HUBUNGAN KUALIFIKASI PETUGAS FILING DENGAN KETEPATAN PENYIMPANAN REKAM MEDIS DI RS BHAYANGKARA POLDA DIY
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH
Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh : IKA ARIA DANI J410 131 044
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
HUBUNGAN KUALIFIKASI PETUGAS FILING DENGAN KETEPATAN PENYIMPANAN REKAM MEDIS DI RS BHAYANGKARA POLDA DIY Ika Aria Dani*, Ibnu Mardiyoko**, Dwi Astuti*** *Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat FIK UMS, ** Dosen Kesehatan Masyarakat FIK UMS. ***Dosen Kesehatan Masyarakat FIK UMS ABSTRAK Pelayanan rawat jalan di RS Bhayangkara mempunyai kendala dalam hal ketersediaan rekam medis yang terlambat di tempat pelayanan. Hal tersebut diakibatkan adanya kesalahan dalam penyimpanan rekam medis oleh petugas filing. Petugas filing memiliki latar belakang kualifikasi yang berbeda dan tidak semua sesuai dengan standar kompetensi perekam medis dan informasi kesehatan. Hal tersebut mengakibatkan adanya kesalahan dalam penyimpanan rekam medis. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara kualifikasi petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis. Metode penelitian ini menggunakan rancangan survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi subjek penelitian adalah seluruh petugas filing yaitu 5 orang dan populasi objeknya adalah rekam medis. Pengambilan sampel dengan metode quota sampling, dengan sampel objek sebanyak 15 rekam medis setiap petugas. Uji statistik dengan menggunakan chi square secara komputerisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dan lama bekerja dengan ketepatan penyimpanan rekam medis (p ≤ 0,05) serta tidak ada hubungan antara keikutsertaan pelatihan rekam medis dengan ketepatan penyimpanan rekam medis (p > 0,05). Kata kunci
: Petugas filing, kualifikasi, ketepatan penyimpanan
ABSTRACT Outpatient services in Bhayangkara Hospital have constraints in terms of availability of medical records late on-site service. This is due to an error in the storage of medical records by filing officer . Filing officer has a different background and qualifications are not all in accordance with the standards of competence of medical and health information recorder . This resulted in an error in the medical record storage . The purpose of this study is to determine the relationship between qualifications filing officer with record-keeping accuracy.This study uses survey design methods with cross sectional approach . The population of the study subjects were all officers of filing are 5 people and the population of the object is a medical record . Sampling with quota sampling
method , the object sample of 15 medical records of each officer . Test using the chi-square statistic is computerized . The results showed that there was a correlation between level of education and accuracy of medical record storage (p ≤ 0.05) , there is a link between long working with record-keeping accuracy (p ≤ 0.05) and there was no relationship between participation in training medical record accuracy medical record storage (p > 0.05). Keywords : Officer filing , qualification , accuracy storage.
PENDAHULUAN Perkembangan jumlah institusi pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit akan membuat persaingan semakin ketat. Pada saat ini rumah sakit dikenal sebagai institusi non frofit atau suatu badan usaha/ organisasi yang dalam menjalankan usahanya tidak semata-mata mencari keuntungan. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat (Pasal 1 UU No 44 Th 2009 tentang rumah sakit). Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, rumah sakit harus adil dan tidak membeda-bedakan pasien secara strata ekonomi, strata sosial, gender dan lain sebagainya. Perkembangan masyarakat dalam menyikapi masalah kesehatan semakin kritis, maka standar pelayanan mutu pelayanan kesehatan menjadi hal yang sangat penting. Pelayanan yang menjadi sorotan masyarakat tidak hanya pada masalah pelayanan medis semata, tetapi pelayanan penunjang dan pelayanan non medis yang ada di institusi pelayanan kesehatan akan menjadi hal yang penting. Mutu merupakan faktor sentral dari setiap upaya untuk memberikan pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan mutu pelayanan yang baik di rumah sakit, maka perlu adanya suatu sistem yang terpadu di antara unit yang ada. Pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Salah satu indikator utama untuk keberhasilan manajemen pada institusi pelayanan kesehatan adalah tercapainya hak atas hidup sehat bagi seluruh lapisan masyarakat. Perbaikan mutu pelayanan di unit pelayanan kesehatan harus selalu ditingkatkan dengan mengadakan evaluasi secara periodik, salah satunya di Instalasi Rekam Medis khususnya bagian filing atau penyimpanan rekam medis. Hal ini akan memberikan dampak pada eksistensi rumah sakit selalu terjaga, sehingga kelangsungan operasional serta peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertahankan dan dikembangkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan bahwa bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk membuat dan memelihara rekam medis. Oleh karena itu, pengelolaan rekam medis yang benar, baik dan bermutu dapat menjadi salah satu aspek penting non operasional yang mendukung terjaganya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 377/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan menjelaskan bahwa rekam medis dan informasi kesehatan merupakan aspek penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, pengembangan sistem dan penerapannya harus didukung oleh tenaga profesi perekam medis yang berkualitas. Untuk memenuhi
harapan tersebut maka sumber daya manusia yang bertugas di Instalasi Rekam Medis harus mampu memenuhi standar profesi yang telah ditetapkan pemerintah. Sumber daya manusia yang sesuai kompetensi di bidang rekam medis adalah dengan latar belakang pendidikan minimal Diploma 3 (D3) Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK). Instalasi Rekam Medis RS Bhayangkara Polda DIY merupakan salah satu bagian pelayanan di rumah sakit. Dari hasil studi pendahuluan, di Instalasi Rekam Medis RS. Bhayangkara Polda DIY memiliki SDM dengan kualifikasi pendidikan yang berbeda-beda yaitu 4 orang lulus D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, 3 orang lulusan SMA dan 1 orang lulusan STM. Salah satu bagian di Instalasi Rekam Medis yaitu bagian penyimpanan rekam medis yang disebut filing. Bagian ini bertugas untuk melindungi rekam medis dari kerusakan fisik dan kerahasiaan informasi medis yang terkandung. Filing juga bertanggung jawab atas ketersediaan rekam medis pada saat diperlukan pasien untuk berobat. Penyimpanan rekam medis mempunyai arti yang sangat penting sehubungan dengan riwayat penyakit pasien dan kerahasiaan yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu cara penyimpanannya pun harus diatur sedemikian rupa sehingga terjaga rahasianya dan mudah memperoleh kembali untuk disediakan guna pelayanan kunjungan ulang di sarana pelayanan kesehatan. Sumber daya manusia di bagian filing (pengambilan dan penyimpanan berkas) ada 5 orang petugas dengan kualifikasi pendidikan 2 orang dengan pendidikan D3, 2 orang lulusan SMA dan 1 orang lulusan STM. Lama/
pengalaman bekerja masing-masing petugas berbeda, serta keikutsertaan pelatihan rekam medis masing-masing petugas filing
juga berbeda. Berdasarkan hasil
wawancara dengan petugas, dalam satu hari kurang lebih ada 4 keluhan komplain pasien terhadap ketersediaan rekam medis di poliklinik. Pasien dan dokter sudah ada namun rekam medisnya belum tersedia. Hal ini mengakibatkan hambatan dalam proses pelayanan kepada pasien dan bisa menurunkan mutu pelayanan. Keterlambatan rekam medis sampai ke poliklinik diakibatkan adanya miss file atau salah letak. Kesalahan dalam pengembalian rekam medis ke tempat penyimpanan menyulitkan dalam pencarian dan dapat menghambat pelayanan kepada pasien. Komplain tidak hanya berasal dari pasien, namun juga berasal dari dokter pemberi pelayanan. Mereka memerlukan rekam medis untuk melihat riwayat kesehatan pasien dan untuk merekam pelayanan kesehatan yang sudah diberikan. Pelaksanaan pekerjaan di institusi pelayanan kesehatan bisa terhambat oleh pengelolaan rekam medis yang buruk, jadi perlu sekali diciptakan sistem dan prosedur untuk
dapat
mengarsipkan, mendistribusikan, menyimpan dan
mempertahankan informasi kesehatan dan rekam medis di fasilitas kesehatan. Efisiensi pada fungsi-fungsi ini merupakan faktor yang paling penting dalam menciptakan nilai yang baik di fasilitas pelayanan kesehatan (Huffman,1994). Terkait dengan penelitian sebelumnya, di RS Bhayangkara Polda DIY belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan kualifikasi petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis. Penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh Viva Maigan MN yaitu Peran Pengetahuan dan Sikap Dokter
dalam Ketepatan Koding Diagnosis berdasar ICD-10 di RS X Malang. Dalam jurnal penelitian tersebut diketahui bahwa rendahnya ketepatan pengisian ICD-10 oleh dokter disebabkan lemahnya pengetahuan dan sikap dokter yang rendah tentang arti penting ketepatan pengisian ICD-10. Penelitian juga menunjukkan meskipun telah terpapar dengan pelatihan tentang ICD-10 dan INA CBGs, namun memiliki pemahaman dan sikap yang kurang. Jurnal penelitian lain yang serupa yaitu oleh Rudi J Mandels berjudul Tingkat Akurasi Kodefikasi Morbiditas Rawat Inap Guna Menunjang Akurasi Pelaporan di Bagian Rekam Medis RS. Cahya Kawaluyan. Hasil penelitian diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kurang akurasinya kodefikasi yaitu tulisan diagnosa dokter yang tidak terbaca, ketidaklengkapan informasi dari pemeriksaan penunjang dan adanya penggunaan singkatan baru yang digunakan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan kualifikasi petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis di RS Bhayangkara Polda DIY. Hal tersebut dikarenakan ketepatan dalam melakukan aktifitas pekerjaan dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap petugas, sehungga perlu dilakukan penelitian tentang hubungan kualifikasi petugas dalam ketepatan penyimpanan rekam medis. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian survei yang bersifat analitik yaitu penelitian potong silang (cross sectional). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel rekam medis yang akan disimpan, kemudian membandingkan hasil ketepatan penyimpanan rekam medis antara petugas filing dengan kualifikasi
yaitu tingkat pendidikan, lama bekerja dan keikutsertaan pelatihan rekam medis. Selanjutnya peneliti mencari apakah ada hubungan antara kualifikasi petugas filing di atas dengan ketepatan penyimpanan rekam medis. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015, bertempat di Bagian Rekam Medis dan Informasi Kesehatan RS Bhayangkara Polda DIY. Populasi subjek penelitian ini adalah seluruh petugas filing sedangkan populasi objek penelitian ini adalah rekam medis pasien RS Bhayangkara Polda DIY Bulan Maret 2015. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik quota sampling. Analisis yang digunakan untuk melihat hubungan dua variabel. Analisis statistik yang digunakan Uji Chi Square. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1. Kualifikasi petugas filing Variabel kualifikasi petugas filing dilihat dari 3 (tiga) aspek yaitu : a) Tingkat pendidikan b) Lama bekerja c) Keikutsertaan pelatihan rekam medis Tabel 10. Kualifikasi Petugas Filing RS. Bhayangkara tahun 2015 Nama
Tingkat pendidikan
Lama bekerja
F M FZ S A
D3 RMIK D3 RMIK Non D3 RMIK Non D3 RMIK Non D3 RMIK
6 tahun 6 tahun 2 tahun 1 tahun 3 tahun
Keikutsertaan pelatihan rekam medis dari Organisasi Profesi Pernah Belum Pernah Pernah Belum pernah Belum pernah
Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa dari 5 orang petugas filing 2 orang dengan dengan pendidikan D3 RMIK dan 3 orang non D3 RMIK, 2 orang yang mempunyai lama bekerja lebih dari 5 tahun dan 3 orang mempunyai lama bekerja kurang dari atau sama dengan 5 tahun, 2 orang yang sudah mengikuti pelatihan rekam medis dan 3 orang yang belum pernah mengikuti pelatihan rekam medis.
2. Ketepatan penyimpanan Data mengenai ketepatan penyimpanan 15 rekam medis yang dilakukan masing-masing petugas yaitu : Tabel 11. Ketepatan Penyimpanan Rekam Medis Nama F M FZ S A
Jumlah RM yang tepat 15 13 10 10 9
Jumlah RM yang tidak tepat 0 2 5 5 6
Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa ada 1 orang yang tepat 100% dalam melakukan penyimpanan rekam medis dan ada 4 orang yang tidak tepat 100% dalam melakukan penyimpanan rekam medis.
B. Analisis Bivariat Analisis bivariat menggunakan uji statistik chi-square. Pengambilan keputusan terhadap hasil penelitian adalah Ha diterima apabila nilai p ≤ 0,05 dan Ha ditolak bila nilai p > 0,05.
1. Hubungan antara tingkat pendidikan petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis Tabel 12. Hasil Analisis dengan Chi-Square Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Ketepatan Penyimpanan Rekam Medis Tingkat Pendidikan D3 RMIK Non D3 RMIK
Ketepatan Penyimpanan Tidak Tepat Tepat (RM) (RM) 28 (93,3%) 2 (6,7%) 16 (35,6%) 29 (64,4%)
Total
p
30 (100%) 45 (100%)
0,004
Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa jumlah keseluruhan rekam medis yang harus disimpan adalah 75 rekam medis. Petugas dengan tingkat pendidikan D3 RMIK berhasil menyimpan 93,3 % rekam medis dengan tepat sedangkan
petugas dengan tingkat pendidikan non D3 RMIK
hanya berhasil menyimpan rekam medis dengan tepat sejumlah 35,6%. Berdasarkan uji statistik chi-square dihasilkan nilai p = 0,004 (P ≤ 0,05). Karena nilai p ≤ 0,05, maka Ha diterima, sehingga dapat diketahui bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis.
2. Hubungan antara lama bekerja petugas filing penyimpanan rekam medis
dengan ketepatan
Tabel 13. Hasil Analisis dengan Chi-Square Hubungan antara Lama Lekerja dengan Ketepatan Penyimpanan Rekam Medis Lama Bekerja > 5 tahun ≤ 5 tahun
Ketepatan Penyimpanan Tepat (RM) Tidak Tepat (RM) 28 (93,3%) 2 (6,7%) 16 (35,6%) 29 (64,4%)
Total
p
30 (100%) 45 (100%)
0,004
Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa jumlah keseluruhan rekam medis yang harus disimpan adalah 75 rekam medis. Petugas dengan lama bekerja lebih dari 5 tahun berhasil menyimpan 93,3 % rekam medis dengan tepat sedangkan petugas dengan lama bekerja kurang dari atau sama dengan 5 tahun hanya berhasil menyimpan rekam medis dengan tepat sejumlah 35,6%. Berdasarkan uji statistik chi-square dihasilkan nilai p = 0,004
(p ≤ 0,05). Karena nilai p ≤ 0,05, maka Ha diterima,
sehingga dapat diketahui bahwa ada hubungan antara lama bekerja petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis.
3. Hubungan antara keikutsertaan pelatihan rekam medis petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis Tabel 14. Hasil Analisis dengan Chi-Square Hubungan antara Keikutsertaan Pelatihan Rekam Medis dengan Ketepatan Penyimpanan Rekam Medis Keikutsertaan Pelatihan RM dari Organisasi Profesi Pernah Belum Pernah
Ketepatan Penyimpanan Tepat
Tidak Tepat
25 (83,3%) 32 (71,1%)
5 (16,7%) 13 (28,9%)
Total
p
30 (100%) 45 (100%)
0,225
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa jumlah keseluruhan rekam medis yang harus disimpan adalah 75 rekam medis. Petugas yang pernah mengikuti pelatihan rekam medis berhasil menyimpan 83,3 % rekam medis dengan tepat sedangkan petugas yang belum pernah mengikuti pelatihan rekam medis berhasil menyimpan rekam medis dengan tepat sejumlah 71,1%. Berdasarkan uji statistik chi-square dihasilkan nilai
p = 0,225 (P > 0,05). Karena nilai p > 0,05, maka Ha ditolak, sehingga dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara keikutsertaan pelatihan rekam medis petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis.
PEMBAHASAN A. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Petugas Filing dengan Ketepatan Penyimpanan Rekam Medis Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh hasil p ≤ 0,05, sehingga Ha diterima dan dapat diketahui bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis. Sistem penyimpanan dan penjajaran rekam medis diperoleh dari pendidikan formal D3 RMIK selama 3 tahun. Dalam Kepmenkes No 377 tahun 2007 point 3 tentang kualifikasi pendidikan yang sesuai yaitu lulus pendidikan D3 RMIK. Hal ini sangat berpengaruh pada operasional pekerjaan pengelolaan rekam medis terutama bagian penyimpanan, bahwa tidak semua orang dengan tingkat pendidikan selain D3 RMIK dapat melakukan penyimpanan rekam medis dengan benar dan tepat. Pada proses rekruitmen petugas, telah dilakukan tes tertulis, wawancara dan praktek, namun calon pegawai tidak mengetahui akan ditempatkan dimana. Rekam medis terutama bagian filing dijadikan penempatan bagi tenaga yang berlebih di bagian lain, sehingga penerimaan pegawai baru dapat ditekan seminimal mungkin. Penempatan staf yang tidak sesuai dengan profesi ini mengakibatkan adanya hambatan dan ketidak sesuaian di bagian
yang ditempati. Hambatan tersebut akhirnya berpengaruh pada pelayanan kepada pasien, karena masih ditemukan terjadinya miss file rekam medis. Petugas dengan tingkat pendidikan D3 RMIK tentunya sudah mendapatkan pengetahuan secara teori dan praktek mengenai penyimpanan rekam medis berdasarkan sistem penyimpanan yang baragam dibandingkan dengan petugas selain D3 RMIK. Selain itu, dalam standar kompetensi perekam medis pada kompetensi manajemen rekam medis dan informasi kesehatan kode unit MIK.SR.03.008.01 yang berbunyi menyimpan/ menjajarkan rekam medis berdasarkan sistem yang digunakan, menunjukkan bahwa petugas dengan tingkat pendidikan D3 RMIK lebih kompeten dibanding dengan petugas non D3 RMIK, karena lulusan D3 RMIK sudah melalui uji kompetensi sebagai exit exam.
B.
Hubungan Antara Lama Bekerja Petugas Filing dengan Ketepatan Penyimpanan Rekam Medis Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh hasil p ≤ 0,05, sehingga Ha diterima dan dapat diketahui bahwa ada hubungan antara lama bekerja petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis. Kegiatan penyimpanan rekam medis selain membutuhkan pengetahuan
secara
akademik
juga
diperlukan
pengalaman
dalam
melaksanakannya. Lama bekerja atau pengalaman dalam bekerja dapat mengurangi kesalahan dalam melakukan penyimpanan rekam medis, karena semakin lama bekerja semakin banyak pula frekuensi dalam melakukan penyimpanan rekam medis sehingga menjadikan suatu pekerjaan itu menjadi
kebiasaan. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam menguasai bidang tugasnya. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik.
C. Hubungan Antara Keikutsertaan Pelatihan Rekam Medis Petugas Filing dengan Ketepatan Penyimpanan Rekam Medis Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh hasil p > 0,05, sehingga Ha ditolak dan dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara keikutsertaan pelatihan rekam medis petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis. Yang dimaksud dengan pelatihan rekam
medis
adalah
pelatihan
tentang
ilmu
rekam
medis
yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi di luar RS. Bhayangkara Polda DIY dan pelatihan internal yang diadakan setelah rekruitmen pegawai baru. Petugas filing yang pernah mengikuti pelatihan rekam medis yang diselenggarakan organisasi profesi adalah petugas dengan latar belakang pendidikan SMA dan D3 RMIK, namun pelatiha tersebut tidak berpengaruh terhadap ketepatan penyimpanan rekam medis. Petugas di bagian filing pada saat awal bekerja telah mendapatkan pelatihan internal selama 3 (tiga) hari. Pelatihan ini dilakukan Kepala Instalasi Rekam Medis dan Penanggung Jawab Pendaftaran berkaitan dengan Standar Operasional Prosedur Rekam Medis termasuk di dalamnya mengenai prosedur penyimpanan serta macam sistem penyimpanan dan penjajaran rekam medis. Berdasarkan wawancara dengan petugas, pelatihan internal di rumah sakit pada awal bekerja selama 3
hari kurang maksimal, karena petugas dengan latar belakang pendidikan selain D3 RMIK belum sepenuhnya paham dan pengetahuan mengenai sistem penyimpanan dan penjajaran rekam medis hanya didapat dari buku pedoman penyelennggraan rekam medis saja. Apabila dibandingkan dengan petugas yang memiliki tingkat pendidikan D3 RMIK dan belum pernah mengikuti pelatihan rekam medis dengan petugas yang memiliki tingkat pendidikan SMA dan pernah mengikuti pelatihan rekam medis dalam hal ketepatan penyimpanan, petugas dengan tingkat pendidikan D3 RMIK dapat melakukan penyimpanan rekam medis dengan tepat meskipun belum pernah mengikuti pelatihan rekam medis. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan formal menjadi hal yang penting dalam menunjang pelaksanaan tugas sesuai dengan profesinya.
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1.
Ada hubungan antara tingkat pendidikan
petugas
filing
dengan
ketepatan penyimpanan rekam medis (p ≤ 0,05). 2.
Ada hubungan antara lama bekerja petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis (p ≤ 0,05).
3.
Tidak ada hubungan antara keikutsertaan pelatihan rekam medis petugas filing dengan ketepatan penyimpanan rekam medis (p > 0,05).
B. Saran 1. Pihak manajemen RS Bhayangkara Polda DIY sebaiknya memperhatikan dan mengevaluasi penempatan staf sesuai dengan tingkat pendidikan dan profesinya. 2. Pihak
manajemen
RS
Bhayangkara
Polda
DIY
sebaiknya
mengikutsertakan petugas dengan pendidikan yang tidak sesuai dengan profesinya dalam pelatihan yang berhubungan dengan kompetensi pekerjaannya dan menganjurkan petugas dengan latar belakang pendidikan non D3 RMIK untuk menempuh pendidikan sesuai dengan profesi dan kompetensi. 3. Pihak manajemen RS Bhayangkara Polda DIY sebaiknya membuat standar waktu lama dan materi pelatihan internal saat penerimaan pegawai baru.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit Buku Kedokteran EGC. DEPKES RI. 1997. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam Medis Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen Yanmed. Hasibuan, Malayu. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta : PT Bumi Aksara. Huffman, Edna K. 1994. Health Information Management, Tenth Edition. Berweyn: Illinois Physicians Record Company. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Himpunan Peraturan Tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia. Maiga MN, Viva. 2014. Peran Pengetahuan dan Sikap Dokter dalam KetepatanKoding Diagnosis Berdasarkan ICD 10. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1, 2014. Mandels, Rudy J. 2012. Tingkat Akurasi Kodefikasi Morbiditas Rawat Inap Guna Menunjang Akurasi Pelaporan di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Cahya Kawaluyan. Jurnal Kesehatan Sekolah Tinggi Kesehatan Santo Boromeus. MenKes. 1996. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta. MenKes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 377/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Jakarta. MenKes. 2008. PERMENKES RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis. Jakarta. Murti B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta RS. Bhayangkara Polda DIY. 2009. Buku Pedoman Penyelenggaraan Rekam Medis. Yogyakarta : RS. Bhayangkara Polda DIY RS. Bhayangkara Polda DIY. 2014. Surat Edaran Karumkit tentang Penggajian Tenaga Kontrak. Yogyakarta : RS. Bhayangkara Polda DIY Rustiyanto. 2010. Statistik Rumah Sakit untuk Pengambilan Keputusan. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : Penerbit Alfabeta Bandung. Sugiyono. 2012. Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung : Penerbit Alfabeta Bandung. Widodo. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.