HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR
Yulia Rimawati
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
RINGKASAN YULIA RIMAWATI. Hubungan Morbiditas dan Stimulasi dengan Tumbuh Kembang Anak Balita Berstatus Gizi Baik dan Penderita Kurang Energi dan Protein (KEP) di Kota Bogor. (Di bawah bimbingan YEKTI HARTATI EFFENDI dan DIAH KRISNATUTI PRANADJI). Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan morbiditas dan stimulasi dengan tumbuh kembang anak balita berstatus gizi baik dan penderita KEP di Kota Bogor. Tujuan khusus adalah : (1) Membandingkan karakteristik sosial ekonomi keluarga (sosek), morbiditas, stimulasi yang dilakukan pengasuh dan tingkat perkembangan balita berstatus gizi baik dan KEP, (2) Mengetahui hubungan karakteristik sosek dan morbiditas dengan status gizi, (3) Mengetahui hubungan karakteristik sosek, morbiditas, status gizi dan tingkat stimulasi dengan tingkat perkembangan contoh, (4) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan tingkat perkembangan contoh. Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dengan membandingkan dua kelompok yaitu kelompok balita berstatus gizi baik dan KEP. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Merdeka. Pemilihan tempat dilakukan secara purposif. Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan (Maret sampai April 2005). Contoh dalam penelitian ini adalah anak balita berstatus gizi baik dan penderita KEP (berstatus gizi kurang dan berstatus gizi buruk) yang berumur 1-4 tahun. Ditemukan 52 orang balita KEP yang terdiri atas 13 orang balita berstatus gizi buruk dan 39 orang balita berstatus gizi kurang. Balita KEP yang menjadi contoh berjumlah 32 orang yang terdiri atas 8 orang balita berstatus gizi buruk yang beralamat lengkap dan bersedia mengikuti penelitian serta 24 orang balita berstatus gizi kurang yang dipilih secara random sampling. Contoh balita berstatus gizi baik dipilih secara purposif dengan jumlah 32 orang dari 14 posyandu di lokasi penelitian. Data primer meliputi data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin dan urutan kelahiran), karakteristik sosek keluarga (besar keluarga, pendidikan ibu dan pengeluaran keluarga), morbiditas (jenis penyakit, lama sakit, frekuensi sakit dan pertolongan pertama), stimulasi dan perkembangan contoh. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder terdiri dari data status gizi balita, profil lokasi penelitian dan profil Puskesmas Merdeka. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS versi 10.0 dengan jenis analisis statistik yaitu tabulasi silang, uji t dan korelasi Rank Spearman serta uji regresi linier berganda dengan metode backward. Pada kelompok balita berstatus gizi baik, sebanyak 59 % contoh berjenis kelamin perempuan dan pada kelompok balita KEP sebagian besar contoh (75 %) berjenis kelamin perempuan. Pada kedua kelompok contoh umumnya dilahirkan sebagai anak pertama atau kedua menurut urutan anak dalam keluarga (69 % pada balita berstatus gizi baik dan 66 % pada balita KEP). Pada kelompok balita berstatus gizi baik maupun kelompok balita KEP (63 % dan 72 %) berasal dari keluarga kecil dengan jumlah keluarga ≤ 4 orang. Pada kelompok balita berstatus gizi baik sebanyak 44 % pengasuh contoh berpendidikan SMA sedangkan pada kelompok balita KEP hanya 22 % pengasuh contoh berpendidikan SMA. Rata-rata pendapatan keluarga contoh balita berstatus gizi baik (Rp 293.470,00) lebih tinggi dibandingkan kelompok balita KEP (Rp 213. 440,00). Sebagian besar keluarga contoh (85 % pada balita berstatus gizi baik dan 75 % pada balita KEP) berada di atas garis kemiskinan. Faktor sosial ekonomi yang menunjukkan perbedaan antara kelompok balita berstatus gizi baik dan KEP hanya pendapatan per kapita per bulan. Sebagian besar (97 %) contoh pada kelompok balita berstatus gizi baik dan seluruh (100 %) contoh pada kelompok balita KEP pernah mengalami sakit. Sebagian besar contoh pada kedua kelompok menderita penyakit ISPA (93 % pada kelompok balita berstatus gizi
baik dan 97 % pada balita KEP). Penyakit diare, telinga, TBC dan alergi kulit lebih banyak (47 %, 9 %, 6 % dan 9 %) dialami contoh kelompok KEP. Penyakit lain yang umumnya diderita contoh pada kedua kelompok adalah cacar, campak, bronkhitis, sariawan, sembelit, sakit gigi dan sakit mata. Sebanyak 69 % contoh balita berstatus gizi baik memiliki lama sakit ≤ 10 hari dengan frekuensi sakit ≤ 2 kali (75 %) sedangkan pada kelompok balita KEP memiliki lama sakit > 10 hari (66 %) dengan frekuensi sakit > 2 kali (66 %). Terdapat perbedaan lama sakit dan frekuensi sakit antara kelompok balita berstatus gizi baik dan balita KEP. Lebih dari separuh (56 %) contoh balita berstatus gizi baik menggunakan jasa dokter sebagai sarana kesehatan untuk pertolongan pertama sedangkan separuh (50 %) contoh balita KEP menggunakan pengobatan sendiri seperti membeli obat-obat bebas yang dijual di warung. Stimulasi yang pernah dilakukan oleh responden pada balita berstatus gizi baik Pada kelompok umur 12-24 bulan adalah gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasaan dan menolong diri sendiri sedangkan pada kelompok balita KEP adalah gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif dan kecerdasaan. Pada kelompok umur 25-36 bulan jenis stimulasi yang pernah dilakukan responden pada balita berstatus gizi baik adalah gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasaan, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial. Pada kelompok umur 37-48 bulan jenis stimulasi yang pernah dilakukan responden pada balita berstatus gizi baik adalah gerakan halus, komunikasi aktif, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah gerakan halus, komunikasi aktif, konunikasi pasif dan tingkah laku sosial. Sebanyak 50 % contoh balita berstatus gizi baik memiliki tingkat stimulasi dengan kategori kurang sedangkan pada balita KEP sebanyak 41 % contoh memiliki tingkat stimulasi dengan kategori baik dan 25 % contoh memiliki tingkat stimulasi dengan kategori sedang. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat stimulasi antara kelompok balita berstatus gizi baik dan KEP. Pada kelompok umur 12-24 bulan jenis kemampuan perkembangan yang dapat dilakukan oleh contoh kelompok balita berstatus gizi baik adalah gerakan halus, menolong diri sendiri, komunikasi aktif dan tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah gerakan halus, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial. Untuk kelompok balita berstatus gizi baik dan KEP yang berumur 25-36 bulan memiliki jenis kemampuan yang hampir berimbang. Pada kelompok balita yang berumur 37- 48 bulan, jenis perkembangan yang dapat dilakukan contoh balita berstatus gizi baik adalah gerakan kasar, komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan dan tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasan dan tingkah laku sosial. Sebagian besar (81 %) contoh balita berstatus gizi baik memiliki tingkat perkembangan dengan kategori baik sedangkan pada kelompok balita KEP sebanyak 44 %. Terdapat perbedaan tingkat perkembangan antara kelompok balita berstatus gizi baik dan balita KEP.
Faktor sosial ekonomi yang berhubungan nyata positif dengan status gizi adalah pendidikan pengasuh dan pendapatan. Lama sakit dan frekuensi sakit berhubungan nyata negatif dengan status gizi. Pendidikan pengasuh, pendapatan keluarga, status gizi dan tingkat stimulasi berhubungan nyata positif dengan tingkat perkembangan sedangkan lama sakit dan frekuensi sakit berhubungan nyata negatif dengan tingkat perkembangan. Faktor yang mempengaruhi status gizi adalah pengeluaran pangan dan frekuensi sakit. Faktor yang mempengaruhi perkembangan adalah frekuensi sakit dan status gizi .
JUDUL
Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR : Yulia Rimawati : A54101059
Menyetujui : Pembimbing I,
Pembimbing II,
dr. Yekti Hartati Effendi NIP. 140 092 953
Dr. Ir. Diah K. Pranadji, MS NIP. 131 476 543
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal lulus :
HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Yulia Rimawati A54101059
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 23 Juli 1983 dari pasangan M. Yasin dan Retno Harnani. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis menuntaskan Sekolah Dasar di SDN Lagoa 01 Jakarta pada tahun 1995. Sekolah Lanjutan Pertama diselesaikan di SMPN 84 Jakarta pada tahun 1998 dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMUN 52 Jakarta pada tahun 2001. Tahun 2001 penulis diterima di Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN. Selama masa kuliah, Penulis pernah aktif menjadi pengurus Forum Keluarga Musolah GMSK (FKMG) tahun 2001-2002, Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian sebagai staf pengurus bidang kelembagaan dan hubungan alumni tahun 2002-2003, Bina Desa (Bindes) sebagai staf pengurus untuk periode 2002-2003, sebagai koordinator bidang Gizi dan Kesahatan tahun 2003-2004, dan Badan Konsultasi Gizi (BKG) sebagai staf pengurus tahun 2003-2004. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Metode Penelitian dan Penyajian Ilmiah tahun 2005.
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. dr. Yekti Hartati Effendi dan Dr. Ir. Diah K.Pranadji, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan nasehat-nasehatnya. 2. Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pemandu seminar. 3. Ir.Dodik Briawan, MCN selaku dosen penguji. 4. Kepada kepala Puskesmas Merdeka dan staf khususnya Ibu Nanu Tri, Amd sebagai kepala bagian Pojok Gizi atas izin, semangat, pengalaman dan bantuan yang diberikan. 5. Genta Sari Luwina, Rizky Ellyana Putri dan Rizky Febriani Amelia selaku pembahas seminar. 6. Kepada Bapak, Ibu, Mba Yayuk dan Imam atas cinta, dorongan dan doa kepada penulis yang tiada hentinya. 7. Sahabat dan teman-teman GMSK’38 serta tim Radar 47 atas persahabatan, semangat dan kebersamaan selama empat tahun.
Oktober, 2005
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. viii PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 Latar Belakang .................................................................................. 1 Tujuan............................................................................................... 3 Hipotesis .......................................................................................... 4 Kegunaan .......................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5 Pertumbuhan ..................................................................................... 5 Status Gizi dan KEP .......................................................................... 5 Perkembangan................................................................................... 6 Kemampuan Perkembangan Balita .................................................... 8 Morbiditas......................................................................................... 10 Stimulasi ........................................................................................... 11 Sosial Ekonomi Keluarga .................................................................. 12 KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................... 14 METODE ..................................................................................................... 16 Desain, Tempat dan Waktu................................................................ 16 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ................................................... 16 Jenis dan Cara Pengumpulan Data..................................................... 18 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 18 Definisi Operasional.......................................................................... 22 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 24 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 24 Karakteristik Contoh ......................................................................... 28 Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ............................................. 28 Morbiditas Contoh............................................................................. 31 Jenis Stimulasi Contoh ...................................................................... 34
Tingkat Stimulasi Contoh .................................................................. 35 Jenis Kemampuan Perkembangan Contoh ......................................... 36 Tingkat Perkembangan Contoh.......................................................... 38 Analisis Hubungan Antar Variabel .................................................... 39 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 50 LAMPIRAN ................................................................................................. 54
DAFTAR TABEL Halaman 1
Tahapan perkembangan anak menurut kelompok umur........................7
2
Klasifikasi kelompok contoh berdasarkan status gizi ...........................18
3
Jenis dan cara pengumpulan data serta kategori peubah .......................20
4
Pemanfaatan lahan di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa .................................................................................................24
5
Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kalapa ...............................................................25
6
Karakteristik penduduk Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa.......................................................................................26
7
Sumber air minum yang digunakan penduduk di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa ............................................26
8
Daftar penyakit rawat jalan pasien umum Puskesmas Merdeka tahun 2003............................................................................................27
9
Sebaran karakteristik contoh.................................................................28
10
Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ..........................................28
11
Sebaran contoh berdasarkan pendidikan pengasuh................................29
12
Rata-rata pengeluaran keluarga............................................................30
13
Sebaran contoh berdasarkan garis kemiskinan ......................................31
14
Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit selama tiga bulan terakhir ..32
15
Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita selama tiga bulan terakhir .......................................................................................32
16
Sebaran contoh berdasarkan lama sakit selama tiga bulan terakhir ........33
17
Sebaran contoh berdasarkan frekuensi sakit selama tiga bulan terakhir .33
18
Sebaran contoh berdasarkan pertolongan pertama.................................34
19
Sebaran jenis stimulasi yang diberikan responden kepada contoh berdasarkan kelompok umur.................................................................35
20
Sebaran contoh berdasarkan tingkat stimulasi .......................................35
21
Sebaran jenis kemampuan perkembangan contoh berdasarkan kelompok umur ....................................................................................37
22
Sebaran tingkat perkembangan contoh...................................................39
23
Hubungan peubah bebas dengan status gizi contoh ................................40
24
Hubungan Peubah Bebas dengan Perkembangan Contoh .......................43
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Peta wilayah Kelurahan Ciwaringin ....................................................... 54
2
Peta wilayah Kelurahan Panaragan......................................................... 55
3
Peta wilayah Kelurahan Kebon Kelapa................................................... 56
4
Hasil uji beda T dua sampel independen................................................. 57
5
Hasil uji korelasi rank spearman............................................................. 58
6
Hasil analisis regresi .............................................................................. 59
7
Kartu kembang anak .............................................................................. 63
8
Kuesioner............................................................................................... 64
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan balita ...............................................................………15
2
Cara penarikan contoh................................................................ ……17
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa dapat dicerminkan dari tingkat kesejahteraan bangsa tersebut. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut diperlukan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index-HDI). Tiga faktor penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang erat kaitannya dengan status gizi masyarakat (Azwar 2004). Kelompok balita merupakan salah satu kelompok umur yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam upaya pengembangan SDM. Masa balita relatif pendek namun sarat dengan proses pertumbuhan dan perkembangan oleh karena itu masa balita menempati posisi penting dalam siklus kehidupan, termasuk kesehatan, intelektualitas, prestasi dan produktivitas dikemudian hari pada masa remaja dan dewasa. Kurang gizi pada masa ini akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan yang berdampak pada penurunan kualitas SDM (Utomo 1998). Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan melanda Indonesia turut mempengaruhi keadaan kesehatan dan gizi anak, terutama anak berusia di bawah lima tahun (balita). Hal ini dapat ditunjukkan dengan masih tingginya kejadian kasus Kurang Energi Protein (KEP) berat seperti kwasiorkor dan marasmus (Jus’at, et.al. 2000). Secara kasar WHO memperkirakan bahwa 100 juta anak balita menderita defisiensi gizi berat seperti kwasiorkor dan marasmus. Sedangkan anak-anak dengan defisiensi gizi dan gejala-gejala ringan diperkirakan meliputi jumlah yang lebih banyak lagi. Hasil Susenas tahun 2002 menunjukkan bahwa masalah gizi kurang pada balita di Indonesia sebesar 27, 3 % atau dengan kata lain dari 5,01 juta balita, 1,47 juta diantaranya menderita gizi buruk (Azwar 2004). Jika dilihat berdasarkan wilayah, pada tahun 2003 di daerah perkotaan terjadi peningkatan jumlah penderita gizi kurang dari 16,76 % menjadi 18,16 % (Badan Pusat Statistika [BPS] 2003b). Sementara itu,
berdasarkan Hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) tahun 2003 di kota Bogor, jumlah penderita gizi kurang dan buruk sebesar 10,4 % (Dinas Kesehatan [Dinkes] 2004a). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dinkes Kota Bogor pada tahun 2003, lima penyakit utama rawat jalan pada anak dengan usia 1 sampai 4 tahun adalah ISPA tidak spesifik (3,39 %), penyakit saluran nafas atas lainnya (1,09 %), influenza karena virus tidak spesifik (0,94 %), diare dan gas entroentritis (0,88 %) serta dermatitis lainnya (0,65 %). Selain itu, hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah anak yang menderita tuberkulosis (TBC) paru klinis sebesar 1,67 %, asma sebesar 0,82 % dan gangguan telinga lainnya sebesar 0,21 % (Dinkes 2004b). Parmaesih, et.al. (2000), mengemukakan bahwa status gizi sejak bayi hingga masa anak-anak sangat mempengaruhi kondisi organ-organ seperti otak, jantung dan tulang, dengan kondisi gizi yang baik organ-organ vital akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Sebaliknya gizi kurang akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem kekebalan. Anak yang mengalami kurang gizi akan mudah sakit dan jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan kematian pada anak. Selain berdampak pada status kesehatan anak, kurang gizi dapat mengganggu perkembangan anak. Menurut UNCEF (1998) diacu dalam Purwandani (2005) keadaan kurang gizi pada anak menyebabkan menurunnya perkembangan mental, kecerdasan, dan kemampuan interaksi anak dengan lingkungan dan pengasuhnya. Kekurangan gizi pada periode kritis, yaitu masa balita terutama pada masa bayi sampai umur dua tahun, lebih lanjut dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan mental dan kemampuan motorik anak. Gangguan perkembangan tersebut sulit diperbaiki pada periode selanjutnya, bahkan dapat mengakibatkan cacat yang permanen (Syarif 1997). Sebaliknya seorang anak yang berstatus gizi baik dan sehat akan merespon perubahan lingkungan lebih aktif dan selanjutnya mempercepat perkembangan mental anak (Husaini 1997, diacu dalam Anwar 2002). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Satoto (1989) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan anak dan perkembangan baik pada bulan yang sama maupun lintas bulan. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Anwar (2002), status gizi yang kurang menyebabkan anak merasa rendah diri, pemalu dan akhirnya mengalami kesulitan dalam kontak sosial dan akan mempengaruhi perkembangan mental, psikomotor dan perilaku anak. Menurut
Hurlock
(1994)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pola
perkembangan selain status gizi adalah rangsangan (stimulasi). Rangsangan (stimulasi) merupakan faktor yang dapat membantu anak untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal atau sesuai dengan yang diharapkan (Departemen Kesehatan [Depkes] 1997). Seorang anak yang diberikan stimulasi oleh orang tuanya dapat menunjang perkembangannya. Rangsangan perkembangan fisik dan mental yang telah berkembang sebelumnya dapat mempercepat pola perkembangan kesehatan, dorongan, dan kesempatan belajar yang lebih baik ditambah motivasi yang kuat dalam diri anak akan mempercepat perkembangan di semua bidang (Hurlock 1997 diacu dalam Anwar 2002).
Tujuan Tujuan Umum Mengetahui hubungan morbiditas dan stimulasi dengan tumbuh kembang anak balita berstatus gizi baik dan penderita KEP di Kota Bogor. Tujuan Khusus 1. Membandingkan karakteristik sosial ekonomi keluarga (sosek), morbiditas, stimulasi yang dilakukan pengasuh dan tingkat perkembangan balita berstatus gizi baik dan KEP. 2. Mengetahui hubungan karakteristik sosek dan morbiditas dengan status gizi. 3. Mengetahui hubungan karakteristik sosek, morbiditas, status gizi dan tingkat stimulasi dengan tingkat perkembangan contoh. 4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan tingkat perkembangan contoh. Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara karakteristik sosek dengan status gizi anak balita 2. Terdapat hubungan antara morbiditas dengan status gizi anak balita. 3. Terdapat hubungan antara karakteristik sosek dengan tingkat perkembangan anak balita.
4. Terdapat hubungan antara morbiditas dengan tingkat perkembangan anak balita. 5. Terdapat hubungan antara stimulasi dengan tingkat perkembangan anak balita. 6. Terdapat hubungan status gizi dengan tingkat perkembangan anak balita. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan bagi instansi-instansi yang terkait atau LSM yang bergerak di bidang kesehatan dan pengembangan SDM. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya penanggulangan KEP yang merupakan salah satu faktor penghambat tumbuh kembang balita. Bagi keluarga, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pentingnya peran serta anggota keluarga, khususnya ibu dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Pertumbuhan dan perkembangan anak dipandang sebagai suatu proses dinamik yang dimulai saat konsepsi dan berlanjut sampai dewasa. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik (As’ad 2000). Baliwati, Khomsan dan Dwiriani (2004) menyatakan bahwa masa balita merupakan masa periode emas yang sangat menentukan pertumbuhan seorang manusia baik dilihat dari sudut fisik, emosi dan intelektual serta budi pekerti. Sel-sel otak manusia yang telah tumbuh dan berkembang semasa janin akan mencapai hampir 100 persen berkembang sampai dengan usia 3 tahun. Menurut Alisjahbana (1985) balita merupakan golongan yang rawan untuk mengalami masalah gizi. Pada masa ini, kebutuhan gizi anak per satuan berat badan lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa, karena disamping untuk pemeliharaan juga diperlukan untuk pertumbuhan. Status Gizi dan Kurang Energi Protein (KEP) Menurut Beaton dan Bengoa (1976) KEP dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi yang muncul sebagai akibat kekurangan protein dan energi. Pada umumnya KEP berhubungan dengan infeksi. KEP lebih sering terjadi pada balita, tetapi tidak menutup kemungkinan orang dewasa, khususnya ibu menyusui juga dapat menderita KEP. KEP merupakan suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor, terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi dan protein serta karena infeksi yang berdampak pada penurunan status gizi anak dari bergizi baik atau normal menjadi bergizi kurang atau buruk. Kedua penyebab ini saling berpengaruh dan merupakan penyebab langsung terjadinya KEP (Soekirman 2000). Tanda-tanda klinis KEP adalah badan menjadi kurus, jaringan lemak mulai terasa lunak dan otot-otot tidak kencang dan ini biasanya tampak bila paha bagian dalam diraba. Penyusutan otot mudah terlihat pada bagian lengan atas serta bahu bagian atas dan belakang. Biasanya KEP disertai dengan keadaan perut yang
membesar (buncit). Bayi menjadi kurang responsif dan mengarah kepada apatis, serta perkembangan kepandaian lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang normal (Muchtadi 2002). Selain itu, manisfestasi KEP dapat dilihat berdasarkan hasil laboratorium. Secara laboratorium, perubahan fisiologis tubuh yang sering ditemui pada anak yang menderita KEP yaitu : (1) penurunan konsentrasi albumin dalam serum, (2) penurunan kadar asam amino esensial dalam plasma dan bisa juga terjadi peningkatan asam
aminoasiduria,
(3)
penurunan
kadar
amilase,
esterase,
kolinsterase,
transaminase, lipase dan alkali fosfatase, serta (4) terjadi penurunan kegiatan enzim dari pankreas dan xantin oksidase tetapi akan kembali normal segara setelah pengobatan dilakukan (Behrman & Vaughan 1988). KEP dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan antropometri umumnya meliputi pengukuran tinggi badan (TB), berat badan (BB), lingkar lengan atas (LILA) dan atau lingkar kepala (Riyadi 2001). Di Indonesia, secara nasional posyandu dan instansi kesehatan menggunakan berat badan menurut umur (BB/U) sebagai indikator status gizi anak berdasarkan referensi NCHS-WHO, karena indikator ini dapat dengan mudah dan cepat dimengerti masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek dan dapat mendeteksi kegemukan (Soekirman 2000). Perkembangan Perkembangan dapat diartikan sebagai deretan progresif yang teratur dan korehen. Dikatakan progresif karena perkembangan merupakan suatu proses yang terarah, membimbing untuk maju dan bukan mundur. Teratur dan koheren menunjukkan bahwa adanya hubungan yang nyata perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau yang akan mengikuti (Hurlock 1994). Menurut Soetjiningsih (1998) diacu dalam As’ad (2002) perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Pada masa balita, pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu sebenarnya pertumbuhan dan perkembangan
tidak
dapat
dipisahkan
dalam
hal
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya (As’ad 2002). Banyak hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama merupakan saat yang kritis bagi perkembangan anak. Tahun-tahun prasekolah, sekitar usia 2 sampai 5 tahun, merupakan periode yang paling penting dari seluruh tahapan perkembangan. Pada periode tersebut mulai diletakkan dasar struktur perilaku yang kompleks yang dibangun sepanjang kehidupan anak (Hurlock 1994). Setiap periode hidup manusia memiliki tugas perkembangan yang berbedabeda. Begitupun pada periode anak-anak. Setiap peningkatan usia anak dihadapkan pada tugas perkembangan yang lebih khusus dari sebelumnya dan kecepatan atau laju pencapaian tugas perkembangan tertentu berbeda untuk setiap anak. Untuk tahapan perkembangan anak tiap kelompok usia anak dapat dilihat pada Tabel 1 (Soetjiningsih & Ekawati 1996). Tabel 1. Tahapan perkembangan anak menurut kelompok umur Umur (tahun)
Perkembangan Gerakan kasar
0-1
1-2
Tengkurap
Berjalan
kepala diangkat
(15 bulan)
(4 bulan)
2-3
3-4
4-5
Melempar
Berdiri satu kaki
Berjalan mundur
bola
dalam dua
(54 bulan)
(30 bulan)
hitungan (42 bulan)
Gerakan halus
Menjimpit
Menyusun ke
Menyusun ke
Menggambar
Menggambar
(10 bulan)
atas 4 kubus
atas 6 kubus
lingkaran
orang tiga
(42 bulan)
bagian
(23 bulan)
(48 bulan) Bahasa
Sosialisasi
Menoleh ke
Mengucap 4-
Menyebut
Mengenal warna
Bercerita
sumber suara (5
6 kata
nama sendiri
(42 bulan)
sederhana
bulan)
(18 bulan)
(24 bulan)
Tersenyum
Minum dari
Bermain
Berpakaian
Mengancing
spontan
gelas
dengan anak
tanpa dibantu
baju sendiri (54
(1,5 bulan)
(15 bulan)
lain
(36 bulan)
bulan)
(54 bulan)
(30 bulan) Sumber : Soetjiningsih dan Ekawati (1996)
Hurlock (1994) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penguasaan tugas perkembangan dan faktor ini dapat bersifat mendukung ataupun menghambat. Beberapa faktor yang mendukung yaitu : (1)
perkembangan fisik yang dipercepat, (2) asupan gizi yang mencukupi, (3) lingkungan yang merangsang anak untuk mengembangakan dirinya, (4) bimbingan belajar dari orang tua dan guru, (5) motivasi yang kuat untuk belajar dan (6) kreativitas yang disertai dengan kemauan untuk berbeda. Sebaliknya faktor yang dapat menghambat adalah (1) keterlambatan dalam tingkat perkembangan, (2) kesehatan yang buruk akibat gizi yang kurang, (3) cacat tubuh yang menggangu, (4) tidak adanya bimbingan dalam belajar, (5) tidak adanya motivasi untuk belajar dan (6) rasa takut untuk berbeda. Kemampuan Perkembangan Balita Untuk dapat mengukur perkembangan, Bina Keluarga Balita (BKB)-Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggunakan beberapa aspek kemampuan perkembangan yaitu gerakan (motorik) kasar, gerakan (motorik) halus, komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial (BKKBN 1995). Kemampuan gerakan motorik kasar dan halus Gerakan kasar adalah gerakan yang dilakukan dengan melibatkan sebagian besar otot tubuh dan biasanya memerlukan tenaga seperti merangkak, berjalan, berlari, melompat, naik turun tangga. Gerakan ini harus dilatih agar dikemudian hari anak terampil melakukan berbagai gerakan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (BKKBN 1995). Sedangkan gerakan motorik halus adalah gerakan yang dilakukan oleh bagianbagian tubuh tertentu saja dan hanya melibatkan sebagian kecil otot tubuh. Gerakan halus tidak begitu memerlukan tenaga tetapi perlu koordinasi mata dan anggota badan (tangan dan kaki). Mengenggam, memasukkan benda ke dalam lubang, meniru membuat garis, menggambar, melipat dan menggunting merupakan beberapa contoh dari gerakan ini. Sama halnya dengan gerakan motorik kasar, gerakan ini harus dilatih agar kelak anak terampil dam cermat menggunakan jari jemari dalam kehidupan sehari-hari khususnya untuk mengerjakan tugas sekolah (menulis, menggambar) (BKKBN 1995). Menurut Hurlock (1994) perkembangan motorik secara umum bergantung pada kematangan otot dan saraf. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan ini antara lain sifat dasar genetik, kondisi pralahir, kecukupan zat gizi, tingkat kecerdasan anak (IQ) dan stimulasi. Kemampuan komunikasi pasif dan komunikasi aktif Komunikasi pasif merupakan kesanggupan untuk mengerti isyarat dan pembicaraan orang lain. Beberapa contoh dari kemampuan ini adalah menengok ke arah sumber suara, senang mendengarkan cerita, mengerti dan dapat melaksanakan perintah dari yang sederhana hingga yang lebih sukar (BKKBN 1995). Sedangkan komunikasi aktif adalah kemampuan menyatakan perasaan, keinginan dan pikiran baik melalui tangisan, gerakan tubuh ataupun isyarat maupun kata-kata. Beberapa bentuk dari kemampuan ini seperti mengucapkan kata-kata yang mempunyai arti, menyusun kalimat, bertanya (BKKBN 1995). Menurut Behrman dan Vaughan (1988) terdapat beberapa faktor yang dapat menunjang kemampuan berbicara pada anak yaitu : (1) anak harus memiliki pendengaran yang utuh semenjak kelahirannya, (2) anak harus memiliki susunan saraf yang utuh, (3) anak harus memiliki struktur fisik serta pengendalian fisiologik memungkinkan terjadinya kegiatan-kegiatan motorik yang cepat, terintegrasi dan rumit yang diperlukan untuk melahirkan pembicaraan yang dapat dimengerti dan dipahami, (4) adanya stimulasi atau dorongan dari lingkungan. Dorongan kemampuan berbicara yang diberikan pada anak dapat menunjang keberhasilan mereka ketika memasuki usia untuk sekolah. Kemampuan kecerdasan Cerdas erat kaitannya dengan kemampuan berpikir. Cerdas artinya cepat tanggap, cepat paham, mampu dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, menyelesaikan masalah sesuai dengan usianya dan diharapkan mempunyai banyak gagasan (BKKBN 1995). Lanjut BKKBN (1995) contoh dari kemampuan ini diantaranya adalah membedakan anggota keluarga dan orang lain, mampu menyusun menara gelang, mengenal dan memasangkan gambar-gambar yang telah dikenal. Seperti kemampuan perkembangan lainnya, kemampuan perkembangan ini harus dilatih. Hurlock (1994) mengemukakan bahwa bila kekurangan gizi terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan anak, hal itu akan mempengaruhi sel-sel otak, sehingga kemampuan anak untuk menagkap hal-hal yang membutuhkan kecerdasan
menjadi kurang berkembang. Apabila kekurangan gizi terjadi pada usia-usia selanjutnya, maka kemampuan anak untuk belajar akan terganggu. Kemampuan menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial Menurut BKKBN (1995) menolong diri sendiri adalah kemampuan dan keterampilan seorang anak untuk dapat melakukan sendiri kegiatan-kegiatan seharihari , agar secara tahap tidak bergantung tidak terlalu bergantung pada orang lain, misalnya menyuapkan makanan ke mulut, minum dari cangkir, membuka baju, mencuci tangan. Tingkah laku sosial merupakan kemampuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan anggota keluarga maupun dengan orang lain. Tersenyum secara spontan kepada orang lain, bermain dengan anak-anak lain merupakan beberapa contoh bentuk kemampuan ini (BKKBN 1995). Morbiditas Menurut Alisjahbana (1985) balita merupakan golongan yang rawan untuk terkena infeksi karena segera setelah anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia akan mengikuti pergerakan disekitarnya, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya penularan penyakit. Apabila kekebalan tubuhnya tidak cukup, antara lain karena tidak mendapatkan imunisasi yang dibutuhkan, dia akan mudah jatuh sakit. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali, lebih-lebih dalam jangka pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang. Sebagian besar penyakit infeksi saling berhubungan erat dengan gangguan gizi. Penyakit infeksi menurunkan nafsu makan, sehingga konsumsi makanan anak menurun, padahal kebutuhan anak akan zat gizi sewaktu sakit justru meningkat. Disamping itu, infeksi mengganggu metabolisme, membuat ketidakseimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas (Mata 1985, diacu dalam Utomo 1998). Anak dengan gizi buruk terutama mengalami kemunduran respon imun selulernya sehingga mudah mendapat infeksi bakteri, virus dan kuman lainnya dengan disertai gejala limfopeni dan menurunnya hipersensitivitas tipe lambat terhadap beberapa antigen. Juga dapat mengalami penurunan fungsi fagositosis dari sel-sel netrofil dan makrofag walaupun jumlahnya normal (Subowo 1993 diacu dalam
As’ad 2002). Infeksi kuman dan infestasi parasit lazim ditemukan pada anak yang menderita KEP demikian juga hilangnya nafsu makan, muntah-muntah serta diare yang berkepanjangan (Behrman & Vaughan 1988). Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta gangguan keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna, diserap usus dan hilang larut begitu saja bersama tinja (Bwibo 1990 diacu dalam Utomo 1998). Stimulasi Pada masa balita terutama pada masa kritis perkembangan selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti gizi, perkembangan juga dipengaruhi oleh stimulasi atau rangsangan. Stimulasi diperlukan agar potensi anak, yang secara alami memang sudah ada di dalam dirinya dapat lebih berkembang (As’ad 2002). Stimulasi adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar anak. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang diandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi (Soetjiningsih 1995). Hurlock (1994) mengemukakan bahwa lingkungan yang merangsang merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan anak. Lingkungan yang merangsang mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan lingkungan yang tidak merangsang menyebabkan perkembangan anak di bawah kemampuannya. Pemberian stimulasi pada anak usia dini akan lebih efektif apabila memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Pada awal perkembangan kognitif, anak berbeda dalam tahap sensori motorik. Pada tahap ini keadaan kognitif anak akan memperlihatkan aktifitas-aktifitas motorik, yang merupakan hasil dari stimulasi sensorik (Anwar 2002). Kegiatan
stimulasi
meliputi
berbagai
kegiatan
untuk
merangsang
perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta bergaul. Kegiatan stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua atau keluarga setiap ada kesempatan atau sehari-hari (Depkes 1997).
Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Pada keluarga yang miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Anak-anak yang sedang tumbuh dari suatu keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang diantara semua keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi semacam ini sering terjadi sebab seandainya besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang. Selain itu, adanya pengaruh budaya yang menyebabkan prioritas pemberian pangan dalam keluarga dan seringkali prioritas ini bukan pada anak, turut mendukung terjadinya gizi kurang pada anak (Suhardjo 1989b). Pendidikan Pengasuh Menurut Mosley dan Chen (1984) diacu dalam Satoto (1990), pendidikan ibu merupakan determinan kuat terhadap kelangsungan hidup anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin baik pertumbuhan anaknya (Graham 1972, Baragi, 1980 diacu dalam Satoto 1990). Schultz (1984) diacu dalam Satoto (1990) menyatakan bahwa ada beberapa efek dari tingkat pendidikan ayah dan ibu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu peningkatan sumberdaya keluarga, peningkatan nilai dan pendapatan keluarga dan peningkatan alokasi untuk pemeliharaan anak, peningkatan produktivitas dan efektifitas pemeliharaan kesehatan dan peningkatan preferensi kehidupan keluarga. Pendapatan dan Pengeluaran Pangan Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan. Pendapatan yang meningkat sangat mendukung perbaikan kesehatan dan gizi anggota keluarga sebaliknya pendapatan yang rendah tidak memungkinkan untuk mengatasi peningkatan kesehatan dan gizi anggota keluarga. Hal ini berkaitan dengan lemahnya daya beli mereka dalam penyediaan pangan yang sehat dan bergizi (Berg 1986). Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang semakin mengecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat. Terkait dengan hukum Engel adalah penerapan
hukum Bennet yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya (Soekirman 2000).
KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu masalah gizi yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah Kurang Energi Protein (KEP) khususnya yang terjadi pada anak usia bawah lima tahun (balita). Kekurangan gizi pada masa anak-anak dapat berdampak terhadap tumbuh kembang anak. Apabila hal ini terjadi dalam waktu yang cukup lama maka akan berdampak terhadap kualitas SDM bangsa Indonesia di masa yang akan datang. KEP pada anak merupakan suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor, terutama konsumsi yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi dan protein (Soekirman 2000). Hurlock (1994) mengemukakan bahwa kurangnya
asupan
gizi
pada
anak
akan
berdampak
pada
kemampuan
perkembangannya. Anak yang mengalami KEP cenderung mengalami keterlambatan dalam perkembangannya. Anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif dan tidak mampu berkonsentrasi. Faktor lain yang merupakan penyebab langsung terjadinya KEP pada balita adalah infeksi. Gangguan gizi pada anak baik tingkat berat maupun tingkat sedang dapat meningkatkan resiko infeksi dan kematian. Anak yang mengalami gangguan gizi memiliki kekebalan tubuh yang rendah sehingga anak mudah terinfeksi. Sebaliknya infeksi pada anak juga dapat berdampak pada penurunan status gizi anak. Semua akibat infeksi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak tersebut. Anak menjadi kurus, kuntet, lesu, kempot bahkan kematian. Kejadian sakit pada anak juga dapat
menyebabkan
berkurangnya
aktivitas
anak
dalam
mengamati
dan
mengeksplorasi sebagai bagian dari perkembangan perilakunya. Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, anak tidak saja memerlukan kebutuhan fisik seperti gizi yang baik, perawatan kesehatan dasar dan sebagainya, tetapi juga memerlukan kebutuhan akan stimulasi. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi. Lingkungan yang merangsang anak untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki, akan membantu anak tersebut ketika mulai bersekolah (Soetjiningsih 1995). Kurang diberdayakannya sumberdaya manusia, terutama sumberdaya perempuan akibat kurangnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga
untuk dapat memecahkan masalah gizi keluarga dan masyarakat juga merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya KEP. Ketidakberdayaan keluarga tersebut bersumber pada permasalahan sosial ekonomi keluarga yang meliputi besar keluarga, pendapatan dan pengeluaran keluarga.
Pengetahuan gizi
Pola asuh makan
Karakteristik sosek keluarga : 1. Besar keluarga 2. Pendidikan pengasuh 3. Pendapatan
Konsumsi pangan balita
Pertumbuhan balita (status gizi)
Morbiditas anak balita
Perkembangan balita
Stimulasi
Keterangan : : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti Gambar 1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan balita
METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan membandingkan dua kelompok yang memiliki ciri yang berbeda dalam hal status gizinya. Penelitian ini dilakukan di 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa, Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas Merdeka. Pemilihan wilayah contoh dilakukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2004 untuk Kotamadya Bogor, UPTD Puskesmas Merdeka merupakan puskesmas berprestasi atas dasar jumlah jenis pelayanan yang berjalan, pencapaian target program yang dilaksanankan dan administrasi yang baik dengan perencanaan program yang baik (Perencanaan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) 2005). Hasil BPB tahun 2003 jumlah anak balita yang menderita KEP di wilayah ini sebesar 9,1 % (Dinkes 2004a). Penelitian ini dilakukan selama dua bulan dari bulan Maret sampai April 2005. Kegiatan yang dilakukan berupa pengambilan data primer dan sekunder. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah balita berstatus gizi baik dan balita yang menderita KEP yang berusia 12-48 bulan dan responden dalam penelitian ini adalah pengasuh contoh (ibu atau nenek). Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Puskesmas Merdeka, jumlah balita yang menderita KEP sebanyak 52 orang yang terdiri atas balita yang berstatus gizi buruk dan berstatus gizi kurang. Jumlah balita yang berstatus gizi buruk sebanyak 13 orang, kemudian terpilih 8 orang yang beralamat lengkap dan bersedia diwawancara menjadi contoh penelitian. Jumlah balita berstatus gizi kurang sebanyak 39 orang kemudian diacak (random sampling) sehingga diperoleh 24 orang dan semuanya bersedia menjadi contoh. Dengan demikian jumlah balita KEP terpilih yang menjadi contoh sebanyak 32 orang (8 orang balita berstatus gizi buruk dan 24 orang balita berstatus gizi kurang) (Gambar 2). Menurut Mantra dan Kusro (1989), dalam melakukan analisa data untuk membandingkan antar kelompok seperti t-test dan untuk mengetahui hubungan (korelasi) maka jumlah contoh yang diambil telah memenuhi syarat minimal untuk dapat dianalisis secara statistik.
Contoh pembanding adalah balita berstatus gizi baik berjumlah 32 orang. Pemilihan contoh pembanding dilakukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa usia anak balita harus sama atau setidaknya mendekati usia contoh anak balita penderita KEP. Contoh anak balita pembanding diperoleh dari 14 posyandu di wilayah desa terpilih lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses pengambilan data (Gambar 2). Puskemas Merdeka (Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa)
Posyandu (n = 14)
Balita gizi baik n = 32 (pembanding balita penderita KEP)
Balita Penderita KEP (n = 52)
Balita gizi kurang n = 39
Balita gizi buruk n = 13
24 orang
Kelompok umur : 12-24 bulan : 13 orang 25-36 bulan : 11 orang 37-48 bulan : 8 orang
Kelompok umur : 12-24 bulan : 8 orang 25-36 bulan : 9 orang 37-48 bulan : 7 orang
8 orang
Kelompok umur : 12-24 bulan : 6 orang 25-36 bulan : 2 orang 37-48 bulan : 0 orang
Gambar 2 Cara penarikan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik contoh, karakteristik sosek, morbiditas, stimulasi dan tingkat perkembangan contoh. Karakteristik contoh meliputi jenis kelamin dan urutan kelahiran contoh. Karakteristik sosek meliputi besar keluarga, pendidikan pengasuh dan pendapatan
keluarga yang dihitung dari total pengeluaran pangan dan non pangan keluarga. Morbiditas yang diukur meliputi kejadian sakit, jenis penyakit, frekuensi sakit dan lama sakit. Stimulasi dan perkembangan contoh diukur dengan metode yang dikembangkan dari Kartu Kembang Anak (KKA) yang diterbitkan oleh BKBBKKBN. Data-data ini diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner (Tabel 3). Data sekunder meliputi data anak balita sehat yang diperoleh dari posyandu di lokasi penelitian, balita penderita KEP yang diperoleh dari UPTD Puskesmas Merdeka. Penilaian status gizi didasarkan atas nilai z-score dengan indeks BB/U dan dibandingkan dengan baku rujukan WHO-NCHS. Kemudian data status gizi balita dikategorikan atas balita KEP dan balita berstatus gizi baik dengan kriteria sebagai berikut : Tabel 2. Klasifikasi kelompok contoh berdasarkan status gizi Kelompok Contoh Status Gizi Z-Score BB/U (WHO-NCHS) Buruk z-score < -3 SD KEP Kurang -3 SD ≤ z-score < -2 SD Baik Baik -2 SD ≤ z-score < +2 SD Data sekunder lain yang dikumpulkan meliputi profil puskesmas yang diperoleh dari UPTD Puskesmas Merdeka dan profil wilayah penelitian yang diperoleh dari kantor kelurahan lokasi penelitian (Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa) (Tabel 3). Pengolahan dan Analisis Data Karakteristik contoh (jenis kelamin dan urutan kelahiran) dan karakteristik sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendidikan pengasuh dan pendapatan keluarga) dianalisis secara deskriptif. Morbiditas contoh diukur dari kejadian sakit selama 3 bulan terakhir, yang meliputi jenis penyakit, lama sakit dan frekuensi sakit serta pertolongan pertama. Namun yang digunakan dalam uji statistik hanya variabel lama sakit dan frekuensi sakit karena dengan asumsi bahwa lama sakit dan frekuensi sakit merupakan indikator yang dapat menggambarkan keadaan kesehatan anak. Jenis penyakit dikelompokkan atas diare, ISPA, infeksi telinga, asma, TBC, alergi kulit dan lainnya. Lama sakit dikategorikan atas ≤ 10 hari dan > 10 hari. Frekuensi sakit dikategorikan atas ≤ 2 kali dan > 2 kali. Pengelompokkan data pertolongan pertama
didasarkan atas tindakan yang diambil responden ketika contoh sakit meliputi dokter praktek, puskesmas, pertolongan sendiri dan dukun. Stimulasi diukur dengan mengunakan metode yang dikembangkan dari Kartu Kembang Anak (KKA) yang diterbitkan oleh BKB-BKKBN. Jenis stimulasi yang diukur merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pengasuh utama untuk merangsang perkembangan anak yang meliputi tujuh jenis latihan yaitu (1) gerakan kasar, (2) gerakan halus, (3) komunikasi aktif, (4) komunikasi pasif, (5) kecerdasan, (6) menolong diri sendiri dan (7) tingkah laku sosial. Pengukuran stimulasi dibagi atas kelompok umur 12-24 bulan dan 25 sampai 36 bulan dan kelompok umur 37 sampai 48 bulan. Untuk kelompok umur 12-24 bulan dan 25-36 bulan dibagi lagi per 3 bulan dengan pertanyaan mengenai tiga dari tujuh jenis stimulasi. Untuk kelompok umur 37-48 bulan juga dibagi menjadi per 3 bulan hanya dengan satu pertanyan mengenai satu dari tujuh jenis stimulasi. Pertanyaan yang ditanyakan ke responden disesuaikan dengan golongan umur contoh dalam bulan untuk setiap kelompok umur. Berdasarkan hasil pengukuran, data stimulasi untuk masing-masing pertanyaan diberi skor 0 apabila menjawab tidak dan diberi skor 1 apabila menjawab ya. Penilaian tingkat stimulasi yaitu dengan menjumlahkan skor dari setiap kelompok umur dan dikategorikan atas tingkat stimulasi rendah (jika total skor 0-1), sedang (jika total skor 2) dan tinggi (jika total skor 3) (Lampiran 8). Pengukuran
perkembangan
anak
balita
menggunakan
KKA
yang
dikembangkan oleh BKB-BKKBN. Perkembangan diukur dengan tujuh kemampuan perkembangan yaitu (1) gerakan kasar, (2) gerakan halus, (3) komunikasi pasif, (4) komunikasi aktif, (5) kecerdasan, (6) menolong diri sendiri dan (7) tingkah laku sosial. Pengukuran perkembangan dilakukan dengan membagi kelompok umur 12-24 bulan dan 25 sampai 36 bulan dan kelompok umur 37 sampai 48 bulan. Bagi kelompok umur 12-24 bulan dan 25-36 bulan dibagi lagi per 3 bulan dan diukur dengan menggunakan pertanyaan mengenai tiga dari
tujuh jenis kemampuan
perkembangan. Untuk kelompok umur 37-48 bulan juga dibagi lagi atas 3 bulan dan diukur dengan salah satu pertanyaan dari tujuh jenis kemampuan perkembangan. Pertanyaan yang ditanyakan ke responden disesuaikan dengan golongan umur contoh dalam bulan untuk setiap kelompok umur (Lampiran 8). Data perkembangan yang telah diperoleh dirujuk menurut baku KKA yang diterbitkan oleh BKB-BKKBN.
Tingkat perkembangan dikategorikan atas tingkat perkembangan kurang (jika di bawah garis merah), sedang (jika berada di area yang berwarna kuning) dan baik (jika berada di area yang berwarna hijau) (Lampiran 7). Data yang sudah diolah dianalisis secara deskriptif dan inferensia menggunakan komputer program SPSS 10.0 for windows. Analisis dilakukan berdasarkan kelompok anak balita berstatus gizi baik dan yang menderita KEP. Untuk menguji perbedaan nilai rata-rata variabel penelitian dilakukan uji beda t sedangkan untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan uji korelasi Rank Spearman dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi dan tingkat perkembangan dilakukan uji regresi linier berganda dengan metode backward. Tabel 3. Jenis dan cara pengumpulan data serta kategori peubah
Jenis Data Data Primer Karakteristik contoh Jenis kelamin Urutan kelahiran
Sumber
Cara Pengumpulan
Pengasuh contoh
Wawancara dengan menggunakan kuesioner
Karakteristik Sosek Besar keluarga Pendidikan pengasuh Pengasuh contoh Pendapatan keluarga (per kapita per bulan)
Wawancara dengan menggunakan kuesioner
Kategori Peubah
Laki-laki Perempuan 1-2 3-4 5-6 BKKBN (1997) : Kecil (≤ 4 orang) Besar (> 4 orang) Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Median contoh : ≤ Rp 230.805,00 > Rp 230.805,00
Tabel 3. (Lanjutan)
Jenis Data Karakteristik sosek Pengeluaran pangan per kapita per bulan Pengeluaran non pangan per kapita per bulan Garis kemiskinan (bedasarkan pengeluaran keluarga)
Sumber
Cara Pengumpulan
Pengasuh contoh
Wawancara dengan menggunakan kuesioner
Morbiditas anak balita Kejadian sakit Jenis penyakit Lama sakit
Pengasuh contoh
Frekuensi sakit
Wawancara dengan menggunakan kuesioner
Pertolongan pertama Wawancara Tingkat Stimulasi
Kategori Peubah
Pengasuh contoh
Wawancara dengan menggunakan kuesioner
BPS (2003a) : Bawah garis kemiskinan (