HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI
Oleh: Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Juli 2009
Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075
ii
RINGKASAN
NURIASIH MARTHA CORRY MAWARNI NABABAN. Hubungan Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella Sp.) yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL. Perairan Selat Bali memiliki potensi besar dengan sumber daya perikanan, terutama perikanan lemuru. Basis utama pendaratan ikannya di TPI Muncar, Banyuwangi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis variasi temporal dan spasial konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali dan faktor-faktor yang menyebabkannya, serta menganalisis hubungan konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar. Data yang digunakan adalah citra satelit level 3 Aqua-MODIS komposit bulanan dengan resolusi spasial 9 km, yang didownload dari www.oceancolor.gsfc.nasa.gov. Data jumlah produksi bulanan ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. Periode penelitian dari Januari 2004 – Desember 2008. Sebagai data penunjang digunakan data angin yang didownload dari www.cdc.noaa.gov periode tahun 2004 - 2008. Pendugaan nilai konsentrasi klorofil-a dari Aqua-MODIS menggunakan algoritma OC3M dan hasilnya dianalisis secara temporal dan spasial. Analisis korelasi silang digunakan untuk menganalisis hubungan konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru. Kisaran konsentrasi klorofil-a selama periode penelitian di perairan Selat Bali antara 0,15 mg/m3 (Februari 2006) sampai 4,01 mg/m3 (November 2006). Secara temporal, konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada Musim Timur (Juni-Agustus) yang disebabkan oleh terjadinya penaikan massa air (upwelling) dengan angin musim tenggara yang berhembus lebih kencang dan kering menuju barat laut perairan Selat Bali. Anomali positif konsentrasi klorofil-a terjadi pada tahun 2006. Peristiwa ini disebabkan oleh fenomena IODM positif yang diketahui ada selama bulan September-November 2006 dan yang menyebabkan upwelling terjadi lebih intensif dan lebih lama. Secara spasial, konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada bagian selatan perairan (berhubungan langsung dengan Samudera Hindia), serta pada bagian barat dan timur perairan (dekat daratan Pulau Jawa dan Pulau Bali). Kisaran produksi ikan lemuru antara 152,6 ton (Januari 2005) hingga 27.730,6 ton (Februari 2007). Secara umum, peningkatan jumlah produksi ikan lemuru terjadi pada bulan Mei, Juli, Agustus dan Oktober. Peningkatan jumlah produksi ikan lemuru terjadi secara signifikan pada bulan November 2006 - Maret 2007. Pada periode yang sama, terjadi juga anomali positif konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali. Hal ini menandakan adanya hubungan positif antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru. Hasil analisis korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru menunjukkan adanya hubungan positif signifikan dengan interval 3 bulan.
iii
HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh: Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
iv
Judul
Nama NRP
: HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI. : Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan : C64104075
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si. NIP. 19660721 199103 1 009
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002
Tanggal lulus: 13 Juli 2009
v
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi” dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak pengetahuan, bimbingan, arahan dan nasehat selama proses penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. selaku penguji tamu dan Dr. Henry M. Manik, S.Pi., M.T. selaku perwakilan dari Program Studi yang telah memberikan kritik dan saran agar tulisan ini menjadi lebih baik. 3. Dinas Perikanan Cabang Muncar, Banyuwangi atas data produksi ikan lemuru bulanan yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. NASA yang telah memberikan secara gratis data konsentrasi klorofil bulanan dan data angin bulanan untuk penelitian ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M.Sc. yang telah memberikan bantuan dana selama penelitian. Juga kepada IPB yang sudah memberikan beasiswa POM dan PPA selama penulis menyelesaikan studinya. 5. Kedua orang tua, kakak dan abang, serta keponakan-keponakan tercinta atas doa, dukungan dan bantuan materi. 6. Bathara Chandra Tambunan, S.Pi. atas doa dan kasih sayang, semangat dan dukungan, pengertian dan penghiburan selama pengerjaan skripsi ini. 7. Teman-teman ITK 41 yang telah banyak membantu dan mendukung selama penelitian hingga penulisan skripsi selesai. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, Juli 2009
Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ...................................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
v
KATA PENGANTAR......................................................................................
vi
DAFTAR ISI.....................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
x
1. PENDAHULUAN....................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Tujuan ...............................................................................................
1 1 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2.1 Fitoplankton dan Klorofil................................................................... 2.2 Teknologi Penginderaan Jauh Warna Laut (Ocean Color)................ 2.3 Satelit Aqua MODIS .......................................................................... 2.4 Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) ...................................................... 2.4.1 Klasifikasi dan Ciri-ciri Umum Ikan Lemuru...................... 2.4.2 Penyebaran ........................................................................... 2.4.3 Makanan............................................................................... 2.4.4 Tingkah Laku ....................................................................... 2.5 Lingkungan Perairan Selat Bali .........................................................
4 4 8 11 14 14 16 17 17 18
3. BAHAN DAN METODE............................................................................ 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian............................................................. 3.2 Alat dan Data Penelitian .................................................................... 3.2.1 Data Penginderaan Jauh .......................................................... 3.2.2 Data Perikanan Lemuru........................................................... 3.2.3 Data Dipole Mode Index (DMI).............................................. 3.2.4 Data Angin .............................................................................. 3.3 Metode Pengolahan Data ................................................................... 3.3.1 Pemotongan Citra (Cropping)................................................. 3.3.2 Visualisasi Data....................................................................... 3.4 Analisis Data ...................................................................................... 3.4.1 Data Konsentrasi Klorofil-a .................................................... 3.4.2 Data Produksi Ikan Lemuru .................................................... 3.4.3 Analisis Korelasi Silang (Crosscorellation) ...........................
22 22 22 23 24 24 24 24 25 26 27 27 28 28
vii
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 4.1. Distribusi Konsentrasi Klorofil-a Secara Temporal dan Spasial dan Faktor-faktor yang Menyebabkannya................................................ 4.2. Fluktuasi Produksi Ikan Lemuru yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi ....................................................................................... 4.3. Hubungan antara Konsentrasi Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan..
29
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 5.1. Kesimpulan........................................................................................ 5.2. Saran ..................................................................................................
44 44 45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
46
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
49
viii
29 38 40
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS .......................................................
12
2. Kisaran panjang gelombang kanal pada satelit aqua MODIS untuk pengukuran konsentrasi klorofil-a................................................................
12
3. Nama-nama lokal dari ikan lemuru berdasarkan panjang total....................
15
4. Nama-nama umum baku, nama-nama lokal ikan lemuru Indonesia............
15
5. Titik-titik koordinat di perairan Selat Bali ...................................................
26
6. Nilai DMI periode Januari 2004 – Desember 2008 .....................................
34
ix
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Sinyal yang diterima sensor di perairan .......................................................
9
2. Ikan lemuru (Sardinella lemuru)..................................................................
14
3. Potongan melintang suhu (°C) di dalam perairan Selat Bali pada bulan (a) Januari (barat) dan (b) Agustus (timur) ..................................................
20
4. Lokasi penelitian ..........................................................................................
22
5. Diagram alir pengolahan dan análisis data penelitian..................................
27
6. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a rata-rata bulanan selama lima tahun .........
29
7. Sebaran konsentrasi klorofil-a secara temporal dan spasial; (a) waktu lintang; (b) waktu - bujur .............................................................................
31
8. Sebaran spasial konsentrasi klorofil-a bulanan rata-rata 5 tahun.................
37
9. Pergerakan angin tiap bulan rata-rata 5 tahun..............................................
38
10. Grafik fluktuasi bulanan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi selama lima tahun ....................................................
39
11. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a (a), produksi ikan lemuru (b) dan fluktuasi DMI (c) selama lima tahun ...........................................................
41
12. Korelogram korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru dari Januari 2004 – Desember 2008 ................................................
42
x
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah perairan Indonesia yang sangat berpotensi akan sumberdaya ikan adalah perairan Selat Bali. Selat Bali merupakan daerah perairan yang relatif sempit (sekitar 960 mil2). Mulut bagian utara sekitar satu mil dan merupakan perairan yang dangkal (kedalaman sekitar 50 meter), sedangkan mulut bagian selatan sekitar 28 mil dan merupakan perairan yang dalam. Perairan Selat Bali ini mempunyai kesuburan yang tinggi. Produktivitas tertinggi terjadi di musim timur, dimana musim timur terjadi upwelling di bagian selatan Bali (Nikyuluw, 2005). Perairan Selat Bali yang tergolong sempit ini memiliki potensi maksimum lestari 46.400 ton/tahun dengan basis utama Muncar, sangat potensial dengan sumberdaya perikanan utamanya, yaitu lemuru. Lemuru memiliki potensi Jumlah yang Boleh Ditangkap (Allowable Catch) agar berkelanjutan sebesar 80% dari Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 25.256 ton/tahun, sementara hasil produksi penangkapannya sebesar 57.435 ton/tahun sehingga pemanfaatannya mencapai 125% dan dinyatakan sudah kelebihan tangkap (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi, 2008). Menurut Whitehead (1985), ikan lemuru tersebar di Lautan India bagian timur yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali; Australia sebelah barat, dan Lautan Pasifik sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Filipina, Hong Kong, Taiwan sampai selatan Jepang). Di Indonesia, selain di perairan Selat Bali dan sekitarnya, ikan lemuru terdapat juga di sebelah
1
2
selatan Ternate dan Teluk Jakarta. Burhanuddin et al. (1984) dalam Merta (1992) mengatakan bahwa ikan-ikan lemuru juga tertangkap dalam jumlah kecil di perairan selatan Jawa Timur, seperti Grajagan, Puger. Ikan lemuru adalah pemakan plankton, tetapi keterkaitan antara fitoplankton dan ikan lemuru masih belum diketahui secara jelas karena data plankton yang tersedia dari pengukuran langsung masih sangat terbatas (Lumban Gaol et al., 2004). Namun, hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lumban Gaol et al. (2004), menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali dengan produksi ikan lemuru yang didaratkan di Muncar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi klorofil-a akan diikuti oleh peningkatan produksi ikan lemuru. Dan pernyataan ini diperkuat dengan adanya korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru, yang menunjukkan adanya hubungan positif signifikan dengan interval 4 bulan sebagai waktu yang digunakan ikan lemuru untuk pertumbuhan (Lumban Gaol et al., 2004). Secara umum, nelayan tradisional melakukan pencarian lokasi kelompok ikan terlebih dulu sebelum melakukan operasi penangkapan. Umumnya nelayan mencari lokasi perairan yang subur. Salah satu indikator perairan yang subur adalah adanya kandungan fitoplankton yang tinggi. Kelimpahan fitoplankton dapat diestimasi oleh teknologi penginderaan jauh berupa citra satelit yang dapat mendeteksi kandungan klorofil dalam fitoplankton. Dengan demikian, teknologi penginderaan jauh warna laut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memprediksi produksi ikan lemuru dengan memperhatikan interval waktu (lag time) bagi fitoplankton mempengaruhi produksi ikan lemuru.
3
Penginderaan klorofil-a terhadap fitoplankton didasarkan pada kenyataan bahwa semua fitoplankton mengandung klorofil, pigmen berwarna hijau yang ada pada setiap tumbuhan. Klorofil-a cenderung menyerap warna biru dan merah, dan memantulkan warna hijau. Spektrum cahaya yang dipantulkan oleh klorofil-a ini dapat diindera oleh sensor satelit. Hasil penginderaan dapat menunjukkan sebaran biomassa fitoplankton yang dijabarkan dalam satuan klorofil (mg/m3). Besarnya konsentrasi klorofil-a dalam suatu perairan dapat dijadikan suatu indikator dalam menentukan tingkat kesuburan perairan. Keuntungan penggunaan satelit untuk penginderaan klorofil-a adalah pengamatan satelit dapat dilakukan dalam cakupan wilayah yang sangat luas dalam waktu yang bersamaan. Salah satu satelit yang mengindera fitoplankton di laut atau informasi tentang variasi warna perairan adalah satelit Aqua MODIS yang baru diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002 (Maccherone, 2005). Satelit ini memiliki orbit sunsynchronous, dimana pergerakannya dapat bersifat mendekati kutub (nearpolar) maupun melewati kutub (polar orbital). Satelit Aqua MODIS melintasi bumi dari selatan ke utara pada sore hari pada waktu 13.30 waktu lokal (Maccherone, 2005).
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis variasi temporal dan spasial konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali dan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. 2) menganalisis hubungan konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali dengan produksi lemuru yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fitoplankton dan Klorofil Fitoplankton merupakan produsen utama dalam sistem mata rantai di laut. Tumbuhan laut ini bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu melakukan fotosintesis, oleh karena itu tanpa adanya tumbuhan planktonik yang berukuran renik ini tidak mungkin adanya kehidupan di laut (Nybakken, 1992). Fitoplankton merupakan organisme yang menjadi dasar atau awal dari mata rantai makanan. Organisme ini dimakan oleh zooplankton dan kemudian akan dimangsa oleh ikan atau predator lainnya, dengan demikian informasi tentang komposisi atau biomassa fitoplankton (klorofil) sangat penting sebagai dasar untuk menggambarkan aliran energi dari jaring makanan di perairan. Klorofil di dalam tumbuhan berbentuk 4 macam yaitu a, b, c dan d (Devlin, 1975 dalam Nontji, 2002). Klorofil-a merupakan salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi tumbuhan yang ada di perairan dan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton sehingga hasil pengukuran kandungan klorofil-a sering digunakan untuk menduga biomassa fitoplankton suatu perairan. Pendugaan biomassa fitoplankton juga bisa dilakukan dengan penginderaan jauh karena adanya sifat penyerapan cahaya oleh klorofil. Sifat penyerapan cahaya oleh klorofil ini membuat Eugel (1983) dalam Tassan dan d’Alcala (1993) berpendapat bahwa sensor penginderaan jauh tidak dapat mengukur secara langsung konsentrasi klorofil, namun konsentrasi klorofil dapat ditentukan dengan menggunakan algoritma yang telah dikembangkan oleh beberapa ilmuwan tentang hubungannya reflektansi spektral dan konsentrasi klorofil pada perairan.
4
5
Kemampuan fitoplankton untuk membentuk zat anorganik menjadi zat organik membuat fitoplankton sebagai produsen primer yang merupakan pangkal rantai makanan dan dasar pendukung kehidupan seluruh biota lainnya (Nontji, 2002). Keberadaan fitoplankton di laut sangat tergantung pada kondisi lingkungan dari perairan tersebut seperti cahaya matahari, suhu, nutrien dan fenomena oseanografi (upwelling) dan beberapa faktor oseanografi lainnya. a) Cahaya matahari Cahaya matahari mutlak diperlukan untuk reaksi fotosintesis. Menurut Nontji (2006), cahaya matahari yang jatuh ke permukaan laut sebenarnya berupa radiasi gelombang elektromagnetik yang mempunyai spektrum lebar, dengan panjang gelombang berkisar 300 – 2500 nm (1 nano meter = 10-9 m), atau mencakup spektrum dari sinar ultraviolet hingga sinar infra merah. Tetapi yang ditangkap oleh klorofil fitoplankton di laut hanyalah radiasi dalam spektrum dengan panjang gelombang antara 400 – 720 nm, yang disebut Photosynthetically Active Radiation (PAR). b) Suhu Suhu dapat mempengaruhi fotosintesis di laut baik secara langsung, maupun tak langsung. Pengaruh langsung karena reaksi kimia enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh suhu. Peningkatan suhu sampai batas tertentu akan menaikkan laju fotosintesis. Sedangkan pengaruh tak langsung adalah karena suhu akan menentukan struktur hidrologis suatu perairan dimana fitoplankton itu berada (Nontji, 2006).
6
Fitoplankton dapat berkembang secara optimal pada kisaran suhu minimum 25°C (Riley, 1975 dalam Nontji, 2002), tepatnya pada kisaran suhu 20 - 30°C (Ray dan Rao, 1964 dalam Nontji 2002). Perairan Indonesia memiliki suhu permukaan laut berkisar 28 - 31°C, sedangkan di tempat yang terjadinya upwelling bisa turun hingga 25°C. Di perairan Selat Bali kisaran suhu tidak lebih dari 27°C pada saat upwelling di kedalaman 0 - 50 meter, sedangkan dalam kondisi normal suhu bisa mencapai 31°C (Merta, 1992). c) Nutrien Fitoplankton membutuhkan berbagai unsur untuk pertumbuhannya. Beberapa unsur ini dibutuhkan dalam jumlah relatif besar dan disebut hara makro (macro-nutrient) misalnya C (karbon), H (hydrogen), O (oksigen), N (nitrogen), P (fosfor), Si (silikon), S (sulfur), Mg (magnesium), K (kalium) dan Ca (kalsium). Selain itu, diperlukan juga hara mikro (micro-nutrient) untuk pertumbuhan alga fitoplankton. Hara mikro ini berupa unsur-unsur kelumit (trace element) yang diperlukan dalam jumlah yang sangat kecil seperti Fe (besi), Mn (mangan), Cu (tembaga), Zn (seng), B (boron), Mo (molibdenum), V (vanadium) dan Co (kobal) (Nontji, 2006). Menurut Nybakken (1992), konsentrasi klorofil-a diperairan pantai dan pesisir lebih tinggi disebabkan karena adanya pasokan suplai nutrien melalui run-off sungai dari daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a di perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung. Namun, sering ditemui juga konsentrasi klorofil-a tinggi walaupun jauh dari daratan. Penyebab utamanya adalah terjadinya fenomena penaikan massa air (upwelling) pada perairan tersebut.
7
d) Fenomena Upwelling Upwelling adalah penaikan massa air laut dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya naik ke permukaan (Nontji, 2002). Biasanya di daerah upwelling selalu diikuti dengan tingginya produktivitas plankton. Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan (Birowo dan Arief, 1983 dalam Nikyuluw, 2005). Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan zat hara dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya kadar zat hara tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di permukaan. Karena perkembangan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses upwelling selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut (Pariwono et al., 1988 dalam Nikyuluw, 2005). Upwelling yang berskala kecil seperti umumnya terdapat di perairan Indonesia berkaitan erat dengan sistem arus yang ada. Penelitian upwelling telah dilakukan di berbagai perairan Indonesia, beberapa daerah upwelling telah diketahui dan dibuktikan dengan pasti, tetapi di beberapa daerah lain masih merupakan dugaan yang perlu dikaji lebih lanjut. Upwelling di perairan Indonesia dijumpai di Laut Arafura, selatan Jawa, Selat Makassar, Selat Bali, dan diduga terjadi di Maluku dan di Laut Flores dan Teluk Bone. Upwelling
8
di perairan Indonesia dan sekitarnya ada yang berskala besar seperti di selatan Jawa dan ada yang berskala kecil seperti di Selat Makassar dan Selat Bali (Birowo, 1979 dalam Nikyuluw, 2005).
2.2. Teknologi Penginderaan Jauh Warna Laut (Ocean Color) Teknologi penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Keunggulan data penginderaan jauh yang dapat dimanfaatkan dalam survey pemetaan wilayah laut, yaitu dapat merekam kondisi laut pada wilayah dengan cakupan sempit maupun luas secara bersamaan (sinoptik); pendataan dapat dilakukan secara periodik dan memiliki deret waktu (time series) tanpa membedakan medan yang mudah atau sulit; merekam apa adanya sehingga dapat berguna untuk berbagai keperluan dan dapat digunakan oleh berbagai lapisan pengguna data dan bersifat dokumentatif. Namun, keunggulan ini juga harus disertai dengan adanya data rujukan dalam penerapan penginderaan jauh. Data rujukan ini diperoleh dari hasil pengukuran yang dikumpulkan dan pengamatan atas objek, daerah atau fenomena yang dapat diperoleh dari berbagai sumber. Tujuan menggunakan data rujukan ini yaitu membantu dalam menganalisis dan menginterpretasi data penginderaan jauh, mengkalibrasi sensor, dan untuk menguji informasi yang diperoleh dari data penginderaan jauh (Lillesand dan Kiefer, 1990).
9
Robinson (1985) membagi perairan menjadi dua kelompok berdasarkan sifat optisnya, yaitu perairan kasus satu dan perairan kasus dua. Perairan kasus satu adalah perairan yang sifat optisnya didominasi oleh fitoplankton. Perairan ini biasanya ditemukan di perairan lepas pantai yang tidak dipengaruhi zona perairan dangkal dan sungai. Untuk perairan kasus dua lebih banyak didominasi oleh sedimen tersuspensi (suspended sediment) dan substansi kuning (yellow substances). Sensor pada satelit menerima pantulan radiasi sinar matahari dari permukaan dan kolom perairan. Pada sistem penginderaan jauh warna air laut terjadi transfer radiasi dalam sistem sinar matahari – perairan – sensor satelit yang digambarkan pada Gambar 1.
Sumber: Robinson (1985) Gambar 1. Sinyal yang diterima sensor di perairan
Gambar 1 diatas mengilustrasikan variasi dari kemungkinan gelombang cahaya mencapai sensor. Penjelasannya adalah sebagai berikut (Robinson, 1985):
10
a. adalah gelombang cahaya yang terangkat dari bawah permukaan laut dan terjadi refraksi di permukaan menuju ke arah sensor. b. hanya bentuk proporsi dari a. bersama-sama memberikan kontribusi pada Lw. c. adalah gelombang dari Lw yang dihamburkan oleh atmosfer diluar lapang pandang sensor. d.
adalah gelombang yang berasal dari matahari yang direfleksikan secara langsung di permukaan laut menuju lapang pandang sensor.
e. adalah gelombang yang berhamburan di atmosfer sebelum direfleksikan di permukaan ke sensor. Bersama-sama d. memberikan kontribusi pada Lr. f. adalah gelombang dari Lr yang berhamburan di luar lapang pandang sensor. g. adalah gelombang yang berasal dari Lr yang sampai ke sensor. h. adalah gelombang yang berasal dari matahari melewati lapang pandang sensor dan dihamburkan oleh atmosfer terhadap dirinya sendiri. i. adalah gelombang yang dhamburkan oleh atmosfer terhadap sensor setelah sebelumnya dihamburkan secara atmosferik. j. adalah gelombang yang telah muncul dari perairan diluar IFOV dan kemudian dihamburkan ketika menuju ke sensor. Gelombang ini tidak mempengaruhi Lw, yang artinya kecerahan dari sebagian area laut. k. adalah gelombang yang dihamburkan oleh atmosfer terhadap sensor, yang sudah direfleksikan dari permukaan laut diluar IFOV dan juga tidak mempengaruhi Lr. Bersama-sama dengan h., i. dan j. memberikan pengaruh pada Lp.
11
Dengan demikian, jika Ls adalah jumlah radiasi yang diterima sensor, maka: Ls = Lp + TLw + TLr……...………………………(1) dimana: Ls = radiasi yang diterima oleh sensor satelit T = transmisivitas atmosfer Lr = radiasi dari permukaan laut Lw = radiasi dari kolom perairan
2.3. Satelit Aqua MODIS MODIS (MODerate-resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan suatu instrumen pada satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM). MODIS pertama kali diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999 dibawa oleh satelit Terra yang spesifikasinya lebih ke daratan. Pada tanggal 4 Mei 2002 diluncurkan MODIS yang dibawa oleh satelit Aqua yang spesifikasinya ke lautan (Maccherone, 2005). Satelit Terra melintasi bumi dari arah utara ke selatan (descending) pada pagi hari (10.30 waktu lokal), sedangkan satelit Aqua melintasi bumi dari selatan ke utara (ascending) pada sore hari (13.30 waktu lokal). Kedua satelit dapat merekam seluruh permukaan bumi dalam periode satu sampai dua hari (Maccherone, 2005). Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS dapat dilihat pada Tabel 1. Satelit Aqua adalah suatu satelit ilmu pengetahuan tentang bumi milik National Aeronatics and Space Administration (NASA), mempunyai misi mengumpulkan informasi tentang siklus air di bumi, termasuk penguapan dari samudera, uap air dari atmosfer, awan, presipitasi, kelembapan tanah, es yang ada di laut, es yang ada di darat, serta salju yang menutupi daratan. Variabel yang juga diukur oleh Aqua antara lain aerosol, tumbuhan yang menutupi daratan,
12
fitoplankton dan bahan organik terlarut di lautan, serta suhu udara, daratan dan air (Graham, 2005). Tabel 1. Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS (Maccherone, 2005) 705 km; 13.30 P.M., ascending node, sun-synchronous, near polar, sirkular Rataan pantauan 20,3 rpm, cross track Luas liputan 2330 km (cross track) dengan lintang 10° lintasan pada nadir Berat 228,7 kg Tenaga (power) 168,5 W (single orbit average) Kuantisasi 12 bit 250 m (kanal 1-2) Resolusi spasial 500 m (kanal 3-7) 1000 m (kanal 8-36) Desain umur 6 tahun Sumber : Maccherone, 2005 Orbit
Data citra yang merupakan produk MODIS untuk perairan mencakup tiga hal yakni warna perairan, suhu permukaan laut dan produksi primer perairan melalui pendeteksian kandungan klorofil. Seluruh produk tersebut sangat berguna untuk membantu penelitian mengenai sirkulasi lautan, biologi laut, dan kimia laut termasuk siklus karbon di perairan. Kisaran panjang gelombang yang umum digunakan untuk mengukur kandungan klorofil-a dalam perairan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Kisaran panjang gelombang kanal pada satelit aqua MODIS untuk pengukuran konsentrasi klorofil-a Penggunaan band
Warna Laut/ Fitoplankton/ Biogeokimia
Sumber : Maccherone, 2005
Band 8 9 10 11 12 13 14 15 16 32
Panjang Gelombang (nm) 405 – 420 438 – 448 483 – 493 526 – 536 546 – 556 662 – 672 673 – 683 743 – 753 862 – 877 11770 – 12270
13
Ada beberapa produk Aqua MODIS dengan berbagai sumber. Salah satu produk Aqua MODIS adalah citra level 3. Citra MODIS level 3 terdiri dari data suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan data parameter lainnya yang dapat digunakan oleh para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, termasuk oseanografi dan biologi. Citra MODIS level 3 merupakan produk data yang sudah diproses. Citra tersebut sudah dikoreksi atmosferik, yang dilakukan untuk menghilangkan hamburan cahaya yang sangat tinggi yang disebabkan oleh komponen atmosfer. Komponen yang dikoreksi yaitu hamburan Rayleigh dan hamburan aerosol. Selain itu, citra MODIS level 3 digunakan untuk data klimatologi dan data ozon yang merupakan data lingkungan untuk mempertajam hasil keluaran citra (Meliani, 2006). Menurut McClain dan Feldman (2004) dalam Meliani (2006), algoritma yang digunakan sebagai standar dalam pengolahan citra Aqua MODIS untuk mendapatkan data klorofil-a di perairan secara global adalah algoritma Ocean Chlorophyll 3-band algorithm MODIS (OC3M). Algoritma ini menggunakan nilai tertinggi dari rasio kanal 443 nm dan 488 nm terhadap 551 nm dengan persamaan sebagai berikut (O’Reilly et al., 2000): …………………(2) ……….……………………(3) dimana: Ca = Konsentrasi klorofil-a (mg/m3) R = Rasio reflektansi Rrs = Remote sensing reflectance
14
2.4. Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) 2.4.1. Klasifikasi dan Ciri-ciri Umum Ikan Lemuru Ikan lemuru yang terkenal di Indonesia pada awalnya adalah Sardinella longiceps yang terkonsentrasi di Selat Bali dan sekitarnya. Selain pada Sardinella longiceps, nama lemuru juga diberikan pada jenis-jenis lain dari marga Sardinella, yaitu Sardinella lemuru, Sardinella sirm, Sardinella leiogastes dan Sardinella aurita (Burhanuddin et al., 1984 dalam Faradisa, 2005). Namun, Whitehead (1985) menuliskan dalam FAO Species Catalogue spesies ikan lemuru yang tertangkap di Selat Bali dan sekitarnya bukanlah Sardinella longiceps melainkan Sardinella lemuru Bleeker 1853 (Gambar 2).
Sumber: http://www.fishbase.org/ (2009) Gambar 2. Ikan lemuru (Sardinella lemuru)
Nama Inggris dari S. lemuru Bleeker 1985 yang diberikan FAO adalah Bali Sardinella, dan nama-nama ikan lemuru di beberapa negara atau tempat dikenal dengan sebutan lemuru (Indonesia), Hwang tseih (Hongkong) dan Hwang sha-tin (Taiwan) (Whitehead, 1985). Ikan lemuru dalam penelitian ini menggunakan sebutan Oily sardine (Lumban Gaol et al., 2004). Nelayan-nelayan setempat juga memberikan nama yang berbeda-beda sesuai dengan ukurannya dan secara umum, ikan lemuru dikelompokkan seperti yang
15
ada pada Tabel 3. Pada Tabel 4. Soerjodinoto (1960) dalam Merta (1992) menyebutkan beberapa nama lokal ikan lemuru di beberapa wilayah di Indonesia. Tabel 3. Nama-nama lokal dari ikan lemuru berdasarkan panjang total Panjang Total (cm) < 11 11 – 15 15 – 18 > 18 Sumber : Merta (1992)
Nama lokal Sempenit Penpen Protolan Lemuru Lemuru Kucing-kucingan
Lokasi Muncar Kedonganan dan Bali Muncar dan Bali Muncar dan Bali Muncar dan Bali
Tabel 4. Nama-nama umum baku, nama-nama lokal ikan lemuru Indonesia Daerah Jawa
Nama Umum Baku Lemuru
Nama Lokal Sempenit lemuru Protolan Lemuru Lemuru Kucing Tembang mata kucing Tembang moncong Madura Lemuru Seroi Bali Lemuru Kucingan Sul-sel Tembang monco Bete lelaki Seram Tula soan Ambon Malaka Mapikal Maa pirale Saparua Sardinya Sumber: Soerjodinoto (1960) dalam Merta (1992)
Tempat Muncar
Jabar
Makassar Bugis Wahai Hitu Luhu Haria
16
Taksonomi menurut Bleeker (1985) dalam http://www.calacademy.org/ research/ichthyology/catalog/ adalah sebagai berikut: Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Superclass
: Osteichthyes
Class
: Actinopterygii
Subclass
: Neopterygii
Infraclass
: Teleostei
Superorder
: Clupeomorpha
Order
: Clupeiformes
Suborder Family
: Clupeoidei : Clupeidae
Subfamily
: Clupeinae
Genus
: Sardinella
Species
: Sardinella lemuru Bleeker 1853-Bali sardinella
2.4.2. Penyebaran Menurut Whitehead (1985), ikan lemuru tersebar di Lautan India bagian timur yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali; Australia sebelah barat, dan Lautan Pasifik sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Filipina, Hong Kong, Taiwan sampai selatan Jepang). Di Indonesia, selain di perairan Selat Bali dan sekitarnya, ikan lemuru terdapat juga di sebelah selatan Ternate dan Teluk Jakarta. Burhanuddin et al. (1984) dalam Merta (1992) mengatakan bahwa ikan-ikan lemuru juga tertangkap dalam jumlah kecil di perairan selatan Jawa Timur, seperti Grajagan, Puger.
17
2.4.3. Makanan Penelitian yang dilakukan Burhanuddin dan Praseno (1982) dalam Merta (1992) menunjukkan bahwa lemuru adalah pemakan zoo dan fitoplankton yang masing-masing berkisar antara 90,52 – 95,54% dan 4,46 – 9,48%. Kopepoda dan dekapoda merupakan komponen zooplankton yang tertinggi yang masing-masing menduduki tempat pertama dan kedua (53,76 – 55,00% dan 6,50 – 9,45%). 2.4.4. Tingkah Laku Di Selat Bali, ikan lemuru adalah ikan musiman karena muncul pada musimmusim tertentu saja. Menurut Merta (1992), produksi lemuru umumnya mulai meningkat pada bulan Oktober dan puncaknya pada bulan Desember dan Januari, kemudian bulan Februari menurun lagi. Menurut Dwiponggo (1972) dalam Merta (1992), ikan-ikan lemuru yang tertangkap di perairan Selat Bali diperkirakan memijah pada bulan-bulan Juni – Juli. Tempat pemijahan diperkirakan tidak jauh dari pantai Selat Bali, ditandai dengan tertangkapnya ikan sempenit oleh baganbagan tancap di Teluk Pangpang pada bulan Juni. Diperkirakan ada kelompok ikan lemuru yang memijah pada bulan Oktober sampai November. Menurut Soerjodinoto (1960) dalam Merta (1992), ikan lemuru cenderung datang ke pantai untuk bertelur karena salinitasnya rendah. Menurut Whitehead (1985) kemungkinan ikan lemuru di Selat Bali memijah pada akhir musim hujan setiap tahun. Ikan lemuru adalah ikan pelagis kecil yang hidup secara bergerombol dalam jumlah yang begitu besar. Ikan ini cenderung berada di permukaan laut pada malam hari untuk mencari makan dan berada di kolom perairan tertentu pada siang hari (Merta, 1992).
18
2.5. Lingkungan Perairan Selat Bali Perairan Selat Bali di sebelah barat dibatasi oleh daratan Pulau Jawa, sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh daratan Pulau Bali. Selat Bali merupakan daerah perairan yang relatif sempit (sekitar 960 mil2) (Nikyuluw, 2005). Mulut bagian utara sekitar satu mil dan merupakan perairan yang dangkal (kedalaman sekitar 50 meter), sedangkan mulut bagian selatan sekitar 28 mil dan merupakan perairan yang dalam yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Dengan keadaan seperti ini, maka perairan Selat Bali lebih banyak dipengaruhi oleh sifat perairan Samudera Hindia dibandingkan oleh perairan Laut Jawa (Burhanuddin dan Praseno, 1982 dalam Wudianto, 2001), sehingga perubahan yang dialami Samudera Hindia akan dialami juga oleh perairan Selat Bali, terutama di bagian selatan perairan Selat Bali. Wyrtki (1962) dalam Wudianto (2001) menyatakan bahwa pada musim timur terjadi upwelling di sepanjang pantai selatan Jawa sampai Sumbawa. Upwelling ini terjadi akibat bertiupnya angin muson tenggara yang menyusuri pantai selatan Jawa-Bali. Kemudian, akibat adanya pengaruh gaya Coriolis transpor air di lapisan permukaan dibelokkan ke tengah laut sehingga kekosongan air di pesisir Jawa-Bali ini diisi oleh massa air dari lapisan dibawahnya. Adanya upwelling ini terlihat cukup kuat di perairan sebelah selatan Selat Bali pada saat musim timur (Fakultas Perikanan IPB, 1997 dalam Wudianto, 2001). Upwelling mengakibatkan terjadinya peningkatan kandungan fitoplankton. Wyrtki (1961) menyebutkan bahwa daerah dimana terjadinya upwelling umumnya memiliki zat hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Tingginya kandungan zat hara akan merangsang pertumbuhan fitoplankton di
19
lapisan permukaan. Perkembangan fitoplankton sangat erat hubungannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer suatu perairan. Meningkatnya produktivitas primer di perairan akan selalu diikuti oleh peningkatan populasi ikan di perairan tersebut. Ilahude (1975) dalam Nikyuluw (2005) menyatakan bahwa konsentrasi nitrat tinggi terjadi pada paparan Bali saat musim timur. Zat hara seperti nitrat dan fosfat sangat penting bagi perkembangan fitoplankton. Subani dan Sudrajat (1981) dalam Nikyuluw (2005) mengatakan bahwa konsentrasi plankton di perairan Paparan Bali lebih tinggi dibandingkan dengan perairan di bagian tengah selat dan Paparan Jawa. Proses upwelling yang terjadi di perairan Selat Bali dibuktikan oleh Wudianto (2001). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses upwelling ternyata tidak hanya terjadi di luar selat, tetapi terjadi juga di dalam perairan Selat Bali. Kejadian ini terlihat cukup jelas dari hasil potongan melintang (kedalaman) arah utara selatan terhadap suhu perairan (Gambar 3). Upwelling pada bulan Agustus (Musim Timur) terlihat cukup jelas dimana suhu perairan isoterm 28,5°C terlihat bergerak ke atas mencapai kedalaman lebih dari 25 m di perairan sebelah utara (stasiun 15). Fenomena upwelling ini diperkuat dengan adanya kelimpahan fitoplankton yang tinggi pada musim ini, yaitu sebesar 35.500 sel/m3 di perairan Selat Bali (Wudianto, 2001). Hal inilah yang menyebabkan fenomena upwelling menjadi salah satu faktor penentuan kesuburan perairan.
20
Stasiun
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
Stasiun
a
b
Sumber: Wudianto (2001) Gambar 3. Potongan melintang suhu (°C) di dalam perairan Selat Bali pada bulan (a) Januari (barat) dan (b) Agustus (timur)
Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin muson. Angin muson bertiup ke arah tertentu pada satu periode, sedangkan pada periode lainnya berlainan, yaitu angin muson barat pada bulan Desember-Februari, sedangkan angin muson timur pada bulan Juni hingga Agustus. Pada bulan Maret-Mei dan September - November disebut sebagai musim peralihan (pancaroba). Pada musim peralihan, angin bertiup tidak menentu. Perbedaan musim terjadi karena ada perbedaan dua pusat tekanan di atas daratan Benua Asia dan Australia, sehingga angin berhembus dari daratan yang memiliki tekanan yang lebih tinggi (Nontji, 2002). Disamping angin, faktor cuaca yang lain seperti curah hujan dan penguapan juga mempunyai pengaruh penting terhadap keadaan perairan Selat Bali, khususnya terhadap perubahan salinitas permukaan. Selat Bali sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di Samudera Hindia. Perubahan yang terjadi selain penaikan massa air, adalah pengaruh
21
fenomena Indian Ocean Dipole Mode (IODM). IODM merupakan suatu pola variabilitas di Samudera Hindia, dimana Suhu Permukaan Laut (SPL) yang lebih rendah dari biasanya ditemukan di lepas pantai barat Sumatera dan SPL yang lebih hangat terdapat di sebagian besar barat Samudera Hindia, yang diikuti oleh anomali angin dan presipitasi (Saji et al., 1999). Tahun-tahun IODM antara lain 1961, 1967, 1972, 1994 dan 1997. IODM ada dua yaitu IODM positif dan IODM negatif. Pada saat IODM positif, angin zonal yang bertiup kencang dari arah timur dan kekuatan anginnya lebih tinggi daripada saat IODM negatif. Sistem IODM dan anomali angin zonal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain (Saji dan Yamagata, 2001 dalam Farita, 2006). Murtugudde et al. (1999) juga menyatakan bahwa IODM positif mempengaruhi produktivitas primer dengan cara mengubah pola penaikan massa air (upwelling) tahunan. Fenomena IODM positif lainnya terjadi pada tahun 1961, 1967, 1972, 1994 dan 1997 (Saji et al., 1999). Saji et al. (1999) menambahkan bahwa fenomena IODM dapat diidentifikasi dengan menggunakan Dipole Mode Index (DMI). DMI menggambarkan perbedaan anomali SPL antara bagian barat tropis Samudera Hindia (50°BT 70°BT, 10°LS - 10°LU) dengan bagian tenggara tropis Samudera Hindia (90°BT 110°BT, 10°LS – ekuator). DMI memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi dalam mengidentifikasi IODM (70%). Nilai DMI ekstrim positif merupakan indikasi terjadinya IODM.
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 sampai April 2009. Pengambilan data produksi lemuru dilakukan pada tanggal 12 – 13 Maret 2009. Data produksi lemuru diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Banyuwangi. Lokasi penelitian untuk sebaran konsentrasi klorofil-a adalah wilayah penangkapan ikan di perairan Selat Bali yang ditunjukkan pada Gambar 3. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputer ITK, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
-8.2 LS -8.2 LS
Pulau Jawa -8.4 LS -8.4 LS
Pulau Bali
Muncar
-8.6 LS -8.6 LS
-8.8 LS -8.8 LS Samudera Hindia 114BT BT 114
114.4 BT 114.4 BT
114.8 BT 114.8 BT
115.2 BT 115.2 BT
Gambar 4. Lokasi penelitian
3.2. Alat dan Data Penelitian Penelitian ini menggunakan peralatan berupa seperangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak berikut:
22
23
1. Microsoft Word 2007 dan Microsoft Excel 2007. 2. WinRAR 3.40 untuk mengekstrak citra Aqua MODIS level 3 konsentrasi klorofil-a bulanan. 3. SeaDAS 5.2 (dengan sistem operasi Linux Ubuntu 7.1) untuk mendapatkan nilai konsentrasi klorofil-a dalam bentuk ASCII dari citra Aqua MODIS level 3 konsentrasi klorofil-a bulanan. 4. Surfer 8.0 untuk menampilkan sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial dan pergerakan angin muson dan perubahan musim. 5. Ocean Data View (ODV) versi 4.0 untuk menampilkan sebaran konsentrasi klorofil-a secara temporal terhadap lintang dan bujur (spasial). 6. SPSS 13.0 untuk mengetahui hubungan korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru secara time series. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data penginderaan jauh dan data perikanan lemuru. Bahan penunjang sebagai tambahan adalah data Dipole Mode Index (DMI) dan data angin bulanan. 3.2.1. Data Penginderaan Jauh Data penginderaan jauh yang digunakan adalah citra Aqua MODIS level 3 konsentrasi klorofil-a komposit bulanan dengan resolusi spasialnya 9 km. Citra Aqua MODIS level 3 ini di-download dari situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/ dengan periode Januari 2004 – Desember 2008 dan hasilnya berupa data digital compressed dengan format Hierarchical Data Format (HDF). Citra Aqua MODIS level 3 konsentrasi klorofil-a komposit bulanan merupakan data yang sudah diolah, yang sudah terkoreksi secara radiometrik dan atmosferik. Data tersebut sudah memiliki informasi seperti bujur dan lintang,
24
daratan, garis pantai dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a fitoplankton perairan. Pendugaan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma OC3M secara otomatis. 3.2.2. Data Perikanan Lemuru Data perikanan lemuru berupa data produksi bulanan ikan lemuru hasil dari jumlah produksi ikan lemuru yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muncar, Banyuwangi. Periode produksi bulanan ikan lemuru dari Januari 2004 – Desember 2008. 3.2.3. Data Dipole Mode Index (DMI) Data Dipole Mode Index (DMI) bulanan periode Januari 2004 – Desember 2008 diperoleh dari situs http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/ milik JAMSTEC. Perhitungan DMI dilakukan oleh JAMSTEC dengan menggunakan metode rekonstruksi SPL IGOSS. 3.2.4. Data Angin Data angin yang digunakan adalah data angin tahunan yang diperoleh secara dengan acra men-download dari situs http://www.cdc.noaa.gov/. Data angin hasil download berupa file berekstensi *.nc yang berisi bujur lintang dan kecepatan angin (u dan v). Periode data angin dari tahun 2004 hingga 2008.
3.3. Metode Pengolahan Data Data penelitian yang akan diolah adalah data penginderaan jauh. Proses pengolahan data penginderaan jauh dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pengumpulan data, pemotongan citra (cropping) dan visualisasi data.
25
3.3.1. Pemotongan Citra (Cropping) Citra Aqua MODIS level 3 konsentrasi klorofil-a bulanan diekstrak terlebih dulu menggunakan WinRAR 3.40 agar dapat diproses lebih lanjut. Kemudian, citra ini dipotong wilayahnya (cropping) dengan menggunakan perangkat lunak SeaDAS 5.2. Wilayah yang dipotong antara 114°BT - 115°20’BT dan 8°LS 9°LS, yang merupakan wilayah perairan Selat Bali. Hasil keluaran (output) yang diinginkan berupa data ASCII (*.asc) yang didalamnya terdiri dari variabel bujur, lintang dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a. Data ASCII ini selanjutnya diproses pada Microsoft Excel 2007, yaitu melakukan kontrol data. Kontrol data yang dimaksud adalah menentukan titiktitik koordinat yang diketahui hanya ada di perairan Selat Bali dan menghilangkan nilai ASCII awan (biasanya bernilai 64). Nilai yang tersisa hanya nilai ASCII yang berada pada perairan Selat Bali dan bebas awan. Titik-titik koordinat perairan Selat Bali ditunjukkan oleh Tabel 5. Untuk selanjutnya, nilai estimasi konsentrasi klorofil-a bulanan yang digunakan adalah nilai yang berasal dari 29 titik koordinat ini.
26
Tabel 5. Titik-titik koordinat di perairan Selat Bali No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
BT 114,457 114,457 114,457 114,457 114,54 114,54 114,54 114,623 114,623 114,623 114,623 114,707 114,707 114,707 114,707
LS No. BT 8,269 16. 114,79 8,346 17. 114,79 8,423 18. 114,79 8,5 19 114,79 8,423 20. 114,873 8,5 21. 114,873 8,577 22. 114,873 8,5 23. 114,873 8,577 24. 114,956 8,654 25. 114,956 8,731 26. 114,956 8,5 27. 115,039 8,577 28. 115,039 8,654 29. 115,122 8,731
LS 8,5 8,577 8,654 8,731 8,5 8,577 8,654 8,731 8,577 8,654 8,731 8,654 8,731 8,731
3.3.2. Visualisasi Data Nilai estimasi konsentrasi klorofil-a bulanan yang sudah mengalami kontrol data tadi kemudian divisualisasikan ke dalam beberapa bentuk. Visualisasi pertama ditampilkan dalam bentuk grafik time series dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Secara spasial, nilai estimasi konsentrasi klorofil-a bulanan ini divisualisasikan dengan menggunakan Surfer 8.0 dan ditampilkan dengan data angin bulanan. Nilai estimasi konsentrasi klorofil-a bulanan juga divisualisasikan secara temporal terhadap lintang dan bujur (spasial) dengan menggunakan ODV 4.0. Secara garis besar, tahapan pengolahan data disajikan pada Gambar 5.
27
Mulai Data penginderaan jauh Download citra satelit Aqua MODIS level 3, spatial range 9 km, temporal range Monthly di http://oceancolor.gsfc.nasa.gov Pengolahan data di perangkat lunak SeaDAS 5.2 untuk pemotongan wilayah (cropping) dan keluaran (output) *.asc (nilai ASCII)
Analisis sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial dan temporal
Grafik konsentrasi klorofil bulanan selama 5 tahun
Selesai
Data perikanan Data produksi bulanan ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar Grafik produksi bulanan ikan lemuru selama 5 tahun
Analisis data time series dengan menggunakan metode korelasi silang (crosscorellation)
Korelogram hubungan konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru
Gambar 5. Diagram alir pengolahan dan analisis data penelitian
3.4. Analisis Data 3.4.1. Data Konsentrasi Klorofil-a Konsentrasi klorofil-a dianalisis secara temporal dan spasial. Grafik time series bulanan konsentrasi klorofil-a digunakan untuk mengintepretasikan fluktuasi klorofil-a secara temporal berdasarkan nilai tertinggi dan terendah, serta peningkatan dan penurunannya. Kemudian, grafik ini ditampilkan bersamaan dengan DMI agar diketahui pengaruh IODM pada fluktuasi konsentrasi klorofil-a. Analisis spasial konsentrasi klorofil-a berdasarkan penggabungan tiap-tiap bulan yang sama sehingga diketahui pola sebaran konsentrasi klorofil-a dengan melihat
28
degradasi warna pada citra. Kemudian, sebaran konsentrasi klorofil-a dihubungkan dengan perubahan pola angin. Analisis secara temporal dan spasial disajikan dalam gambar sebaran konsentrasi klorofil-a berdasarkan waktu terhadap wilayah perairan (bujur dan lintang) sepanjang periode penelitian. Hal ini dilakukan agar mengetahui secara temporal sekaligus spasial peningkatan dan penurunan konsentrasi klorofil-a, serta fenomena yang terjadi selama periode penelitian. 3.4.2. Data Produksi Ikan Lemuru Analisis produksi ikan lemuru menggunakan grafik time series dan diinterpretasikan berdasarkan jumlah tertinggi dan terendah produksi bulanan ikan lemuru, serta peningkatan produksi ikan lemuru secara umum. 3.4.3. Analisis Korelasi Silang (Crosscorellation) Crosscorellation digunakan untuk melihat hubungan antara konsentrasi klorofil-a terhadap produksi ikan lemuru. Persamaan korelasi silang adalah sebagai berikut (Chatfield, 1984 dalam Hosniyanto, 2003):
……………………….(4)
dimana: r
= Koefisien korelasi
Xi
= Indikator klorofil-a
Yi
= Variabel ikan lemuru
n
= Jumlah data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Distribusi Konsentrasi Klorofil-a Secara Temporal dan Spasial dan Faktor-faktor yang Menyebabkannya Fluktuasi rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada periode Januari 2004 sampai Desember 2008 tertera pada Gambar 6. Pada bulan Mei 2008 tidak ada data karena terjadi kerusakan dalam sistem basis data NASA sehingga tidak bisa diproses lebih lanjut. Kisaran konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali selama lima tahun antara 0, 15 mg/m3 (Februari 2006) hingga 4,01 mg/m3 (November 2006).
Gambar 6. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a rata-rata bulanan selama lima tahun
Konsentrasi klorofil-a umumnya mulai meningkat pada bulan April hingga mencapai puncaknya pada bulan yang berbeda setiap tahunnya. Puncak-puncak konsentrasi klorofil-a terjadi pada bulan Agustus (2004) sebesar 2,20 mg/m3, bulan Mei (2005) sebesar 1,13 mg/m3, bulan November (2006) sebesar 4,01 mg/m3, bulan Oktober (2007) sebesar 2,14 mg/m3 dan bulan Juni (2008) sebesar 1,05 mg/m3. Puncak konsentrasi klorofil-a terjadi di Musim Timur, kecuali tahun 2006 dan 2007 yang puncak konsentrasi klorofil-a terjadi di Musim Barat. 29
30
Gambar 7 merupakan sebaran konsentrasi klorofil-a secara temporal dan spasial (lintang dan bujur). Sebaran konsentrasi klorofil-a mengalami peningkatan dari utara sampai ke selatan perairan Selat Bali, sehingga di sepanjang tahun konsentrasi klorofil-a di selatan perairan lebih tinggi dibandingkan bagian utaranya. Sebaran konsentrasi klorofil-a juga tinggi pada bagian barat dan timur perairan, atau perairan yang dekat dengan daratan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Letak geografis perairan Selat Bali pada bagian barat dan timur berbatasan langsung dengan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Pulau-pulau ini memiliki sungai yang bermuara langsung ke selat. Menurut Nybakken (1992), konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir lebih tinggi disebabkan oleh adanya suplai nutrien melalui run-off (masukan) sungai dari daratan. Kemudian, pada bagian utara dan selatan perairan Selat Bali berbatasan dengan Laut Jawa dan Samudera Hindia. Mulut bagian utara perairan Selat Bali sekitar satu mil dan merupakan perairan yang dangkal (kedalaman sekitar 50 meter), sedangkan mulut bagian selatan sekitar 28 mil dan merupakan perairan yang dalam yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Dengan keadaan seperti ini maka perairan Selat Bali lebih banyak dipengaruhi oleh sifat perairan Samudera Hindia dibandingkan oleh Laut Jawa (Burhanuddin dan Praseno, 1982 dalam Wudianto, 2001). Perubahan yang dialami Selat Bali akan sama dengan perubahan yang dialami Samudera Hindia, dimana pada saat Musim Timur terjadi proses penaikan massa air yang kaya akan unsur hara. Wyrtki (1962) dalam Wudianto (2001) juga menyebutkan pada Musim Timur terjadi proses penaikan massa air di sepanjang pantai selatan Jawa, Bali sampai Sumbawa.
31
(a)
(b) Gambar 7. Sebaran konsentrasi klorofil-a secara temporal dan spasial; (a) waktu-lintang; (b) waktu-bujur
32
Pola sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada tahun 2004 dan 2005 memiliki kemiripan, yaitu peningkatan nilai konsentrasi klorofil-a pada awal tahun hingga mencapai puncaknya di pertengahan tahun, dan kembali menurun di akhir tahun. Pola yang seperti ini dipengaruhi oleh angin musim. Musim Barat yang terjadi pada bulan Desember – Februari (awal dan akhir tahun) berhembus angin dari barat laut menuju tenggara dan membawa curah hujan yang tinggi (Wyrtki, 1961). Curah hujan yang tinggi mengurangi konsentrasi klorofil-a sehingga pada musim ini konsentrasi klorofil-a rendah. Musim Timur yang terjadi pada bulan Juni – Agustus (pertengahan tahun) berhembus angin yang lebih kencang dan kering dari tenggara menuju barat laut (Wyrtki, 1961). Angin Musim Timur yang lebih kencang dan kering ini menyusuri pantai selatan Jawa dan Bali, kemudian akibat adanya pengaruh gaya Coriolis transpor air di lapisan permukaan dibelokkan ke tengah laut sehingga kekosongan air di perairan pesisir Jawa dan Bali diisi oleh massa air dari lapisan dibawahnya. Dan terjadilah penaikan massa air. Adanya penaikan massa air terlihat cukup kuat di perairan sebelah selatan Bali (Fakultas Perikanan IPB, 1997 dalam Wudianto, 2001). Menurut Arinardi (1989) dalam Nikyuluw (2005), penaikan massa air mengakibatkan peningkatan kandungan fitoplankton. Daerah dimana terjadinya penaikan massa air umumnya memiliki zat hara yang lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya kandungan zat hara akan merangsang pertumbuhan fitoplankton di lapisan permukaan. Perkembangan fitoplankton sangat erat hubungannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses penaikan massa air selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer suatu perairan.
33
Tahun 2006 terjadi anomali positif konsentrasi klorofil-a. Peningkatan konsentrasi klorofil-a dimulai dari bulan April hingga mencapai puncaknya pada bulan November, dan peningkatannya terjadi signifikan (lebih dari 2 mg/m3). Setelah mencapai puncaknya, konsentrasi klorofil-a mengalami penurunan secara signifikan juga (lebih dari 1 mg/m3) pada bulan Desember 2006 hingga Januari 2007. Anomali konsentrasi klorofil-a ini terjadi pada awal memasuki Musim Barat. Secara temporal dan spasial, anomali konsentrasi klorofil-a terlihat jelas peningkatannya di sebelah selatan perairan Selat Bali terutama pada wilayah 8,6°LS - 8,7°LS, serta di sebelah barat dan timur perairan Selat Bali terutama pada wilayah 114,6° – 114,7°BT dan 114,9° – 115°BT. Anomali ini menyebabkan pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 2006 mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Tahun 2006, nilai konsentrasi klorofil-a terus mengalami peningkatan hingga mencapai puncaknya di akhir tahun. Perubahan ini mempengaruhi pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun selanjutnya, yaitu tahun 2007 dan 2008. Sepanjang tahun 2007 konsentrasi klorofil-a cenderung mengalami penurunan, namun nilainya masih tergolong tinggi. Nilai konsentrasi klorofil-a kembali normal pada tahun 2008, namun pola sebarannya masih terpengaruh anomali positif tahun 2006. Peristiwa peningkatan konsentrasi klorofil-a secara signifikan pernah terjadi juga pada tahun 1997 dan konsentrasi klorofil-a mencapai puncaknya pada bulan Oktober. Penyimpangan seperti ini disebabkan oleh fenomena IODM positif yang mempengaruhi kondisi oseanografi di perairan timur Samudera Hindia, termasuk Selat Bali. Terjadinya anomali positif konsentrasi klorofil-a di perairan selatan Jawa berhubungan dengan intensitas upwelling selama fenomena IODM positif (Lumban Gaol et al., 2004).
34
Penaikan massa air yang terjadi pada Musim Timur (Juni - September) tahun 1997 terlihat lebih intensif dan lebih lama. Fenomena IODM positif penyebab terjadinya anomali positif konsentrasi klorofil-a ini dapat ditentukan dengan nilai Dipole Mode Index (DMI). Nilai DMI yang ekstrim positif atau ekstrim negatif merupakan indikasi terjadinya fenomena IODM (Saji et al., 1999). Data DMI dengan periode Januari 2004 – Desember 2008 merupakan data DMI bulanan dan disajikan pada Tabel 6. Pada tabel terlihat bahwa nilai DMI pada periode September – November 2006 menunjukkan nilai ekstrim positif (1,56 – 1,64). Pada periode yang sama konsentrasi klorofil-a mengalami anomali positif konsentrasi klorofil-a yang puncaknya terjadi pada bulan November 2006. Tabel 6. Nilai DMI periode Januari 2004 – Desember 2008 Dipole Mode Index (DMI) 2004 2005 2006 2007 Januari 0.343846 -1.15617 -1.09646 0.819435 Februari 0.353394 -1.01657 -0.931682 0.502995 Maret -0.17792 -0.89757 -0.810414 0.655326 April -0.454835 -0.876264 -0.68417 0.605201 Mei -0.730203 -0.693549 -0.361951 0.610318 Juni -0.855759 -0.573517 0.0513665 0.791596 Juli -0.805503 -0.960418 0.48152 1.01146 Agustus -0.344698 -1.21466 1.14237 0.943985 September -0.189681 -1.29006 1.57861 0.929145 Oktober -0.130639 -1.27722 1.64255 0.697208 November -0.238001 -1.21141 1.55672 0.536765 Desember -0.708328 -1.14701 1.25678 0.219779 Sumber: JAMSTEC (2009) Bulan
2008 0.161851 0.0538224 0.440881 0.609418 0.931622 1.03182 1.32943 1.29722 1.06413 0.811333 0.669614 0.540793
35
Gambar 8 merupakan hasil analisis citra secara spasial berupa sebaran konsentrasi klorofil-a bulanan. Sebaran spasial konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali mulai tinggi pada bulan April (Musim Peralihan I) dan mencapai maksimum pada bulan Agustus di paparan Jawa hingga November di paparan Jawa (akhir Musim Timur hingga Musim Peralihan II). Dan pada bulan Desember (awal Musim Barat), konsentrasi klorofil-a melemah hingga bulan Maret (awal Musim Peralihan I). Pola sebaran konsentrasi klorofil-a bulanan ini memiliki pola yang umum terjadi di perairan Selat Bali, seperti pada pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 2004 dan 2005. Faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah pergerakan angin muson dan perubahan musim. Pergerakan angin muson yang mempengaruhi pola sebaran konsentrasi klorofil-a diilustrasikan secara spasial juga oleh Gambar 9. Angin muson tenggara mulai berhembus dari bulan April (Musim Peralihan I) dengan kisaran kecepatan angin antara 0,2 – 3,6 m/s. Dan terus berhembus pada arah yang sama hingga memasuki Musim Timur (Juni – Agustus). Kecepatan angin pada bulan Juni - Agustus merupakan kecepatan angin yang terkuat diantara bulan lainnya yaitu berkisar antara 0,2 – 6,7 m/s. Sedikit perubahan arah angin terjadi pada bulan September (awal Musim Peralihan II) dan kecepatan anginnya mulai melemah sekitar 0,2 – 5,2 m/s. Pada bulan Oktober - November arah angin sedikit demi sedikit mengalami perubahan dan kecepatan angin berangsur melemah dari kisaran 0,2 – 4 m/s menjadi kisaran 0,2 – 2,7 m/s. Dan ketika memasuki awal Musim Barat (Desember) arah angin berubah total dan terjadilah angin muson barat daya dengan kecepatan angin yang lebih tinggi dari bulan sebelumnya yaitu berkisar 0,2 – 3,7 m/s. Pergerakan angin muson barat daya
36
terus terjadi hingga memasuki bulan Maret (Musim Peralihan I) dengan kecepatan angin yang berangsur meningkat menjadi antara 0,2 – 4,2 m/s. Sebaran konsentrasi klorofil-a bila dihubungkan dengan adanya pergerakan arah dan kecepatan angin akan memperkuat pernyataan bahwa tinggi atau rendahnya nilai konsentrasi klorofil-a dipengaruhi oleh angin dan perubahan musim. Puncak konsentrasi klorofil-a yang terjadi pada bulan Agustus (Musim Timur) disebabkan oleh adanya penaikan massa air dari angin muson tenggara yang kecepatan anginnya paling kuat dibandingkan dengan bulan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wyrtki (1961) bahwa Musim Timur yang terjadi pada bulan Juni - Agustus berhembus angin yang lebih kencang dan kering dari tenggara menuju barat laut. Kecepatan angin muson tenggara yang tinggi pada perairan selatan Jawa, termasuk Bali dan Sumbawa, menyebabkan penaikan massa air menjadi lebih intensif sehingga zat hara pada perairan tersebut semakin meningkat. Peningkatan zat hara pada perairan biasanya diikuti oleh peningkatan produktivitas primer.
37
Januari
Maret
Februari
Pulau Bali
Pulau Bali
-8.4
2.3 mg/m3 2.1 mg/m3
Pulau Bali
1.9 mg/m3
-8.4
-8.4
1.7 mg/m3 1.5 mg/m3 1.3 mg/m3 1.1 mg/m3 0.9 mg/m3
-8.6
-8.6
-8.6
0.7 mg/m3 0.5 mg/m3 0.3 mg/m3 0.1 mg/m3
114.6 April
114.8
115
114.6 Mei
Pulau Bali
114.8
115
114.6 Juni
115 2.3 mg/m3 2.1 mg/m3
Pulau Bali
Pulau Bali
1.9 mg/m3
-8.4
-8.4
-8.4
114.8
1.7 mg/m3 1.5 mg/m3 1.3 mg/m3 1.1 mg/m3 0.9 mg/m3
-8.6
-8.6
-8.6
0.7 mg/m3 0.5 mg/m3 0.3 mg/m3 0.1 mg/m3
114.6 Juli
114.8
115
114.6
114.8
114.6 114.8 September
115
Agustus
Pulau Bali
2.3 mg/m3 2.1 mg/m3
Pulau Bali
Pulau Bali
-8.4
115
1.9 mg/m3
-8.4
-8.4
1.7 mg/m3 1.5 mg/m3 1.3 mg/m3 1.1 mg/m3 0.9 mg/m3
-8.6
-8.6
-8.6
0.7 mg/m3 0.5 mg/m3 0.3 mg/m3 0.1 mg/m3
114.6 Oktober
114.8
115
114.6
114.8
114.6 114.8 Desember
115
November
Pulau Bali
2.3 mg/m3 2.1 mg/m3
Pulau Bali
Pulau Bali
-8.4
115
1.9 mg/m3
-8.4
-8.4
1.7 mg/m3 1.5 mg/m3 1.3 mg/m3 1.1 mg/m3 0.9 mg/m3
-8.6
-8.6
-8.6
0.7 mg/m3 0.5 mg/m3 0.3 mg/m3 0.1 mg/m3
114.6
114.8
115
114.6
114.8
115
114.6
114.8
115
Gambar 8. Sebaran spasial konsentrasi klorofil-a bulanan rata-rata 5 tahun
38 5.2 m/s
4.7 m/s
-8.2
Januari
4.2 m/s
Februari
1
3.2 m/s
-8.4
3.7 m/s 3.2 m/s
3.7 m/s
Maret
4.2 m/s
3.7 m/s
-8.4
4.2 m/s
4.7 m/s
3.2 m/s
-8.4
2.7 m/s
2.7 m/s 2.7 m/s
-8.6
2.2 m/s 1.7 m/s
-8.8
-8.6
2.2 m/s 1.7 m/s 1.2 m/s
0.7 m/s
115
115
-8.4
2.6 m/s
115
Juni
5.2 m/s
5.7 m/s
4.7 m/s
-8.4
4.2 m/s
2.4 m/s
5.2 m/s
-8.4
4.7 m/s
3.7 m/s
4.2 m/s
3.2 m/s
3.7 m/s
2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s
-8.6
1.6 m/s 1.4 m/s
-8.6
2.7 m/s 2.2 m/s
3.2 m/s
-8.6
2.7 m/s 2.2 m/s
1.2 m/s
1.7 m/s
1.7 m/s
1 m/s 1.2 m/s
0.8 m/s 0.6 m/s
114.6
115
114.6
0.4 m/s 0.2 m/s
115
6.2 m/s
-8.4 -8.6
5.7 m/s 5.2 m/s
114.6
115
Oktober
-8.4 -8.6 114.6
115
4.7 m/s 4.2 m/s
3.7 m/s
3.7 m/s 3.2 m/s
-8.6
2.7 m/s
2.2 m/s
2.2 m/s
1.7 m/s
1.7 m/s
1.2 m/s
1.2 m/s
114.6
0.7 m/s 0.2 m/s
4 m/s 3.8 m/s 3.6 m/s 3.4 m/s 3.2 m/s 3 m/s 2.8 m/s 2.6 m/s 2.4 m/s 2.2 m/s 2 m/s 1.8 m/s 1.6 m/s 1.4 m/s 1.2 m/s 1 m/s 0.8 m/s 0.6 m/s 0.4 m/s 0.2 m/s
0.7 m/s 0.2 m/s
September
4.7 m/s 4.2 m/s
-8.4
4.2 m/s
2.7 m/s
115
5.2 m/s
6.2 m/s
Agustus
5.2 m/s
3.2 m/s
114.6
0.2 m/s
5.7 m/s
4.7 m/s
1.2 m/s
0.7 m/s
6.7 m/s
6.7 m/s
Juli
0.2 m/s 6.7 m/s 6.2 m/s
Mei
3.2 m/s 2.8 m/s
114.6
0.2 m/s
5.7 m/s
3.4 m/s 3 m/s
0.7 m/s
0.7 m/s
114.6
0.2 m/s
3.6 m/s
April
1.7 m/s 1.2 m/s
1.2 m/s
114.5
2.2 m/s
-8.6
115
-8.4
3.7 m/s 3.2 m/s 2.7 m/s
-8.6
2.2 m/s 1.7 m/s 1.2 m/s
114.6
0.7 m/s 0.2 m/s
115
0.7 m/s 0.2 m/s 3.7 m/s
November
Desember
2.7 m/s
-8.4
2.2 m/s
3.2 m/s
-8.4
2.7 m/s
2.2 m/s 1.7 m/s
-8.6
1.2 m/s
-8.6
1.7 m/s
1.2 m/s 0.7 m/s
0.7 m/s
114.6
115
0.2 m/s
114.6
115
0.2 m/s
Gambar 9. Pergerakan angin tiap bulan rata-rata 5 tahun
4.2. Fluktuasi Produksi Ikan Lemuru yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi Fluktuasi produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi, disajikan oleh Gambar 10. Kisaran produksi ikan lemuru antara 152,6 ton (Januari 2005) hingga 27.730,6 ton (Februari 2007), dan memiliki puncak produksi yang berbeda-beda tiap tahunnya. Puncak-puncak produksi ikan lemuru terjadi pada bulan Januari (2004) sebesar 4.205,7 ton, bulan Maret (2005) sebesar
39
1.511,3 ton, bulan Desember (2006) sebesar 24.718,6 ton, bulan Februari (2007) sebesar 27.730,6 ton dan bulan November (2008) 4.708,3 ton. Dan peningkatan produksi ikan lemuru bulanan selama periode penelitian umumnya terjadi pada bulan Mei, Juli, Agustus dan Oktober. Di Selat Bali, ikan lemuru adalah ikan musiman karena muncul pada musim-musim tertentu saja, sehingga selama periode penelitian musim lemuru terjadi pada Musim Barat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Merta (1992) bahwa musim lemuru adalah pada saat Musim Barat (musim hujan) karena persentase ikan lemuru yang tertangkap lebih tinggi pada bulan-bulan ini dibandingkan dengan musim timur. Produksi umumnya mulai naik pada bulan Oktober dan puncaknya adalah pada bulan Desember dan Januari, dan kemudian bulan Februari menurun lagi.
Gambar 10. Grafik fluktuasi bulanan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi selama lima tahun
Dalam penelitian ini terjadi penyimpangan pada bulan November 2006 – Maret 2007 dengan kisaran antara 8.4706,9 ton hingga 27.730,6 ton. Jumlah produksi ikan lemuru pada periode ini ternyata meningkat secara drastis hingga lima kali lipatnya. Penyebab secara langsung drastisnya peningkatan produksi ikan lemuru dalam penelitian ini tidak ditelusuri lebih lanjut, namun kemungkinan
40
besar disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan perairan karena adanya pengaruh dari fenomena IODM.
4.3. Hubungan antara Konsentrasi Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Gambar 11 merupakan perbandingan fluktuasi konsentrasi klorofil-a bulanan di perairan Selat Bali, produksi ikan lemuru bulanan yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi, dan data DMI bulanan. Dari gambar terlihat bahwa IODM mempengaruhi fluktuasi konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru. Hal ini ditandai dengan fenomena IODM, yang ditunjukkan oleh nilai ekstrim positif DMI pada bulan September – November 2006, terjadi beriringan dengan anomali positif pada konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru. Fenomena IODM menyebabkan penaikan massa air terjadi lebih intensif sehingga massa air yang mengandung zat hara tinggi terangkat dan meningkatkan perkembangan fitoplankton. Fitoplankton merupakan bagian dari rantai makanan di laut yang paling rendah tingkatannya dan sering disebut sebagai produktivitas primer. Di dalam rantai makanan fitoplankton dapat dimakan langsung oleh ikan kecil (larva ikan) atau dimakan zooplankton terlebih dulu, baru zooplankton dimakan ikan (Lauth dan Olson, 1996 dalam Wudianto, 2001). Ikan lemuru adalah ikan pemakan plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, namun zooplankton adalah makanan utamanya. Kelimpahan fitoplankton yang tinggi seperti yang terjadi pada bulan November 2006 mampu menopang stok makanan bagi ikan lemuru. Kelimpahan fitoplankton ini diikuti juga oleh tingginya jumlah produksi ikan lemuru bulanan yang meningkat drastis pada bulan November 2006 dan
41
mencapai puncaknya pada bulan Februari 2007, sehingga terlihat hubungan positif antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru. (a)
(b)
(c)
Gambar 11. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a (a), produksi ikan lemuru (b) dan fluktuasi DMI (c) selama lima tahun
Hasil analisis sebelumnya menunjukkan adanya hubungan positif antara konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru. Peningkatan konsentrasi klorofil-a umumnya diikuti oleh peningkatan produksi ikan lemuru, namun tidak
42
secara langsung terjadi karena membutuhkan interval waktu. Gambar 12 adalah korelogram hasil analisis korelasi silang yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru. Korelasi antara konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan lemuru adalah positif dan signifikan pada interval 1 sampai 4 bulan, dengan korelasi tertinggi terjadi pada
Fungsi Korelasi Silang
interval 3 bulan. 1.0
1.0
0.5
0.5
0.0
0.0
-0.5
-0.5 Koefisien Batas atas selang kepercayaan
-1.0
-1.0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Batas bawah selang kepercayaan
15
Waktu Sela/Lag (Bulan)
Gambar 12. Korelogram korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dan produksi lemuru dari Januari 2004 – Desember 2008
Siklus hidup lemuru tidak diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini, namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Merta (1992) dan Wudianto (2001) bisa menjadi gambaran siklus hidup lemuru yang ada di perairan Selat Bali. Merta (1992) memberikan gambaran siklus hidup lemuru dengan menggunakan profil kelas panjang ikan. Kelas panjang ikan lemuru kucing (nilai tengah kelas 18,5, 19,5, 20,5 cm yang potensial untuk matang gonad) terjadi pada bulan Januari, Juli dan Oktober. Dan hal ini sesuai dengan dugaan bahwa ikan-ikan lemuru memijah pada bulan Juli. Kelas panjang ikan sempenit (nilai tengah kelas 5,5, 6,5 dan 8,5
43
cm) terjadi pada bulan Maret, Mei dan Desember. Kelas panjang ikan protolan (nilai tengah kelas 9,5, 10,5, 11,5, 12,5, 13,5 dan 14,5 cm) terjadi pada bulan Februari, April dan Juni. Dan kelas panjang ikan lemuru (nilai tengah kelas 15,5, 16,5 dan 17,5 cm) terjadi pada bulan Februari, Agustus dan November. Apabila hasil penelitian ini dihubungkan dengan hasil penelitian Merta (1992), maka produksi ikan lemuru yang tertangkap pada bulan Februari 2007 sebagai jumlah produksi yang tertinggi merupakan kelas panjang ikan protolan atau ikan lemuru. Pendugaan ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Wudianto (2001). Wudianto (2001) menyatakan bahwa musim pemijahan ikan lemuru di Selat Bali biasa terjadi sekitar bulan Mei - Juli, setelah mencapai ukuran dewasa (panjang >15 cm). Larva ikan mencapai ukuran 7,5 – 10,5 cm hanya pada bulan Agustus - September. Kemudian pada bulan Oktober - Desember, ukuran lemuru mencapai 11,5 – 12,5 cm. Sementara pada bulan Januari - Februari ukuran lemuru mencapai 13,5 – 14,5 cm, dan sepanjang Maret - Juli panjangnya mencapai 15,5 – 18,5 cm. Proses pertumbuhan ikan lemuru dan fase makanmemakan inilah yang menyebabkan peningkatan konsentrasi klorofil-a membutuhkan interval waktu untuk meningkatkan jumlah produksi ikan lemuru.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Kisaran konsentrasi klorofil-a pada perairan Selat Bali adalah 0,15 mg/m3 pada bulan Februari 2006 hingga 4,01 mg/m3 pada bulan November 2006. Secara temporal, umumnya konsentrasi klorofil-a memiliki nilai yang lebih tinggi pada Musim Timur (Juni – Agustus). Faktor penyebabnya adalah fenomena penaikan massa air (upwelling) yang terjadi selama angin musim tenggara lebih kencang dan kering menuju barat laut perairan Selat Bali. Pada November 2006 (akhir Musim Peralihan II) terjadi anomali positif konsentrasi klorofil-a. Anomali ini disebabkan oleh terjadinya fenomena IODM positif selama bulan September November 2006. IODM positif menyebabkan upwelling yang intensif dan lebih lama. Secara spasial, sebaran konsentrasi klorofil-a terhadap lintang menunjukkan bahwa bagian selatan perairan Selat Bali memiliki nilai konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh pengaruh upwelling yang terjadi di perairan selatan Jawa dan pengaruhnya sampai ke Selat Bali. Sebaran konsentrasi klorofil-a terhadap bujur menunjukkan bahwa bagian timur dan barat perairan Selat Bali memiliki konsentrasi klorofil-a lebih tinggi dibandingkan tengah perairan Selat Bali. Hal ini disebabkan oleh masukan (run off) zat hara yang berasal dari sungai-sungai Pulau Bali dan Pulau Jawa. Kisaran produksi ikan lemuru antara 152,6 ton (Januari 2005) hingga 27.730,6 ton (Februari 2007). Secara umum, peningkatan jumlah produksi ikan lemuru selama periode penelitian terjadi pada bulan Mei, Juli, Agustus dan Oktober. Peningkatan jumlah produksi ikan lemuru secara signifikan mulai terjadi pada
44
45
bulan November 2006 hingga Maret 2007. Pada periode yang sama, terjadi anomali positif konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali. Hasil analisis korelasi silang menyatakan adanya korelasi yang positif dan signifikan antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru pada interval 1 – 4 bulan, dengan korelasi tertinggi pada interval 3 bulan.
5.2. Saran Saran untuk penelitian ini adalah perlu adanya kontrol pemasukan data perikanan pada saat ikan lemuru didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi, dan perlu ditelusuri lebih lanjut penyebab peningkatan produksi ikan lemuru secara drastis, terutama pada bulan November 2006 hingga Februari 2007.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Ocean Color WEB. From The World Wide Web : http://oceancolor.gfsc.nasa.gov [01 Maret 2008] Anonim. 2009. Sardinella lemuru. From The World Wide Web : http://www.fishbase.org/Summary/speciesSummary.php?ID=1510&genus name=Sardinella&speciesname=lemuru [30 Januari 2009] Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi. 2008. Laporan Tahunan Tahun 2007. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Faradisa, A. 2005. Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh dengan Sistem Informasi Geografis untuk Menentukan Zona Potensi Penangkapan Ikan Lemuru (Sardinella sp.) di Perairan Selat Bali. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Farita, Y. 2006. Variabilitas Suhu di Perairan Selatan Jawa Barat dan Hubungannya dengan Angin Muson, Indian Ocean Dipole Mode (IODM) dan El Nino Southern Oscillation. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Graham, S. 2005. Aqua Project Science. From The World Wide Web : http://aqua.nasa.gov/ [01 Maret 2008] Hosniyanto. 2003. Hubungan antara Fluktuasi Konsentrasi Klorofil Citra SeaWiFS dengan Produksi Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lillesand, TM. dan RW. Kiefer. 1987. Remote Sensing and Image Interpretation. Second edition. Lumban Gaol, J. Wudianto, B. P. Pasaribu, D. Manurung, and R. Endriani. 2004. The Fluctuation of Chlorophyll-a Concentration Derived from Satellite Imagery and Catch of Oily Sardine (Sardinella lemuru) in Bali Strait. CreSOS Special Issue. International Journal of Remote Sensing and Earth Science. Volume 1 No. 1. September 2004. International Society of Remote Sensing and Earth Science (IReSES).
46
47
Maccherone, B. 2005. About MODIS. From The World Wide Web : http://modis.gsfc.nasa.gov/about.htm [01 Maret 2008] Meliani, F. 2006. Kajian Konsentrasi Dan Sebaran Spasial Klorofil-a di Perairan Teluk Jakarta Menggunakan Citra Sateli Aqua MODIS. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Merta, I. G. S. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru Sardinella lemuru bleeker 1853 (Pisces : Clupeidae) di Perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Murtugudde, R. G., S.R. Signorini, J.R. Christian, A. Blusalacchi, C.R. McCain dan J. Picaut. 1999. Ocean Color Variability of The Ino-Pacific Basin Observed by SeaWiFS During 1997 – 1998. J. Geophys Res. 104: 18351 – 18366. Nikyuluw, L. L. U. 2005. Kajian Variasi Musiman Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dalam Hubungannya dengan Penangkapan Lemuru di Perairan Selat Bali. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 368 hal. -----------. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Pusat Penelitian Oseanografi). Jakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo. Gramedia. Jakarta. 459 hal. Robinson, I. S. 1985. Satelitte Oceanography An Introduction for Oceanographers and Remote Sensing Scientist. Ellis Horwood Ltd England. Saji, N.H., B.N. Goswami, P.N. Vinayachandran dan T. Yamagata. 1999. A Dipole Mode in The Tropical Indian Ocean. Nature. 401: 360 - 363 Tassan, S. dan M. R. d’Alcala. 1993. Water Quality Monitoring by Tematic Mapper in Coastal Environment. A Performance Analisys of Local Biooptical Algorithms and Atmospheric Correction Procedures. Remote Sensing Environment. 177-191 hal.
48
Whitehead, P. J. P. 1985. FAO species catalogue. Vol. 7. Clupeid fishes of the world (suborder Clupeioidei). An annotated and illustrated catalogue of the herrings, sardines, pilchards, sprats, shads, anchovies and wolf herrings. Part 1. Chirocentridae, Clupeidae and Pristigasteridae. FAO Fish. Synop. 7(25):1-303. Wudianto. 2001. Analisis Sebaran dan Kelimpahan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Bali: Kaitannya dengan Optimasi Penangkapan. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. xxi+221 hal. Wyrkti, K. 1961. Physical Oceanography of South East Asian Water. Naga Report. Vol 2. Scripps Institution of Oceanography. The University of California. La Jolla. California. 195 p.
49
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 17 Januari 1986 dari Ayah B. Nababan dan Ibu R. Siregar. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) Mekar Sari Pulomas, Jakarta Timur, pada tahun 1991 – 1992. Kemudian selama enam tahun yaitu pada tahun 1992 – 1998 penulis menempuh Sekolah Dasar Swasta (SDS) Mekar Sari Pulomas, Jakarta Timur. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah tingkat Pertama Negeri (SMPN) 99 Kayu Putih, Jakarta Timur, selama tiga tahun (1998 – 2001). Kemudian dilanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 21 Kayu Putih, Jakarta Timur, selama tiga tahun (2001 – 2004). Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi Asisten Luar Biasa Mata Kuliah Ekologi Perairan pada tahun 2006 – 2007 dan tahun 2007 – 2008. Penulis juga pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Ekologi Perairan pada jenjang Diploma jurusan Teknologi Manajemen Lingkungan pada tahun 2007 2008. Penulis pernah menjadi anggota dari Departemen Penelitian dan Kebijakan (Litjak) pada Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) pada tahun 2007 – 2008. Penulis pernah mengikuti Pelatihan Pengolahan Data dengan Menggunakan ER MAPPER 6.4. Pada tahun 2008, penulis mengikuti kepanitiaan Seminar Nasional Peranan IPTEK dalam Pengembangan Kelautan dan Perikanan dalam Rangka Purnabakti Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M.Sc. (Guru Besar Ilmu Akustik Kelautan, IPB). Untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul ” Hubungan Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi”