HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL MARGAGUNA JAKARTA SELATAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH:
AZMI HANIFA NIM: 1111104000054
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/1437 H
ii
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, January 2016 Azmi Hanifa, NIM: 1111104000054 Relationship Quality Sleep and Cognitive Function in the Elderly in Social Institutions Margaguna Jakarta Selatan
xviii + 75 pages + 7 tables + 3 charts + 6 Attachments ABSTRACT Aging process is a natural process because it is the final stage in a journey of life. The elderly population is increasing, both of developed countries and developing countries, such as Indonesia. There are several requirements that overlooked the elderly, one of which it is the need for sleep. Maintenance of sleep serves as one aspect of improving the health of the elderly, is cognitive function. This study was to determine the relationship between sleep quality and cognitive function in the elderly. The Methode used analytic correlation with cross sectional sample of 37 respondents. The instrument used a questionnaire Mini-Mental State Examination (MMSE) and The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analysis of the data used the analysis univariate form of frequency distribution and bivariate analysis such as Fisher Exact Test. Result of the analysis showed that there was no relationship between sleep quality and cognitive function in the elderly (P-value= 1,000). Key word: Sleep Quality, Cognitive Function, Elderly Bibliography: 78 (1989 – 2014)
iii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2016 Azmi Hanifa, NIM: 1111104000054 Hubungan Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia di Panti Sosial Margaguna Jakarta Selatan
xviii + 75 halaman + 7 tabel + 3 bagan + 6 lampiran ABSTRAK Proses menjadi tua merupakan suatu kejadian yang alami karena hal ini merupakan tahap akhir dalam sebuah perjalanan hidup. Populasi lanjut usia juga semakin meningkat baik dinegara maju maupun berkembang, seperti Indonesia. Ada beberapa kebutuhan yang terabaikan pada lansia salah satunya yaitu kebutuhan tidur. Pemeliharaan tidur menjadi salah satu aspek dari peningkatan kesehatan lanjut usia. Salah satunya pada fungsi kognitif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia. Metode yang digunakan adalah analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan sampel 37 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Mini-Mental State Examination (MMSE) dan The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). analisis data yang digunakan adalah anilisis univariat berupa distribusi frekuensi dan analisis bivariat berupa uji Fisher Exact Test. Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif (P-value= 1,000). Kata Kunci: Kualitas Tidur, Fungsi Kognitif, Lanjut usia Referensi: 78 (1989-2014)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi dengan Judul
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL MARGAGUNA JAKARTA SELATAN Telah disusun dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh: Azmi Hanifa NIM: 1111104000054 Pembimbing I
Pembimbing II
Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep,M.Sc NIP: 1980080 200604 2 001
Karyadi, S.Kp,M.Kep,Ph.D NIP: 19710903 200501 1 007
Penguji I
Penguji II
Yenita Agus, M.Kep,Sp.Mat,Ph.D NIP: 19720608 200604 2 001
Karyadi, S.Kp,M.Kep,Ph.D NIP: 19710903 200501 1 007
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap
: Azmi Hanifa
Jenis kelamin
: Perempuan
Tanggal lahir
: Yogyakarta, 22 April 1994
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Jambu I/23 Pisangan, Ciputat, Tangsel, Banten
Telepon/HP
: 082127777047/ 08996648891 (WA)
Email/Socmed
:
[email protected]
Motto hidup
: “Sebaik baik manusia adalah yang bemanfaat bagi sesama”
Riwayat Pendidikan 1998 – 2003
SD IT Baitusalam Yogyakarta
2003 – 2004
SD Yapis Pemb. V. Jayapura, Papua
2005 – 2008
SMP IT Bina Umat Yogyakarta
2009 – 2011
SMA IT Bina Umat Yogyakarta
2011 – 2016
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan / Program Studi Ilmu Keperawatan)
viii
LEMBAR PERSEMBAHAN Alhamdulillahirobbil alamiin. Aku bersyukur atas segala karunia yang Kau beri Atas segala nikmat, Kesehatan, iman, dan rizki Terima kasih ya Allah, Engkau tetap hadir kala hati ini telah lelah Engkau tetap hadir, kala diri ini kotor bak lembaran putih dengan noda hitam yang penuh Sebait kalimat teruntuk Ibunda Nur Kumalasari, Tiada kata yang dapat kuucap untuk mengungkapkan betapa berharganya dirimu dalam setiap langkah kehidupanku, Mom,,Your’re the great momy, you’re the great woman who important for me, and you’re my everythink, Thank you so much mom,, Persembahan cinta Ayahanda Mujtahid, Banyak sekali kata-kata cintaku yang tak bisa kutulis disini, betapa besar aku mencintaimu You’re my guardian in this world, you’re good man i have, and next, if i wanna get husband, i stilllike u.. and i love u, so much Dan untuk adik-adikku, Terimakasih atas doa dan dukungan kalian, Zakia calon Bankir Sholehah, Sarah Miss Hafidzah, dan Ahmad calon pemimpin umat yang Sholih ,,Semoga kita bisa berkumpul di dunia dan akhirat sebagai hambaNya yang terbaik,, Aamiin Ya Robbal alamiin
ix
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia yang diberikan kepada hamba-hambaNya. Begitu pula dengan karunia yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Shalawat serta salam teriring penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Untaian terima kasih yang dalam penulis tujukan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep., M.Sc. selaku pembimbing I dan Bapak Karyadi, Ph.D selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir dengan sabar, mengarahkan, meluangkan tenaga dan waktu yang sangat bernilai dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep., M.Sc yang juga selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi arahan dan motivasi dari awal masuk kuliah hingga saat ini .
x
5. Pihak Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa pendidikan (PBSB) secara penuh kepada penulis selama belajar di Program Studi Ilmu Keperawatan ini. 6. Saudara – saudariku dalam naungan rumah CSS MoRA (Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs), baik CSS MoRA Nasional maupun CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakartayang memberikan semangat, inspirasi dan ilmu yang tak henti-hentinya. 7. Teristimewa untuk My Guardian Mujtahid dan My Queen Nur Kumalasari yang senantiasa mendoakan dan menyemangati penulis, serta ketiga saudarasaudaraku tercinta (Zaza, Sarah, dan Ahmad) yang selalu memotivasi, membantu dan mendo‟akan penulis untuk menyelesaikan tepat waktu. 8. Al ustadz KH. Musthofa Ismail, Lc., MA., LLM., yang menjadi guru besar dan selalu menasehati dan mendukung untuk segala langkah kebaikan yang penulis lakukan sejak di Pondok Pesantren Bina Umat Yogyakarta. 9. Kakanda Didi Mudiono, S.Kom.I., yang tak pernah lelah memberikan semangat serta motivasinya kepada penulis untuk terus menulis skripsi ini dan menyelesaikan tepat waktu. 10. Sahabat-sahabatku, Izzah, Lilis, Hani, Nana, Fiqo, Malik, Maliha, Pretty dan Maria yang telah menemani, menghibur, mengingatkan, dan menasehati penulis selama di perantauan ini. 11. Sahabatku yang manis, cantik nan baik yang telah membantuku dalam proses akhir skripsi ini, Ika Nur Atikoh, SKM.
xi
12. Kawan-kawan seperjuangan PSIK angkatan 2011 yang bersama-sama berjuang, terima kasih untuk kebersamaan, pengalaman dan kenangan yang luar biasa. Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah SWT membalas pahala yang setimpal. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas skripsi ini. Demikianlah paparan kata dari penulis dan penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan. Wassalamualaikum Wr. Wb. Ciputat, Januari 2016 Azmi Hanifa
xii
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ..................................... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT .......................................................................................................... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................... v LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii LEMBAR PERSEMBAHAN .............................................................................. ix KATA PENGANTAR ........................................................................................... x DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL............................................................................................... xvi DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5 C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 6 D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6 1.
Tujuan Umum........................................................................................... 6
2.
Tujuan Khusus .......................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7 1.
Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan ......................................................... 7
2.
Bagi Panti Werdha .................................................................................... 7
3.
Bagi Peneliti ............................................................................................. 7
F.
Ruang Lingkup ............................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9 A. Lanjut Usia ................................................................................................... 9 1.
Definisi Lansia.......................................................................................... 9
2.
Klasifikasi Lansia ..................................................................................... 9
B. Perubahan – Perubahan Pada Lanjut Usia ................................................. 10
xiii
1.
Teori Penuaan ......................................................................................... 10
C. Tidur ........................................................................................................... 13 1.
Fisiologi Tidur ........................................................................................ 13
2.
Kualitas Tidur ......................................................................................... 15
3.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tidur ............................................ 17
4.
Perubahan Tidur pada Lanjut Usia ......................................................... 20
D. Fungsi Kognitif .......................................................................................... 22 E. Penelitian Terkait ....................................................................................... 30 F.
Kerangka Teori........................................................................................... 32
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ......................................................................................................... 33 A. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 33 B. Definisi Operasional................................................................................... 34 C. Hipotesis ..................................................................................................... 36 BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 37 A. Desain Penelitian........................................................................................ 37 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 37 1.
Lokasi Penelitian .................................................................................... 37
2.
Waktu Penelitian .................................................................................... 37
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 38 1.
Populasi .................................................................................................. 38
2.
Sampel .................................................................................................... 38
D. Instrumen Penelitian................................................................................... 39 E. Uji Validitas dan Reabilitas ....................................................................... 42 F.
Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 43
G. Pengolahan Data......................................................................................... 44 H. Metode Analisis Data ................................................................................. 46 I.
Etika Penelitian .......................................................................................... 47
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 49 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 49 B. Hasil Analisis Univariat ............................................................................. 50 1.
Data Demografi Lanjut Usia .................................................................. 50
xiv
2.
Variabel Dependen dan Independen ....................................................... 52
C. Hasil Analisis Bivariat ............................................................................... 53 BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 55 A. Analisis Data Demografi ............................................................................ 55 1.
Gambaran Usia di PSTW Kategori Lansia Mandiri ............................... 55
2.
Gambaran Jenis Kelamin pada Lansia di PSTW .................................... 56
3.
Gambaran Tingkat Pendidikan pada Lansia di PSTW ........................... 56
B. Analisis Variabel Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif .............................. 57 1.
Gambaran Kualitas Tidur ....................................................................... 57
2.
Gambaran Fungsi Kognitif ..................................................................... 59
C. Analisis Korelasi Antara kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif .............. 62 D. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 64 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 65 A. Kesimpulan ................................................................................................ 65 B. Saran........................................................................................................... 66 1.
Bagi Pendidikan Keperawatan ............................................................... 66
2.
Bagi PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan .......................... 66
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya ....................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68 LAMPIRAN .............................................................. Error! Bookmark not defined.
xv
DAFTAR TABEL 3.1
Definisi operasional ............................................................................. 34
5.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Kategori Lansia Mandiri diPSTW Budi Mulia 4 Margaguna ....................................................... 50
5.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin kategori Lansia Mandiri diPSTW Budi Mulia 4 Margaguna ......................................... 51
5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ............................ 51
5.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kualitas Tidur Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ........................................ 52
5.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fungsi Kognitif Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ........................................ 52
5.6
Korelasi Data Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ........................................ 53
xvi
DAFTAR BAGAN
2.1
Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa ............................................... 15
2.2
Kerangka teori ..................................................................................... 32
3.1
Kerangka konsep penelitian ................................................................ 33
xvii
DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Izin Penelitian 2. Informed Consent 3. Kuesisoner Penelitian 4. Rekapitulasi Jawaban Penelitian 5. Hasil Analisis Univariat 6. Hasil Analisis Bivariat
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memasuki era penduduk bestruktur tua (Aging Structured Population). Sensus penduduk pada lanjut usia menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia setelah China, India dan Jepang. Yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada tahun 2010 atau 9,6 persen dari jumlah penduduk. Hal ini disimpulkan dari presentase yang telah mencapai lebih dari 7% dari keseluruhan penduduk menurut Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) tahun 2013. Berdasarkan proyeksi kementrian kesehatan, pada tahun 2010-2035, kelompok usia 0-14 tahun dan 15-49 tahun mengalami penurunan, sedangkan kelompok usia 50-64 tahun dan 65 tahun keatas, terus mengalami peningkatan (KEMENKES, 2013). Peningkatan pertumbuhan penduduk lanjut usia yang tejadi di Indonesia ini merupakan peningkatan dari angka Usia Harapan Hidup (UHH). Peningkatan UHH tercermin dari perbaikan kualitas dan kondisi sosial pada masyarakat. Kantor KESRA juga melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 penduduk lansia di Indonesia mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Dan perkiraan 1
2
tahun 2020 penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa penduduk lanjut usia akan terus meningkat dari jumlah dan harapan hidup seseorang. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Pada pencapaian umur lanjut ini, seseorang akan megalami beberapa perubahan (Maryam dkk, 2012). Jumlah lansia yang banyak di Indoneseia ini
haruslah
ditangani
secara
keseluruhan
dengan
memperhatikan
kebutuhannya (Silvanasari, 2012). Kebutuhan fisiologis dasar manusia termasuk lansia yang harus dipenuhi adalah higiene, nutrisi, kenyaman, oksisgenasi, cairan elektrolit, eliminasi urin dan fekal, dan tidur (Potter & Perry, 2012). Kebutuhan tidur termasuk dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan tidur merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi kelangsungan hidup manusia (Asmadi, 2006 dalam Silvanasari, 2012). Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Seorang lanjut usia akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memulai tidur dan memiliki waktu lebih sedikit untuk tidur nyenyak. Seiring dengan penurunan fungsi tubuh dalam kaitannya dengan fisiologi tidur, jumlah kebutuhan tidur lansia mengalami penurunan (Heny dkk, 2013). Pemeliharaan tidur menjadi salah satu aspek dari peningkatan kesehatan lanjut usia, untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik (Triyadini, dkk 2010). Menurut Potter dan Perry (2012), salah satu fungsi tidur selain untuk
3
memelihara fungsi jantung juga sebagai pemulihan fungsi kognitif. Seseorang yang mendapatkan kualitas tidur yang baik akan berpengaruh terhadap fungsi kognitifnya, dimana pada tahap tidur dihubungkan dengan aliran darah ke serebral, peningkatan konsumsi oksigen yang dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran yang berhubungan dengan fungsi kognitifnya. Sehingga pemeliharaan tidur yang baik menunjukkan adanya kualitas tidur yang baik pula. Kualitas tidur adalah ukuran di mana seseorang mendapatkan kemudahan untuk memulai tidur, mampu mempertahankan tidur, dan merasa rileks setelah bangun dari tidur (Heny, Sutrisna, dan Wira, 2013). Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan yaitu tidur REM mulai memendek. Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan 4 dan hampir tidak memiliki tahap 4. Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur (Saryono & Widianti, 2010). Missildine (2008) juga menambahkan bahwa kekurangan tidur akan memberikan efek pada fungsi kognitif. Pada kondisi umumnya lansia terdapat perubahan pada fisiknya yang juga mempengaruhi fungsi organ-organ dalam tubuh yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan Activity daily Living (ADL). ADL juga berkaitan erat pada fungsi kognisi yang juga mengalami degenerasi pada lansia. Ketika fungsi kognitif mengalami penurunan, ini berhubungan erat dalam penurunan kapasitas intelektual. Pada seorang lanjut usia, dengan tahap-tahap tertentu dalam penurunan kapasitas intelektual menjadi masalah yang mengganggu bagi kesejahteraan dalam kehidupannya (Mongisidi,
4
Tumewah, & Kembuan, 2013 dan Rohana, 2011). Namun realitanya hampir 80% lansia memiliki sedikitnya satu masalah kesehatan kronis dan menurunnya kognitif serta memori (Handayani dkk, 2013). Studi terbaru menunjukkan melalui penelitian Haimov dkk (2013), tentang perlakuan pada fungsi kognitif, yang dilakukan pada sejumlah lansia dengan inosmnia, bahwa peran tidur sangat penting untuk penerimaan memori baru sehingga kualitas tidur memiliki pengaruh besar terhadap peran memori. Auyeung dkk (2013), juga mengungkapkan pada penelitiannya tentang fungsi kognitif yang berhubungan dengan ritme tidur pada lanjut usia di komunitas, mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara ritme tidur dengan penurunan kognitif yang signifikan. Saryono dan Widianti (2010) mengatakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada lansia antara lain penyakit, stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, motivasi, gaya hidup dan latihan. Menurut Kementrrian Sosial (2008), lingkungan menjadi faktor yang tersorot dalam kesejahteraan lanjut usia. Sementara itu, meningkatnya mobilitas pekerja usia produktif menyebabkan pengasuhan para lanjut usia di dalam keluarga menjadi makin sulit. Sehingga solusi yang tertawarkan adalah adanya institusi yang menjalankan atau mengambil alih fungsi-fungsi yang telah ditinggalkan atau diabaikan oleh keluarga, dalam hal ini panti werdha merupakan salah satu pilihan. Panti werdha akan menjadi sebuah lingkungan baru yang dimilki lansia, dengan berbagai aktivitas yang
5
menunjang supaya dimasa akhir kehidupannya tetap terpenuhi haknya dalam kesejahteraan kehidupan. Studi pendahuluan oleh peneliti pada lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan terdapat sebanyak 205 lanjut usia. Salah satu pengelola panti tersebut mengatakan, bahwa jumlah lanjut usia terus berganti – ganti sehingga terkadang penuhnya panti menandakan bahwa lanjut usia saat ini memerlukan tempat yang layak ketika keluarga tidak dapat memenuhi hasrat kebutuhan lansia tersebut. Sehingga peneliti juga melakukan sebuah pengkajian tentang kualitas tidur kepada 6 lanjut usia, menggunakan kuesioner baku Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Didapatkan hasil dari 6 lanjut usia tersebut memilki kualitas tidur yang buruk. B.
Rumusan Masalah Secara fisiologis, terjadi penurunan fungsi pada lanjut usia. Karenanya kesehatan pada lanjut usiapun menurun. Salah satu aspek yang mempengaruhi kesehatan lanjut usia ini adalah gangguan tidur yang dimulai dari kualitas tidur yang buruk. Sehingga ketidakmampuan untuk tidur dengan baik dapat menyebabkan kesulitan mempertahankan perhatian, waktu respon melambat, gangguan dalam memori dan konsentrasi, serta penurunan kinerja yang mana ini adalah gejala – gejala pada gangguan kognitif (Rumble & Morgan, 1999 dalam Datto dkk, 2013) (Muzammil, Afriwardi dkk, 2014). Sehingga solusi Panti Werdha yang ditawarkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan lansia menjadi sorotan penting. Maka dari sinilah, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat
6
hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan? C.
Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana demografi lanjut usia (usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir) di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?
2.
Bagaimana gambaran kualitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?
3.
Bagaimana gambaran fungsi kognitif pada lansia di panti sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?
4.
Bagaimana hubungan kualitas tidur dan fungi kognitif pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?
D.
Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Mengetahui hubungan kulitas tidur dan fungi kognitif di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
2.
Tujuan Khusus a.
Mengetahui demografi lanjut usia (usia, jenis kelamin, dan pendidikan terkahir) pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.
b.
Mengetahui gambaran kualitas tidur pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.
c.
Mengetahui gambaran fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.
7
d.
Mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.
E.
Manfaat Penelitian 1.
Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan a.
Hasil penelitian ini dapat menambah literature study mengenai hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha.
b.
Memberikan informasi kesehatan lanjut usia mengenai kualitas tidurnya.
2.
Bagi Panti Werdha Aspek ini dapat memberikan informasi mengenai
gambaran
status kesehatan pada lanjut usia kepada pengelola panti werdha untuk tetap membantu dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan lansia terutama dalam hal kecil seperti masalah tidur. 3.
Bagi Peneliti Menambah keilmuan bagi peneliti khususnya dalam bidang keperawatan lanjut usia. Sehingga dapat diaplikasikan setiap saat dan ketika mendapatkan klien lanjut usia dengan cara khusus sesuai keilmuan yang telah didapat.
F.
Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Merupakan penelitian
8
dengan desain analitik kuantitatif corelation study dengan pendekatan cross sectional study. Pengumpulan data primer menggunakan instrumen kuesioner kualitas tidur yaitu The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan kuesioner fungsi kognitif yang menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE), serta data demografi yang meliputi, usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir. Subjek yang diteliti adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Waktu penelitian berkisar bulan April hingga September 2015.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Lanjut Usia 1.
Definisi Lansia Menua (menjadi tua= aging) adalah suatu proses meghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2009). Menurut Setianto (2004) dalam Efendi dan Makhfudli (2009), seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun keatas. Lanjut usia bukanlah penyakit, namun suatu kelanjutan dari proses kehidupan dengan ditandai penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan kebutuhan lingkungan (Pudjiastuti, 2003 dalam Efendi dan Makhfudli, 2009). Usia lanjut dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada kehidupan manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam dkk, 2008). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai lebih dari 60 tahun.
2.
Klasifikasi Lansia Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam menkes RI mempunyai batasan usia lanjut sebagai berikut: middle / young elderly usia antara
9
10
45-59 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun, old usia 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Notoatmojo (2007), lanjut usia dibagi menjadi empat kelompok, kelompok dalam masa virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun), kelompok lanjut usia dini yaitu kelompok yang baru memasuki lanjut usia (55-64 tahun), kelompok lanjut usia (65 tahun keatas), dan kelompok lanjut usia risiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. B.
Perubahan – Perubahan Pada Lanjut Usia 1.
Teori Penuaan Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Teoriteori ini menjelaskan bagaimana dan mengapa penuan terjadi. Biasanya dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu teori biologis dan teori psikososial (Stanley dan Beare, 2007). a.
Teori Biologis Teori biologis ini menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian. 1) Teori Genetika Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan
11
pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. 2) Teori Wear-And-Tear Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh. 3) Teori Imunitas Teori ini menggambarkan tentang kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan sistem penuaan. Ketika seseorang
bertambah
tua,
pertahanan
mereka
terhadap
organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. 4) Teori Neuroendokrin Penuaan terjadi karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas ditunujukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan reproduksi.
12
5) Riwayat Lingkungan Menurut terori ini, fator-faktor didalam lingkungan (misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor ini diketahui memepercepat proses penuaan namun, ini adalah dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan. b. Teori Psikososiologis 1) Teori kepribadian Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lanjut usia. 2) Teori Tugas Perkembangan Tugas perkembangan lanjut usia menurut Erickson mampu melihat kehidupan sesorang sebagai kehidupan yang dijalani
dengan integritas. Pada
kondisi
tidak adanya
pencapaian kehidupan yang baik, maka lansia akan disibukkan dengan rasa penyesalan dan putus asa. 3) Teori Disengagement Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasayarakat dan tanggung jawabnya.
13
C.
Tidur Menurut Potter dan Perry (2012), tidur merupakan suatu keadaan yang berulang – ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Jika orang memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya pulih. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pulihnya tenaga setelah tidur menunjukkan bahwa tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan yang berikutnya. 1.
Fisiologi Tidur Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur-terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku (Potter dan Perry, 2012). a.
Siklus tidur Menurut Potter dan Perry (2012) tidur yang normal memiliki dua fase: yaitu pergerakan mata yang tidak cepat (tidur nonrapid eye movement, NREM) dan pergerakan mata yang cepat (tidur rapid eye movement, REM). Tidur NREM dibagi menjadi empat stadium: 1) Stadium 1 merupakan transisi dari bangun dan ditandai oleh hilangnya pola alfa reguler dan munculnya amplitudo rendah., pola frekuensi campuran, terutama pada rentang teta (2 sampai 7 Hz). Dan gerakan mata berputar lambat. Seseorang dengan mudah terbangun oleh sensori seperti stimulus suara. Dan
14
ketika terbangun, seseorang akan merasa seperti telah melamun. 2) Stadium 2 ditetapkan melalui kejadian kompleks K dan kumparan tidur yang betumpang tindih pada aktivitas latar belakang yang serupa dengan stadium 1. Untuk terbangun masih relatif mudah, namun sudah memiliki peningkatan dalam relaksasi. Dan fungsi tubuh seseorang menjadi sangat lamban. 3) Stadium 3 adalah delta tidur dengan sekitar 20% tetapi kurang dari 50% aktivitas delta amplitudo tinggi(375 µV) delta (0,5 sampai 2 Hz). Kumparan tidur tetap ada, aktivitas gerakan mata tidak ada, dan aktivitas EMG (Elektromyografi) menetap pada kadar yang rendah, sehingga otot-otot mulai kendur. Tahap ini berakhir 15-30 menit. 4) Stadium 4, yaitu pola EEG (Elektro-Encephalogram) stadium 3 lambat, voltase tinggi terganggu pada sekitar 50% rekaman. NREM stadium 3 dan 4 disebut sebagai (secara kolektif) tidur “dalam”, “delta”, atau “gelombang lambat.”sangat sulit untuk membangunkan sesorang dalam tahap tidur ini. Tanda-tanda vital mulai menurun secara bermakna. Waktu ini berlangsung selama 15-30 menit. Tidur REM merupakan tidur aktif atau tidur paradoksial. Tidur
REM
ditandai
dengan
mimpi,
otot-otot
kendor,
meningkatnya tekanan darah, gerakan mata cepat (mata cenderung
15
bergerak bolak-balik), gerakan otot tidak teratur, pernafasan tidak teratur cenderung lebih cepat, dan suhu serta metabolisme meningkat (Aspiani, 2014).
Tahap pratidur
NREM tahap 1
NREM tahap 2
NREM tahap 3
NREM tahap 4
Tidur REM
NREM Tahap 2
NREM tahap 3
Bagan 2.1 Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa b. Irama Sirkadian Orang mengalami irama siklus sebagai bagian dari kehidupan mereka setiap hari. Irama yang paling dikenal adalah siklus 24-jam, siang-malam yang dikenal dengan irama diurnal atau sirkadian. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Irama sirkadian termasuk siklus tidurbangun harian, dipengaruhi oleh cahaya dan suhu serta juga faktorfaktor eksternal seperti aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan. Semua orang mempunyai aktivitas yang sinkron dengan siklus tidur mereka (Potter dan Perry, 2012). 2.
Kualitas Tidur Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun.
16
Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas (Kozier dkk, 2004 dalam Agustin, 2012). Menurunnya kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh meningkatnya latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur, terbangun lebih awal dan kesulitan untuk kembali tidur. Hal ini berhubungan dengan proses degeneratif sistem dan fungsi dari organ tubuh pada lansia. Penurunan fungsi neurontransmiter menyebabkan menurunnya produksi hormon melatonin yang berpengaruh terhadap perubahan irama sirkadian, sehingga lansia akan mengalami penurunan tahap 3 dan 4 dari waktu tidur NREM, bahkan hampir tidak memiliki fase 4 atau tidur dalam (Stanley, 2006 dan Stockslager, 2003). Buysee et al., (1989) melakukan penelitian tentang kualitas tidur dan pola tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), PSQI membedakan antara tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan pemeriksaan tujuh komponen yaitu, kualitas tidur, kemampuan mempertahankan tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur, penggunaan obat tidur dan tidak bersemangat menjalani aktivitas harian selama satu bulan terakhir (Orhan dkk, 2011). PSQI adalah instrumen yang efektif untuk mengukur kualitas dan pola tidur pada orang dewasa.
17
3.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tidur Sejumlah faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur. Seringkali faktor tunggal tiak hanya menjadi penyebab masalah tidur. Faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Adapun menurut Potter dan Perry (2012), berikut penjabaran nya: a) Penyakit Fisik Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik, atau masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur. Seseorang dengan perubahan seperti itu mempunyai masalah kesulitan tertidur atau tetap tidur. Nokturia atau berkemih dimalam hari juga menjadi salah satu penyebab gangguan tidur dan siklus tidur. Dan ini sering terjadi pada lansia dengan penurunan tonus kandung kemih atau orang yang berpenyakit jantung, diabetes, uretritis, atau penyakit prostat. Lansia seringkali mengalami “sindrom kaki tak berdaya.” Dan ini akan sering mengalami kekambuhan dimalam hari, seperti merasakan sensasi gatal pada otot, sehingga akan menimbulkan terganggunya tidur pada lansia khususnya dimalam hari (Potter dan Perry, 2012). b) Obat-obatan dan Substansi Lansia
seringkali
menggunakan
variasi
obat
untuk
mengontrol atau mengatasi penyakit kroniknya, dan efek kombinasi dari obat-obatan dapat menimbulkan gangguan tidur yang serius.
18
L-triptofan, suatu protein alami ditemukan dalam makanan seperti susu, keju dan daging, dapat membantu seseorang mudah tidur (Potter dan Perry, 2012). c) Gaya hidup Rutinitas harian seseorang mempengaruhi perubahan pola tidur. Individu yang bekerja bergantian berputar (mis. 2 minggu siang, kemudian diikuti oleh 1 minggu malam) seringkali mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Setelah beberapa minggu bekerja pada waktu malam hari, maka jam biologis seseorang dapat mmenyesuaikan. Perubahan lain dalam rutinitas yang menggangu pola tidur meliputi bekerja berat yang tidak biasa, mengikuti aktivitas sosial pada waktu malam, dan perubahan waktu makan malam (Potter dan Perry, 2012). d) Stres emosional Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan tidak bisa tidur. Seringkali lansia mengalami kehilangan yang mengarah pada stres emosional. Pensiun, gangguan fisik, kematian orang yang dicintai, dan kehilangan keamanan ekonomi merupakan contoh situasi yang situasi yang meprediposisi lania untuk cemas dan depresi. Sehingga seringkali ini mengalami perlambatan untuk jatuh tidur, munculnya tidur REM secara dini, seringkali terjaga, peningkatan total waktu tidur, perasaan tidur yang kurang, dan terbangun cepat (Potter dan Perry, 2012).
19
e) Lingkungan Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap tidur. Ukuran, kekerasan, dan posisi tempat tidur mempengauhi kualitas tidur. Seseorang lebih nyaman tidur sendiri atau bersama orang lain, teman tidur dapat mengganggu tidur jika ia mendengkur. Suara juga mempengaruhi tidur (Potter dan Perry, 2012). f) Latihan fisik dan kelelahan Seseorang yang kelelahan biasanya memperoleh tidur yang mengistirahatkan, khususnya kelelahan ini dikarenakan dari kerja atau latihan yang menyenangkan. Latihan dua jam atau lebih sebelum
waktu
tidur
membuat
tubuh
mendingin
dan
mempertahankan suatu keadaan kelelahan yang meningkatakan relaksasi. Akan tetapi, kelalahan yang berlebihan yang dihailkan dari kerja yang meletihkan atau penuh stres membuat sulit tidur. Hal ini juga dapat menjadikan masalah dalam kualitas dan pola tidur, dan biasanya terjadi pada anak sekolah dan remaja (Potter dan Perry, 2012). g) Asupan makanan dan kalori Orang tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti kebiasaan makan yang baik adalah penting untuk kesehatan yang tepat dan tidur. Kafein dan alkohol yang dikonsumsi pada malam hari mempunyai efek produksi insomnia, sehingga mengurangi atau menghindari zat tersebut secara drastis adalah strategi penting yang
20
digunakan untuk meningkatkan tidur. Kehilangan atau kelebihan berat badan juga dapat mempengaruhi pola tidur(Potter dan Perry, 2012). 4.
Perubahan Tidur pada Lanjut Usia Lansia tidur 6 jam setiap malamnya dan 20-25% adalah tidur REM. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4, dan beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam. Total waktu tidur rata-rata pada lanjut usia meningkat, namun membutuhkan waktu yang banyak untuk bisa jatuh tidur (Carney, Barrey, & Geyer, 2012). Seorang lanjut usia memiliki waktu pendek pada tidur yang dalam (delta sleep), dan lebih panjang waktunya didalam tidur stadium 1 dan 2. Hasil tes Polysomnographic ditemukan bahwa adanya penurunan dalam slow wave sleep dan REM (Darmojo, 2009). Pada lanjut usia, irama sirkadian menjadi lebih lemah, tidak dapat menyesuaikan dan kehilangan tinggi rendahnya irama sirkadian. Salah satu hipotesis menyatakan suprachiasmatic nuclei mengalami kemunduran dan mengalami kelemahan fungsi sehingga membuat irama sirkadian
lanjut usia menjadi terganggu. Penurunan tinggi
rendahnya irama sirkadian dapat meningkatkan frekuensi terbangun dimalam hari dan mengantuk yang amat di siang hari (Neikrug & Israel, 2010). Penurunan hormon serotonin yang terjadi pada lanjut usia mengakibatkan penurunan melatonin (Tortora & Derrickson, 2009).
21
Crowley (2011) juga melaporkan tentang kemunduran irama sirkadian seperti suhu tubuh, kortisol, dan melatonin. Penurunan kadar melatonin dimalam hari dapat menyebabkan gangguan irama sirkadian, khususnya menjadi lebih maju. Hal ini menyebabkan banyak lanjut usia merasa mengantuk dan tertidur lebih awal di malam hari dan lebih awal di pagi hari (Crowley, 2011 & Wold, 2008). Peningkatan frekuensi terbangun saat tidur dimalam hari pada lanjut usia dapat membuat jumlah total jam tidur menjadi berkurang (Meinner & Annette, 2006). Jumlah waktu tidur yang sebenarnya lebih sedikit dibandingkan jumlah waktu yang dihabiskan selama ditempat tidur (Wold, 2008) dan peningkatan istirahat/ tidur selama siang hari (Ceullar dkk 2007 dalam Potter & Perry, 2011)
22
D.
Fungsi Kognitif a.
Struktur dan Fungsi Saraf Lanjut Usia Masa penuaan terjadi secara alamiah. Perubahan terjadi disetiap sistem tubuh lansia, termasuk pada sistem saraf. Masa penuaan juga menurunkan jumlah sel saraf diberbagai daerah otak dan mengurangi zat-zat pada struktural sel saraf tersebut terutama pada dendrit. Hilangnya sel saraf tidak begitu luas dalam proses penuaan seperti yang diyakini sebelumnya. Dalam kenyataannya beberapa sel saraf tampak menyusut dan beberapa hilang. Dan ini akan mengakibatkan berubahnya beberapa fungsi seperti pada fungsi kognitif, motorik dan juga fungsi sensorik. Perubahan ini yang mencakup pada sensori dan motorik seperti kesulitan dalam menangkap informasi; dari penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan pada penciuman; sensasi getaran dan perubahan pada posisi akal. Fungsi kognitif akan dijelaskan lebih detail dibawah. Ini semua dikarenakan oleh perubahan pada neurotransmiter yang berkurang
dan
hipotalamus
karena
proses
penuaan
yang
berlangsung. Hipokampus adalah bagian dari lobus temporal yang terpenting dalam pengaturan memori dan pembelajaran. Pada proses penuaan ini yang terjadi adalah terdapat perubahan pada struktur, hilangnya sinaps pada saraf, integritas mikrovaskular yang menurun, berkurangnya glukosa dalam proses metabolisme, dan perubahan dalam sel-sel neuroglia (Meiner & Lueckenotte, 2006).
23
b. Definisi Kognitif Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses, mempertahankan, dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif mencakup pemikiran, penilaian, persepsi, perhatian pemahaman, dan memori. Kemampuan kognitif ini penting pada kemampuan individu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah,
menginterpetasikan
lingkungan
dan
mempelajari
informasi yang baru untuk memberikan nama pada beberapa hal (Videbeck, 2008). Kata kognisi (cognition) merujuk kepada tindakan atau proses “mengetahui”, termasuk kesadaran dan penilaian (Sherwood, 2012). c.
Neurosains Kognitif 1). Otak Depan Otak depan adalah wilayah otak yang terletak dibagian atas dan depan otak. Terdiri dari kulit otak, ganglia basalis, sistem limbik, talamus dan hipotalamus. Kulit otak adalah lapisan terluar hemisfer otak yang memainkan peran vital didalam proses-proses berfikir dan mental kita. Ganglia basal (bentuk tunggalnya: ganglion) adalah tempat berkumpulnya neuron-neuron yang krusial bagi fungsi motorik. Sistem limbik sangat
penting
bagi
emosi,
motivasi,
memori
dan
pembelajaran. Sistem limbik ini juga memadukan tiga struktur serebral yang saling berkaitan, yaitu amigdala, septum, dan hipokampus. Talamus menyampaikan informasi sensorik lewat
24
kelompok-kelompok neuron yang disalurkan ke wilayah korteks yang tepat. Ia bertempat kira-kira dipusat otak, kurang lebih sejajar dengan mata. Untuk mengakomodasi semua tipe inormasi
yang berbeda
yang perlu
dipilah-pilah.ketika
talamuss mengalami malfungsi, hasilnya adalah rasa sakit, gemetaran, amnesia, kekacauan, dan perasaan tegang ketika terjaga dan tidur. Sedangkan hipotalamus berfungsi mengatur perilaku
mempertahankan
kelangsungan
hidup,
seperti
bekelahi, makan, melarikan diri, dan seksualitas. Meskipun ukuran hipotalamus ini kecil (dai bahasa yunani:Hipo- atau „dibawah‟: lokaisnya berada didasar otak depan dibawah talamus) namun, ia justru penting untuk mengontrol banyak fungsi tubuh (Sternberg, 2008). 2). Otak Tengah Pada otak tengah terdapat sebuah sistem pengaktif retikularis (RAS, Reticular Activating System; disebut juga „formasi retikularis‟), sebuah serabut neutron yang esensial bagi pengaturan kesadaran, seperti pada tidur, keterjagaan, bangun dari tidur dan bahkan perhatian dalam segala hal dan fungsi vital seperti detak jantung dan pernafasan. Selain terdapat RAS, terdapat batang otak yang menghubungkan otak depan dengan saraf tulang belakang. Struktur yang disebut periadequeductal gray (PAG) terdapat didalam batang otak ini. Menentukan batas kematian otak para ahli medis melihat
25
berdasarkan fungsi-fungsi batang otak tersebut (Sternberg, 2008). 3). Otak Belakang Otak belakang terdiri atas medula oblongata, pons, dan serebelum. Medula oblongata mengontrol aktivitas jantung dan banyak mengontrol pernafasan, menelan an mencerna. Medula juga menjadi tempat saluran saraf yang berasal dari bagian tubuh sisi kana yang bergerak menyilang menuju sisi otak bagian kiri, dan sebaliknya. Medula oblongata adalah sebuah struktur interior memanjang yang terletak persis dititik sara tulang belakang yang memasuki tengkorak dan menempel ke otak. Medula oblongata yang mengandung RAS, membantu kita bertahan hidup. Selain medula oblongata adapula pons yang berfungsi sebagai sejenis stasiun pemancar karena ia mengandung serabut-serabut neuron yang menyalurkan sinyal dari satu bagian otak ke bagian otak lainnya. Serbelum yang berarti otak keil ini memiliki fungsi yaitu mengontrol koordinasi tubuh, keseimbangan dan penyesuaian otot dan beberapa aspek memori yang melibatkan gerakan-gerakan terkait prosedur (Sternberg, 2008). 4). Lobus-Lobus Hemisfer Otak a.
Lobus Frontalis Lobus frontalis diasosiasikan dengan pemrosesan motorik, dan proes-proses berfikir yang lebih tinggi seperti
26
penalaran abstrak (Sternberg, 2008). Lobus ini juga bertanggung jawab atas fungsi kognitif tertinggi, seperti pemecahan
masalah,
spontanitas,
memori,
bahasa,
motivasi, penilaian, dan kontrol impuls (Hernanta, 2013). b.
Lobus Parietalis Lobus ini juga diasosiasikan dengan pemrosesan somatosensoris. Ia menerima input-input dari neuron terkait sentuhan, rasa sakit, rasa temperatur, dan posisi tungkai-tungkai tubuh (Sternberg, 2008).
c.
Lobus Temporalis Lobus temporal adalah area asosiasi primer untuk informasi auditorik dan mencakup area Wernick tempat intepretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam intepretasi bau, penyimpanan ingatan, musik, agresif dan perrilaku seksual (Muttaqin, 2008 dan Hernanta, 2013).
d.
Lobus Okipitalis Lobus oksipital adalah lobus posterior koteks cerebrum. Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan didasar fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkannya dari cerebellum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama. Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina. Kiri untuk melihat angka dan huruf, serta kanan untuk melihat gambar dan bentuk (Muttaqin, 2008 dan Hernanta, 2013 ).
27
d. Kognitif pada Lansia Pada umumnya seseorang yang memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Terutama pada fungsi kognitif yang akan mempengaruhi aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian dalam diri lanjut usia tersebut (Sutarto, 2008). Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi (Papilia dkk, 2008). Penurunan terkait penuaan ditunjukan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan fungsi otak (Agronin dan Maletta, 2011). e.
Aspek Fungsi Kognitif 1). Atensi Atensi adalah cara-cara kita secara aktif memproses inforrmasi yang terbatas dari sejumlah besar informasi yang disediakan oleh indra, memori yang tersimpan, dan oleh proses-proses kognitif lainnya. Atensi juga mencakup baik proses-proses sadar dan proses tidak sadar (Reed, 2007). 2). Intelegensi Intelegensi
adalah
kapasitas
untuk
belajar
dari
pengalaman dengan menggunakan proses-proses metakognitif dalam upayanya meningkatkan pembelajaran, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
28
Pada
umumnya
intelegensi
diukur
dengan
menjumlahkan nilai pada berbagai subyek verbal dan kinerja. Kemampuan verbal tetap stabil dengan preoses penuaan normal. Sebaliknya, subyek yang membutuhkan pemikiran kreatif nonverbal dan strategi pemecahan masalah baru menunjukkan penurunan yang lambat karena penuaan (Helter, Ouslander dkk, 2009). 3). Perhatian Perhatian melibatkan kemampuan untuk fokus pada satu atau lebih potongan-potongan informasi baik melalui auditori dan visual yang cukup lama untuk memasukkan dan mengolah
data
(Helter,
Ouslander
dkk,
2009).
Dua
karakteristik perhatian adalah elektivitas dan usaha mental. Selektivitas perlu untuk menjaga kita dari kelebihan dengan banyaknya informasi (Reed, 2007). 4). Fungsi eksekutif Fungsi
eksekutif
mencakup
kemampuan
untuk
mengontrol dan berperilaku langsung, membuat kesimpulan yang berarti dan penilaian yang tepat, merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas, memanipulasi beberapa potongan informasi pada satu waktu (memori kerja), urutan motorik kompleks lengkap dan memecahkan masalah abstrak dan kompleks. Kemampuan eksekutif diperankan oleh lobus frontal hemisfer serebri, terutama area prefrontal, merupakan
29
area yang penting untuk fungsi eksekutif normal (Ginsberg, 2008). 5). Memori Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diporses melalui sistem limbik untuk terrjadinya pembelajaran baru. Secara klinik memori dibagi tiga tipe dasar, yaitu: a.
Immediate
memory,
merupakan
kemampuan
untuk
merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik. b.
Recent memory, merupakan kemampuan untuk mengingat kejadian sehari-hari, seperti tanggal, apa yang dimakan saat sarapan, atau kejadian-kejadian baru.
c.
Remote memory, merupakan rekoleksi atau mengintai kembali kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu (tanggal lahir, sejarah, nama kerabat, dan lain-lain).
6). Bahasa Bahasa merupakan instrumen dasar bagi komunikasi pada manusia, dan merupakan dasar dan tulang punggung bagi kemampuan kognitif. Bila terdapat gangguan hal ini akan mengakibatkan
hambatan
yang
berarti
bagi
klien
(Lumbantobing, 2008). Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi empat parameter, yaitu:
30
a.
Kelancaran Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran yaitu dengan meminta pasien menulis atau berbicara spontan.
b.
Pemahaman Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami dalam suatu perintah atau perkataan, dibuktikan dengan seseorang untuk melakukan perintah tersebut.
c.
Pengulangan Kemampuan
sesorang
untuk
dapat
mengklarifikasi
penyataan sebelumnya. d.
Penanaman Penanaman merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai sebuah objek dan bagian-bagiannya.
7). Visuospasial Kemampuan persepsi visual memerlukan pengertian lambang tentang ruang. Hubungan bentuk posisi ukuran relatif, latar depan dan latar belakang, dan ketetapan bentuk (dengan mempertahankan ciri khasnya bagaimanapun posisinya dalam ruang) adalah diantara unsur pokok pengurutan visuospaial (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). E.
Penelitian Terkait Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Riza dan Sigit, 2013, dengan judul, “hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif dan tekanan
31
darah pada Lansia di desa pasuruhan kecamatan mertoyudan kabupaten magelang” dengan menggunakan pendekatan cross setional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif (sig: 0,012 < 0,05) dan ada hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah (0,009 < 0,05) pada lansia. Uji regresi logistik menunjukkan kualitas tidur lebih mempengaruhi tekanan darah dengan nilai (sig: 0,0113 < 0,05). Penelitian yang dilakukan oleh Orhan, dkk (2011), dalam judul “Relationship between sleep quality and depression among elderly nursing home residents in Turkey” menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur (r=0,380 ; p=0,01) dengan depresi. Dengan prevalensi 60,3% pada kualitas tidur dari 73 lansia yang juga disertai depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Molly dkk, 2011, yang berjudul “Sleep
Onset/Maintenance
Difficulties
and
CognitiveFunction
in
Nondemented Older Adults: The Role ofCognitive Reserve”, menguji hubungan antara fungsi kognitif dan onset tidur / kesulitan pemeliharaan tidur pada lanjut usia. Hasil dari pengujian ini adalah bahwa semakin endah pendidikan yang dimiliki oleh lanjut usia akan rentan muncul efek negatif pada onset tidur / pemeliharaan tidur.
32
F.
Kerangka Teori Lanjut Usia
Penurunan/ perubahan fungsi lanjut usia
Kebutuhan fisiologi dasar manusia:
Perubahan pada Otak dan Sel Saraf
1. Higiene Fungsi Kognitif
2. Nutrisi 3. Kenyamanan 4. Oksigenasi 5. Cairan elektrolit 6. Eliminasi 7. Tidur (Potter & Perry, 2012)
Aspek – aspek fungsi kognitif: 1. 2. 3. 4.
Atensi (Konsentrasi) Intelegensi Perhatian Bahasa (kelancaran, pemahaman, dan naming) 5. Memory (Immediate, recent,dan remotecontrol) 6. Visuospasial 7. Fungsi eksekutif
Bagan 2.2Kerangka konsep menurut Teori Perubahan Kurt Lewin (1951)
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
A.
Kerangka Konsep Penelitian Konsep merupakan bahan dasar sebuah teori, yang dengan sendirinya terdiri dari pernyataan. Sehingga kerangka konsep adalah penggunakan satu atau beberapa konsep terkait yang mendasari masalah studi dan mendukung rasional (alasan) pelaksanaan studi tersebut (Dempsey & Arthur, 2002). Dibawah ini digambarkan mengenai kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4, yaitu mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia.
Fungsi kognitif lanjut usia :
Kualitas tidur Lanjut Usia
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Intelektual Perhatian Bahasa Memori Visuospasial Eksekutif
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
33
34 B.
Definisi Operasional 3.2 Tabel Definisi Operasional
No. 1.
2.
Variabel
Definisi Operasional
Jenis
Identitas responden penelitian sesuai
kelamin
dengan kondisi biologis fisik.
Usia
Usia responden yang di hitung sejak
Alat Ukur Kuesioner
Cara Ukur Wawancara
Hasil Ukur 1 = laki-laki
Skala Ukur Nominal
2 = perempuan Kuesioner
Wawancara
dilahirkan hingga ulang tahun terakhir.
1=60-74 tahun
Ordinal
2= 75-90 tahun 3= >90 tahun
3.
Tingkat
Jenjang ilmu pengetahuan yang didapat
pendidikan
dari lembaga pendidikan formal terakhir.
Kuesioner
Wawancara
1 = SD
Ordinal
2 = SMP 3 = SMA 4 = PT
4.
Kualitas
Kemampuan individu untuk tidur dan
Kuesioner paten
Mengajukan
Dengan 19
Tidur
memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan
yang terdiri dari
pertanyaan
pertanyaan, skala
kebutuhannya .
19 pertanyaan.
melalui
likert 0-3. Terbagi
kuesioner.
menjadi 2 kategori;
Nominal
Baik : < 5 Buruk : ≥ 5 5.
Fungsi
Kemampuan seseorang yang terdiri dari
Kuesioner paten
Mengajukan
Terdiri dari 11
Nominal
35 kognitif
aspek intelektual, perhatian, bahasa,
MMSE (Mini
pertanyaan
pertanyaan, dengan
memori, visuospasial, dan eksekutif.
Mental Status
melalui
nilai:
Exaimantion).
kuesioner.
Tertinggi: 30 Terendah : 0 Dibagi menjadi 2 kategori: Baik : >23 Buruk : ≤ 23
36
C.
Hipotesis Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian. Hipotesis berdasarkan pernyataannya dibagi menjadi 2 yaitu, hipotesis alternatif (H1) dan hipotesis null (H0) (Dharma, 2011). Sehingga hipotesis peneliti menurut Dharma, adalah: H1 : Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha.
BAB IV METODE PENELITIAN A.
Desain Penelitian Ditinjau dari pendekatannya, peneliti menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen yang diidentifikasikan dalam satu waktu (Dharma, 2011). Dalam hal ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian 1.
Lokasi Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Terdapat satu komunitas dimana para dewasa tua atau lanjut usia berkumpul disuatu tempat dan melakukan sebuah aktifitasnya.
2.
Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan April hingga September 2015. Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
37
38
C.
Populasi dan Sampel Penelitian 1.
Populasi Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Perbedaan - perbedaan itu disebabkan karena adanya nilai karakteristik yang berlainan (Supranto, 2000). Populasi penelitian ini adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
2.
Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi. Jika n adalah jumlah elemen sampel dan N adalah jumlah elemen populasi, maka n < N (n lebih kecil dari pada N) (Supranto, 2000). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampel adalah suattu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih
sampel
diantara
populasi
sesuai
dengan
yang
dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi tersebut (Nursalam, 2008). Sehingga sampel penelitian yang berdasarkan dengan kriteria inklusi berjumlah 31 responden. Kriteria Inklusi: a.
Usia mulai dari 60 tahun keatas.
b.
Lanjut usia yang dapat melihat, berbicara dan mendengar.
39
c.
Lanjut usia yang bersedia menjadi responden tanpa paksaan.
d.
Lanjut usia yang tinggal di bagian mandiri di Panti Sosial Tresna WerdhaJakarta Selatan.
e. D.
Lanjut usia yang tidak memiliki gangguan kejiwaan.
Instrumen Penelitian Dalam sebuah penelitian dibutuhkan suatu alat pengumpul data. Salah satu diantara alat pengumpul data tersebut adalah kuesioner. Kuesioner ini merupakan daftar pertanyaan dalam rangka wawancara terstruktur oleh peneliti dengan responden (Imron & Munif, 2010). Instrumen dalam penelitian ini merupakan data primer yang diambil melalui dua kuesioner, yaitu: 1.
Instrumen pertama berupa pertanyaan mengenai data demografi responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
2.
Mini Mental State Examination (MMSE) Mini Mental State Examination (MMSE) adalah sebuah tes mental standar yang menilai secara klinis sebuah fungsi kognitif yang terdistribusi dan terlokasi (Ginsberg, 2008). MMSE diperkenalkan oleh Folstein pada tahun 1975. MMSE digunakan sebagai alat mendeteksi adanya gangguan kognitif pada seseorang atau individu mengevaluasi perjalanan suatu penyakit yang berhubungan dengan proses penurunan kognitif dan memonitor respon terhadap pengobatan (Turana, 2004 dalam Rianto, 2013).
40
MMSE adalah alat pengukuran fungsi kognitif yang baik dan tepat untuk populasi lanjut usia baik yang tinggal di panti werdha, di rumah sakit maupun di komunitas (Hartford institut). MMSE sangat reliabel untuk menilai gangguan fungsi kognitif dan dapat digunakan secara luas sebagai pemeriksaan yang sangat sederhana untuk mendiagnosis adanya gangguan kognitif. MMSE terdiri dari 30 pertanyaan, terbagi menjadi 11 item pertanyaan dan perintah, yang meliputi rincian intelegensi, perhatian, fungsi eksekutif, memori, bahasa, dan visuospasial (Folstein, 1993). Penilaian baik buruknya fungsi kognitif didasarkan atas nilai potong yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan terakhir responden. Dinilai baik jika nilainya ≥ 23 untuk sekolah dasar(SD), ≥ 25 untuk sekolah menengah pertama (SMP), dan ≥ 26 untuk sekolah menengah atas (SMA) ke atas, sedangkan dinilai buruk jika < 23 untuk sekolah dasar(SD), < 25 untuk sekolah menengah pertama (SMP), dan < 26 untuk sekolah menengah atas (SMA) ke atas (Turana, 2004 dalam Rianto, 2013). 3.
The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan instrumen yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas dan pola tidur lanjut usia. Ini membedakan dua kategori "buruk" dan "baik" pada tidur dengan mengukur tujuh domain: kualitas tidur,
41
kemampuan mempertahankan tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur,penggunaan obat tidur, dan tidak bersemangat menjalani aktivitas harian selama satu bulan terakhir. Keuntungan menggunakan PSQI karena memiliki validitas dan reabilitas yang tinggi. Namun metode ini juga memilki memiliki kekurangan yaitu pengisian kuesioner PSQI dapat memperoleh hasil yang kurang akurat dikarenakan batasan dan kesulitan klien memahami pertanyaan sehingga perlu dipandu dalam pengisiannya. Pada penelitian ini, dengan populasi lanjut usia, PSQI adalah alat yang tepat yang sering digunakan dalam pengukuran kualitas tidur. Kuesioner ini terdiri dari 19 pertanyaan dengan tujuh komponen atau domain dengan skala likert 0-3. Jawaban 0 untuk tidak pernah sama sekali / baik sekali, 1 untuk satu kali dalam seminggu / baik, 2 untuk dua kali dalam seminggu / buruk, dan tiga untuk tiga kali atau lebih dalam seminggu / sangat buruk (Orhan, 2011). Penghitungan kuesioner berdasarkan setiap domain dan kemudian di total secara keseluruhan domain tersebut. Domain 1 adalah nilai dari no. 9 pada kueisoner. Domain 2 adalah jumlah skor dari no. 2 ( ≤15 mnt=0; 16-30 mnt=1;31-60 mnt=2;>60 mnt=3) ditambah no. 5a. Hasilnya jika, 0=0; 1 – 2=1; 3 – 4=2; 5 –
42
6=3. Domain 3 adalah skor no.4 (>7=0 ; 6-7=1 ; 5-6=2 ; <5=3). Domain 4 adalah total waktu tidur dibagi lamanya diatas tempat tidur sebelum jatuh tidur dan dikalikan 100%. Dengan hasil jika, >85%=0; 75-84%=1; 65-74%=2; <65%=3. Domain 5 adalah penjumlahan skor dari no. 5b-5j. Jika hasilnya, 0=0; 1-9=1; 1018=2; 19-27=3. Domain 6 adalah skor no. 6. Dan domain 7 adalah penjumlahan dari no. 7 & 8 (0=0; 1-2=1; 3-4=2; 5-6=3) (Boltz, 2012). E.
Uji Validitas dan Reabilitas Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur (Ancok, 2006). Menurut Lapau (2013) dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid, uji validitas ditujukan pada instrumen penelitiannya. Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah intsrumen baku. Sehingga uji validitas pada kuesioner MMSE dan PSQI ini tidak dilakukan. Pada kuesioner MMSE skor 23 pertama kali diajukan sebagai ambang skor yang mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi berurutan yang menilai keefektifan ambang skor MMSE ≤ 23 untuk mendeteksi demensia, sensivitas berkisar antara 63%-100% dan spesifitas berkisar antara 52% - 99% (n=23-74 orang dengan demensia dan 24-2663 orang tanpa demensia). Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila
43
pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Ancok, 2006). Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk menghasilkan pengukuran yang konsisten. Terdapat dua studi yang menilai konsistensi internal MMSE mendapatkan nilai alfa cronbach sebesar 0,82 dan 0,84 pada penelitian lanjut usia yang dirawat dilayanan medis dan lansia panti werdha. Kuesioner PSQI juga memiliki konsistensi internal dan koefisian reliabilitas (cronbah‟s alpha) 0,83 untuk ke tujuh komponen (Agustin, 2012). F.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2015. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam peneltian ini, yaitu: 1.
Peneliti menentukan permasalahan, subjek penelitian, tempat penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta menentukan judul penelitian. Peneliti kemudian mengajukan surat dari fakultas untuk diberikan kepada pihak Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budia Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
2.
Setelah perizinan penelitian disetujui oleh dan pihak PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan, peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan terkait penelitian yang akan dilakukan.
44
3.
Selanjutnya peneliti menyusun proposal skripsi dan melakukan ujian seminar proposal skripsi.
4.
Setelah melakukan ujian seminar, peneliti segera mencari calon responden yang sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden.
5.
Setelah di tanda tanganinya informed consent tersebut, peneliti memberikan penjelasan cara pengisian kuesioner dan dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan atau pernyataan yang kurang jelas.
6.
Kuesioner yang telah diisi kemudian diolah dan dianalisis oleh peneliti.
G.
Pengolahan Data Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena setelah data teranalisis barulah dapat memberikan arti dan makna yang berguna dalam memecahkan penelitian. Setelah data terkumpul, lalu dilakukan pengolahan data sebagai berikut: 1.
Memeriksa data (Editing) Editing yaitu penyuntingan dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap kuesioner dari responden. Memeriksa data yang dilakukan
yaitu
meliputi
perhitungan
dan
penjumlahan.
Penghitungan dan penjumlahan adalah menghitung banyaknya lembaran-lembaran kuesioner dan yang sesuai dengan kriteria
45
inklusi. Tujuan dari editing ini adalah memastikan data yang diperoleh yaitu kuesionernya semua telah diisi, relevan dan dapat dibaca dengan baik. 2.
Memberi Kode (Coding) Yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pemberian kode dilakukan untuk menyederhanakan data yang diperoleh (Notoatmodjo, 2010) dan (Rianto, 2011). Pemberian kode menggunakan angka yang sederhana.
3.
Memproses Data (Processing) Setelah pemberian kode selesai, maka data yang sudah diberi kode dipindahkan ke dalam suatu media untuk pengolahan data selanjutnya. Proses dilakukan dengan cara meng-entry data hasil kuesioner kekomputer.
4.
Cleaning Data Proses ini adalah pembersihan data dari setiap sumber atau responden selesai dimasukkan kedalam komputer sebelum dianalisis. Perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya sehingga diperlukan koreksi dan pembenahan.
46
H.
Metode Analisis Data 1.
Analisis Univariat Analisis Univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Dari penelitian ini, peneliti akan melihat gambaran dari data demografi lanjut usia (usia, pendidikan terakhir dan jenis kelamin) dan masing masing variabel yaitu, kualitas tidur dan fungi kognitif.
2.
Analisis Bivariat Analisis bivariat berguna untuk menghubungkan dua variabel (Umar, 2003) yaitu untuk melihat hubungan variabel kualitas tidur dan variabel fungsi kognitif lansia. Analisis yang digunakan untuk penelitian ini, yaitu uji Fisher Exact Test. Fisher probabaility exact test merupakan salah satu uji nonparametrik untuk menguji hipotesis. Pada penelitian dua variabel dengan data yang dinyatakan dengan persen, pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan statistik parametrik chi-square. Bila sampel terlalu kecil (n < 20) dan nilai ekspektasi < 5 maka chi-square tidak dapat digunakan. Untuk mengatasi kelemahan uji chi-square tersebut digunakan uji fisher exact test (Budiarto, 2002).
47
Peneliti menggunakan derajat keperayaan 95% sehingga jika nilai p ≤ 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan independen dan apabila p > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. I.
Etika Penelitian Seorang peniliti yang melakukan sebuah penelitian hendaknya berpegang teguh pada sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian, meskipun penelitian tidak membahayakan bagi subyek. Secara garis besar terdapat 4 prinsip yang harus dipegang teguh, (Notoatmodjo, 2010) yakni: 1.
Human Dignity Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Sebagai ungkapan, peneliti menghargai hak dan
martabat
subjek
peneliti
maka
seyogianya
peneliiti
mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform concern). Responden dibacakan oleh peneliti maksud dan tujuan penelitian sebelum
mengisi
kuesioner
persetujuan dari peneliti.
dan
menandatangani
lembar
48
2.
Privacy and Confidentiality (Privasi dan Kerahasiaan) Peneliti menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan responden untuk kepentingan penelitian.
3.
Justice and Inclusiveness (Jujur dan Keterbukaan) Prinsip ini perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Prinsip ini menjamin agar semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama. Sehingga peneliti melakukan wawancara dengan lansia perorangan.
4.
Balancing and Benefits Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat yang baik bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada umum dan khususnya. Peneliti hendaknya meminimalisir dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian mencegah dari rasa sakit, cidera, stress, maupun kematian.
BAB V HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna merupalan Unit Pelakana Teknis (UPT) bidang kesejahteraan sosial lanjut usia Dinas Bintal dan Kesos Provinsi DKI Jakarta. Sebagai lembaga pelayanan masyarakat PSTW Budi Mulia 4 Margaguna adalah lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya lanjut usia yang tidak mampu atau kurang beruntung dengan sumber dana APBD Provinsi DKI Jakarta. Saat ini lansia yang berada pada PSTW Budi Mulia 4 berasal dari berbagai macam daerah. Dan berbagai cara masuknya. kebanyakan lansia tersebut adalah hasil penangkapan dari petugas Satuan Polisi Pramong Praja (Satpol PP) yang meraup para gelandangan dan pengemis yang ada dijalanan. Sehingga tidak sedikit para lansia yang berada di PSTW ini memiliki gangguan dalam kejiwaannya. Sehingga petugas panti memiliki banyak kegiatan untuk mengembalikan kesejahteraan kehidupan bagi lansia tersebut. Kegiatan yang ditawarkan pada panti tersebut seperti rutinitas dalam beribadah dari setiap kalangan agama, olahraga, keterampilan seperti menjahit, menyulam, bermain musik angklung, karaoke, membuat kerajinan seperti keset dan bermacam-macam aksesoris. Ini
49
50
semua ditawarkan didalam panti tersebut guna untuk memberikan layanan dan kesejahteraan menikmati kehidupan terakhirnya. PSTW Budi Mulia 4 ini juga memiliki tiga kategori untuk para lansia. Yaitu lansia mandiri, lansia setengah renta dan lansia renta. Pengkategorian ini didasarkan pada kemampuan lansia dalam kemandiriannya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Responden yang dijadikan penelitian oleh peneiliti adalah lansia yang berkategorikan mandiri dimana jumlah total keseluruhan nya adalah 76. Dari keseluruhan itu yang sesuai dengan kriteria inklusi adalah 31. B.
Hasil Analisis Univariat Analisis univariat ini digunakan untuk menganilisis variabelvariabel karakteristik individu yang ada secara deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi. Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi: data demografi lanjut usia yang terdiri dari usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, kualtias tidur, dan fungsi kognitif. 1.
Data Demografi Lanjut Usia a.
Usia Rata – rata usia responden yang paling banyak adalah rentan usia 60-74 tahun, yaitu sebanyak 24 responden atau 77,4%. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
51
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna
Usia
N
%
60-74 tahun 75-90 tahun Total
24 7 31
77.4 22.6 100.0
b. Jenis Kelamin Pengelompokan responden berdasarkan jenis kelamin lansia dengan kategori mandiri terdapat pada tabel 5.2 berikut: Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Jenis Kelamin
N
%
Laki-laki
16
51.6
Perempuan Total
15 31
48.4 100.0
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu 16 orang (51,6%). c.
Tingkat Pendidikan Lansia yang teradapat pada kategori mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini sebagian besar berlatar belakang Sekolah Dasar (SD) yakni sebanyak 16 orang. Ini dapat dilihat dari tabel 5.3 dibawah ini:
52
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Tingkat Penidikan Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas (SMA) Perguruan Tinggi (PT) Total 2.
N 16 8 5 2 31
% 51.6 25.8 16.1 6.5 100.0
Variabel Dependen dan Independen a.
Kualitas Tidur Lanjut Usia Data dibawah ini menunjukkan bahwa kualitas tidur lansia kategori mandiri yang tinggal di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini memiliki kualitas yang buruk yaitu sebanyak 96,8% atau 30 orang. Seperti yang terlihat pada tabeel dibawah ini: Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kualitas Tidur Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Kualitas Tidur Baik Buruk Total
N 1 30 31
% 3.2 96.8 100.0
b. Fungsi Kognitif Lanjut Usia Pengelompokan responden berdasarkan kategori fungsi kognitif dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini.
53
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fungsi Kognitif Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Fungsi Kognitif Baik Buruk Total
N 25 6 37
% 80.6 19.4 100.0
Pada tabel diatas mengatakan bahwa dari keseluruhan responden yang bersedia mengikuti penelitian ini terdapat 80,6 % (25 lansia) memiliki fungsi kognitif yang baik dan 19,4 % (6 lansia) memiliki fungsi kognitif yang buruk. C.
Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat yang akan menunjukkan hubungan antara dua variabel bisa dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.6 Korelasi Data Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Fungsi kognitif Kualitas tidur
P.Value Buruk N % N % baik 1 100 0 0 1,000 buruk 28 80 8 20 Berdasarkan tabel diatas menyatakan bahwa dari p-value yang Baik
di dapatkan yaitu sebesar 1,000 yang melebihi dari batas nilai derajat kepercayaan 95% (α=0,05), dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif. Namun
54
presentase tabel tersebut menyatakan bahwa pada kualitas tidur yang baik akan menghasilkan 100% fungsi kognitif yang baik, sedangkan kualitas tidur yang buruk menghasilkan 80% fungsi kognitif yang baik.
BAB VI PEMBAHASAN
A.
Analisis Data Demografi 1.
Gambaran Usia di PSTW Kategori Lansia Mandiri Usia merupakan faktor yang sangat independen karena tidak dapat diubah oleh manusia. Usia akan bertambah hari demi hari secara otomatis. Oleh karena itu, usia merupakan faktor biologis sebagai pembeda dalam hubungannya dengan dimensi kelompok (Soeroso, 2008). Responden penelitan ini adalah lanjut usia yang berada pada PSTW Budi Mulia 4 Margaguna yang merupakan kelompok usia lanjut. Dengan batasan usia minimal 60 tahun seperti definisi yang tertera di Undang-undang no.13 Tahun1998. Pada kategori lansia mandiri di PSTW Budi Mulia ini, menggambarkan bahwa sebagian besar responden merupakan lanjut usia yang berumur 60-74 tahun yaitu sebanyak 24 responden atau sebesar 77,4%. Menurut Erickson, tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Seperti misalkan mereka memiliki
rutinitas
atau
pekerjaan
yang
rutin,
olahraga,
pengembangan hobi, dan lain-lain (Maryam, 2008). Karena lansia dengan kategori mandiri ini masih dapat melakukan aktiitas
55
56
sehari-hari dengan baik, sehingga setiap kegiatan yang ditawarkan oleh pihak panti mereka dapat ikut serta. 2.
Gambaran Jenis Kelamin pada Lansia di PSTW Jenis kelamin pada penelitian ini didominasi oleh laki-laki. Total seluruh responden lansia mandiri ialah 31 orang, 16 orang (51,6%) diantaranya adalah laki-laki. Green (1980) dalam Notoatmojo (2007) menyatakan bahwa jenis kelamin termasuk predisposing factor terjadinya perubahan perilaku seseorang. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan aktivitas atau pekerjaan sehingga perlu diukur. Perbedaan jumlah jenis kelamin lanjut usia PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini dipengaruhi oleh ketersediaan lansia mengikuti penelitian ini. karena saat dilakukan penelitian, bersamaan dengan adanya acara dari Gubernur untuk lansia seDKI,
sehingga
PSTW
Budi
Mulia
menampilkan
grup
angklungnya yang mana grup tersebut terdiri dari 80% perempuan dari lansia kategori mandiri. Sehingga keputusan untuk masuk panti tidak dipengaruhi oleh gender, kemungkinan keputusan untuk tinggal dipanti dipengaruhi oleh faktor usia. 3.
Gambaran Tingkat Pendidikan pada Lansia di PSTW Distribusi responden menurut pendidkan di PSTW Budi Mulia 4 kategori mandiri, menunjukkan bahwa responden dengan
57
tingkat pendidikan akhir Sekolah Dasar (SD) lebih banyak di bandingkan dengan tingkatan atasnya, yaitu 16 lansia. Dan terdapat dua lansia dengan pendidikan tertinggi yaitu perguruan tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Agustini dkk (2014), menyatakan bahwa dari 97 responden, sebagian besar responden berada pada status pendidikan dasar, yaitu sebanyak 64 orang (66 %). Faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada lansia (Rosita, 2012). Ini dapat disebabkan karena pada saat itu mereka kesulitan untuk melanjutkan pendidikan dikarenakan
masalah
ekonomi
yang
rendah.
Sehingga
kebanyakan lansia berhenti pada pendidikan dasar atau bahkan tidak sekolah sama sekali. Hal ini sama seperti penelitian Ramadian (2012), menyatakan bahwa pendidikan dengan tamatan SD lebih banyak yaitu sebesar 72,1% dan mengalami fungsi kognitif yang buruk. Rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah satu indikator masih rendahnya kualitas hidup lansia saat itu. B.
Analisis Variabel Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif 1.
Gambaran Kualitas Tidur Dari keseluruhan responden yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini telah didapatkan bahwa sebagian besar memiliki kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 30 responden (96,8 %) dari jumlah keseluruhan 31 responden. Perkembangan usia yang
58
semakin lanjut atau tua ini mempengaruhi kualitas tidur yang semakin buruk. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Umami (2013), bahwa secara umum gangguan tidur menjadi lebih sering dialami dan sangat menganggu seiring dengan bertambahnya usia. Setelah berusia diatas 40 tahun tubuh menjadi lebih nyata, jadi orang tua sering mengalami tidur yang tidak berkualitas. Menurunnya kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh meningkatnya
latensi
tidur,
berkurangnya
efisiensi
tidur,
terbangun lebih awal dan kesulitan untuk kembali tidur. Hal ini berhubungan dengan proses degeneratif sistem dan fungsi dari organ tubuh pada lansia. Penurunan fungsi neurotransmiter menyebabkan menurunnya produksi hormon melatonin yang berpengaruh terhadap perubahan irama sirkadian, sehingga lansia akan mengalami penurunan tahap 3 dan 4 dari waktu tidur NREM, bahkan hampir tidak memiliki fase 4 atau tidur dalam (Stanley, 2006 dan Stockslager, 2003). Pada tahap ini rekaman EEG adalah kumparan delta, dan tahap ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur normal. Ketika kebutuhan tidur ini tidak terpenuhi pada lansia menyebabkan mengalami kualitas tidur yang kurang baik. Karena masa ini adalah masa tahap pemulihan (Saryono & Widianti, 2010; Mass, 2011).
59
Menurut Silvanasari (2012), juga mengatakan bahwa penurunan kualitas tidur lansia secara normal seiring dengan proses
penuaan
terfokus
pada
peningkatan
waktu
yang
mengganggu tidur (efisiensi tidur). Dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa 56,6% lansia memiliki efisiensi tidur <85%. Sehingga pada dasarnya peningkatan usia menjadikan nilai kualitas tidur yang buruk akan meningkat walaupun tidak mengalami perbedaan yang signifikan. Gambaran yang terjadi pada PSTW dari kualitas tidur yang buruk selain dari hasil kuesioner adalah keluhan yang muncul pada lansia tersebut. Mereka mengeluhkan bahwa setiap malam mereka tidak dapat tidur dengan baik, dikarenakan suasana lingkungan yang kurang mendukung, tidak dapat tidur dengan cepat, lebih banyak mengantuk pada siang hari, dan sering merasa panas pada malam hari. Setiap kamar tidur beriisikan lansia sebanyak 10-15 kasur atau individu lansia. Sehingga dengan berbagai macam karakteristik individu, dapat mempengaruhi lingkungan tidurnya. 2.
Gambaran Fungsi Kognitif Peneliti kuesioner
melakukan
MMSE
untuk
penelitian menilai
dengan kognitif
menggunakan lansia
dengan
wawancara perorangan. Didapatkan hasil bahwa responden yang mengikuti penelitian sebanyak 25 orang (80,6 %) memiliki fungsi
60
kognitif yang baik. Penelitian Wreksoatmodjo (2013) menyatakan bahwa aktivitas kognitif yang buruk akan memperbesar risiko fungsi kognitif yang buruk dikalangan lanjut usia (p= 0,045). Menurut Yaffe dkk (2001), juga mengatakan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau tidak aktif, akan terjadi perbedaan dalam jumlah skor fungsi kognitifnya. Mekanisme yang menjelaskan hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif yaitu aktifitas fisik menjaga dan mengatur vaskularisasi ke otak dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan kadar lipoprotein, meningkatkan produksi endhotelial nitric oxide dan menjamin perfusi jaringan otak yang kuat, efek langsung terhadap otak yaitu memelihara struktur saraf dan meningkatkan perluasan serabut saraf, sinap-sinap dan kapilaris (Weuve dkk, 2004). Terjadinya hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif adalah melalui kontraksi otot yang akan memberikan pengaruh pada otak melalui jalur muscle spindle, adanya suatu rangsanggan yang terjadi pada golgi tendon organ akan diteruskan ke central nervus system melalui jaras-jaras ini yang menerima informasi berupa sensoris dari perifer, sistem visual, sistem vestibuler,
muskulo
skletal,
proprioseptik,
dan
lain-lain.
Kemudian akan diproses dan diintegrasikan pada semua tingkat
61
sistem saraf. Menurut Suhartono (2005), dalam waktu singkat kurang lebih 150 mikro detik akan terbentuk suatu respon yang benar dan disimpan oleh otak. Informasi yang diterima akan diintegrasikan di dalam sistem sensoris integrasi di sub cortical dan disimpan oleh bagian memori yaitu corpus amigdala diintegrasikan ke cortex cerebri centrum kognitif, supaya tidak menjadi memori yang pendek/ short term memory dilakukan secara berulang- ulang sehingga menjadi long term memory. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan memiliki kegiatan yang rutin dan wajib diikuti bagi setiap lansia yang berada di panti tersebut sesuai kondisinya. Adapun program-progam kegiatan tersebut adalah olahraga rutin seminggu dua kali, bimbingan rohani (4 kali seminggu untuk agama islam, dan 1 kali seminggu untuk umat kristiani), pelayanan kesehatan, peyaluran hobi (menjahit, menyulam, membuat taplak meja, dan lain-lain), dan kesenian (qosidah, angklung, dan karaoke). Khususnya bagi lansia kategori mandiri yang harus diberi motivasi untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah disediakan oleh panti. Seperti contohnya senam yang diadakan setiap 2 kali dalam seminggu. Ini adalah aktifitas yang mudah dan dilakukan berulang-ulang. Untuk lanjut usia aktifitas seperti ini yang dapat
62
meningkatkan fungsi kognitif tanpa harus mengeluarkan banyak biaya sehingga aktivitas ini harus dipertahankan. C.
Analisis Korelasi Antara kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Analisis pada penelitian ini menggunakan uji Fisher Exact Test. Setelah dilakukan analisis diperoleh p.value sebesar 1,000 atau lebih besar dari derajat kepercayaan(α=0,05), sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif. Namun dalam presentase hubungan, kualitas tidur yang baik akan menghasilkan 100% fungsi kognitif yang baik. Dan kualitas tidur yang buruk akan menghasilkan 80% fungsi kognitif yang baik. Penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian Umami dkk (2013) dengan judul hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif dan tekanan darah pada lansia di Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang, mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif. Dengan nilai signifikan 0,012 < 0,05. Dari perbedaan hasil ini, diketahui bahwa terdapat perbedaan pada jumlah responden dan kuesioner yang digunakan. Dalam penelitian Sidiarto (2003) menunjukan adanya pengaruh pendidikan yang telah dicapai seseorang dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap fungsi kognitifnya, termasuk pelatihanpelatihan. Berdasarkan teori reorganisasi anatomis menyatakan bahwa
63
stimulus eksternal yang berkesinambungan akan mempermudah reorganisasi internal dari otak. Adapun
Gelder
dkk
(2006)
dalam
penelitiannya
mengungkapkan adanya status perkawinan diduga mempengaruhi fungsi kognitif seseorang, dimana penelitian tersebut menemukan bahwa laki-laki usia lanjut yang mengalami kehilangan pasangan atau belum pernah menikah/ hidup sendiri dalam waktu lebih dari lima tahun akan mengalami penurunan fungsi kognitif dua kali lebih sering dibandingkan laki-laki yang telah menikah atau hidup dengan seseorang/keluarga pada beberapa tahun. Penelitian epidemiologi diketahui bahwa penurunan hormon estrogen pada wanita menopause meningkatkan resiko penyakit neurodegeneratif, karena hormon ini diketahui memegang peranan penting dalam memelihara fungsi otak (Czlonkowska, 2003). Dari beberapa penelitian diatas, ada satu yang lebih menarik mempengaruhi hubungan fungsi kognitif sesuai keadaan lanjut usia pada PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini. Yaitu pada aktivitas fisik yang banyak menunjang. Penelitian yang menunjang pada fenomena ini dilakukan oleh Muzammil, 2014 bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif dimana nilai p=0,004 (p<0,05). Dari sini juga dapat disimpulkan bahwa tidak hanya kualitas tidur yang memiliki pengaruh dan hubungan langsung dengan fungsi kognitif. Tetapi ada faktor lain yang turut mempengaruhi seperti jenis
64
kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan terutama tingkat aktivitas fisik. D.
Keterbatasan Penelitian 1.
Pengambilan responden kurang tepat waktunya dikarenakan ketika itu terdapat mahasiswa lain yang sedang praktek. Sehingga asumsi peneliti, mereka yang tidak bersedia menjadi responden merasa bosan ketika diberikan pertanyaan.
2.
Peneliti menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang mana pertanyaan dalam kuesioner ini hanya pada tidur dimalam hari. Sehingga penilaian kualitas tidur terfokus pada tidur malam.
3.
Kemungkinan
adanya
beda
intepretasi
responden
dalam
memahami maksud dari pertanyaan yang sebenarnya. Sehingga jawaban responden tergantung pada pemahaman responden terhadap pertanyaan pada kuesioner.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan 1.
Data demografi lanjut usia di PSTW Budi Mulia kategori mandiri menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki jumlah terbesar dari keseluruhan responden yaitu, 16 dari 31 responden. Dan tingkat pendidikan terakhir pada lanjut usia yang mendominasi adalah sekolah dasar (SD) yaitu sebesar 16 dari 31 ressponden atau 51,6%.
2.
Kualitas tidur lanjut usia di PSTW Budi Mulia kategori mandiri memiliki presentasi sebesar 96,8% adalah kualitas tidur yang buruk.
3.
Sedangkan fungsi kognitif pada lansia PSTW Budi Mulia kategori mandiri diketahui bahwa sebanyak 80,6% memiliki fungsi kognitif yang baik.
4.
Hasil penelitian dari hubungan fungsi kognitif dan kualitas tidur pada lansia di PSTW Budi Mulia adalah bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel (p value= 1,000).
5.
Adapun dari hasil presentase menunjukkan bahwa kualitas tidur yang baik akan menghasilkan 100% fungsi kognitif yang baik, sedangkan kualitas tidur yang buruk menghasilkan 80% fungsi kognitif yang baik. Sehingga kualitas tidur bukan menjadi faktor
65
66
utama dalam pengaruh fungsi kognitif. Adanya faktor lain seperti pendidikan terakhir, status perkawinan, jenis kelamin, juga berperan dalam pengaruh fungsi kognitif pada lansia. B.
Saran 1.
Bagi Pendidikan Keperawatan Dapat memberikan perhatian yang baik dan lebih terhadap lansia
untuk
dapat
meningkatkan
kualitas
kesehatannya.
Termasuk perhatiannya pada kualitas tidur dan fungsi kognitif yang sering terabaikan sehingga, hal-hal yang menyangkut dengan penurunan tidur dan pelupa tidak lagi menjadi hal yang biasa dikalangan lansia. 2.
Bagi PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan a.
Perlu menambah fasilitas untuk bisa meningkatkan kualitas tidur yang baik. Seperti membuat lingkungan kamar tetap nyaman diberikan kipas angin, lampu diredupkan ketika mulai malam dan lain-lain.
b.
Perlu dibuat kegiatan yang menunjang untuk meningkatkan fungsi kognitif agar tidak berlarut-larut menurun. Tanpa mengeluarkan dana lebih namun perlu penjadualan yang konsisten dan perhatian dari para pengelola panti. Seperti contoh berdikusi tentang apa yang telah di tonton di TV, terutama berita. Karena lebih bermanfaat dibandingkan
67
dengan tontonan hiburan supaya merangsang aktivitas otak untuk berfikir kembali. 3.
Bagi Peneliti Selanjutnya a.
Penelitian
dengan
lebih
komprehensif
menggunakan
instrumen yang mencakup kualitas tidur di malam dan siang hari. b.
Peneliti dapat menggunakan metode tambahan selain wawancara pada lansia, misal menggunakan alat peraga supaya lebih jelas maksud dan tujuan dalam meneliti.
DAFTAR PUSTAKA Agustia, S dkk. Hubungan Gaya Hidup Dengan Fungsi Kognitif pada Lansia, 2014. Agutsin, D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualita Tidur pada Pekerja Shift di PT. Krakatau Tirta Indutri Cilegon, 2012. Amir, N. Gangguan Tidur Pada Lansia, Cermin Dunia Kedokteran No.157, FKUI, Jakarta, 2007. Auyeung, T. W., Lee, J. S., dkk. Cognitive Deficit is Associated with Phase Advance of Sleep-Wake Rhythm, Daily Napping, and Prolonged Sleep Duration--a Crosssectional study in 2,947 community-dwelling older adults. American Aging Association, 35:479-486, 2013. Aspiani, Reny Yuli. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik: Aplikasi NANDA, NIC, dan NOC, jilid 2. Jakarta:Trans Info Media, 2014. Ancok, D. Metode Penelitian Survai. Slipi: Putaka LP3ES Indonesia, 2006. BPS. Indikator kesejahteraan Rakyat 2008. BPS, Jakarta, 2011. Behrman, Kliegman, & Arvin.. Ilmu Kesehatan Anak Nelon. Vol.1. Ed/15. Jakarta:EGC, 2000. Budiarto, E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC, 2004. ________, Biostatistika Untuk Kedokteran Masyarakat .Jakarta: EGC, 2002.
dan
Kesehatan
Cahyono, Kartiko Heri. Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kab.Semarang, 835/07-03-2014. Carney, P. R., Barrey, R. B., & Geyer, J. D. Clinical sleep Disorder, second edition.Philadelphia: Lippincot William & Wilkins, 2012. Cochen, V., Arbus, C., dkk. Sleep Disorder and Their Impacts on Healthy, Dependent, and Frail Older Adults.Journal Nutrition and Dietetics, Medical Science: (13): April, 2009. Crowley, Kate. Sleep and Sleep Disorders in Older Adults. Springer Science + Business Media. LCC. Nov;010-9154-6, 2010. Czlonkowska, A., Ciesielka, A., dan Joniec, H. Inlfluence of Estrogen on Neurodegenartive Procesess, Med. Sci Monit, 9(10): 247-256, 2003. Dahlan, M.S. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Seri Evidence Based Medicine 1. Jakarta: Salemba Medika, 2009.
68
69
Darmojo, Boedhi. Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai kesehatan FKUI, 2009. Davey, Patrick. Medicine At a Glance. Jakarta:Erlangga, 2006. Dewi, P.,A., dkk. Angka Kejadian Serta Fakto-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Tidur (Insomnia) Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werda Wana Seraya Denpasar Bali. E-jurnal Medika Udayana, vol.3 no. 8, 2013. El Kady, H.,M., Ibrahim, H. K., & Mohamed, S. G. Cognitive behavioral therapy for institutionalized elders complaining of sleep disturbance in alexandria, Egypt. Proquest Psychology Journals,16(4), 1173-80, 2012. Efendi, F dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktek Keperawatan. Jakarta:Medika Salemba, 2009. Forciea, M. A., Lavizzo, R., Raziano, D. B., & Schwab, E P. Geriatric Secret:Third Edition. Canada: Elsevier, 2004. Gelder, B.M., et al. Marital Status and Living Situation During a 5-year Periode are Associated with a Subsequent 10-year Cognitive Decline in Older Men: The FINE Study, The Journal or Gerontology Series, 61:213- 219, 2006. Ginsberg, L. Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga, 2008. Heny,
LP., Sutresno, I Nyoman., Wira, P. Pengaruh Masase Punggung terhadap Kualitas Tidur pada Lansia dengan Insomnia di Panti Sosial Trena Werdha Wana Seraya Denpasar. Jurnal Dunia Kesehatan II. Vol.2 no. 2, 2013. Haimov, I., & Shatil, E. Cognitive training improves sleep quality and cognitive function among older adults with insomnia. Proquest Agriculture Journals, SanFransisco, April vol. 8, 2013. Helter, J. B., Ouslander, J. G., dkk. Hazzard's Geriatric Medicine and Gerontology, Six Edition. United States of America:Mc Graw Hill, 2009. Ismael, S & Sastroasmoro, S. Dasar-dasar Metodologi Penlitian Klinis, edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto, 2011. Isselbacher, K. J., Braunwald, E., & dkk. Harrison: Prinsip-Prinsip IlmuPenyakit Dalam Vol.1/ Ed. 13. Jakarta: EGC, 1999. Imron, M., & Munif, A. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan: Bahan Ajar untuk Mahasiswa. Jakarta: Sagung Seto, 2010. Kemenkes RI. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. 2013.
70
Kozier, B., et al. Fundamental Of Nursing: Concept, Process, and Practice. Seventh edition. New Jercey: Prentice-hall, Inc, 2004. Lumbantobing, S. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:FKUI, 2008. Lueckenotte, A. G. Gerontolgic Nursing. Missouri: Mosby Elsevier, 2000. Miller, C. A. Nursing for wellness in older Adult: Theory & Practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2004. Mongisidi, R..,Tumewah, R., dan Kembuan, M. A. Profil Penurunan Fungsi Kognitif pada Lansia di Yayasan-yayasan Manula di Kecamatan Kawangkoan.E-Journal Unsrat , 2-2013. Missildine, Kathy. Sleep and the Sleep Environment of Older Adults in Acute Care Settings, Journal Of Gerontological Nursing., vol. 34 no.6, 2008. Meiner, S. E., & Lueckenotte, A. G. Gerontologic Nursing Third Edition.Missouri:Mosby Elsevier, 2006. Markam, S., dkk. Latihan Vitalisasi Otak. Jakarta:Grasindo, 2006. Maryam, Siti R., Ekasari, Mia Fatma., dkk. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:Salemba Medika, 2008. Maglione, J. E., & Ancoli, S. The Oxford Handbook of Sleep and SleepDisorders.New York: Oxford University Press, 2012. Muzamil, Milfa Sari., Afriwardi., Martini, Rose Dinda. Hubungan Antara Tingkat Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif pada Usila di Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 3;2-2014. Neikrug, Ariel B and Sonia Ancoli-Israel. Sleep Disorder in The Older Adult – A Mini Review. Journal Gerontology, 2010; 56:181-189. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian llmu Keperawatan: Pedoman Skripi, Tesis, dan Instrumen Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika, 2008. Orhan, Fatma Özlem., Tuncel, Deniz, dkk. Relationship between sleep quality anddepression among elderly nursing home residents in Turkey.Proquest Psychology Journals; 16:1059–1067, 2012. Potter, Patricia A., Perry, Anne Griffin. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta:EGC, 2012. ____________, Basic Nursing, 7th ed. Canada: Mosby Elsevier, 2011.
71
Ramadian, D.A., dkk. Gambaran Fungsi Kognitif pada Lansia di Tiga Yayasan Manula di Kecamatan Kawangkoan. Jurnal Kedokteran. Sam Ratulangi, 2012. Rohana, Siti. Senam Vitalisasi Otak lebih meningkatkan Fungsi kognitif Kelompok Lansia dari pada senam lansia Di Balai Perlindungnan Sosial Propinsi Banten. Jurnal Fisioterapi. Vol 11. No 1, April, 2011. Roizen, Michael F., dan Mehmet C. Oz. Sehat Tanpa Dokter: Lengkap Memahami Tubuh Agar Tetap Sehatdan Awet Bandung: Qanita, 2009.
Panduan Muda.
Rosita, M.D. Hubungan Antara Fungsi Kognitif dengan Kemampuan Interaksi Sosial pada Lansia di kelurahan Mandan Wilayah Kerja Sukoharjo, 2012. Rianto, A. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2011. Setyopranoto, I., Lamsudin, R., Dahlan, P. Peranan Stroke Iskemik Akut Terhadap Timbulnya Gangguan Fungsi Kognitif di RSUP. Dr. Sardjito, Berkala Neurosains, vol. 2, 1, 227-234-2000. Sidiarto, L.D., Kusumoputro, S. Memori Anda Setelah Usia 50. Cetakan 1. Jakarta: Universitas Indonesia, 2003. Sinclay, A. J., Morley, J. E., & Vellas, B. Path’s Principles And Practice Of Geriatric Medicine Fifth. Edition. Oxford: Wiley Blackwell, 2012. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Ed. 6. Jakarta: EGC, 2012. Soeroso, Adreas. Sosiologi 2. Bogor: Quadra, 2008. Sutarto, J. T. Pensiun Bukan Akhir Segalanya: Cara Cerdas Menghadapi Saat Pensiun. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett B. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2.Jakarta. EGC, 2007. Sugiono. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2007. Supranto, J. Statistik: Teori dan Aplikasi Edisi keenam. Jakarta: Erlangga, 2000. Suhartono. Faktor–faktor Keseimbangan pada Manusia dan Respon Umpan Balik Sensori Integrasi. Jakarta:Unit Press, 2005.
72
Singh-Manoux A, Hillsdon M, Brunne E, Marmot M., X. Effects of physical activity on cognitive functioning in middle age: evidence from the Whitehall II prospective cohort study. Am J Public Health, 95:2252–8-2005. Tortora, Gerard J an Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology, 12th ed. USA: Jhon Wiley and Sonss, 2009. Triyadini., Asrini., Upoyo, Arif Setyo. Efektifitas Terapi Massage dengan Terapi Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Insomnia Lansia. Jurnal Keperawatan Soedirman. Vol.5 no.3, 2010. Tsou, Meng Ting. Prevalence and risk factors for insomnia in community-dwelling elderly in northern Taiwan. Journal of Clinical Gerontology and Geriatrics, 2210- 8335, p 75-79, 2013. Turana Y., Mayza, A., Lumewpouw S.F. Pemeriksaan Status Mini Mental Pada Usia Lanjut di Jakarta. Medika, vol. 30, 9, 563-568, 2004. Umami, R & Priyanto, S. Hubungan Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif dan Tekanan Darah pada Lansia di Desa Pasuruan Keamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang. JFIK UMMagelang, No. 1 Vol.1, 2013. Umar, Husein. Metode Riset Bisnis: Dilengkapi contoh proposal dan hasilriset bidang manajemen dan akuntansi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2003. Videbeck, S. L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC, 2008. Wold, G. H. Basic Geriatric Nursing, Third Edition. Canada: Mosby Elsevier, 2004. ___________, Basic Geriatric Nursing. Canada: Mosby Elsevier, 2008. WHO. Toolkit for event organizers: World Health day, 2012. WHO, “Health of the Ederly”, WHO, Geneva, 1989. Weuve, J. et al. Physical Activity, Including Walking and Cognitive Function in Older Women, 2004. Wreksoatmodjo, Budi Riyanto. Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat, 2013. Yaffe, K., Barness, D., Nevvit, M ., Lui, Y.L., and Covinsky, K. A Prospective Study of Physical Activity and Cognitive Decline in Elderly Women. Arch intem Med, 161 (14): 1703-1708, 2001.
73
LAMPIRAN
Lampiran 4 REKAPITULASI DATA DEMOGRAFI VARIABEL KUALITAS TIDUR DENGAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA DI PSTW BUDI MULIA MARGAGUNA JAK.SEL No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Usia 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
Jenis kelamin 1 1 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2
Pend. Terakhir 1 1 1 1 1 2 1 1 3 1 1 3 2 1 2 3 2 2 2 4 1 4 1 2 1 3 3 1 1 2 1
Skor PSQI 8 7 11 11 10 7 6 10 9 8 12 9 4 6 11 11 8 11 9 5 9 11 5 8 7 9 9 5 7 13 7
NILAI 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Skor MMSE 22 27 11 16 25 15 25 26 28 17 26 27 28 29 27 29 29 26 30 26 29 30 28 27 26 29 29 24 22 29 24
NILAI 2 1 2 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
Lampiran 5 HASIL ANALISIS SPSS UNIVARIAT
Statistics Usia N
Valid
jenis kelamin
ting.pend
fungsi kognitif
kualitas tidur
31
31
31
31
31
0
0
0
0
0
Mean
1.23
1.48
1.77
1.19
1.97
Std. Deviation
.425
.508
.956
.402
.180
Missing
A. Usia Usia Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
60-74
24
77.4
77.4
77.4
75-90
7
22.6
22.6
100.0
Total
31
100.0
100.0
B. Jenis kelamin jenis kelamin Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
laki-laki
16
51.6
51.6
51.6
perempuan
15
48.4
48.4
100.0
Total
31
100.0
100.0
C. Tingkat Pendidikan ting.pend Cumulative Frequency Valid
SD
Percent
Valid Percent
Percent
16
51.6
51.6
51.6
SMP
8
25.8
25.8
77.4
SMA
5
16.1
16.1
93.5
PT
2
6.5
6.5
100.0
31
100.0
100.0
Total
D. Kualitas Tidur kualitas tidur Cumulative Frequency Valid
baik
Percent
Valid Percent
Percent
1
3.2
3.2
3.2
buruk
30
96.8
96.8
100.0
Total
31
100.0
100.0
E. Fungsi Kognitif
fungsi kognitif Cumulative Frequency Valid
Baik
Percent
Valid Percent
Percent
25
80.6
80.6
80.6
Buruk
6
19.4
19.4
100.0
Total
31
100.0
100.0
Lampiran 6 HASIL ANALIS SPSS BIVARIAT
fungsi kognitif
Expected Count
baik kualitas tidur
buruk
baik buruk
Total
Total
1
0
1
24
6
30
25
6
31
Case Processing Summary Cases Valid N kualitas tidur * fungsi kognitif
Missing
Percent 31
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 31
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.618
.000
1
1.000
.438
1
.508
.248 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
1.000 .240
1
.624
31
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,19. b. Computed only for a 2x2 table
.806
kualitas tidur * fungsi kognitif Crosstabulation fungsi kognitif baik kualitas tidur
baik
1
0
1
Expected Count
.8
.2
1.0
100.0%
.0%
100.0%
% within fungsi kognitif
4.0%
.0%
3.2%
% of Total
3.2%
.0%
3.2%
24
6
30
24.2
5.8
30.0
% within kualitas tidur
80.0%
20.0%
100.0%
% within fungsi kognitif
96.0%
100.0%
96.8%
% of Total
77.4%
19.4%
96.8%
25
6
31
25.0
6.0
31.0
% within kualitas tidur
80.6%
19.4%
100.0%
% within fungsi kognitif
100.0%
100.0%
100.0%
80.6%
19.4%
100.0%
Count Expected Count
Total
Total
Count
% within kualitas tidur
buruk
buruk
Count Expected Count
% of Total