibatkan dengan adanya berbagai macam penyakit yang mulai menyerang termasuk salah satunya adalah rematik. Rematik merupakan istilah yang tidak spesifik untuk menggambarkan berbagai keluhan dan kelainan yang mengenai sistem locomotor yang melibatkan sendi, otot, jaringan ikat, jaringan lunak di sekitar sendi dan tulang. Jadi, setiap keluhan nyeri sendi dan tulang, bisa disebut sebagai keluhan rematik. Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan
tubuh.
Keadaan
demikian
tampak
pula
pada
semua
sistem
muskuloskeletal (otot dan tulang) dan jaringan lain (jaringan ikat, jaringan lunak)
3
yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan rematik. Artinya, dalam keadaan normal, lansia pasti mengalami rematik (Faisal, 2009). Terminologi rematik tidak mengarahkan kepada sebuah diagnosa, melainkan menggambarkan sekumpulan keluhan mengenai sistem muskuloskeletal. Ada banyak golongan penyakit yang menyebabkan munculnya keluhan rematik. Proses degeneratif (penuaan) jelas meningkatkan resiko menderita keluhan rematik, namun perlu dicatat bahwa penderita rematik pun juga muncul pada usia yang lebih muda. Rematik yang sering dijumpai pada lansia adalah osteoartritis, osteoporosis, tendinitis, bursitis, fibromyalgia, low back pain, artropati kristal bukan gout, gout artritis, rheumatoid artritis, dan sebagainya (Faisal, 2009). Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti (Ismayadi, 2004). Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982 dalam Ismayadi, 2004) Menurut cacatan WHO bahwa penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari total populasi, dari jumlah tersebut hanya 29% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas. Gejala awal yang dirasakan penduduk yang menderita pirai,
4
antara lain pembengkakan, kemerahan, nyeri hebat, panas dan gangguan gerak dari sendi yang terserang yang terjadi mendadak(Zuljasri, 2005). Timbulnya rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba pada penderita rematik ini sangat mengganggu, dimana akan timbul rasa cemas dan was-was apabila sewaktu-waktu penyakit ini menyerang dengan rasa nyeri yang sangat sakit. Adanya keluhan tersebut dapat membuat penderita merasa cemas jika keluhan kambuh kembali. Kecemasan merupakan rasa tidak nyaman sebagai suatu bentuk manifestasi rasa ketakutan akan kehilangan sesuatu yang penting atau terjadinya peristiwa buruk dan kondisi yang ada. Bila kondisi berlangsug lama dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, antara lain cemas, pingsan atau dapat memperburuk keadaan. Kecemasan yang berlarut dan tidak terkendali dapat mendorong terjadinya respon defensif sehingga menghambat mekanisme koping adaptif. Reaksi fisiologis terhadap kecemasan merupakan reaksi yang pertama timbul pada sistem syaraf otonom meliputi peningkatan denyut jantung, nadi, pernafasan, pupil melebar sampai penurunan kesadaran (Stuart dan Sundeen, 1998). Studi pendahuluan dilakukan di Perumahan Kini Jaya RW IV Kelurahan Kedungmundu Kota Semarang dengan jumlah lansia sebanyak 261 orang. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 7 orang lanjut usia diketahui bahwa 4 lansia diantaranya mempunyai keluhan rematik. Timbulnya penyakit diketahui berdasarkan sering munculnya rasa nyeri di persendian terutama lutut dan pergelangan kaki. Para informan ini menyebutkan bahwa rasa nyeri ini sering muncul secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas terutama apabila suhu udara cenderung dingin. Timbulnya rasa nyeri yang amat menyakitkan ini memunculkan perasaan cemas dalam diri para lansia ini. Mereka khawatir apabila rasa nyeri ini tiba-tiba muncul dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Usaha untuk meredam kecemasan akan munculnya rasa nyeri yang menyerang tiba-tiba ini maka para lansia ini biasanya menyimpan obat yang dapat meredam rasa nyeri walaupun pada kenyataannya rasa nyeri itu tidak segera hilang setelah minum obat yang dimaksud. Kecemasan terhadap rasa nyeri ini juga ditunjukkan dengan selalu
5
menyimpan air panas di dalam termos untuk digunakan sebagai kompres jika rasa nyeri menyerang tiba-tiba. Sedemikian tinggi rasa kecemasan terhadap datangnya rasa nyeri ini sehingga berbagai persiapan dilakukan agar dapat meredam rasa nyeri tersebut jika sewaktu-waktu muncul. Berkaitan dengan fenomena di atas, maka dalam penelitian ini peneliti berkeinginan untuk mengkaji tentang timbulnya rasa nyeri yang dapat memunculkan rasa kecemasan dalam diri lansia dengan judul penelitian “Hubungan nyeri sendi dengan tingkat kecemasan pada lansia di Perumahan Kini Jaya RW IV Kelurahan Kedungmundu Kecamatan Tembalang Semarang. METODOLOGI PENELITIAN Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik yaitu penelitian yang mencari hubungan antar variabel. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu melalui pengukuran data variabel bebas dan variabel terikat dilakukan pada penentuan waktu secara bersama (Notoatmodjo, 2002). semua lansia yang berusia 60 tahun ke atas yang tinggal di Perumahan Kini Jaya RW IV Kelurahan Kedungmundu Kecamatan Tembalang Semarang yang berjumlah 261 orang. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah proporsional random sampling dengan jumlah 158 lanjut usia.
HASIL PENELITIAN Tabel 1 Deskripsi Responden Berdasarkan Rasa Nyeri Sendi pada Lansia di Perumahan Kini Jaya Semarang Nyeri
Mean
Median
Min
Max
SD
Nyeri
3,09
3,0
0
8
2,06
Berdasarlan tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata skor nyeri sendi adalah 3,09 dengan standar deviasinya berada pada angka 2,06. Skor nyeri terendah adalah 0 dan skor nyeri tertinggi adalah 8 dengan nilai median 3,0 tahun. Hasil distribusi frekuensi dapat diketahui bahwa sebagian besar nyeri lansia adalah dalam kategori
6
nyeri ringan yaitu sebanyak 103 orang (64,8%), yang merasa nyeri sedang sebanyak 45 orang (28,3%) dan merasa nyeri berat sebanyak 11 orang (6,9%). Tabel 2. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Lansia di Perumahan Kini Jaya Semarang Kecemasan
Mean
Median
Min
Max
SD
Kecemasan
17,73
16,0
13
31
4,71
Berdasarlan tabel 2 dapat diketahui bahwa rata-rata skor kecemasan adalah 17,73 dengan standar deviasinya berada pada angka 4,71. Skor kecemasan terendah adalah 13 dan skor kecemasan tertinggi adalah 31 dengan nilai median 4,71 tahun. Hasil distribusi frekuensi kecemasan dapat diketahui bahwa sebagian besar kecemasan lansia adalah dalam kategori tidak cemas yaitu sebanyak 122 orang (77,2%), yang merasa cemas ringan sebanyak 34 orang (21,5%) dan merasa cemas sedang sebanyak 2 orang (1,3%).
Tabel 3 Hubungan antara Rasa Nyeri Sendi dengan Tingkat Kecemasan pada Lansia di Perumahan Kini Jaya Semarang.
Nyeri
Tingkat Kecemasan r p 0,489 0,000
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,489 dengan nilai p sebesar 0,000 (p< 0,05), hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dari kedua variabel.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar lansia
yang
menjadi responden penelitian merasakan nyeri dalam rata-rata skor sebesar 3,09. Pada umumnya lansia yang menjadi responden ini belum banyak yang mengalami
7
serangan yang hebat dengan keluhan pembengkakan, kemerahan, nyeri hebat dan gangguan gerak sendi. Adakalanya penderita merasakan nyeri yang cukup serius, namun hal tersebut dapat disembuhkan dengan cara melalui pengobatan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa sebagian besar nyeri lansia adalah dalam kategori nyeri ringan yaitu (64,8%), yang merasa nyeri sedang sebanyak 28,3% dan merasa nyeri berat sebanyak 6,9%.
Nyeri merupakan keluhan penderita nyeri sendi yang paling umum, nyeri ini dapat terjadi terus menerus dan semakin lama semakin berat, tetapi adakalanya hanya berlangsung beberapa hari saja. Kebanyakan penyakit nyeri sendi berlangsung kronis yaitu sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara menetap, kerusakan pada sendi terjadi karena adanya tofus, tofus merupakan benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal monosodium urat.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar tingkat kecemasan lansia pada nyeri sendi di Perumahan Kini Jaya Semarang adalah dalam kategori tidak ada kecemasan yaitu sebanyak 77,2%. Rata-rata skor ini sebesar 17,73. Hal ini menunjukkan bahwa para responden tidak terlalu khawatir dengan rasa nyeri yang akan datang sebagai penderita nyeri sendi yang umumnya hanya rasa nyeri ringan yang dirasakan oleh para responden. Bahkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak merasakan cemas yaitu sebanyak 77,2%.
Gejala-gejala kecemasan ini muncul sesuai dengan kuesioner berdasarkan Hamilton Anxiety Ratting Scale (HARS) yang memunculkan perasaan seperti adanya perasaan cemas, rasa takut, gelisah, tidur tidak nyenyak, sakit dan nyerinyeri serta gejala-gejala kecemasan yang lain yang timbul dan dirasakan oleh responden.
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,489 dengan nilai p sebesar 0,000. Hal ini
8
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara nyeri dengan tingkat kecemasan penderita nyeri sendi di Perumahan Kini Jaya Semarang. Hubungan antara nyeri dengan tingkat kecemasan menunjukan hubungan yang sedang ( r = 0,489) dan berpola positif artinya semakin nyeri itu berat dirasakan maka semakin berat juga kecemasan yang dirasakan lansia penderita nyeri sendi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulyarti (2008), bahwa sesorang yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik yang salah satunya berupa munculnya rasa nyeri sehingga lebih mudah mengalami kecemasan.
Keterbatasan penelitian ini terletak dalam pengambilan sampel yang hanya terdiri dari kelompok umur 60-70 tahun saja sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasikan secara luas untuk semua umur..
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor nyeri sendi pada lansia di Perumahan Kini Jaya adalah sebesar 3,09 dengan standar deviasinya berada pada angka 2,06. Rata-rata kecemasan pada lansia di Perumahan Kini Jaya adalah 17,73 dengan standar deviasinya berada pada angka 4,71. Terdapat hubungan antara variabel nyeri sendi dengan tingkat kecemasan pada lansia di Perumahan Kini Jaya dengan nilai r sebesar 0,489 dan p =0,000 (< 0,05). Berdasarkan hasil penelitian maka perawat diharapkan melakukan penyuluhan serta pengobatan kepada lanjut usia yang menderita nyeri sendi. Penyuluhan dan pengobatan dapat dilakukan melalui posyandu lansia yang diadakan satu bulan sekali. Perawat bekerja sama dengan instansi terkait dapat melakukan bakti sosial dengan memberikan pengobatan kepada lanjut usia yang menderita nyeri sendi. Perawat juga dapat bergabung dalam organisasi masyarakat yang ada seperti
9
kelompok pengajian untuk memberikan penyuluhan tentang tata cara penanganan nyeri sendi pada lanjut usia. Masyarakat terutama keluarga yang tinggal bersama lanjut usia dapat mengetahui dapat memahami manajemen nyeri dengan cara relaksasi serta pengobatan teratur kepada lanjut usia yang menderita nyeri sendi. Keluarga dengan lanjut usia dapat memberikan dukungan kepada lanjut usia yang menjadi bagian dalam keluarganya dengan cara membawa penderita nyeri sendi ke tempat klinik pengobatan serta membantu lanjut usia saat nyeri sendi menyerang. Keluarga dapat membantu dengan melakukan kompres air hangat untuk mengurangi nyeri sendi yang datang menyerang tiba-tiba sehingga lanjut usia tidak merasa sendirian selama menderita nyeri sendi tersebut.
1
La Ode Jufri Buton : Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang 2. M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes: Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan
3.
Komunitas Fakultas Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang H. Edy Soesanto, S.Kp. M.Kes: Dosen Kelompok Keilmuan KMB Fakultas Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
KEPUSTAKAAN Bastaman.K, (2000). Pengaruh Insomnia Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Retrieved Maret 23, 2009, from http://www.kalbe.co.id Carpenito, Lynda J. (2000). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC Efendi (2005). Lanjut usia. http://www.depkes.co.id
Retrieved
Maret
23,
2009,
from
Gill . (1990). Faktor faktor yang mempengaruhi Nyeri Diakses dari http://indonesiannursing.com/?p=131 pada 30 juni 2010 Hidayat, A. A.. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
10
Ismayadi (2004). Asuhan Keperawatan Dengan Reumatik (Artritis Treumatoid) Pada Lansia. USU digital library Kemalasari, (2010). Penyakit yang sering terjadi pada lansia. Keperawatan gerontik. SRIKES Kepanjen Malang. Lasich, Christina. (2010). Kecemasan http://www.healthcentralChronicPainConnection.com
Siapa?.Terjemahan.
Lestary, Dwi. (2010). Seluk Beluk Menopouse. Yogyakarta : Gerailmu. Notoadmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: EGC. ____________(2005). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba medika. Priharjo, Robert. (1996). Perawatan nyeri. Jakarta: EGC. Siswati, (2000). Psikologi Perkembangan. Semaranag : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Soenarto. (1990). Rematik dalam Praktek. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Stuart, G. W., & Sundden, S. (1998). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Sudoyo, Aru W. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed 4 Jilid II. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. Yatim, Faisal. (2009). Penyakit Tulang dan Persendian (Artritis atau Arthralgia). Jakarta: Pustaka Populer Obor. Zuljasri. 2005. Nyeri radang sendi kronis. Retrieved jan 12, 2005 from http://www.infeksi.com/newsdetail.php?lng=in&doc=1341 .
PERNYATAAN PERSETUJUAN MANUSCRIPT DENGAN JUDUL
HUBUNGAN NYERI SENDI DENGAN KECEMASAN PADA LANSIA DI PERUMAHAN KINI JAYA RW IV KELURAHAN KEDUNGMUNDU KECAMATAN TEMBALANG SEMARANG
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan
Semarang, April 2012
Pembimbing I
M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes.
Pembimbing II
H. Edy Soesanto, S.Kp. M.Kes.