medical review
Hubungan Keratosis Seboroik dengan Penyakit Kulit Lain Ma'arifah Nadjar, Anis I. Anwar, Siswanto Wahab Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar
Pendahuluan Keratosis seboroik (seborrheic verruca) merupakan sebuah lesi atau tumor kulit jinak yang terjadi karena proliferasi keratinosit epidermis, umumnya terjadi pada orang usia paruh baya atau lanjut usia dan memiliki predisposisi bawaan, dengan etiologi yang belum diketahui.1,2 Lesi pada awalnya berbentuk makula datar berwarna coklat dengan batas tegas, kemudian perlahan-lahan menjadi papula berminyak dengan permukaan mirip veruka dan tampak seperti menempel pada kulit. Warnanya berkisar antara coklat terang dengan bagian-bagian berwarna pink, coklat gelap atau hitam, sampai warna putih seperti yang terlihat pada keratosis stucco.2 Etiologi keratosis seboroik tidak diketahui tetapi telah diduga melibatkan predisposisi genetik, keterpaparan sinar matahari, virus HPV dan hiperplasia melanosit, walaupun tak satupun dari faktor-faktor ini yang dianggap sebagai penyebab tunggal keratosis seboroik.2 Lokasi keratosis seboroik umumnya terdapat pada wajah dan trunkus meski bisa juga terjadi pada punggung, abdomen, kulit kepala dan ekstremitas atas. Lokasi yang tidak lazim meliputi konjungtiva, nipple dan areola, dan vulva.1,3 Histopatologi Secara mikroskopis, keratosis seboroik ditandai dengan proliferasi keratinosit yang membentuk nodul sel tumor yang endofitik, rata atau eksofitik dengan bentuk yang tegas. Sel-
38
MEDICINUS
sel kecil hingga sedang dalam epidermis dipisahkan oleh horn cysts. Gambaran karakteristik dari keratosis seboroik meliputi adanya keratinisasi permukaan (hiperkeratosis), papilomatosis dan acanthosis (rete ridges luas).1,3 Keratosis seboroik tersusun atas tiga tipe sel yang meliputi; a) keratinosit basaloid yang menunjukkan pola anastomosis, b) sel-sel spinosa eosinofilik di bawah epidermis dan di sekitar saluran horn infundibular, c) melanosit yang berproliferasi.1 Hubungan keratosis dengan keganasan penyakit kulit lainnya Hubungan yang mungkin terjadi antara keratosis seboroik dengan neoplasma kulit maligna telah dilaporkan pada tahun 1932, dimana perubahan keratosis seboroik yang menjadi suatu keganasaan dapat menyerupai melanoma maligna, karsinoma sel skuamosaa, keratoachantoma, karsinoma sel basal, penyakit Bowen, epitelioma intraepitelial, dan porokarsinoma ekrin. Sebuah studi dari hasil penelitian Rallis dkk (2002), dimana beberapa lesi yang memiliki gambaran klinis keratosis seboroik terbukti secara histopatologis sebagai karsinoma sel basal atau skuamosaa, keratosis aktinik, melanoma maligna. Hasilnya menunjukkan bahwa evolusi keratosis seboroik bukan hanya ada, tetapi juga memiliki persentase lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.2 Sebuah studi restropektif dari Cathy Lim tahun 2006, yang dilakukan selama periode 12 bulan, 639 keratosis seboroik, dimana 85 diantaranya (9%) ditemukan berhubungan dengan lesi lain. Diantara lesi berhubungan ini, 44 (7%) adalah tumor lesi maligna, dengan empat diantaranya ditemukan muncul dari dalam area keratosis seboroik.4 Tempat yang paling umum untuk ter-
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
MEDICAL REVIEW
Gambar 1. Mikrograf yang menunjukkan: a) hiperkeratosis papilamatosis acanthosis dengan poliferasi basaloid berpigmen dan kista pseudohorn (H&E, 100x), b) kista pseudohorn (H&E, 400x), c) poliferasi basaloid dengan pigmentasi (H&E, 400x), d) keratosis seboroik berpigmen dengan dermis yang menunjukkan pembuluh darah membesar dan tersumbat dan infiltrat sel inflmatori (H&E, 100x) jadinya keratosis seboroik yang berhubungan dengan lesi lain adalah kepala dan leher, diikuti dengan trunkus, tungkai atas, dan kemudian tungkai bawah. Distribusi tempat cukup mirip dengan lesi-lesi yang merupakan keratosis seboroik tunggal dibandingkan dengan lesi lain.4
Tabel 1. Keratosis seboroik dan lesi-lesi yang berhubungan (n=85)
Lesi yang Berhubungan Karsinomasel basal (BCC) Nodular Morfoeik Multifokal superfisial Gabungan Karsinoma sel skuamosaa (SCC) Melanoma Karsinomasel basal + nevus melanositik Nevus melanositik Intradermal Junctional Gabungan Displastis Solar Keratosis Karsinoma sel skuamosaa in situ Solar Lentigo Lain-lain
Jumlah (%) 27 (31,8) 18 4 4 1 7 (8,2) 7 (8,2) 3 (3,5) 13 (15,3) 7 2 2 2 9 (10,6) 7 (8,2) 4 (4,7) 8 (9,4)
Studi restropektif yang lain dari Brian dkk (2006), terhadap 813 spesimen histologis dengan diagnosa keratosis seboroik, Sampel mencakup 406 wanita dan 407 pria, dengan usia rata-rata 60 tahun (kisaran 23-94 tahun). Bagian-bagian tubuh yang terlibat dikelompokkan menjadi kepala (344), leher (30), trunkus (248) dan tungkai (191).5 hasilnya terlihat pada tabel dibawah ini:
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
MEDICINUS
39
leadingREVIEW article MEDICAL
Tabel 2. Perbandingan diagnosis klinis dan histologis spesimen-spesimen yang berhubungan dengan keganasan
Diagnosis histologis Keratosis seboroik + IEC (36)
Diagnosis klinis Keratosis seboroik teriritasi/atipikal (10) BCC (9) IEC (8) Solar Keratosis / Solar keratosis atipikal (6) SCC (1) Solar Lentigo (1) Tidakdiketahui (1) Keratosis seboroik + BCC (5) BCC (4) Keratosis seboroik atipikal (1) Keratosis seboroik + BCC + IEC (1) BCC (1) Keratosis seboroik + SCC (2) SCC (2) BCC = karsinomasel basal; IEC = karsinoma intraepidermal; SCC = karsinoma sel skuamosaa.
Berbagai tumor maligna yang muncul dengan keratosis seboroik menunjukkan bahwa sel-sel pluripotensial dalam keratosis seboroik bisa bermutasi menjadi berbagai tumor.6 Sebuah studi oleh Sharone. K, dkk tentang teledermatologi melibatkan 3039 neoplasma kulit pada 2152 pasien di sebuah pusat medik untuk lansia. Secara keseluruhan, 39 MM, 411 BCC, 238 SCC, dan 224 SK (total 912). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan atau hubungan tipe lesi dan tanda-tanda atau gejala-gejala melanoma maligna (MM), karsinoma sel basal (BCC), karsinoma sel skuamosa (SCC), dan keratosis seboroik (SK), serta faktor-faktor lain (riwayat pribadi atau keluarga kanker kulit, durasi, diameter, klinis vs konsul, usia, dan kedalaman untuk melanoma saja). Hasilnya semua memiliki nilai P < 0,0001.7 Tabel 3. Gejala-gejala yang tampak dari melanoma maligna, karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosaa dan keratosis
Gejala
MM BCC n = 39 n = 411 (%) (%) Tidak ada gejala 2.1 36.3 Perubahan ukuran 12.8 24.8 Gatal-gatal 5.3 22.6 Lain-lain 5.3 3.4 Tenderness 2.6 15.8 Perdarahan 0 37.2 Terbakar (burning) 0 4.4 BCC = karsinoma sel basal, MM = melanoma maligna, n = jumlah lesi, SCC = seboroik.
SCC SK n = 238 n = 224 (%) (%) 24.8 41.1 33.2 34.8 27.3 25.5 5.0 7.6 40.8 13.4 23.5 16.1 4.2 1.8 karsinoma sel skuamosaa, SK = keratosis
Sedangkan hubungan tanda atau gejala MM, BCC, SCC, dan SK dengan faktor lain, meliputi hasil untuk analisis hubungan antara berbagai faktor dan keberadaan gejala berbanding tanpa gejala untuk MM, BCC, SCC, dan SK. Tidak ada hubungan signifikan yang ditemukan untuk tanda atau gejala melanoma dengan usia pasien, riwayat kanker kulit dalam keluarga, riwayat kanker kulit pribadi; durasi lesi, atau lokasi lesi.
40 MEDICINUS
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
leadingREVIEW article MEDICAL
Imunohistokimia Diferensiasi keratosis seboroik telah diteliti dengan imunohistokimia menggunakan pewarnaan cytokeratin (CK) polypeptide spesifik antibodi monoklonal dan antibodi spesifik untuk epidermal transglutaminase (ETgase) dan dengan penambahan serum anti- human involukrin. Diferensiasi normal dan maturasi dari keratosis seboroik disokong sintesis dan proses hasil tipikal struktural dan protein katalitik, termasuk sitokeratin (CK) involukrin dan translglutaminase. CK merupakan polipeptida structural pada filament intermediate dalam sel epithelial termasuk dalam famili 20 peptida pada kebanyakan epithelium pemberian dasar CK akan berdasarkan koekspresi dengan keasaman CK, biasanya lebih kecil dari 8 kilo Dalton. Berhubungan dengan epidermis, ekspresi CK sangat berkaitan pada lokalisasi epidermis stadium maturasi keratinosit dan pertumbuhan seluler.8 Pada lesi keratosis seboroik: Sel-Sel skuamosa berhubungan dengan pseudohorn cysts positif CK10, tetapi sel-sel basaloid negatif CK10. Sel-sel basaloid positif CK14, tetapi sel-sel skuamosa yang berhubungan dengan kista-kista pseudohorn negatif CK14. Sel skuamosa dan sel basaloid negatif untuk semua CK lainnya. Pola-pola staining ini cukup mirip dengan pola keratinosit dalam epidermis dan infundibulum.8 Sedangkan pada lesi karsinoma sel basal (BCC): Kebanyakan sel neoplastis, termasuk beberapa clear cell, positif untuk CK14. Semua sel neoplastis negatif untuk CK10 dan CK7 (Ks7.18). namun temuan terbaru dilaporkan bahwa pewarnaan positif untuk CK7 yang banyak pada keratin folikular rambut. Akan tetapi, penulis berpendapat bahwa kepositifan CK7 pada komponen sel bening dari BCC ini menandakan diferensiasi akar luar (bagian bawah).8 Mitsuaki Ishada dkk (2011), melaporkan sebuah kasus karsinoma sel basal (BCC) yang muncul dalam area keratosis seboroik (SK). Seorang wanita Jepang umur 89 tahun datang dengan plak berskuama persisten pada auricle dextra. Pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan bahwa sitokeratin 17 (CK17), CK19, SOX9 dan protein 53 (p53) berlebihan dieskpresikan pada basal sel karsinoma (BCC), tetapi tidak pada keratosis seboroik (SK) (terlihat pada gambar 3A dan 3B). Karakteristik imunohistokimia dari penelitian ini menunjukkan bahwa BCC tidak muncul langsung dari SK, tetapi justru, SK
Gambar 2. Analisis imunohistokimia akantosis keratosis seboroik
sebagai sarang dari karsinoma, yang menyebabkan menyatunya SK dengan BCC. Lebih lanjut, hasil dari kasus ini menunjukkan bahwa surveilans imunohistokimia terhadap ekspresi CK17, CK19, dan SOX9 serta protein p53 bermanfaat dalam membedakan BCC kecil dari tunas rambut non-neoplastis.9
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
MEDICINUS
41
leadingreview article medical
Gambar 3: A. Secara imunohistokimia, CK17 diekspresikan dalam karsinoma sel basal, tetapi tidak dalam keratosis seboroik. Perbesaran awal, 200x. B. Ekspresi protein p53 secara berlebihan ditemukan pada karsinoma sel basal, tetapi tidak pada keratosis seboroik. Perbesaran awal, 200x Kesimpulan Imunohistokimia terhadap ekpresi CK17,CK19, SOX9 dan p53 bermanfaat dalam membedakan basal sel karsinoma dengan keratosis seboroik. Dimana pada keratosis seboroik berhubungan dengan pseudohorn cysts CK10 namun tidak pada karsinoma sel basal dan sel basaloid CK14 juga dimiliki oleh keratosis seboroik dan karsinoma sel basal,sehingga dapat dikatakan bahwa basal sel karsinoma tidak muncul secara langsung dari keratosis seboroik tetapi justru keratosis seboroik adalah sarang bagi karsinoma sel basal atau biasa disebut juga sebagai prekusor untuk keganasan kulit, yang menghasilkan penggabungan keratosis seboroik dengan karsinoma karsinoma sel basal.
daftar pustaka 1. Narasimha A, Kumar H, Divyarani MN, Bhaskaran A. Pigmented Seborrheic Keratosis (Melanoacanthoma) of Nipple A case report with review of literature. J Clin Biomed Sci. 2013 ; 3 (2): 96-100 2. Rigopoulos, Rallis, Toumbis-Ioannou, Christophidou E, Limas C, KatsambasA. Seborrhoeic keratosis or occult malignant neoplasm of the skin? JEADV . 002; 16, 168–170. 3. DeFazio J, Zalaudek I, Busam K J, Cota C, Marghoob A. Association between melanotyc neoplasm and seborrheic keratosis: more than a coincidental collision? Dermatol Pract Concept. 2012; 2(2): 9.
42
MEDICINUS
4. Barie PS, Eachempati SR. Acute acalculous cholecystitis. Curr Gastroenterol Rep 2003 Aug;5(4):302-9. 5. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al., editor. Harrison's Principles of internal medicine. New York: McGraw Hill Company; 2008. 6. Kolesistitis akut. Dalam Irawan C, Tarigan TEJ, Marbun MB, editor. Panduan tata laksana kegawatdaruratan di bidang ilmu penyakit dalam – Internal medicine emergency life support/IMELS. Jakarta: Interna Publishing. 58-62. 7. International Obesity Task Force. The Asia-Pacific perspective : redefining obesity and its treatment. World Health Organization – Western Pacific Region . 2000 8. Misago N, Satoh T, Narisawa Y. Basal cell carcinoma with tricholemmal (at the lower portion) differentiation within seborrheic keratosis. J Cutan Pathol. 2003; 30, 196-201. 9. Ishida M, Ohsato N, Okabe H. Basal cell carcinoma arising within a seborrheic keratosis with respect to immunohistochemical characteristics. Oncology letters. 2011; 2: 625-627.
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015