Hubungan Kesejahteraan Psikis Dengan Keterikatan Karyawan Pada PT.X
Donny Haryanto, Wing Ispurwanto Universitas Bina Nusantara Donny.
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara ilmiah apakah kesejahteraan psikis / Psychological Well Being memiliki hubungan dengan Keterikatan Karyawan / Work Engagement. Metode Penelitian berupa penelitian kualitatif dengan menggunakan angket/kuisioner sebagai alat ukur. Penelitian ini dilangsungkan dengan melibatkan 40 Responden PT. X dengan rentan usia 21 – 45 Tahun. Dan Hasil dari penelitian menunjukkan ada Hubungan Kesejahteraan Psikis dengan Keterikatan Karyawan dengan tingkat signifikansi, Tidak Signifikan. (DH)
Kata Kunci: Kesejahteraan Psikis, Keterikatan Karyawan, Work Engagement, Psychological Well Being.
1
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi zaman sekarang, membawa dampak yang sangat berpengaruh bagi kelancaran suatu bidang industri. Dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut perusahaan lebih mahir lagi dalam membaca kesempatan yang ada guna mengembangkan sektor industri, sekaligus mengotomatisasi beragam individu untuk dapat beradaptasi sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perusahaan bilamana ingin cepat berkembang. Tentu tidaklah mudah untuk dapat menggerakkan karyawan agar mampu beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian lama
kian
cepat
perkembangannya.
Diperlukan
kemampuan-kemampuan
kompetitif agar karyawan dapat mengikuti tuntutan perusahaan dalam bekerja, untuk mengembangkan kemampuan kompetitif ini. Sangat diperlukan karyawankaryawan yang berkualitas dan memiliki keterikatan yang baik, sehingga perusahaan tidak akan pernah merasa dirugikan dalam upaya pelatihan dan pengembangan kemampuan karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam menghadapi tantangan persaingan dengan perusahaan lain ke depan-nya. Faktanya, sangat sedikit karyawan yang memiliki keterikatan yang baik dengan perusahaan. Mereka cenderung tidak mencintai perusahaan dimana
3
mereka berkerja. Menurut Catteuw et al. (2007), keterikatan karyawan adalah situasi dimana karyawan puas dengan pekerjaan-nya dan merasa berharga, pekerja yang “terikat” dengan perusahaan-nya akan bertahan lebih lama dan lebih efektif untuk menambahkan nilai bagi perusahaannya. Ivancevich (2004), guna mengeliminasi masalah kurangnya keterikatan karyawan di perusahaan, perusahaan pun melakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan rasa keterikatan karyawan di perusahaan, salah satunya dengan cara memberikan kompensasi. Kompensasi merupakan salah satu motor penggerak utama keterikatan karyawan di sebuah perusahaan. Salah satu alasan pekerja untuk pindah ke perusahaan lain adalah tawaran paket kompensasi yang lebih baik. Hal ini didukung oleh Renard (2008), yang mengatakan bahwa untuk sebuah organisasi, kompensasi digunakan untuk menarik, mempertahankan dan memotivasi karyawan yang berpotensi untuk menghantarkan kesuksesan pada perusahaan. Mengacu pada argumentasi para ahli diatas dan merujuk pada fenomena yang terjadi, Sistem kompensasi-pun telah diterapkan di perusahaan yang bergerak dalam bidang Pengiriman dan Produksi Tinta Cat Air (PT.X) tetapi perusahaan sama sekali tidak menemukan titik cerah untuk menumbuhkan keterikatan karyawan. Beberapa contoh konkret
kompensasi yang telah
diterapkan seperti ; memberikan insentif bagi karyawan yang tidak pernah absen dalam 6 hari kerja per minggu sebesar Rp 70.000,00. Memberikan liburan/rekreasi bersama, guna menghilangkan kepenatan selama berkerja. Melaksanakan beberapa permintaan pekerja, dimana beberapa pekerja menginginkan adanya lawan jenis dalam 1 ruangan kerja, memajukan jam kantor lebih cepat 1 jam, dan
4
pulang lebih cepat 1 jam guna menghindari arus macet yang kerap terjadi, Memberikan tunjangan kesehatan, cuti melahirkan bagi istri, cuti melahirkan bagi suami yang istrinya melahirkan, memberikan upah lembur sebesar Rp 40.000,00 per jam. Setelah cara-cara diatas diimplementasi, efek daripada cara-cara tersebut hanya bersifat periodik saja. Kebijakan perusahaan yang dituangkan dengan beragam cara guna memenuhi kesejahteraan dirasa masih kurang cukup. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pekerja yang dapat dengan mudah berpindah ke perusahaan kompetitor ketika ditawari insentif yang lebih tinggi sedikit, tanpa adanya diskusi maupun pertimbangan lebih lanjut mengenai segala kebaikan yang telah diperoleh karyawan selama bekerja di perusahaan sebelumnya. Setelah dilakukan evaluasi kinerja karyawan, intervensi yang dicoba seperti (1)Kompensasi (menekankan pada insentif) . Hal ini tetap tidak mampu untuk
menimbulkan perubahan yang signifikan bagi kinerja para karyawan.
Berdasarkan intervensi yang dianggap kurang dapat mengenai sasaran tersebut, maka perusahaan mencoba untuk mengusung pola baru. Pola baru yang digunakan oleh perusahaan agar dapat mengintervensi keterikatan karyawan di perusahaan. Erat kaitannya dengan (2)sanksi/hukuman. Perusahaan menetapkan beberapa jenis sanksi yang dipecah menjadi 5 bagian. Jenis sanksi ini berupa hukuman dengan menegur karyawan secara lisan (menegur karyawan yang terlambat, menggunakan waktu kantor untuk bersantai) hukuman dengan memberikan surat peringatan/SP I kepada karyawan yang masih melanggar peraturan perusahaan setelah ditegur oleh Manager Operational, scorsing 1 minggu dengan pemotongan gaji pekerja dan diberikan SP II, scorsing 1 bulan tanpa gaji dan tunjangan, pemecatan pekerja tanpa insentif. Kebijakan yang diterapkan ini, awalnya dirasa cukup baik dalam
5
mengerem laju karyawan dalam melanggar aturan-aturan perusahaan, namun ternyata angka pengunduran diri karyawanpun meningkat secara drastis. Menghadapi masalah seperti ini, perusahaan mengambil kesimpulan bahwa tidak ada keterikatan karyawan dengan perusahaan, sehingga tidak tercipta karyawan yang berdedikasi tinggi terhadap perusahaannya, bekerja secara efektif demi menyelesaikan tugas sebagaimana mestinya dan memajukan perusahaan. Beragam cara telah ditempuh dengan mengandalkan konsep stimulus -> respon. Tapi efektivitas dari konsep ini melemah ketika stimulus-nya sudah seringkali ditemui. Di sisi lain, perusahaanpun memutuskan untuk mencoba meleburkan konsep baru, disinyalir melalui pengkajian literatur dapat menumbuhkan keterikatan karyawan terhadap perusahaan. Konsep ini disebut dengan (3)psikologi positif. (Seligman, Steen, Park dan Peterson, 2005), Psikologi positif merupakan istilah yang memayungi studi-studi terhadap emosi-emosi positif, sifat-sifat
dasar
positif,
dan
pemberdayaan
institusi/komunitas.
Dalam
pembahasan yang lainnya, psikologi positif mempelajari kondisi-kondisi dan proses-proses yang berkontribusi terhadap penyuburan atau pemfungsian individu, kelompok, dan lembaga secara optimal (Gable dan Haidt,2005). Garr (2007) psikologi positif tidak
menyangkal nilai-nilai yang sudah ada dalam
psikopatologi, berfokus pada kemungkinan untuk meningkatkan keberfungsian manusia dengan berupaya membagun kekuatan individu daripada berfokus pada kelemahan-nya. Dengan adanya konsep psikologi positif, organisasi mendapatkan cara untuk mengizinkan karyawan mereka untuk mengerjakan sesuatu sebaikbaiknya. Karena psikologi positif bersifat unik serta berpusat pada pembaharuan, maka psikologi positif dapat merubah sesuatu yang ditinjau dari sudut baik
6
menjadi sangat baik. Hal ini pada akhirnya dapat menunjang beberapa faktor demi terciptanya kontribusi prilaku yang solid dalam pengembangan organisasi, daripada menunjukan managemen bagaimana mengembangkan dan menggunakan pekerja yang ada, mengizinkan karyawan untuk memberikan kontribusi terbaiknya, psikologi positif telah dan akan terus berjibaku dalam dunia kerja (Davis O C, 2012). Peneliti ingin mengetahui lebih lanjut dan menguji psikologi positif dalam penerapannya di dunia industri dalam merangsang keterikatan karyawan kepada perusahaan. Sehingga dapat diperoleh karyawan yang mempunyai loyalitas tinggi, produktif dan kreatif. Karena jika saja masih bergelayut dalam konsep lama tentang pemberian hadiah dan hukuman sebagai stimuli utama, Hadiah dan Hukuman juga dapat memunculkan tekanan pada individu yang mengakibatkan mereka cenderung akan menjauh (gradient of avoidance). Sehingga hasil yang baik seperti yang diinginkan malah tidak akan terpenuhi (Lindzey, 1993). Mencoba menjawab tantangan dan fenomena yang sering terjadi di perusahaan, dimana karyawan tidak memiliki keterikatan yang baik, peneliti ingin mengedepankan dan mengimplementasikan konsep psikologi positif terhadap karyawan guna meningkatkan keterikatan karyawan. Sehingga kedepannya dapat dijumpai suasana yang hangat dan kondusif di perusahaan yang diikuti dengan munculnya karyawan yang produktif, efektif dan kreatif. Untuk membantu penelitian kali ini, peneliti menggunakan konsep kesejahteraan psikis (yang menjadi salah satu unsur pembangun psikologi positif). Martin E Seligman Mengatakan bahwa (2002) konsep kesejahteraan psikis adalah konsep yang mendasari seseorang untuk dapat berkembang dan berusaha untuk
7
mencapai yang terbaik. Hal ini didukung oleh May (2004) bahwa keterikatan karyawan di pekerjaan-nya sangat dipengaruhi oleh kondisi psikis pada saat berkerja. Sejahtera atau tidaknya kondisi psikis karyawan pada saat bekerja menjadi salah satu faktor penentu untuk mempertahankan karyawan agar tetap menjadi motor penggerak bagi perusahaan. Oleh karena itu peneliti ingin melihat dan menguji apakah konsep kesejahteraan psikis, berpengaruh terhadap keterikatan karyawan di perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan kesejahteraan psikis yang baik pada saat berkerja di perusahaan, karyawan akan memiliki rasa keterikatan yang baik terhadap perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah terdapat hubungan antara
kesejahteraan psikis dengan keterikatan
karyawan pada perusahaan.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kesejahteraan psikis individu dengan keterikatan Karyawan di perusahaan
1.4 Manfaat Penelitian 1. Diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan psikis dan keterikatan individu.
8
2. Manfaat secara praktis bagi praktisi dan ilmuwan dalam melihat Hubungan antara Kesejahteraan Psikis Individu dan Keterikatan Karyawan di Perusahaannya. I.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN, pada bab ini dijelaskan hal-hal yang melatar-belakangi
diadakannya
penelitian
terhadap
permasalahan,
tujuan dan manfaat yang ingin dicapai, serta sistematika penulisan yang digunakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, bab ini berisi berbagai teori yang menjelaskan tentang kesejahteraan psikis dan keterikatan karyawan. BAB III MASALAH, HIPOTESIS DAN VARIABEL PENELITIAN, berisi permasalahan utama penelitian, serta operasionalisasi dari hipotesis dan variabel-variabel yang terkait. BAB IV METODE PENELITIAN, bab ini berisi hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan penelitian seperti desain penelitian, karakteristik dan jumlah sampel, instrument penelitian, teknik pengambilan sampel, prosedur penelitian, dan teknikanalisis data. BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN, bab ini berisi kesimpulan
akhir
dari
penelitian
yang
menjawab
permasalahan,
memaparkan hasil diskusi berupa penjelasan baik secara teoritis ataupun
praktis
terhadap
hasil
yang
didapat atau
yang
terkait
dengannya, serta rekomendasi atau saran terhadap penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kesejahteraan Psikis Menurut Ryff (dalam Papalia, Sterns, & Feldman, 2002) mendefinisikan kesejahteraan psikis sebagai sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup
menjadi
lebih
bermakna,
serta
berusaha
mengeksplorasi
dan
mengembangkan diri-nya. Selanjutnya, Ryff (1993) mengatakan bahwa kesejahteraan psikis sebagai unsur penting yang menunjang perkembangan individu secara positif. Adapun keenam dimensi yang membentuk kesejahteraan psikis menurut Ryff (1993), yaitu: 1. Penerimaan Diri, berkaitan erat dengan bagaimana individu menerima dirinya pada masa kini dan masa lalunya, juga sikap-sikap positif yang dilakukan terhadap dirinya sendiri. Individu dapat dikatakan memiliki nilai penerimaan diri yang baik, senang dan bahagia akan kenangan masa lalu-nya. Apabila individu tersebut tidak mempunyai nilai penerimaan diri yang baik, maka individu tersebut akan merasa tidak puas terhadap diri-nya saat ini dan berharap ingin menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri. 2. Hubungan positif dengan yang lain, berkaitan erat dengan perasaan empati dan afeksi individu dengan orang lain, serta mempunyai minat yang besar untuk
8
9
membina hubungan yang positif dengan orang lain. Dengan cara saling berbagi dan saling mengerti satu sama lain, sebaliknya orang yang tidak memiliki nilai hubungan positif dengan yang lain seringkali ditandai dengan perilaku tertutup dalam berhubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap asertif, terisolasi dan frustasi dalam membina hubungan interpersonal. 3. Otonomi, berkaitan erat dengan rasa kebebasan yang dimiliki individu untuk terlepas dari norma yang mengatur kehidupan sehari-hari. Dalam artian individu yang memiliki nilai otonomi yang baik dapat menentukan segala sesuatu dengan tepat bagi dirinya seorang diri dan mandiri, mampu mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur tangan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak memiliki nilai otonomi yang baik terus berpegangan pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan. 4. Penguasaan lingkungan, berkaitan erat dengan bagaimana kemampuan individu untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikisnya. Mampu menciptakan perbaikan pada lingkungan dan melakukan perubahan yang dibutuhkan
demi menunjang aktifitas fisik dan mental.
Sebaliknya orang yang tidak mempunyai nilai penguasaan lingkungan akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa putus asa dan tidak mampu untuk mengubah lingkungan di sekitarnya. 5. Tujuan hidup, berkaitan erat dengan individu yang menyadari bahwa ia memiliki tujuan tertentu yang harus diraih dalam hidup, serta mampu memberikan makna pada hidup yang di jalaninya, mempunyai keterarahan yang baik dalam hidup dan memiliki keyakinan yang mendukung tujuan hidup. Sebaliknya
10
individu yang tidak memiliki tujuan hidup akan cenderung kehilangan arah dan tidak dapat melihat makna dalam hidupnya. 6. Pertumbuhan individu, berkaitan erat dengan individu memiliki keinginan yang besar untuk mengembangkan potensi dirinya. Kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan perspektif utama dalam dimensi pertumbuhan individu, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, serta memiliki kemampuan dalam menyadari potensi yang dimiliki. Sebaliknya individu yang tidak memiliki nilai pertumbuhan individu akan mengalami stagnasi, ketidakmampuan dalam melihat peningkatan/pengembangan diri yang ada dan kehilangan minat terhadap kehidupannya. Karyawan yang memberikan informasi tentang kepuasan hidup dan pekerjaan mereka akan lebih kooperatif dan lebih membantu teman serumpunnya dalam pekerjaannya, akan menjadi lebih patuh dan disiplin, bekerja lebih lama dan bertahan lebih lama di perusahaan daripada pekerja yang tidak memiliki kepuasan dalam bekerja (Spector, 1997). Wright & Bowett (1997) mengatakan bahwa karyawan yang produktif dan bahagia secara psikis, dalam mengerjakan tugas-nya akan menghasilkan hasil yang lebih baik dan energi yang positif untuk lingkungan-nya, dan secara tidak langsung juga akan mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari para atasan-nya. Merujuk pada teori kesejahteraan psikis menurut Ryff (1993), peneliti mengartikan konsep kesejahteraan psikis adalah suatu kondisi dimana individu tersebut mampu menerima kelebihan dan kekurangan diri apa adanya, mampu mengembangkan potensi dirinya, mampu menciptakan lingkungan yang sejalan dengan kondisi psikisnya, mempunyai tujuan hidup yang jelas untuk masa
11
depannya dan juga mempunyai kapasitas untuk mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur tangan orang lain. Sedangkan menurut Liputo (2009), ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan psikis individu, adapun faktor-faktor tersebut adalah: 1) Dukungan Sosial Dukungan yang berasal dari lingkungan dapat mendukung penerima dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup. 2) Ideologi Peran Jenis Kelamin Sejumlah penelitian mengatakan adanya kaitan yang erat antara peran yang dijalankan dalam kehidupan sehari dengan kesejahteraan psikis. Ditemukan bahwa istri yang menjalani hidup secara tradisional mengalami beban peran berlebih dan mengalami depresi yang lebih tinggi, dibandingkan dengan perempuan modern. Dan wanita yang menjalani peran wanita secara tradisional menunjukkan stress yang berlebih dan seringkali memperlihatkan ketidakpuasan hidup. 3) Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi juga turut serta mempengaruhi kesejahteraan psikis seseorang. Seperti besar pendapatan keluarga, jenjang pendidikan yang tinggi, keberhasilan pekerjaan dan status sosial di masyarakat. 4) Religiusitas Berkaitan dengan segala persoalan hidup, individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidup-nya secara positif sehingga hidupnya menjadi jauh lebih bermakna.
12
2.2 Keterikatan Karyawan Menurut Ott (2007), keterikatan karyawan pada pekerjaaan merupakan kunci keberhasilan dan profitabilitas organisasi. Keterikatan karyawan meliputi kepuasan karyawan terhadap pekerjaan (Robbins dan Judge, 2009). Dengan demikian manajemen perlu mengarahkan perhatiannya pada upaya bagaimana meningkatkan komitmen dan kemampuan karyawan. Namun kemudian disadari bahwa
dengan
menumbuhkan
keterikatan
karyawan,
organisasi
dapat
meningkatkan kualitas, produktivitas dan efisiensi operasional lebih tinggi. Perrin’s Global Workforce Study (2003) mendefinisikan
keterikatan karyawan
sebagai kesediaan dan kemampuan karyawan untuk mewujudkan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan, dengan cara memberikan konstribusi pemikiran dan upaya berkelanjutan. Berdasarkan studi dinyatakan bahwa keterikatan karyawan dengan organisasi dibentuk oleh keterikatan emosional dan faktor rasional yang berhubungan dengan pengalaman kerja dan lingkungan kerja. Sedangkan Robinson et.al., (2004) mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai sikap positif individu karyawan terhadap organisasi dan nilai organisasi. Seorang karyawan yang memiliki tingkat keterikatan tinggi
pada organisasi
memiliki pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan operasional organisasi, mampu bekerja sama untuk meningkatkan pencapaian unit
kerja/organisasi
melalui kerja sama antara individu karyawan dengan manajemen. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa keterikatan individu berkorelasi positif dengan pencapaian kinerja unit kerja/organisasi, tingkat retensi karyawan, profitabilitas, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, keamanan pelanggan dan daya saing organisasi dalam industri.
13
Meere (2004) mengungkapkan bahwa data 360.000 karyawan dari 41 perusahaan yang berlokasi di sepuluh negara dengan kondisi ekonomi kuat, keterikatan karyawan yang rendah menurunkan pencapaian penghasilan. Sementara hasil studi Financial News (Maret, 2001), sebagaimana dilaporkan oleh Accord Mangement Systems (2004) menyatakan bahwa keterikatan karyawan yang rendah antara lain ditunjukkan oleh tingkat absensi rata-rata 3,5 hari per tahun. Schmidt (2004) mendefinisikan keterikatan karyawan adalah gabungan dari kepuasan dan komitmen kerja, dimana kepuasan lebih mengacu pada elemen sikap, sedangkan komitmen lebih mengacu pada elemen motivasi dan fisik. Keterikatan karyawan yang baik akan dapat memotivasi pekerja untuk dapat berkerja melebihi apa yang diharapkan. Menurut Federman (2009) keterikatan karyawan adalah derajat dimana seorang karyawan mampu berkomitmen pada suatu organisasi dan hasil dari komitmen tersebut ditentukan pada bagaimana mereka bekerja dan seberapa lama mereka bekerja. Sedangkan Schaufeli & Bakker (2004) mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai suatu hal yang positif, memuaskan, sikap pandang yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditandai oleh vigor, dedication, dan absorption. Keterikatan karyawan mengacu pada kondisi perasaan dan pemikiran yang sungguh-sungguh dan konsisten yang tidak hanya berfokus pada objek, peristiwa, individu atau perilaku tertentu. Aspek-aspek dalam keterikatan karyawan (Schaufeli, Salanova & Bakker, 2002; Schaufeli & Bakker, 2004) yaitu
vigor, dedication dan absorption.
(1)Vigor, ditandai oleh tingginya tingkat kekuatan dan resiliensi mental dalam
14
bekerja, kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dalam suatu pekerjaan serta adanya sikap gigih dalam menghadapi berbagai kendala. (2)Dedication, ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan tantangan. (3)Absorption, ditandai dengan penuh konsentrasi dan minat yang mendalam terhadap pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat dan individu sulit melepaskan diri dari pekerjaan. Menurut Saks (2006) hasil penelitian menunjukkan bahwa keterikatan karyawan berpengaruh pada nilai-nilai penting dalam perusahaan yang berdampak pada produktivitas. Hal ini juga berpengaruh terhadap keuntungan organisasi, kepuasan, kesetiaan pelanggan, retensi atau turnover karyawan serta keamanan. negatif terhadap tingkat ketidakhadiran karyawan. Dan berkorelasi positif terhadap peningkatan kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi. Schaufeli (2000) mengungkapkan bahwa keterikatan karyawan selalu mengacu pada keterlibatan, komitmen, antusiasme, fokus dalam berusaha dan energi. Hal yang terlihat jelas dari karyawan yang memiliki keterikatan di perusahaan ditandai dengan keterlibatan secara emosi dan pernyataan bahwa Ia berada di jalur yang sama, yang terlihat dari etika kerja-nya. Penelitian lanjutan Schmidt & Hayes (2002) juga menyimpulkan bahwa mereka telah mengumpulkan semua bukti-bukti yang mengacu pada keterikatan karyawan. Berdasarkan hal tersebut, keterikatan karyawan dapat tumbuh jika karyawan memiliki kesejahteraan psikis yang baik saat bekerja. Disamping itu kesejahteraan psikis yang baik pada saat bekerja juga akan meningkatkan keuntungan yang didapat melalui adanya daya produktivitas yang lebih tinggi. Dan, didukung oleh Langelaan (2006) bahwa hanya dengan dukungan
15
kesejahteraan psikis yang baik, karyawan baru mampu untuk tetap bertahan serta mencintai perusahaan dimana Ia berkerja. Menurut Harter (2002) konsep keterikatan karyawan telah banyak dikonseptualisasikan oleh banyak pakar, seperti: 1)
Keterikatan karyawan mempunyai 3 aspek penting: (a) Kognisi – percaya dan mendukung visi, misi dan nilai yang dianut oleh perusahaan. (b) Afeksi – tumbuh-nya rasa mempunyai, bangga dan melekat dengan perusahaan. (c) Sikap – keinginan untuk pergi lebih jauh dan tetap bersama dengan perusahaannya. (Harter, 2002)
2)
Hewitt (1998): karyawan yang terikat secara konsisten menunjukkan tiga sikap umum. Mereka: (a) Berkata (Say) – secara konsisten mengatakan hal-hal yang positif tentang perusahaan-nya kepada rekan kerja-nya. (b) tinggal ( Stay) - mempunyai keinginan yang besar untuk tetap bersama perusahaan, meski ada beberapa pilihan lain untuk kerja di perusahaan lain. (c )Meraih ( Strive)- menambahkan waktu lebih, usaha dan inisiatif yang berkontribusi terhadap kesuksesan bisnis perusahaan.
3)
Towers Perrin (2000): keterikatan karyawan disadari dengan adanya emosi positif yang mencerminkan perilaku kerja karyawan.
4)
Mercer (2006): keterikatan karyawan atau dapat disebut juga sebagai komitmen dan motivasi yang mengacu pada kondisi psikis dimana karyawan merasa tertarik dengan kesuksesan perusahaan. Hal ini didukung dengan adanya standar kerja yang tinggi disaat bekerja.
16
Dari hasil kajian literatur, peneliti berpendapat bahwa semua definisi dari keterikatan karyawan yang diungkapkan oleh pakar diatas adalah tepat, tetapi yang paling sesuai dengan kriteria peneliti dalam penelitian ini adalah definisi keterikatan karyawan menurut Perrin’s Global Workforce Study (2003) yang mendefinisikan bahwa keterikatan karyawan sebagai kesediaan dan kemampuan karyawan untuk mewujudkan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan, dengan cara memberikan konstribusi pemikiran dan upaya berkelanjutan, karena peneliti juga beranggapan bahwa definisi praktis dari keterikatan karyawan ditandai dengan kesediaan dan kemampuan karyawan untuk membawa organisasi semakin berkembang, dengan memberikan kontribusi tenaga dan pikiran.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. yaitu sebuah metode yang datanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka (Sugiyono, 2009). Desain ini sangat spesifik karena dirancang untuk mengetahui objek tertentu, dibuat berdasarkan data dari hasil pengukuran, berdasarkan variabel penelitian yang ada.
3.2 Variabel Penelitian dan Hipotesis Dalam penelitian ini, variabel yang akan dikaji adalah 1. Variabel Pertama : Kesejahteraan Psikis 2. Variabel Terikat : Keterikatan Karyawan
3.2.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Definisi Kesejahteraan Psikis Individu (Psychological well being) adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. 2. Definisi konseptual Keterikatan Karyawan adalah derajat dimana seorang karyawan mampu berkomitmen pada suatu organisasi
17
18
dan hasil dari komitmen tersebut ditentukan pada bagaimana mereka bekerja dan berapa lama mereka bekerja yang dapat diukur dari hasil jawaban angket yang diciptakan berlandaskan dimensi dari teori yang sahih.
3.2.2 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang kebenaran-nya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau apa yang ingin dipelajari (Nazir, M, 2003 ). H1 : Ada hubungan antara Kesejahteraan Psikis Individu dengan Keterikatan Karyawan pada perusahaan dimana ia bekerja. HO : Tidak ada hubungan antara kesejahteraan psikis individu dengan keterikatan Karyawan pada perusahaan dimana ia bekerja.
3.3 Subjek Penelitian Adapun subjek yang masuk dalam kategori penelitian ini adalah individu yang berprofesi sebagai karyawan laki-laki/wanita, diatas 21 tahun dan sudah bekerja di perusahaannya lebih dari 1 tahun. Pemilihan subjek dikarenakan peneliti menganggap individu yang sudah lebih dari 1 tahun berkerja di perusahaan yang sama mempunyai alasan yang jelas mengapa Ia masih bertahan di perusahaan sekarang. Sedangkan untuk kategori umur diatas 21 tahun dipilih dikarenakan Gibson (2005) menganggap bahwa individu yang sudah diatas 21 tahun secara garis besar sudah memasuki tahap dewasa sehingga dapat berfikir
19
secara analitis dan konkrit untuk mengerti dengan baik pertanyaan-pertanyaan berbentuk kuosioner yang nantinya akan didistribusikan oleh peneliti. 3.4 Teknik Sampling Pengambilan data/sampel pada penelitian ini menggunakan teknik random sampling. Sugiono (2009) mengatakan bahwa random sampling merupakan teknik pengambilan sampel/data yang memberikan kesempatan yang sama bagi individu di dalam suatu populasi. Teknik random sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Menurut Nasution (2011), purposive sampling adalah teknik pengambilan data/sampel yang didasari cirri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu sendiri.
3.5 Jumlah Partisipan dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian kali ini adalah karyawan PT.X, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan dan pengiriman cat. Peneliti akan mengambil sampel yang berjumlah 40 orang dengan pertimbangan semakin besar sampel, maka akan semakin representatif. Alasan pengambilan sampel sejumlah 40 orang ini didasari dari terbatas-nya karyawan yang telah bekerja selama 1 tahun di PT.X.
3.6 Alat Ukur Penelitian Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa angket. Menurut Sugiyono (2009) angket dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial, alat ukur angket ini berisi pernyataan
20
dan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Alat ukur penelitian ini berupa Skala Likert, artinya pernyataan yang memiliki jawaban berbentuk skala deskriptif. Selain itu angket juga memiliki beberapa kelebihan, seperti hal anonimitas karena tidak ada kontak langsung face to face. Selain itu penggunaan metode angket juga lebih murah dan cepat (Sugiyono, 2009).
3.6.1 Alat Ukur Kesejahteraan Psikis Individu Angket diadaptasi dari kuisioner Ryff tentang kesejahteraan psikis disajikan dalam bentuk
pertanyaan dan digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian karena alat ukur Ryff telah digunakan dan telah diadaptasi ke dua belas Negara dan mempunyai reliabilitas dan validitas yang tinggi. Dan alat ukur ini berupa Skala Likert, artinya pertanyaan yang memiliki jawaban berbentuk skala deskriptif. Ilustrasi item angket yang nantinya akan didistribusikan : Ryff’s Psychological Well Being (1993) yang diadaptasi oleh Donny Haryanto (2013). Pemilihan butir soal untuk mewakili alat ukur kesejahteraan psikis merujuk pada 6 dimensi penguat kesejahteraan psikis. Adapun ke-6 dimensi itu adalah; 1) Dimensi penerimaan diri : ditandai dengan adanya keadaan yang dapat menerima kejadian yang telah terjadi di masa kini dan masa lalu. Contoh butir item : saya pernah melakukan beberapa kesalahan pada masa lalu tetapi saya merasa semua itu telah membawa saya untuk melakukan usaha yang terbaik.
21
2) Dimensi hubungan positif dengan orang lain : ditandai dengan bagaimana individu tersebut dapat berempati & memiliki afeksi terhadap orang lain. Contoh butir item : banyak teman saya yang menilai saya sebagai orang yang baik, penyayang dan perhatian. 3) Dimensi otonomi : ditandai dengan adanya rasa bebas individu untuk terlepas dari norma yang terkadang mengatur kehidupan sehari-hari. Contoh butir item : merasa bangga atas diri kita sendiri jauh lebih bermakna, daripada berharap diri kita seperti orang lain. 4) Dimensi tujuan hidup : ditandai dengan adanya tujuan yang jelas yang individu rancang untuk masa depannya. Contoh butir item : saya senang membuat rencana untuk masa depan saya dan saya berusaha untuk mewujudkannya 5) Dimensi pertumbuhan pribadi : ditandai dengan adanya keinginan individu untuk terus mengembangkan kemampuan yang Ia miliki. Contoh butir item : saya tidak tertarik dengan kegiatan yang tidak saya kuasai. 6) Dimensi penguasaan terhadap lingkungan : ditandai dengan kemampuan individu untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang paling sesuai dengan kondisi psikisnya Contoh butir item : saya merasa kurang bisa mencocokkan diri dengan orang lain dan lingkungan di sekitar saya.
22
Tabel 3.1 Contoh Aitem Angket Kesejahteraan Psikis No.
PERNYATAAN
SS
1.
Saya pernah melakukan beberapa kesalahan
S
TS
pada masa lalu tetapi saya merasa semua itu telah membawa saya untuk melakukan usaha terbaik
2.
Saya menikmati banyak hal yang terjadi di masa lalu dan saya tidak ingin mengubahnya
3.
Ketika saya membandingkan diri saya dengan teman dan kenalan, saya merasa bangga dengan diri saya
4.
Secara umum, saya merasa percaya diri dan positif terhadap diri saya
Tabel 3.2 Sebaran Aitem Angket Kesejahteraan Psikis Jumlah Dimensi
Sebaran Item No.Item
Item Dimensi
F 1, 2, 3, 1, 2, 3,
7 Penerimaan
UF
5, 6, 7 4, 5, 6, 4
STS
23
Diri
Dimensi
7
Sebaran Item
Jumlah No Item
F
Item
UF
Dimensi 8, 9, 10, Hubungan
8, 9, 10, 12, 13, 7
11, 12,
Positif
11
14
13, 14 dengan Orang Lain 15, 16, 17, 18, 15, 16, 19, 20,
Dimensi 7 Otonomi
19, 20, 17, 18
21
21 22, 23, Dimensi
24, 25, 24, 25,
Tujuan
7
22, 23
26, 27,
26, 27, Hidup
28 28 29, 30,
Dimensi
31, 32, 31, 32,
Pertumbuhan 7
29, 30
33, 34,
33, 34, Pribadi
35 35
24
Dimensi 36, 37, 36, 37, 40, 41,
Penguasaan 7
38, 39, 38, 39
Terhadap
42
41, 42 lingkungan
3.6.2 Alat ukur Keterikatan Karyawan Pengukuran keterikatan karyawan menggunakan alat ukur UWES (Utrecth Work Engagement Scale) yang dirancang oleh Schaufeli (2002). Dari beberapa alat ukur keterikatan karyawan yang serupa, UWES adalah alat ukur keterikatan karyawan yang paling banyak digunakan oleh para peneliti di seluruh dunia. Alasan peneliti menggunakan alat ukur ini karena adanya kejelasan teori yang mendasari konstruksi alat ukur. Selain itu tingkat validitas dan reliabilitas alat ukur ini juga sudah diadaptasi pada lebih dari sebelas bahasa.
Berikut
ini adalah
ilustrasi
dari angket
yang
akan
didistribusikan : Pemilihan butir item pada alat ukur keterikatan karyawan, merujuk pada 3 dimensi pembangun keterikatan karyawan yaitu vigor, dedication dan absorption. 1) Vigor : Ditandai dengan kesediaan karyawan untuk berusaha secara sungguh-sungguh dalam menyelesaikan pekerjaan. Contoh butir item : saya merasa sangat ber-energi saat melakukan pekerjaan saya
25
2) Dedication : Ditandai dengan adanya perasaan yang penuh makna, antusiasme yang tinggi dan inspirasi. Contoh butir item : Menurut saya, pekerjaan yang saya lakukan sangatlah berarti. 3) Absorption : Ditandai dengan adanya konsentrasi dan minat yang mendalam pada pekerjaan. Contoh butir item : Disaat saya bekerja, saya seringkali lupa akan halhal lain. Tabel 3.3 Contoh Aitem Angket Keterikatan Karyawan No
Pernyataan
1
Menurut saya, pekerjaan yang saya lakukan X amat berarti
2
Waktu berlalu dengan sangat cepat ketika saya sedang bekerja
3
Saya merasa sangat bersemangat dalam bekerja
4
Disaat saya bekerja saya lupa akan hal-hal lain
5
Saat bangun pagi, saya merasa sangat bersemangat untuk bekerja
SS
S
TS
STS
26
Tabel 3.4 Sebaran Aitem Angket Keterikatan Karyawan Dimensi
No Item
Contoh Aitem
Favorable
Unfavorab le
Vigor
1, 4, 8, 12, 15, 17, Saya hanyut dalam 1, 4, 8, 23 21, 22, 23
pekerjaan
hingga 12,
lupa Waktu
Dedication
15,
17,21, 22
2, 5, 7, 10, 13, 18, Menurut
saya, 2, 5, 7, 25, 26, 34
24, 26, 27, 34, 31
yang 10,
13,
lakukan 18,
24,
pekerjaan saya
sangatlah berarti
Absorption 3, 6, 9, 11, 14, 16, Waktu 19, 20, 28, 29, 30, berlalu 32, 33
27, 31
terasa 3, 6, 9, 32, 33 dengan 11,
14,
cepat, Disaat saya 16,
19,
20,
28,
berkerja
29, 30
3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas 3.7.1 Validitas Alat Ukur Uji validitas alat ukur bertujuan untuk mengetahui sejauh mana skala yang digunakan mampu menghasilkan data yang akurat sesuai tujuan ukurnya (Azwar, 1997; Neuwman, 2000). Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity),
27
validitas butir, dan validitas konstruksi teoritis
(construct validity).
Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi product moment dari Pearson. Penentuan validitas item menggunakan koefisien korelasi > 0,250 dan taraf signifikansi sebesar 0,001. Koefisien korelasi yang sama atau lebih besar dari 0,250 dan signifikansi-nya lebih besar dari 0,001, maka item tersebut dianggap valid dan layak digunakan dalam penelitian ini. Reliabilitas menunjukkan konsistensi atau keterpercayaan hasil pengukuran suatu alat ukur. Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas, dengan angka antara 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien mendekati angka 1,00 berarti reliabilitas alat ukur semakin tinggi. Prosedur pengujian reliabilitas dalam menggunakan
program
SPSS
(statistical
penelitian
product
ini
and service
solution) 21.00 for windows. Berikut ini adalah tabel rangkuman validitas item yang mengacu pada hasil output SPSS 21.0 :
a. Utrecth Work Engagement Scale / Alat ukur Keterikatan Karyawan.
Tabel 3.5 Reliabilitas Alat Ukur Keterikatan Karyawan
Item-Total Statistics Scale Mean if Scale
Corrected
Cronbach's
28
Item Deleted Variance
if Item-Total
Alpha if Item
Item Deleted Correlation
Deleted
Item 2
54.65
24.900
.271
.721
Item 3
54.75
25.782
.146
.736
Item 4
54.53
26.204
.310
.718
item 11 54.75
25.321
.167
.737
item 12 54.35
25.618
.394
.712
item 15 54.20
26.369
.255
.721
item 16 54.73
24.102
.354
.712
item 17 54.33
25.199
.388
.711
item 18 55.13
24.266
.435
.704
item 20 54.90
23.169
.460
.699
item 22 55.23
26.128
.263
.721
item 24 54.20
25.703
.392
.713
item 25 54.30
26.985
.124
.730
item 26 54.43
26.917
.141
.729
item 27 54.13
26.574
.230
.723
item 31 54.85
23.618
.599
.690
item 32 54.85
24.336
.331
.715
item 34 54.75
23.782
.424
.704
Ini adalah hasil output dari SPSS 21.0 For Windows untuk reliabilitas alat ukur Utrecth work engagement scale (UWES). Setelah beberapa item yang mempunyai nilai korelasi <0.1 dieliminasi. Sehingga dapat memberikan
29
nilai Aplha Cronbach sebesar 0.811 yang menurut Nurlanny (2011) sudah reliable karena nilai Alpha Cronbach (a) jika berkisar diantara 0.5 – 0.6 sudah dapat diterima. Sebaran aitem dapat dikatakan normal merujuk pada table 4.6 Hasil Uji Normalitas One-Sample-Kolmogorov-Smirnov. b. Ryff’s Scale Of Psychological Well Being / Alat ukur Kesejahteraan Psikis Tabel 3.6 Reliabilitas Alat Ukur Kesejahteraan Psikis
Item-Total Statistics Scale Scale Mean if Variance
Corrected if Item-Total
Cronbach's Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation
Deleted
Item 3
62.45
30.356
.278
.700
Item 4
62.22
31.922
.107
.714
Item 5
62.12
30.266
.354
.695
Item 6
62.05
29.690
.434
.688
Item 7
63.55
30.305
.264
.702
item 11 62.32
32.481
.104
.711
item 12 62.37
28.189
.689
.668
item 13 63.37
31.574
.167
.709
item 14 63.30
30.882
.227
.705
item 20 62.92
31.558
.237
.704
item 21 62.35
29.105
.405
.688
item 23 62.12
32.163
.128
.711
30
I
item 25 61.82
31.071
.356
.698
ni
item 26 61.90
31.887
.181
.707
a
item 28 63.27
29.281
.220
.712
d
item 30 62.97
31.871
.153
.709
al
item 31 61.75
31.269
.355
.699
a
item 32 63.22
30.384
.104
.730
h
item 33 62.27
30.461
.326
.697
h
item 34 62.15
31.156
.205
.706
a
item 39 63.12
27.856
.491
.677
si
item 42 62.35
29.464
.360
.692
l output dari SPSS 19.0 For Windows untuk reliabilitas alat ukur Ryff’s Psychological Well Being Scale (PWBS). Setelah beberapa item yang mempunyai nilai korelasi <0.1 dieliminasi. Sehingga dapat memberikan nilai Aplha Cronbach sebesar 0.711 yang menurut Nurlanny (2011) sudah reliable karena nilai Alpha Cronbach (a) jika berkisar diantara 0.5 – 0.6 sudah dapat diterima.
3.7.2 Uji Reliabilitas Alat Ukur Reliabilitas adalah menunjukkan tentang sifat suatu alat ukur dalam pengertian apakah suatu alat ukur cukup akurat, stabil atau konsisten dalam mengukur apa yang diukur. Metode yang digunakan untuk mengukur reliabilitas tes adalah dengan menggunakan koefisien alfa (Anastasi & Urbina, 2007).
Uji reliabilitas alat ukur ini peneliti
menggunakan single-test administration. Hal ini disebabkan karena adanya
31
keterbatasan waktu dan biaya untuk melakukan pengujian alat ukur sebanyak dua kali (test-retest) dan menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek penelitian. Teknik yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach. Pengujian reliabilitas ini akan menghasilkan reliabilitas dari skala. Patokan besarnya nilai dari koefisien alfa didalam penelitian ini agar alat ukur yang ada dapat dikatakan reliable, mengikuti pernyataan dari Nunnally. Nunnally (dalam Kerlinger & Lee, 2000), mengatakan bahwa koefisien reliabilitas sebesar 0,5 sampai 0,6 dapat diterima.
3.8 Teknik Analisis Data Pengolahan data dimulai dengan melakukan analisis deskriptif untuk melihat deskripsi subjek yang ada. Untuk melihat hubungan antar variabel dilakukan
dengan
analisis
korelasi
product
moment , dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 21.00.
3.9 Prosedur Penelitian 3.9.1 Persiapan Penelitian Tahap awal dalam memulai suatu penelitian peneliti harus menentukan topik mana yang akan dijadikan penelitian, setelah melakukan penngkajian terhadap beberapa topik. Peneliti melakukan persiapan dengan mengumpulkan beberapa fenomena yang akan dikaitkan dengan variable yang akan diteliti. Setelah menemukan fenomena yang tepat,
32
peneliti mencari literatur dari berbagai penelitian agar tinjauan teori lebih berisi dan kaya akan variable yang akan diteliti. Pertama-tama, Peneliti mengadaptasi skala Psychological well-being dan skala Utrecth Work Engagement Scale, setelah itu menentukan metode apa yang akan dilakukan peneliti agar penelitian menjadi valid dan reliabel. Yaitu dengan face validity untuk mengetahui evaluasi kualitatif dari alat ukur yang disusun peneliti secara keterlihatan (bentuk kuesioner, kata-kata, dan lain sebagainya). Peneliti juga menggunakan content validity yaitu meminta pendapat dari Expert Judgement.
3.9.1.1 Uji Keterbacaan Pada hari Senin, Minggu pertama bulan Juni 2013, peneliti melakukan Uji Keterbacaan (face validity) setelah itu peneliti juga melakukan content validity yaitu meminta pendapat dari Expert Judgement kepada dosen Psikologi Sosial. Selain itu peneliti melakukan uji keterbacaan kepada 2 (dua) orang kerabat peneliti yang sesuai dengan karakteristik penelitian. Evaluasi yang disampaikan adalah sebagai berikut: 1.
Kata-kata sudah cukup jelas, namun terdapat beberapa item
yang terlihat mempunyai makna sama. 2.
Perlu untuk mencari padanan kata yang lebih tepat sehingga
tidak membingungkan subjek. 3.
Keteraturan dalam huruf, jarak, dan kolom dalam kuesioner
harus lebih diperhatikan.
33
Setelah melakukan uji keterbacaan dan mengubah beberapa evaluasi tersebut, peneliti melaksanakan proses penyebaran Angket dengan metode Try-Out Terpakai. Metode ini dapat digunakan ketika menemui jumlah populasi yang sedikit dan terbatas. (Juneman, Wing. 2013 “ Pada Proses Interview “) Peneliti tidak melakukan pilot study karena keterbatasan responden.
3.9.2 Pelaksanaan Penelitian Tahap pelaksanaan penelitian dilakukan pada minggu kedua bulan juni 2013. Peneliti melakukan penyebaran data secara Purposive Sampling dengan karakteristik yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti. Penyebaran Angket secara langsung, karena peneliti langsung memberikan angkat kepada 40 orang karyawan untuk segera diisi dan dikumpulkan kembali setelah selesai. Hal ini dilakukan untuk mengontrol seluruh responden mengerjakan Angket secara sungguhsungguh dan menghindari beberapa hal yang tidak diinginkan seperti; banyak kuisioner yang terlewat atau secara sengaja tidak diisi.
3.9.3 Teknik Pengolahan Data Setelah data kuesioner dari partisipan terkumpul, peneliti melakukan pengujian statistik untuk menjawab pertanyaan penelitian. Pengujian
34
statistik ini menggunakan SPSS 21.0, teknik uji yang digunakan antara lain: 1. Statistik deskriptif. Metode ini digunakan untuk mengetahui mean, frekuensi, dan nilai maksimum minimum dari skor yang diperoleh subjek dalam kuesioner penelitian dan untuk menggambarkan perbedaan identitas diri yang dimiliki subjek penelitian. 2. Pearson Product Moment Correlation. Metode ini digunakan untuk mengetahui nilai korelasi atau hubungan antara item, skor total, variable,
dan
lain
sebagainya.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengolahan Data 4.1.1 Gambaran Umum Responden Responden dalam penelitian ini adalah karyawan pt.x yang berjumlah 40 orang, yang memenuhi kriteria penelitian. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang usia, gender dan status bekerja lebih dari 1 tahun dari seluruh responden. Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Usia Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
21
1
2.5
2.5
2.5
22
2
5.0
5.0
7.5
23
3
7.5
7.5
15.0
24
3
7.5
7.5
22.5
25
5
12.5
12.5
35.0
26
5
12.5
12.5
47.5
27
3
7.5
7.5
55.0
28
4
10.0
10.0
65.0
29
3
7.5
7.5
72.5
33
1
2.5
2.5
75.0
34
1
2.5
2.5
77.5
35
36
36
2
5.0
5.0
82.5
37
3
7.5
7.5
90.0
38
1
2.5
2.5
92.5
43
1
2.5
2.5
95.0
44
1
2.5
2.5
97.5
45
1
2.5
2.5
100.0
Total
40
100.0
100.0
Sumber : Hasil Olahan Peneliti Dari table diatas menunjukkan bahwa jumlah responden adalah 40 Responden dengan sebaran usia 21 s/d 45 tahun. Dimana untuk subjek yang paling banyak didominasi oleh usia 25 dan 26. Dan yang paling sedikit usia 21, 45, 44, 43, 38, 33, 34. Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Bekerja Bekerja_lebih_dari_1_thn Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Ya
40
100.0
100.0
100.0
Sumber : Hasil Olahan Peneliti Table ini menjelaskan bahwa seluruh responden yang digunakan peneliti adalah responden yang memenuhi kriteria peneliti. Dimana responden sudah bekerja >1 tahun diperusahaan.
37
Tabel 4.3 Gambar Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No
JENIS KELAMIN
Sebaran
1
Laki-Laki
33
2
Perempuan
7
Sumber : Hasil Olahan Peneliti Pada table ini dapat dijelaskan bahwa untuk responden laki-laki berjumlah sebanyak 33 responden dan responden perempuan sebanyak 7 responden.
4.1.2 Uji Beda Mean Berdasarkan hasil penelitian yang didapat oleh peneliti, skor mean seluruh responden masing-masing variable yaitu : Tabel 4.3 Uji Beda Mean Keterikatan Karyawan Descriptive Statistics N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Work Engagement
40
47
57.83
5.281
Valid N (listwise)
40
69
Sumber ; hasil Olahan Peneliti Pada table ini dijelaskan bahwa nilai minimum skor total yang didapat oleh responden adalah 47, sedangkan perolehan skor total terbesar adalah 69. Dimana menghasilkan mean sebesar 57.83 dan standart deviasi sebesar 5.281.
38
Tabel 4.4 Uji Beda Mean Kesejahteraan Psikis Descriptive Statistics N
Minimum Maximum Mean
Std. Deviation
Psychological
Well 40
47
78
65.53
5.756
Being Valid N (listwise)
40
Sumber : Hasil Olahan Peneliti Dari table diatas, dapat dilihat nilai minimum skor total sebesar 47 , nilai skor total maximum sebesar 78, sehingga menghasilkan mean sebesar 65.53 dan standart deviasi sebesar 5.756 . Berdasarkan penghitungan tersebut dapat ditentukan rentan perolehan skor responden.
4.2 Pembahasan Hasil Pada bagian ini akan ditampilkan hasil uji hipotesis yang menentukan apakah hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak. Sebelum melakukan hasil uji hipotesis, dilakukan terlebih dahulu uji normalitas data untuk mengetahui, apakah data telah berdistribusi secara normal atau tidak.
39
4.2.1 Uji normalitas data Tabel 4.5 Hasil uji normalitas One-Sample-Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Work
Psychological
Engagement N
Well Being
40
40
Mean
57.83
65.53
Std. Deviation
5.281
5.756
Absolute
.113
.091
Positive
.049
.054
Negative
-.113
-.091
Kolmogorov-Smirnov Z
.714
.578
Asymp. Sig. (2-tailed)
.687
.892
Normal Parametersa,b
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Hasil Olahan peneliti. Nilai significant (p) > 0.05 menunjukkan bahwa data terdistribusi secara normal. Sedangkan nilai significant (p) < 0.05 menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal. Oleh karena nilai significant keterikatan karyawan (p)= 0.687 dan nilai significant Kesejahteraan Psikis (p)=0.892 maka dapat dikatakan penyebaran data untuk kedua alat ukur tersebut adalah normal. Untuk mendukung pernyataan diatas, dapat dilakukan uji normalitas dengan menggunakan tekhnik grafik p-p Plots seperti pada gambar dibawah ini.
40
Gambar 4.1 Uji Normalitas p-p Plots Keterikatan Karyawan
Dari gambar tersebut, terlihat data yang ada terdistribusi secara normal. Dikatakan normal karena, gambar distribusi dengan titik titik data yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran titik titik data searah garis diagonal. Gambar 4.2 Uji Normalitas p-p Plots Kesejahteraan Psikis
41
Dari gambar tersebut, terlihat data yang ada terdistribusi secara normal. Dikatakan normal karena, gambar distribusi dengan titik titik data yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran titik titik data searah garis diagonal.
4.2.2 Uji Hipotesis untuk mengetahui hipotesis diterima atau ditolak, dilakukan uji hipotesis korelasional dengan menggunakan uji analisis pearson, dengan bantuan SPSS 21.00.
Tabel 4.6 Uji Korelasi Product-Moment Pearson Correlations Work
Psychological
Engagement
Well Being
42
Pearson Correlation Work Engagement
1
Sig. (2-tailed)
.168 .301
N
40
40
Pearson Correlation
.168
1
Psychological Well Being Sig. (2-tailed) N
.301 40
40
Sumber : Hasil Olahan Peneliti Dari table diatas, diketahui bahwa nilai korelasi pearson antara variable keterikatan karyawan dengan kesejahteraan psikis yaitu sebesar 0.168. apabila nilai koefisien korelasi (r) < 0.40 maka hubungan antar variable dikatan rendah dan apabila nilai koefisien korelasi (r) > 0.60 maka hubungan antar variable dikatakan tinggi. Berdasarkan hasil analisis korelasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui koefisien korelasi antara variable keterikatan karyawan dengan kesejahteraan psikis bernilai (r) = 0.168. Hal itu menunjukkan bahwa ada hubungan antara kedua variable namum tingkat hubungannya rendah. Sedangkan untuk mengetahui hipotesis diterima atau ditolak, dilihat dari lihat nilai signifikansinya. Apabila nilai signifikansi (p) > 0.05 maka tidak significant dan apabila signifikansi (p) < 0.05 maka significant. Oleh karena nilai signifikansi (p) = 0.301 > 0.05 maka artinya terdapat hubungan yang tidak significant antara kedua variable tersebut.
43
BAB V SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai hubungan antara kesejahteraan psikis dengan keterikatan karyawan memiliki hubungan namun tidak signifikan. Hubungan yang terjadi antara kedua variable tersebut, berada dalam tingkat yang rendah, karena hanya bernilai 0.168 sedangkan untuk signifikansinya bernilai 0.301, sehingga penelitian ini dikatakan memiliki hubungan tetapi tidak signifikan.
5.2 Diskusi Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan responden yang digunakan sebanyak 40 responden, sebaran data normal menghasilkan perhitungan korelasi pearson sebesar 0.168 dimana menunjukkan antar kedua variabel memiliki pengaruh dengan daya rendah dan tidak signifikan, yang mungkin disebabkan karena jumlah responden yang kurang banyak sehingga hasil data tidak dapat digeneralisasikan (berjumlah 40 responden). Hasil yang didapat tidak berbanding lurus dengan penelitian Langelaan, (2006) yang menyatakan kesejahteraan psikis yang baik, mampu membawa karyawan memiliki keterikatan yang baik juga diperusahaan. Sehingga dapat disimpulkan pada penelitian kali ini kesejahteraan psikis memiliki pengaruh rendah dan tidak significant terhadap keterikatan karyawan pada PT. X yang mungkin dipicu oleh beberapa pengaruh seperti apakah karyawan yang bekerja pada PT. X sudah terpenuhi kondisi-
43
44
kondisi basicnya seperti makan, tempat tinggal, kebutuhan akan sex seperti yang dijelaskan dalam hirarki Maslow. Melalui pengkajian literature dapat ditemukan bahwa beberapa konsep dapat menumbuhkan keterikatan karyawan seperti yang diutarakan oleh Saks (2006) hasil penelitian menunjukkan bahwa keterikatan karyawan berpengaruh pada nilai-nilai penting dalam perusahaan yang berdampak pada produktivitas. Hal ini juga berpengaruh terhadap keuntungan organisasi, kepuasan, kesetiaan pelanggan, retensi atau turnover karyawan serta keamanan. negatif terhadap tingkat ketidakhadiran karyawan. Dan berkorelasi positif terhadap peningkatan kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi. Schaufeli (2000) mengungkapkan bahwa keterikatan karyawan selalu mengacu pada keterlibatan, komitmen, antusiasme, fokus dalam berusaha dan energi. Hal yang terlihat jelas dari karyawan yang memiliki keterikatan di perusahaan ditandai dengan keterlibatan secara emosi dan pernyataan bahwa Ia berada di jalur yang sama, yang terlihat dari etika kerja-nya. Penelitian lanjutan Schmidt & Hayes (2002) juga menyimpulkan bahwa mereka telah mengumpulkan semua bukti-bukti yang mengacu pada keterikatan karyawan. Berdasarkan hal tersebut, keterikatan karyawan dapat tumbuh jika karyawan memiliki kesejahteraan psikis yang baik saat bekerja. Disamping itu kesejahteraan psikis yang baik pada saat bekerja juga akan meningkatkan keuntungan yang didapat melalui adanya daya produktivitas yang lebih tinggi. Dan, didukung oleh Langelaan (2006) bahwa hanya dengan dukungan kesejahteraan psikis yang baik, karyawan baru mampu untuk tetap bertahan serta mencintai perusahaan dimana Ia berkerja.
45
Untuk diskusi mengenai metode penelitian, peneliti sempat mengalami kesulitan saat mengumpulkan data. Pada Akhirnya peneliti hanya mengambil sampel responden pada satu PT. X dengan jumlah responden sebanyak 40 Orang, dimana estimasi awal peneliti adalah dua PT dengan jumlah responden kurang lebih sebanyak 75-80 Responden. Selain itu ada beberapa data yang dikumpulkan tidak dapat dipakai ( 3 data ). Karena tidak lengkapnya informasi yang dibutuhkan. Hal ini mungkin terjadi karena alat ukur memiliki aitem yang cukup banyak, sehingga peneliti tidak dapat mencegah beberapa responden merasa kelelahan atau terdistraksi selama mengisi/mengerjakan angket yang peneliti distribusikan. Ada baiknya peneliti berikutnya memperhatikan waktu penyebaran angket dan jumlah item pada angket, jika dirasa terlalu banyak penyebaran dapat dilakukan bertahap selama 2 hari, agar responden dapat menjawab seluruh item dengan kondisi prima. Selain itu juga jumlah responden penelitian harus diperbesar untuk merepresentatif populasi.
5.3 Saran Pada bagian ini peneliti memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya, baik secara metodologis maupun secara praktis.
5.3.1 Saran Metodologis saran metodologis dari peneliti yaitu; (1) Mencari sebanyak-banyaknya bahan/referensi yang akan digunakan dalam penelitian.
46
(2) Menambah atau memperbanyak kriteria atau data kontrol yang akan digunakan untuk menggali lebih banyak lagi tentang segala hal yang berkaitan dengan responden, semakin banyak sampel yang digunakan semakin mewakili populasi. (3) Mengecek kembali validitas dan reliabilitas alat ukur agar alat ukur yang digunakan merupakan alat ukur yang baik dan siap digunakan dalam penelitian selanjutnya. (4) Mempersiapkan lebih dini lagi kelengkapan dan keperluan, bahanbahan yang akan digunakan dalam penelitian. agar, tidak ada yang terlewat atau kurang.
5.3.2 Saran Praktis Saran praktis dari peneliti yaitu; (1) Bagi karyawan: diharapkan karyawan dapat lebih terikat lagi diperusahaannya dan meningkatkan performa kerja untuk kebaikan diri sendiri dan perusahaan. Jika ada sesuatu hal yang dirasa menganggu atau
menghambat
produktifitas,
segera
diskusikan/konsultasikan
masalah yang terjadi kepada pihak-pihak yang memang bertanggung jawab atas kesejahteraan kalian pada saat kalian bekerja, seperti bagian personalia. Jangan ragu untuk mengutarakan hambatan-hambatan yang berlangsung, sehingga kedua belah pihak dapat menjalin hubungan simbiosis mutualisme dimana kedua belah pihak saling diuntungkan.
47
(2) Bagi perusahaan : diharapkan perusahaan selalu mengkaji ulang kesejahteraan psikis karyawan dan harus diperhatikan karena sesuai dengan filosofi bahwa karyawan adalah motor penggerak perusahaan. Dan juga, perusahaan harus menerapkan metode yang lebih kreatif lagi seperti mengkombinasikan metode psikologi positif bersamaan dengan metode pemberikan insentif, yang menurut kajian peneliti mampu menumbuhkan keterikatan karyawan menjadi lebih baik. Dan juga memberikan hukuman yang mendidik kepada karyawan seperti membaca buku yang berkaitan dengan pekerjaannya, menambah jam kerja karyawan selama 1-2 jam. Sehingga hukuman tersebut dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran karyawan dimasa depan dan juga sekaligus menumbuh kembangkan pengetahuan karyawan terkait dengan pekerjaan yang dijalaninya. (3) Bagi peneliti selanjutnya : persiapkan alat ukur yang lebih mutakhir lagi dan referensi yang lebih baik, agar penelitian yang dilakukan dapat menelurkan hasil yang lebih mutakhir. Kaji seluruh aspek seperti masalah biologis, kultur perusahaan sebelum peneliti mengerucutkan instrumen penelitian, sehingga hasil yang didapat nantinya juga dapat menghasilkan nilai yang valid dan reliable untuk dijadikan acuan kedepannya.
Peneliti selanjutnya harus lebih mutakhir lagi dalam
mengumpukan dan
menganalisa data sehingga nantinya hasil
yang didapat juga akan lebih
akurat. Dan juga, peneliti berikutnya
mungkin bisa menggunakan metode-
metode
pemberian kompensasi yang juga diberikan
pendukung secara
seperti
bersamaan
48
dengan penerapan pola positif psikologi, yang dapat merangsang keterikatan karyawan lebih baik lagi, analisa juga masalah konteks budaya diperusahaa, mungkin dengan melengkapi semua data dari segi biologis, kultur, dll. Akan membantu peneliti untuk mengerucutkan hasil penelitian kuantitatif maupun kualitatif.
49
REFERENSI
Azwar,
Saifuddin (2007).
”Validitas
dan
Reliabilitas”.
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Carr.A(2004). Happiness-Positive Psychology. Brunner-Routledge, Inc : New York. Catteeuw, F., Flynn, E., Vonderhorst, J. (2007). Employee engagement: Boosting Productivity in Turbulent Times. Organization Development Journal 25: 51-157. Davis, O.C.(2012). Why The Workplace Needs Positive Psychology. Quality Of Life laboratory. Federman, Bard. ( 2009). Employee Engagement: A Road For Creating Profits, Optimizing Perfomance, And Increasing Loyalty. San Fransisco: Jossey Bass Gable, S. L., & Haidt, J. (2005). What (and Why) is positive psychology?. Review Of General Psychology, 9(2), 103-110. Gani, H.D (2007). Kebudayaan, Pendidikan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Indonesia. Jurnal Penyuluhan, Vol.3. No.2. Gibson,J.L.,
Ivancevich,J.M.,
Donnelly,
J.
H.,
&
Konopaske.
(2005).Oganizations: Behavior, Structure, Process, (8th ed.). New York: McGraw-Hill. Ivancevich, J. M. (2004). Human Resource Management, 9 ed., McGraw-Hill Companies, Inc., New York.
50
Juneman. (2010). Aplikasi Psikologi Positif dalam dunia bisnis. Jurnal Humanitas,Vol.6. 130-143. Linley. P.A(2004). Positive psychology in Practice. Johnwilley & Sons, Inc : New Jersey. Liputo (2009). Psychological Well-Being menurut Tinjauan Islam. Jurnal pendidikan islam. Vol 2. Piartrini.P.S (2011). Keterikatan karyawan merupakan alternative, ketika kepuasan kerja dan komitmen kerja tidak cukup untuk meningkatkan kinerja organisasi. Jurnal Humanitas. Vol 2. Ryff, C. D., Keyes, C. L. M. (1995). The Structure of Psychological WellBeing Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69(4), 719-727. Saks, A.M. (2006). Antecedents and Consequences of Employee Engagement. Journal of Managerial Psychology, 21, 600–619. Schaufeli, W.B., Salanova, M., González-Romá. V., & Bakker, A.B. (2002). The Measurement of Engagement and Burnout: A confirmatory factor analytic approach. Journal of Happiness Studies, 3, 71–92. Snyder, C.R. Lopez, S.J (2010) A Handbook of Models and Measures; Positive Psychology Assessment. Washington DC : APA. Steger, M. F., Kadashan, T. B. Oishi, S. (2007). Being Good and Doing Good: Daily Eudaimonic Activity and Well-being. Journal of Research in Personality. Sugiyono (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: alfabeta
51
Riwayat Penulis
Penulis lahir di kota Jakarta, 02-02-1992. Penulis menamatkan studi pada ilmu psikologi di universitas bina nusantara pada periode 2009-2013, saat ini penulis bekerja di PT. Super Makmur Mandiri dan dalam waktu dekat berenacana melanjutkan studi di bidang ilmu manajemen di UBinus.