HASIL PENELITIAN
Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK Salah satu masalah kesehatan utama di kalangan lanjut usia adalah kemunduran fungsi kognitif. Selama ini kegiatan yang melibatkan fungsi berpikir dianggap dapat memperlambat proses kemunduran fungsi kognitif. Penelitian atas 286 lanjut usia di Jakarta menunjukkan bahwa inaktivitas kognitif dikaitkan dengan risiko mempunyai fungsi kognitif buruk. Para lanjut usia yang tidak pernah masak sendiri dua kali lebih berisiko (HR 2,09; 95% CI: 1,43–3,05), mereka yang tidak pernah menonton acara berita di televisi dua kali lebih berisiko (2,02; 1,47–2,77), mereka yang tidak mempunyai hobi hampir dua kali lebih berisiko (1,78; 1,18–2,68), dan mereka yang tidak pernah membaca koran atau buku hampir satu setengah kali lebih berisiko (1,48; 1,04–2,09) mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang lebih dari sekali seminggu melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Kata kunci: Lanjut usia, fungsi kognitif, aktivitas kognitif
ABSTRACT Cognitive decline is one of the most important problem among the elderly, and cognitive activities are supposedly can retard the decline of cognitive function. Research on 286 elderlies in Jakarta showed that cognitive activities did have influence on their cognitive function. Elderlies who were never did cooking or preparing meals him/herself had twice the risk (HR 2,09; 95% CI: 1,43–3,05), those who never watch news on television have twice the risk (2,02; 1,47–2,77), those who did not have a hobby have almost twice the risk (1,78; 1,18–2,68), and those who never read books or newspapers have 1,5 times the risk (1,48; 1,04–2,09) to have lower cognitive function compared to those who more than once a week doing these activities. Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Cognitive Activities Influence on Cognitive Function among Elderlies in Jakarta. Keywords: Elderlies, cognitive function, cognitive activities
PENDAHULUAN Berkat kemajuan di bidang kesehatan dan kedokteran, umat manusia menikmati peningkatan harapan hidup. Keberhasilan ini membawa konsekuensi peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut. Di tahun 2025 akan terdapat sekitar 1,2 milyar penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas, yang akan menjadi 2 milyar di tahun 2050; dan dari jumlah tersebut, 80% tinggal di negara-negara berkembang.1 Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 231.4 juta jiwa juga akan mengalami peningkatan proporsi penduduk lanjut usia, yang jumlahnya pada tahun 2010 diperkirakan 18.575.000 jiwa,2 sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk. Proporsi populasi lanjut usia tersebut akan terus meningkat mencapai 11,34% di tahun 2020.3
Salah satu masalah kesehatan utama di kalangan lanjut usia adalah kemunduran fungsi kognitif. Penanganan masalah ini seyogyanya sudah dimulai sedini mungkin, berupa pencegahan atau upaya mempertahankan fungsi kognitif di kalangan usia lanjut, baik dengan cara pencegahan penyakit maupun dengan cara sosial, karena selama ini dianggap bahwa kegiatan yang melibatkan fungsi berpikir dapat memperlambat proses kemunduran fungsi kognitif.4-6 Dalam kaitan dengan upaya-upaya tersebut, ingin diketahui pengaruh beberapa kegiatan terhadap fungsi kognitif para lanjut usia. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian ini merupakan bagian
dari
penelitian pengaruh social disengagement terhadap fungsi kognitif lanjut usia yang dilaksanakan di Jakarta pada tahun 2011. Desain penelitian ini bersifat crosssectional. Populasi penelitian Populasi target penelitian ini ialah populasi lanjut usia di Jakarta. Populasi eligible merupakan populasi para lanjut usia yang telah tinggal di lingkungannya masing-masing, baik di keluarga maupun di panti werdha di dua kelurahan di Jakarta, selama sedikitnya 1 tahun. Populasi lanjut usia di keluarga diambil dari daftar lanjut usia yang ada di Posyandu lanjut usia Puskesmas, sedangkan populasi lanjut usia di panti diambil dari daftar penghuni masing-masing panti.
Catatan: Laporan ini merupakan bagian dari disertasi: Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013 Alamat korespondensi
email:
[email protected]
CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015
7
HASIL PENELITIAN Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi - Laki-laki atau perempuan berusia ≥ 60 tahun saat penelitian dimulai - Telah tinggal di lingkungannya selama sedikitnya 1 tahun - Bersedia mengikuti penelitian ini Kriteria Eksklusi - Menderita gangguan jiwa psikosis; gangguan fungsi luhur seperti afasia, apraksia; riwayat gangguan peredaran darah otak (stroke) - Mereka yang diketahui telah menderita atau didiagnosis demensia7 Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui: 1) Kuesioner informasi umum; 2) Kuesioner aktivitas fisik dan aktivitas kognitif yang merupakan bagian dari kuesioner indeks social disengagement (Lampiran 1); 3) Kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE) versi bahasa Indonesia.8 Pengumpulan data dilakukan oleh petugas yang telah dilatih dan memiliki sertifikasi AAzI (Asosiasi Alzheimer Indonesia). Definisi Aktivitas kognitif: Aktivitas yang melibatkan dan/atau memerlukan kegiatan berfikir. Pada penelitian ini, aktivitas kognitif dinilai menggunakan kuesioner yang merupakan bagian dari kuesioner indeks social disengagement.9 Dinilai baik jika nilai skala KOG = 1, buruk jika nilai = 0 (Lampiran 1). Fungsi kognitif: Kemampuan mengenal atau mengetahui mengenai benda atau keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan kapasitas inteligensi seseorang. Termasuk dalam fungsi kognisi ialah memori/daya ingat, konsentrasi/perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung, visuospasial, fungsi eksekutif, abstraksi, dan taraf inteligensi.10 Pada penelitian ini, fungsi kognitif dinilai menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination).8,11 Dinilai baik jika nilainya: ≥ 13 jika tidak sekolah, jika tidak tamat SD ≥19, tamat SD ≥ 23, tamat SLP ≥ 25, tamat SLA ke atas ≥ 26. Dinilai buruk jika nilainya: < 13 jika tidak sekolah, tidak tamat SD < 19, tamat SD < 23, tamat SLP < 25, dan jika tamat SLA ke atas < 26.12
8
Social engagement: Terpeliharanya beragam hubungan sosial dan keikutsertaan (partisipasi) dalam kegiatan sosial.9
Tabel 1 Karakteristik Demografi Responden Karakteristik Demografi
N
%
Laki-laki
73
25,5
Perempuan
213
74,5
60–70 tahun
180
62,9
>70 tahun
106
37,1
71–80 tahun
102
35,7
> 80 tahun
4
1,4
Rendah
121
42,3
Tidak sekolah
44
15,4
Jenis kelamin
Pada penelitian ini, dinilai menurut indeks social disengagement.9 Social engagement dinilai baik jika nilai indeks keseluruhan (GAB) 3–4, dinilai buruk jika nilainya 1–2. HASIL Didapatkan sejumlah 286 responden lanjut usia yang memenuhi syarat dan datanya lengkap untuk dianalisis. Karakteristik Responden yang Dianalisis Sebagian besar responden (74,5%) adalah perempuan, mayoritas (62,9%) berusia 60– 70 tahun dengan rata-rata usia responden adalah 69.43 tahun. Mayoritas responden tingkat pendidikan tinggi, yaitu tamat SLTP atau lebih tinggi (57,7%). Responden yang diteliti sebagian besar (73,4%) tinggal di masyarakat bersama keluarga, dan sebagian kecil (26,6%) tinggal di panti werdha. Hampir separuh responden pernah menikah (48,3%), tetapi saat ini tidak lagi tinggal bersama pasangannya, karena salah satu telah meninggal dunia atau bercerai, sedangkan 45,5% lainnya masih hidup bersama pasangannya, serta 6,3% tidak menikah (Tabel 1).
Usia
Pendidikan
Tak tamat SD
27
9,4
Tamat SD
50
17,5
Tinggi
165
57,7
Tamat SLTP
64
22,4
Tamat SLTA >
101
35,3
76
26,6
210
73,4
Tempat Tinggal Panti Masyarakat Status Marital Tidak menikah
18
6,3
Pernah menikah
138
48,3
Menikah
130
45,5
Tabel 2 Fungsi Kognitif Responden Fungsi kognitif
Setelah penilaian, secara keseluruhan sebanyak 37,8% responden mempunyai fungsi kognitif buruk (Tabel 2). Penilaian aktivitas kognitif berdasarkan enam komponen aktivitas, secara keseluruhan dinilai masih baik pada 146 (51%) responden (Tabel 3); jika diperinci lebih lanjut, didapatkan bahwa sebagian besar responden lanjut usia relatif masih aktif mengerjakan kegiatan yang melibatkan fungsi kognitif, hampir separuh (49,6%) masih melakukan aktivitas masak sendiri, 61,2% membaca buku, majalah dan/atau koran, 82,5% masih aktif mengikuti siaran berita di media, lebih besar dibandingkan dengan mereka yang aktif menonton siaran hiburan (64,4%), sedangkan mereka yang masih aktif bermain catur, tekateki silang dan lainnya hanya 15,7%, dan hanya 37,7% yang masih aktif mengerjakan hobinya (Tabel 4). Nilai social engagement merupakan nilai gabungan dari skor jaringan sosial dan skor
N
%
Buruk
108
37,8
Baik
178
62,2
aktivitas sosial. Lanjut usia yang memiliki social engagement buruk pada penelitian ini didapatkan 35,7% (Tabel 5). Selanjutnya dilakukan analisis multivariant secara backward untuk melihat nilai risiko murni social engagement buruk terhadap fungsi kognitif. Pada model akhir terlihat bahwa fungsi kognitif dipengaruhi oleh social engagement dan tempat tinggal, dengan memperhitungkan aktivitas kognitif (Tabel 6). Para lanjut usia dengan social engagement buruk yang tinggal di panti memiliki HR 1,867 (1,179–2,955) untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan kelompok lanjut usia yang memiliki social engagement baik, setelah dikontrol variabel aktivitas kognitif (p = 0,008). Sedangkan para lanjut usia dengan social engagement buruk yang tinggal di keluarga memiliki HR 1,463 (0,808–
CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015
HASIL PENELITIAN Tabel 7 Hubungan Komponen Aktivitas Kognitif Terhadap Fungsi Kognitif
Tabel 3 Aktivitas Kognitif Responden Karakteristik Aktivitas Kognitif
N
%
Fungsi Kognitif Aktivitas Kognitif Kurang
Aktivitas Kognitif
Baik
Total
PRR
.p
Masak sendiri
Kurang
146
51
Baik
140
49
Tabel 4 Distribusi Komponen Aktivitas Kognitif Aktivitas Kognitif
N
%
Tidak pernah
73 (50,7)
71 (49,3)
144 (100)
2,089 (1,432-3,046)
<0,0001
< 1 kali / minggu
10 (25,6)
29 (74,4)
39 (100)
1,056 (0,560-1,992)
1
> 1 kali/ minggu
25 (24,3)
78 (75,7)
103 (100)
1,000
80 (44,9)
98 (55,1)
178 (100)
1,775 (1,176-2,681)
0,005 1
Mengerjakan hobi Tidak pernah
Masak sendiri
< 1 kali / minggu
8 (27,6)
21 (72,4)
29 (100)
1,090 (0,541-2,196)
> 1 kali/ minggu
20 (25,3)
59 (74,7)
79 (100)
1,000
54 (48,6)
57 (51,4)
111 (100)
1,476 (1,040-2,094)
0,035
24 (28,6)
60 (71,4)
84 (100)
0,867 (0,554-1,356)
0,642
61 (67,0)
91 (100)
1,000
Tidak pernah
144
50,3
< 1 kali / minggu
39
13,6
> 1 kali/ minggu
103
36
Tidak pernah
Tidak pernah
178
62,2
< 1 kali / minggu
< 1 kali / minggu
29
10,1
> 1 kali/ minggu
30 (33,0)
> 1 kali/ minggu
79
27,6
Tidak pernah
111
38,8
< 1 kali / minggu
84
29,4
Mengerjakan hobi
Baca buku, majalah, koran
> 1 kali/ minggu
91
31,8
Nonton siaran televisi berita Tidak pernah
31 (62,0)
19 (38,0)
50 (100)
2,018 (1,473-2,765)
<0,0001
< 1 kali / minggu
26 (37,1)
44 (62,9)
70 (100)
1,209 (0,826-1,769)
0,419
> 1 kali/ minggu
51 (30,7)
115 (69,3)
166 (100)
1,000
Nonton siaran televisi hiburan / videofilm
Nonton siaran televisi berita Tidak pernah
Baca buku, majalah, koran
50
17,5
Tidak pernah
35 (34,3)
67 (65,7)
102 (100)
0,978 (0,551-1,694)
1
< 1 kali / minggu
33 (47,1)
37 (52,9)
70 (100)
1,344 (0,945-1,910)
0,142
> 1 kali/ minggu
40 (35,1)
74 (64,9)
114 (100)
1,000
< 1 kali / minggu
70
24,5
> 1 kali/ minggu
166
58
Nonton siaran televisi hiburan / videofilm
Main kartu, catur, halma, teka-teki silang, sudoku teratur
Tidak pernah
102
35,7
Tidak pernah
93 (39,8)
145 (60,2)
241 (100)
1,992 (0,818-4,851)
0,13
< 1 kali / minggu
70
24,5
< 1 kali / minggu
8 (32,0)
17 (68,0)
25 (100)
1,600 (0,562-4,556)
0,572
> 1 kali/ minggu
114
39,9
> 1 kali/ minggu
4 (20,0)
16 (80,0)
20 (100)
1,000
Main kartu, catur, halma, teka-teki silang, sudoku secara teratur Tidak pernah
241
84,3
< 1 kali / minggu
25
8,7
> 1 kali/ minggu
20
7
2,650) untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan kelompok lanjut usia yang memiliki social engagement baik, setelah dikontrol variabel aktivitas kognitif (p = 0,209). Pada analisis di atas terlihat bahwa aktivitas kognitif buruk juga memperbesar risiko fungsi kognitif buruk di kalangan lanjut usia
- HR 1,606 (1,011–2,552), p = 0,045. Oleh karena itu, selanjutnya akan diteliti jenis aktivitas kognitif yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif di kalangan responden lanjut usia. Pada penelitian ini, aktivitas kognitif yang dinilai meliputi kegiatan masak sendiri, mengerjakan hobi, membaca buku atau koran, menonton siaran televisi berita dan hiburan/video/film, serta kegiatan main kartu, catur, sudoku, atau sejenisnya (Lampiran 1).
Tabel 5 Social Engagement Social Engagement
N (%)
Buruk
102 (35,7)
Baik
184 (64,3)
Tabel 6 Model Akhir Hubungan Social Engagement dan Tempat Tinggal dengan Fungsi Kognitif Variabel
HR (95% IK)
.p
Social engagement Baik
1,000
Buruk dan tinggal di keluarga
1,463 (0,808–2,650)
0,209
Buruk dan tinggal di panti
1,867 (1,179–2,955)
0,008
1,606 (1,011–2,552)
0,045
Aktivitas Kognitif: Buruk
CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015
Terlihat bahwa kegiatan yang paling berpengaruh terhadap fungsi kognitif di kalangan lanjut usia adalah kegiatan masak sendiri - mereka yang tidak pernah masak sendiri 2 kali lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang mengerjakannya sedikitnya satu kali seminggu - PRR 2,089 (1,432–3,046), dan menonton siaran televisi berita - mereka yang tidak pernah menonton siaran berita 2 kali lebih berisiko dibandingkan dengan mereka yang menonton sedikitnya sekali seminggu – PRR 2,018 (1,473-2,765), p < 0,0001. Kegiatan baca buku, majalah dan koran serta mengerjakan hobi juga berpengaruh terhadap fungsi kognitif para lanjut usia, mereka yang tidak pernah baca buku 1,5 kali lebih berisiko dibandingkan dengan mereka yang melakukannya lebih dari sekali seminggu – PRR 1,476 (1,040-2,094), p = 0,035. Sedangkan mereka yang tidak pernah mengerjakan hobi 1,7 kali lebih berisiko dibandingkan dengan mereka yang mengerjakannya sedikitnya sekali seminggu – PRR 1,775 (1,176-2,681), p = 0,005. Kegiatan
9
HASIL PENELITIAN main kartu, catur dan sejenisnya [PRR 1,992 (0,818-4,851), p = 0,13] serta menonton siaran televisi hiburan [PRR 0,978 (0,5511,694), p = 1] tidak berpengaruh terhadap fungsi kognitif (Tabel 7). PEMBAHASAN Aktivitas kognitif merupakan variabel yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif, di samping social engagement buruk (Tabel 6). Aktivitas kognitif yang dicatat di penelitian ini meliputi frekuensi bermain halma/catur/tekateki silang/kartu/sudoku secara teratur, masak sendiri, mengerjakan hobi, membaca buku/ majalah/koran, menonton siaran berita, dan menonton siaran televisi/bioskop (lampiran 1). Aktivitas menonton siaran televisi hiburan/video/film tidak berpengaruh terhadap fungsi kognitif. Hal ini dapat terjadi karena pertanyaan dalam kuesioner kurang spesifik, tidak menjelaskan lebih detail jenis siaran televisi hiburan, padahal siaran hiburan dapat beragam jenisnya, termasuk program edukasi/edutainment. Akan tetapi secara umum dapat disimpulkan bahwa siaran hiburan kurang merangsang kegiatan kognitif para penontonnya. Di lain pihak, pada mereka yang tidak pernah menonton siaran berita justru terjadi peningkatan risiko fungsi kognitif semakin buruk sebesar dua kali dibandingkan dengan mereka yang menonton siaran berita ≥ 1 kali/minggu; hal ini disebabkan karena siaran berita lebih merangsang penontonnya untuk berpikir dibandingkan dengan program hiburan. Demikian pula jika tidak pernah masak sendiri, tidak mengerjakan hobi atau tidak membaca buku, majalah dan koran juga meningkatkan risiko mempunyai fungsi kognitif yang buruk (Tabel 7). Tidak pernah masak sendiri meningkatkan risiko fungsi kognitif buruk sebesar 2 kali, tidak mengerjakan hobi meningkatkan risiko fungsi kognitif buruk sebesar hampir 2 kali, sedangkan tidak pernah membaca buku, majalah dan koran meningkatkan risiko fungsi kognitif buruk hampir 1,5 kali. Hal ini disebabkan karena karena kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan kegiatan berpikir yang akan merangsang aktivitas kognitif. Aktivitas kognitif adalah aktivitas yang melibatkan kegiatan berfikir. Di Kanada, Hultsch, et al. (2005), dengan menggunakan analisis structural equation modelling, mendapatkan asosiasi antara aktivitas
10
intelek dengan lebih kecilnya probabilitas penurunan fungsi kognitif; demikian sebaliknya bahwa rendahnya aktivitas intelek meningkatkan probabilitas penurunan fungsi kognitif.13 Dua studi prospektif menilai manfaat aktivitas kognitif di usia pertengahan terhadap risiko demensia dan AD, keduanya mengikutsertakan analisis anak-kembar untuk mengendalikan faktor genetik dan lingkungan masa dini, hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas kognitif menurunkan risiko demensia4,5 dan juga menurunkan risiko AD di kalangan perempuan.4 Studi Wang, et al. (2002) memperlihatkan aktivitas kognitif dapat menurunkan risiko gangguan kognitif (adjRR 0,58; 95% CI: 0,38–0,91).14 Karp, et al. (2006) mendapatkan risiko demensia lebih rendah di kalangan yang kognitif aktif (RR 0,71; 95% CI: 0,49–1,03).15 Peningkatan aktivitas kognitif dikaitkan dengan penurunan risiko demensia (HR 0,93; 95% CI: 0,90–0,97)16 dan menurunkan risiko AD – peningkatan aktivitas kognitif dikaitkan dengan 19% penurunan laju perburukan fungsi kognitif (p < 0,001).17 Sebaliknya, aktivitas dengan rangsang kognitif rendah seperti menonton TV dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan kognitif 2,3% per tahun.18 Selama ini dianggap bahwa aktivitas yang menstimulasi mental dapat secara langsung meningkatkan kapasitas otak. Studi menunjukkan bahwa aktivitas kognitif dapat menghasilkan reorganisasi jaringan neurokognitif,19 menekan efek merugikan dari hormon stres ke otak.20,21 Terlibat dalam aktivitas kognitif dapat memperbaiki kompensasi otak terhadap patologi dengan cara meningkatkan cadangan otak sehingga dapat melindungi/memperlambat onset klinis gangguan kognitif dan demensia.22 Studi pada tikus menunjukkan bahwa aktivitas mental merangsang neurogenesis23,24 dan sinaptogenesis,25 meningkatkan reaktivitas sinaps hipokampus,20 memperbaiki vaskularisasi otak26 dan mengurangi deposisi beta amiloid di otak.20,21 Peranan aktivitas kognitif sudah lama menjadi kajian, pada umumnya menunjukkan manfaat protektif terhadap risiko penurunan fungsi kognitif. Analisis Hall, et al. (2009) atas data Bronx Study dari 488 sukarelawan sehat menunjukkan bahwa untuk setiap hari tambahan aktivitas kognitif dalam seminggu akan menunda munculnya tanda penurunan
daya ingat selama 0,18 tahun,27 sedangkan analisis Pillai, et al. (2011) atas data kelompok yang sama menyimpulkan bahwa kegiatan mengisi teka-teki silang bisa menunda penurunan daya ingat sampai 2,54 tahun.28 Wilson, et al. (2012) yang menganalisis data 1076 responden juga menyimpulkan bahwa tingkat partisipasi aktivitas kognitif mempengaruhi tingkat penurunan fungsi kognitif.29 Aktivitas kognitif dianggap dapat memelihara cognitive reserve; konsep cognitive reserve merujuk pada kemampuan menoleransi perubahan degeneratif jaringan otak agar tidak muncul gejala klinis;30 konsep ini disokong oleh metaanalisis Meng & D’Arcy (2012) yang menunjukkan bahwa pendidikan dapat menurunkan risiko demensia melalui mekanisme peningkatan cognitive reserve,31 dan penelitian Stern (2006) yang menunjukkan bahwa cognitive reserve bisa dalam dua bentuk – neural reserve yang menandakan kemampuan jaringan saraf untuk menjadi lebih efisien dan kurang rentan terhadap kerusakan, dan neural compensation, yaitu adanya jaringan alternatif untuk sistem yang telah rusak.32 Selain itu, adanya cognitive reserve memungkinkan seseorang memiliki konsep strategi berpikir yang lebih fleksibel, meningkatkan kapasitas efisiensi neural.33 Teori ini sesuai dengan penemuan bahwa aktivitas kognitif yang buruk akan memperburuk pengaruh social engagement terhadap fungsi kognitif para lanjut usia. SIMPULAN Para lanjut usia dengan social engagement buruk yang tinggal di panti memiliki risiko 1,867 (1,179–2,955) kali lebih besar (p = 0,008) untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan kelompok lanjut usia yang memiliki social engagement baik, setelah dikontrol variabel aktivitas kognitif. Sedangkan, para lanjut usia dengan social engagement buruk yang tinggal di keluarga memiliki risiko 1,463 (0,808–2,650) kali lebih besar (p = 0,209) untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan kelompok lanjut usia yang memiliki social engagement baik, setelah dikontrol variabel aktivitas kognitif. Aktivitas kognitif yang buruk memperbesar risiko fungsi kognitif buruk di kalangan lanjut usia - HR 1,606 (1,011–2,552), p= 0,045. Di antara aktivitas kognitif yang diteliti, tidak
CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015
HASIL PENELITIAN pernah menonton siaran berita meningkatkan risiko fungsi kognitif buruk sebesar dua kali dibandingkan dengan mereka yang menonton siaran berita ≥ 1 kali/minggu (HR 2,018; 95% CI: 1,473–2,765). Tidak pernah masak sendiri meningkatkan risiko fungsi kognitif buruk sebesar 2 kali (HR 2,089; 95% CI: 1,432–3,046), tidak mengerjakan hobi meningkatkan risiko fungsi kognitif buruk sebesar hampir 2 kali (HR 1,775; 95% CI:
1,176–2,681), tidak pernah membaca buku, majalah dan koran meningkatkan risiko fungsi kognitif buruk hampir 1,5 kali (HR 1,476; 95% CI: 1,040–2,094) dibandingkan dengan mereka yang aktif melakukan kegiatan-kegiatan tersebut sedikitnya satu kali seminggu. SARAN Para lanjut usia disarankan untuk mem-
pertahankan selama mungkin aktivitas yang merangsang dan/atau menggunakan fungsi kognitif, pada penelitian ini yang terlihat adalah pengaruh menonton siaran berita, kegiatan masak sendiri, mengerjakan hobi dan kegiatan membaca buku maupun surat kabar. Diharapkan akan dilakukan penelitian longitudinal atas pengaruh kegiatan-kegiatan tersebut terhadap perubahan fungsi kognitif di kalangan lanjut usia.
DAFTAR PUSTAKA 1.
WHO. Active ageing : A policy framework. 2002.
2.
BPS. Statistik Indonesia 2009. Jakarta: BPS; 2009.
3.
Komisi Nasional Lanjut Usia. Profil lanjut usia 2009. Jakarta: Komnas Lansia; 2010.
4.
Crowe M, Andel R, Pedersen NL, Johansson B, Gatz M. Does participation in leisure activities lead to reduced risk of alzheimer’s disease? A prospective study of Swedish twins. J Gerontol.
5.
Carlson MC, Helms MJ, Steffens DC, Burke JR, Potter GG , Plassman BL. Midlife activity predicts risk of dementia in older male twin pairs. Alzheimer’s & Dementia 2008;4(5):324-31.
6.
Wang JY, Zhou DH, Li J, Zhang M, Deng J, Tang M, et al. Leisure activities and risk of cognitive impairment: The Chongqing aging study. Neurology 2009;66(9):911-3.
7.
American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders 1994. 4th ed. Washington DC: American Psychiatric Association; 1994.
8.
Assosiasi Alzheimer Indonesia. Konsensus nasional pengenalan dan penatalaksanaan demensia alzheimer dan demensia lainnya. 1st ed. Jakarta; 2003.
9.
Bassuk SS, Glass TA, Berkman LF. Social disengagement and incident cognitive decline in community-dwelling elderly persons. Ann Intern Med.1999;131(3):165-73.
2003;58( 5):249-55.
10. Boedhi-Darmojo R. Gerontologi Sosial. In: Martono HH, Pranarka K, editors. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.p.14-34. 11. Dikot Y. Deteksi dini gangguan kognitif dalam praktek umum dan neurologi sehari-hari. In: Basuki A, Dian S, editors. Neurology in Daily Practice. 1st ed. Bandung: Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin; 2010 12. Turana Y, Handayani YS. Nilai Mini-Mental State Examination (MMSE) berdasarkan usia dan tingkat pendidikan pada masyarakat lanjut usia di Jakarta. Medika 2011;37(5):307-10. 13. Hultsch DF, Hertzog C, Small BJ, Dixon RA. Use it or lose it: Engaged lifestyle as a buffer of cognitive decline in aging? Psychol. Aging 1999;14(2):245-63. 14. Wang HX, Karp A, Winblad B, Fratiglioni L. Late-life engagement in social and leisure activities is associated with a decreased risk of dementia: A longitudinal study from the Kungsholmen project. Am J Epidemiol. 2002;155(12):1081-7. 15. Karp A, Paillard-Borg S, Wang HX, Silverstein M, Winblad B, Fratiglioni L. Mental, physical and social components in leisure activities equally contribute to decrease dementia risk. Dement Geriatr Cogn Disord. 2006;21(2):65-73. 16. Verghese J, Lipton RB, Katz MJ, Hall CB, Derby CA, Kuslansky G, et al. Leisure activities and the risk of dementia in the elderly. N Engl J Med. 2003;73(11):2508-16. 17. Wilson RS, Bennett DA, Bienias JL, Aggarwal NT, Mendes De Leon CF, Morris MC, et al. Cognitive activity and incident AD in a population-based sample of older persons. Neurology 2002;59(12):1910-4. 18. Wang HX, Karp A, Winblad B, Fratiglioni L. Late-life engagement in social and leisure activities is associated with a decreased risk of dementia: A longitudinal study from the Kungsholmen project. Am J Epidemiol. 2002;155(12):1081-7. 19. Cabeza R, Anderson ND, Locantore JK, McIntosh AR. Aging gracefully: Compensatory brain activity in high-performing older adults. Neuroimage. 2002;17(3):1394-402. 20. Cracchiolo JR, Mori T, Nazian SJ, Tan J, Potter H, Arendash GW. Enhanced cognitive activity – aver and above social or physical activity – is required to protect Alzheimer’s mice against cognitive impairment, reduce abeta deposition, and increase synaptic immunoreactivity. Neurobiol Learn Mem. 2007;88(3):277-94. 21. Costa DA, Cracchiolo JR, Bachstetter AD, Hughes TF, Bales KR, Paul SM, et al. Enrichment improves cognition in AD mice by amyloid-related and unrelated mechanisms. Neurobiol Aging. 2007;28(6):831-44. 22. Hughes TF, Ganguli M. Modifiable midlife risk factors for late-life cognitive impairment and dementia. Curr Psychiatr Rev. 2009;5(2):73-92. 23. Brown J, Cooper-Kuhn CM, Kempermann G, et al. Enriched environment and physical activity stimulate hippocampal but not olfactory bulb neurogenesis. Eur J Neurosci. 2003; 17(10):2042-6. 24. Kempermann G, Kuhn HG, Gage FH. More hippocampal neurons in adult mice living in an enriched environment. Nature. 1997;386(6624):493-5. 25. Briones TL, Klintsova AY, Greenough WT. Stability of synaptic plasticity in the adult rat visual cortex induced by complex environment exposure. Brain Res. 2004;1018(1):130-5. 26. Black JE, Sirevaag AM, Greenough WT. Complex experience promotes capillary formation in young rat visual cortex. Neurosci Lett. 1987;83(3):351-5. 27. Hall CB, Lipton RB, Sliwinski M, Katz MJ, Derby CA, Verghese J. Cognitive activities delay onset of memory decline in persons who develop dementia. Neurology 2009;73:356-61. 28. Pillai JA, Hall CB, Dickson DW, Buschke H, Lipton RB, Verghese J. Association of crossword puzzle participation with memory decline in persons who develop dementia. J Int Neuropsychol Soc. 2011 Nov;17(6):1006-13. 29. Wilson RS, Segawa E, Boyle PA, Bennett DA. Influence of late-life cognitive activity on cognitive health. Neurology. 2012 Apr 10;78(15):1123-9. Epub 2012 Apr 4. 30. Fratiglioni L, Wang HX. Brain reserve hypothesis in dementia. J Alzheimers Dis. 2007 Aug;12(1):11-22. 31. Meng X, D’Arcy C. Education and dementia in the context of the cognitive reserve hypothesis: A systematic review with meta-analyses and qualitative analyses. PLoS ONE 2012;7(6):e38268. doi:10.1371/journal.pone.0038268. 32. Stern Y. Cognitive reserve and Alzheimer disease. Alzheimer Dis Assoc Disord. 2006 Jul-Sep;20(3 Suppl 2):S69-74. 33. Tucker AM, Stern Y. Cognitive Reserve in Aging. Curr Alzheimer Res. 2011 June 1;8(4):354-60.
CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015
11
HASIL PENELITIAN Lampiran 1 Indeks Social Disengagement
Indeks Social Disengagement Nama responden: I.
Pasangan Hidup (PH) 1. Apakah anda pernah menikah? 1 = ya, 2 = tidak (lewati pertanyaan 2) 2. Apakah saat ini anda: 1 = menikah, 2 = berpisah, 3 = cerai hidup,
No. Reg.:
_____ 4 = cerai mati
_____
(Jika jawaban no.1 = 1 dan no.2 = 1, kode PH diberi angka 1; selain itu kode PH diberi angka 0 PH)
PH _____
II. Kontak visual/bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (VIS) III. Kontak nonvisual/tahun dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (NVIS) Anak: 1. Berapa anak anda (termasuk anak angkat)? (jika tidak ada, pertanyaan 2 sd. 4 dijawab = 0) 2. Berapa banyak yang saat ini masih hidup? Dalam 1 tahun terakhir: 3a. Berapa banyak anak anda yang bertemu anda sedikitnya sekali seminggu? 3b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali sebulan? 3c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali setahun? 4a. Berapa banyak anak anda yang berbicara per telepon setiap minggu? 4b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara per telepon sedikitnya sekali sebulan? 4c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara per telepon sedikitnya sekali setahun? 4aa. Berapa banyak anak anda yang berSMS/email/surat setiap minggu? 4ab. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berSMS/email/surat sedikitnya sekali sebulan? 4ac. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berSMS/email/surat sedikitnya sekali setahun?
_____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____
Famili/keluarga lain: 5. Pada umumnya, selain anak-anak anda, berapa banyak sanak/keluarga yang anda rasa dekat? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu) 6. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali sebulan? 7a. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per telepon sedikitnya sekali setahun? 7b. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per SMS/email/surat sedikitnya sekali setahun?
_____ _____ _____ _____
Teman dekat/sahabat: 8. Pada umumnya, berapa banyak teman dekat anda? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu) 9. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali sebulan? 10a. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per telepon sedikitnya sekali setahun? 10b. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per SMS/email/surat sedikitnya sekali/tahun?
_____ _____ _____ _____
(Jika jawaban 3a + 3b + 3c + 6 + 9 ≥ 3, kode VIS diberi angka 1; selain itu beri angka 0) (Jika jawaban 4a + 4b + 4c + 4aa + 4ab + 4ac + 7a + 7b + 10a + 10b ≥ 10, kode NVIS diberi angka 1; selain itu beri angka 0)
12
VIS _____ NVIS _____
CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015
HASIL PENELITIAN IV. Kunjungan ke tempat ibadah (TIB) 1. Berapa seringnya anda mengunjungi tempat ibadah? 1 = ≥1 kali/minggu, 0 = <1 kali/minggu
TIB _____
V. Keanggotaan di kelompok lain (KEL) 1. Apakah anda bergabung di suatu kelompok seperti arisan, kelompok pengajian, lingkungan, kelompok sosial, sukarela? 1 = ya, 0 = tidak
KEL _____
VI. Partisipasi teratur pada aktivitas sosial rekreasional 1. Berikut ini daftar kegiatan saat santai/waktu luang; dalam 1 tahun terakhir, berapa sering anda melakukan kegiatan berikut: 0 = jika tidak pernah, 1= jika rata-rata <1 kali/mgg, 2 = jika rata-rata ≥1 kali/mgg 1. Olahraga aktif atau berenang 2. Jalan kaki 3. Berkebun 4. Olahraga/latihan fisik 5. Masak sendiri 6. Mengerjakan hobi 7. Keluar rumah dan berbelanja 8. Ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga 9. Baca buku, majalah, koran 10. Nonton siaran televisi berita 11. Nonton siaran televisi hiburan/video film 12. Melancong, perjalanan bermalam/menginap 13. Kerja sukarela/amal 14. Kerja masyarakat yang dibayar 15. Main kartu, catur, halma, teka-teki silang, sudoku teratur (Jika jawaban 7 + 8 + 12 + 13 + 14 ≥ 5 (jika rata-rata ≥ 1) kode MAS diberi angka 1; selain itu MAS = 0) Aktivitas Fisik: (Jika jawaban 1 + 2 + 3 + 4 ≥ 4 (jika rata-rata ≥ 1) kode FIS diberi angka 1; selain itu FIS = 0) Aktivitas kognitif: (Jika jawaban 5 + 6 + 9 + 10 + 11 + 15 ≥ 6 (jika rata-rata ≥ 1) kode KOG diberi angka 1; selain itu KOG = 0)
_____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____ MAS _____
FIS _____
KOG _____
Aktivitas sosial: (Nilai gabungan 3 indikator – TIB, KEL, MAS = ASOS)
ASOS _____
Jaringan sosial: (Nilai gabungan 3 indikator – PH, VIS, NVIS = JSOS)
JSOS _____
(Nilai gabungan (GAB) berasal dari gabungan 6 indikator – PH, VIS, NVIS, TIB, KEL, MAS; Beri nilai 4 = 5-6 kelompok bernilai 1, 3 = 3-4 kelompok, 2 = 1-2 kelompok, 1 = 0 kelompok; Jika >2 indikator tak ada nilainya, tidak ada nilai gabungan)
GAB _____
Social Engagement dinilai dari nilai GAB: baik jika nilainya 3-4; buruk jika nilainya 1-2
CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015
13