1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah kurang mengembangkan aspek afektif dan perilaku. PKn sebagai mata pelajaran yang mengemban misi secara langsung maupun tidak langsung kearah tujuan negara secara keseluruhan, seolah-olah menjadi sebuah hegemoni. Kegagalan itu (pengembangan civic education), setidaknya bersumber pada tiga hal seperti yang diungkapkan oleh Winataputra dan Budimansyah ( 2007 : 121 ) : Pertama, penggunaan alokasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum pendidikan dijabarkan secara kaku dan konvensional sebagai jam pelajaran tatap muka di kelas menjadi sangat dominan. Hal itu mengakibatkan guru tidak dapat berimpropisasi secara kreatif untuk melakukan aktivitas lainnya selain dari pembelajaran rutin tatap muka yang terjadwal dengan ketat. Kedua, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih didominasi oleh kegiatan peningkatan dimensi kognitif mengakibatkan porsi peningkatan dimensi lainnya menjadi terbengkalai. Disamping itu, keterbatasan fasilitas media pembelajaran juga memperparah pada pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, pembelajaran yang terlalu menekankan pada dimensi kognitif itu berimplikasi pada penilaian yang juga menekankan pada penguasaan kemampuan kognitif saja, sehingga mengakibatkan guru harus selalu mengejar target pencapaian materi. Berdasarkan pengamatan penulis, pembelajaran PKn saat ini adalah sebagai berikut (1) pembelajaran berpusat pada penguasaan konsep dan kurang merangsang atau mengembangkan keterampilan berpikir secara kritis, (2) pembelajaran yang berlangsung cenderung tidak melibatkan pembangunan pengetahuan siswa, karena guru selalu mendominasi pembelajaran, akibatnya proses pengembangan belajar ber-PKn dalam pembelajaran PKn sangat terbatas. Kegiatan pembelajaran hanya diarahkan pada learning to know, ke arah
1
2
pengembangan aspek kognitf dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotor. Beranjak dari permasalahan diatas, banyak kalangan menyatakan bahwa PKn kurang berhasil dalam mentransformasikan nilai-nilai, moral, dan norma kepada siswa/peserta didik. Hal diatas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Kerr (1999:5-7), bahwa PKn di Indonesia mencerminkan kategori minimal yang hanya mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk pengajaran kewarganegaraan, bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan, menitikberatkan pada proses pengajaran, hasilnya mudah diukur. Selain itu masalah internal, PKn juga menghadapi kendala eksternal yaitu kritikan dan tuntutan dari berbagai lapisan masyarakat berkaitan dengan semangat demokratisasi yang semakin meningkat dengan segala eksesnya. PKn yang secara paragdimatik sarat dengan muatan afektif namun dilaksanakan secara kognitif telah disikapi secara keliru sebagai satu-satunya obat mujarab (panacea) untuk menghadap persoalan kehidupan para siswa khususnya yang menyangkut perilaku dan moral. (Winataputra,2001). Berkenaan dengan hal tersebut, Wahab (1999) mengatakan PKn dimasa yang lalu terdapat kelemahan-kelemahan : (1) terlalu menekankan pada aspek nilai moral belaka yang menempatkan siswa sebagai objek yang berkewajiban untuk menerima nilai-nilai moral tertentu, (2) kurang diarahkan pada pemahaman struktur, proses, dan institusi-institusi negara dengan segala kelengkapannya, (3) pada umumnya bersifat dogmatis dan relatif, (4) berorientasi kepada kepentingan rezim yang berkuasa.
3
Berdasarkan data empiris, dari media massa yang ada, diketahui ternyata pelaku tindak pidana di Indonesia ada dari kalangan pelajar, dengan berbagai macam tindak pidana yang dilakukan mulai dari jenis pelanggaran sampai pada kejahatan, dengan berbagai modus operandinya. Jenis tindak pidana yang sering dilakukan oleh kalangan pelajar berupa penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) jumlahnya sangat besar dari waktu ke waktu. Di rumah sakit ketergantungan obat (RSKO) Jakarta tercatat 1569 kalangan pelajar dan mahasiswa yang menyalahgunakan NAPZA, mereka menjadi pasien di rumah sakit tersebut (Media Indonesia, terbitan 4 September 1999). Sedangkan rekapitulasi penghuni penahanan dan pemenjaraan seluruh Indonesia berdasarkan data tahun 1999, dari tahanan yang berjumlah 22.609 orang prosentase tahanan anak dari total keseluruhan memang kecil bila dibandingkan tahanan dewasa yaitu sebesar 2,5 %. Pada tahun 2000, terdapat kenaikan prosentase tahanan anak, atas keseluruhan jumlah tahanan sebesar 3,8 %. Yang menarik dari data tahun 1999 dan 2000, terlihat penurunan jumlah tahanan dewasa sebaliknya
jumlah
tahanan
anak
meningkat
sebanyak 2,874 orang, sebanyak
149
orang.
http://www.unicef.org/indonesia/unijjs l2final.pdf.[5-12-2006]. Sejumlah kasus perilaku menyimpang yang dilakukan oleh pelajar SMP Negeri 1 Pangkalpinang lima tahun belakangan ini juga cukup mengkhawatirkan, seperti perkelahian antara pelajar dengan pemuda di sekitar sekolah, mengancam guru/kepala sekolah dengan senjata tajam, menendang guru, merusak fasilitas umum, merokok, kebut-kebutan, bolos sekolah, membuang sampah sembarangan,
4
menerobos ketika lampu sedang merah, mengemudi kendaraan tanpa memiliki SIM dan lain sebagainya. Menurut Wahab (1999:2) hal tersebut menunjukkan kurang efektifnya pembinaan nilai-nilai moral di sekolah. Bahkan dalam kasus yang lebih besar, yakni berbagai krisis yang dialami Indonesia dewasa ini disebabkan adanya degradasi moral boleh jadi bersumber pada kesalahan pendidikan di masa lalu. Banyak faktor penyebab pelajar melakukan pelanggaran dan tindak kejahatan, sehingga tidak dapat disebutkan karena lemahnya salah satu aspek saja yaitu aspek pendidikan (pendidikan formal). Hal ini seperti dikemukakan oleh Suryana (2000:1) bahwa aspek diri dan lingkungan merupakan faktor penyebab remaja banyak menampilkan perilaku yang kurang baik dan sering dianggap sebagai perilaku yang bermasalah, bahkan perilaku yang menyimpang. Dengan diberikannya mata pelajaran yang bermuatan nilai, moral dan norma yang merupakan disiplin PKn, diharapkan dapat mencegah mereka melakukan tindakan yang menyimpang, melanggar norma hukum, kesusilaan, kesopanan atau norma agama. Hal ini sesuai dengan tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1999 : 58) : Sebagai program dan rekayasa pendidikan untuk membina dan membelajarkan anak didik menjadi warga negara yang baik, iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki nasionalisme (rasa kebangsaan) yang kuat/mantap, sadar dan mampu membina dan melaksanakan hak dan kewajiban dirinya sebagai manusia, warga masyarakat bangsa dan negaranya, taat asas/ketentuan (rule of law), demokratis, dan partisipatif aktif-kreatif-positif dalam kebhinekaan kehidupan masyarakat-bangsa-negara madani (civil society) yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta kehidupan yang terbukamendunia (global) dan modern tanpa melupakan jati dirinya.
5
Sedangkan Nu’man Soemantri (2001: 299) menyatakan bahwa PKn yang sekiranya akan cocok dengan Indonesia adalah sebagai berikut: “…PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih siswa untuk berpikir kritis, analistis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. PKn pada dasarnya merupakan pendidikan kebangsaan atau pendidikan karakter bangsa. PKn seharusnya sudah menjadi sebuah konsep keilmuan dan praksis pendidikan yang utuh dan menyeluruh yang pada akhirnya dapat menumbuhkan ”civic intelligence”, ”civic participation”, dan ”civic responsibility” pada setiap warga negara. Sejalan dengan maksud dari pembelajaran PKn dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional dalam Penjelasan Pasal 37 (1), PKn dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, maka PKn merupakan salah satu
mata
pelajaran yang mempunyai tugas membentuk perilaku dan kepribadian serta membina sikap dan moral peserta didik yang sudah menjadi bagian integral dalam menunaikan tugasnya sehari-hari untuk mengembangkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Upaya untuk mengembangkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air diantaranya dapat dengan mengembangkan kesadaran hukum dalam diri siswa. Oleh karena itu dalam pembahasan Standar Kompetensi Memahami Pelaksanaan
6
Demokrasi Dalam Berbagai Aspek Kehidupan dalam menumbuhkan sikap demokratis siswa. Peranan guru dituntut untuk membantu tercapainya tujuan pembelajaran serta tersedianya media, sarana, dan prasarana pembelajaran. Pembelajaran harus mampu merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran yang tepat, yang mencakup aspek tujuan, proses pembelajaran, materi, metode dan alat evaluasi atau penilaian. Sebagai mata pelajaran normatif, bidang studi PKn mengkaji tentang aspek etika, moral, norma dan budi pekerti berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan nilai luhur budaya bangsa Indonesia dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang pada akhirnya menekankan pada pengetahuan, pemahaman dan sikap siswa akan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara,
sehingga
diharapkan
dapat
meningkatkan
pengetahuan,
pemahaman, dan sikap peserta didik yang demokratis dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Namun sejak diimplementasikan pada jenis dan jenjang pendidikan, PKn menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan, yaitu : (1) masukan instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas guru serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, dan (2) masukan lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis. Dengan demikian, pelaksanaan PKn tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya. Beberapa indikasi empirik yang menunjukkan salah arah tersebut antara lain adalah sebagai berikut: Pertama, proses pembelajaran PKn lebih menekankan pada dampak instruksional
7
(instructional effect) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pengembangan
dimensi-dimensi
lainnya
(afektif
dan
psikomotor)
serta
pemerolehan dampak pengiring (nurturant effect) sebagai hidden curriculum belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Kedua, pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa melalui perlibatannya secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler sebagai wahana sosiopadagogis untuk mendapatkan hand-on experience juga belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan keterampilan dalam berkehidupan yang demokratis dan sadar hukum. (Budimansyah, 2006). Masalah tersebut tentunya harus mendapat perhatian dari semua pihak, terutama kalangan pendidikan, bagaimana mendidik siswa agar menjadi warga negara yang baik, memiliki pengetahuan, pemahaman, dan sikap serta perilaku yang tertib hukum. Prinsip pembinaan moral dan norma yang diperhatikan menurut ketentuan Dirjen Dikti, yaitu melalui keterpanggilan-keterlibatanketerundangan dan keterkaitan siswa sendiri terhadap konsep moral yang ditampilkan (Depdikbud, 1982-1983 :14-15). Melalui cara ini tidak secara
8
langsung kita diajarkan, melainkan siswa diundang untuk menangkap sendiri misi moral yang ingin ditanamkan oleh guru melalui model pembelajaran yang dipakai. Dengan demikian guru memegang peranan yang sangat penting. Guru PKn harus profesional dalam memilih metode yang bervariasi sehingga anggapan siswa selama ini tentang pelajaran PKn yang tidak menarik dan membosankan sedikit demi sedikit menjadi hilang. Kesan tersebut tentunya bukan tanpa alasan, jika dipandang dari proses pembelajaran hal ini timbul mungkin diakibatkan secara substansif mata pelajaran PKn kurang menyentuh kebutuhan siswa atau cara penyajiannya tidak membangkitkan minat belajar siswa (Wahab,2001 : 26). Hal ini sejalan dengan ”teori belajar bermakna” yang dikemukakan Ausubel bahwa dalam belajar harus diterapkan konsep keterkaitan antar konsep dalam realita kehidupan siswa. Oleh karena itu, salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh guru PKn agar pembelajaran tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tentunya harus mampu memilih metode belajar yang tepat dan model pembelajaran yang dianggap mendukung dalam pembelajaran PKn, khususnya dalam upaya mengembangkan kompetensi siswa-siswa SMP Negeri 1 di Pangkalpinang melalui pembelajaran berbasis portofolio, karena dalam model ini siswa dilatih untuk menerapkan sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi yang berlaku di masyarakat dan negara sehingga diharapkan siswa dapat melaksanakan segala aktivitasnya dengan baik. Melalui pembelajaran PKn berbasis portofolio, di upayakan dapat membangkitkan minat belajar peserta didik secara aktif, kreatif, dan juga dapat mengembangkan pemahaman nilai-nilai dan kemampuan
9
berpartisipasi secara efektif serta diiringi suatu sikap tanggung jawab sebagaimana yang dikemukakan oleh Djahiri (2002 :1) : Model pembelajaran portofolio merupakan pembelajaran sebagai proses Kegiatan Belajar Mengajar yang bersoko guru pada aktivitas belajar siswa kadar tinggi dan multi domain serta multi dimensional, proses ajar utuhterpadu, interdispliner, akan memberdayakan program baru Pendidikan Kewarganegaraan disamping menjadi wacana kesempatan pelatihan pelakonan berbagai kegiatan dan kemahiran siswa menjadi warga masyarakat serta anak bangsa yang baik, demokratis, cerdas, dan berbudaya Indonesia. Berdasarkan
definisi
di
atas
maka
diambil
kesimpulan
bahwa
pembelajaran PKn melalui model pembelajaran berbasis portofolio sebagai salah alternatif dalam upaya pelatihan pelakonan berbagai kegiatan dan kemahiran siswa menjadi warga negara atau warga masyarakat yang baik, demokratis dan berbudaya Indonesia yang memiliki kesadaran hukum yang tinggi, Character and National Building atau A Good Young Citizenship.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka secara umum, masalah yang dipertanyakan dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana pengaruh pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) terhadap pengetahuan warga negara (civic knowledge)? Dari rumusan tersebut, penulis selanjutnya mengidentifikasi permasalahan yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) berpengaruh terhadap pengetahuan warga negara (civic knowledge) ? 2. Bagaimana signifikansi penerapan pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) terhadap pengetahuan warga negara (civic knowledge) ?
10
3. Seberapa besar pengaruh penerapan pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) terhadap pengetahuan warga negara (civic knowledge) ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengungkapkan tentang pengaruh pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen terhadap pengetahuan warga negara (civic knowledge).Sedangkan tujuan khususnya yaitu : 1.
Mengetahui pengaruh pelaksanaan model pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen)
terhadap pengetahuan warga negara (civic
knowledge) 2.
Mengetahui tingkat signifikansi penerapan pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen)
terhadap pengetahuan warga negara (civic
knowledge). 3.
Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) terhadap pengetahuan warga negara (civic knowledge).
D. Signifikasi dan Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat penulis sumbangkan dari hasil penelitian secara toritis adalah dapat memberikan sumbangan pikiran atau bahan kajian dalam dunia PKn melalui penerapan pembelajaran berbasis portofolio. Selain itu juga dapat memberikan manfaat secara praktis sebagai berikut : 1. Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam menerapkan pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) dapat meningkatkan pengetahuan warga negara (civic knowledge).
yang
11
2. Bagi siswa, diharapkan dapat memberikan masukan dan motivasi mengenai efektivitas pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen)
dalam
meningkatkan pengetahuan warga negara (civic knowledge) . 3. Bagi Penulis, dapat menambah wawasan penelitian dalam memahami pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) serta sebagai masukan dalam kegiatan peran mengajar.
E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian Penelitian ini dilaksanakan atas dasar asumsi bahwa Pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) dapat meningkatkan pengetahuan warga negara (civic knowledge). Bertolak dari asumsi tersebut dan mengacu kepada pertanyaan penelitian, maka dapat dikemukakan : 1. Hipotesis Mayor : Pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) berpengaruh positif terhadap pengetahuan warga negara (civic knowledge). 2. Hipotesis Minor : a.
Semakin tinggi aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) maka pengetahuan warga negara (civic knowledge) siswa akan semakin meningkat.
b.
Pengetahuan warga negara (civic knowledge) siswa yang belajar PKn dengan pembelajaran berbasis portofolio (project citizen) akan meningkat.
12
F. Metodologi Penelitian 1. Metode Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan statistik inferensial yaitu untuk menganalisis data sampel dan hasilnya digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel diambil. Metode statistik inferensial ini dilakukan melalui studi deskriptif yang bermaksud untuk menunjukkan adanya pengaruh yang positif dari pembelajaran PKn berbasis portofolio (project citizen) terhadap pengetahuan warga negara (Civic knowledge). 2. Populasi dan sampel. Populasi dalam Penelitian ini adalah SMP Negeri 1 di Pangkalpinang yang menerapkan sekolah model portofolio. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII sebab sekarang ini sedang melaksanakan pembelajaran berbasis portofolio. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel random atau acak. Diberi nama demikian karena dalam pengambilan sampelnya peneliti “mencampur” subjek-subjek dalam populasi sehingga semua subjek-subjek dalam populasi dianggap sama. 3. Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan adalah : a. Angket bagi siswa Dalam penelitian
ini angket yang digunakan berupa angket tertutup
artinya angket yang terdiri atas pertanyaan yang disertai alternatif jawaban sehingga para responden dapat memilih jawaban yang telah disediakan. Angket untuk siswa terdiri dari 20, pertanyaan multiple choice untuk
13
variabel model pembelajaran berbasis portofolio sedangkan untuk variabel pengetahuan warga negara terdiri dari 20 . b. Pedoman wawancara Untuk memperoleh keterangan yang ada kaitannya dengan penelitian ini, maka dilakukan tanya jawab dengan sumber yang dapat dipercaya atau pihak-pihak terkait yang dapat memberikan masukan bagi penelitian. Dalam hal ini peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang langsung dilontarkan kepada sumber yaitu guru dan siswa dan diperolehlah jawaban lebih lanjut. c. Studi Dokumentasi Melalui studi dokumentasi ini peneliti mengkaji isi, menganalisa dengan dukungan kepustakaan yang ada sebagai salah satu sumber data penelitian kuantitatif.
G. Keterkaitan Variabel Bebas dan Variabel Terikat Penelitian ini terdiri dari Variabel independen (variabel bebas) atau Variabel X adalah yaitu Pembelajaran PKn Berbasis Portofolio. Sedangkan variabel dependen (variabel terikat) atau Variabel Y yaitu pengetahuan warga negara (civic knowledge). Indikator yang diteliti dari variabel X adalah pelaksanaan pembelajaran PKn berbasis portofolio yang meliputi : a.
Identifikasi masalah
b.
Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas
c.
Mengumpulkan informasi
14
d.
Mengembangkan portofolio kelas
e.
Menyajikan portofolio kelas didepan dewan juri
f.
Melakukan refleksi pengalaman belajar.
Sedangkan indikator dari varaibel Y adalah a.
Demokrasi dan struktur pemerintahan 1. Sistem pemerintahan Indonesia 2. Landasan Sistem politik Indonesia 3. Perwujudan tujuan, nilai, dan prinsip demokrasi oleh pemerintahan yang dibentuk konstitusi
b.
Kewarganegaraan, yaitu peran warga negara dalam kehidupan demokrasi di Indonesia
c.
Civil Society 1. Karakteristik civil society 2. Strategi pemberdayaan civil society model Indonesia 3. Peran individu dalam civil society.