93
HUBUNGAN LINGKUNGAN SEKOLAH DALAM PEMBELAJARAN PPKN DENGAN KENAKALAN REMAJA DI SEKOLAH Tasman Malusa Kepala Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap yang kritis: karena merupakan tahap transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini, gejolak darah mudanya sedang bangkit. Keinginan untuk mencari jati diri dan mendapatkan pengakuan dari keluarga dan lingkungan sedang tingi-tingginya. Kadang untuk mendapatkan dari lingkungannya, remaja melakukan hal-hal yang di luar etika dan aturan. Membicarakan masalah remaja tidak pernah selesai dan tuntas, remaja dipandang sebagai sumber penyebab dan menjadi “Kambing Hitam” belaka. Sehingga kalau remaja menggugat, tidak ada pihak yang bertanggung jawab, semua pihak saling menyalahkan, saling menuduh, yang akhirnya masalah tersebut tidak diketemukan jalan keluarnya dan selalu berputar dan tidak pernah tuntas. Oleh karena itu untuk menghindari masalah tersebut nampaknya perlu dikaji tentang keadaan jiwa remaja, secara lebih mendalam tentang sifat, karakter, perkembangan biologisnya, psikologisnya dan pengetahuan agama serta lingkungan keluarga dan lingkungan di luar rumah, yang menyertai perilaku remaja itu sendiri. Sejarah telah mencatat, betapa negeri tercinta ini telah disusun diatas jerih payah dan bahkan jiwa beberapa remaja tempo dulu. Dalam kenyataan sekarang banyak remaja yang berpartisipasi dalam derap roda pembangunan. Tidak heranlah jika perencanaan dalam pembangunan Indonesia meletakkan titik beratnya pada peningakatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.Karakteristik manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, rasa tanggung jawab dan kemasyarakatan dan kebangsaan. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka pembinaan “Remaja / Generasi Muda“ menjadi semakin penting bukan saja karena merupakan bagian dari masyarakat, akan tetapi karena pembangunan nasional tanpa kreativitas generasi muda akan kehilangan kekuatan pendorong dan kehilangan arah kontinuitas. Generasi muda yang terpisahkan dari persoalanpersoalan masyarakat dan tidak punya gairah untuk belajar dan menggali ilmu serta keterampilan, maka disamping akan menyulitkan dan melahirkan pemimpin-pemimpin masa yang akan datang yang dapat memimpin bangsanya sendiri juga menyulitkan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mencapai kemajuan yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Untuk itu, dilihat dari aspek regenerasi maka masalah penataan kehidupan pemuda menjadi lebih penting sebab sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa Indonesia, pemuda harus diarahkan dan dipersiapkan sedemikian rupa sehingga bener-benar merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara, jaminan bagi kelestarian Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta kesinambungan pembangunan nasional. Walaupun demikian, bukan berarti generasi muda yang semuanya adalah remaja tidaklah mempunyai masalah. Masa muda adalah suatu fase dalam siklus kehidupan manusia dan masa remaja adalah suatu masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Para remaja dalam masa transisi inilah, terjadi adanya perubahan-perubahan jasmani, kepribadian, intelektual dan perannya di dalam dan diluar lingkungan yang mau tidak mau akan memegang
94
peranan penting dan paling berpengaruh terhadap kehidupan psikis remaja dalam upaya mencari identitas dirinya. Dengan adanya perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh remaja dan kadang kala menimbulkan keresahan sosial seperti pelanggaran hak terhadap orang lain berupa pencurian, penggelapan, penipuan, penganiayaan, pertengkaran, perkelahian dan lain sebagianya yang mengakibatkan keharmonisan kehidupan masyarakat terganggu, adalah bagian dari suatu rangkaian manifestasi perubahan-perubahan yang dialami remaja dalam rangka pembentukan identitas dirinya. Ditinjau secara yuridis formal ternyata perbuatan remaja tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku. Perilaku yang melawan norma sosial dan bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku biasanya disebut juga kenakalan remaja. Melihat kenyataan diatas, nampaknya hal tersebut bukanlah tugas dan tanggung jawab suatu instansi / institusi atau pihak tertentu saja, melainkan menjadi tugas dan tanggung jawab bersama berbagai pihak dan instansi / institusi terkait, seperti guru, orang tua, pelajar dan masyarakat sendiri untuk ikut serta terlibat dan bertanggung jawab didalamnya guna memecahkn dan mengatasi permasalahan perilaku kenakalan remaja, agar kemudian hari remaja dapat berperan sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. Sejalan dengan pernyataan diatas, sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan mempunyai peran adil di dalam membina generasi penerus muda melalui aspek pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Karenanya sekolah merupakan salah satu tempat untuk mempersiapkan remaja/generasi muda menjadi manusia yang dewasa dan berbudaya. Upaya untuk memberikan imbas pembaharuan dan penyempurnaan kehidupan masyarakat/budaya sekitarnya itu, tentunya dilakukan dan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan sekolah, siswa dan guru, baik yang bersifat kurikuler maupun yang sifatnya kokurikuler dan ektra kurikuler. Terhadap anak-anak remaja atau siswa yang mengalami perilaku yang salah, seperti halnya kenakalan remaja atau yang membutuhkan penyaluran, dapat diikut sertakan dalam kegiatan ekstra kurikuler, bakti sosial dll. Sebab dengan diikut sertakannya mereka ke dalam bakti sosial merupakan media yang sangat berharga bagi pembentukan pribadi, sosial, akhlak dan keterampilan-keterampilan tertentu. II. LANDASAN TEORI 1. Pengertian Lingkungan Sekolah Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, maka lingkungan yang setiap hari dimasuki selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk dibangku SMP umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari disekolahnya. Ini berarti hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah. Tidak diherankan kalau pengaruh sekolah terhadap remaja cukup besar. Pengaruh sekolah itu tentunya diharapkan positif terhadap perkembangan jiwa remaja. Karena sekolah adalah lembaga pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan di sekolah tentunya diajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat disamping mengajarkan keterampilan dan kepandaian para siswanya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan, maka tentunya terjadi interaksi antar guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar. Di sekolah kita senantiasa diasuh dan dibenarkan untuk memperoleh peningkatan ilmu pengetahuan, perilaku, dan keterampilan. Dengan kata lain, melalui sekolah kita banyak memperoleh pengalaman dan kepandaian. Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila kita mempunyai kewajiban moral untuk senantiasa menjunjung tinggi nama baik sekolah, menghormati sekolah, serta menjaga dan melindungi sekolah dari berbagai unsur yang dapat mengganggu sekolah. Kemanunggalan seluruh warga sekolah benar-benar diperlukan dan dijalin sebaik mungkin untuk menghadapi segala kemungkinan yang dapat meunjukkan loyalitas (pengabdian) yang tinggi terhadap sekolahnya. Pada sisi lain pelaksanaan kegiatan belajar mengajar terus semakin ditingkatkan. Setiap bentuk yang dilakukan baik bersifat kurikuler maupun yang bersifat ekstrakurikuler hendaknya dapat dilaksanakan lebih terarah serta konstruktif bagi perkembangan peserta didik.
95
Demikian pula halnya dalam rangka pembinaan OSIS sebagai satu-satunya wadah organisasi siswa, hendaknya tidak dijadikan “ajang” persaingan individu atau kelompok secara tidak sehat, tetapi harus dapat diarahkan bagi usaha peningkatan kretifitas kepemimpinan, berorganisasi atau usaha-usaha pendidikan lainnya. Kepala sekolah bersama-sama guru pembina berkewajiban memberikan bimbingan secara terus menerus dalam melaksanakan prinsip 5 K ( Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, Keindahan dan Kekeluargaan ) Di sekolah. Para siswa hendaknya juga menyadari juga bahwa dalam setiap penyelenggaraan suatu kegiatan, ada tata cara atauran mainnya. Semuanya itu perlu dipelajari, dimengerti, dan dipatuhi sesuai dengan ketentuan. Apabila hal demikian dapat diwujudkan, maka diharapkan usaha bersama warga sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang kita cita-citakan menjadi kenyataan. 2. Bentuk lingkungan sekolah a. Lingkungan Alamiah Lingkungan alamiah seperti iklim dan faktor-faktor geografis lainnya memberikan tempat dan bahan yang perlu bagi kehidupan seperti oksigen, hujan, matahari dan sebagianya. Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Di Indonesia orang cenderung berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih baik hasilnya daripada belajar sore hari. b. Lingkungan sosial budaya Lingkungan sosial budaya mengandung dua unsur yakni : 1. Unsur sosial yaitu interaksi di antara manusia. 2. Unsur budaya yaitu bentuk kelakuan yang sama terdapat di kalangan kelompok manusia. Budaya ini diterima dalam kelompok dan meliputi bahasa, nilai-nilai, norma keluarga, adat istiadat dan sebagianya. Dalam proses sosialisasi manusia mengembangkan lambang-lambang sebagai alat komukasi, terutama bahasa yang memudahkan tranmisi pengalaman kepada generasi muda. Selanjutnya lingkunga sosial budaya memberikan model atau contoh bentuk kelakuan yang diterima dan diharapkan oleh masyarakat. Anak-anak diharapkan berkelakuan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh anggota masyarakat lainnya. Seluruh pendidikan berlangsung melalui interaksi sosial. Inilah hakikat pendidikan. Menurut Prof. Dr.H. Mohamad Surya dalam Buku Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran (2004:78) mengemukakan bahwa : “Lingkungan sekolah yang kondusif, baik lingkungan fisik, sosial, maupun psikologis, dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. Untuk itu dapat diciptakan lingkungan fisik yang sebaik mungkin, misalnya kebersihan ruangan, tata letak, fasilitas dsb. Demikian pula lingkungan sosial psikologis seperti hubungan antar pribadi, kehidupan kelompok, kepemimpinan, pengawasan, promosi, bimbingan, kesempatan untuk maju, kekeluargaan dsb”. 3. Komponen lingkungan sekolah 1. Anak didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang. Tiap individu memerlukan bantuan orang lain (pendidik) untuk membimbing pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tahap/tugas perkembangan anak (development task), sehingga terjadi perbedaan individu. 2. Pendidik adalah yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam satu situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Individu tersebut adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, mampu berdiri sendiri dan mampu menanggung resiko dari segala perbuatannya. Selain itu juga harus jujur, sabar susila, ahli, terampil, terbuka, adil, luas cakrawala pandangannya dan kasih sayang. 3. Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang berada di luar dari peserta didik dialam semesta ini. Lingkungan meliputi fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan dapat berupa halhal yang nyata dan dapat diamati, dan dapat pula lingkungan yang bersifat abstrak. Ada tiga macam lingkungan yaitu linkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
96
4. Tujuan pendidikan terdiri dari empat macam tujuan yang berbeda hirarki / tingkat dan luasnya, yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan instittusional,tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Tujuan merupakan tolok bagi seluruh kegiatan pendidikan, penetapan materi, metode pengajaran, dan evaluasi yang akan dilakukan. Secara umum, tujuan pendidikan membantu perkembangan anak untuk mencapai tingkat kedewasaan. Dalam arti dapat mngembangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral, pengetahuan dan keterampilan semaksimal mungkin agar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. 5. Alat pendidikan berupa kebendaan adalah sebagai sarana pendidikan / sarana belajar mengajar. Latar pendidikan sebagai alat pengajaran diklasifikasikan berdasarkan pemakaiannya. Sifat keperagaannya, cara penyampaian pesannya maupun berdasarkan fungsinya. ( Sumber : A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, zahara Idris dan Lisma Jamat, Pengantar Pendidikan) 1. Pengertian Kenakalan Remaja Bermacam-macam pengertian yang diketengahkan oleh para ahli. Ada yang mengatakan bahwa kenakalan remaja merupakan penyimpangan perilaku para remaja yang bersifat a-sosial dan amoral serta melanggar hukum yang justru merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Menurut Dr. Fuad Hasan, sebagaimana yang dikutif oleh B. Simanjuntak (1979:9), mengemukakan bahwa : “Deliquency atau kenakalan remaja adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan anak remaja bilamana oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindakan kejahatan”. Sementara Andi Massapiare berpendapat bahwa : “Di tinjau secara yuridis, kenakalan remaja adalah seorang anak yang melakukan kejahatan. Sedangkan secara sosiologis, sebagai perbuatan atau kelakuan anti sosial dan anti normatif. Dan ditinjau dari segi psikologis, kenakalan remaja diartikan sebagai tingkah laku yang tidak sesuai dengan pendapat umum yang telah dianggap sebagai akseptable, baik oleh suatu lingkungan masyarakat atau hukum yang berlaku dimasyarakat yang berkebudayaan tersebut". Dari perumusan di atas maka dapat di tarik suatu asumsi bahwa sesungguhnya masalah kenakalan remaja dewasa ini sudah termasuk masalah yang mendapat perhatian dari berbagai pihak, karena masalah kenakalan remaja : a. Menyangkut hari depan generasi muda dalam rangka meneruskan cita-cita nasional bangsa b. Merupakan tingkah laku sosial yang tidak bermoral. c. Merupakan tingkah laku yang menjurus dekadensi moral yang makin luas. d. Mengganggu keamanan dan ketertiban umum/masyarakat. e. Mencemaskan orang tua, wali, pendidik, masyarakat dan pemerintah terhadap masa depan generasi muda khususnya remaja. Akan halnya dengan remaja itu sendiri, maka kenakalan remaja sebagaimana yang dikemukakan dalam buku”Pembinaan Kepramukaan” (1990:65), dapat ditinjau secara: a. Genetis Psikologis Secara genetis psikologis remaja usia 12-18 tahun sedang masa panca roba para remaja seusia ini sedang mencari teman sebayanya untuk saling berkomunikasi dan saling mencurahkan isi hatinya, remaja masa ini sedang mencari “aku”nya mereka menonjolkan “aku”nya dengan sifat keras kepala, kasar dan brutal. Sikap inilah yang jika tanpa pembinaan yang tararah, akan menimbulkan kenakalan dikalangan remaja. Sebaliknya jika mendapat pembinaan yang terarah mereka akan berlomba mengejar berbagai prestasi dan tidak terpancing untuk melakukan populasi murahan. b. Tinjauan Secara Sosiologis Secara sosiologis, banyak faktor regulatif seperti misalnya undang-undang peraturan tata tertib dan norma-norma lain yang berperan dalam kehidupan sosial, kini banyak diabaikan bahkan banyak
97
yang dilanggar orang masalah kehidupan remaja merupakan akibat logis dari masalah situasi sosial yang pernah dilaluinya ataupun yang sedang dialaminya hal ini mungkin timbul dari kehidupan dalam keluarga, seperti karena dalam perceraian, kesibukan orang tua dalam bekerja, kurangnya komunikasi dalam keluarga dan lain-lain yang kesemua itu dapat menimbulkan kehangatan keluarga tidak pernah mendekap perkembangan jiwa remaja. c. Tinjauan Secara Sosial Ekonomi dan Politik Secara sosial ekonomi keadaan susunan keluarga remaja sangatlah bermacam-macam. Ada keluarga berada dan mampu, setengah mampu, dan ada yang serba kekurangan. Dari susunan ekonomi sosial yang demikian itu, ada yang menyerahkan pendidikan anaknya sepenuhnya kapada sekolah. Dilain pihak ada juga yang menyebut anak didik dan remajanya dengan mencukupkan berbagai kebutuhannya dengan sejumlah uang yang cukup dan bahkan berlebihan atau yang menyerahkan kepada pembantu di rumah tangga sehingga berakibat anak (remaja) mengalami kekosongan jiwa. Senada dengan hal tersebut, Zakiah Darajat dalam bukunya “Kesehatan Mental” (1990:116) berpendapat: “Apabila si anak yang sedang meningkat usia remaja mengalami kegelisahan-kegelisahan serta kesukaran-kesukaran akibat kegoncangan keadaan sosial politik, maka disamping problema mereka sendiri yang terjadi sebagai akibat pertumbuhan dan perubahanperubahan yang menyertai pertumbuhan umurnya, juga akan mengalami kegoncangan jiwa dan gelisah yang bertambah hebat. Untuk mengatasi perasaan-perasaan itu dengan tenang adalah tidak mudah bagi anak-anak yang masih dalam pertumbuhan dan perubahan itu maka terjadilah gangguan-gangguan kelakuan, pikiran bahkan kesehatan fisiknya. Dan yang lebih sering terjadi adalah tindakan-tindakan yang oleh orang dewasa dipandang sebagai kenakalan”. d. Tinjauan Secara Sosial Kultur Dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan, kedudukan generasi muda yang sebaian besar adalah remaja tampak seolah-olah terjepit antara norma-norma yang lama dan norma yang baru. Generasi tua bertendensi untuk mempertahankan norma-norma lama, sedangkan kalangan remaja cenderung untuk menerima norma dan ide yang baru yang datang melalui proses modernisasi dan kemajuan dunia teknologi dalam segala bidang. Oleh karena itu tidak mengherankan bila dari masyarakat yang sedang berkembang timbul gejolak tingkah laku remaja yang menyimpang dari norma-norma sosial yang dianut dalam masyarakat. e. Tinjauan Secara Agama Secara agama, faktor pendidikan agama memegang peranan yang sangat penting, yang dimaksud dengan pendidikan agama sebagaimana dikemukakan oleh Zakiah Darajat (1990:113) yaitu sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan didikan agama bukanlan pendidikan agama yang yang diberikan secara sengaja dan teratur yang diberikan oleh guru sekolah saja, akan tetapi yang terpenting adalah penanaman jiwa agama yang dimulai dari rumah tangga sejak sianak masih kecil dengan jalan membiasakan si anak kepada sifat-sifat dan kebiasaan yang baik”. Dengan berpangkal dari uraian analisa tersebut diatas, maka agar dapat membedakan kenakalan remaja dari aktivitas yang menunjukan ciri khas remaja, Y.Singgih D. Gunarsyah (1989:19) mengatakan ciri-ciri pokok dari kenakalan remaja yaitu sebagai berikut: 1). Dalam pengertian kenakalan, harus dilihat adanya perbuatan atau tingkah laku yang bersifat pelanggaran hukum yang berlaku dan pelanggaran norma-norma moral. 2). Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang a-sosial, yakni bahwa dengan perbuatan atau tingkah laku tersebut ia bertentangan dengan nilai atau norma sosial yang ada dilingkungan hidupnya. 3). Kenakalan remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh mereka para remaja yang berusia 13-17 tahun dan belum menikah.
98
4). Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja atau dapat juga dilakukan bersama-sama dalam suatau kelompok remaja. 2. Bentuk dan Tingkah Laku Kenakalan Remaja Secara garis besarnya, bentuk-bentuk kenakalan dapat digolongkan dalam dua kelompok besar (1989:22), yaitu sebagai berikut: 1). Pergi tanpa pamit atau izin dari orang tua . 2). Kebut-kebutan dijalan raya. 3). Membentuk kelompok-kelompok dengan norma-norma yang dapat menimbulkan perbuatan yang negatif. 4). Berpakaian yang tidak pantas dengan mode dan gaya yang tidak selaras dengan norma yang ada yang berlaku di masyarakat. 5). Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa memberitahukan pihak sekolah dengan maksud yang negatif. 6). Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan yang negatif. 7). Membohong, memutar balikan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan. 8). Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan menggunakan bahasa tidak sopan, tidak senonoh, dan seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan orang tua/dewasa. 9). Melanggar tata tertib sekolah yang telah di tetapkan, dan lain sebagianya. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yamg berlaku, yang bila mana perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa disebut kejahatan. Adapun yang termasuk dengan kelompok ini diantaranya sebagai berikut: 1). Pencurian dengan kekerasan. 2). Menghancurkan/merusak barang orang lain. 3). Pelanggaran terhadap keamanan umum bagi orang atau barang. 4). Pelanggaran terhadap norma kesusilaan dengan segala manisfestasinya. 5). Pelanggaran mengenai obat bius, narkotika, dan lain sebagianya. Sedangkan berdasarkan tingkatannya, jenis kenakalan remaja ini dapat digolongkan dalam beberapa tingkatannya yaitu: a. Kenakalan biasa Dalam kategori ini, dapat dimasukan jenis-jenis kenakalan yang bersifat suka berkelahi, suka keluyuran, membolos dari sekolah, pergi tanpa pamit orang tua, serta berpakaian tidak sopan. b. Kenakalan yang mengarah pada pelanggaran dan kejahatan Yang dapat digolongkan pada kenakalan yang mengarah pada pelanggaran kajahatan, yaitu: meminjam barang orang lain dan tidak dikembalikan, berpakaian dengan melanggar norma kesusilaan, mencuri, kebut-kebutan dan lain sebagianya. c. Kenakalan khusus Dalam kategori ini, dapat dimasukan jenis-jenis kenakalan berupa pencurian, penipuan, perkelahian, pelanggaran norma kesusilaan, pengrusakan dan pemerasan. Faktor-faktor yang mempengaruhui kenakalan remaja, berpangkal dari analisa diatas, maka usaha-usaha untuk menentukan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, bukanlah hal yang mudah untuk dapat ditelaah satu persatu, karena hal itu disamping harus memperhatikan faktor pribadi (faktor yang terdiri dari individu itu sendiri), juga harus memperhitungkan faktor disekitarnya dan keluarga. M. Mutharom dalam artikelnya yang berjudul “Kenakalan Remaja dan Permasalahannya” (1990:2) menyatakan bahwa : Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kenakalan remaja pada hakikatnya meliputi : 1. Faktor yang timbul dalam diri individu. 2. Faktor yang timbul di luar diri individu.
99
Sedangkan Diar Cahdiar (1990:2) menyatakan bahwa : Faktor-faktor penyebab kenakalan didalam kenakalan remaja dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yang saling berhubungan yaitu : 1. Faktor Biologis 2. Faktor Psikologis 3. Faktor Sosiologis Pada aspek ini dapat diketengahkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanakkanak ke masa dewasa dengan ditandai dengan perubahan jasmaniah pada diri mereka, yang bilamana terjadi ketidak seimbangan pada diri dan tubuh mereka dapat mempengaruhi pada perkembangan mentalnya. Hal ini sangat penting, karena apabila menyimpang pada norma-norma yang ada akan sangat berperan pada penerimaan sosial dari lingkungannya. Lebih lanjut Aas Saomah (1987:5) menyatakan bahwa : Beberapa hasil penelitian berhasil mengungkapkan adanya hubungan antara kenakalan remaja dengan kesan remaja akan tubuhnya sendiri. Ketidak mampuan remaja menerima dirinya sendiri inilah yang dapat menyebabkan munculnya gejala kenakalan remaja. Menurut para ahli, faktor biologis mempunyai pengaruh terhadap masalah kenakalan remaja, meskipun faktor ini bukan merupakan satu-satunya yang dapat menimbulkan kenakalan remaja. Faktor Hereditas, tingkat kecerdasan yang rendah, cacat tubuh/jasmani, ketidak stabilan emosi dan dorongan sex yang tak terkendali adalah faktor dominan yang seringkali terjadi dalam biologis seorang remaja nakal. Walaupun demikian, faktor lingkungan keluarga mempunyai peran yang sangat besar terhadap pembentukan pribadi anak, karena dari lingkungan keluarga, anak tumbuh dan berkembang yang sekaligus pula berfungsi sebagai lingkungan pertama yang mula-mula meletakkan dasar bagi perkembangan dan penanaman dasar bagi pengenalan nilai-nilai kemasyarakatan. Selain dari itu, senada dengan pernyataan diatas, Zakiah Darajat (1990:113) mengemukakan sebagai berikut: a) Faktor kurangnya pendidikan agama b) Faktor kurangnya pengertian orang tua tentang pendidikan. c) Faktor kurang stabilnya keadaan sosial, ekonomi dan politik. d) Faktor terjadinya kemerosotan moral dan mental orang dewasa. e) Faktor banyaknya film dan buku-buku bacaan yang tidak baik. f) Faktor pendidikan sekolah yang kurang baik. g) Faktor perhatian masyarakat terhadap pendidikan anak-anak dan remaja. 3. Upaya PencegahanKenakalan Remaja Upaya mengembalikan anak-anak dan remaja yang nakal kepada budi pekerti yang baik atau yang berkelakuan baik, tidaklah mungkin dengan menghukumnya dengan hukuman-hukuman seperti hukuman badan, dipukul, disiksa dan sebagianya, karena hukuman-hukuman tersebut hanya akan mempunyai pengaruh dalam jangka waktu yang sangat singkat saja. Sehingga upaya-upaya pelayanan dalam menghadapi masalah kenakalan remaja ini memegang peranan yang sangat penting. Secara sosiologis, usaha pencegahan terhadap kenakalan remaja dapat diartikan sebagai daya upaya dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja, mengurangi dan mempersempit pengaruhnya terhadap orang-orang lain atau kepada aspek-aspek kehidupan yang lain. Adapun usaha pencegahan ini meliputi usaha yang bersifat umum dan bersifat khusus. Usaha-usaha yang bersifat umumnya: a. Pembinaan ramaja, seperti: 1). Pemberian pendidikan pranatal kepada orang tua, terutama kepada calon ibu dan calon bapak. 2). Permberian pendidikan agama, mental dan budi pekerti serta pengetahuan dan keterampilan yang cukup kepada para remaja dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat 3). Menyediakan kesempatan bagi setiap anak untuk menerima pendidikan formal melalui sekolah. 4). Menyediakan kesempatan bagi setiap anak untuk menerima pendidikan non formal dalam lingkungan masyarakat, seperti latihan kesenian, olah raga, kepramukaan, dan lain sebagianya.
100
5). Menyediakan sarana dan kesempaaatan bagi remaja-remaja untuk mengisi waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan yang positif. b. Usaha perbaikan lingkungan/kondisi sosial, yang ditujukan kepada terciptanya situasi dan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan dan pertumbuhan remaja secara sehat, meliputi: 1). Usaha perbaikan dalam keluarga. 2). Usaha perbaikan dalam lingkungan sekolah. 3). Usaha perbaikan dalam masyarakat. c. Usaha pengadaan sarana sebagai penunjang bagi usaha pembinaan pribadi remaja dan bagi kondisi sosial. Sedangkan usaha yang bersifat khusus, meliputi usaha untuk menjamin ketertiban umum seperti : a. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam lingkungannya. b. Bimbingan dan penyuluhan secara intensif terhadap orang tua agar mereka dapat membimbing dan mendidik anak-anaknya secara tepat. c. Bimbingan dan penyuluhan secara intensif terhadap remaja agar tetap bertingkah laku yang tidak melanggar norma. Oleh karenanya, terhadap upaya penanganan pencegahan lingkungan persekolah dapat dilakukan melalui : a. Memberikan program dan informasi yang berhubungan dengan orientasi sekolah aturan-aturan dan disiplin yang berlaku di sekolah, serta kewajiban-kewajiban yang perlu dipenuhi dengan resiko-resiko atau sanksi-sanki jika terjadi pelanggaran. b. Memberi layanan informasi yang berhubungan dengan kerohaniaan dan ilmu pengetahuan tentang masalah remaja melalui kegiatan remaja yaitu kegiatan ceramah, diskusi kelompok, pemutaran film, dan sebagianya. c. Bekerja dengan staf sekolah, wali kelas, guru bidang studi dalam mengadakan usaha pelengkapan sarana pendidikan dan pengajaran yang diperlukan dan disempurnakan, disamping penggunaan metode pengajaran yang tepat dan efektif serta kurikulum yang sesuai. d. Melaksanakan program kegiatan ekstra kurikuler seperti pramuka, olah raga, kesenian dan lain sebagianya. e. Mengadakan pertemuan secara terencana dan teratur dengan orang tua, tokohtokoh masyarakat dan para ahli yang sesuai dengan profesinya. III. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk meneliti masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang dan bersifat aktual. Lebih lanjut, Winarno Surakhmad (1994 : 141) mengemukakan tentang ciri-ciri metode deskriptif sebagai berikut : (a) Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual dan (b) Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis (karena itu metode ini sering disebut metode analitik)”. Agar data yang diperoleh dapat diolah secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan penelitian, sehingga dapat ditarik kesimpulan yang dapat di percaya, maka perlu ditetapkan teknik pengolahan data yang digunakan sebagai pedoman dalam pengolahan hasil penelitian. III. HASIL PENELITIAN Dalam penelitian yang penulis lakukan di Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah diperoleh data dan informasi atau gambaran kongkret yang dapat membantu pemecahan masalah mengenai hubungan lingkungan sekolah dengan kenakalan remaja di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan menggunakan teknik observasi, angket, wawancara, maka pembahasan terhadap hasil penelitian ini dapat di kemukakan sebagai berikut :
101
Pada umumnya lingkungan sekolah yang baik dapat mengatasi kenakalan remaja di sekolahnya. Hal ini terbukti bahwa lingkungan sekolah Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah merupakan lingkungan yang kondusif, karena baik lingkungan fisik, sosial, intelektual, dan nilai-nilai cukup memenuhi persyaratan yang merupakan tempat dan sekaligus memberikan dukungan bagi proses berlangsungnya pendidikan. Mengenai gejala yang mengarah pada kenakalan remaja dikalangan siswa Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah bisa saja terjadi seperti diungkapkan oleh guru BP, namun hal itu masih dalam taraf kenakalan remaja yang wajar dan pihak sekolah serta guru-guru sebagai unsur terpenting dapatlah menangani pencegahan dengan cara memberikan teguran, sangsi / hukuman dan lain-lain. Sekolah manapun tidak mau nama baik sekolahnya tercemar akibat siswa atau pendidik yang melakukan tindakan-tindakan negatif, usaha-usaha dalam menjaga nama baik itu terus dilakukan, termasuk yang dilakukan oleh Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah sebagai sampel dalam penelitian ini, sekolah tersebut melakukan upaya kearah yang lebih baik demi terciptanya suasana sekolah yang lebih baik, indah, nyaman, tertib, harmonis bahkan bisa menjadi sekolah teladan dalam menangani kenakalan remaja dikalangan siswa, pihak sekolah perlu lebih efektif melakukan koordinasi dengan pihak terkait seperi dengan pihak kepolisian, dinas pendidikan serta pihak lainnya dalam pembinaan siswa sebagai generasi muda yang potensial, jangan sampai merusak citra sekolah, selain itu juga harus ada tindakan tegas dari pihak sekolah . Peningkatan disiplin merupakan salah satu upaya dalam menanggulangi gejala kenakalan remaja dikalangan siswa Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah, karena dengan disiplin berarti mengikat semua siswa dengan aturan yang sama tanpa membedakan latar belakang sehingga terjadinya penyimpangan tingkah laku siswa sangat kecil, tetapi dalam peningkatan disiplin itu supaya sistem pendidikan itu seragam dan tidak adanya rasa cemburu dalam menerima sangsi apabila mereka melakukan suatu kesalahan. Tujuan dalam disiplin adalah untuk mengatur diri sendiri, pembinaan watak melalui pembinaan pendidikan dan disiplin dengan berbagai cara yang dilakukan oleh pihak sekolah, unsur yang paling penting adalah siswa diharapkan lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan di sekolah, seperti halnya membaca dan menulis sewaktu atau setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung. Upaya-upaya pihak sekolah dalam menagani gejala kenakalan remaja dikalangan siswa Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah, telah dilaksanakan seoptimal mungkin tetapi keberhasilannya tetap tergantung pada kita semua, karena kita juga harus ikut terlibat dalam menanggulanginya dan harus punya tanggung jawab moral dan tidak boleh apriori apabila melihat adanya gejala kenakalan yang mengarah kepada timbulnya gejala kenakalan siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan menggunakan cara serta informasi bahwa hubungan lingkungan sekolah di kalangan Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah dengan kenakalan remaja di sekolahnya dapatlah ditanggulangi pihak sekolah. IV. PENUTUP Sebagai langkah akhir dari penelitian ini, penulis bermaksud untuk membuat kesimpulan, karena kesimpulan ini merupakan media komunikasi antar peneliti dan pembaca. Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil pengolahan data yang terkumpul, dari analisis tentang respon siswa terhadap hubungan lingkungan sekolah dengan kenakalan remaja di sekolah maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Secara umum lingkungan sekolah Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah termasuk kategori baik, dalam arti sudah menunjang untuk terlaksananya aktivitas belajar mengajar dengan baik. Media yang dijadikan sarana dan prasarana dalam pembinaan prilaku siswa sehari-hari cukup memadai. 2. Kenakalan remaja di kalangan siswa Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah masih dalam taraf kenakalan remaja yang wajar dan semua itu masih dapat diatasi pihak sekolah dengan cara memberikan teguran dan hukuman agar siswa tidak lagi mengulangi perbuatan salahnya.
102
3. Pengaruh lingkungan sekolah di Sekolah SMPN 1 Lamala Kab. Banggai Sulawesi Tengah sangat baik, sehingga kenakalan remaja yang terjadi dapatlah ditanggulangi dengan mengadakan komunikasi yang efektif antara guru dan orang tua siswa, serta meningkatkan pelaksanaan dan penegakan disiplin sekolah. DAFTAR PUSTAKA Aas Saomah, (1987), Aspek-aspek Psikologi Terhadap Kenakalan Remaja, FIP IKIP Bandung. Aziz Wahab, (1986), Evaluasi Pengajaran PPKn, Lab. Pengajaran PPKn FPIPS IKIP Bandung. A. Kosasih Djahiri, (1986), Teori dan Keterampilan Belajar Mengajar (TKBM), Lab. PPKn IKIP Bandung. dan Kewarganegaraan (PPKn), Laboratorium Pengajaran PPKn IKIP Bandung. Andi Massapire, (1986), Psikologi Remaja, Tarsito Bandung. B. Simanjuntak, (1979), Latar Belakang Kenakalan Remaja, Alumni Bandung. Mohamad Ali, (1985), Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, Ankasa Bandung. Mohamad Surya, (2004), Psikologi Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Tenaga Kependidikan. Nana Syaodih Sukmadinata, (2003), Landasan Psikoloi Proses Pendidikan, PT Remaja Rosda Karya. Nasution, (1999), Sosiologi Pendidikan, Universitas Terbuka, Depdikbud Jakarta. Singgih D. Gunarsih, (1985), Psikologi Remaja, Jakarta. Sarlito Wirawan Sarwono, (2004), Psikologi Remaja, PT Raja Grafindo Persada Jakarta. Yudho Purwoko, (2001), Memecahkan Masalah Remaja, Nuansa Yayasan Nuansa Cendikia Bandung. Yurdik Yahya, (2003), Wawasan Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Tenaga Kependidikan Jawa Barat. Zakiah Derajat, (1990), Kesehatan Mental, Haji Massagung, Jakarta. Bahan Penataran P4 Bagi Siswa (1995), Wawasan Wiyatamandala, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Undang-undang No.2 tahun 1989 91989), Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta.